Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN

PRAKTEK KERJA SARJANA FARMASI

FARMASI INDUSTRI

DI
PT. MEIJI INDONESIA
FLOW MATERIAL AMPICILLIN DAN RIFAMPISIN

OLEH :

KELOMPOK 34

Riska Ramadhani 1801190


Elisabeth Melani Tandi Malute 1801191
Andi Zakiyah Nur Azizah 1801194
Nathalia Zenry Sylvana Manti 1801195
Melany Fridila Latuheru 1801196

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU


FARMASI MAKASSAR MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA SARJANA FARMASI FARMASI INDUSTRI

DI
PT. MEIJI INDONESIA
FLOW MATERIAL AMPICILLIN DAN RIFAMPISIN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 34

Riska Ramadhani 1801190


Elisabeth Melani Tandi Malute 1801191
Andi Zakiyah Nur Azizah 1801194
Nathalia Zenry Sylvana Manti 1801195
Melany Fridila Latuheru 1801196

DISETUJUI OLEH

Koordinator PKL Farmasi Industri Pembimbing PKL Farmasi


Industri

Apt. Andi Nur Aisyah., S.Si, M.Si. Apt. Irmayani, S.Si, M.Si.
NIDN: 0921048402 NIDN : 0928109001

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang maha pengasih atas berkat, rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
kegiatan praktik kerja industri farmasi yang merupakan salah satu persyaratan
untuk memperoleh nilai teknologi farmasi di sekolah tinggi ilmu farmasi
Makassar. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW., keluarga, serta sahabat beliau.
Selama kegiatan praktik kerja industri farmasi dan penyusunan laporan
banyak kendala yang dihadapi penulis, namun dengan adanya dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, maka kegiatan praktik kerja industri farmasi dan
penyusunan laporan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemateri dari industri Ferron dan
pemateri dari industri Natura Alamundo, penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada pembimbing PKL industri dari institusi.
Penulis juga tak lupa ucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Nursamsiar, M.Si selaku ketua sekolah tinggi ilmu farmasi Makassar.
2. Bapak khaeruddin selaku ketua program studi S1 farmasi
3. Dr. Wahyu hendarti, M.Kes.,Apt selaku koordinator PKL sekolah tinggi ilmu
farmasi Makassar.
4. Andi Nur Aisyah.,S.Si.,M.Si.,Aptselaku koordinator teknis PKL industri
farmasi sekolah tinggi ilmu farmasi Makassar.
5. Kepada Andi Nur Aisyah.,S.Si.,M.Si.,Apt Selaku pembimbing PKL industri.
6. Kepada kedua orang tua dan keluarga penulis, yang tiada henti memberikan
kasih sayang, dukungan dan semangat serta doa kepada penulis.
7. Teman-teman seperjuangan yang saling menyemangati dan saling membantu
satu sama lain.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih dari kesempurnaan, sehingga
sangat diharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun.

ii
Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya
dalam pengembangan ilmu kefarmasian di industri farmasi.
Makassar, 8 April 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR……………………………….............................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
I.1 Latar Belakang.............................................................................................1
I.2 Tujuan Penyusunan Laporan PKL...............................................................2
BAB II TINJAUAN UMUM...................................................................................3
II.1 Profil PT.Meiji Indonnesia.........................................................................3
II.2 Sejarah PT.Meiji Indonesia........................................................................3
II.3 Visi dan Misi..............................................................................................5
II.4 Produk PT. Meiji Indonesia.......................................................................5
II.5 Aspek-aspek CPOTB PT.Meiji Indonesia.................................................7
BAB III TINJAUAN KHUSUS.............................................................................14
III.1 Ampicilin...............................................................................................21
III.2 Rifampicin.............................................................................................22
III.3 Strategi pemasaran produk PT Meiji Indonesia....................................23
III.4 Strategi Penjualan..................................................................................24
III.5 Atribut Produk.......................................................................................24
BAB IV PENUTUP...............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28

iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Depkes RI, 2009). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal yang diperlukan untuk
mewujudkan kesehatan yang sesuai adalah dengan adanya sumber daya di bidang
kesehatan seperti sarana, prasarana, dan infrastruktur yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat untuk meningkatnya kualitas hidup masyarakat luas.
Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedia-nya
obat yang berfungsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Obat
merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki 6ndust fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Anonim, 2012).
Industri farmasi yang ada di Indonesia juga memiliki peranan yang cukup
penting dalam pembangunan kesehatan, terutama dalam penyelidikan obat –
obatan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki 6ndust fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (pasal 1).
Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang industri farmasi. Industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai sebagai industri
penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi

1
2

persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis
yang digunakan untuk tujuan kesehatan.
Peraturan dan perundang undangan tentang industri di tulis dalam:
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang kebijakan
industri Nasional Tahun 2015 – 2019
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 16 Tahun 2013 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES
/PER/XII/2010 tentang industri faramasi.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018
tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik sektor
kesehatan
Adapun persyaratan untuk memenuhi Izin Industri Farmasi tercantum dalam
Permenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 sebagai berikut :
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
3. Memiliki Nomor pokok wajib pajak.
4. Memiliki secara tepat paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi
dan penawasan mutu.
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlihat, baik langsung ataupun tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
I.2 Tujuan Penyusunan Laporan PKL
1. Mengetahui aspek CPOB dalam industri
2. Mengetahui unsur pokok yang dipandang oleh konsumen

