Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
Nama : Nina Indria Josiphira
NIM : L1C018074
Prodi/Kelas : Sosiologi/B
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
A. Etika Lingkungan........................................................................................3
B. Ekosentrisme dan Antroposentrisme..........................................................5
C. Kontradiksi ................................................................................................8
D. Titik temu ………………………………………………………………...8
A. Sosiologi Lingkungan..........................................................................................11
B. Ekologi Manusia..................................................................................................12
C. Sustanable Development………………………………………………………...12
D. Peran sosiologi lingkungan EkologiManusia……………………………………15
A. Determinisme……………………………………………………………………19
B. Determinisme lingkungan……………………………………………………….19
C. Intraksi Komunitas……………………………………………………………....21
D. Pengaruh determinisme terhadap Interaksi Komunitas……………………….....22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................25
2
“Kontradiksi dan Titik Temu Antara Ekosentrisme dan Antroposentrisme”
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa
sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama
bagi manusia adalah tanah, air, dan udara.Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan
berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh
manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup
banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami
bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan
lingkungannya dalam kondisi yang baik. Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern
merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia
melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam
krisis etika atau krisis moral.
Seluruh kegiatan manusia yang berhubungan dengan lingkungan akan menjadi resultante
bagi kondisi suatu lingkungan tertentu. Pengaruh mempengaruhi antara kegiatan manusia dengan
lingkungan telah berkembang menjadi bidang ilmu ekologi, yakni ilmu yang mempelajari
hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya, dan antara organisme tersebut dengan
lingkungannya. Sedemikian pentingnya peran dan fungsi lingkungan hidup bagi kehidupan
manusia dan seluruh makluk di bumi, maka upaya perlindungan lingkungan hidup merupakan
prioritas yang harus dilakukan oleh seluruh umat manusia, agar kelangsungan sistem kehidupan
tetap terjaga. Upaya perlindungan lingkungan seharusnya dapat diimplementasikan dalam setiap
kegiatan secara berkelanjutan.
Bumi sebagai tempat tinggal seluruh makluk menghadapi kerusakan yang semakin serius.
“Kemerosotan kualitas fisik planet bumi terbukti berasal dari berbagai fenomena yang saling
3
berhubungan seperti deforestasi dengan laju yang cepat, desertifikasi, salinitas tanah, hilangnya
keanekaragaman hayati, kekurangan air tawar dan khususnya perubahan iklim”. Penyebab pokok
dari krisis bumi/lingkungan hidup ini adalah pola pendekatan manusia modern terhadap alam
yang keliru. Manusia kurang memperlakukan alam sebagai sahabat dan hanya melihat sebagai
obyek
semata-mata. Alam dipandang sebagai sarana, tambang kekayaan, sumber energi, sumber
kekayaan yang memang harus diekspoitasi bagi kebutuhan manusia. Inilah yang menyebabkan
kerusakan lingkungan semakin parah. Hal inilah yang akan dibahas dalam teori Antoposentrisme
dan Ekosentrime.
A. Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari
bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori
mengenaipengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika
Deontologi adalah suatu tindakan di nilaibaik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai
atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan
makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jadi, etika lingkungan
merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan
secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Jadi, etika lingkungan
merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan
secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
4
tersebut. Pengertian di atas ingin memberikan pemaparan bahwa makluk non-manusia
mendapatkan perhatian dalam etika ini. Lingkungan atau alam masuk sebagai bagian dari
komunitas moral. Pada bagian ini perilaku moral manusia mengalami perluasan cara pandang.
Etika lingkungan merupakan kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia yang dibatasi
pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas
tersebut diberlakukan juga bagi komunitas biotis atau komunitas ekologis. Etika ini juga
dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi
pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan. Etika lingkungan akan memberikan
pemahaman terkait bagaimana manusia menyikapi lingkungan dan alam.
Etika lingkungan memfokuskan diri pada bagaimana perilaku manusia yang seharusnya
terhadap lingkungan. Dalam etika ini makluk nonmanusia mendapatkan perhatian. Etika
lingkungan sekaligus merupakan kritik atas etika yang selama ini dianut manusia yang
membatasi diri pada komunitas sosial. Dalam dimensi ekoteologi melihat bahwa krisis
lingkungan yang sekarang ada tidak lepas dari sikap dan perspektif manusia terhadap alam.
