Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

“PERENCANAAN DAN PENGADAAN PERBEKALAN


FARMASI”

KELOMPOK V
Mardiana S.L 18007
Krisdayanti 18016
Fanny Ayu Astuti Pasepang 18029
Junita 18006
Dei Lestari 18036
Fitrah Muthmainna J 18042
Selfia Tumanan 18059

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dewasa
ini, mengingat makin banyaknya variasi penyakit, perubahan iklim yang
ekstrim, serta kondisi lingkungan yang telah banyak terkontaminasi.
Masyarakat sendiri telah bersikap kritis untuk memiliki kesadaran
mengenai pentingnya kesehatan bagi hidup mereka, bahkan telah menjadi
kebutuhan primer. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu
dilakukan pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan yang
meliputi fasilitas penunjang kesehatan serta sumber dayanya, salah
satunya adalah apotek.
Apotek merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan,
dimana apotek memiliki pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan di
apotek juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia yang ditentukan oleh tingkat atau derajat kesehatan dari setiap
manusia.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek pasal 1, apotek adalah suatu tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Apoteker sebagai bagian dari tenaga
kesehatan mempunyai kewenangan dan Kesehatan No. 51/2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian pasal 1 ayat 1 bahwa pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.
Perbekalan Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian
izin apotik, yang dimaksud dengan perbekalan farmasi adalah obat, bahan
obat, obat asli Indonesia (Obat Tradisional), bahan obat asli Indonesia
(bahan Obat Tradisional), alat kesehatan dan kosmetika. Kemudian dalam
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang
pedoman teknis pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk
pelayanan kesehatan dasar, perbekalan kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
Di samping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan
unit bisnis, apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan
praktik tenaga teknis kefarmasian dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51 tahun
2009). Semua aspek dalam pekerjaan kefarmasian tersebut dapat disebut
juga sebagai pelayanan kefarmasian. Dimana suatu sistem pelayanan
kesehatan dikatakan baik, bila struktur dan fungsi pelayanan kesehatan
dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut, yaitu : tersedia, adil dan merata, tercapai, terjangkau,
dapat diterima, wajar, efektif, efisien, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan,
bermutu, dan berkesinambungan (Azwar, 1996).
I.2 Tujuan
Laporan ini bertujuan agar dapat mengetahui proses perencanaan
dan pengadaan perbekalan farmasi khususnya di Apotek.
I.3 Manfaat
Laporan ini bermanfaat Untuk mengetahui perencanaan dan
pengadaan perbekalan farmasi khususnya di Apotek.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Defenisi Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka
dalam pelayanannya harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu
menyediakan, menyiapkan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang
bermutu baik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 tahun 2017 Tentang Apotek, apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker. Sedangkan yang dimaksud dengan Pelayanan Kefarmasian
adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PERMENKES
No. 35 Tahun 2016).
Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009, Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusi atau penyalurannya obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat, atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi
yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Dalam pengelolaannya apotek harus dikelolah oleh apoteker, yang telah
mengucapkan sumpah jabatan yang telah memperoleh Surat Izin Apotek
(SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.
II.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Apotek, Apotek menyelenggarakan fungsi:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
b. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
Sedangakan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas
Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1969 Tentang Apotek, Tugas
dan fungsi apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat, atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
d. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga
kesehatan lainnya.
II.3 Pengelolaan Apotek
Pengelolaan sebagai proses yang dimaksud untuk mencapai suatu
tujuan tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Tujuannya
adalah agar tersediannya seluruh perbekalan farmasi di Apotek dengan
mutu yang baik, jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan
kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan. Pengelolaan di Apotek
meliputi pengelolaan terhadap obat dan perbekalan farmasi, pengelolaan
terhadap resep, dan pengelolaan terhadap sumber daya
(permenkes,2002).