2
BAB II
TINJAUAN UMUM
II.1 Profil PT. Meiji Indonnesia
Profil PT.Meiji Indonesia (3) PT.Meiji Indonesia merupakan industri
farmasi yang kantor pusatnya berada di Jl. Tanah Abang II no.4 Jakarta Pusat dan
pabriknya berada di Jl. Mojoparon 1 Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. PT.Meiji
Indonesia telah memiliki kantor medical reperesentative hampir di seluruh
wilayah Indonesia. Visi PT. Meiji Indonesia adalah menjadi perusahaan farmasi
dengan mutu yang terpercaya di Indonesia dan dunia. Selain itu, PT.Meiji
Indonesia sendiri mempunyai misi yaitu membuat obat bermutu tinggi dengan
tujuan untuk dapat memuaskan konsumen diseluruh dunia dan memberikan
sumbangan pada peningkatan kesehatan manusia. PT.Meiji Indonesia dalam
menjalankan tugas dan kegiatan pada bidang- bidangnya diperlukan struktur
organisasi dengan tujuan dan job description yang jelas sehingga tidak terjadi
tumpang tindih dengan pekerjaan yang lainnya.
II.2 Sejarah PT.Meiji Indonesia
PT.Meiji Indonesia adalah merupakan salah satu perusahan yang menjadi
pelopor antibiotika terkemuka di Indonesia sejak didirikan pada tahun 1974.
PT.Meiji Indonesia yang berinduk pada Meiji Seika Kaisha, Ltd. Jepang,
merupakan salah satu perusahaan dengan standart kualitas tertinggi di Indonesia
yang didukung oleh ± 600 karyawan profesional di bidangnya masing-masing,
peralatan produksi yang berstandar internasional, serta sistem manajemen yang
baik. Perusahaan ini mempuyai kantor pusat di Jakarta, yang mencakup divisi
marketing, keuangan dan administrasi, dan fasilitas pabrik (divisi produksi) di
Bangil-Jawa Timur, serta tenaga pemasaran yang tersebar di kantor-kantor
perwakilan marketing di seluruh Indonesia. Pemilihan lokasi pabrik di Bangil
memiliki beberapa pertimbangan seperti lokasi dekat dengan pusat sehingga
memudahkan distribusi ke pelabuhan atau bandara, menempati daerah/tanah yang
tidak produktif, pemilihan lokasi dekat dengan sumber air (sumbersono).
Pembangunan sarana produksi dilakukan secara bertahap, dimulai pada tahun
1974 hingga saat ini. Dengan ekspansi gedung Beta Laktam 2, penambahan line

3
4

produksi pada gedung Beta Laktam 3, dan pembangunan produksi Active


Pharmaceutic Ingredients (API) yang tujuannya untuk me-menuhi kebutuhan
akan produk obat baik konsumsi lokal maupun ekspor.
Market yang dituju oleh PT. Meiji Indonsia adalah 65% ekspor dan 35%
dalam negeri. Pasar ekspor yang dituju antara lain Jepang, Malaysia, dan
Singapura, sedangkan untuk pasar dalam negeri (toll in) PT.Meiji bekerja sama
dengan Kimia Farma, Indofarma, Takeda Indonesia, dan Dexa Medica. Bahan
baku yang digunakan dikirim langsung dari supplier yang terkualifikasi di
antaranya dari Cina, India, Korea, dan Spanyol. PT. Meiji Indonesia membagi
tugas dan kegiatan pada bidang masing-masing agar tidak terjadi tumpang tindih
pekerjaan antar divisi, sesuai dengan struktur organisasi.
Selain itu produk industri farmasi internasional dipersyaratkan pula
mengikuti panduan dan ketentuan internasional, misalnya Internasional
Organization for Standardization (ISO) 9000 series, current-Good Manufac-
turing Practice (c-GMP), PIC/S atau ICH yang menyangkut seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu. Dalam perjalanan selama kurun waktu kurang
lebih 39 tahun (1974-2010), PT.Meiji Indonesia telah menunjukkan kualitasnya
dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat, sehingga telah
mendapatkan beberapa sertifikat yang bertujuan untuk menjamin produk obat
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pada 11
Juni 1993 menerima sertifikat CPOB untuk penisilin dan turunannya sebanyak 4
buah bentuk sediaan (serbuk steril, suspensi kering, kapsul keras, tablet salut).
Persyaratan Sertifikat CPOB ini didapatkan dengan syarat adanya investasi
dan kesiapan Sumber Daya Manusia. Pada 10 Februari 1994 menerima sertifikat
CPOB untuk non-penisilin sejumlah 13 bentuk sediaan (tablet biasa, tablet salut,
kapsul keras, salep, suspensi kering, cairan oral, serbuk steril, cairan steril, dan
tetes mata) dari Dirjen POM Depkes RI, serta sertifikat GMP dari Jepang untuk
ekspor produk ke Jepang. Tanggal 2 Juni 1997 menerima sertifikat CPOB untuk
sediaan suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya dari Dirjen POM
Depkes RI. Tanggal 5 Februari 1998 menerima Surat Keputusan Persetujuan
AMDAL untuk fasilitas BL-2. Sertifikat PDA Jepang didapat pada tahun 200.
5

Hasil Mapping Industri Farmasi Tahun 2005 mendapatkan strata A dari BPOM
II.3 Visi dan Misi
II.3.1 Visi :
Menjadi perusahaan farmasi dengan mutu yang terpecaya di Indonesia.
II.3.2 Misi :
a) Membuat produk obat bermutu tinggi, dengan tujuan untuk dapat memuaskan
konsumen di seluruh dunia dan memberikansumbangan pada peningkatan
kesehatan manusia.
b) Kondisi yang diperlukan untuk mencapai visi perusahaan.
c) Menyiapkan tenaga kerja yang memiliki disiplin pribadi.
II.4 Produk PT. Meiji Indonesia
PT. Meiji Indonesia bergerak dalam bidang usaha yang memproduksi
antibiotik . PT.Meiji Indonesia terdiri dari jenis ethical dan Over The Counter
(OTC). Perkembangan produk PT Meiji Indonesia sejak tahun 1974 sampai 2010
didasari oleh kebutuhan konsumen. Produk pertama yang diproduksi PT.Meiji
Indonesia mulai dari tahun 1974 adalah golongan antibiotika karena pada saat itu
perkembangan antibiotika menurut IMS Health berada pada tingkatan yang paling
tinggi yaitu sebesar ±50%, produk-produk yang diproduksi pada saat itu adalah
Procain Penicillin G Meiji (Penicillin) pada tahun 1975, Viccilin® (Ampicillin)
pada tahun 1974 dan Widecillin® (Amoxicilin) pada tahun 1992, ketiganya
masuk ke dalam therapeutic class golongan penisilin yang efektif terhadap bakteri
gram-positif dan gram- negatif serta golongan tersebut di atas efektif terhadap
bakteri yang menghasilkan enzim beta laktamase. Kemudian PT.Meiji Indonesia
mulai memproduksi produk golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
bakteri gram-positif dan gram-negatif dan juga cenderung lebih efektif pada
bakteri pseudomonas. Produk yang termasuk golongan aminoglikosida tersebut
adalah Streptomycin Sulfate Meiji (Streptomycin sulphate), Kanamycin Meiji
(Kanamycin sulphate) dan Dibekacin Meiji (Dideoksikanamisin).
Pada bulan September tahun 1984, PT Meiji Indonesia meluncurkan
produk Cephation® (Cephalotin sodium) injeksi dan Madlexin® (Cephalexin
monohydrate) oral yang berasal dari golongan sefalosporin generasi I yang tahan
6

