Hari Keanekaragaman Hayati
Hari Keanekaragaman Hayati
Definisi eksplisit yang konsisten dengan interpretasi ini pertama kali dituliskan dalam
makalah Bruce A. Wilcox yang ditugaskan oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam
dan Sumber Daya Alam (IUCN) dalam Konferensi Taman Nasional Dunia 1982. Definisi
Wilcox yaitu "Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman bentuk kehidupan, pada
semua tingkat sistem biologis (yaitu, molekuler, organisme, populasi, spesies, dan
ekosistem)". Pada tahun 1984, Wilcox kembali mendefisikan keanekaragaman hayati secara
genetis sebagai keanekaragaman alel, gen, dan organisme, yang mempelajari proses seperti
mutasi dan transfer gen yang mendorong terjadinya evolusi.
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1992
mendefinisikan "keanekaragaman hayati" sebagai "variabilitas di antara organisme hidup dari
semua sumber, termasuk, antara lain, ekosistem darat, ekosistem laut dan perairan lainnya,
serta kompleks ekologis di tempat mereka menjadi bagiannya: termasuk keanekaragaman
dalam spesies, di antara spesies, dan ekosistem". Definisi ini digunakan dalam Konvensi
Keanekaragaman Hayati PBB. Sementara itu, definisi Gaston dan Spicer dalam buku mereka
"Biodiversity: an Introduction" adalah "variasi kehidupan di semua tingkatan organisasi
biologis".
2) Pertanian
Keanekaragaman pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama
yaitu keanekaragaman intraspesifik, yang mencakup variasi genetik dalam satu spesies,
seperti kentang (Solanum tuberosum) yang terdiri dari berbagai bentuk dan jenis
(misalnya di AS yang membandingkan kentang cokelat muda dengan kentang baru atau
kentang ungu, semua kentang tersebut berbeda, tetapi merupakan bagian dari spesies
yang sama, S. tuberosum). Kategori kedua disebut keanekaragaman interspesifik dan
mengacu pada jumlah dan jenis spesies yang berbeda. Contoh keanekaragaman yaitu
berbagai tumbuhan berbeda yang ditanam oleh petani sayuran kecil, misalnya kentang,
wortel, paprika, selada, dan sebagainya.
Keanekaragaman pertanian juga dapat dibagi menjadi keanekaragaman yang
'direncanakan' atau keanekaragaman 'terkait'. Pengelompokan ini merupakan klasifikasi
fungsional dan bukan sifat intrinsik kehidupan. Keanekaragaman yang direncanakan
misalnya tumbuhan yang didukung, ditanam, atau dibesarkan oleh petani (misalnya
tanaman, simbion, dan hewan ternak), yang dapat dibedakan dengan keanekaragaman
'terkait' yang muncul dari tumbuhan tanpa diatur (misalnya herbivora serta spesies gulma
dan patogen).
Pengendalian keanekaragaman hayati terkait merupakan salah satu tantangan besar
yang dihadapi petani. Pada pertanaman tunggal (monokultur), pendekatan yang diambil
untuk memberantas keanekaragaman terkait umumnya menggunakan pestisida yang
merusak secara biologis, peralatan mekanis dan teknik rekayasa transgenik,
kemudian rotasi tanaman. Meskipun sebagian petani pertanaman campuran (polikultur)
menggunakan teknik yang sama, mereka juga menggunakan strategi pengendalian hama
terpadu serta strategi yang lebih padat karya, tetapi umumnya kurang bergantung pada
modal, bioteknologi, dan energi.
Keanekaragaman interspesifik juga menentukan sebagian variasi makanan kita.
Keanekaragaman intraspesifik, berupa variasi alel dalam satu spesies, juga menawarkan
kita pilihan untuk memilih diet. Jika pertanaman tunggal mengalami kegagalan panen,
kita mengandalkan keanekaragaman pertanian untuk menanam kembali lahan dengan
tumbuhan baru. Jika tanaman gandum dihancurkan oleh hama, kita mungkin menanam
varietas gandum yang lebih kuat pada tahun berikutnya, dengan mengandalkan
keanekaragaman intraspesifik. Kita juga dapat meninggalkan produksi gandum di daerah
tersebut dan menanam spesies lain yang berbeda, tergantung pada keanekaragaman
interspesifik. Bahkan, masyarakat agraris yang terutama menanam secara monokultur,
pada titik tertentu tetap bergantung pada keanekaragaman hayati.
Wabah Kelaparan Besar Irlandia tahun 1846 akibat matinya tanaman kentang
merupakan faktor utama dalam kematian satu juta orang dan emigrasi jutaan lainnya.
Hal ini diakibatkan oleh penanaman kentang yang hanya dua varietas, yang keduanya
rentan terhadap penyakit busuk daun, akibat Phytophthora infestans, yang tiba pada
tahun 1845.