Pengelolaan Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 35 Tahun 2016, meliputi:
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik.
II.3.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2014, yaitu ; Perencanaan, dalam membuat
perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat. Tujuan dari perencanaan adalah
agar proses pengadaan obat atau perbekalan farmasi yang ada di Apotek
menjadi lebih efektif dan efisien sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan
perencanaan adalah :
a. Pemilihan Pemasok, kegiatan pemasok (PBF), service (ketepatan
waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya diskon bonus, layanan obat
expire date (ED) dan tenggang waktu penagihan), kualitas obat, dan
perbekalan farmasi lainnya, ketersediaan obat yang dibutuhkan dan
harga.
b. Ketersediaan barang atau perbekalan farmasi (sisa stok, rata-rata
pemakaian obat dan satu periode pemesanan pemakaian dan waktu
tunggu pemesanan, dan pemilihan metode perencanaan.
Adapun beberapa metode perencanaan, diantaranya :
a. Metode Konsumsi, memperkirakan penggunaan obat berdasarkan
pemakaian sebelumnya sebagai perencanaan yang akan datang.
b. Metode Epidemiologi, berdasarkan penyebaran penyakit yang paling
banyak terdapat di lingkungan sekitar apotek.
c. Metode Kombinasi, mengombinasikan antara metode konsumsi dan
metode epidemiologi.
d. Metode Just In Time (JIT), membeli obat pada saat dibutuhkan.
Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar
tersedia sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai
dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu
proses yang mengatur berbagai cara, teknik dan kebijakan yang ada
untuk membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan
diadakan, baik jumlah maupun sumbernya. Kriteria yang harus dipenuhi
dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah :
a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar
atau nomor registrasi,
b. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapat dipertanggung jawabkan.
c. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi
d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.
Pengadaan di Apotek dapat dilakukan dengan cara pembelian
(membeli obat ke PBF) atau dengan cara konsinyasi (dimana PBF
menitipkan barang di Apotek dan dibayar setelah laku terjual). Proses
pengadaan barang dengan cara pembelian dilakukan melalui beberapa
tahap diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Persiapan ini dilakukan untuk mengetahui persediaan yang dibutuhkan
apotek untuk melayani pasien. Persediaan yang habis dapat dilihat di
gudang atau pada kartu stok. Jika barang memang habis, dapat
dilakukan pemesanan. Persiapan dilakukan dengan cara data barang-
barang yang akan dipesan dari buku defektan termasuk obat-obat yang
ditawarkan supplier.
b. Pemesanan
Pemesanan dapat dilakukan jika persediaan barang habis, yang dapat
dilihat dari buku defektan. Pemesanan dapat dilakukan langsung
kepada PBF melalui telepon, E-mail maupun lewat salesmen yang
datang ke apotek. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat
pemesanan (SP), surat pemesanan minimal dibuat 2 lembar (untuk
supplier dan arsip apotek) dan di tanda tangani oleh apoteker. Biasanya
SP dibuat 3 lembar. Untuk SP pembelian obat-obat narkotika dibuat
menjadi 4 lembar (3 lembar diserahkan pada PBF yaitu warna putih,
merah, biru dan satu lembar berwarna kuning sebagai arsip di apotek).
Untuk obat narkotika 1 surat permintaan hanya untuk satu jenis obat,
sedangkan untuk psikotropika 1 surat permintaan bisa untuk satu atau
lebih jenis obat.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Tahap Tahap Perencanaan
Tahap Pemilihan. Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan obat
yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk
mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan
dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek
samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat
dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih
berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang
lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal Tahap
Kompilasi Pemakaian Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi
data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi
pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok
optimum Tahap Perhitungan Kebutuhan dalam merencanakan
kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat.
Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan
menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.
1. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang
dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a) Pengumpulan dan pengolahan data.
b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Untuk
memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu
dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau
lebih. Data-data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan
metode konsumsi. Daftar obat Stok awal, sisa stok, stok pengaman
Penerimaan, pengeluaran hilang kadaluarsa,rusak kekosongan obat