Manusia modern memandang alam sebagai obyek yang harus dieksploitasi demi tercukupinya
kebutuhan tanpa memikirkan dampaknya. Sehingga akan banyak terjadi kerusakan lingkungan
akibat dari eksploitasi tersebut. Kerusakan lingkungan yang secara sengaja dilakukan tersebut
merupakan bentuk pelanggaran terhadap suatu hak, hak asasi lingkungan. Pelanggaran suatu hak
mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Oleh karena itu pengabaian aspek perlindungan
lingkungan dalam setiap kegiatan, merupakan bentuk pelanggaran terhadap keadilan ekologi.
Ekosentrisme adalah cara pandang bahwa pemakaian etika diperluas untuk mencakup
komunitas ekosistem secara keseluruhan. Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika
lingkungan biosentrisme, karena keduanya memiliki kesamaan dasar pandangan. Paradigma
5
ekosentrisme menyampaikan pandangannya bahwa secara ekologis, makluk hidup dan benda-
benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lainnya. Kewajiban dan tanggung jawab moral
tidak hanya dibatasi pada makluk hidup, tetapi juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan
seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini
terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah
semacam pabrik integral, karena keseluruhan organisme saling membutuhkan dan salin
menopang. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan
ekosistem. Salah satu contoh dari teori ekosentrisme adalah prinsip dasar ekologi dalam yang
mengklaim bahwa, seperti manusia, lingkungan secara keseluruhan memiliki hak yang sama
untuk hidup dan berkembang. Ekologi dalam mendeskripsikan dirinya, secara konsisten
mengajukan pertanyaan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dampak kehidupan manusia
sebagai salah satu bagian dari ekosfer, bukan dengan sempit melihat ekologi sebagai cabang
disiplin ilmu biologi, dan bertujuan untuk menghindari environmentalisme antroposentris. Ini
juga berkaitan dengan konservasi lingkungan hanya untuk eksploitasi oleh dan untuk tujuan
manusia. Inilah yang tidak termasuk filosofi dasar ekologi yang mendalam. Ekologi. Dalam
mencari pandangan yang lebih holistik dari dunia di mana manusia hidup dan berusaha untuk
menerapkannya dalam kehidupan yang tidak terpisah dari ekosistem (including humans) dan
fungsi keseluruhannya.
Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini
dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh
Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang dikembangkan
adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis. Istilah Deep Ecology sendiri digunakan untuk
menjelaskan kepedulian manusia terhadap lingkungannya. Kepedulian yang ditujukan dengan
membuat pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendalam dan mendasar, ketika dia akan
melakukan suatu tindakan.
6
pengetahuan dan dengan norma-norma agama yang dikenal seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha
dan sebagainya. Agar dapat berapresiasi terhadap etika ekosentrisme, kadang-kadang diperlukan
suatu cara pandang yang betul-betul baru terhadap diri sendiri dan alam semesta.
b. Antroposentrisme
Kerusakan (krisis) lingkungan yang terus-menerus terjadi selama ini, salah satu faktor
penyebabnya adalah kesalahan cara pandang (paradigma) yang mengacu pada etika
Antroposentrisme. Akibat cara pandang ini, telah menuntun manusia untuk berperilaku tertentu,
baik terhadap sesamanya maupun terhadap alam lingkungan.
Paradigma Antroposentrisme memadang bahwa manusia sebagai pusat dari alam semesta
dan hanya manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar sebagai alat
pemuas kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Nilai tertinggi adalah manusia dan
kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu
yang lain yang ada di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian, sejauh dapat
menunjang dan demi kepentingan manusia. Manusia dianggap sebagai penguasa alam yang
boleh melakukan apa saja terhadap alam, termasuk melakukan eksploitasi alam dan segala
isinya, karena alam/lingkungan dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri. Etika hanya
berlaku bagi manusia. Segala tuntutan mengenai kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap
lingkungan
hidup, dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Kewajiban dan
tanggung jawab terhadap alam hanya merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab
moral terhadap sesama manusia. Pola hubungan manusia dan alam hanya dilihat dalam konteks
instrumental. Alam dinilai sebagai alat bagi kepentingan manusia. Kepedulian manusia terhadap
alam, semata-mata dilakukan demi menjamin kebutuhan manusia. Suatu kebijakan dan tindakan
yang baik dalam kaitannya dengan lingkungan hidup akan dinilai baik apabila mempunyai
dampak yang menguntungkan bagi kepentingan manusia.