terhadap beta laktamase tetapi cenderung efektif terhadap bakteri gram- positif.
Akan tetapi karena sefalosporin generasi I tersebut masih terjadi cross resistance,
PT Meiji Indonesia meluncurkan Fosmicin® yang mengandung Fosfomycin
sodium yang efektif terhadap bakteri gram-positif dan gram- negatif, serta tidak
menyebabkan terjadinya cross resisten karena fosfomycin merupakan antibiotika
golongan baru di Indonesia. Setelah memproduksi produk golongan sefalosporin
generasi I.
PT.Meiji Indonesia memproduksi kembali dari golongan sefalosporin
generasi III yaitu Cefor® (Cefotaxim sodium). Namun, golongan sefalosporin
generasi III tersebut lebih cenderung efektif pada bakteri gram- negatif, sehingga
PT.Meiji Indonesia kembali meluncurkan produk dari golongan sefalosporin
hybrid yaitu golongan sefalosporin yang mempunyai sifat generasi 3 dan 4 namun
juga memiliki sifat seperti generasi 1, produk tersebut bernama Meiact®
(Cefditoren pivoxil) yang efektif untuk bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian
untuk memperluas pasar, PT.Meiji Indonesia memproduksi produk dari golongan
lain diluar antibiotika dengan fungsi yang beraneka ragam.
Pada bulan Februari 1993 PT.Meiji Indonesia meluncurkan Clast®
(Clebopride malate) yang berfungsi sebagai antiemetik. Produk jenis lain yang
diproduksi PT.Meiji Indonesia adalah Meipril® (Enalapril maleate) dari golongan
cardiovascular berdasarkan therapeutic class dan berfungsi sebagai antihipertensi,
Excelase-E® (Sanactase, Protease, Lipase, Meicelase, Pancreatin) berfungsi
sebagai digestive enzyme, Meisec® (Omeprazole) sebagai antiulcer, serta
Adant® Dispo (Sodium hyaluronate) yang berfungsi untuk osteoarthritis.
Kemudian untuk kepentingan strategi internal, PT.Meiji Indonesia membagi
produk ethical tersebut ke dalam 7 kategori yaitu produk komoditi, FG Troches
Meiji, Dibekacin Meiji, Main product (produk utama), Sefalosporin, new product,
dan kategori others (lain-lain).
Perluasan pasar yang dilakukan oleh PT.Meiji Indonesia tidak hanya
padapasar ethical saja, akan tetapi PT.Meiji Indonesia mulai memasuki pasar OTC
dengan meluncurkan produk SP Troches® Meiji (Dequalinium chloride) yang
berfungsi sebagai antiseptika mulut dan tenggorokan dan Orodin® (Povidone
7

iodine) yang berfungsi sebagai antiseptika tenggorokan. Untuk tahun 2010 ini
PT.Meiji Indonesia sedang memfokuskan dan mengembangkan produk Orodin®.
PT.Meiji Indonesia telah memproduksi berbagai jenis obat untuk manusia maupun
hewan. Obat yang diproduksi sebagian besar adalah golongan antibiotika dengan
90% sediaan berupa injeksi. Selain itu, PT.Meiji Indonesia juga memproduksi
obat-obat dari jenis lain seperti antihipertensi, antiulcer, antiemetik, antifungi,
antiseptika, osteoarthritis, dan digestif enzim. Obat-obat yang diproduksi oleh PT
Meiji Indonesia, yaitu:
a. Obat OTC Antiseptika mulut dan tenggorokan : SP Troches® Meiji, Orodin®.
b. Obat ethical
1) Antibiotika Golongan Penisilin Golongan Sefalosporin: Widecillin®,
Viccillin®, Meixam®, Procain Penicillin G : Madlexin®, Cephation®,
Cefor®, Ceftrox®, Meiact®Golongan Aminoglikosida : Streptomycin
Meiji, Kanamycin, Meiji, Dibekacin Meiji Fradiomycin-Gramicidin
Fosfomycin Sodium: FG Troches® Meiji : Fosmicin®
2) Non antibiotika
Osteoartritis pada lutut : Adant® Dispo Antihipertensi: Meipril®
Antiemetik: Clast®
Anti tukak lambung: Meisec® Digestif enzim: Excelase-E®
c. Obat hewan: Widecillin® fine granules dan Amcol®
II.5 Aspek-aspek CPOTB PT.Meiji Indonesia
Bentuk penerapan Aspek-aspek CPOB oleh PT.Meiji Indonesia yaitu :
1. Manajemen Mutu
Konsep dasar pemastian mutu, penerapan CPOB, dan pengawasan mutu
adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Di dalam CPOB 2012 telah
disebutkan bahwa kepala bagian manajemen mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajer sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian
manajemen mutu di PT.Meiji Indonesia adalah seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki pengalaman praktis
8

