Anda di halaman 1dari 31

USULAN

PENELITIAN DOSEN PEMULA

PENGARUH SELF MANAGEMENT BEHAVIOUR


TERHADAP PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH
DAN FAKTOR RESIKO PREDIABETES.

TIM PENGUSUL

Ketua : Novita Setyowati, S.Kep, Ns., M.Kep. (NIDN:0724118501)


Anggota : Elfi Quyumi Rahmawati , S.Kep, Ns., M.Kep. (NIDN: 0707068201)

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI


MEI, 2017
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ..…………………………………………................................ i
Halaman Pengesahan ……………………………………................................ ii
Identitas dan Uraian Umum…………………………………………………. Iii
Daftar Isi…………………………………………………………………......... v
Ringkasan…………………………………………………………………........ vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….. 2
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 2
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………… 2
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………….. 2
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………. 3
1.4.1 Manfaat Teoritis…………………………………………… 3
1.4.2 Manfaat Praktis…………………………………………….. 3
1.5 Target Luaran……………………………………………............. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Prediabetes...................................................................................... 4
2.2 Konsep Self management............................................................................10
2.3 Penerapan Teori............................................................................................ 18
2.4 Orisinalitas Penelitian................................................................................. 18
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian.............................................................................. 20
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………… 20
3.3 Variabel Penelitian………………………………….................... 21
3.4 Pengumpulan Data.................................................................. 21
3.5 Instrumen Penelitian ……………………………………............ 22
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................... 22
3.7 Kerangka Kerja ……………………………………………….... 23
3.8 Analisa Data………………………………………………........... 23
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 24
4.1 Biaya Penelitian………………………………………………… 24
4.2 Jadwal Penelitian…………………………………..................... 25

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 26

LAMPIRAN
Lampiran 1 Justifikasi Anggaran penelitian………………………... 28
Lampiran 2 Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas. 29
Lampiran 3 Biodata Ketua dan Anggota………………………….... 33
Lampiran 4 Surat Pernyataan Ketua Peneliti……………………….. 36

v
RINGKASAN

Peningkatan prevalensi DM sejalan dengan prevalensi prediabetes yang


meningkat dua kali lebih tinggi dibanding dengan penderita yang telah terdiagnosa
DM. Salah satu masalah yang terjadi pada prediabetes adalah perilaku untuk
memodifikasi gaya hidup tidak berubah dan tidak termonitor kadar glukosa darah
secara rutin. Selain itu pedoman dan skrining prediabetes yang kurang membuat
kondisi prediabetes tidak diketahui dan tidak diamati. Dari data Riskedas 2007-
2013 dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan kejadian prediabetes menjadi DM.
Perilaku prediabetes bersifat perseorangan menjadi faktor penentu untuk
memahami kondisi dan perencanaan perilaku yang tepat untuk menangani
kondisinya maupun upaya pencegahan faktor resiko dalam mengatur perawatan
diri sendiri. Oleh karena itu perilaku pencegahan sangat penting terus ditingkatkan
kepada prediabetes untuk mencegah perkembangan komplikasi diabetes. Tujuan
dari penelitian ini adalah Membuktikan pengaruh self management behaviour
terhadap pengendalian kadar glukosa darah dan faktor resiko kelompok
prediabetes.

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen dengan


pendekatan one group pre-post test design. Responden penelitian ini adalah semua
keluarga dengan anggota keluarga yang menderita DM di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukorame Kota Kediri yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan
data dengan alat skrining Diabetes Risk Calculator (DRC) untuk mendeteksi
kejadian prediabetes dan prosedur klinik pengambilan darah tepi. Analisa data
dengan menggunakan uji statistic Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan α = 0.05
bila hasil yang diperoleh α < 0,05 maka Ho ditolak berarti adanya pengaruh self
management behaviour terhadap pengendalian kadar glukosa darah dan faktor
resiko kelompok prediabetes.

Kata kunci: self management behaviour, prediabetes


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Diabetes Melitus (DM) di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan secara signifikan terutama DM tipe 2 dengan insiden 90% hingga
95%. Peningkatan prevalensi DM sejalan dengan prevalensi prediabetes yang
meningkat dua kali lebih tinggi dibanding dengan penderita yang telah terdiagnosa
DM. Pengelolaan prediabetes dan DM yang tidak tepat sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya
kesehatan yang cukup besar serta komplikasi yang menyertai (Perkeni, 2015).
Kondisi prediabetes tidak menunjukkan tanda dan gejala klinis sehingga
banyak individu tidak menyadari. Penyandang prediabetes dalam
perkembangannya mempunyai 3 arah yaitu 1/3 tetap sebagai prediabetes, 1/3
menjadi diabetes mellitus tipe 2 (DMT2), dan 1/3 dapat kembali menjadi
normoglikemi berbeda dengan keadaan DM yang bersifat ireversibel (Fauci et al.,
2008). Salah satu masalah yang terjadi pada prediabetes adalah perilaku untuk
memodifikasi gaya hidup tidak berubah dan hanya 48% diantaranya pernah
menjalani tes kadar gula darah dalam tiga terakhir (Twigg dkk, 2007). Selain itu
pedoman dan skrining prediabetes yang kurang membuat kondisi prediabetes tidak
diketahui dan tidak diamati (Soewondo & Pramono, 2011).
Dalam jangka waktu 3-5 tahun, 25% prediabetes dapat berkembang
menjadi DM Tipe 2 jika tidak dilakukan upaya pencegahan (Singh et al.,2012;
Perkeni, 2015). Data Riskedes 2007 didapatkan sebesar 26,3% telah terdiagnosa
DM dan 73,7% tidak terdiagnosa. Sedangkan pada Riskesdas 2013 didapatkan
30,4% telah terdiagnosa DM sedangkan 69,6% tidak terdiagnosa. Dari data
Riskedas 2007-2013 dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan kejadian prediabetes
menjadi DM.
Perilaku prediabetes menjadi faktor penentu untuk memahami kondisi dan
perencanaan perilaku yang tepat untuk menangani kondisinya maupun upaya
pencegahan faktor resiko dalam mengatur perawatan diri sendiri. Oleh karena itu
upaya pencegahan sangat penting terus ditingkatkan kepada prediabetes untuk
mencegah perkembangan komplikasi diabetes (Haas, et al, 2012).
1
2