Hubungan manusia dan alam tersebut bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan
kepentingan manusia. Sedangkan kepentingan alam semesta dan makluk hidup lainnya, tidak
menjadi pertimbangan moral. Paradigma Antroposentrisme yang bersifat instrumentalistik dan
egoistis tersebut, mendorong manusia untuk mengeksploitasi dan menguras alam demi
kepentingannya, tanpa memberi perhatian yang serius bagi kelestarian alam. Kepentingan
7
manusia disini, sering kali diartikan sebagai kepentingan yang bersifat jangka pendek, sehingga
menjadi akar dari berbagai krisis lingkungan.
8
D. Titik Temu Antroposentrisme dan Ekosentrisme
Perbedaan pandangan antara kedua teori ini pasti memiliki titik temu yang dapat merdam
adanya kontradiski tersebut. Antroposentrisme dengan ekologi dangkal (Shallow ecology) yang
berbeda dengan ekosentrisme yaitu ekologi mendalam (Deef Ecology). Ekologi dangkal adalah
konsep dimana kepedulian terhadap kelangsungan alam dan lingkungan masih berorientasi untuk
kepentingan manusia semata, dan ekologi mendalam sebaliknya yaitu mementingkan bagaimana
manusia mengelola alam dengan baik, pendekatan ini melihat pentingnya memahami lingkungan
sebagai keseluruhan kehidupan.
Kesimpulannya adalah, titik temu antara kedua teori ini yaitu munculnya non-
antroposentrisme, yaitu pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam, bukan diatas
atau terpisah dari alam. Manusia tidak dilihat sebagai penguasa dari alam semesta, tetapi sama
statusnya sebagai ciptaan Tuhan. Pandangan ini merupakan salah satu prinsip dari ecology yang
dapat memberikan gambaran tentang bagaimana manusia dalam menyikapi dan mengelola
lingkungan dengan baik. Sehingga kontradiksi atau pertentangan antara ekosentrisme dengan
antroposentrisme dapat menemukan titik terang untuk bagaimana kelangsungan hidup manusia
yang berdampingan dan tidak lepas dari lingkungan.
9
“Peran Sosiologi Lingkungan dan ekologi manusia di dalam konsep dan imprementasi
Sustainable Development”
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah lama menjadi perhatian para ahli.
Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul sejak beberapa dekade yang lalu,
walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Malthus pada tahun 1798.
Tujuan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat. Sedangkan “Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan strategi
pelaksanaannya, diantaranya ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu; pemerataan,
partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang yang diikuti pendekatan
secara ideal. Pembangunan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan yaitu;
keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, serta pertahanan dan keamanan.
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan dengan jumlah pulau yang dimiliki
yaitu 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2010 yaitu sejumlah 237.641.326 jiwa, jumlah tersebut mengalami
peningkatan jika dibandingkan tahun 2010 yaitu sejumlah 206.264.595 jiwa. Dengan jumlah
tersebut Indonesia menjadi negara yang sangat kaya dan potensial. Peningkatan jumlah
penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya
dukung dan daya tampung lingkungan, baik lahan, air, maupun udara, oleh karena itu
pemanfaatan penggunaan lahan harus memperhatikan karakteristik lahan. Manusia dan
lingkungan hidup memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. manusia selalu membutuhkan
sumber daya alam dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari udara, air, tanah, tumbuhan dan
sebagainya. Kebutuhan manusia akan sumber daya alam terus meningkat setiap waktu, baik
sumber daya yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui.
10
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan tekanan terhadap lahan dengan
penggunaan yang berlebihan. Tidak dapat dipungkiri jika degradasi terjadi pada lahan yang
penggunaannya berlebihan dan melebihi kemampuan dan daya dukung alamiahnya. Penggunaan
sumber daya alam untuk pelaksanaan pembangunan erat kaitannya dengan lingkungan dan tata
ruang. Kedua hal tersebut selama ini cenderung belum terencana dan tidak
berkelanjutan,akibatnya adalah menurunnya kualitas dan fungsi lingkungan termasuk sumber
daya alam di dalamnya. Permasalahan lingkungan hidup semakin hari menunjukkan
peningkatan, hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan lingkungan hidup belum berhasil.
Eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya
kualitas lingkungan sumber daya alam. Hal tersebut tentunya berpengaruh pada daya dukung
lingkungan hidup.
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah
bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan pembangunan disatu sisi dan
upaya mempertahankan kelestarian lingkungan disisi lain (Fauzi,2004). Pembangunan ekonomi
yang berbasis sumber daya alam yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pada
akhirnya akan berdampak negatif pada lingkungan itu sendiri, karena pada dasarnya sumber daya
alam dan lingkungan memiliki kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain,
pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kapasitas sumber daya alam dan lingkungan
akan menyebabkan permasalahan pembangunan dikemudian hari.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa lingkungan memberikan arti penting bagi
manusia. Manusia membutuhkan air dan udara yang sehat dan bersih. Manusia membutuhkan
pepohonan, tanaman, ikan di laut dan sungai sebagai bahan kebutuhan tempat tinggal dan
makanan. Begitu pula dengan tanah tempat berpijak diperlukan untuk menyerap sampah.
Lingkungan adalah tempat keberadaan dan menentukan corak manusia.
11
Lebih khusus tentang sosiologi lingkungan, ia adalah bidang ilmu yang mempelajari
faktor sosial, yaitu yang mengakibatkan masalah lingkungan, dampak masyarakat terhadap
masalah-masalah tersebut, dan sekaligus usaha untuk menyelesaikan masalahnya juga. Perhatian
sosiologi lingkungan terhadap proses sosial menjadi bagian mengkondisikan satu lingkungan
tertentu, agar dapat ditetapkan secara sosial sebagai sebuah masalah.
B. Ekologi Manusia
Pada mulanya ekologi dibagi dalam dua cabang yang terpisah: ekologi tumbuhan (plant
ecology) dan ekologi hewan (animal ecology), yang sebenarnya kurang tepat karena dalam
konsep tentang komunitas (masyarakat makhluk hidup), tumbuhan dan hewan sulit untuk
dipisahkan. Hubungan antara tumbuhan dan hewan juga tidak terpisahkan dalam konsep rantai
makanan dan daur materi. Kalau kita bicarakan kehidupan hewan, seperti ijang, kerbau, dan kuda
jelas kelangsungan hidupnya juga sangat tergantung pada tumbuhan, rumput, dan sebagainya.
Pembagian ekologi yang lain adalah membedakan studi ekologi yang memusatkan perhatian
pada satu jenis makhluk hidup yang disebut autekologi, sedang yang membahas lebih dari satu
jenis disebut sinekologi. Jadi salah satu autekologi, misalnya ekologi dengan pembahasan yang
terpusat pada manusia disebut ekologi manusia. Ekologi manusia yang memusatkan
permasalahan pada dan di sekitar manusia, tentu tidak mungkin meninggalkan pembicaraan
tentang makhluk hidup lain di luar manusia. Misalnya, tumbuhan, padi, sayur, hewan, kucing,
nyamuk, dan kambing yang
ada hubungannya dengan manusia tidak akan luput dari pembahasan. Demikian pula halnya
autekologi dari kucing, nyamuk atau kambing, manusia mungkin juga dibahas hubungannya
dengan kucing, nyamuk atau kambing, dan sebagainya. Dalam sinekologi masalahnya berbeda
karena tidak ada satu jenis makhluk hidup yang akan menjadi pusat pembahasan. Contohnya,
ekologi hutan tropika karena di dalamnya terdapat berbagai jenis hewan dan tumbuhan, jenis-
jenis itu akan dibahas hubungannya satu dengan yang lain.
12
b. Yang baik untuk manusia juga harus baik untuk Alam, dan baik untuk
makhluk hidup lain karena perolehan serta manfaat yang diperolehnya sangat
tergantung pada Alam itu sendiri, baik secara langsung ataupun melalui
kebutuhan serta ketergantungan manusia akan makhluk hidup lain.
C. Sustainable Development ?
13
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar
generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan
habitatnya.
Dari sisi ekonomi Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan
ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral. Generasi kini menikmati
barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga secara moral
perlu untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang.
Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat merusak
lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati
layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi, Keanekaragaman hayati misalnya,
memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak
diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada
akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya
memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang
masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau
belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi
berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini
hanya dibatasi pada pengukuran
kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare maximization). Sutamihardja (2004), dalam
konsep pembangunan berkelanjutan, tabrakan kebijakan yang memungkin dapat terjadi antara
kebutuhan menggali sumberdaya alam untuk memerangi kemiskinan dan kebutuhan mencegah
terjadinya degredasi lingkungan perlu dihindari serta sejauh mungkin dapat berjalan secara
berimbang. Pembangunan berkelanjutan juga mengharuskan pemenuhan kebutuhan dasar bagi
masyarakat dan adanya kesempatan yang luas kepada warga masyarakat untuk mengejar cita-cita
akan kehidupan yang lebih baik dengan tanpa mengorbankan generasi yang akan datang.
Konsep pembangunan berkelanjutan mulai berkembang setelah adanya Deklarasi
Stockholm pada tahun 1972. Setelah Deklarasi Stockholm dibentuklah komisi lingkungan
tingkat dunia yaitu World Commission on Environment and Development (WCED). Pada tahun
1987 WCED dalam laporan yang berjudul “Our Common Future” dimana di dalamnya terdapat
14
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yaitu “sustainable development is
development that meets the needs of present without compromising the ability of future
generations to meet own needs”. Dari definisi pembangunan berkelanjutan oleh WCED tersebut
mengandung makna bahwa terdapat keterbatasan kemampuan lingkungan yang diciptakan oleh
kondisi teknologi dan organisasi sosial untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang
akan datang. Sedangkan definisi Sustainable development menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa
yaitu “Sustainable development has been defined as development that meets the needs of the
present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”.
Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Pembangunan berkelanjutan diperlukan untuk meminimalisasi dampak
negatif dari pembangunan yang berdampak pada lingkungan hidup. Konsep tersebut berkaitan
erat dengan bagaimana cara untuk mewujudkan keadilan bagi satu generasi maupun antar
generasi. Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat tujuan
dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu:
a. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan,
b. mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dengan adanya dua tujuan tersebut maka
pembangunan intra dan antar generasi dianggap tidak hanya sebagai asas dari hukum
lingkungan
15
kebutuhan saat ini dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhannya. Proses pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga faktor, yaitu:
a. Kondisi sumber daya alam
b. Kualitas lingkungan; dan
c. Faktor kependudukan
Pada sosiologi lingkungan kita akan mempelajari tentang berbagai etika lingkungan, ada
beberapa etika lingkungan yaitu antroposentrisme dan ekosentrisme. Antroposentrisme adalah
teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan
dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak
langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai
nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat
nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun
hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan
manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada
dirinya sendiri. Sedangkan Ekosentrisme Berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas.
Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada
kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis,
baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis
lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak
16
hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga
berlaku terhadap semua realitas ekologis.
Dari studi sosiologi lingkungan tentang memberikan pemahaman mengenai teori etika
lingkungan antroposentrisme dan ekosentrisme, mahasiswa tau bagaimana akan menyikapi
perkembangan pembangunan saat ini. Tentu sesuai dengan bagaimana tetap melestarikan
lingkungan. Pada teori antrosentrisme kita diberikan pandangan bahwa manusia bisa melakukan
apapun yang mereka lakukan untuk melanjutkan hidup. Sehingga memenuhi segala kebutuhan
hidup dengan memanfaatkan alam semesta. Karena memang manusia dan lingkungan adalah dua
elemen yang saling berkaitan dan saling memepengaruhi. Dengan adanya pembangunan
berkelanjutan yang juga memetingkan bagaimana kelestarian lingkungan , sosiologi lingkungan
berperan bagaimana kita bisa memahami pembagunan sesuai dengan apa yang harus dilakukan
generasi peneurus. Dengan mengetahui teori eskosentrisme yang mengedepankan konsep deef
ecology semakin memebuka wawasan kita untuk tau cara dan langkah apa yang kita lakukan,
sehingga pembagunan yang memang harus dilakukan sesuai kemudian tidak memunculkan
terjadinya perusakan lingkungan alam.
Manusia harus mampu melangsungkan hidupnya dengan baik, dapat memenuhi segala
kebutuhannya sehari-hari. Kemudian bisa hidup nyaman dan tenang sehingga dapat melahirkan
keturunan yang baik. Yang baik bagi manusia akan baik bagi alam, yang baik bagi alam akan
memberikan keuntungan bagi manusia dan terus seperti itu. Manusia dan alam saling
memepengaruhi dan saling rugi menguntungkan.
