Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DOSEN:
Dra. Refdanita M.Si.,Apt
DISUSUN OLEH:
Kunthi Sekaring Hapsari Nur Pratiwi (19334739)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu
obat dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau
menyebabkan efek samping tak diduga. Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan
dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan
khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah
kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Risiko
kesehatan dari Interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat
obat namun bisa pula fatal.
Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat
atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan efek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga
dapat menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan.
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan efek yang tidak diinginkan adalah akibat makin
banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan polifarmasi atau “
Multiple Drug Therapy “.
Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang
memuat lebih dari dua macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke
beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan mendapat resep obat yang baru.
Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk
mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli di toko-toko obat secara bebas.
Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan
farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa
pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang
mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polifarmasi cukup banyak.
Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan kompleks. Untuk itu, dalam makalah ini
akan dibahas mengenai interaksi obat pada proses absorbsi serta efek-efek yang diberikan
dari obat-obat yang berinteraksi.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Interaksi apa yang terjadi pada obat-obat yang diberikan?
2. Kenapa bias terjadi interaksi diantara obat-obatan tersebut?
3. Bagaimana dengan efek yang ditimbulkan?
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang karena interaksi ini. Akibat yang tidak
dikehendaki dari peristiwa interaksi ini ada 2 kemungkinan yakni meningkatnya efek toksik atau efek
samping obat atau berkurangnya efek klinis yang diharapkan.
1. Interaksi farmasetika
2. Interaksi farmakokinetik
3. Interaksi farmakodinamik
4
Obat Objek adalah obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat
lain. Obat yang kemungkinan besar menjadi objek interaksi atau efeknya dipengaruhi
oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri :
a. Obat-obat dimana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan
menyebabkan perubahan besar pada efek klinis yang timbul. Secara farmakologi
obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons
yang tajam. Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah
dapat mengurangi manfaat klinik dari obat.
b. Obat-obat dengan rasio terapik yang rendah artinya antara dosis toksik dan dosis
terapetik tersebut perbandingannya (perbedaannya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja
dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat objek di atas, yaitu merupakan obat yang manfaat kliniknya
mudah dikurangi atau efek toksisnya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan
saling berkaitan dan tidak sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal
dengan obat-obat dengan lingkungan yang sempit.
2) Obat Presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk
dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat
dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, dengan demikian akan menggeser ikatan-
ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergeser ini (displaced),
kadar obat bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya,
terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat jenis ini, misalnya aspirin,
fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)
enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang mempunyai sifat
sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) akan mempercepat eliminasi
(metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang,
misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain. Sedangkan
obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) akan
5
meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik, termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain.
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-
obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan
lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah jika kita melihat dari segi interaksi
farmakokinetika, yakni terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme
dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat
bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.
6
interaksi yang berbeda. Contohnya, nteraksi farmakokinetik oleh simetidin tidak
dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, astemizole tidak dimiliki
oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
7
menyebabkan intoksikasi (blokade jantung derajat-3), menurunkan sekresinya oleh
sel-sel ginjal proximal.
8
2.3.2.2 Interaksi yang terjadi pada proses distribusi
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran
ikatan protein plasma.
9
2.4.1 Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs)
Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika
obat objek memiliki batas kemanan sempit; mula kerja (onset of action) obat cepat,
terjadi dalam 24 jam; dampak ADIs bersifat serius atau berpotensi fatal dan
mengancam kehidupan; indeks dan obat presipitan lazim digunakan dalam praktek
klinik secara bersamaan dalam kombinasi.
Banyak faktor berperan dalam terjadinya ADIs yang bermakna secara klinik,
antara lain faktor usia, faktor penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi
bersama-sama beberapa obat-obat OTC sekaligus. Usia lanjut lebih rentan mengalami
interaksi obat. Pada penderita diabetes melitus usia lanjut yang disertai menurunnya
fungsi ginjal, pemberian penghambat ACE ( misal spironolakton, amilorid,
triamteren) menyebabkan terjadinya hiperkalemia yang mengancam kehidupan.
Beberapa penyakit seperti penyakit hati kronik dan kongesti hati menyebabkan
penghambatan metabolisme obat-obat tertentu yang dimetabolisme di hati (misal
simetidin) sehingga toksisitasnya dapat meningkat. Pemberian relaksans otot bersama
aminoglikosida pada penderita miopati, hipokalemia, atau disfungsi ginjal dapat
menyebabkan efek relaksans oto meningkat dan kelemahan otot meningkat.