Faktor risiko prediabetes tidak berbeda jauh dengan faktor risiko DM tipe 2
yang meliputi faktor keturunan dimana faktor yang melekat dan sulit atau tidak
dapat dirubah, faktor risiko perilaku dimana faktor yang bisa dirubah, faktor risiko
lingkungan, faktor resiko fisik, serta faktor resiko biologis (Fajriyanti, 2008;
Handayani, 2012). Penelitian klinis terbaru melaporkan bahwa perubahan perilaku
gaya hidup dan atau pendekatan farmakoterapi pada individu dengan TGT dapat
menurunkan risiko kejadian diabetes (Setiawan, M, 2011).
Perubahan perilaku prediabetes bersifat perseorangan dari keyakinan dan
kesadaran diri (Agustuina, 2009). Keyakinan positif berasal dari informasi yang
dapat meningkatkan pengetahuan. Sedangkan kesadaran diri yang baik akan
menghasilkan kemampuan untuk melakukan monitoring rutin. Perawat sebagai
educator berperan untuk meningkatkan perilaku kesadaran diri kelompok
prediabetes untuk mengendalikan kadar glukosa darah.
Berdasarkan hal diatas kelompok tertarik untuk menyusun dan
mengaplikasikan pengaruh self management behaviour terhadap pengendalian
kadar glukosa darah dan faktor resiko kelompok prediabetes.
.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah pengaruh self management behaviour terhadap
pengendalian kadar glukosa darah dan faktor resiko prediabetes.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh self management behaviour terhadap pengendalian
kadar glukosa darah dan faktor resiko prediabetes..
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi self management behaviour
2. Mengidentifikasi pengendalian kadar glukosa darah
3. Mengidentifikasi pengendalian faktor resiko prediabetes
4. Mengidentifikasi pengaruh self management behaviour terhadap
pengendalian kadar glukosa darah dan faktor resiko prediabetes.
3

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah intervensi keperawatan lanjut yaitu self management behaviour
dalam mengendalikan kadar glukosa darah dan faktor resiko prediabetes.

1.4.2 Manfaat Praktis


Menyusun pedoman serta bahan acuan dalam intervensi keperawatan lanjut
dalam mengendalikan kadar glukosa darah dan faktor resiko prediabetes.

1.5 Rencana Target Capaian


No Jenis Luaran Indikator Capaian
1 Publikasi Ilmiah di Jurnal Nasional (ber ISSN) Published
2 Pemakalah Dalam Temu Ilmiah
a. Nasional Terdaftar
b. Lokal
3 Luaran Lainnya jika ada (Teknologi Tepat Guna, Tidak ada
Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/Rekayasa
Sosial)
4 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) Konsep dan karakteristik
penting dari suatu teknologi
telah dibuktikan secara
analitis dan eksperimental
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Prediabates


2.1.1 Definisi Prediabetes
Prediabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah terlalu tinggi
untuk dianggap normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk dilabelkan sebagai
diabetes. Prediabetes ditandai dengan kadar glukosa darah puasa pagi antara 90-99
mg/dl, atau kadar glukosa darah 2 jam setelah makan antara 100-199 mg/dl, atau
keduanya pada pemeriksaan darah perifer (Depkes, 2008; Soegondo, 2008).
American Diabetes Association(ADA) mendefinisikan prediabetes sebagai
keadaan dimana subek dengan toleransi glukosa darah terganggu (TGT) dan atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (Nasrul & Sofitri, 2012).

2.1.2 Kriteria Prediabetes


Kriteria prediabetes ditentukan dari nilai Impaired Fasting Glucose (IFG)
dengan nilai 100-125 mg/dL atau 5.6-6.9 mmol/L dan Impaired Glucose Tolerance
(IGT) dengan nilai 140-199 mg/dL atau 7.8-11 mmol/L (Prediabetes Consensus
Statement, 2008 danADA, 2012).
Tabel 1. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis DM menurut Suyono (2009)

Bukan DM Belum Pasti DM DM


Konsentrasi Plasma Vena <100 100-199 ≥200
glukosa darah Darah Kapil r 90-199 ≥200
sewaktu <90
(mg/dL)
Konsentrasi Plasma Vena <100 100-125 ≥126
glukosa darah Darah Kapiler <90 90-99 ≥100
puasa (mg/dL)

2.1.3 Faktor Resiko Prediabetes


Faktor resiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko DM tipe 2.
Faktor resiko dibagi menjadi faktor resiko yang dapat dirubah (obesitas, aktivitas
fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat dirubah (genetik, usia, diabetes gestasional).

4
5

a. Faktor genetik
Penyakit DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan.
Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM.
Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar
menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka
seseorang tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM.
b. Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena
resiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia
akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya
terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun. Secara fisiologis pada
usia lebih 25 tahun akan terjadi kenaikan glukosa darah sekitar 1-2 mg/dl
per tahun dan glukosa darah setelah makan sekitar 5,6-13 mg per tahun
(WHO dalam Wulandari, 2014). Sedangkan pada usia lanjut prediabetes
dapat terjadi pada usia 60-79 tahun.
c. Diabetes gestasional
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus,
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor
resiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan
desain cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita
DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%).
d. Obesitas
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan,
sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas.
Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang
memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang
dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk
lemak.
Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang
6

dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m akan 30 kali lebih mudah
terkena DM dari pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m). Bila IMT ≥
35 Kg/m, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
e. Aktifitas fisik
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur
dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai
2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan
individu yang aktif.
Semakin kurang aktifitas fisik,maka semakin mudah seseorang terkena
diabetes. Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat
badan. Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel
tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang
teratur
f. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan
berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes.
Kurang gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan
mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan
dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin

2.1.4 Kriteria Prediabetes


Batas normal dari kadar glukosa plasma saat puasa adalah <100 mg/dL,
kadar glukosa plasma 2 jam PP saat OGTT adalah <140 mg/dL, dan HbA1c
adalah <5,7%. Seseorang dengan hasil uji di atas batas normal namun belum
memenuhi kriteria diagnostik DM disebut sebagai kondisi prediabetes.
Prediabetes dapat disebut gangguan toleransi glukosa (Impaired Glucose
Tolerance, IGT) atau gangguan toleransi glukosa puasa (Impaired Fasting
Glucose, IFG) sesuai dengan hasil abnormal dari uji yang dilakukan. IGT jika
kadar glukosa plasma 2 jam PP saat OGTT 140-199 mg/dL, dan IFG jika
kadar glukosa plasma puasa 100-125 mg/dL (McPhee &Ganong, 2010;
WHO, 2006; ADA, 2014).
7

2.1.5 Progesitifitas Prediabetes


Prediabetes merupakan kondisi yang serius karena dapat
menyembangkan penyakit DM tipe 2 dan penyakit jantung. Orang dengan
prediabetes yang sering dalam kondisi hipertensi dua kali mengembangkan
penyakit jantung seperti angina, serangan jantung dan stroke. Kondisi ini
dipengaruhi juga oleh perilaku merokok, tekanan darah, aktivitas fisik serta
umur. Prediabetes juga mengembangkan penyakit DM tipe 2 bila tanpa
tindakan dalam kurun waktu 6 tahun (Heikes, et al, 2008). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Elliza & Sofitri (2012) prediabetes akan menjadi DM
dalam waktu 5-6 tahun sebanyak 30%. Pendapat lain dikemukakan oleh
Mayans (2015) bahwa prediabetes akan mengembangkan DM tipe 2 dalam
kurun waktu 3 tahun tanpa adanya modifikasi gaya hidup.

2.1.6 Penatalaksanaan Prediabetes


Penatalaksanaan prediabetes merupakan tindakan dalam pencegahan menuju
DM tipe 2. Modifikasi gaya hidup saat ini merupakan penatalaksanaan yang tepat.
Beberapa modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan:
a. Peningkatkan aktivitas fisik.
Tujuan utama dari peningkatan aktivitas fisik yaitu 30 menit aktivitas
dalam 5 hari setiap minggunya (ini dapat meningkatkan frekuensi nafas dan
frekuensi nadi lebih cepat). Prediabetes dianjurkan untuk berolahraga selama
20 menit selama 3 hari dalam 1 minggu pada bulan pertama karena dapat
membantu insulin dalam mengontrol kadar gula darah. Jenis olahraga yang
dimaksud dapat berupa jalan kaki selama 30 menit pada jam makan siang,
mengikuti klub dansa atau yoga, berenang dan menambahkan hoby pada
semua aktivitas yang dilakukan. Untuk mendukung jalan kaki dapat
menggunakan alat untuk mengukur langkah kaki (pedometer).
b. Mengkonsumsi makanan sehat.
Makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh prediabetes yaitu tinggi serat
(seperti sayur, makanan dari gandum), rendah gula, rendah lemak jenuh
(seperti yang ditemukan dalam daging, mentega, dan makanan olahan dari
susu) serta rendah garam. Pembatasan jumlah makan diperlukan pada kondisi
8

prediabetes. Makanan lain yang perlu dihindari adalah biskuit dan keripik
karena mengandung tinggi kalori. Hampir semua makanan mengandung gula
(termasuk dalam wortel dan kentang). Akan tetapi terdapat jenis makanan
yang melepas gula lebih lambat. Gula terdiri dari dua jenis yaitu gula
sederhana dan gula kompleks. Gula sederhana dapat ditemukan dalam
makanan seperti manisan, coklat, minuman manis dan roti. Gula jenis ini
dapat meningkatkan dengan cepat kadar gula darah dan lebih cepat bila
dikonsumsi dalam jumlah banyak dan ini dapat menyebabkan insulin
meningkat diatas rata-rata. Sedangkan gula komplek dapat ditemukan dalam
bahan makanan seperti; roti berwarna coklat, kentang, beras, pasta, cereal, dan
kacang kedelai. Gula komplek ini secara lambat dapat meningkatkan kadar
gula tetapi lebih baik bagi prediabetes. Begitupula dengan gula yang
terkandung dalam buah merupakan gula alami yang sangat baik bagi
kesehatan daripada gula sederhana. Gula dalam beras merah, pasta cokelat
dan roti gandum cokelat akan dipecah lebih lambat dari gula dalam roti putih,
nasi putih dan pasta putih. Bahan makanan lain yang perlu dihindari adalah
alkohol karena alkohol mengandung gula.
c. Berhenti Merokok.
Merokok tidak hanya menjadi penyebab kanker paru tetapi juga
meningkatkan resiko stroke dan penyakit jantung serta prediabetes.
2) Medical weinght loss strategies
Penurunan berat badan yang dianjurkan bagi prediabetes yaitu menurunkan
berat badan dengan body mass index lebih besar dari 49 kg m² (Garber et al,
2008).Menurut Heikes, et al (2008), menurunkan berat badan 5% dari berat
tubuh selama beberapa bulan dapat membuat banyak perubahan dalam tubuh.
Berat badan setidaknya diturunkan 2,5 kg dalam 2-3 bulan pertama.
3) Pengobatan pada Prediabetes
a) Glikemia.
Tujuan utama dari pengobatan glikemia pada prediabetes yaitu normal
gula darah dan mencegah komplikasi. Menurut ADA (2016) terdapat pilihan
pengobatan yang aman bagi penderita prediabetes yaitu dengan metformin.
Metformin tidak hanya aman bagi prediabetes karena tidak mempengaruhi
9

fungsi jantung dan tidak menyebabkan penurunan kadar gula darah secara
cepat.
b) Lipid.
Menjaga profil lipid pada level 100 mg/dl atau dibawahnya sangat penting
diinformasikan. Begitupula dengan cholesterol 130 mg dl atau kurang.
c) Tekanan Darah (Blood pressure).
Menjaga tekanan darah kurang dari 130-80 mmHg dapat meninimalkan
progres prediabetes. Bila terjadi peningkatan tekanan darah maka aspirin
dapat direkomendasikan untuk prediabetes tanpa ada kelainan pada
pencernaan, intrakranial dan kondisi perdarahan (Garber et al, 2008).

