KELOMPOK 3 :
Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut
(ISNBA) merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dari bronkhiolus
terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara (Dahlan, 2007).
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit, dimana pulmonary alveolus
(alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer, mengalami
peradangan dan terisi oleh cairan (shaleh, 2013).
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda
asing yang masuk lewat saluran pernapasan. 12 Selain itu, terdapat juga rambut
pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama
udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung
dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga
hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat
laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui
faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan
sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena
saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah
menyediakan saluran 13 bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan
dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk
suara percakapan.
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring
disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi
oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal
sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring
adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal
tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu
menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu
bernapas katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.14
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus
bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi
dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju
paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. 15 Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder),
sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang
yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Fungsi utama
bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
6. Bronchiolus
7. Alveolus
C. Etiologi
Penyebab pneumonia pada orang dewasa dan usia lanjut umumnya adalah bakteri.
Penyebab paling umum pneumonia di Amerika Serikat yaitu bakteri Streptococcus
pneumonia, atau Pneumococcus. Sedangkan pneumonia yang disebabkan karena virus
umumnya adalah Respiratory Syncytial Virus, rhinovirus, Herpes Simplex Virus,
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)(Nursalam, 2016).
Fisiologis :
Situasional :
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu :
b) Staphylococcus aureus bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan obat
secara intravena (intravena drug abusers) 17 memungkan infeksi kuman ini menyebar
secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paruparu. Apabila suatu
organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis
dan pembentukan abses.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya menyerang
pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah cytomegali
virus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana
spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah
Candida sp, Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans.
d. Lingkungan
D. Patofisiologi
sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin
tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun
darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat
oleh darah.
batuk.
E. Patway
.
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien
lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada
Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai
pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, dan ronki(Nursalam,
2016).
a. Batuk
b. Sputum produktif
c. Sesak nafas 24
d. Ronki
f. Leukositosis
g. Infiltrat
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
b. Laboratorium
c. Mikrobiologi
H. Penatalaksanaan
Maka pemberian antibiotik adalah yang paling tepat. Pengobatan haruslah benar-benar
komplit sampai benar-benar tidak lagi adanya gejala pada penderita. Selain itu, hasil
pemeriksaan X-Ray dan sputum harus tidak lagi menampakkan adanya bakteri pneumonia.
Jika pengobatan ini tidak dilakukan secara komplit maka suatu saat pneumonia akan kembali
mendera si penderita (shaleh, 2013).
Pneumoniae Bisa diatasi dengan pemberian vaksin dan antibiotik. Ada dua vaksin tersedia,
yaitu pneumococcal conjugate vaccine dan pneumococcal polysacharide vaccine.
Pneumococcal conjugate vaccine adalah vaksin yang menjadi bagian dari imunisasi bayi dan
direkomendasikan untuk semua anak dibawah usia 2 tahun dan anak-anak yang berumur 2-4
tahun. Sementara itu pneumococcal polysacharide vaccine direkomendasikan bagi orang
dewasa. 26 Sedangkan antibiotik yang sering digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini
termasuk penicillin, amoxcillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics, termasuk
erythromycin (shaleh, 2013).
Antibiotik yang bermanfaat dalam kasus ini adalah generasi cephalosporins kedua dan ketiga,
amoxillin dan clavulanic acid, fluoroquinolones (lefofloxacin), maxifloxacin oral, gatifloxacin
oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim (shaleh, 2013).
Pengobatannya hampir sama dengan pengobatan pada penderita flu. Namun, yang lebih
ditekankandalam menangani penyakit pneumonia ini adalah banyak beristirahat dan
pemberian nutrisi yang baik untuk membantu pemulihan daya tahan tubuh. Sebab bagaimana
pun juga virus akan dikalahkan jika daya tahan tubuh sangat baik (shaleh, 2013).27
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati panyakit jamur lainnya. Hal yang
paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia (shaleh,
2013).
METODE PENELITIAN
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif ana-litik dengan rancangan cross-sectional Populasi
penelitian adalah balita yang dirawat di Rumah Sakit X di Jakarta. Sampel penelitian adalah balita
yang dirawat jalan dan rawat inap di RS X, tercatat dalam rekam medis rumah sakit selama 2011
sesuai dengan kriteria inklusi; (1) pasien balita usia 1 sampai 59 bulan di RS, dan (2) bersedia menjadi
responden. Kriteria eksklusi adalah responden tidak mengerti bahasa Indonesia. Jumlah responden
yang digunakan yaitu 138 balita. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling
jenis consecutive sampling.
Penelitian dilakukan di ruang poli anak dan ruang rawat anak RS X Jakarta. Waktu penelitian
dilakukan pada April-Juni 2011. Alat pengumpulan data kuesioner yang digunakan untuk
mengumpulkan data tentang karakteristik responden dan mencatat adanya faktor risiko pneumonia.
