PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
berbagai variasi barang dan atau jasa yang dikonsumsi1. Transportasi merupakan
sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda pembangunan
meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang
dari dan seluruh pelosok tanah air, bahkan sampai merambah keluar negeri.
adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam era globalisasi segala
sesuatunya dituntut serba cepat dan tepat, hal tersebut didasari dengan semakin
zaman dan kemajuan teknologi. Mobilisasi yang semakin tinggi ini yang
yang baik sesuai dengan karakteristiik atau ciri-ciri pelayanan yang baik, aman,
1
1. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004, halaman 37
1
nyaman dan tentunya dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
masyarakat akan pelayanan yang baik, aman, nyaman dan tentunya dengan biaya
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus
Keharusan ini jugalah yang merupakan suatu bentuk pelayanan yang baik,
hal ini juga merupakan salah satu bentuk keseimbangan antara hak dan kewajiban
bagi pelaku usaha dan konsumen. Apabila pelaku usaha ingin mendapatkan
keuntungan yang besar dengan jumlah konsumen yang besar pula maka mau tidak
mau, pelaku usaha harus mampu memberikan pelayanan yang baik yang sesuai
dengan mutu standar yaitu baik, aman, nyaman, dan tentunya dapat terjangkau
yang baik sesuai dengan mutu standar tidak saja menjadi tanggung jawab pelaku
2
usaha, sebaliknya konsumen jika ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai
dengan standar harus juga memberikan kontribusi yang layak. Dengan demikian
keseimbangan akan kepentingan antara pelaku usaha dan konsumen akan dengan
menguntungkan.
suatu kenyataan yang dampaknya sampai saat ini masih dirasakan oleh kita
semua. Harga kebutuhan pokok yang meningkat tajam tanpa didukung dengan
sosial ekonomi tersendiri bagi masyarakat yang tidak mempunyai daya beli yang
cukup untuk mengkonsumsi suatu produk barang dan atau jasa dalam rangka
dan kemiskinan semakin besar. Harga barang kebutuhan pokok yang meningkat
tajam juga telah mengakibatkan perubahan yang signifikan pada berbagai bidang
usaha yamg pada akhirnya berimbas pada masyarakat. Salah satunya adalah usaha
dibidang jasa transportasi atau pengangkutan baik untuk penumpang dan atau
transportasi antara lain mahalnya harga suku cadang, bahan bakar dan lain
yang seoptimal mungkin pada masyarakat atau konsumen untuk mendukung roda
Setiap orang, pada suatu waktu dalam posisi tunggal ataupun sendiri
ataupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi
3
konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang demikian
umunya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam
akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang.
formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan
dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi
atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha.
Dalam rangka mengejar dan mencapai hal tersebut, akhirnya baik langsung atau
terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang sangat penting dan
konsumen.
4
dengan konsumen lebih bersifat pribadi, sedangkan dalam travel, trayek dan
tarif sudah ditentukan oleh perusahaan travel2.
Travel berasal dari istilah asing yaitu bahasa Inggris yang berarti
tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
sebagai pihak pertama ingin meraih keuntungan yang besar yang tentunya dengan
biaya produksi yang rendah, sedangkan konsumen sebagai pihak kedua tentunya
ingin mendapatkan pelayanan yang maksimal. Tentunya kedua belah pihak akan
tetap berpegang teguh pada prinsip masing-masing untuk mendapatkan apa yang
hendak dicapai atau diinginkan. Namun yang perlu diingat dan diperhatikan
adalah bahwa pelaku usaha dan konsumen tidak hanya mempunyai hak saja tetapi
juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan terlabih dahulu sebagai media
produsen untuk menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa untuk pemenuhan
kebutuhan konsumen.
Keadaan yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen
karena kebutuhan konsumen akan barang dan atau jasa yang diinginkan akan
terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih barang dan
atau jasa sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan konsumen. Di
sisi lain kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan
pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada
pada posisi yang lemah, hal tersebut dikarenakan konsumen akan sangat
bergantung pada pelaku usaha.3
2
2. Abdulkadir Muhamad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Dan Udara, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1991, halaman 117
3
3. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op. cit, halaman 37
5
Selain itu konsumen tentunya akan menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara
merugikan konsumen sendiri. Dengan segala cara pelaku usaha tentunya akan
dan berusaha untuk meraih keuntungan yang besar atas barang dan jasa yang
ditawarkan. Seharusnya keadaan yang demikian tidaklah perlu terjadi karena pada
dasarnya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen adalah hubungan yang
dibangun atas prinsip yang tentunya menguntungkan kedua belah pihak yang pada
merasa dirugikan.
dari pelaku usaha, konsumen sendiri terkadang ikut berperan. Faktor utama yang
rendah akan hak-hak yang menjadi miliknya. Selain itu konsumen kadang kurang
hati-hati dalam mengkonsumsi suatu produk baik itu berupa barang atau jasa
dengan tidak memperhatikan petunjuk yang ada pada label, tiket, dan brosur.
Konsumen juga masih kurang kritis dan cenderung bersikap apatis terhadap
6
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal atau biaya produksi seminimal
secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu untuk
kesadaran yang tinggi akan hak-haknya, bersikap kritis dan berhati-hati dalam
menggunakan suatu produk baik itu barang maupun jasa. Dengan demikian
diharapkan konsumen dapat berperan menjadi alat kontrol bagi pelaku usaha
sehingga dapat menciptakan suatu iklim usaha yang sehat dan tentunya
konsumen itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung serta dapat
c, d, g, h.
B. Rumusan Masalah
7
Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen yang berkaitan dengan butir
a, c, d, g, h.?
C. Tujuan Penelitian
konsumen jasa travel di perusahaan travel Sungguh Rejeki Abadi Cilacap Pasal 4
dengan butir a, c, d, g, h.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoretis
2. Kegunaan Praktis
pada khususnya, maupun bagi masyarakat pada umumnya. Selain itu untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
A. Hukum Perlindungan Konsumen
variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi, yang ditunjang dengan
perkembangan jaman dan kemajuan teknologi. Kondisi yang demikian pada satu
barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi sesuai dengan keinginan dan
kemampuan konsumen. Pelaku usaha tentu ingin meraih keuntungan yang besar
yang tentunya dengan biaya produksi yang rendah. Sedangkan konsumen tentunya
ingin mendapatkan pelayanan yang maksimal. Kedua belah pihak pasti akan tetap
Posisi konsumen pada dasarnya lebih lemah dari pelaku usaha, posisi
untuk melecehkan hak-hak konsumen. Menurut David Oughton dan John Lowry
dalam Abdul Halim Barkatullah, posisi konsumen yang lemah ini didasarkan pada
9
Ketiga, metode periklanan modern melakukan disinformasi kepada konsumen
daripaada memberikan informasi secara objektif.
Keempat, pada dasarnya konsumen berada dalam posisi tawar yang tidak
seimbang, karena kesulitan-kesulitan dalam memperoleh informasi yang
memadai.
Kelima, gagasan paternalism melatarbelakangi lahirnya undang-undang
perlindungan hukum bagi konsumen, dimana terdapat rasa tidak percaya
terhadap kemampuan konsumenmelindungi diri sendiri akibat risiko
keuangan yang dapat diperkirakan atau risiko kerugian fisik.4
Menurut Troelstrup dalam Abdul Halim Barkatullah, posisi tawar konsumen yang
lemah, disebabkan:
Konsumen.
10
perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat serta
lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui
penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.7
terhadap konsumen adalah segala upaya hukum untuk menjamin adanya kepastian
langsung dan pelaku usaha secara tidak langsung. Dalam Pasal 3 Undang-Undang
7
7. Gunawan W dan A Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2000, halaman 17
11
Perlindungan konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
perlindungan konsumen yang ada merupakan sasaran akhir yang harus dicapai
didasarkan pada asas atau kaidah hukum perlindungan konsumen. Adapun untuk
didasarkan pada asas atau kaedah hukum perlindungan konsumen. Dalam Pasal 2
asas atau kaidah hukum perlindungan konsumen, agar tidak menyimpang dari
12
Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
8
8. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op. cit, halaman 26
13
usaha. Hukum perlindungan konsumen dapat dijadikan sarana pendidikan baik itu
secara langsung maupun tidak langsung , baik bagi konsumen maupun pelaku
usaha sehingga apa yang menjadi tujuan hukum perlindungan konsumen dapat
tercapai.
merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur perlindungan konsumen,
Perusahaan;
Industri;
9
9. Gunawan W dan A Yani, Op. cit, halaman 19
14
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement
Lingkungan Hidup;
Kedokteran;
menyebutkan:
15
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak
1. Konsumen
Konsumen dan pelaku usaha adalah dua pihak yang akan selalu
berhubungan. Hal ini dikarenakan keduanya saling membutuhkan antara yang satu
kebutuhannya dengan menggunakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
16
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah pengguna terakhir,
Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa
baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara
adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses
Konsumen bukan hanya pemakai barang atau jasa untuk kepentingan sendiri,
namun juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain.
Batasan mengenai barang atau jasa yang merupakan produk dari pelaku usaha dan
digunakan oleh konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 4 dan angka 5 Undang-
10
10. Abdul Halim Barkatullah, Op. cit, halaman
11
11. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op. cit, halaman 6
17
Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyebutkan:
Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
konsumen, yaitu:
18
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Konsumen adalah:
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
Menurut Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, pada dasarnya dikenal 10 macam hak
konsumen, yaitu:
19
f. hak untuk memperoleh ganti rugi, hak ini dimaksudkan untuk memulihkan
keadaan yang telah menjaadi rusak akibat adanyapenggunaan barang atau
jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen;
g. hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, dimaksudkan agar
konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang
diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk;
h. hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat, merupakan hak
yang penting bagi konsumen dan lingkungan;
i. hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang di
berikannya, hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari
kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar;
j. hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut, hak ini
dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan
akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum12.
Dari sepuluh hak konsumen yang terdapat diatas terlihat bahwa masalah
pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.13 Lebih lanjut Ahmadi Miru
mengemukakan bahwa secara garis besar hak konsumen dapat menjadi tiga yaitu:
20
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
kewajibannya.
15
15. Ibid, halaman 48-50
16
16. Di unduh dari http://www.ylki.or.id/infos/view/hak-dan-kewajiban-konsumen, di akses
tanggal 2 Mei 2010
21
Kewaspadaan tersebut dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh
3. Pelaku Usaha
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
menyebutkan:
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat adalah:
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan atau
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi.
Tidak hanya para produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan atau jasa
yang tunduk pada Undang-Undang perlindungan konsumen melainkan juga
rekanan, agen, distributor, dan jaringan yang melakukan pendistribusian dan
22
pemasaran barang dan atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai
barang dan atau jasa.17
Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo pengertian mengenai pelaku usaha
menurut Pasal 1 angka 3 mempunyai cakupan yang luas. Karena meliputi grosir,
Pelaku usaha dan konsumen memiliki hak dan kewajiban satu sama
mempunyai hak untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang telah diberikan.
23
4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, pelaku usaha juga
Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
merupakan hal yang lumrah. Hak ini berkaitan dengan kewajiban konsumen untuk
membayar sesuai dengan nilai produk barang dan/atau jasa yang telah diterima
konsumen dari produsen. Pelaku usaha tidak dapat menuntut hal yang lebih
kepada konsumen mengenai pembayaran suatu produk barang dan/ atau jasa bila
barang dan/atau jasa yang diberikan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa
yang diminta oleh konsumen. Menurut Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, hak
pelaku usaha yang tersebut dalam Pasal 6 huruf b, c, d merupakan hak pelaku
24
usaha yang berhubungan dengan pihak aparat pemerintah atau badan penyelesaian
Sebagai konsekuensi adanya hak pelaku usaha, pelaku usaha juga memiliki
huruf e yang diberi penjelasan. Penjelasan mengenai huruf c dan huruf e Pasal 7
Huruf c
Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan
pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada
konsumen.
20
20. Ibid, halaman 51
25
Huruf e
Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang
dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik merupakan salah satu asas yang
terdapat dalam hukum perjanjian, yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3)KUH
Perdata. Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, kewajiban untuk beritikda
Kewajiban dari pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
bagi konsumen. Karena dengan adanya informasi yang benar, jelas dan jujur
tersebut, konsumen dapat memilih barang dan/atau jasa sesuai dengan kebutuhan
konsumen. Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, informasi yang tidak
memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat
informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.22 Melihat hak dan kewajiban
diberikan secara langsung dan secara tidak langsung kepada pelaku usaha.
21
21. Ibid, halaman 54
22
22. Ibid, halaman 55
26
Pengaturan yang lebih banyak bersifat melindungi konsumen namun pada
akhirnya, secara tidak langsung juga akan melindungi kepentingan pelaku usaha.
terjadi, hanya sebatas kesepakatan lisan mengenai harga barang dan atau jasa
tanpa diikuti dan ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak. Suatu perjanjian menurut Pasal 1313 KUH
Perdata yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih melibatkan satu orang
lain atau lebih. Sedangkan untuk syarat sahnya suatu perjanjian ditegaskan dalam
Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
karena adanya kebutuhan akan barang dan atau jasa tertentu. Dalam suatu
akan menimbulkan tanggung jawab bagi pelaku usaha untuk mengganti kerugian
27
yang diderita oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur
mengenai tanggung jawab dari pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang
diderita oleh konsumen, pengaturan tersebut terdapat dalam Pasal 19 sampai Pasal
Tuntutan ganti rugi karena adanya kerugian yang dialami oleh konsumen
sebagai akibat digunakannya produk barang dan atau jasa dari pelaku usaha
dibedakan menjadi dua kategori yaitu wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.
Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi merupakan akibat dari
Kerugian yang dapat dimintakan penggantian, tidak hanya berupa biaya yang
sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh
menimpa harta bendasi berpiutang (schaden), tetapi juga yang berupa
kehilangan keuntungan (interessen) yaitu keuntungan yang didapat
seandainya si berhutang tidak wanprestasi. 24
23
23. Gunawan W dan A Yani, Op. Cit, halaman 59
24
24. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2002, halaman 148
28
Sedangkan menurut J Satrio, pada dasarnya wanprestasi mewajibkan penggantian
kerugian, yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga.25 Suatu tuntutan
1. Debitur wanprestasi.
2. Pada waktu perjanjian ditutup orang bisa menduga bahwa kalau debitur
wanprestasi akan timbul kerugian seperti yang dituntut ganti ruginya.
3. Kerugian itu merupakan akibat langsung dari wanprestasi debitur.26
karena semata-mata perbuatan itu sendiri. Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan
bahwa:
kerugian tersebut.
Dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, untuk menuntut suatu ganti kerugian
2. Ada kerugian
25
25. J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung, Alumni, 1999, halaman 144
26
26. Ibid, halaman 195
27
27. Ibid, halaman 206
29
4. Ada kesalahan.
sebagai akibat menggunakan suatu produk barang atau jasa. Ganti kerugian dalam
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
perundang-undangan yang berlaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat
Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
C. Pengangkutan
akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan keseluruh pelosok
tanah air. Selain itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan
30
penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi, sebagai upaya peningkatan
harus ditata dalam suatu sistem yang terpadu sehingga mampu mewujudkan
yang tentunya aman, nyaman, tertib, lancar, sepat, teratur dan tentunya dengan
Meningkatnya daya guna dan nilai dari suatu barang merupakan tujuan dari
pengangkutan, apabila suatu barang tidak meningkat daya guna dan nilainya maka
1. Pelaku pengangkutan
2. Alat pengangkutan
4. Perbuatan pengangkutan
31
6. Tujuan pengangkutan yaitu mengantar muatan sampai tujuan dengan
selamat.
yaitu:
pengangkutan antara pengangkut dan pengirim tidak secara terus menerus, tetapi
32
membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada
pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang
umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang
perbuatan melawan hukum.
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga, menurut prinsip ini
pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang
timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Tetapi jika
pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Beban pembuktian
ada pada pihak pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang
dirugikan cukup menunjukkan adanyakerugian yang diderita dalam
pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.
3. Prinsip tanggung jawab mutlak, menurut prinsip ini pengangkut harus
bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian
yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan
pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak
dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan
apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban
pembuktian tentang kesalahan. Unsur kesalahan tidak relevan.32
Dalam suatu pengangkutan bila undang-undang tidak menentukan syarat atau hal
yang dikehendaki para pihak maka para pihak dapat mengikuti kebiasaan yang
telah berlaku atau menentukan sendiri kesepakatan bersama, tentunya hal tersebut
kewajiban dan hak-hak para pihak yang terlibat dalam pengangkutan. Kewajiban
wajar.
2. Pengangkutan Darat
Pengangkutan terutama yang melalui jalan raya atau yang biasa disebut
33
tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, namun semenjak tahun 2009
telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
kendaraan, dimana kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas
Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Pengaturan mengenai Kendaraan Bermotor lanjut terdapat dalam Pasal 47 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
34
b. mobil penumpang;
c. mobil bus;
d. mobil barang; dan
e. kendaraan khusus.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimaksud dengan perusahaan angkutan
umum adalah:
Kendaraan bermotor umum seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka
Jalan, adalah:
Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan memuat beberapa asas pengangkutan darat, yang dijabarkan lebih
35
b. Asas akuntabel adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. Asas berkelanjutan adalah penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui
pengaturan persyaratan teknis laik kendaraan dan rencana umum
pembangunan serta pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
d. Asas partisipatif adalah pengaturan peran serta masyarakat dalam proses
penyusunan kebijakan, pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
penanganan kecelakaan, dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. Asas bermanfaat adalah semua kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. Asas efisien dan efektif adalah pelayanan dalam penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh setiap pembina pada
jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna;
g. Asas seimbang adalah penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang harus dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan
prasarana serta pemenuhan hak dan kewajiban Pengguna Jasa dan
penyelenggara;
h. Asas terpadu adalah penyelenggaraan pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan
kesalingbergantungan kewenangan dan tanggung jawab antarinstansi
pembina;
i. Asas mandiri adalah upaya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.
barang atau penumpang dari tempat permuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan
barang atau penumpang dari alat angkutan ketempat yang ditentukan, juga
memiliki tujuan yang lebih besar, yaitu seperti tujuan pengangkutan yang termuat
dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan:
36
c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang
Lintas Dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan Pasal 140 menyebutkan, pelayanan angkutan orang
Pasal 143 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
37
Pasal 151 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
pada sistem pelayanan yang menerapkan sistem antar jemput sampai tujuan
khususnya untuk penumpang. Travel memiliki rute tetap, teratur, memiliki tujuan
Pengangkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek terdiri dari
38
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 Pasal
24 ayat (2), travel dapat dikatakan sebagai angkutan khusus antar jemput yang
dilaksanakan dalam trayek dengan asal dan tujuan perjalanan tetap atau
sebagai berikut :
adalah:
Nomor 41 Tahun 1993 maupun yang terdapat dalam Pasal 1 angka 20 Keputusan
39
Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 memiliki kesamaan yaitu
pengangkutan bagasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
sebagai norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga dan
pejabat yang berwenang dan konsep yang memandang hukum sebagai sistem
40
normatif yang otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat, serta
B. Spesifikasi Penelitian
untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada lembaga atau instansi yang terkait, yaitu pada
D. Sumber Data
Penelitian ini bersumber pada data sekunder sebagai data utama dan data
a. Data Sekunder
33
33. Ronny Hanintijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1980, halaman 12
34
34. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, halaman 10.,
41
Data sekunder merupakan data pokok atau utama yang bersumber dari
b. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
wawancara dengan salah satu pihak terkait dengan objek penelitian sebagi
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer yang diperoleh
a. Data Sekunder
b. Data Primer
data sekunder.
42
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun
secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh
yaitu menafsirkan dan menjabarkan data berdasarkan teori hukum atau kaidah-
kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan guna menjawab perumusan yang
telah dirumuskan.
BAB IV
A. HASIL PENELITIAN
Data Sekunder
43
1.1. Angkutan Jalan (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Pasal 1 angka 3:
Bermotor Umum.
44
Pasal 140:
Pasal 151
Pasal 153
Pasal 1 angka 6:
45
duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan
pengangkutan bagasi.
Pasal 1 angka 8:
Pasal 4:
Pasal 5:
Pasal 9:
terdiri dari :
Pasal 11:
46
(2) Pengoperasian pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat
terbatas.
Pasal 16:
d. Angkutan kota
e. Angkutan perdesaan
f. Angkutan perbatasan
g. Angkutan khusus.
47
Pasal 23 ayat (1):
b. Angkutan karyawan
c. Angkutan permukiman
Pasal 24
23 ayat (1) huruf a, dilaksanakan dalam trayek dengan asal dan tujuan
sebagai berikut :
hitam
48
g. kendaraan yang dioperasikan tidak melebihi 20% dari jumlah
kendaraan dalam trayek tetap dengan asal dan tujuan perjalanan yang
sama.
dioperasikan
perusahaan angkutan.
1.3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha Serta Tanggung Jawab
Pelaku Usaha
Angkutan Jalan
Pasal 48:
49
(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus
atas:
a. susunan
b. perlengkapan
c. ukuran
d. karoseri
f. pemuatan
g. penggunaan
b. kebisingan suara
f. suara klakson
50
h. radius putar
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 49:
b. uji berkala.
a. sabuk keselamatan;
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
51
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
rumah; dan
Pasal 58:
lintas.
Pasal 167
sah.
52
Pasal 186
barang.
Pasal 187
Pasal 188
Pasal 189
Pasal 190
Pasal 191
53
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
Pasal 192
kesalahan Penumpang.
pelayanan.
disepakati.
pengangkut.
Pasal 234
54
1) Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan
Pengemudi.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku jika:
kemampuan Pengemudi;
dan/atau
Pasal 235
55
2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat
Pasal 237
ketentuan mengenai :
penumpang.
56
1.3.3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan
Pengemudi
Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji tipe dan
Pasal 148
berkala.
didaftarkan.
57
1.3.4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 Tentang
Pasal 84
bukti pembayaran.
Pasal 85
dan yang tidak membayar biaya angkutan dapat diturunkan oleh awak
Pasal 86
58
Pengusaha angkutan umum bertanggung jawab terhadap segala
penyelenggaraan angkutan.
Pasal 87
sendiri.
disepakati.
pengoperasian angkutan.
59
disebabkan karena kesalahan atau kelalaian Pengusaha angkutan
umum.
Pasal 88
Pasal 90
Pasal 91
60
2) Selain ruang bagasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), barang
Konsumen
Pasal 4
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
61
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
undangan lainnya.
Pasal 5
dan keselamatan;
dan/atau jasa;
Pasal 6
62
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
diperdagangkan;
undangan lainnya.
Pasal 7
63
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
diperdagangkan;
dengan perjanjian.
Pasal 19
diperdagangkan.
64
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
kesalahan.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
Pasal 23
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
konsumen.
Pasal 26
Data Primer
Sungguh Rejeki Abadi, sebagai narasumber yaitu bapak Sudir yang dilakukan
pada tanggal 26 Juli 2010 di Cilacap, dan di peroleh data sebagai berikut:
65
Perusahaan travel Sungguh Rejeki Abadi berdiri sejak tahun 1978, yang
awalnya hanya merupakan agen dari perusahaan lain. Baru pada tahun 1991
Sungguh Rejeki Abadi berdiri sendiri menjadi perusahan yang memiliki armada
dan trayek sendiri. Pada awal berdirinya perusahaan travel Sungguh Rejeki Abadi
mempunyai jumlah armada sebanyak 14 (empat belas) unit, namun karena adanya
(enam) unit. Alat angkutan yang digunakan oleh perusahaan travel Sungguh
Rejeki Abadi adalah mobil penumpang yang berisi tempat duduk untuk 8 orang
perorangan, yaitu oleh bapak Antonius Potien yang di bantu oleh 2 (dua) orang
pengurus yaitu bapak Sudir dan bapak Edi Junaedi. Kantor travel Sungguh Rejeki
yang di buka yaitu tujuan Cilacap – Jakarta pergi dan pulang, serta
66
2.2.3. Perusahaan travel Sungguh Rejeki Abadi tidak melayani sewa
kendaraan.
67
2.2.8 Terhadap adanya kecelakaan yang mengakibatkan penumpang
B. PEMBAHASAN
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (bahasa
68
Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung pada posisi mana ia
berada. Secara harfiah arti kata consumer itu adalah “(lawan dari produsen) setiap
orang yang menggunakan barang”. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti
atau konsumen.
menggunakan jasa atau seseorang atau perusahaan yang membeli barang tertentu
antara dan konsumen akhir, akan tetapi pengertian konsumen dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen di khususkan pada konsumen akhir saja. Hal itu
akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah yang menggunakan
suatu produk sebagai bagian dari bagian dari proses produksi suatu produk
Menurut Munir Fuady, konsumen adalah pengguna terakhir (end user) dari suatu
produk, yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
35
69
orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakann untuk tujuan
tertentu.36
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Konsumen sebagai pengguna jasa mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi, Pasal
konsumen, yaitu:
37
70
d hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Hak-hak konsumen yang dibahas dalam penulisan hukum ini dibatasi hanya pada
Menuurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hak untuk keamanan dan
keselamatan, hak ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan
konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang di perolehnya sehingga
terhindar dari kerugian apabila mengkonsumsi suatu produk. 38
38
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit, halaman 41
39
Gunawan W dan A Yani, Op. Cit, halaman 30
71
Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
a. sabuk keselamatan;
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
72