yang memadai dan keterampilan manajer sehingga memungkinkan untuk


melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian manajemen mutu di
PT.Meiji Indonesia adalah seorang apoteker.
a. Penjaminan Mutu (Quality Assurance) adalah totalitas semua pengaturan yang
dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu
yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Hal ini pada PT.Meiji Indonesia
dilakukan oleh Departemen Quality Assurance (QA).
b. CPOB / GMP (Good Manufacturing Practice)
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersayaratkan dalam izin edar dari spesifikasi
produk. Hal ini pada PT.Meiji Indonesia dilakukan oleh QA-GMP Subsection.
c. Pengawasan mutu
Adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel,
spesifikasi, dan pengujian serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan
telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta
produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Hal ini pada PT.Meiji Indonesia
dilakukan oleh Departemen Quality Control (QC).
2. Personalia
Kualitas dari personil ini sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan,
pelatihan yang diberikan, keahlian dan ketrampilan yang dimiliki. Jabatan dan job
description yang diberikan pada setiap personil haruslah sesuai dengan
keahliannya, sesuai dengan pedoman my machine, my area. Agar semua personil
yang ada di industri farmasi dapat mendukung terciptanya produk yang
berkualitas, maka PT.Meiji Indonesia memberikan pelatihan- pelatihan,
diantaranya ialah pelatihan CPOB yang diperuntukkan bagi semua karyawannya.
Untuk karyawan yang menjadi operator di ruang steril (ruang kelas A, B) akan
mendapatkan training khusus. Pelatihan juga bisa berupa mengikutsertakan
karyawan dalam berbagai seminar dan training baik itu di dalam negeri maupun
9

diluar negeri (Jepang). Penanganan personil tidak hanya menyangkut kualitas


tetapi juga kuantitas. Jumlah personal di setiap jabatan (struktur) ditentukan
berdasarkan berbagai pertimbangan diantaranya jumlah jam kerja, waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada dan tingkat kesulitan
pekerjaan tersebut.
3. Bangunan
Dimana untuk industri farmasi ini ada persyaratan–persyaratan khusus
yang harus dipenuhi. Seperti halnya PT.Meiji Indonesia yang memproduksi
produk golongan Beta Laktam dan Non Beta Laktam, maka gedung produksinya
harus terpisah. Saat ini gedung formulasi yang ada di PT. Meiji Indonesia ialah
Gedung Non Beta Laktam (NBL), Gedung Beta Laktam (BL-1, BL-2, BL-
3).Gedung NBL dan BL-1 untuk memproduksi produk lokal untuk sediaan steril
dan nonsteril, namun produk gedung BL-1 lebih terfokus pada produk hewan.
Gedung BL-2 dan BL-3 memproduksi produk ekspor, gedung BL-2 hanya
memproduksi produk non steril, sedangkan BL-3 hanya memproduksi produk
steril. Masing- masing gedung ini memiliki fasilitas air handling unit (AHU)
sendiri. AHU untuk ruang produksi sediaan steril dan non steril juga dibedakan.
suhu, kelembaban, perbedaan tekanan, percepatan dan pertukaran udara, aliran
udara, jumlah mikroba dan partikel. Klasifikasi ruangan yang ada ialah ruang
kelas F, kelas E, kelas D/C, kelas B, dan kelas A, sebagaimana diatur dalam
CPOB. Ruanganruangan ini dilakukan pengendalian dari debu dengan cara
melapisi dinding dan lantai bangunan dengan epoksi yang rata dan licin, selain itu
pertemuan antara dinding dengan lantai dan dengan langit-langit dirancang tidak
membentuk sudut sehingga lebih mudah dibersihkan, tidak menyerap lembab
serta meninggalkan bekas debu, pemasangan pre filter, medium filter, final filter,
serta pemasangan dust collector dan exhaust. Untuk pengendalian suhu dan
kelembaban dilakukan dengan pemasangan sistem HVAC secara central line.
Pengendalian serangga (pest control) dilakukan dengan pemasangan lampu
serangga (musipon) dalam ruangan dan perekat serangga di lantai (musipecha).
10

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk. Di PT. Meiji dilakukan proses pembersihan
terhadap alat-alat produksi setiap selesai proses produksi, proses pengangkutan
hasil produksi juga menggunakan alat khusus sehingga meminimalisir kontak
langsung antara alat dan produk, di dalam gedung produksi terutama di ruangan
tertentu diletakkan alat pemadam kebakaran juga alat pendeteksi adanya asap
akibat kebakaran (terletak di plafon). Timbangan yang digunakan memiliki
sensitifitas hingga dua digit dibelakang koma dan juga selalu dikalibrasi.
5. Sanitasi dan Hygiene
Ini menyangkut pemeliharaan fasilitas dan sarana yang digunakan dan
higiene perorangan. Di PT. Meiji Indonesia sanitasi bangunan dilakukan dengan
cara mengepel lantai dan dinding-dinding dari sisa-sisa bulk dengan desinfektan
setiap hari, pembersihan debu setiap hari dengan vacum cleaner, pembersihan
tangki dan pipa-pipa saluran air dengan cara bubbling, back wash kemudian
dibilas berkali-kali. Selain itu, masing- masing karyawan diharuskan melakukan
personal hygiene untuk melindungi produk dari kontaminasi masing-masing
karyawan diharuskan mengena-kan pakaian pelindung badan khusus yang bersih,
hairnet, topi, kaos tangan dan sepatu untuk masing-masing kelas juga
menggunakan rolling dengan perekat (coro-coro) dan clothes vacuum cleaner
yang dimaksudkan untuk mengambil fiber, partikel dan rambut yang menempel di
baju. Lavatory (toilet) tersedia di setiap gedung produksi maupun gedung lainnya
yang terletak di area-area tertentu. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir cross
contamination yang disebabkan oleh operator. Karyawan yang sedang sakit pun
disarankan menggunakan alat pelindung diri dan juga mengisi daftar absensi
kesehatan setiap hari, namun apabila mengidap penyakit yang berat disarankan
untuk tidak masuk bekerja. Tersedianya bak pengolahan limbah untuk gedung
11

produksi non beta laktam, beta laktam, serta limbah lainnya. Para karyawan tidak
diizinkan membawa makanan ke dalam gedung produksi.
6. Produksi
Didalam CPOB pada aspek ke enam disebutkan bahwa kepala bagian
produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi,
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai
dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional (CPOB, 2012).
Pernyataan tersebut menegaskan fungsi apoteker untuk menjamin kualitas suatu
produk, dalam hal ini tidak hanya terfokus pada mutu produk akhir tapi juga
terkait prosesnya. Sehingga peran apoteker menjadi sangat penting dalam
pemilihan bahan baku sampai pengujian produk jadi, bahkan apoteker juga
bertanggung jawab untuk memastikan mutu (Quality Assurance) agar obat sampai
ke konsumen tetap berkualitas.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang ber- kepentingan pada semua tahap merupakan
keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai
kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,
sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Hal ini pada PT. Meiji
Indonesia dilakukan oleh Departemen QC (Quality Control)
8. Inspeksi diri dan Audit Mutu
PT.Meiji Indonesia melaksanakan inspeksi diri secara periodik minimal 1
tahun sekali. Pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran dan ada titik fokus
tertentu apa yang akan diinspeksi. Sebagai responsible person adalah seksi QA
and GMP dengan membentuk sebuah tim kecil yang mewakili setiap bagian yaitu
12