Analisis data yang digunakan antara lain analisis univariat, analisis bivariat dengan uji statistik Chi
Square serta analisis multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil
Kejadian pneumonia
Jumlah balita yang mengalami pneumonia di rumah sakit 63 balita (45,7%), sedangkan balita yang
tidak mengalami pneumonia yaitu 75 balita (54,3%).
Jumlah balita yang berusia < 12 bulan 52 balita (37,7%), berusia > 12 bulan sampai < 60 bulan 86
balita (62,3%). Balita yang mendapatkan ASI eksklusif 30 balita (21,7%) dan yang tidak
mendapatakan ASI eksklusif 108 balita (78,3%). Balita yang mempunyai status gizi baik 113 balita
(81,9%) dan status gizi kurang 25 balita (18,1%).
Ibu balita yang berpendidikan menengah 78 orang (56,5%), berpendidikan sarjana 32 orang (23,2%),
berpendidikan dasar 28 orang (20,3%). Ibu balita yang berpengetahuan rendah dan cukup 108 orang
(78,2%), dan pengetahuan tinggi 30 orang (21,7%). Orangtua yang berpenghasilan sedang 76 orang
(55,1%), penghasilan rendah 42 orang (29,7%), dan penghasilan tinggi 21 orang (15,2%). Selain itu,
balita yang tinggal di kepadatan rumah tidak padat 80 balita (58%) dan balita yang tinggal di
kepadatan rumah yang padat 58 balita (42%). Rumah balita yang berventilasi udara 88 balita (63,8%)
dan yang tidak berventilasi udara 50 balita (36,2%).
Karakteristik perilaku
Balita yang tidak mempunyai anggota keluarga dengan kebiasaan merokok didalam rumah lebih
banyak yaitu sebesar 74 (53,6%) dibanding dengan balita yang mempunyai anggota keluarga dengan
kebiasaan merokok didalam rumah.
Karakteristik pelayanan kesehatan
Orangtua yang menggunakan pelayanan kesehatan 127 orang (92%) dan orangtua yang tidak
menggunakan pelayanan kesehatan 11 orang (8%). Hubungan antara Faktor Anak dengan Kejadian
Pneumonia pada Anak Balita
Tabel 1 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia, riwayat pemberian ASI eksklusif
status gizi, riwayat pemberian imunisasi campak, riwayat pemberian imunisasi DPT pada balita
dengan kejadian pneumonia (p berturut-turut= 0,002, 0,003, 0,000, 0,002, 0,049; α= 0,05).
Tabel 1
Hal ini menunjukkan usia, riwayat pemberian ASI ekslusif, status gizi, riwayat pemberian imunisasi
campak dan imunisasi DPT berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita. Hasil uji statistik
menunjukkan balita yang berusia <12 bulan mempunyai peluang 3,24 kali untuk mengalami
pneumonia dibanding dengan balita berusia >12 - <60 bulan (95% CI: 1,58-6,64). Pada balita yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif mempunyai peluang mengalami pneumonia 4,47 kali dibanding
balita yang mendapatkan ASI eksklusif (95% CI: 1,68-11,80). Pada balita yang memiliki status gizi
kurang berpeluang untuk terjadi pneumonia sebesar 6,52 kali dibanding responden yang berstatus
gizi baik (95% CI: 2,28-18,63).
Hasil uji statistik juga menunjukkan balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak berpeluang
mengalami pneumonia 3,21 kali dibanding balita yang mendapatkan imunisasi campak (95% CI: 1,58-
6,52). Pada balita yang tidak mendapat imunisasi DPT berpeluang mengalami pneumonia 2,34 kali
dibandingkan balita yang mendapat imunisasi DPT (95% CI: 1,07–5,09).
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, berat badan
lahir, riwayat pemberian vitamin A, riwayat asma pada balita dengan kejadian pneumonia (p
berturut-turut= 0,64; 0,68; 0,298; 0,366; α= 0,05). Hal ini menunjukkan jenis kelamin, berat badan
lahir, ri- wayat pemberian vitamin A, dan riwayat asma tidak mempengaruhi kejadian pneumonia
pada balita.
Berdasarkan hasil uji statistik, bahwa balita berjenis kelamin laki-laki berpeluang 1,24 kali untuk me-
ngalami pneumonia dibanding balita berjenis kelamin perempuan (95% CI : 0,63-2,45). Pada balita
dengan berat badan lahir <2500 gram berpeluang mengalami pneumonia sebanyak 1,38 kali
dibanding balita dengan berat badan lahir > 2500 gram (95% CI: 0,52-3,65).