Ketika rice grassy stunt virus melanda sawah dari Indonesia hingga India pada 1970-
an, sebanyak 6.273 varietas diuji ketahanannya. Hanya satu varietas yang tahan, yaitu
varietas India dan telah dikenal di dunia ilmu pengetahuan sejak 1966. Varietas ini
membentuk hibrida dengan varietas lainnya yang sekarang banyak ditanam.
Ketika karat kopi akibat Hemileia vastatrix yang menyerang perkebunan kopi di Sri
Lanka, Brasil, dan Amerika Tengah pada tahun 1970, varietas yang tahan ditemukan
di Etiopia. Penyakit itu sendiri merupakan bentuk keanekaragaman hayati.
3) Kesehatan manusia
Keanekaragaman kanopi hutan di Pulau Barro Colorado, Panama, menghasilkan
tampilan buah yang berbeda. Relevansi keanekaragaman hayati terhadap kesehatan
manusia menjadi isu politik internasional, ketika bukti ilmiah menunjukkan implikasi
kesehatan dunia akibat hilangnya keanekaragaman hayati. Masalah ini terkait erat dengan
isu perubahan iklim, karena banyak risiko kesehatan—yang mengantisipasi perubahan
iklim—dikaitkan dengan perubahan keanekaragaman hayati (misalnya perubahan
populasi dan distribusi vektor penyakit, kelangkaan air bersih, dampak terhadap
keanekaragaman hayati pertanian dan sumber makanan, dan lain-lain). Spesies yang
paling mungkin hilang adalah mereka menjadi penyangga melawan penularan penyakit
infeksi, sementara spesies yang bertahan cenderung merupakan spesies yang
meningkatkan penularan penyakit, seperti pada kasus infeksi virus West Nile, penyakit
Lyme, dan infeksi Hantavirus, menurut sebuah penelitian di Universitas Cornell.
Meningkatnya permintaan dan kurangnya ketersediaan air minum di planet ini
merupakan tantangan tambahan bagi masa depan kesehatan manusia. Sebagian
masalahnya terletak pada keberhasilan pemasok air untuk meningkatkan suplai, dan
kegagalan kelompok penggerak pelestarian sumber daya air. Meskipun distribusi air
bersih meningkat, di beberapa bagian dunia tetap tidak setara. Menurut WHO pada 2008,
hanya 71% populasi dunia yang dapat mengakses air bersih yang bisa diminum. Sebagian
masalah kesehatan dipengaruhi oleh keanekaragaman hayati,
seperti keamanan dan ketahanan pangan, penyakit menular, ilmu dan sumber daya
kedokteran, serta kesehatan sosial dan psikologis. Keanekaragaman hayati juga diketahui
berperan penting dalam mengurangi risiko bencana dan dalam upaya pemulihan
pascabencana.
Keanekaragaman hayati memberi dukungan penting dalam penemuan obat dan
ketersediaan sumber daya obat. Sebagianobat berasal dari sumber biologi (baik secara
langsung atau tidak langsung): setidaknya 50% senyawa farmasi di pasar AS berasal dari
tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, sementara sekitar 80% populasi dunia
berrgantung pada obat-obatan dari alam (yang digunakan baik dalam praktik medis
modern maupun tradisional) untuk kesehatan primer. Hanya sebagian kecil spesies liar
yang telah diteliti untuk mengetahui potensi medisnya. Keanekaragaman hayati
merupakan hal penting untuk kemajuan seluruh bidang bionik. Analisis pasar dan ilmu
pengetahuan keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa penurunan keluaran dari sektor
farmasi sejak pertengahan 1980-an dapat dikaitkan dengan perpindahan dari eksplorasi
produk alami (pencarian hayati) menjadi pendekatan genomik dan kimia sintetis, karena
nilai dari produk farmasi yang belum ditemukan mungkin tidak memberikan insentif yang
cukup tinggi bagi perusahaan di pasar bebas untuk mencarinya akibat tingginya biaya
riset dan pengembangan, sementara itu, produk alami memiliki sejarah panjang dalam
mendukung inovasi dalam bidang ekonomi dan kesehatan yang signifikan. Ekosistem laut
sangat penting, walaupun pencarian hayati yang tidak sesuai dapat meningkatkan
hilangnya keanekaragaman hayati serta melanggar hukum masyarakat dan negara tempat
sumber tersebut diambil.
6) Layanan ekologi
Keanekaragaman hayati mendukung banyak layanan ekosistem: “Sekarang ada bukti
nyata bahwa hilangnya keanekaragaman hayati mengurangi efisiensi pada komunitas
ekologis yang menangkap sumber daya biologis penting, menghasilkan biomassa,
menguraikan dan mendaur ulang nutrisi penting biologis. Ada bukti kuat bahwa
keanekaragaman hayati meningkatkan stabilitas fungsi ekosistem melalui waktu.