QA, QC, produksi, engineering serta bagian lain bila dibutuhkan sesuai dengan
bidang yang diinspeksi. Inspeksi diri ini bertujuan untuk mengetahui dan
mengevaluasi apakah suatu sistem, standar atau proses yang ada telah sesuai
dengan persyaratan GMP yang terbaru.
9. Penanganan keluhan terhadap produk
Penanganan klaim atau keluhan di PT. Meiji Indonesia dikenal sebagai
penanganan informasi kualitas dan kelainan kualitas. PT.Meiji Indonesia
mempunyai suatu Standard Kontrol Penanganan Informasi Kualitas dan Kelainan
Kualitas Produk yang diterapkan untuk menangani terjadinya kelainan kualitas
terhadap produk sudah dipasarkan. Selain untuk konsumen lokal, produk PT.Meiji
Indonesia juga diekspor untuk konsumen Jepang, Thailand dll. Untuk itu,
penanganan kelainan kualitas dibagi menjadi dua, yaitu untuk konsumen lokal
ditangani oleh Medical Representatif pada divisi pemasaran yang selanjutnya akan
diteruskan pada divisi manufacturing, sedangkan untuk konsumen produk ekspor
akan ditangani langsung oleh Holding Company, PT. Meiji Seika Kaisha,Ltd. dan
diteruskan ke PT. Meiji Indonesia melalui advisor dari Jepang yang ditempatkan
di Indonesia. Laporan kelainan kualitas yang masuk pada divisi pabrik harus
segera diinvestigasi penyebabnya dan segera dilakukan langkah improvement atau
perbaikan. Paling lambat dalam waktu 2 minggu (14 hari) harus ada jawaban dari
divisi manufacturing.
10. Dokumentasi
Industri farmasi dituntut untuk memiliki dokumentasi yang rapi dan
mudah untuk ditelusuri kembali jika sewaktu-waktu diperlukan. Di PT.Meiji
Indonesia semua aktivitas dilaksanakan sesuai dengan protap yang telah dibuat
sebelumnya. Dokumen-dokumen yang ada, memiliki nomor dokumen yang
sengaja dibuat untuk memudahkan penelusurannya. Dokumen-dokumen yang
digunakan haruslah dokumen yang masih berlaku. Jika suatu dokumen tidak
berlaku lagi maka ada penandaan khusus dan dilakukan penarikan terhadap
dokumen tersebut untuk kemudian dimusnahkan (copy-an dokumen), sedangkan
dokumen yang asli diberi tulisan TIDAK BERLAKU lalu disimpan selama 10
tahun.
13

Dokumen batch record produksi dan pengawasan mutu juga harus


disimpan sampai dengan 10 tahun. Hal ini untuk memudahkan penelusuran jika
suatu saat ada klaim terhadap produk tersebut.
11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu).
12. Kualifikasi dan validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan PT.Meiji Indonesia sangat mempedulikan kualitas produk yang
dihasilkan-nya, sehingga perubahan sekecil apapun harus dipastikan bahwa
perubahan tersebut tidak berdampak pada perubahan kualitas produk. Oleh karena
itu setiap perubahan yang dilakukan harus melalui beberapa tahapan yang panjang
antara lain trial, validasi (initial validation) dan uji stabilitas produk sebagai
pembuktian bahwa perubahan tersebut disetujui (dapat diterapkan) atau tidak.
Setelah perubahan tersebut diaplikasikan, kualitas dari produk awal yang
dihasilkan masih harus dikontrol dengan pembuatan advance notice dan
melampirkannya pada batch record yang memuat perubahan pertama kali.
14

BAB III
TINJAUAN KHUSUS
1. Pembelian
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersedia-an,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain(Rusli, 2016):
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar dan.
d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-
lain).
Metode pengadaan perbekalan farmasi melalui metode pembelian dibagi
menjadi 4 kategori metode pengadaan barang dan jasa, yaitu (Rusli, 2016) :
a. Pelelangan
Adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara
terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia
usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Semua
pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya
dilakukan dengan pelelangan umum.
b. Pemilihan terbatas
Yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan
membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3
penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta
dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan
15

minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila
memungkinkan melalui internet, pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk
pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00.
c. Penunjukan langsung
Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan
diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia
barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan
secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan
mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi
kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
d. Penunjukkan langsung
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia
barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1
penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya
sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggung
jawabkan.
2. Transportasi
Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.
Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi.
Syarat transportasi obat meliputi (BPOM, 2019):
a. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi
dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian
obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi.
b. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan dilengkapi dengan
dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan verifikasi
kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan
16

c. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat


harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada
informasi kemasan.
d. Jadwal pengiriman dan rencana perjalanan harus disiapkan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi setempat.
e. Pengemudi pengiriman (termasuk pengemudi kontrak) harus dilatih CDOB
dalam bidang yang terkait dengan pengiriman.
f. Untuk obat dan/atau bahan obat yang harus disimpan pada suhu dingin, setiap
penyimpanan pada hub transportasi untuk periode tertentu harus
mempertimbangkan ketahanan kondisi kontainer pengiriman guna menjamin
kondisi suhu penyimpanannya.
3. Stock
Pengendalian persediaan obat bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
persediaan dengan permintaan. Fungsi pengendalian sangat penting untuk
menjamin efekfitas dan efisiensi pengelolaan persediaan obat itu sendiri.
Parameter keberhasilannya dapat dilihat dari indikator efisiensi dan efektivitas
pengendalian persediaan yang diterapkan. Indikator yang dimaksud adalah
sebagai berikut (Indarti dkk, 2019):
a. Indikator efisiensi yaitu ketepatan perencanaan yaitu dengan melihat dari satu
jenis obat obat dalam perencanaan dengan jumlah barang dan jenis obat
tersebut dalam kenyataan pemakaian, kecukupan obat yaitu jumlah bulan yang
menunjukkan antisipasi lamanya stok obat yang tersedia, stok berlebih yaitu
stok obat yang kecukupan obatnya lebih dari 18 bulan, TOR (Turn Over Ratio)
yaitu perputaran modal yang terjadi selama 1 tahun, stok mati yaitu stok obat
yang dalam waktu 3 bulan atau lebih tidak dipakai,
b. Indikator efektivitas adalah stok kosong yaitu jumlah stok akhir adalah 0 (nol)
atau stock out.
Berbagai metode pengendalian persediaan obat dapat diterapkan di
instalasi farmasi rumah sakit, salah satunya adalah metode MMSL (Minimum-
Maximum Stock Level). Metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level) ini
adalah metode yang paling sederhana dalam pengendalian persediaan obat yang
17

dapat diterapkan di instalasi farmasi rumah sakit. Minimum-Maximum Sistem


adalah salah satu metode pengendalian perse- diaan. Cara kerja Min – Max Sistem
yaitu apabila persediaan telah melewati batas-batas minimum dan mendekati batas
Safety Stock maka Reorder harus dilakukan. Jadi batas minimum Stock
merupakan batas Reorder Level. Batas maksimum adalah batas kesediaan
perusahaan atau manajemen untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk
persediaan bahan baku. Maka dalam hal ini yang terpenting adalah batas
minimum dan maksimum untuk dapat menentukan order quantity (Mareta dan
Wiwik, 2018).
4. Gudang
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan
secara akurat dan aman.
Berikut adalah beberapa syarat gudang untuk obat menurut CDOB (BPOM,
2019):
a. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus
tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi
tanggung jawab dari fasilitas distribusi.
b. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau
bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan
obat yang dapat disalurkan.
c. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan
area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan
yang dipersyaratkan.
d. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat
18

yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan


peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
e. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah
terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan
dan keamanan.
f. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari
kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai
g. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan -10- obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan
obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
h. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan
debu.
i. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain.
j. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
5. Distribusi
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/ menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. IFRS harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) (Rusli, 2016).
a) Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
19

b) Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang disimpan di ruang rawat


harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
c) Dalam kondisi sementara di mana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e) Menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada
setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan (Individual Prescription)
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan berdasarkan resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi (Rusli,
2016).
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan berdasarkan resep
perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap. Sistem unit dosis dapat menggunakan metode unit dose
dispensing (UDD) untuk satu unit ≅ν Farmasi Rumah Sakit dan Klinik ≅ν 44
dosis penggunaan (sekali pakai) atau once daily dose (ODD) untuk dosis satu
hari diberikan (Rusli, 2016).
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan bagi pasien
rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem
distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat
inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock
atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a. Efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada dan.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
20

c. Metode sentralisasi.
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan
individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat
pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS,
kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik
dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Keuntungan sistem ini adalah:
a. Semua resep dikaji langsung oleh tenaga farmasi, yang juga dapat memberi
informasi kepada perawat berkaitan dengan perbekalan farmasi pasien.
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara tenaga farmasi-
dokterperawat-pasien.
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan.
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu
rumah sakit yaitu sebagai berikut(Rusli, 2016).
a. Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi
obat ke pasien yang cukup tinggi.
b. Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat.
c. Tenaga farmasi kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records)
dengan cepat.
d. Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu
penyiapan komunikasi. ≅ν Farmasi Rumah Sakit dan Klinik
≅ν 45 Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A
dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.
e. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang mempunyai cabang di dekat unit
perawatan/pelayanan. Bagian ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit
21

farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan


farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi
farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan
perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi. Tanggung jawab tenaga farmasis
dalam kaitan dengan distribusi perbekalan farmasi di satelit farmasi (Rusli,
2016) :
a. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena tanpa
tambahan (intravenous solution without additives).
b. Mendistribusikan IV admixtur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
c. Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication administration
record (MAR).
d. Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
e. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.
III.1 Ampicilin
Ampisilin diklasifikasikan oleh WHO sebagai antimikroba yang sangat
penting dalam pengobatan manusia (CIA) dan, oleh karena itu, penggunaan yang
hati-hati dalam peternakan direkomendasikan (WHO, 2011). Selain itu, OIE
mengklasifikasikan Ampisilin sebagai antimikroba yang sangat penting dalam
kedokteran hewan (VCIA) (OIE, 2015). Ampicilin merupakan antibiotic golongan
Penisilin, Penisilin pertama kali diterapkan untuk aplikasi klinik tahun 1942.
Ampisilin diproduksi oleh asilasi asam 6-aminopensillanic dengan D - (-) - α-
fenilglisin baik dengan sintesis mikrobiologis atau kimiawi. Ampisilin bersifat
bakterisidal dan memiliki cara kerja yang mirip dengan benzilpenisilin. Meskipun
memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas, mencakup beberapa organisme gram
positif dan gram negatif tambahan. Ampisilin mungkin memiliki aksi sinergis
dengan aminoglikosida dan dengan penghambat β-laktamase asam klavulanat dan
sulbaktam (Foulds, 1986; Barnhart, 1989). Beberapa kelebihan penisilin yaitu
mempunyai spectrum yang luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan
mempunyai toksisitas yang rendah sehingga penggunaan penisilin G dengan dosis
tinggi tidak menyebabkan alergi (Crueger & Crueger 1984). Keberadaan gen yang
berperan pada proses biosintesis penisilin dipercaya sangat penting untuk
22

organimse penghasil sehingga dapat bersaing dengan organisme lainnya, namun


molekul ini kemungkinan juga berperan dalam proses signaling (Weber et al.
2012). Salah satu jamur yang dikenal luas dapat menghasilkan penisilin adalah
Penicillium chrysogenum (Houbraken et al. 2012; Kardos & Demain, 2011).
Produksi penisilin dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya oksigen terlarut,
karbondioksida terlarut, glukosa, serta variasi fraksi volume fase abiotik dan
biotik (Birol et al. 2002; )
III.2 Rifampicin
Rifampicin merupakan antibiotic sintesis yang dirancang untuk
memodifikasi senyawa induk, Rifampicin adalah antibiotik makrolida yang
berguna secara klinis yang diproduksi oleh bakteri Gram-positif Amycolatopsis
mediterranei (awalnya diklasifikasikan sebagai Streptomyces medi terranei).
Rifamycin B. senyawa yang awalnya diisolasi, tidak memiliki aktivitas
antibakteri, tetapi dioksidasi menjadi turunan rifamycin sangat aktif, yang
menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif. Antibiotik ini terutama
digunakan untuk masing-masing Mycobacterium tuberculosis dan. Mycobac
terium leprae, agen penyebab tuberculosis dan lepro sy. Pada bakteri ini,
pengobatan rifamycin secara khusus menghambat inisiasi sintesis RNA dengan
mengikat subunit B dari RNA polimerase. Selain aktivitasnya melawan bakteri,
rifamycin juga dilaporkan menghambat reverse transcriptase (RT) dari virus
RNA tertentu. Turunan Rifampicin juga telah ditermukan yang efektif melawan
Mycobacterium avium, yang terkait dengan kompleks AIDS. Akibatnya,
kepentingan dan permintaan rifamycin telah meningkat pesat di seluruh dunia 35.
Antibiotik rifamycin, yaitu rifampisin (disebut ritampisin di AS), rifabutin dan
rifapentin, secara unik ampuh dalam pengobatan tuberkulosis dan stafilokokus
kronis pada infeksi. Penyerapan obat ini oleh usus terjadi dan dipengaruhi oleh
adanya makanan (36] Rifaximin (4-deoxy-1-methylpyrido |1.2-1.2] imidazo 54-c
rifamycin SV, gbr. 2) adalah produk sintetis yang dirancan9 untuk memodifikasi
senyawa induk, ifamycin, untuk mencapal penyerapan Gl yang rendah sambil
tetap mempertahankan kebaikan antibac. aktivitas terial |371 Ini adalah turunan
SV rifamycin yang dikupa0s dengan mengkondensasi turunan 2-aminopiridin ke.
23

bromorifarmycin S (ng 3 137-391 Turunan pyrido imidazole ritamycin SV ini,


yang terbukti stabil dalam sari gas tric selama 24 jam menggantikan sifat alami
III.3 Strategi pemasaran produk PT Meiji Indonesia
1. Analisis pasar
Sifat pasar yang sangat heterogen memerlukan segmentasi pasar, yaitu suatu
proses yang memisahkan pasar yang heterogen menjadi beberapa segmen atau
bagian yang homogen dalam semua aspek yang berhubungan dengan
pemasaran produk sehingga dapat menemukan konsumen potensial yang
mempunyai kemampuan daya beli sesuai dengan produk yang dipasarkan.
Sebuah perusahaan harus membidik segmen dimana nilai terbesar bagi
pelanggan dapat dihasilkan dan mempertahankannya dalam waktu cukup lama.
2. Penetapan sasaran (targeting)
Penetapan target pasar dan penentuan posisi atau citra produk di pasar
disesuaikan dengan segmen pasar yang telah dipilih. Setelah menentukan
segmentasi pasar, maka perusahaan dapat menentukan pasar sasaran yang
mencakup evaluasi setiap daya tarik segmen pasar dan memilh satu atau lebih
segmen yang akan dimasuki atau dilayani.
3. Penempatan produk (positioning) Positioning adalah upaya untuk
menempatkan suatu produk dalam benak konsumen. Konsumen akan memilih
produk yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Dalam benak
konsumen, komunikasi yang bersifat khas dan unik dapat menjadikan suatu
produk dipersepsikan lebih superior dibanding pesaingnya. Keberhasilan
positioning tergantung pada kemampuan perusahaan dalam membuat suatu
produk terlihat berbeda dibanding pesaingnya dengan cara menyampaikan nilai
keistimewaan dari produk tersebut.
4. Analisis produk PT, PT Meiji Indonesia melakukan analisis terhadap posisi
produk berdsasarkan PLC (Product Life Cycle), besarnya volume penjualan
yang telah dicapai, kombinasi pemasaran produk, dan kemungkinan adanya
perkembangan produk baru. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan tujuan
pemasaran dan strategi pemasaran yang sesuai dengan keadaan produk
tersebut. PT Meiji Indonesia membedakan jenis produk ethical-nya
24

berdasarkan keberhasilan pemasaran dan omset penjualan yang dimaksudkan


untuk memudahkan aplikasi strategi pemasarannya.
5. Analisis lingkungan PT Meiji Indonesia melakukan analisis keadaan
lingkungan baik internal maupun eksternal. Analisis lingkungan dilakukan
dengan menggunakan metode SWOT. Tujuan dilakukan adalah agar
perusahaan mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimilki serta
mengetahui adanya kesempatan dan ancaman yang berasal dari lingkungan
eksternal perusahaan.
6. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Unsur-unsur bauran pemasaran sering
dikenal dengan 4P, yaitu product, price, place, dan promotion.
III.4 Strategi Penjualan
Konsep menjual atau penjualan adalah memusatkan perhatian pada
kebutuhan penjual sedangkan konsep pemasaran pada kebutuhan pembeli. Dalam
strategi pemasaran, perusahaan sibuk dengan gagasan untuk memuaskan
kebutuhan pelanggan melalui produk dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
penciptaan, pengiriman dan akhirnya pengkonsumsian produk tersebut. Lain hal
dengan strategi penjualan, perusahaan disibukkan dengan kebutuhan penjual
untuk mengubah produknya menjadi uang tunai. Konsep penjualan menyatakan
bahwa konsumen jika diabaikan biasanya tidak akan membeli produk yang
ditawarkan dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, perusahaan harus
melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif. Secara umum dalam
melakukan penjualan, PT Meiji Indonesia mengembangkan teknik menjual.
Teknik tersebut terbagi atas dua teknik, yaitu teknik sebelum menjual dan teknik
menjual.
III.5 Atribut Produk
Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh
konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk
meliputi merek, kemasan, jaminan (garansi), pelayanan, dan sebagainya.
1) Merek
Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna,
gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat
25

memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing. Pada dasarnya


suatu merek juga merupakan janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan
serangkaian ciri-ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada para pembeli. Merek yang
baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa jaminan kualitas. Merek
sendiri digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu:
a. Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan
produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan
konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian
ulang.
b. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.
c. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas,
serta prestise tertentu kepada konsumen.
d. Untuk mengendalikan pasar.
2) Kemasan
Pengemasan (packaging) merupakan proses yang berkaitan dengan
perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus (wrapper)
untuk suatu produk. Tujuan penggunaan kemasan antara lain meliputi:
a. Sebagai pelindung isi (protection), misalnya dari kerusakan, kehilangan,
berkurangnya kadar/isi, dan sebagainya.
b. Untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan (operating), misalnya
supaya tidak tumpah, sebagai alat pemegang, mudah menyemprotkannya
(seperti obat nyamuk, parfum), dan lain-lain.
c. Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable), misalnya untuk diisi kembali
(refill) atau untuk wadah lain.
d. Memberikan daya tarik (promotion), yaitu aspek artistik, warna, bentuk,
maupun desainnya.
e. Sebagai identitas (image) produk, misalnya berkesan kokoh/awet, lembut, atau
mewah.
f. Distribusi (shipping), misalnya mudah disusun, dihitung, dan ditangani.
g. Informasi (labelling), yaitu menyangkut isi, pemakaian, dan kualitas.
h. Sebagai cermin inovasi produk, berkaitan dengan kemajuan teknologi dan
26

daur ulang.
Pemberian kemasan pada suatu produk bisa memberikan tiga manfaat
utama, yaitu manfaat komunikasi, manfaat fungsional, dan manfaat perseptual.
a) Manfaat komunikasi. Manfaat utama kemasan adalah sebagai media
pengungkapan informasiproduk kepada konsumen. Informasi tersebut meliputi
cara menggunakan produk, komposisi produk, dan informasi khusus (efek
samping, frekuensi pemakaian yang optimal dan sebagainya. Informasi lainnya
berupa segel atau simbol bahwa produk tersebut halal dan telah lulus
pengujian/disyahkan oleh instansi pemerintah yang berwenang.
b) Manfaat fungsional Kemasan seringkali pula memastikan peranan fungsional
yang penting, seperti memberikan kemudahan, perlindungan, dan
penyimpanan.
c) Manfaat perseptual Kemasan juga bermanfaat dalam menanamkan persepsi
tertentu dalam benak konsumen
3) Pemberian label (Labeling)
Labeling berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari
suatu produk yang menyampaikan produk dan penjual. Sebuah label bisa
merupakan bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal)
yang dicantelkan pada produk.
BAB IV
PENUTUP
IV. Kesimpulan
Pemastian mutu, penerapan CPOB, dan pengawasan mutu adalah aspek
manajemen mutu yang saling terkait. Di dalam CPOB 2012 telah disebutkan
bahwa kepala bagian manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dan keterampilan manajer sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas. Bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi, dan pengujian serta dengan organisasi, dokumentasi, dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh
konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Pengemasan
merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah atau
pembungkus untuk suatu produk. Sebagai identitas produk, misalnya berkesan
kokoh/awet, lembut, atau mewah. Label merupakan bagian dari suatu produk
yang menyampaikan produk dan penjual. Sebuah label bisa merupakan bagian
dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket yang dicantelkan pada produk.
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standard mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan dalam izin edar dari spesifikasi
produk. Pada PT.Meiji Indonesia pengurusan CPOB dilakukan oleh QA-GMP
Subsection, dan pada 11 Juni 1993 PT. Meiji telah menerima sertifikat CPOB
untuk penisilin dan turunannya sebanyak 4 buah bentuk sediaan dengan
persyaratan adanya investasi dan sumber daya manusia.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Materi Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Jakarta. PT. Meiji
Indonesia. 2013.
Anonim.Studi kimia industry antibiotic. Depkes,RI
BPOM., 2019. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan buku 2. Jakarta:
kemenkes.
Durianti, Darmadi, dkk. 2004. Brand Equity Ten. Jakarta: PT Gramedia. Pustaka
Utama.
E. Husbeye. 2005. The pathogenesis of gastrointestinal bacterial overgrowth. c of
Medicine, Hospital of Buskerud HF, Drammen, and Division of Medicine,
Ullevaal University Hospital of Oslo, Oslo, Norway.
Ferlie. 2013. Periodical Reviewof Process Control Interim Report F.G Troches
Meiji (Ftrs). Makassar : UNHAS
Hoan Tjay, Tan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Edisi V. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Indarti,dkk., 2019. Pengendalian Persediaan Obat dengan Minimum-Maximum
Stock Level di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. JMPF.
9(3).
Kotler, Philip dan Gary Amstrong. (2006). Prinsip-prinsip Pemasaran, Edisi 12,
Jilid I. Jakarta: Prehalindo.
Mailani fitria.2011. Distribusi dan Pemasaran PT Meiji Indonesia Tbk, Jakarta :
UI.
Mareta, Indriyani., dan Wiwik, Budiawan., 2018. Analisis penyebab terjadi
overstock pada PT. Hitachi Construction Machinery Indonesia. PT.
Hitachi Construction Machinery Indonesia. Teknik Industri Universitas
Diponegoro. 02.
Rusli., 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Kemenkes.
Tim Revisi Buku Pedoman CPOB. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik 2012, Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategy Pemasaran. Edisi II. Yogyakarta: Penerbit
Andi. WHO. 2017.Residue Monograph prepared by the meeting of the joint
JFAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA), 85th

28

Anda mungkin juga menyukai