Hasil uji statistik menunjukkan balita yang tidak mendapatkan vitamin A berpeluang mengalami
pneumonia 1,58 kali dibanding balita yang mendapat vitamin A (95% CI: 0,76-3,29). Pada balita
dengan riwayat asma berpeluang mengalami pneumonia 1,83 kali dibanding balita yang tidak
mempunyai riwayat asma (95% CI: 0,65 - 5,14).
Hubungan antara Faktor Lingkungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita
Tabel 2 menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu (rendah, menengah) dan
tingkat penghasilan orangtua (sedang) dengan kejadian pneumonia pada balita (p berturut-turut=
0,64, 0,64, 0,091; α= 0,05). Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan rendah dan menengah pada ibu
serta tingkat penghasilan sedang orangtua tidak mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita.
Hasil uji statistik menunjukkan ibu balita berpendidikan rendah berpeluang anak balitanya
mengalami pneumonia sebesar 0,81 kali dibanding ibu balita berpendidikan tinggi (95% CI: 0,34-
1,93). Pada ibu balita berpendidikan menengah berpeluang anak balitanya mengalami pneumonia
0,78 kali dibanding ibu balita yang berpendidikan tinggi (95% CI: 0,28-2,15). Pada orangtua balita
berpenghasilan sedang berpeluang balitanya mengalami pneumonia 0,39 kali dibanding orangtua
balita berpenghasilan tinggi (95% CI: 0,13-1,16).
Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu (rendah, sedang), tingkat penghasilan
orangtua, kepadatan rumah, dan ventilasi udara rumah balita dengan kejadian pneumonia didapat
ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita rendah dengan kejadian pneumonia (p
berturut-turut= 0,024, 0,037, 0,028, 0,037, 0,018; α= 0,05). Hal ini menunjukkan tingkat
pengetahuan ibu (rendah, sedang), tingkat penghasilan orangtua, kepadatan rumah, dan ventilasi
udara rumah balita mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita.
Berdasarkan hasil uji statistik, menjelaskan ibu balita berpengetahuan rendah berpeluang balitanya
mengalami pneumonia 0,4 kali dibanding yang berpengetahuan tinggi (95% CI: 0,18-0,88). Pada
orangtua balita berpenghasilan rendah berpeluang balita mengalami pneumonia 0,42 kali dibanding
yang berpenghasilan tinggi (95% CI: 0,19-0,91). Balita yang tinggal di kepadatan hunian yang padat
berpeluang mengalami pneumonia 2,20 kali dibanding balita yang tinggal di kepadatan hunian tidak
padat (95% CI: 1,10-4,38). Pada balita yang tinggal dengan rumah tidak berventilasi udara
berpeluang mengalami pneumonia 2,5 kali dibanding balita yang tinggal dirumah yang memiliki
ventilasi udara (95% CI: 1,23 – 5,09).
Hubungan antara Faktor Perilaku dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita
Tabel 3 menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah
dengan kejadian pneumonia (p= 0,013; α= 0,05). Hal ini menunjukkan kebiasaan merokok anggota
keluarga di dalam rumah berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita. Hasil uji statistik
menjelaskan balita yang memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok di dalam rumah berpeluang
mengalami pneumonia 2,53 kali (95% CI: 1,27-5,04) dibanding balita yang tidak memiliki keluarga
dengan kebiasaan merokok didalam rumah.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas Anak
Nama pasien adalah By. R berusia 2 bulan 4 hari. Pasien lahir pada tanggal 13 Mei 2018 berjenis
kelamin laki-laki. Pasien beralamatkan desa wumbubangka, kabupaten bombana. Pasien tinggal
bersama kedua orang tua pasien. Nama orang tua pasien adalah Tn A dan Ny. M. Ayah pasien
bekerja sebagai karyawan tambang dan Ibu pasien bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Pasien
didiagnosa oleh dokter dengan Pneumonia.
b. Riwayat Keperawatan
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak napas sejak ±3 jam yang lalu. Sebelumnya
pasien telah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Bombana, karena keterbatasan alat pasien di
rujuk ke Rumah Sakit Umum Bahteramas Prov. Sultra. Pada tanggal 17 Juli 2018 di Ruang Intalasi
Gawat Darurat pasien telah mendapatkan pertolongan pertama yaitu pemberian oksigen 8
liter/menit, inhalasi combivent 12 cc + NaCl 1cc, dan prosedur suction. Pada tanggal 18 Juli 2018
pasien dipindahkan di Ruang perawatan Lambu Barakati Anak. Pada saat dilakukan pengkajian, ibu
pasien mengatakan By. R masih sesak napas dan gelisah.
Ibu pasien mengatakan By. R baru pertama kali megelisah Pneumonia. By. R lahir dengan persalinan
normal, dan tidak memiliki alergi. Setelah lahir By. R mendapatkan imunisasi Hepatitis B 1 kali dan
pada usia 2 bulan By. R mendapatkan Imunisasi BCG 1 kali.
