Anda di halaman 1dari 26

1.

Mengenai covid
Hingga pertengahan Juli, Vietnam bersinar sebagai negara yang menonjol terkait
caranya mengendalikan kasus Covid-19. Tidak ada kematian yang dilaporkan dan
selama berbulan-bulan tak ada kasus penularan secara lokal.

2. Kasus tes widal


Tes Widal merupakan tes aglutinasi yang digunakan dalam diagnosis serologi penyakit
demam typhoid atau demam enterik. aglutinasi antibodi terhadap antigen O (somatik)
dan antigen H (flagellar). Level tersebut diukur dengan menggunakan dilusi ganda serum
pada tabung tes.
Penyakit yang Menular Lewat Darah
Rutin melakukan donor darah bisa memberi manfaat menyehatkan untuk tubuh.
Namun, tidak semua orang bisa melakukan kegiatan ini. Sebelum memberikan darah
pada orang lain, kamu perlu melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui
apakah kondisi tubuh siap untuk melakukan donor. Selain itu, pemeriksaan ini juga
bertujuan untuk memeriksa kecocokan pendonor dengan penerima donor.

3. Penyakit penularan lewat darah


Infeksi
Salah satu jenis penyakit yang bisa menular melalui darah adalah infeksi. Maka dari itu,
perlu pemeriksaan dan screening terlebih dahulu untuk memastikan darah yang akan
didonorkan menjadi aman. Pemeriksaan bertujuan untuk mengecek kemungkinan darah
mengandung virus, bakteri, atau parasit yang bisa meningkatkan risiko infeksi.

HIV
Salah satu jenis infeksi yang berisiko menular melalui darah adalah HIV (human
immunodeficiency virus). Penyakit ini terjadi karena infeksi virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Meski jarang,
kemungkinan penularan HIV melalui transfusi darah bisa terjadi.

Hepatitis B dan C
Selain HIV, donor darah juga bisa menularkan virus penyebab penyakit hepatitis B dan
hepatitis C. Risiko penularan virus hepatitis B dalam donor darah adalah 1 dari 300,000
kasus. Sementara kasus penularan hepatitis C melalui transfusi darah adalah 1 dari 1,5
juta kasus.

Virus Zika
Donor darah juga bisa meningkatkan risiko penularan virus zika. Screening sebelum
pemberian donor darah salah satunya juga untuk menurunkan risiko penularan virus
zika. Meski jarang terjadi, kondisi ini sama sekali tidak boleh dianggap sepele, apalagi
infeksi virus zika sering kali terjadi tanpa menunjukkan gejala sama sekali.
Selain untuk menurunkan risiko penularan penyakit, pemeriksaan sebelum donor darah
juga bertujuan untuk mengetahui kondisi pendonor. Sebab, ada riwayat penyakit
tertentu yang bisa membuat seseorang sebaiknya tidak melakukan donor darah. Jika
dipaksakan, donor darah hanya akan memberi dampak yang tidak baik bagi tubuh

Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau obat tertentu, kuman
ini mungkin tidak terkendali lagi dan menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang
mengambil kesempatan dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan disebut
“oportunistik”. Istilah “infeksi oportunistik” sering kali disingkat menjadi “IO”.

4. Infeksi IO
Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat virus, bakteri, jamur, atau parasit yang terjadi
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

5. Total kematian yang diakibatkan virus corona asal Tiongkok semakin bertambah.

Korban meninggal yang disebabkan virus ini bertambah menjadi 259 orang pada Jumat
malam, 31 Januari 2020.

Sebanyak 2.102 kasus baru dikonfirmasi mengenai virus ini, sehingga jumalah korban
yang terinfeksi virus corona ini bertambah menjadi 11.791 orang di dunia.
6. Infeksi oportunistik sebagai komplikasi HIV & AIDS
Infeksi oportunistik bisa menyerang tubuh dengan sistem kekebalan yang lemah. Infeksi
oportunistik sering dihubungankan dengan HIV dan AIDS, karena HIV menyerang sel-T
CD4 (sering disebut hanya CD4), yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh.
7. ELISA merupakan tes HIV yang umumnya digunakan sebagai langkah awal untuk
mendeteksi antibodi HIV. Sampel darah yang telah diambil akan dibawa ke laboratorium
dan dimasukkan ke dalam wadah yang telah diberi antigen HIV
8. Fase pertumbuhan bakteri merupakan fase pembelahan sek bakteri yang melalui
beberapa fase yaitu, Fase lag, Fase Logaritma/Exponensial, Fase Stasioner dan Fase
Kematian. Fase Lag merupakan fase penyesuaian bakteri dengan lingkungan yang baru
9. B. Penghitungan Waktu Generasi Dari hasil pembelahan sel secara biner: 1 sel menjadi 2
sel 2 sel menjadi 4 sel 21 menjadi 22 atau 2x2 4 sel menjadi 8 sel 22 menjadi 23 atau
2x2x2 Dari hal tersebut dapat dirumuskan menjadi: N = N0 2n N: jumlah sel akhir, N0:
jumlah sel awal, n: jumlah generasi Waktu generasi = t / n , t: waktu pertumbuhan
eksponensial, n: jumlah generasi

10. Bagaimana Prosedur kerja dan rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah
mikroba?
Cawan petri hasil penanaman mikroba, pada salah satu sisinya dibagi menjadi 4
kuadran menggunakan spidol. Kemudian dihitung jumlah mikroba yang ada pada setiap
kuadran dengan kisaran 30-300 jumlah mikroba. Setelah didapatkan hasil masing-
masing jumlah mikroba pada setiap kuadran, maka disubstitusikan ke dalam rumus :

Koloni = ∑ Koloni/cawan  x 1/fp  x ∑1/ Inokulum

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perhitungan Mikroba ?


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan mikroba, seperti faktor
pengenceran dan metode inokulasi. Faktor pengenceran mempengaruhi perhitungan
mikroba karena semakin tinggi pengenceran suatu suspensi maka jumlah bakteri yang
dikandungnya akan semakin sedikit. Metode inokulasi juga mempengaruhi perhitungan
mikroba, pada teknik spread plate dan pour plate jumlah mikroba memiliki perbedaan
mikroba lebih banyak tumbuh pada media spread plate daripada pour plate. Hal tersebut
disebabkan karena adanya sistem aerasi. Metode sebar (spread plate) mendapatkan
udara yang lebih banyak daripada metode pour plate yang sampelnya ada di bawah
media.  Teknik Spread Plate dan Pour plate juga mempengaruhi perhitungan jumlah
mikroba karena pada metode spread plate, suspensi mikroba disebar menggunakan
hockey stick sehingga mikroba pada permukaan agar menyebar dan menghasilkan
mikroba yang mempunyai koloni yang banyak dibandingkan dengan metode pour plate
yang dituang sehingga menghasilkan mikroba yang memiliki koloni besar. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Fardiaz (2001), yang menyatakan bahwa salah satu yang
mempengaruhi perhitungan mikroba ialah pengenceran, dimana pengenceran yang
terlalu tinggi menyebabkan koloni tidak muncul, sedangkan pengenceran yang terlalu
rendah menyebabkan koloni muncul terlalu banyak.
Apakah Pernah Melakukan Perhitungan Jumlah Mikroba? bagaimana hasilnya?
Berdasarkan hasil percobaan perhitungan mikroba pada susu basi dengan
metode Total Plate Count (TPC) diperoleh hasil pertumbuhan mikroba pada cawan petri
secara spread plate yaitu 7,4 x 105 CFU/ml mikroba dan metode pour plate yaitu 5,4 x
105 CFU/ml mikroba. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa mikroba memenuhi syarat
untuk dihitung berdasarkan satuan colony forming unit  (CFU ) karena jumlah koloni
mikroba berada diantara 30-300 µ. Mikroba lebih banyak tumbuh pada media spread
plate daripada pour plate. Hal tersebut disebabkan karena adanya sistem aerasi. Metode
sebar (spread plate) mendapatkan udara yang lebih banyak daripada metode pour
plate yang sampelnya ada di bawah media. Metode spread plate dengan menyebarkan
suspensi mikroba lebih banyak menumbuhkan mikroba dibandingkan dengan pour
plate karena penyebaran pada metode spead plate menghasilkan koloni yang banyak
dan metode pour plate yang dituang  menghasilkan koloni besar. Jumlah Mikroba yang
tumbuh juga dipengaruhi oleh faktor pengenceran dari masing-masing media. Semakin
banyak dilakukan pengenceran semakin mudah didapatkan koloni terpisah atau tunggal
dalam media. Hal ini sesuai dengan Hadioetomo (2001), yang menyatakan bahwa
perhitungan jumlah mikroba sering kali menggunakan pengenceran. Namun
pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah
mikroba yang umumnya relatif rendah, sedangkan pengenceran terlalu rendah
menghasilkan lempengan agar dengan jumlah mikroba yang umumnya relatif tinggi.
12. $ikroba umumnya menyukai pH netral (pH *+. Beberapa bakteridapat hidup pada
pH tinggi (medium alkalin+. 6ontohnya adalah
bakterin i t r a t ,   r h i 4 o b i a ,   a " t i n o m y " e t e s ,   d a n   b a k t e r i   p e n g g u n a   u r e a .   H
a n y a  beberapa bakteri yang bersifat toleran terhadap kemasaman, misalnya
  Lactobacilli, Acetobacter,
d a n
Sarcina  ventriculi
. B a k t e r i y a n g b e r s i f a t asidofil misalnya
Thiobacillus.
:amur umumnya dapat hidup pada
kisaran pH rendah. Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 0 maka pertumbuhan didom
inasi oleh 'amur, tetapi apabila pH media  maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri.
Berdasarkan pH-nya mikroba dapatdikelompokkan men'adi % yaitu9a. $ikroba asidofil, adalah
kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH1,-
0,, b. $ikroba mesofil (neutrofil+, adalah kelompok mikroba yang dapathidup pada pH 0,0-
,.". $ikroba alkalifil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH ,  -
2 , 0 .   6 o n t o h   p H   m i n i m u m ,   o p t i m u m ,   d a n   m a k s i m u m   u n t u k    beberapa 'eni
s bakteri adalah sebagai berikut menurut (;aluyo, 10+dalam buku ber'udul mikrobiologi
pangan

13. Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain :

1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik


(handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). Rumah
sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar ruangan pelayanan pasien secara
merata.
2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.
3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua


telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

14. kasus infeksi


15.host agen
A. Determinan Intrinsik Penyakit
Determinan Faktor Intrinsik pada Penyakit erat hubungan dengan Segitiga Epidemiologi yang
dikemukakan oleh Gordon dan La Richt (1950) dalam Timreck (2004), yang menyebutkan
bahwa timbul atu tidaknya penyakit pada organisme dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu host,
agent dan environment. Gordon dan La Richt mengemukakan bahwa :

a.Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan host


(organisme hidup)
b.Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host
(baik individu maupun kelompok)
c.Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami pada lingkungan (lingkungan sosial, fisik,
ekonomi dan biologis
1. Determinan agen
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis. kadang-kadang, untuk
penyakit tertentu, penyebabnya tidak diketahui seperti penyakit ulkus peptiku, coronaryheart
diseases, dan lain-lain. Menurut Bustan (2006), Agen penyakit dapat diklasifikasikan menjadi
lima kelompok yaitu:

1.Agen Biologis
Virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa, dan metazoan.
2.Agen Nutrisi
Protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air.
3.Agen Fisik
Panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan.
4.Agen Kimiawi
Dapat bersifat endogenous seperti asidosis, diabetes (hiperglikimia), uremia, dan
eksogenous seperti zat kimia, allergen, gas, debu, dan lain-lain.
5.Agen Mekanis
Gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
1.1Agen
Proses Perjalanan suatu penyakit bermula dari adanya gangguan keseimbangan antara agen
penyakit, host dan lingkungan, sehingga menimbulkan gejala penyakit. Agen penyakit
merupakan faktor awal proses terjadinya penyakit, sehingga faktor agen penyakit ini
merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari, agar setiap organisme dapat
melakukan pencegahan lebih awal terhadap timbulnya suatu penyakit.
Menurut Rajab (2009), menyebutkan bahwa ukuran yang menunjukkan kemampuan agen
penyakit untuk mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas,
(2) patogenesitas, dan (3) virulensi.
1.Infektivitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi.
Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu yang
terpapar.
2.Patogenesitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis.
Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang terinfeksi.
3.Virulensi : kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator ini
menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan (severety)
penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang mati dibagi dengan jumlah kasus klinis
1.2. Hubungan antara infeksi dengan penyakit
Menurut Bustan (2006), mengemukan bahwa Infeksi dan penyakit mempunyai hubungan
satu sama lain disebut juga sebuah proses interaksi. Proses terjadinya penyakit
disebabkan adanya interaksi antara agen yang merupakan faktor penyebab penyakit,
manusia sebagai penjamu atau lebih dikenal dengan Host, dan faktor lingkungan yang
mendukung proses interaksi.
Selanjutnya Bustan (2007), mengemukan bahwa Proses interaksi ini dapat terjadi secara
individu atau kelompok, karena adanya mikroorganisme yang kontak baik secara
langsung maupn tidak secara langsung dengan manusia sebagai penjamu yang rentan,
daya tahan tubuh yang rendah dan lingkungan yang tidak sehat yang menyebabkan sakit
pada host.
Pada sebuah penelitian tentang kesehatan anak, Mubarak, dkk (1995) mengemukakan
bahwa, Infeksi mempunyai konstribusi terhadap defisiensi energi, protein dan zat gizi
lainnya karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makan menjadi berkurang.
Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali dari kebutuhan normal karena
meningkatnya kebutuhan metabolisme basal.
Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya infeksi, penyakit klinis,
maupun kematian dari suatu penyakit tergantung dari berbagai determinan, baik intrinsik
maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi penjamu maupun agen kausal. Tergantung
tingkat kerentanan (atau imunitas), individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen
kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami
perubahan patologi yang ireversibel.
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.
Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan
sel (cell entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan
patologis yang dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka
individu tersebut dikatakan mengalami infeksi.
1.3. Metode Transmisi/Penularan Agen Penyakit
Ketiga faktor ( Host, Agen dan Lingkungan ) terus menerus dalam keadaan berinteraksi
satu sama lain. Bila interaksi seimbang terciptalah keadaan sehat, bila terjadi gangguan
kesimbangan, muncul penyakit.
Menurut Chandra (2009), mengemukakan bahwa masuknya agent (bibit penyakit) yang
dapat menimbulkan penyakit pada host disebabkan oleh agent melalui beberapa macam
jalur penularan, sebagai berikut :
1.Inhalasi :
Yaitu masuknya agent dengan perantaraan udara (air borne transmission).
Misalnya, terhirup zat-zat kimia berupa gas, uap, debu, mineral, partikel (golongan
a-biotik) atau berupa kontak dengan penderita TB (golongan biotik).
2.Ditelan :
Yaitu masuknya agent melalui saluran pencernaan dengan cara memakan atau
tertelan. Misalnya minuman keras, obat-obatan, keracunan logam berat.
3.Melalui Kulit :
Yaitu masuknya agent melalui kontak langsung dengan kulit. Misalnya keracunan
oleh bahan kosmetika tumbuh-tumbuhan dan binatang.
2. Determinan Host
Menurut Rajab (2009), dijelaskan bahwa faktor pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat
pada manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit. Host erat
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan manusia makhluk sosial sehingga
manusia dalam hidupnya mempunyai dua keadaan dalam timbulnya suatu penyakit yaitu
manusia kemungkinan terpajan dan kemungkinan rentan/resisten.

Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam proses kejadian penyakit pada pejamu
(host) adalah sebagai berikut :

1.Faktor Keturunan. Ada beberapa penyakit keturunan yang dapat ditularkan dari kedua
orang tua (misalnya penyakit asma dan diabetes mellitus).
2.Mekanisme Kekebalan Tubuh/Imunitas. Daya tahan tubuh seseorang tidaklah sama,
namun faktor imunitas sangat berperan dalam proses terjadinya penyakit. Imunitas dibagi
dalam beberapa kategori, yaitu : Imunitas alamiah, Imunitas didapat dan Kekebalan
kelompok.
3.Usia
4.Jenis Kelamin
5.Ras
6.Sosial ekonomi
7.Status Perkawinan
8.Penyakit Terdahulu
9.Nutrisi.
B. Determinan Ekstrinsik Penyakit

Determinan Faktor Ekstrinsik pada Penyakit adalah faktor ketiga atau semua faktor luar dari
suatu individuyang dapat berupa lingkungan fisik, biologik dan sosial sebagai penunjang
terjadinya penyakit. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik.

1. Iklim

Penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Menurut Brisbois,
dkk (2010), menyebutkan bahwa Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap faktor iklim,
khususnya suhu, curah hujan, kelembaban, permukaan air, dan angin.2 Begitu juga dalam hal
distribusi dan kelimpahan dari organisme vektor dan host intermediate. Penyakit yang tersebar
melalui vektor (vector borne disease) seperti malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu
diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini akan makinmeningkat dengan perubahan iklim.
Di banyak negara tropis penyakit ini merupakan penyebab kematian utama.

Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena agen penyakit baik virus, bakteri
atau parasit, dan vekor bersifat sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan
ambien lainnya. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa penyakit yang ditularkan melalui
nyamuk seperti DBD berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat. (Sitorus, 2003)

2. Tanah
Tanah adalah merupakan lingkungan biologis semua makluk hidup yang berada disekitar
manusia yaitu flora dan fauna, termasuk juga manusia. Misalnya, wilayah dengan flora yang
berbeda akan mempunyai pola penyakit yang berbeda. Faktor ini adalah faktor yang baik untuk
tumbuh dan berkembangnya bakteri dan virus sebagai penyebab sakit.

3. Peran Manusia

Tahap ini digambarkan sebagai interaksi manusia dengan lingkungan, dimana suatu keadaan
terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungannya dan terjadi pada saat pra-
patogenesis (Periode sebelum manusia sakit terdapat interaksi antara faktor-faktor host, agent
dan environment yang berlangsung terus menerus) suatu penyakit, misalnya udara dingin, hujan
dan kebiasaan membuat/menyediakan makanan. Akibatnya faktor tersebut akan mempengaruhi
agen penyakit, host dan lingkungan secara serentak, sehingga akan mempengaruhi agen penyakit
untuk masuk ke dalam tubuh manusia, misalnya pencemaran air sumur oleh kotoran manusia
yang akan menyebabkan muntaber (Rajab, 2009).

C. GAMBARAN KEJADIAN PENYAKIT PADA POPULASI

Perkembangan alamiah suatu penyakit penting artinya untuk menggambarkan perjalanan suatu
penyakit, terutama yang berkaitan dengan perkembangan penyakit yang berhubungan dengan
keadaan waktu, tempat, dan orang. Maka akan dapat dilakukan berbagai upaya untuk mencegah
atau menghentikan perjalanan penyakit tersebut.
Semua individu yang berisiko terhadap penyakit/kejadian yang diteliti di dalam suatu kelompok
yang diteliti. Contohnya untuk mengukur kejadian penyakit mastitis, population at risk adalah
sapi betina produktif, sedangkan sapi jantan, pedet dan sapi betina yang tidak produktif tidak
termasuk ke dalamnya karena tidak berisiko terkena mastitis.
Dengan mengetahui faktor – faktor resiko yang dilakukan dalam penyelidikan epidemiologi,
maka dapat direncanakan program pengembangan pemberantasan penyakit dan usaha–usaha
penaggulangan masalah kesehatan secara keseluruhan.
1. Diagnosis Penyakit

Dewasa ini berkembang berbagai macam gangguan kesehatan atau penyakit, baik penyakit
menular maupun penyakit tidak menular. Misalnya saja penyakit menular. Penyakit menular
dapat saja menjadi kejadian luar biasa atau wabah dalam suatu masyarakat di suatu daerah
karena banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran atau penularan suatu
penyakit sehingga menjadi suatu kejadian luar biasa. Adanya kejadian luar biasa menjadikan
banyak dinas kesehatan di berbagai daerah kewalahan dalam menghadapi hal ini. Oleh sebab itu
diadakanlah suatu penyelidikan dan pengumpulan data dengan berbagai tujuan yang dapat
diperoleh dan dapat menyelesaikan fenomena yang dihadapi.
Diagnosis penyakit dilakukan untuk mendeteksi suatu penyakit, untuk memberikan gambaran
menyeluruh tentang penyakit yang ada di masyarakat, agar masyarakat dapat segera diobati dan
tidak menjadi kronis apalagi menular (Chandra, 2009)
Pengetahuan tentang diagnosis penyakit tersebut pada sebuah populasi berguna untuk
menciptakan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, kultural, politik, yang dapat meningkatkah status
kesehatan dan kesejahteraan populasi secara keseluruhan.
2. Distribusi kejadian penyakit pada waktu dan daerah tertentu

Distribusi penyakit adalah penyebaran penyakit pada sebuah populasi atau daerah tertentu.
Distribusi penyebaran penyakit ini harus dianalisa secara seksama tentang siapa yang terjangkit,
kapan terjadinya dan dimana terjadinya penyakit tersebut (Rajab, 2009).

Selanjutnya, Rajab, 2009 menggambarkan bahwa seseorang dapat sakit atau terjangkit suatu
penyakit sengaja atau tidak sengaja mengadakan penyakit. Proses ini melalui tahapan. Dalam
proses ini terdapat enam komponen yang dapat menimbulkan terjadinya penyakit, yaitu :

1.
2. Penyebab penyakit. Bibit penyakit yang dapat menyebabkan penyakit disebut patogen.
3. Reservoar dari agen penyebab adalah habitat normal tempat agen penyakit hidup, tumbuh
dan berkembang biak.
4. Cara keluarnya penyebab penyakit dari penjamu (melalui saluran nafas, saluran kemih,
pencernaan, kulit dan transplansental)
5. Cara penularan agen ke pejamu baru melalui metode kontak langsung dan droplet (tetes
ludah) dan metode tidak langsung, yaitu melalui perantara (seperti nyamuk).
6. Tempat masuk ke dalam pejamu umum sama antara tempat masuk dan keluarnya.
7. Kerentanan/kepekaan pejamu. Faktor imunitas, faktor ketahanan tubuh, malnutrisi, dan
sistem imunologi.

16. transfer agen droplet


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit
saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit
yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan
faktor pejamu. Namun demikian, di dalam pedoman ini, ISPA didefinisikan sebagai penyakit
saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke
manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak
napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA yang
dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus,
paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndromeassociated coronavirus (SARS-
CoV), dan virus Influenza.
17. tikus sapi termasuk reservoir jenis apa
Tikus dikenal sebagai inang reservoir untuk sejumlah penyakit zoonosis. Tikus Norwegia
ditemukan terinfeksi spirochetes penyakit Lyme . [13] Di Meksiko, tikus dikenal sebagai
pembawa Trypanosoma cruzi , yang menyebabkan penyakit Chagas. [14]
Tikus
Tikus putih ( Peromyscus leucopus ) adalah salah satu reservoir hewan paling penting untuk
penyakit Lyme spirochete ( Borrelia burgdorferi ). [15] Tikus rusa berfungsi sebagai inang
reservoir untuk virus Sin Nombre , yang menyebabkan Hantavirus Pulmonary Syndrome
(HPS). [16]
Dalam ekologi dan epidemiologi penyakit infeksi , reservoir alami , juga dikenal
sebagai reservoir penyakit atau reservoir infeksi , adalah populasi organisme atau
lingkungan spesifik di mana patogen infeksius secara alami hidup dan bereproduksi, atau
di mana patogen terutama bergantung untuk kelangsungan hidupnya. Reservoir
biasanya merupakan inang yang hidup dari spesies tertentu, seperti hewan atau tanaman,
di dalamnya patogen bertahan hidup, seringkali (meskipun tidak selalu) tanpa
menyebabkan penyakit pada reservoir itu sendiri. Dengan beberapa definisi reservoir
mungkin juga merupakan lingkungan di luar organisme, seperti volume udara atau air
yang terkontaminasi. [1] 

Sapi reservoir alami

18. penyakit hiv tdk menular melalui Virus HIV tidak dapat menular melalui udara, air,
ataupun gigitan serangga (seperti nyamuk, dan sebagainya). Penularan HIV juga tidak
dapat ditularkan melalui saliva, keringat, maupun air mata penderita, kecuali jika saliva,
keringat, dan air mata penderita bercampur dengan darah penderita.
Beberapa metode penularan HIV yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

 Hubungan seks
Penularan dengan melakukan hubungan seksual dapat terjadi dari pria ke wanita
atau sebaliknya, serta pada sesama jenis kelamin melalui hubungan seksual
yang berisiko. Penularan HIV dapat terjadi saat hubungan seks melalui vagina,
anal, maupun seks oral dengan pasangan yang terinfeksi HIV. Salah satu cara
terbaik untuk mencegah penularan HIV adalah menggunakan kondom saat
berhubungan seks dan tidak berganti-ganti pasangan seksual.

 Penggunaan jarum suntik


HIV dapat ditularkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah
yang terinfeksi. Berbagi pakai jarum suntik atau menggunakan jarum suntik
bekas, membuat seseorang memiliki risiko sangat tinggi tertular penyakit,
termasuk HIV.

 Selama kehamilan, persalinan atau menyusui


Seorang ibu yang terinfeksi HIV dan mengandung atau menyusui berisiko tinggi
untuk menularkan HIV kepada bayinya. Penting untuk berkonsultasi dengan
dokter agar dapat dilakukan pemeriksaan dan pengobatan HIV selama
kehamilan, guna menurunkan risiko penularan HIV pada bayi.

 Transfusi Darah
Dalam sebagian kasus, penularan HIV juga bisa disebabkan oleh transfusi
darah. Namun, kejadian ini semakin jarang terjadi karena kini diterapkan uji
kelayakan donor, termasuk donor darah, organ ataupun donor jaringan tubuh.
Dengan pengujian yang layak, penerima donor darah memiliki risiko yang rendah
untuk terinfeksi HIV.

19. prinsip hiv three ones


Human imunodefisiensi virus (HIV) ditularkan melalui kontak langsung antara membran
mukosa atau aliran darah dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah,
sperma, cairan vagina, atau air susu ibu. Menurut penjelasan dr.Ekarini Aryasatiani,
Sp.OG, dari RSUD Tarakan Jakarta Pusat, secara umum ada 4 prinsip penularan HIV,
yakni:
1. Exit. Ini berarti virus harus keluar dari tubuh orang yang terinfeksi, baik melalui
hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi.
2. Survive. Untuk dapat menularkan HIV, virus harus bisa bertahan hidup di luar tubuh.
"Virus ini tidak bisa bertahan lama di luar tubuh. Untuk peralatan kedokteran yang
dipakai dan menyentuh darah pasien positif HIV biasanya direndam dalam larutan klorin
0,5 persen virusnya akan mati," paparnya.
3. Sufficient. Hal ini berarti jumlah virusnya harus cukup untuk dapat menginfeksi. "Jika
virusnya hanya sedikit tidak akan berpengaruh. Karena itu jangan percaya dengan
orang yang menakut-nakuti ada tusuk gigi atau jarum di tempat umum yang berasal dari
orang positif HIV, selain jumlah virusnya sangat sedikit, pasti virusnya juga sudah mati,"
paparnya.
4. Enter. Berarti virusnya harus masuk ke tubuh orang lain melalui aliran darah. Hal ini
berarti melalui pertukaran darah antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin atau
menyusui, hubungan seksual, baik anal atau vaginal, serta alat tusuk tidak steril yang
menembus kulit. Hubungan seksual yang berpotensi menularkan HIV berlaku bagi
semua pasangan apabila salah satunya positif mengidap HIV, baik pasangan
homoseksual, heteroseksual, mau pun biseksual, baik di dalam atau di luar perkawinan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Prinsip Penularan


HIV", https://sains.kompas.com/read/2011/12/01/11380924/4.prinsip.penularan.hiv.
20. faktor yg mempengaruhi pertumbuhan mikroba terhadap faktor fisik Faktor Intrinsik

Sifat-sifat fisik, kimia dan struktur produk perikanan yang mempengaruhi populasi


dan pertumbuhan mikroorganisme disebut faktor intrinsik. Faktor-faktor tersebut
terdiri dari: pH, aktivitas air (aw), potensi oksidasi-reduksi (EM), kandungan nutrisi,
senyawa antimikroba, dan struktur biologi.

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jasad Renik

Mikroorganisme yang terdapat pada produk perikanan dapat berasal dari berbagai
sumber seperti tanah, air permukaan, debu, saluran pencernaan manusia dan hewan,
saluran pernafasan manusia dan hewan, dan lingkungan tempat pemeliharaan/
budidaya, persiapan, penyimpanan atau pengolahan. Beberapa parameter yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada produk perikanan menentukan
apakah suatu mikroorganisme dapat tetap dorman, mati, atau hidup subur sehingga
menjadi dominan pada produk perikanan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah dan jenis mikroorganisme pada produk perikanan dapat dibedakan atas dua
faktor utama, yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik.
 
4.3.1 Faktor Intrinsik
Sifat-sifat fisik, kimia dan struktur produk perikanan yang mempengaruhi populasi dan
pertumbuhan mikroorganisme disebut faktor intrinsik. Faktor-faktor tersebut terdiri dari:
pH, aktivitas air (aw), potensi oksidasi-reduksi (EM), kandungan nutrisi, senyawa
antimikroba, dan struktur biologi.

 Nilai pH

Kebanyakan mikroorganisme tumbuh baik pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan hanya
beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0. Bakteri mempunyai kisaran pH
pertumbuhan yang lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir. Sebagai
contoh, kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4.0 dan di atas 8.0,
sedangkan kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5-2.0 sampai 11.0, dan
khamir mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5 sampai 8.0-8.5. Oleh karena itu produk
perikanan yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit
jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh.
Nilai pH atau keasaman produk perikanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat pada
produk perikanan tersebut. Asam di dalam produk perikanan mungkin terbentuk selama
fermentasi, misalnya pada kecap ikan, dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang
terdapat pada produk perikanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa Laktobasili dapat
tumbuh pada pH yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada produk perikanan
tersebut berupa asam sitrat, HCl, asam fosforat atau asam tartarat, dibandingkan jika
asam yang terdapat pada produk perikanan tersebut berupa asam asetat atau asam
laktat.
 
 
 

 Aktivitas air (aw)

Semua mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Air berperan dalam


reaksi metabolism dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi atau limbah
ke dalam dan keluar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair dan
apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara
kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh
mikroorganisme. Jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan dikenal
sebagai aktivitas air. Air murni mempunyai nilai a w 1.0. Jenis mikroorganisme yang
berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.
Nilai aw kebanyakan produk perikanan segar adalah di atas 0.99. Kebanyakan bakteri,
pembusuk tidak dapat tumbuh pada aw di bawah 0.91, sedangkan kebanyakan khamir
pembusuk tidak dapat tumbuh pada aw di bawah 0.88, dan kebanyakan kapang
pembusuk tidak dapat tumbuh pada aw di bawah 0.80. Bakteri pathogen yang dapat
tumbuh pada aw relatif rendah adalah Staphylococcus aureus, yang dapat tumbuh
sampai aw 0.86, sedangkan Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh pada aw di bawah
0.95. Bakteri yang dapat tumbuh pada aw paling rendah adalah bakteri halofilik, yaitu
sampai aw 0.75, sedangkan kapang xerofilik dapat tumbuh sampai a w 0.65, dan khamir
osmofilik dapat tumbuh sampai aw 0.60. Minimum aktivitas air dari beberapa kelompok
mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 4.
 
Tabel 4. Aktivitas air (aw) dari beberapa kelompok mikroorganisme
Kelompok mikroorganisme aw minimum
Kebanyakan bakteri gram negatif 0.97
Kebanyakan bakteri gram positif 0.90
Kebanyakan khamir 0.88
Kebanyakan jamur berfilamen 0.80
Bakteri halofilik 0.75
Bakteri xerofilik 0.61
 
Larutan garam dan gula yang pekat dapat mengakibatkan tekanan osmotik pada sel
mikroorganisme dengan menyerap keluar air dari dalam sel dan menyebabkan sel
kekurangan air dan mati. Beberapa jenis mikroorganisme dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan tersebut yaitu dengan adanya tekanan osmotik eksternal yang tinggi
dalam beberapa hal tertentu, dan keadaaan semacam itu yang diinginkan. Beberapa
jenis bakteris, khamir dan kapang dapat tahan serta tumbuh pada larutan gula yang
sangat pekat dan umumnya dikenal sebagai organisme osmofilik. Keadaan yang sama
pada beberapa jenis mikroorganisme yang tahan dalam lingkungan berkadar garam
cukup tinggi yang disebut dengan organisme halofilik. Jenis-jenis yang tahan tekanan
osmotik ini dapat berperan secara nyata dalam pembusukan bahan pangan.
 

 Potensi Oksidasi-Reduksi (O/R, Eh)

Potensi redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu indeks dari tingkat oksidasinya.
Potensial redoks ini berhubungan dengan: a) komposisi kimia dari bahan pangan
(konsentrasi dari zat pereduksi seperti kelompok sulfihidril dalam protein, asam
askorbat, gula pereduksi, oksidasi, tingkat kation dan sebagainya; b) tekanan parsial
oksigen yang terjadi selama penyimpanan.
Mikroorganisme berbeda dalam sensitivitasnya terhadap potensi oksidasi reduksi dari
medium pertumbuhannya. Potensi O/R dari substrat menunjukkan kemampuan substrat
untuk melepaskan elektron (teroksidasi) atau menerima elektron (tereduksi). Potensi
O/R suatu sistem diberi simbol Eh. Mikroorganisme aerobik memerlukan nilai, Eh positif
(teroksidasi), dengan dugaan bahwa pengaruh kecil terhadap komposisi bahan pangan,
permukaan bahan pangan tersebut akan membantu pertumbuhan spesies gram negatif
berbentuk batang yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas pada permukaan ikan
dan daging. Mikroorganisme anaerobik memerlukan nilai Eh negatif (tereduksi).
Komponen-komponen yang menyebabkan kondisi, tereduksi (keadaan anaerobik) pada
produk perikanan terutama adalah grup sulfhidril (-SH) di dalam daging ikan seperti
jenis-jenis dari Enterobacteriaceae atau Clostridium sp. Selain itu tekanan oksigen di
atmosfer yang terdapat di sekitar produk perikanan juga mempengaruhi potensi O/R.
Kemasan bahan pangan secara vakum juga akan membantu perkembangan
mikroorganisme anaerobik dan fakultatif anaerobik, walaupun karbohidrat yang
dibebaskan oleh pertumbuhan awal mikroorganisme dalam bahan pangan tersebut
dapat mempunyai pengaruh tertentu pada perkembangan spesies.
Beberapa bakteri aerobik tumbuh lebih baik pada kondisi tereduksi, dan bakteri
semacam ini disebut bakteri mikroaerofilik. Beberapa contoh bakteri mikroaerofilik
misalnya Laktobasili dan Streptokoki. Beberapa bakteri mempunyai kemampuan untuk
tumbuh pada keadaan aerobik maupun anaerobik dan disebut anaerob fakultatif.
Kebanyakan kapang dan khamir yang tumbuh pada produk perikanan bersifat aerobik,
dan hanya beberapa yang bersifat anaerobik fakultatif.
 

 Kandungan Nutrisi

Untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, mikroorganisme membutuhkan


suplai makanan yang akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsur-unsur kimia
dasar untuk pertumbuhan sel (seperti: karbon, hydrogen, oksigen, sulfur, fosfor,
magnesium, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya). Karbon dan sumber energi
untuk hamper semua mikroorganisme yang berhubungan dengan bahan pangan dapat
diperoleh dari jenis gula karohidrat sederhana seperti glukosa. Komponen-komponen
lain yang dibutuhkan mikroorganisme adalah: air, sumber energi, sumber nitrogen,
vitamin dan faktor pertumbuhan lainnya, serta mineral.
Dari kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan, kapang mempunyai kebutuhan nutrien
yang paling minimal, diikuti dengan khamir, kemudian bakteri gram negatif, sedangkan
bakteri gram positif mempunyai kebutuhan nutrien yang paling tinggi. Sebagai sumber
energi, mikroorganisme yang ada di produk perikanan dapat menggunakan berbagai
gula, alkohol, dan asam amino. Beberapa mikroorganisme dapat menggunakan sumber
karbohidrat yang lebih kompleks seperti pati dan selulosa, dengan terlebih dahulu
memecahnya menjadi unit-unit gula sederhana. Lemak juga dapat digunakan oleh
beberapa mikroorganisme tertentu sebagai sumber energi.
Sumber nitrogen utama bagi mikroorganisme heterotrofik adalah asam amino. Sebagai
senyawa sumber nitrogen juga dapat digunakan oleh berbagai mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme dapat menggunakan nukleotida dan asam amino bebas,
sedangkan mikroorganisme lainnya dapat menggunakan peptida dan protein. Pada
umumnya mikroorganisma akan menggunakan senyawa yang paling sederhana
terlebih dahulu, yaitu asam amino, sebelum menggunakan senyawa yang lebih
kompleks seperti protein.
Mikroorganisme mungkin membutuhkan vitamin B dalam jumlah kecil. Pada umumnya
bakteri gram positif mempunyai kemampuan paling rendah dalam mensintesa vitamin,
sedangkan bakteri gram negatif dan kapang dapat mensintesa hampir semua faktor
pertumbuhan yang dibutuhkan, oleh karena itu kedua grup mikroorganisme tersebut
sering ditemukan tumbuh pada produk- produk perikanan yang mempunyai kandungan
vitamin B rendah.
 

 Senyawa Antimikroba

Ketahanan produk perikanan terhadap serangan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh


adanya senyawa-senyawa antimikroba yang terdapat secara alamiah di dalam produk
perikanan tersebut. Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui
salah satu dari beberapa cara yaitu:
 Terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan
 Ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
 Terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama
fermentasi makanan

 
Beberapa kapang dan bakteri dapat merusak komponen fenol yang terbentuk dalam
pengasapan daging atau ikan, atau merusak asam benzoat yang ditambahkan ke
dalam makanan. Sulfur dioksida yang bersifat antimikroba dapat dirusak oleh beberapa
khamir yang tahan dan bakteri yang tergolong laktobasili dapat mengakibatkan
inaktifasi nisin. Pemanasan makanan dapat mengakibatkan terbentuknya komponen
antimkroba, misalnya pemanasan lipid mengakiatkan otooksidasi sehingga terbentuk
komponen yang mempunyai sifat antimikroba. Secara rinci masih belum terungkap
senyawa antimikroba yang secara alamiah didapat dalam produk perikanan.
 

 Struktur Biologi

Beberapa produk perikanan mempunyai struktur spesifik yang melindunginya terhadap


masuknya organisme pembusuk dan proses pembusukan selanjutnya. Contoh struktur
tersebut misalnya kulit pada ikan dan hewan, dan sebagainya. Selain itu tekstur produk
perikanan juga mempengaruhi kecepatan pembusukan oleh organisme pembusuk.
Sebagai contoh, ikan lebih cepat mengalami kerusakan dan kebusukan dibandingkan
dengan daging sapi karena ikan mempunyai struktur yang lebih lembut dan lunak
dibandingkan dengan daging sapi. Lapisan kitin dari udang memiliki senyawa aktif yang
dapat digunakan sebagai bahan fungsional.
 
4.3.2 Faktor Intrinsik
Faktor ekstrinsik adalah kondisi lingkungan penyimpanan yang mempengaruhi produk
perikanan dan mikroorganisme. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme pada produk perikanan terutama adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relatif lingkungan, dan susunan gas di lingkungan tempat penyimpanan.

 Suhu

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas


tiga kelompok, yaitu:

1. Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°– 30°C,
dengan suhu optimum 15°C.

Beberapa bakteri yang memiliki sifat psikrofilik seperti bakteri Aeromonas


hydrophila, Clostridium botulinum tipe E, Listeria monocytogenes, Yersinia
enterocolitica, dan beberapa Enteropatogen seperti E.coli.
1. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55°C,
dengan suhu optimum 25° – 40°C.
2. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara 40°
– 75°C, dengan suhu optimum 25° – 40°C. Pada tahun 1967 di Yellow Stone
Park ditemukan bakteri yang hidup dalam sumber air panas bersuhu 93° – 94°C.

 
 
 

 Kelembaban Relatif

Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban yang cukup tinggi, kira-kira 85%.
Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti,
misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan. Kelembaban relatif (RH)
lingkungan tempat penyimpanan mempengaruhi a w di dalam produk perikanan dan
pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan produk perikanan. Produk perikanan
dengan aw rendah akan menyerap air jika disimpan di dalam lingkungan dengan RH
tinggi. Demikian juga sebaliknya, produk perikanan dengan a w tinggi akan kehilangan
air jika disimpan di dalam ruangan dengan RH rendah.
Penyimpanan produk perikanan di dalam ruangan dengan RH rendah dapat mencegah
kebusukan oleh mikroorganisme, akan tetapi pada RH yang rendah produk perikanan
juga akan kehilangan sebagian airnya sehingga mengerut dan menurunkan mutu
produk perikanan. Dalam memilih RH lingkungan yang tepat, perlu diperhatikan
kemungkinan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan tetap mempertahankan
mutu produk perikanan yang disimpan.
 

 Susunan Gas Atmosfer

Penyimpanan produk perikanan di dalam ruangan dengan konsentrasi CO 2 dinaikkan


ternyata dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Cara penyimpanan ini disebut
"controlled atmosphere storage (CA storage), dimana CO2 ditambahkan ke dalam
ruangan dari sumber mekanis atau menggunakan es kering (CO 2 padat). Selain CO2,
ozon (O3) juga mempunyai efek mengawetkan terhadap beberapa produk perikanan.
Dengan konsentrasi beberapa ppm, ozon terbukti dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk. Karena ozon merupakan suatu senyawa pengoksidasi
kuat, maka ozon tidak dapat digunakan untuk mengawetkan produk perikanan yang
mempunyai kandungan lipid tinggi karena akan menyebabkan ketengikan pada produk
perikanan tersebut.
Jumlah dan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada produk perikanan sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya oksigen di sekelilingnya. Salah satu contoh pengaruh
oksigen terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada produk perikanan dapat dilihat
pada Gambar 36) yang menunjukkan kelompok bakteri yang tumbuh pada karkas
daging yang disimpan pada suhu rendah dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Daging
ikan yang disimpan pada suhu rendah biasanya banyak terkontaminasi oleh bakteri
gram negatif yang bersifat psikrofil. Pada kondisi penyimpanan aerobik, bakteri
predominan pada karkas daging yang disimpan pada suhu rendah (lemari es) adalah
bakteri gram negatif berbentuk batang dan pembentuk lendir, sedangkan persentase
bakteri gram positif menurun selama beberapa jam penyimpanan. Sebaliknya, pada
daging yang dipak secara vakum (kondisi anaerobik) dan disimpan pada suhu
penyimpanan yang sama, bakteri yang predominan adalah bakteri gram positif yang
bersifat anaerobik fakultatif dan menyebabkan keasaman atau penurunan pH daging
ikan. Selama penyimpanan vakum jumlah bakteri gram negatif pada daging ikan
menurun.
 
Gambar 36. Komposisi mikroba pada daging ikan yang disimpan pada
suhu rendah dalam keadaan (a) aerobik, dan (b) anaerobic
 

 Cahaya

Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya


merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat
menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat
pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat
digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.

21Kimia adalah cabang dari ilmu fisik yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, dan
perubahan materi.[1][2] Ilmu kimia meliputi topik-topik seperti sifat-sifat atom, cara atom
membentuk ikatan kimia untuk menghasilkan senyawa kimia, interaksi zat-zat melalui gaya
antarmolekul yang menghasilkan sifat-sifat umum dari materi, dan interaksi antar zat melalui reaksi
kimia untuk membentuk zat-zat yang berbeda.
Kimia kadang-kadang disebut sebagai ilmu pengetahuan pusat karena menjembatani ilmu-ilmu
pengetahuan alam, termasuk fisika, geologi, dan biologi.[3][4][5]
Para ahli berbeda pendapat mengenai etimologi dari kata  kimia. Sejarah kimia dapat ditelusuri
kembali sampai pada alkimia, yang sudah dipraktikkan selama beberapa milenia di berbagai
belahan dunia.

22APD
Berikut ini adalah beberapa jenis APD yang umumnya digunakan para tenaga medis
dalam menangani ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan),
pasien suspect (terduga positif), maupun sudah terbukti positif COVID-19:
1. Masker
Ada 2 jenis masker yang umumnya digunakan sebagai APD dalam penanganan pasien
COVID-19 atau orang yang dicurigai terinfeksi virus Corona, yaitu masker bedah dan
masker N95.
Masker bedah merupakan masker penutup wajah yang terdiri dari 3 lapisan bahan yang
digunakan sekali pakai. Masker ini dinilai efektif untuk mencegah masuknya virus
Corona melalui mulut atau hidung, ketika ada percikan ludah penderita COVID-19 saat
ia batuk, bersin, atau bicara.
Masker yang lebih efektif untuk mencegah virus Corona adalah masker N95. Masker ini
terbuat dari bahan polyurethane dan polypropylene yang mampu menyaring hampir
95% partikel berukuran kecil. Masker N95 memiliki bentuk yang dapat menutup area
mulut dan hidung dengan lebih rapat, bila ukurannya sesuai.
Namun, perlu Anda ketahui bahwa masker N95 hanya diperuntukkan bagi tenaga
medis yang sedang menangani pasien dengan penyakit menular tertentu, termasuk
pasien COVID-19.
Untuk mengurangi risiko penularan dan mencegah penularan kepada orang lain,
pemerintah menyarankan masyarakat yang bukan tenaga medis untuk
menggunakan masker kain.

2. Pelindung mata
Pelindung mata atau google terbuat dari bahan plastik transparan yang berfungsi untuk
melindungi mata dari paparan virus yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui mata.
Alat pelindung ini harus pas menutupi area mata, serta tidak mudah berkabut atau
mengganggu penglihatan.

3. Pelindung wajah
Sama halnya dengan pelindung mata, pelindung wajah juga terbuat dari bahan plastik
jernih dan transparan. Jenis APD ini dapat menutupi seluruh area wajah, mulai dari dahi
hingga dagu.
Bersama masker dan pelindung mata, pelindung wajah mampu melindungi area wajah
dari percikan air liur atau dahak saat pasien COVID-19 batuk atau bersin.

4. Gaun medis
Gaun medis digunakan untuk melindungi lengan dan area tubuh dari paparan virus
selama tenaga medis melakukan prosedur penanganan dan perawatan pasien.
Berdasarkan penggunaannya, terdapat dua jenis gaun medis, yaitu gaun sekali pakai
dan gaun yang bisa dipakai ulang. Gaun sekali pakai adalah gaun yang dirancang
untuk dibuang setelah satu kali pakai. Jenis gaun ini terbuat dari bahan serat sintetis,
seperti polypropylene, poliester, dan polyethylene, yang dikombinasikan dengan plastik.
Sedangkan gaun yang bisa dipakai ulang adalah gaun yang dapat digunakan lagi
setelah dicuci atau dibersihkan. Pemakaiannya bisa hingga maksimal 50 kali, selama
gaun tidak robek atau rusak. Gaun ini terbuat dari bahan katun atau poliester, atau
kombinasi keduanya.
Gaun medis juga perlu dilengkapi dengan celemek atau apron untuk melapisi bagian
luar gaun. Apron tersebut umumnya terbuat dari plastik yang tahan
terhadap disinfektan.

5. Sarung tangan medis


Sarung tangan medis digunakan untuk melindungi tangan para petugas medis dari
cairan tubuh pasien selama merawat pasien COVID-19. Sarung tangan ini idealnya
tidak mudah sobek, aman digunakan, dan ukurannya pas di tangan.
Sarung tangan yang sesuai standar penanganan COVID-19 harus terbuat bahan lateks
atau karet, polyvynil chloride (PVC), nitrile, dan polyurethane.

6. Penutup kepala
Penutup kepala berfungsi untuk melindungi kepala dan rambut para petugas medis dari
percikan air liur atau dahak pasien selama mereka merawat atau memeriksa pasien.
Penutup kepala harus terbuat dari bahan yang dapat menahan cairan, tidak mudah
robek, dan ukurannya pas di kepala. Jenis APD ini umumnya bersifat sekali pakai.

7. Sepatu pelindung
Sepatu pelindung digunakan untuk melindungi bagian kaki petugas medis dari paparan
cairan tubuh pasien COVID-19. Sepatu pelindung umumnya terbuat dari karet atau kain
yang tahan air dan harus menutup seluruh kaki hingga betis.

Prosedur Penanganan APD Bekas Pakai


Setelah selesai digunakan, APD sekali pakai maupun yang bisa dipakai ulang harus
dimasukkan ke dalam kantong plastik khusus dan dikemas secara terpisah.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan APD bekas
pakai:

 Tidak meletakkan APD bekas pakai secara sembarangan, baik di lantai atau permukaan
benda lain, seperti meja, kursi, atau loker.
 Tidak membongkar kembali APD bekas pakai yang telah dikemas dalam plastik khusus.
 Tidak mengisi kantong plastik khusus APD bekas pakai terlalu penuh.
 Bersihkan diri atau mandi setelah menggunakan APD.
Siapa Saja yang Perlu Menggunakan APD?
Penggunaan alat pelindung diri yang telah disebutkan di atas hanya untuk tenaga
medis yang merawat dan mengobati pasien terduga atau terkonfirmasi COVID-19,
terutama yang berada di rumah sakit.
Selain itu, APD tersebut juga perlu digunakan oleh petugas kebersihan yang
membersihkan ruang perawatan dan ruang isolasi pasien COVID-19 di rumah sakit.
Bagi masyarakat yang bukan tenaga medis atau petugas kebersihan di rumah sakit,
APD yang disarankan untuk digunakan hanyalah masker kain dan sarung tangan. APD
tersebut juga digunakan hanya untuk orang yang merawat orang yang sakit di rumah.
Saat bepergian ke luar rumah, Anda tidak perlu menggunakan sarung tangan. APD
yang perlu dipakai hanyalah masker kain.
Selain mengenakan masker kain, untuk melindungi diri dari COVID-19, Anda juga perlu
menerapkan physical distancing, mencuci tangan secara rutin, serta menjaga daya
tahan tubuh tetap kuat.
Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan Anda terinfeksi virus ini, Anda bisa
menggunakan fitur Cek Risiko Virus Corona yang disediakan gratis oleh ALODOKTER.
Bila Anda memiliki pertanyaan seputar COVID-19, baik gejala maupun langkah
pencegahan, jangan ragu untuk chat dokter langsung di aplikasi ALODOKTER. Anda
juga bisa membuat janji konsultasi dengan dokter di rumah sakit melalui aplikasi ini.

23. gejala khas pembeda antara endotoksin dan eksotoksin


Pada kesempatan ini kita membahas Perbedaan Endotoksin dan Eksotoksin.
Endotoksin adalah Lipopolysaccharide-protein complexes (LPS) yang bertanggung
jawab untuk membuat bagian integral dari dinding sel Bakteri Gram-Negatif dan
dilepaskan pada saat kematian sel atau lisis bakteri. Eksotoksin adalah protein yang
disekresikan oleh beberapa spesies bakteri dan menyebar ke media terdekat atau
sekitarnya. endotoksin stabil terhadap panas, imunogenik lemah, sedangkan eksotoksin
adalah panas labil, sangat antigenik.

Endotoksin diproduksi oleh bakteri Gram-negatif, sedangkan eksotoksin umumnya


diproduksi oleh Gram-positif atau sebagian oleh bakteri Gram-negatif. Mekanisme yang
mendasari melalui mana banyak bakteri patogen menghasilkan penyakit atau
kemampuan untuk menghasilkan racun dikenal sebagai Toksigenesis.

Jika kita bahas di tingkat kimia, ada dua jenis racun bakteri. Pertama yang terkait
dengan dinding sel bakteri Gram-negatif yang dikenal sebagai lipopolysaccharide,
sedangkan yang lain adalah protein, yang bertindak di situs jaringan setelah
melepaskan dari sel bakteri. Jadi, endotoksin adalah racun yang berhubungan dengan
sel, sedangkan eksotoksin adalah racun difus ekstraseluler.
Racun bakteri adalah protein yang mampu mencapai berbagai tugas. Mereka berfungsi
sebagai perangkat molekuler individu, menargetkan sel tertentu dari suatu organisme
dan menghancurkannya dengan beberapa cara. Racun dapat memicu inang dengan
berbagai cara, misalnya dengan mengaktifkan respon imun (S, aureus superantigen),
menghambat sintesis protein (toksin difteri), mengaktifkan jalur messenger sekunder
(toksin kolera) dengan merusak membran sel (E. coli hemolisin) atau bahkan oleh aksi
aktivitas metalloprotease (tetanus toksin).

Racun dapat berfungsi dalam berbagai bentuk, di antaranya Lipopolysaccharide (LPS)


dianggap sebagai endotoksin paling kuat. Dalam konten ini, kita akan membahas pon-
point penting perbedaan endotoksin dan eksotoksin dari dua racun dengan deskripsi
singkatnya.

Definisi Endotoksin
Endotoksin terletak di dalam sel sel atau membran luar bakteri, ini disebut sebagai zat terkait
sel yang bertanggung jawab atas komponen struktural bakteri. Endotoksin juga disebut sebagai
Lipopolysaccharides atau LPS. LPS hadir di permukaan luar bakteri Gram-negatif dan dalam
kondisi tertentu menjadi toksik bagi inang yang menempel.

Dalam bakteriologi, istilah 'Lipopolysaccharides' dicadangkan untuk kompleksitas yang terkait


dengan permukaan luar dari patogen Gram-negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas,
Shigella, Haemophilus influenza, Vibrio cholerae , dan Bordetella pertussis . LPS dikeluarkan
pada lisis sel bakteri atau kematian sel. Dalam hal ini, toksisitas terkait dengan komponen lipid
(Lipid A), sedangkan imunogenisitas adalah dengan komponen polisakarida.

Pada hewan, LPS membangkitkan banyak respon inflamasi dan mengaktifkan komplemen
dengan jalur alternatif. Bakteri Gram-negatif melepaskan sejumlah kecil endotoksin saat
tumbuh, yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kekebalan alami.

Definisi Eksotoksin
Eksotoksin umumnya disekresikan oleh bakteri dan bertindak secara enzimatik atau dengan
aksi langsung sel inang. Ini dilepaskan oleh bakteri ke sekitarnya. Eksotoksin adalah protein
atau polipeptida, dan sebagian besar darinya bertindak di lokasi jaringan yang jauh dari titik
awal pertumbuhan bakteri atau invasi.

Biasanya, eksotoksin disekresikan pada fase eksponensial sel bakteri. Produksi toksin khusus
untuk spesies bakteri tertentu yang diketahui menghasilkan penyakit seperti misalnya
Clostridium tetani yang diketahui menghasilkan racun tetanus; Cornybacterium diphtheria
diketahui memproduksi toksin difteri.
Perbedaan Utama Antara Endotoksin dan
Eksotoksin
Poin-poin dibawah ini menunjukkan beberapa perbedaan utama antara endotoksin dan
eksotoksin:

 Endotoksin adalah kompleks protein-lipopolisakarida (LPS) yang bertanggung


jawab untuk membuat bagian integral dari dinding sel Bakteri Gram-Negatif.
Eksotoksin adalah protein yang disekresikan oleh beberapa spesies bakteri.
Padahal endotoksin dianggap lebih toksin daripada eksotoksin.
 Endotoksin adalah bagian dari sel karena mereka terkait dengan membran luar
bakteri Gram-negatif dan dilepaskan pada lisis sel, sedangkan eksotoksin
disekresikan di dalam sel dan aktif dalam bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.
Exotoxins dilepaskan dari sel.
 Berat molekul endotoksin mungkin antara 50-1000KDa dan berhubungan
dengan kompleks Lipopolysaccharide, di sisi lain, eksotoksin memiliki berat
molekul 10KDa dan terkait dengan kompleks protein.
 Endotoksin stabil pada suhu 250 ° C dan tidak mengalami denaturasi,
sedangkan eksotoksin adalah 60-80 ° C dan didenaturasi saat didih.
 Reaksi kekebalan tubuh menjadi lemah ketika endotoksin memicu sel dan
memiliki aktivitas enzimatik tinggi tetapi antigenisitasnya buruk, sedangkan
selama reaksi eksotoksin reaksi imunnya kuat, meskipun tidak ada aktivitas
enzimatik dan antigenisitas tinggi.
 Sepsis, meningococcemia adalah penyakit yang disebabkan oleh endotoksin,
sedangkan Diptheria, botulisme, tetanus disebabkan oleh eksotoksin.
 Contoh bakteri yang memicu LPS atau endotoksin adalah Salmonella typhi,
E.coli, Vibrio cholera, Shigella, sementara Bacillus cereus, Bacillus anthracis,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyrogens adalah contoh untuk memicu
eksotoksin.

Kesimpulan: Racun bakteri adalah racun manusia yang paling kuat dan efektif dan
sangat aktif pada pengenceran tinggi. Dalam artikel ini, kita sudah mengetahui tentang
endotoksin dan eksotoksin dan bagaimana mereka berbeda dan mempengaruhi hewan
dan sistem kekebalan tubuh mereka oleh sifat kimianya.
24. komponen utama penerapan kewaspadaan standar pd benda tajam
1. Kebersihan tangan, Ringkasan teknik:

n Cuci tangan (40-60 detik): basahi tangan dan gunakan sabun, gosok seluruh permukaan, bilas
kemudian keringkan dengan handuk sekali pakai, sekaligus untuk mematikan keran.

n Penggosokan tangan (20-30 detik): gunakan produk dalam jumlah cukup untuk seluruh bagian tangan,
gosok tangan hingga kering. Ringkasan indikasi:

n Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien dan di antara pasien, baik menggunakan
maupun tidak menggunakan sarung tangan.

n Segera setelah sarung tangan dilepas.

n Sebelum memegang peralatan.

n Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi, kulit terluka, dan benda-benda
terkontaminasi, walaupun menggunakan sarung tangan.

n Selama merawat pasien, saat bergerak dari sisi terkontaminasi ke sisi bersih dari pasien. n Setelah
kontak dengan benda-benda di samping pasien.

2. Sarung tangan n Gunakan bila akan menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi, membran
mukosa, kulit yang tidak utuh.

n Ganti setiap kali selesai satu tindakan ke tindakan berikutnya pada pasien yang sama setelah kontak
dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius.

n Lepaskan setelah penggunaan, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi,
dan sebelum pindah ke pasien lain. Lakukan tindakan membersihkan tangan segera setelah melepaskan
sarung tangan.

3. Pelindung wajah (mata, hidung, dan mulut) n Gunakan 1) masker bedah dan pelindung mata
(pelindung mata, kaca mata pelindung) atau 2) pelindung wajah untuk melindungi membran mukosa
mata, hidung, dan mulut selama tindakan yang umumnya dapat menyebabkan terjadinya percikan
darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi.

4. Gaun Pelindung n Gunakan untuk memproteksi kulit dan mencegah kotornya pakaian selama
tindakan yang umumnya bisa menimbulkan percikan darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi. n
Lepaskan gaun pelindung yang kotor sesegera mungkin dan bersihkan tangan.

5. Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya2 Hati-hati bila: n Memegang jarum, pisau,
dan alat-alat tajam lainnya.

n Bersihkan alat-alat yang telah digunakan.

n Buang jarum dan alat-alat tajam lainya yang telah digunakan.


6. Kebersihan pernapasan dan etika batuk Seseorang dengan gejala gangguan napas harus menerapkan
langkah-langkah pengendalian sumber:

n Tutup hidung dan mulut saat batuk/bersin dengan tisu dan masker, serta membersihkan tangan
setelah kontak dengan sekret saluran napas. Fasilitas pelayanan kesehatan harus: n Menempatkan
pasien dengan gejala gangguan pernapasan akut setidaknya 1 meter dari pasien lain saat berada di
ruang umum jika memungkinkan.

n Letakkan tanda peringatan untuk melakukan kebersihan pernapasan dan etika batuk pada pintu
masuk fasilitas pelayanan kesehatan.

n Pertimbangkan untuk meletakkan perlengkapan/ fasilitas kebersihan tangan di tempat umum dan area
evaluasi pasien dengan gangguan pernapasan.

7. Kebersihan Lingkungan n Gunakan prosedur yang memadai untuk kebersihan rutin dan disinfeksi
permukaan lingkungan dan benda lain yang sering disentuh. 8. Linen Penanganan, transportasi, dan
pemrosesan linen yang telah dipakai dengan cara:

n Cegah pajanan pada kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pada pakaian.

n Cegah penyebaran patogen ke pasien lain dan lingkungan.

9. Pembuangan Limbah n Pastikan pengelolaan limbah yang aman. n Perlakukan limbah yang
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi sebagai limbah infeksius, berdasarkan
peraturan setempat.

n Jaringan manusia dan limbah laboratorium yang secara langsung berhubungan dengan pemrosesan
spesimen harus juga diperlakukan sebagai limbah infeksius.

n Buang alat sekali pakai dengan benar. 10. Peralatan perawatan pasien n Peralatan yang ternoda oleh
darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga pajanan pada
kulit dan membran mukosa, kontaminasi pakaian, dan penyebaran patogen ke pasien lain atau
lingkungan dapat dicegah.

n Bersihkan, disinfeksi, dan proses kembali perlengkapan yang digunakan ulang dengan benar sebelum
digunakan pada pasien lain.

25. tempat masuknya pathogen

Faktor Virulensi Bakteri[sunting | sunting sumber]

1. Transmisibilitas: Tahap pertama dari proses infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke


dalam inang melalui satu atau beberapa jalur: pernapasan, pencernaan (gastrointestinal),
urogenitalia, atau kulit yang telah terluka. setelah masuk, patogen harus melalui brmacam-
macam sistem pertahanan tubuh sebelum dapat hidup dan berkembangbiak di dalam
inangnya.[4] Contoh sistem pertahanan inang meliputi kondisi asam pada perut dan saluran
urogenitalia, fagositosis oleh sel darah putih, dan bermacam-macam enzim hidroitik dan
proteolitik yang dapat ditemukan di kelenjar saliva, perut, dan usus halus.[4] Bakteri yang
memiliki kapsul polisakarida di bagian luarnya seperti Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan
hidup.[4]
2. Pelekatan: Beberapa bakteri seperti Escherichia coli menggunakan pili untuk melekat pada
permukaan sel inang mereka.[4] Bakteri lain memilki molekul adhesi/pelekatan pada
permukaan sel mereka atau dinding sel yang hidrofobik seingga mereka dapat menempel
pada membran sel inang.[4] Pelekatan meningkatkan virulensi dengan cara mencegah
bakteri terbawa oleh mukus atau organ karena aliran cairan seperti pada saluran urin dan
pencernaan.[4]
3. Kemampuan invasif: bakteri invasif adalah bakteri yang dapat masuk ke dalam sel inang
atau menembus permukaan kelenjar mukus sehingga menyebar dari titik awal infeksi.
[4]
 Kemampuan invasif didukung oleh adanya enzim yang mendegradasi matriks ektraseluler
seperti kolagenase.[4]
4. Toksin bakteri: Beberapa bakteri memproduksi toksin atau racun yang dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu: endotoksin dan eksotoksin.[4] Eksotoksin adalah protein yang disekresikan
oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Di sisi lain, endotoksin
adalah lipopolisakarida yang tidak disekresikan melainkan terdapat pada dinding sel bakteri
gram negatif.[4

Anda mungkin juga menyukai