Komunitas yang beragam lebih produktif karena mengandung spesies kunci yang
memiliki pengaruh besar terhadap produktivitas dan perbedaan sifat fungsional di antara
organisme yang meningkatkan penangkapan jumlah sumber daya. Dampak hilangnya
keanekaragaman terhadap proses ekologis mungkin cukup besar untuk menyaingi
dampak dari banyak pendorong global perubahan lingkungan lainnya. Mempertahankan
berbagai proses ekosistem di berbagai tempat dan waktu membutuhkan tingkat
keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan proses tunggal di satu tempat dan
waktu." Keanekaragaman hayati berperan dalam mengatur
kimiawi atmosfer dan persediaan air kita, serta terlibat secara langsung dalam pemurnian
air, daur ulang nutren, dan penyediaan tanah yang subur. Eksperimen dengan lingkungan
terkendali menunjukkan bahwa manusia tidak dapat membangun ekosistem untuk
mendukung kebutuhan manusia dengan mudah misalnya penyerbukan serangga tidak
dapat ditiru, meskipun telah ada upaya untuk menciptakan penyerbuk buatan
menggunakan pesawat tanpa awak. Kegiatan ekonomi penyerbukan saja mewakili antara
$ 2,1–14,6 miliar pada tahun 2003.
Ancaman:
Pada tahun 2006, banyak spesies secara resmi diklasifikasikan sebagai spesies
langka atau genting atau terancam; para ilmuwan juga memperkirakan bahwa jutaan spesies
lainnya memiliki risiko yang belum diakui secara formal. Sekitar 40 persen dari 40.177
spesies yang dinilai menggunakan kriteria Daftar Merah IUCN sekarang terdaftar sebagai
terancam punah, totalnya yaitu 16.119.
Jared Diamond menggambarkan "Kuartet Jahat", yaitu pengrusakan habitat,
pemburuan berlebihan, spesies pendatang, dan kepunahan sekunder. Edward O. Wilson lebih
memilih akronim HIPPO, yang merujuk pada pengrusakan habitat (habitat
destruction), spesies invasif (invasive species), polusi, overpopulasi manusia, dan panen
berlebih (over-harvesting). Klasifikasi yang paling otoritatif yang digunakan saat ini adalah
Klasifikasi Ancaman langsung IUCN (versi 2.0 dirilis pada 2016) yang telah diadopsi oleh
organisasi konservasi internasional utama seperti The Nature Conservancy AS, World
Wildlife Fund, Conservation International, dan BirdLife International.
Ada 11 ancaman langsung utama terhadap konservasi, yaitu:
1. Pengembangan tempat tinggal dan area komersial (area perumahan dan daerah
perkotaan, area komersial dan industri, serta area pariwisata dan rekreasi).
2. Kegiatan pertanian dan akuakultur.
3. Pertambangan dan produksi energi.
4. Transportasi dan layanan koridor.
5. Penggunaan sumber daya hayati (perburuan, pembunuhan, penebangan, dan kegiatan
perikanan).
6. Intrusi dan aktivitas manusia yang mengubah, menghancurkan, atau mengganggu
habitat dan spesies dari kecenderungannya menunjukkan perilaku alami (kegiatan
rekreasional, perang, dan aktivitas ilegal).
7. Modifikasi sistem alami (pengelolaan air, penciptaan api, dan proyek lainnya seperti
reklamasi).
8. Spesies, patogen, dan gen yang invasif dan bermasalah.
9. Pencemaran.
10. Kejadian geologis yang merusak (gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor).
11. Perubahan iklim.
a) Pengrusakan habitat
Penggundulan hutan dan meningkatnya pembangunan jalan di hutan hujan Amazon
menyebabkan kekhawatiran yang signifikan karena meningkatnya perambahan manusia
pada daerah liar, meningkatnya ekstraksi sumber daya, dan ancaman lebih lanjut bagi
keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat berperan penting dalam kepunahan, terutama
terkait dengan kerusakan hutan tropis. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
hilangnya habitat meliputi overkonsumsi, overpopulasi, berubahnya penggunaan tanah,
penggundulan hutan, pencemaran (pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran
tanah), dan pemanasan global atau perubahan iklim.