2.1.7 Skrinning untuk Prediabetes


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heikes (2008) terdapat suatu
alat noninvansif untuk skrining yang dirancang dan divalidasi untuk mendeteksi
prediabetes maupun DM. Alat ini disebut dengan Diabetes Risk Calculator
(DRC). DRC yang digunakan sangat sederhana tergantung dari jawaban
responden. DRC ini dirancang untuk kecenderungan prediabetes selain
pengukuran hasil lab IFG (gula darah puasa) dan atau IGT ( sesaat). Alat ini
memiliki kepekaan sekitar 72-86%. Adapun kalkulasi resiko diabetes dapat
digambarkan sebagai berikut :
10

Gambar 2.1 Classification Tree For Detecting Pre Diabetes (PDM) Or Undiagnosed
Diabetes (DM)

Penilaian dari screening DRC terdiri dari kriteria DM >8%, prediabetes >29,5%,
undiagnosed DM ≤ 2,5%, bukan DM atau prediabetes ≤ 29%, Risk undiagnosed
DM <1%. Berdasarkan penilaian maka dapat dikelompokkan resiko prediabetes
atau DM sebagai berikut; DM, prediabetes dan atau resiko prediabetes rendah.

2.2 Konsep Self Management Behaviour


2.2.1 Definisi Self Management
Self management dikonseptualisasikan sebagai intervensi yang digunakan
untuk membawa hasil tertentu. Intervensi ini terdiri dari; program manajemen
diri, dan strategi yang digunakan oleh perawat kesehatan profesional dalam
praktek klinis. Self management disebut sebagai hasil biasanya
menggambarkan sikap pasien, keterampilan, dan perilaku.
Misalnya pasien memiliki pengetahuan atau manajemen yang terdiri dari
mengadopsi rencana perawatan self management yang telah disepakati dan
dinegosiasikan dalam kemitraan dengan tim kesehatan yang profesional.
Seperti share secara aktif dalam pengambilan keputusan dengan tim kesehatan
11
profesional lainnya; memantau dan mengelola tanda dan gejala atau kondisi
pasien;mengelola dampak dari kondisi fisik, emosional, pekerjaan dan fungsi
sosial ;mengadopsi gaya hidup yang dapat mengurangi faktor risiko dan
meningkatkan kesehatan dengan berfokus pada pencegahan dan intervensi
dini ; dan memiliki akses pelayanan kesehatan, dan mempunyai rasa percaya
diri pada kemampuan untuk menggunakan support service.

2.2.2 Definisi Self Management Behaviour


Self management Behaviour (SBM) adalah perilaku keterlibatan pasien
terhadap seluruh aspek dalam penyakit kroniknya dan implikasinya, termasuk
manajemen medis, perubahan dalam peran sosial dan pekerjaan, serta koping
dimana perawatan diri dikerjakan olehnya sendiri (Taylor, 2006; Blunden,
2006).
Penyakit DM dan Prediabetes merupakan penyakit kronik, oleh sebab itu
pasien harus bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan diri sendiri
(self management behaviour) baik untuk menurunkan gejala maupun
menurunkan risiko komplikasi.

2.2.3 Komponen Self Management Behaviour


Self Management Behaviour untuk prediabetes sama dengan DM dimana
perilaku perawatan diri berfokus personal. Self management behaviour
merupakan
sesuatu yang sangat penting sebab berperan sebagai pengontrol penyakit
(Sigurdardottir, 2004). Tujuan utama perawatan diri adalah mengontrol status
metabolik yang baik, meminimalkan komplikasi dan untuk mencapai kualitas
hidup yang baik (Krans et al, 1992, Toljamo & Hentinen, 2001.
Penelitian ini mengacu pada Cox dan Gonder Frederick (1992), Glasgow
dan Nutting (2004), serta Hill Briggs (2003) bahwa manajemen diri untuk
penyakit kronik adalah pengobatan, diet, olahraga, dan pemantauan kadar
glukosa dalam darah. Sedangkan menurut Gumbs (2012) manajemen
perawatan diri terdiri dari pendidikan manajemen perawatan diri, mengunjungi
12
pelayanan kesehatan, pengukuran nilai HbA1c oleh tenaga kesehatan,
pengaturan diet, manajemen latihan , dan memonitoring kadar glukosa sendiri.
Maka dapat disimpulkan bahwa self care prediabetes terdiri dari : manajemen
diet, latihan fisik / jasmani, monitoring kadar glukosa darah.
1. Manajemen Diet
Prediabetes umumnya terjadi saat terjadinya perubahan pola gaya hidup dan
perilaku (PERKENI, 2011). Salah satu modalitas yang dilakukan dalam
pencegahan prediabetes adalah terapi nonfarmakologis, salah satunya yaitu
perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang
dikenal dengan terapi gizi medis (Soebardi & Yunir, 2009).
Penekanan tujuan terapi gizi ditekankan pada pengendalian glukosa, lipid,
dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien yang
gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan
mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang
(Sukarji, 2004). Perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurunan glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2011).
Berdasarkan Konsesus yang telah disusun oleh PERKENI (2011) terkait
dengan manajemen diet berikut dijelaskan
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan pada pasien DM.
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula
dalam bumbu diperbolehkan sehingga dapat makan bersama dengan makanan
keluarga yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi
batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake). Jadwal makan yaitu tiga
kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau
diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari
x
13
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 %
kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan
susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
3. Protein
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik
adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien
dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari
atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
4. Serat
Seperti halnya masyarakat umum, kelompok prediabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah
± 25 g/hari.
5. Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol
antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam
penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan
digunakan karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkalori yang
masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake / ADI).
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien DM.
Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
14