17
Maka dari iu peran dari ekologi manusia dalam pembangunan adalah, memberikan
pemahaman bahwa jika manusia ingin melakukan pemabangunan untuk memperbaiki taraf hidup
maka manusia harus memikirkan cara melakukan pemabngunan yang sesuai dengan ramah
lingkungan. Misalnya membangun gedung bertingkat, tetapi tetap melakukan penanaman tanman
atau tumbuhan diatasnya, melakukan berbagai inovasi yang kreatif agar lahan yang telah
dialihkan menjadi gedung tersbeut digantikan dengan tetap menanam tumbuhan atau pohon
disekitarnya agar kelestarian alam tetap dilakukan. Selain itu, penebangan pohon untuk
penjualan kayu dalam menaikan pendapatan. Maka dalam pembangunan berekelanjutan pohon
yang dikorbankan dalam perkembangan zaman saat ini harus menggatikan pohon yang ditebang
dengan penanaman pohon kembali sehingga tidak terjadi permasalahan lingkungan akibat
penebangan tersebut.
18
“ Determinisme Karakteristik lingkungan alam terhadap corak interaksi
komunitas”
A. Determinisme
Orang-orang yang dapat dipandang sebagai tokoh paham determinisme itu antara lain
Charles Darwin, Friederich Ratzel, dan Elsworth Huntington. Determenisme alam menempatkan
manusia sebagai mahluk yang tunduk pada alam, alam sebagai faktor menentukan . Menurut
Charles Darwin (1809-1882), dalam teori evolusinya, bahwa mahluk hidup (tumbuh-tumbuhan,
hewan, manusia), secara berkesinambungan dari waktu ke waktu mengalami perkembangan.
Pada perkembangan tersebut, terjadi perjuangan hidup (struggle for life, struggle for existence),
seleksi alam (natural selection), dan yang kuat akan bertahan hidup (survival of the fittest).
Dalam proses perkembangan kehidupan tadi, faktor alam sangat menentukan. Pada teori dan
pahamnnya itu, kelihatan jelas paham serta pandangan determinisme alam.
19
permukaan bumi ini bervariasi, kebudayaan itu pun sangat beraneka ragam. Perkembangan seni,
agama, pemerintahan, dan segi-segi kebudayaan lain sangat sbergantung pada iklim setempat.
Paham dan pandangannya ini disebut “determinisme iklim”.
B. Determinisme Lingkungan
Determinisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa manusia tidak memepunyai
kebebasan untuk berbuat dan berekehendak. Menurut aliran ini segala sesuatu dalam alam diatur
oleh sebab musabab, manusia tidak terkecuali.
Meskipun determinisme lingkungan adalah pendekatan yang relatif baru untuk studi
geografis formal, asal-usulnya kembali ke zaman kuno. Faktor iklim, misalnya, digunakan oleh
Strabo, Plato , dan Aristoteles untuk menjelaskan mengapa orang Yunani jauh lebih berkembang
di masa-masa awal daripada masyarakat di iklim yang lebih panas dan lebih dingin. Selain itu,
Aristoteles membuat sistem klasifikasi iklimnya untuk menjelaskan mengapa orang dibatasi pada
pemukiman di wilayah tertentu di dunia.
20
Sarjana awal lainnya juga menggunakan determinisme lingkungan untuk menjelaskan
tidak hanya budaya suatu masyarakat tetapi alasan di balik karakteristik fisik suatu masyarakat.
Al-Jahiz, seorang penulis dari Afrika Timur, misalnya, menyebut faktor lingkungan sebagai asal
muasal warna kulit yang berbeda. Dia percaya bahwa kulit yang lebih gelap pada banyak orang
Afrika dan berbagai jenis burung, mamalia, dan serangga adalah akibat langsung dari prevalensi
batuan basal hitam di Jazirah Arab.
Determinisme lingkungan naik ke tahap paling menonjol dalam geografi modern yang
dimulai pada akhir abad ke-19 ketika dihidupkan kembali oleh ahli geografi Jerman Friedrich
Rätzel dan menjadi teori sentral dalam disiplin ilmu. Teori Rätzel muncul mengikuti Charles
Darwin Origin of Species pada tahun 1859 dan sangat dipengaruhi oleh biologi evolusi dan
pengaruh lingkungan seseorang terhadap evolusi budaya mereka. Determinisme lingkungan
kemudian menjadi populer di Amerika Serikat pada awal abad ke-20 ketika mahasiswa Rätzel,
Ellen Churchill Semple , seorang profesor di Universitas Clark di Worchester, Massachusetts,
memperkenalkan teori tersebut di sana. Seperti gagasan awal Rätzel, Semple juga dipengaruhi
oleh biologi evolusioner. Salah satu siswa Rätzel yang lain, Ellsworth Huntington, juga bekerja
mengembangkan teori sekitar waktu yang sama dengan Semple. Pekerjaan Huntington,
menyebabkan bagian dari determinisme lingkungan, yang disebut determinisme iklim di awal
1900-an. Teorinya menyatakan bahwa perkembangan ekonomi suatu negara dapat diprediksi
berdasarkan jaraknya dari garis khatulistiwa. Ia mengatakan iklim sedang dengan musim tanam
yang pendek mendorong pencapaian, pertumbuhan ekonomi, dan efisiensi. Kemudahan
menanam di daerah tropis, di sisi lain, menghambat kemajuan mereka.
Meskipun sukses pada awal 1900-an, popularitas determinisme lingkungan mulai menurun pada
1920-an karena klaimnya sering dianggap salah. Juga, kritikus mengklaim itu rasis dan
imperialisme yang dilestarikan
Carl Sauer , misalnya, memulai kritiknya pada tahun 1924 dan mengatakan bahwa
determinisme lingkungan menyebabkan generalisasi dini tentang budaya suatu daerah dan tidak
memungkinkan hasil berdasarkan pengamatan langsung atau penelitian lain. Sebagai hasil dari
21
kritiknya dan orang lain, ahli geografi mengembangkan teori kemungkinan lingkungan untuk
menjelaskan perkembangan budaya. Pada 1950-an, determinisme lingkungan hampir seluruhnya
digantikan dalam geografi oleh kemungkinan lingkungan, yang secara efektif mengakhiri
keunggulannya sebagai teori sentral dalam disiplin ilmu. Terlepas dari penurunannya,
bagaimanapun, determinisme lingkungan adalah komponen penting dari sejarah geografis karena
awalnya mewakili upaya ahli geografi awal untuk menjelaskan pola yang mereka lihat
berkembang di seluruh dunia. Determinisme lingkungan dikembangkan pada pertengahan abad
XIX abad untuk menjelaskan perbedaan dalam standar hidup antara penjajah Eropa dan koloni
mereka. Determinis lingkungan dipengaruhi olehteori sosial Darwinisme, dan paling menarik
dikemukakan oleh Lamarck daripada versi evolusi Darwin (Livingstone 1992).
C. Interaksi Komunitas
Mungkin pernah terbayang dan terpikirkan mengapa orang berprilaku seperti apa yang
mereka lakukan? Apakah prilaku disebabkan oleh genetik seseorang yang diberikan oleh alam?
Atau karena lingkungan dan perlakuan seseorang dalam lingkungan tersebut? Eksistensi manusia
sebagai individu yang terkait dengan kehidupan individu lainnya berati bahwa manusia
merupakan makhluk yang unik. Prilaku sosial individu berkembang melalui interaksi dengan
lingkungan sekitarnya. Lingkungan dapat mempengaruhi dan membentuk individu.
Interaksi komunitas merupakan interaksi yang dilakukan antara anggota komunitas didalam
organisasi yang berada dalam suatu daerah tertentu. Yang mengakibatkan adanya timbal balik
sesam anggota yang kemudian melahirkan adanya prilaku-prilaku unik yang terlihat dari anggota
tersebut.
Dalam pandangan ini, bahwa bidang dari geografi fisik, kkhusunya iklim memepengaruhi
interaksi dan pemikiran individu. Yang pada halnya hendak menentukan prilaku atau kebiasaan
22
istiadat yang dibangun oleh individu tersebut, sebagia contoh pada iklim tropis dituturkan
mengakibatkan adanya prilaku malas dan siakp santai. Sementara seringanya perubahan iklim
pada iklim sub-tropis cendurung mengakibatkan adanya etos kerja yang tinggi yang lebih
bersemangat. Karena pengaruh lingkungan ini lambat laun akan memepenagruhi kedidupan
biologis manusia.
Dalam lingkungan , terdapat berbagai macam komponen, yaitu komponen biotic dan
abiotic yang keduanya saling berhubungan, dimana dalam komponen tersebut manusia
merupakan paling dominan pengaruhnya terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan karena
manusia menguasai IPTEK yang merupakan pengembangan akal pikiran manusia yang
dikaruniakan oleh Tuhan sang Pencipta. Dominasi manusia terhadap lingkungan tidak terjadi
secara merata di permukaan bumi ini, karena dipengaruhi juga oleh seberapa jauh kelompok
manusia itu mampu mengembangkan budaya dalam menguasai IPTEK dan merealisasikan
sumber daya lingkungan menjadi kekayaan yang menjamin kesejahteraan.
Pemanfaatan potensi sumber daya lingkungan sangat dipengaruhi oleh pengusaan IPTEK
sehingga timbullah ungkapan “menjadi tuan dirumah orang lain”, “Menjadi budak di negeri
sendiri” dan “menjadi tuang di negeri sendiri”. Dengan kata lain kemampuan kompetitif
sumber daya manusia lebih berarti daripada kemampuan komparatif sumber daya alam, sehingga
dalam hal ini muncullah letak kedudukan, fungsi dan peranan pendidikan dalam arti yang seluas-
luasnya untuk meningkatkan kemampuan SDM yang pada akhirnya berpengaruh pada
lingkungan hidup. Manusia dengan IPTEK-nya telah mewarnai kehidupan alam semesta
termasuk didalamnya kehidupan abiotik. Penerapan IPTEK telah mengatur suhu udara,
kelembaban, tekanan dan sirkulasi udara, baik untuk kenyamanan hidup atau untuk kepentingan
produksi, tetapi kemampuan tersebut juga dapat menimbulkan ketimpangan dalam bentuk
masalah lingkungan seperti erosi, tanah, longsor, banjir, kekeringan, pencemaran dan
sebagainya. Maka sebagai dominator dalam lingkungan manusia wajib menyadari setiap
keserakahan dengan IMTAK, dimana azas ekologi yang menjadi dasar keserasian,
keseimbangan, demi kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Dalam perkembangan IPTEK saat ini, manusia dapat memperbaiki taraf hidup menjadi
lebih baik. Pengaruh dterminisme lingungan yang dapat memepengaruhi prilaku manusia dan
interaksi komunitas memang sering terjadi. Iklim yang panas pada suatu daerah sering kali
23
memicu adanya prilaku manusia yang lebih keras dan berbicara menggunakan suara yang keras.
Akibat iklim panas mempengaruhi cara interaksi manusia yang kemudian kebiasaan berbicara
dengan suara yang keras. Kemudia pada masayarakat yang tinggal didaerah yang lebih sejuk
berprilaku lebih pendiam dan ketika berbicara lebih pelan. Karena jika dalam tempat yang sejuk
manusia akan merasa nyaman dan lebih tenang sehingga pikiran yang tenang akan memberikan
prilaku yang lebih baik.
24
Referensi :
Jurna Ilmiah, “Teori Etika Lingkungan Ekosentrisme dan Antroposentrisme” oleh Dr. I
Ginting Suka. M.S, Fakultas ilmu Budaya Universitas Udayana.
Jurnal Ilmiah “ Paradigma Perlindungan Lingkungan Hidup”, oleh Sutoyo Jurusan
Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
Jurnal ilmiah,” paradigma Ekosentrisme VS paradigama Antroposentrisme dalam
pengelolaan Lingkungan “ oleh, Ida Bagus Dharmika Universitas Hindu Indonesia, Jl.
Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar, Bali
Jurnal Ilmiah “ Konsep pembangunan Berkelanjutan ( Sustanable Development )” oleh
Askar Jaya, Bogor 15 Desember 2004, Institut Pertanian Bogor
Modul, “ Ekologi Manusia dan Alam Semesta”, oleh Prof. Dr. Mohamad Soerjani
Jurnal Ilmiah, “ Paradigma Ekosentrisme dan Antroposentrisme dalam Pengelolaan
Lingkungan” oleh Idha Bagus Dharmamika, Universitas Hindu Indonesia, Jl.
Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar, Bali
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/EKOLOGI-I_pert1.pptx
25
https://bangazul.com/ekologi-manusia
https://www.researchgate.net/publication/342183770_HUBUNGAN_EKOLOGI_DENGAN_PELES
TARIAN_LINGKUNGAN
26