pemakaian rata-rata obat pertahun Waktu tunggu Perkembangan pola
kunjungan rumus perhitungan metode konsumsi :
A = ( B+C+D)- E A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok pengaman 10 % 20 %
D = Waktu tunggu 3 6 bulan
E = Sisa stok
2.Metode Morbiditas
Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur-
penyakit. Kegiatan yang harus dilakukan : Pengisian (formulir 4) terlampir
dengan masing-masing kolom diisi: Kolom 1 : Nomor urut. Kolom 2 :
Nomor kode penyakit. Kolom 3 : Nama jenis penyakit diurutkan dari atas
dengan jumlah paling besar. Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5
tahun. Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa. Kolom 6 : Jumlah total
penderita anak dan dewasa. Menyiapkan data populasi penduduk
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan
jenis kelamin untuk umur antara : 0 s/d 4 tahun. 5 s/d 14 tahun. 15 s/d 44
tahun 45 tahun. Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada. Menghitung
frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun. Menghitung jenis,
jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan
pedoman pengobatan yang ada.
Proses pengadaan dan pemesanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan di Apotek dilakukan berdasarkan buku permintaan (defecta)
dengan memperhatikan arus barang apakah termasuk ke dalam kriteria
slowmoving atau fastmoving. Sediaan farmasi dan alat kesehatan di
Apotek dipesan melalui distributor tunggal yakni Pedagang Besar
Farmasi (PBF). Pemesanan ini dilakukan setiap hari berdasarkan jumlah
minimal obat yang dimiliki Apotek.
Pemesanan dan pembelian sediaan farmasi dan alat kesehatan di
Apotek biasanya dilakukan melalui media komunikasi dalam hal ini
telepon. Kemudian APA membuat surat pesanan (SP) yang kemudian
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) (dua rangkap)
atau asisten apoteker kepada PBF yang bersangkutan dimana dalam hal
ini adalah PBF. Surat pesanan ini diberikan kepada PBF setiap 1 bulan
sekali. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah dipesan oleh
Apotek biasanya akan datang dalam waktu kurang dari 24 jam, dimana
bila pemesanan dilakukan pada waktu pagi hari makan barang akan
datang di hari yang sama di waktu siang atau sore hari, sedangkan bila
pemesanan dilakukan pada sore atau malam hari maka barang akan
datang di hari berikutnya. Saat barang pesanan datang dalam hal ini
sediaan farmasi dan alat kesehatan, maka akan dilakukan pengecekan
terhadap kesesuaian antara barang datang dengan faktur. Pengecekan
yang dilakukan yakni mengenai nama obat, jumlah obat, tanggal
kadaluwarsa, serta kemasan obat. Setelah dilakukan pemeriksaan, faktur
akan ditandatangani oleh APA/AA yang bertugas. Faktur asli akan
diserahkan kepada apotek, sedangkan PBF menerima tanda tukar faktur.
Faktur akan disimpan dan dicatat ke dalam kartu stok dan sistem
inventory obat, yang dilakukan oleh APA/AA yang bertugas. Pencatatan
ini dilakukan untuk mempermudah dalam pemesanan barang
selanjutnya. Bila faktur akan jatuh tempo, maka dilakukan pembayaran
secara tunai kepada PBF oleh bagian keuangan RSIA.
Pemesanan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan
menggunakan surat pemesanan khusus dan ditandatangani oleh APA.
Surat pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma
sebagai distributor tunggal narkotika di Indonesia, sementara untuk
psikotropika SP ditujukan kepada PBF. Surat pesanan narkotika terdiri
dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan kepada PBF (PT. Kimia Farma),
Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma) dan arsip. Sedangkan surat
pesanan psikotropika terdiri dari 3 rangkap, yaitu untuk diberikan kepada
PBF, Balai POM, dan sebagai arsip Apotek. Setelah barang datang
dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian antara barang datang
dengan surat pesanan. Surat pesanan sebagai arsip Apotek akan
disimpan dan dicatat ke dalam kartu stok dan system inventori  obat.

PENGADAAN?
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan ini yaitu dari proses perencanaan
dapat dilihat dari metodenya yaitu Metode Konsumsi, Metode
Epidemiologi, Metode Kombinasi, Metode Just In Time (JIT) sedangkan
proses pengadaan kita dapat melihat dari tahap persiapan dan
pemesanan
IV.2 Saran
Adapun saran untuk laporan ini semoga kedepannya Praktek Kerja
Lapangan dilakukan secara langsung agar dapat memperoleh ilmu lebih
banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, AH. 1996. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Puataka Sinar
Harapan. Jakarta.

Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI No


1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang pedoman teknis
pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk
pelayanan kesehatan dasar. Jakarta

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri


Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2016. Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017.


Tentang Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2017.

Anda mungkin juga menyukai