besarnya 25-30 kalori/kgBB, ditambah atau dikurangi bergantung faktor jenis


kelamin, aktivitas, BB dll.
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2). Klasifikasi IMT
menurut WHO dalam The Asia-Pacific Perspective:Redefining Obesity and its
Treatment : Berat badan kurang jika nilai IMT kurang dari 18,5, berat badan normal
jika nilai IMT 18,5-22,9, berat badan lebih jika nilai IMT lebih besar atau sama
dengan 23,0, berat badan lebih dengan resiko jika nilai IMT 23,0-24,9,berat badan
obesitas I jika nilai IMT 25,0-29,9, berat badan obesitas II jika nilai IMT lebih dari
30.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-
3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Dengan sumber karbohidrat
dikonsumsi 3-7 porsi/penukar sehari (tergantung status gizi), sumber vitamin dan
mineral: sayuran 2-3 porsi/penukar, buah 2-4 porsi/penukar sehari, sumber protein:
lauk hewani 3 porsi/penukar, lauk nabati 2-3 porsi/penukar sehari. Batasi konsumsi
gula, lemak / minyak dan garam. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh
mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
2. Latihan Fisik / Jasmani
Latihan jasmani adalah bagian yang sangat penting dari rencana self management
behaviour Latihan jasmani yang teratur telah menunjukkan peningkatan terhadap
kontrol kadar glukosa darah, mengurangi faktor resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular, berkontribusi dalam proses penurunan berat badan, dan
meningkatkan kesejahteraan (ADA, 2012).
Prinsip latihan jasmani bagi pasien DM Tipe 2 adalah memenuhi prinsip frekuensi,
intensitas, durasi, dan jenis latihan jasmani.
a. Frekuensi
Untuk mencapai hasil yang optimal, latihan jasmani sebaiknya dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5 kali dalam seminggu (Soebardi & Yunir, 2009). Dari hasil
penelitian latihan jasmani dalam mengontrol kadar glukosa darah akan berefek
jika latihan jasmani dilakukan rata-rata 3 atau 4 kali dalam seminggu, selain itu
15

sedikitnya dilakukan 3 kali dalam seminggu, dengan tidak boleh lebih dari dua
hari berturut-turut tanpa latihan jasmani (ADA, 2012).
b. Intensitas
Intensitas latihan jasmani dapat dinilai dari denyut nadi, dengan intensitas
ringan-sedang 50-70% maximum heart rate (MHR) (ADA, 2012). Sedangkan
menurut Soebardi dan Yunir (2009) intensitas ringan-sedang 60-70% MHR.
MHR didapat dari rumus 220-umur. Setelah MHR didapat, maka dapat
ditentukan Target Heart Rate (THR). Sebagai contoh intensitas yang
diprogramkan bagi seorang pasien DM Tipe 2 dengan usia 50 tahun sebesar
60%, maka THR = 60% x (220-50)=102. Dengan demikian bila pasien ini ingin
melakukan latihan jasmani denyut nadi harus mencapai 102 kali/menit (Ilyas,
2004).
c. Durasi
Durasi selama melakukan latihan jasmani yaitu 5-10 menit untuk pemanasan
(Ilyas, 2004), sedangkan untuk latihan inti durasinya 30 – 60 menit (Ilyas, 2004).
Sedangkan menurut ADA (2012) latihan jasmani akan efektif jika dilakukan
rata-rata selama 49 menit.
d. Jenis latihan jasmani
Latihan jasmani sebaiknya melibatkan otot-otot besar, serta merupakan latihan
jasmani yang disenangi. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah jenis latihan
jasmani endurans (aerobik) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jonging, berenang, dan bersepeda. Aktivitas sehari-
hari yang harus tetap dilakukan yaitu : mengurangi ataumenghindari aktivitas
sedenter seperti menonton televisi, bermain game komputer, bermain internet;
mempersering aktivitas dengan mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas
tinggi pada saat liburan, misalnya, bersepeda, golf, olah otot, jalan cepat dan
olahraga; melakukan aktivitas harian yaitu kebiasaan hidup sehat, misalnya
berjalan kaki ke pasar , menaiki tangga, jalan dari tempat parkir.
3. Monitoring Kadar Glukosa Darah
Monitoring kadar glukosa darah yang baik dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi kronik diabetes (Soewondo, 2004). Menurut Soewondo (2004) manfaat
16
monitoring kadar glukosa darah yang dilakukan secara mandiri adalah :
a) Memberikan informasi kepada pasien mengenai keadaan kadar glukosa
darahnya dari hari ke hari yang memungkinkan pasien melakukan penyesuaian
diet, pengobatan, pada saat sakit dan saat latihan jasmani
b)Memberikan informasi kepada dokter atau perawat mengenai keadaan kadar
glukosa darah pasien, sehingga dapat mengevaluasi kondisi pasien dan dapat
memberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
c) Mendeteksi hipoglikemia : pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri yang
dilakukan oleh pasien dapat memastikan atau mencegah terjadinya
hipoglikemia
Pemeriksaan kadar glukosa darah satu kali sehari sebelum sarapan pagi atau
sebelum tidur sudah cukup. Namun, bila kadar glukosa darahnya lebih stabil, satu
kali pemeriksaan sudah cukup (Soewondo, 2004).

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Management Behaviour.