Ibu pasien pernah menderita penyakit gastritis. Klien tinggkal didekat daerah pertambangan. Ayah
pasien merupakan seorang perokok aktif.
4) Riwayat Nutrisi
Ibu pasien tidak memberikan By. R ASI eksklusif. Setiap hari By. R mengkonsumsi ASI dan susu
formula untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
5) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Saat ini By. R memiliki berat badan 3 Kg, tinggi badan 56 cm, lingkar kepala 37 cm, dan lingkar lengan
atas 9 cm. Berat badan lahir 3,5 Kg dan berat badan sebelum sakit 3,6 Kg. Pasien memiliki Refleks
mengisap, mampu menoleh, mampu melihat, dan menggenggam.
1) Pernapasan
Bentuk dada normal, pola napas tidak teratur, frekuensi 64 Kali/menit, irama tidak teratur, jenis
dyspnea, bunyi napas crackels dan wheezing, ada retraksi otot bantu napas, pada dinding dada
terdapat tarikan, pernapasan cuping hidung, menggunakan alat bantu pernapasan (nasal), batuk,
dan terdapat sedikit lender pada mulut pasien.
2) Kardiovaskuler
Irama jantung regular, pulsasi kuat, tidak ada murmur, CRT <3 detik, cyanosis tidak ada, clubingfinger
tidak ada.
3) Persyarafan
Kesadaran composmentis, reflek mengisap ada, menoleh ada, menggenggam lemah, tidak ada
kejang. Kebiasaan sebelum tidur minum susu.
4) Genetourinaria
Bentuk normal, uretra normal, kebersihan alat kelamin bersih, Frekuensi kemih 5-6 kali sehari, tidak
terdapat masalah pada Eliminasi urine.
5) Pencernaan
Mukosa bibir lembab, bentuk bibir normal, kebersihan rongga mulut bersih. Buang air besar 2 kali
sehari, konsistensi cair.
7) Penginderaan
Mata: simetris, pupil isokor, diameter pupil 2 mm, reflek cahaya positif, konjungtiva anemis, skelera
tidak ikterik, tidak ada edema pada palpebra. Hidung: bentuk normal, simetris, tidak ada secret,
mukosa lembab. Telinga: simetris, tidak ada benda asing dan serumen.
8) Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar parotis, tidak ada
hiperglikemia.
9) Aspek Psikososial
Ekspresi lemas, keluarga kooperatif terhadap tindakan yang diberikan pada pasien. Keluarga ingin
pasien cepat sembuh.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Foto Thoraks AP
e. Terapi
Data Subjektif:
Data Objektif:
a) Keadaan umum lemah tanda – tanda vital: Suhu: 37,2°C, Nadi: 144 kali/ menit, Respirasi: 64
kali/ menit
b) Pola napas tidak teratur
c) Irama tidak teratur
d) Dyspnea
e) Bunyi napas crackels dan wheezing
f) Ada retraksi otot bantu napas
g) Pada dinding dada terdapat tarikan
h) Pernapasan cuping hidung
i) Batuk
j) Sedikit lender pada mulut pasien
k) Menggunakan alat bantu pernapasan (nasal kanul)
l) Pemeriksaan diagnostik: kesan pneumonia
Diaknosa Keperawatan
DX 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan.
1) Definisi
Ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan
nafas tetap paten.
(a) Dispnea
(b) Sulit bicara
(c) Ortopnea
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas meningkat L.01001
Intervensi keperawatan:
1) Observasi
a) Identifikasi kemampuan batuk
b) Monitor adanya retensi sputum
c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
d) Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan
Karakteristik)
2) Terapeutik
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b) Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selam 8 detik
c) Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas Dalam yang ke-3
4) Kolaborasi
1) Definisi :
b) Mengeluh lelah
Hasil kriteria:
Intervensi Keperawatan:
1) Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan
b) Monitor kelelahan fisik emosional
c) Monitor pola dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
2) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
b) Lakukan latihan renang gerak pasif dan aktif
c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
3) Edukasi
a) Anjurkan Tira baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tidak dapat berpindah atau berjalan
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
1) Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-
kapiler.
(a) Dispnea
(a) Pusing
(b) Penglihatan kabur
(a) Sianosis
(b) Diaforesis
(c) Gelisah
(d) Nafas cuping hidung
(e) Pola nafas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal)
(f) Warna kulit abnormal
(g) Kesadaran menurun
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas meningkat L.01003
a) Dispnea menurun
b) Bunyi nafas tambahan menurun
c) Pusing menurun
d) Penglihatan kabur menurun
e) Nafas cuping hidung menurun
f) PCO2 dan PO2 membaik
g) Takikardi membaik
h) Sianosis membaik
i) Pola nafas membaik
Intervensi keperawatan:
2) Terapeutik
a) Atur interval pemantuan respirasi sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil pemantauan
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauaan
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu