Anda di halaman 1dari 8

4.

1 Assessment
Problem Medik Treatment DRP
CKD Belum diterapi M1.4 :Ada indikasi yang
tidak diterapi
P1.5 : Ada indikasi tetapi
obat tidak diresepkan
Osteoatritis Natrium Diclofenac 3 x 50 M3.2 :Obat tidak diperlukan
mg dan Prednison 3 x 1 tab P1.2 : Tidak ada indikasi
penggunaan obat atau
indikasi obat tidak jelas
Hepatitis B Tidak diterapi M3.2 :Obat tidak diperlukan
P1.2 : Tidak ada indikasi
penggunaan obat atau
indikasi obat tidak jelas
Tekanan Darah Belum diterapi M1.4 :Ada indikasi yang
Tinggi tidak diterapi
P1.5 : Ada indikasi tetapi
obat tidak diresepkan
Hipokalemia Belum diterapi M1.4 :Ada indikasi yang
tidak diterapi
P1.5 : Ada indikasi tetapi
obat tidak diresepkan
Hiponatremia Belum diterapi M1.4 :Ada indikasi yang
tidak diterapi
P1.5 : Ada indikasi tetapi
obat tidak diresepkan
Demam Belum diterapi M1.4 :Ada indikasi yang
tidak diterapi
P1.5 : Ada indikasi tetapi
obat tidak diresepkan
Mual dan muntah Belum diterapi M1.4 :Ada indikasi yang
tidak diterapi
P1.5 : Ada indikasi tetapi
obat tidak diresepkan
Perhitungan Stage CKD dengan menggunakan rumus MDRD Terstandardisasi
1. Berdasarkan rumus MDRD
LFG (pria) = 175(cr)−1,154 x usia−0,203
= 175(4,6)−1,154 x (45)−0,203
= 13,88 ml/menit/1,73 m2
= 14 ml/menit/1,73 m2

4.2.3 Plan
a. Terapi Farmakologi
Problem Medik Treatment Planning
CKD Belum diterapi Direkomendasikan untuk dilakukan
dialisis, karena berdasarkan
perhitungan GFR, pasien mengalami
gagal ginjal stage 5.
Evidence Based Medicine
Berdasarkan K/DOQI pada pasien
gagal ginjal akut dengan GFR 14
ml/menit/1,73 m2,pasien mengalami
gagal ginjal stage 5, berdasarkan
K/DOQI, direkomendasikan untuk
dilakukan dialysis.

Osteoatritis Natrium Diclofenac 3 x 50 Terapi obat dihentikan karena pasien


mg dan Prednison 3 x 1 tab mengalami indikasi penyakit 2 tahun
yang lalu dan natrium diclofenac
termasuk ke dalam obat nefrotoksik
yang merupakan faktor penyebab
dari gagal ginjal akut, namun perlu
ditanyakan kepada pasien apakah
pasien mengalami nyeri atau tidak.
Apabila nyeri masih dirasakan maka
pengobatan dapat dilakukan
pergantian dengan penggunaan
analgesik topikal seperti Voltaren
yang digunakan jika nyeri.
Evidence Based Medicine
Menurut Sinaga tahun 2006, obat
NSAID (obat nefrotoksik)
merupakan faktor penyebab pre renal
gagal ginjal akut. NSAID merupakan
obat nefrotoksik yang akan
menginduksi gagal ginjal akut. Obat
NSAID juga dapat mencetuskan
nephritis interstitial yang merupakan
peradangan atau infeksi di area
sekitar nefron sehingga akan
mengganggu fungsi nefron dan
mencetuskan gagal ginjal akut
sehingga terapi obat dihentikan.
Selain itu, pasien Tn.N juga telah
mengalami osteoatritis 2 tahun yang
lalu, sehingga diperkirakan pada saat
masuk rumah sakit, pasien sudah
sembuh dan tidak menderita
osteoatritis, namun perlu di tanyakan
kepada pasien, apakah pasien masih
mengalami nyeri atau tidak, jika
nyeri masih dirasakan maka
pengobatan dapat diganti dengan
terapi obat secara topikal dengan
menggunakan Voltaren jika nyeri.
Menurut Jinying et al studi RCT
Meta analisis, penggunaan NSAID
topical mengasilkan efek yang
signifikan dalam menimbulkan
perbaikan pada osteoarthritis selama
2 minggu dibandingkan dengan
penggunaan placebo dan oral
NSAID (Jinying et al, 2004).

Hepatitis B Belum diterapi Tidak diberikan terapi


Evidence Based Medicine
Tidak diberikan terapi, karena pasien
Tn.N mengalami hepatitis B 2 tahun
yang lalu dan pada saat masuk
rumah sakit, data laboratorium
menunjukkan hasil negatif, maka
terapi tidak diberikan.
Tekanan Darah Belum diterapi Lisinopril 2,5 mg 1 kali sehari 1
Tinggi tablet
Evidence Based Medicine
Menurut The National Kidney
Disease Education Program,
Pemakaian obat antihipertensi, di
samping bermanfaat untuk
memperkecil resiko kardiovaskuler,
juga sangat penting untuk
memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan
mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa obat
antihipertensi terutama ACE
inhibitor (Angiotensin Converting
Enzyme inhibitor), seperti
Lisinopril, melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses
perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi melalui mekanisme kerjanya
sebagai antihipertensi dan
antiproteinuria. Menurut DIH tahun
2016-2017, dosis lisinopril untuk
pasien gagal ginjal dengan GFR 14
ml/menit/1,73 m2 adalah lisinopril
2,5 mg 1 kali sehari.
Hipokalemia Belum diterapi Larutan KCl 10 mEq/jam, maksimal
20 mEq/jam untuk mencegah
hiperkalemia
Evidence Based Medicine
Menurut Salwani hipokalemia yang
dialami pasien Tn.N dengan kadar
kalium 2,8 meq/L termasuk ke dalam
hipokalemia sedang dimana
hipokalemia sedang memiliki kadar
kalium 2,5 – 3,0 meq/L. Menurut
Nathania, Meggie tahun 2019
penatalaksanaan hipokalemia dengan
kadar kalium >2 meq/L, dapat
diberikan KCl 10 mEq/jam,
maksimal 20 mEq/jam untuk
mencegah hiperkalemia.

Hiponatremia Belum diterapi Larutan infus NaCl 3 %


Evidence Based Medicine
Menurut Spasovki et al tahun 2014,
hiponatremia yang dialami pasien
dengan kadar Natrium 120 meq/L
termasuk ke dalam hiponatremia
berat, dimana yang termasuk ke
dalam hiponatremia berat yaitu
pasien yang memiliki kadar natrium
plasma <125 meq/L. Menurut Yusri
et al tahun 2018 larutan infus NaCl
3% dapat meningkatkan 13,0
mmol/L dalam tubuh. Larutan infus
NaCl 3% efektif pada pasien
hiponatremia berat sedangkan pasien
yang mengalami hiponatremia ringan
hingga sedang pemberian larutan
infus NaCl 3% dikontraindikasikan.
Demam Belum diterapi Paracetamol dosis dewasa 650 mg
setiap 6 jam
Evidence Based Medicine
Pada problem medic tersebut pasien
tidak mendapatkan terapi pengobatan
seperti paracetamol untuk
menurunkan panas. Demam dapat
terjadi karena adanya reaksi
fisiologis terhadap perubahan di
hipotalamus. Suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,0°C. Derajat
suhu yang dapat dikatakan demam
adalah temperature ≥38,0°C.
Penatalaksanaan demam bertujuan
untuk menurunkan suhu tubuh yang
terlalu tinggi (Kaneshiro & Zieve,
2010). Menurut Graneto (2010)
memaparkan pada penatalaksanaan
demam dapat digunakan parasetamol
(asetaminofen) dan ibuprofen.
Parasetamol terbukti lebih cepat
bereaksi dalam menurunkan panas
sedangkan ibuprofen memiliki efek
kerja yang lama. Menurut Drug
Information Handbook tahun 2016-
2017, untuk pasien gagal ginjal dosis
paracetamol yang dapat diberikan
yaitu paracetamol 650 mg setiap 6
jam.
Mual dan muntah Belum diterapi Ondansentron HCl 8 mg, 2 kali
sehari 1tablet
Evidence Based Medicine
Menurut Polzin tahun 2013, Mual
muntah merupakan keluhan yang
umum pada pasien gagal ginjal. Pada
kondisi gagal ginjal seseorang akan
mengalami kondisi uremia yang
dapat menyebabkan kadar urea
didalam darah meningkat sehingga
menyebabkan terjadinya mual dan
muntah.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Polzin tahun 2013
menunjukkan penggunaan antiemetic
pada pasien gagal ginjal kronik yang
paling sering digunakan adalah
antagonis reseptor 5-HT3 seperti
ondansetron HCl. Hasil studi pada
sampel yang mengalami uremia telah
menunjukkan penggunaan
ondansetron dua kali lebih efektif
dalam mengurangi mual dan muntah
pada pasien yang memiliki uremia.

b. Terapi Non Farmakologi


Terapi non farmakologi merupakan terapi yang digunakan untuk membantu
menyembuhkan penyakit pasien, tetapi tanpa menggunakan obat-obatan dan dapat dilakukan
dengan melakukan perubahan gaya hidup. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh
pasien antara lain:
1. Membatasi asupan makanan olahan dan diproses tinggi sodium dan membatasi
makanan dengan garam berlebih.
2. Membatasi asupan protein, kadar GFR pasien 14 ml/menit/1,73 m2 maka asupan
protein yang disarankan yaitu 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino
esensial atau asam keton.
3. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari.
4. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.
5. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total.
6. Mengambil vitamin ginjal khusus yang tinggi dalam vitamin B yang larut dalam air
dan terbatas pada 100 mg vitamin C
7. Vitamin D dan zat besi disesuaikan dengan kebutuhan individu

c. Monitoring
Monitoring yang dilakukan adalah monitoring efektivitas dan monitoring efek
samping obat.
1. Monitoring efektivitas
a. Lakukan pemeriksaan tekanan darah pasien dan harus mencapai 130/80
mmHg
b. Periksa kembali nilai Kreatinin, GFR dan BUN
c. Melakukan pemantauan kadar elektrolit pada pasien
d. Monitoring nyeri yang terjadi pada pasien

2. Monitoring efek samping obat


a. Monitoring efek samping batuk kering akibat pemakaian obat antihipertensi
golongan ACEI
b. Monitoring hypokalemia akibat dialysis ataupun obat-obatan anti hipertensi
c. Monitoring efek konstipasi akibat pemakian obat ondansentron
d. Monitoring efek samping hiperkalemia dan hipernatremia akibat penggunaan
obat KCl dan NaCl.

Anda mungkin juga menyukai