Karena penyandang DM tipe 2 dan prediabetes harus cukup mampu dan dapat
dipercaya untuk melakukan perawatan diri mereka sendiri (Anderson, 1996; Moon
& Baker, 2000). Sehingga untuk melakukan perilaku perawatan diri sendiri, mereka
membutuhkan kekuatan yang bersumber dari kepribadian dan lingkungan seperti,
pengetahuan tentang DM, dukungan sosial, dukungan finansial, konsep diri atau
kepercayaan pada kemampuan diri mereka sendiri untuk melakukan perawatan diri
dan kemampuan melakukan perawatan diri sendiri (Sousa & Zauszniewski, 2005).
Berdasarkan kerangka konsep yang dibangun pada teori tersebut, faktor yang
mempengaruhi perawatan diri pasien DM ada dua yaitu :
1. Faktor Personal
Faktor personal merupakan faktor yang berasal dari internal individu yang akan
mempengaruhi individu dalam melakukan perawatan diri, kesehatan dan
kesejahteraan individu (Sousa & Zauszniewski, 2005). Karakteristik individu
ditentukan dari interaksinya dengan lingkungannya. Faktor lingkungan akan
berkontribusi dalam perkembangan faktor personal. Ada tiga variabel sebagai
faktor personal dalam model manajemen perawatan diri yaitu:

17
a. Pengetahuan Tentang Diabetes
Pengetahuan tentang diabetes adalah pengetahuan yang dimiliki
individu tentang penyakit, pengetahuan tentang diet diabetes, monitoring
kadar glukosa darah, dan manajemen obat atau insulin. Pengetahuan tentang
diabetes juga menunjukkan kepada alternatif yang akan dipilih individu
untuk mengevaluasi diri mereka sendiri dan menentukan apa intervensi
utama yang dibutuhkan ketika bertemu kebutuhan yang harus segera
dipenuhi serta mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi dari
penyakit (Sousa, & Zauszniewski, 2005). Pengkajian tentang pengetahuan
diabetes merupakan aspek yang penting dalam pengkajian individu dengan
DM (Firagerald et al, 1998, Sousa & Zauszniewski, 2005).
b. Self Care Agency
Orem (1991) mendefinisikan self care agency sebagai kemampuan individu
untuk melakukan kegiatan perawatan diri ketika bertemu dengan kondisi
untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri individu sendiri sebagai usaha
promosi, pengaturan struktur, fungsi dan perkembangan individu (Sousa &
Zauszniewski, 2005).
c. Self Efficacy
Self efficacy merupakan integrasi dari kemampuan sosial, kognitif, dan skill
yang menjadi dasar bagi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan
(Bandura, 1986, Sousa & Zauszniewski, 2005). Self efficacy adalah
didasarkan pada keyakinan individu terhadap kemampuannya melakukan
suatu bentuk perilaku yang spesifik dan berharap ada hasil yang positif dari
perilaku yang ditampilkan.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal yang berasal dari luar individu
yang akan mempengaruhi individu, faktor personal, kemampuan perawatan diri,
kondisi sehat dan sejahtera
3. Dukungan Sosial
Dukungan sosial meliputi pada pertukaran sumber diantara dua individu dan
yang termasuk pertukaran sumber itu adalah penetapan cinta, kepercayaan,
empati, kepedulian, bantuan, nasehat, pelayanan yang nyata dan informasi.
2.3 Penerapan Teori
Berdasarkan hasil penelitian Bai, Chiou, dan Chang (2009) menyatakan bahwa
faktor yang paling penting untuk mempengaruhi perilaku perawatan diri adalah
dukungan sosial yang sesuai dengan pernyataan Tillotson dan Smith (1996) an Chiang
(2003). Ketika individu didiagnosa dengan suatu penyakit kronik, salah satu dari invidu
mungkin membutuhkan asisten yang peduli yang dapat berasal dari keluarga atau
teman. Oleh karena itu, seorang perawat praktisi seharusnya memahami dan
menyediakan dukungan sosial termasuk dari keluarga yang adekuat ketika
memeberikan pengajaran dalam manajemen pencegahan DM dengan demikian pasien
akan memiliki kekuatan untuk mengontrol penyakit kroniknya (Sousa & Zauszniewski,
2005).

2.4 Keaslian Penelitian


Beberapa penelitian yang terkait dengan dukungan sosial antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Siwi (2013) yaitu tentang gambaran
perilaku self managemenent pada DM. Perilaku self-management diukur
menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh penulis, dengan skor
Alpha Chronbach. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah
responsden (64,9%) melakukan lima aspek self-management dengan baik.
Namun hanya 25,5% responden yang melakukan pemantauan gula darah
dengan baik.
2. Penelitian oleh Lia Mulyati (2013) tentang analisis faktor yang
mempengaruhi self management behaviour pasien hipertensi. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif analitik studi cross sectional,
dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian
didapatkan ada hubungan antara keyakinan terhadap efektivitas terapi,
dukungan sosiPenelitian oleh Erva Elli dkk (2016) tentang pengaruh
pengetahuan, sikap dan kadar glukosa. Penelitian ini menggunakan dengan
pre post test group design. Jumlah sampel penelitian 26 untuk kelompok
intervensi dan 26 kelompok kontrol. Kelompok intervensi mendapatkan
SDME selama 3 minggu, asil analisis Chi-square terdapat peningkatan
pengetahuan namun SDME tidak meningkatkan sikap prediabetes. SDME
mempengaruhi penurunan kadar gula darah dan berdasarkan hasil uji regresi
SDME merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penurunan
kadar gula darah dengan nilai signifikan.
3. Penelitian oleh Ahmad Wibisono (2012) tentang pengalaman pasien DM
dalam mengontrol glukosa darah. Desain penelitian ini adalah kualitatif
fenomenologi. Hasil dari penelitian ini adalah banyak pasien yang telah
lama menderita DM akan tetapi belum mampu merubah perilaku yang
mengarah pada pengaturan pola hidup yang baik. Kunci keberhasilan dari
tatalaksana diabetes adalah perbaikan pola hidup dan perilaku, serta
mayoritas (lebih dari 90%) aktivitas manajemen diabetes adalah dilakukan
oleh klien,

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang digunakan adalah pra
eksperimen dengan pendekatan one group pra-post test design. (Nursalam, 2008)

Tabel 3.1. Tabel Rancangan Penelitian Penerapan Self Management Behaviour


Terhadap Pengendalian Glukosa Darah dan Faktor Resiko
Prediabetes.