10
memperlambat eliminasinya. Dengan demikian frekuensi pemberian dosis
prokainamid sebagai antiaritmia dapat dikurangi dari setiap 4-6 jam menjadi setiap 8
jam/hari, sehingga kepatuhan dapat ditingkatkan.
BAB 3
PEMBAHASAN
11
mempercepat
efek analgetik
parasetamol
4 Spironolakton Azitromisin Penghambata P- Meningkatka memonitorin
n transport glikoprotein n efek g
aktif di usus azithromycin kondisi klinis
gastrointstinal dihambat pasien, jika
oleh terjadi
spironolakto penurunan
n. kondisi klinis
pasien maka
perlu
dilakukan
penyesuaian
dosis dari
azithromycin
5 Kaolin Linkomisin Interaksi secara Linkomisin Efek Berikan
langsung terabsorbsi ke linkomisin linkomisin 2
kaolin dan berkurang jam setelah
kaolin bersifar pemberian
melapisi kaolin
lapisan usus
6 Itrakonazol Digoksin Penghambatan Itrakonazol Meningkatkan Mengurangi
transport aktif menghambat kadar digoksin dosis digoksin
gastrointestinal P-glikoprotein dalam darah
7 Antasida Isoniazid Perubahan Aluminium menurunkan Diberikan
motilitas hidroksida kadar dari jeda
gastrointestinal menunda isoniazid pemberian
penggosongan antasida
lambung yang setidaknya 1
dapat jam sebelum
menyebabkan atau 2 jam
retensi dari sesudah
isoniazid di penggunaan
12
lambung isonizid
8 Colestipol, Statin Penghambatan resin pengikat Berkurangnya Penggunaan
Colestiramin (Simvastatin transport aktif asam empedu kadar statin colestipol
, gastrointstinal ini mengikat untuk diserap bersama
Atorvastatin dengan statin makanan, dan
, dll) statin saat
waktu tidur.
Jeda waktu 4
jam.
9 Antasida Aspirin perubahan pH Suasana Mempercepat Dapat
gastrointestinal lambung absorbsi digunakan
menjadi aspirin secara
alkalis bersamaan
10 Metokloprami Morfin Perubahan Mempercepat meningkatka Interaksi ini
d motilitas pengosongan bermanfaat
n laju
dalam
gastrointestinal lambung penyerapan praktik
anestesi,
morfin oral
tetapi
dan peningkatan
sedasi juga
meningkatka
dapat
n laju onset merupakan
masalah jika
dan efek
morfin
sedatif. diberikan
jangka
panjang.
13
tetrasiklin tidak diabsorbsi. Sebaiknya penggunaan antasida diberikan jeda setidaknya 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah penggunaan tetrasiklin.
14
sering kali merupakan suatu indikasi bahwa antibakteri ini harus ditarik. Tampaknya
kemungkinan bahwa lincomycin teradsorpsi ke kaolin, sehingga mengurangi
bioavailabilitasnya. Kaolin juga melapisi lapisan usus dan bertindak sebagai penghalang fisik
untuk penyerapan.
15
alkalis, absorpsi per satuan luas area absorpsi akan lebih lambat. Dengan demikian
dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat absorpsinya. Penggunaannya
dapat digunakan secara bersamaan hanya untuk obat yang bersifat asam yang sukar larut
dalam cairan saluran cerna.
BAB 4
PENUTUP
16
4.1 Kesimpulan
1. Interaksi obat berarti saling pengaruh antar obat sehingga terjadi perubahan efek
2. Interaksi dapat memberikan keuntungan dan kerugian.
3. Interaksi obat dapat terjadi pada berbagai tahap mulai dari meracik obat sampai obat
tersebut dikeluarkan dari tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Helmi Siti, dkk. 2017. Buku Saku Interaksi Obat dan Makanan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
2. Noviani Lusi. Buku Panduan Interaksi Obat. Untuk kalangan sendiri.
3. Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug Interaction.Edisi VII. London: Pharmaceutical
Press.
4. Farida Yeni ,Anisa Dewi Soleqah. 2016. Identifikasi Potensi Interaksi Obat
Antibiotik pada Peresepan Pneumonia. Journal of Pharmaceutical Science and
Clinical Research.
5. Gitawati Retno. 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya Vol XVIII No 4.
Jakarta: Media Litbang Kesehatan.
6. Anggraini Shinta. 2016. Analisis Potensi Interaksi Obat Penyakit Tuberkulosis Paru
pada Pasien Dewasa di Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP4) Pontianak.
Pontianak: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
18