Subyek Pra Perlakuan Post


K O I O1
Time 1. Time 2. Time 3.
Keterangan :
K : Responden Penelitian
O : Observasi sebelum diberikan Self Management Behaviour
I : Intervensi (Self Management Behaviour)
O1 : Observasi Keberhasilan setelah dilakukan Self Management Behaviour

3. 2 Populasi dan Sampel Penelitian


3. 2. 1 Populasi Penelitian
Populasi yang diteliti oleh peneliti adalah semua keluarga dengan anggota
keluarga yang menderita DM di wilayah kerja Puskesmas Sukorame.
Populasi keluarga dengan riwayat DM didapatkan dari data laporan di
Puskesmas Sukorame.

3.2. 2 Sampel/Subyek Penelitian


Sampel penelitian diambil dari populasi terpilih berdasarkan hasil screening
dengan menggunakan Diabetic Risk Calculator (DRC) dan untuk kemudian
dipilih menggunakan teknik purposive sampling mengacu pada kriteria
inklusi penelitian. Dimana kriteria inklusi meliputi:
a. Lolos DRC (Diabetes Risk Calculator)
b. Kadar gula darah 2 jam setelah makan 140-199 mg/dL
c. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
d. Berpendidikan minimal SD.
e. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani inform consent.
3. 2. 3 Prosedur dan Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling
mengacu pada kriteria inklusi penelitian

3.3 Variabel Penelitian


Tabel 3.2 Variabel Penelitian Penerapan Self Management Behaviour Terhadap
Pengendalian Glukosa Darah dan Faktor Resiko Prediabetes.
Variabel Definisi Alat Indikator Skala
Ukur
Self Pemberian edukasi dan - Panduan SMB yang -
Managem pendampingan dengan terdiri dari:
ent acuan modul a. Menggambarkan
Behaviou pembelajaran sebagai proses penyakit dan
r (SMB) panduan informasi pilihan pengobatan
kepada kelompok b. Memasukkan
prediabetes yang manajemen gizi ke
dilakukan selama 3 dalam gaya hidup
minggu dengan total c. Memasukkan
pertemuan sebanyak 3 aktivitas fisik dalam
kali dan jumlah waktu gaya hidup
untuk setiap kali Populasi DM d.di wilayah kerja obat
Menggunakan
pertemuan adalah 1-2 Puskesmasdengan aman dan untuk
Sukorame
jam (60-120 menit). efektivitas terapi
maksimum
e. Pemantauan dan
menafsirkan glukosa
darah dan parameter
Prediabetes di wilayah kerja
lainnyaSukorame
Puskesmas serta dan
menggunakan hasil
keputusan
Purposive sampling
penyusunan
manajemen
Sampel penelitian diri
memenuhi
kriteria inklusi Mencegah,
f.
mendeteksi, dan
mengobati komplikasi
akut
Pertemuan Minggug.pertama Mencegah,
mendeteksi, dan
Rincian kegiatan :
mengobati komplikasi
1) Pemberian kuesioner
kronis pengetahuan
dan sikap h. Mengembangkan
2) Penyampaian materi modul
strategi 1,2, dan
pribadi 3
untuk
3) Pengecekan gulamengatasi
darah 2 jam masalah
setelah
makan (pre test)psikososial
pada pertemuan dan
pertama kekhawatiran
i. Mengembangkan
strategi pribadi untuk
Pertemuan Minggu mempromosikan
kedua
perubahan kesehatan
Rincian kegiatan : Penyampaian materi
dan perilaku
4,5 dan 6
Prediabet Kondisi dimana kadar Pemeri GDP <100 mg/dL dan Ordinal
es glukosa darah lebih ksaan TTGO < 140 mg/dL =
tinggi dari nilai rujukan GDP tidak prediabetes
tetapi tidak memenuhi
Pertemuan danMinggu ketiga Selasa rincian
kriteria DM (handayani,
kegiatan :TTGO GDP 100-125 mg/dL
2012) 1) Pemberian materidan 5 danTTGO
6 140 -199
2) Pengecekan kadar mg/dL = prediabetes
gula darah 2 jam
setelah makan (pasca test)
Kadar Jumlah kandungan Automa mg/dL Numeri
Glukosa glukosa dalam plasma tic k
Darah darah puasa dan setelah Glukosa
dilakukan tes toleransi Analizer
oral. Nilai rujukan jika
Skrining
GDP >100 mg/dL dan Pengolahan data dan interpretasi hasil
Diabetes Risk Calculator (DRC)
TTGO > 140 mg/dL
Faktor
Resiko
prediabet
es

3.7 Pengolahan Data dan Metode Analisa Data


Analisa data dalam penelitian terdiri dari langkah pentahapan yaitu
sebagai
berikut :
1. Pengolahan Data
Pengolahan data sendiri terdapat beberapa pentahapan dimulai dari
memeriksa data (editing), memberi kode (coding), dan menyusun data
(tabulating). Kegiatan editing pada penelitian yaitu memeriksa data yang
telah terkumpul kemudian dilanjutkan dengan penjumlahan serta koreksi
kelengkapan jawaban dan memberikan kode untuk memudahkan
pengolahan data.
2. Analisa Data
1) Analisa univariat
Analisa univariat bertujuan untuk mendiskripsikan karakteristik
variabel yang diteliti. Untuk data numerik (umur, gula darah,
lingkar pinggang, lingkar lengan atas) digunakan nilai mean,
median, simpangan baku, nilai maksimal dan minimal). Sedangkan
data kategorik (jenis kelamin, riwayat keluarga atau orangtua
dengan Diabetes Mellitus, riwayat gestasional diabetes, tingkat
pendidikan pekerjaan dan IMT) dijelaskan dengan nilai persentasi
dan proporsi dari masing-masing kelompok.
2) Analisa bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan variabel yang sama. Akan tetapi dilakukan
uji homogenitas dan normalitas data terlebih dahulu untuk
menentukan jenis ujinya. Uji normalitas dengan menggunakan
Saphiro Wilk sedangkan untuk uji homogenitas menggunakan
Levene Test. Variabel pengetahuan dan sikap dilakukan dengan
menggunakan Chi-Square test. Kadar gula darah dianalisa
menggunakan uji Paried Sample Test dan Uji Wilcoxon karena
terdapat data yang tidak normal. Sedangkan perbedaan gula darah
menggunakan uji Mann Whitney Test karena data transform tidak
normal.Selanjutnya dilakukan uji regresi liner untuk melihat
apakah variabel seperti Lingkar lengan atas (LLA), lingkar
pinggang dan IMT mempengaruhi kadar gula darah responden.
Untuk mengatahui hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan
dengan batas kemaknaan 95% artinya jika p value <0,05 maka hasilnya Ho
ditolak atau ada pengaruh. Jika p value > 0,05 maka hasilnya tidak
bermakna atau Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh.Sedangkan
untuk mengetahui hubungan antara satu atau beberapa variabel bebas
dengan satu atau atau beberapa variabel tergantung menggunakan analisis
multivariat dengan regresi. Dimana variabel bebas dapat berupa skala
pengukuran kategorik maupun numerik (Sopiyudin Dahlan, 2012).
Analisis Regresi linear dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
Adapun kerangka konsep dalam analisis multivariat dapat digambarkan
sebagai berikut:

3.8 Etika Penelitian


Pelaksanaan penelitian tetap memperhatikan etika penelitian untuk menjaga
integritas peneliti dan melindungi subyek peneliti dari pelanggaran hak asasi
manusia dengan mempertimbangkan 5 petunjuk yang diterapkan oleh American
Nursing Assosiation (ANA) yang meliputi :
1. Pengambilan keputusan sendiri (Self Determination)
Merupakan hak otonomi partisipan dalam menentukan keputusan berpartisipasi
dalam penelitian ini tanpa ada pasksaan dari pihak manapun.
2. Privasi dan Martabat (Privacy and Dignity)
Selama penelitian peneliti menjaga privacy partisipan dengan melakukan intervensi
pada tempat yang nyaman bagi partisipan. Peneliti juga menghargai data yang
diberikan partisipan dengan tidak memaksa Faktor yang mempengaruhi: 1. Lingkar
lengan atas 2. Lingkar Pinggang 3. IMT Kadar gula darah partisipan dan informasi
yang diberikan oleh partisipan hanya untuk konteks penelitian.
3. Anonimitas dan Kerahasiaan (Anominity and Confidentialy)
Peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang telah diberikan partisipan dengan
memberikan kode partisipan yang akan dituliskan pada lembar karakteristik
partisipan.
4. Pengobatan Gagal (Fait Treatment)
Semua partisipan diberikan informasi terlebih dahulu tentang tujuan dari penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti dan terbebas dari diskriminasi yang dapat
menyebabkan kegagalan dalam pengobatan atau perawatan.
5. Perlindungan dari ketidaknyaman dan bahaya (Protection from Discomfort
and Harm)
Peneliti memperhatikan aspek kenyamanan partisipan baik fisik, psikologis
maupun sosial.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2016. Prediabetes. Diakses di


http://www.diabetes.org/are-you-at-risk/prediabetes/ belajar tentang prediabetes.

Badan Penelitian dan Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2007. Laporan hasil riset kesehatan dasar. Diakses dari
http://www.docstoc.com/docs/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-Dasar 2007.

Depkes. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan. Riset Kesehatan Dasar


2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Depkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit


Metabolik. Jakarta : Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Elli,E, Huriah T, Khoiriyati A. 2016. Karakteristik Prediabetes di puskesmas


pesantren.ejurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/140/1
18

Ellyza, Nasrul & Sofitri (2012). Hiperurisemia Pada Pradiabetes. Diakses dalam
jurnal Andalas ISSN: 2301-7406 vol 1 no 2 di akses di http:// jurnal.fk.unand.ac.id
tgl 15 Mei 2017.

Fajrinayanti & Ayubi, D. 2008. Faktor Risiko Perilaku Pra Diabetes di Kota
Padang Panjang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 3.No 2 Oktober 2008.

Garber et al (2008). Diagnosis And Management Of Prediabetes In Rhe


Contunuum Of Hyperglycemia. Journal Endocrine Practice Volume 14 Nomor 7.
Diakses tgl 18 Mei 2017 dihttps://www.aace.com/files/prediabetesconsensus.pdf

Heikes, K.E et al. 2008. Diabetes Risk Calculator a Simple tool for Detecting
undiagnosed Diabetes and Pre Diabetes. Diabetes Care, Volume 31.

Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis
Universitas Indonesia.

Mayans, L (2015). Metabolic Syndrome: Insulin resistance and prediabetes.


Journal pubmed. 25911245. diakses tgl 11 Mei 2017.
www.maturitas.org/article/S0378-5122(15)00632-5/abstract

Notoatmodjo, S., 2003, Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, hal.118-145.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus pengelolaan dan


Pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. Jakarta.

Paul, Franks. 2007. Lifestyle Intervention for Type 2 Diabetes Risk


Reduction:Using the Diabetes Prevention Program to Inform New Directions in
Pediatric Research, University of Alberta, Canada.

Siwi D., Yudianto K, Kurniawan, T. 2013. Perilaku self management pasien DM.
diakses tgl 12 Juni 2017. jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/813

Sofitri, E.N. 2012. Hiperurisemia Pada Pra Diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas,
1(2) diakses tgl 26 Mei 2017.http://jurnal.fk.unand.ac.id

Tjokroprawiro, A. (2004). Hidup sehat dan bahagia bersama diabetes. Jakarta:


Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Wu, H. L. 2008. An Investigation of Type 2 Diabetes Self-Management in Taiwan.


University of Nottingham.

Zhong, X., Tanasugarn, C., Fisher, E. B., Krudsood, S., & Nityasuddhi, D. 2011.
Awareness and practices of self-management and influence factors among
individuals with type 2 diabetes in urban community settings in Anhui Province,
China. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and
Public Health.

Anda mungkin juga menyukai