Ukuran habitat dan jumlah spesies saling berkaitan secara sistematis. Spesies yang
fisiknya lebih besar dan spesies yang tinggal di lintang rendah atau di hutan atau lautan
lebih sensitif terhadap pengurangan area habitat. Konversi ke ekosistem standar yang
"sederhana" (misalnya pembuatan monokultur setelah penggundulan hutan) secara efektif
menghancurkan habitat beragam spesies yang telah menempati lokasi tersebut sebelum
konversi. Bahkan bentuk-bentuk pertanian yang paling sederhana pun memengaruhi
keanekaragaman, melalui pembersihan atau pengeringan lahan, mencegah gulma dan
hama, serta hanya mendorong sejumlah spesies tumbuhan dan hewan tertentu secara
terbatas. Di sejumlah negara, hak milik atau lemahnya penegakan hukum dikaitkan
dengan penggundulan hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Sebuah studi pada 2007 yang dilakukan oleh Yayasan Sains Nasional menemukan
bahwa keanekaragaman hayati dan keanekaragaman genetik bersifat kodependen, artinya
keanekaragaman di antara spesies membutuhkan keanekaragaman dalam satu spesies, dan
sebaliknya. "Jika salah satu tipe dihapus dari sistem, siklusnya dapat rusak dan komunitas
menjadi didominasi oleh satu spesies." Saat ini, ekosistem yang paling terancam
merupakan ekosistem air tawar, menurut Penilaian Ekosistem Milenium pada 2005, yang
dikonfirmasi oleh "Penilaian Keragaman Hewan Air Tawar", yang diselenggarakan oleh
platform keanekaragaman hayati, dan Institut Prancis, Institut de recherche pour le
développement.
Kepunahan bersama adalah salah satu bentuk kerusakan habitat. Hal ini terjadi ketika
kepunahan atau penurunan pada satu spesies menyertai proses serupa pada spesies
lainnya, seperti pada tumbuhan dan kumbang. Sebuah laporan pada 2019 mengungkapkan
bahwa lebah dan serangga penyerbuk lainnya telah dihilangkan dari hampir seperempat
habitat mereka di Britania Raya. Kecelakaan populasi telah terjadi sejak 1980-an dan
memengaruhi keanekaragaman hayati. Peningkatan pertanian industri dan penggunaan
pestisida, yang dikombinasikan dengan penyakit, spesies invasif, dan perubahan iklim,
mengancam masa depan serangga ini dan pertanian yang mereka dukung.
d) Eksploitasi berlebihan
Eksploitasi berlebihan terjadi ketika sumber daya dikonsumsi pada tingkat yang tidak
berkelanjutan. Hal ini terjadi di darat dalam bentuk perburuan dan penebangan kayu yang
berlebihan, konservasi tanah yang buruk di bidang pertanian, dan perdagangan satwa liar
ilegal. Sekitar 25% perikanan dunia saat ini ditangkap secara berlebihan sampai pada titik
ketika biomassa mereka saat ini berada di bawah tingkat yang memaksimalkan
keberlangsungan mereka.
Hipotesis perburuan berlebihan, yaitu suatu pola kepunahan hewan besar yang
dihubungkan dengan pola migrasi manusia, dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa
kepunahan megafauna dapat terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat.Persilangan,
pencemaran/erosi genetik, dan keamanan pangan Kultivar gandum Yecoro (kanan) peka
terhadap salinitas, sedangkan gandum yang dihasilkan dari persilangan hibrida dengan
kultivar W4910 (kiri) menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap salinitas tinggi.
Dalam pertanian dan peternakan, Revolusi Hijau memopulerkan penggunaan
persilangan konvensional untuk meningkatkan hasil produksi. Sering kali keturunan hasil
persilangan berasal dari negara-negara maju dan selanjutnya disilangkan dengan varietas
lokal di negara berkembang untuk menciptakan galur berproduksi tinggi yang tahan
terhadap iklim dan penyakit setempat. Pemerintah dan industri lokal telah mendorong
persilangan. Sebelumnya, lungkang gen yang sangat besar dari keturunan liar dan
keturunan asli telah runtuh dan menyebabkan erosi genetik dan pencemaran genetik yang
luas. Hal ini mengakibatkan hilangnya keanekaragaman genetik dan keanekaragaman
hayati secara keseluruhan.
Organisme termodifikasi secara genetika memiliki materi genetik yang diubah oleh
rekayasa genetik. Tanaman rekayasa genetik telah menjadi sumber umum bagi
pencemaran genetik, tidak hanya pada varietas liar tetapi juga pada varietas domestik
yang berasal dari persilangan klasik. Erosi genetik dan pencemaran genetik berpotensi
menghancurkan genotipe unik, sehingga bisa menciptakan ancaman terhadap ketahanan
pangan. Penurunan keanekaragaman genetik melemahkan kemampuan tanaman dan
ternak untuk disilangkan dalam rangka melawan penyakit dan bertahan hidup dari
perubahan iklim.
e) Perubahan Iklim
Beruang kutub di laut es Samudra Arktik, di dekat Kutub Utara. Perubahan iklim
mulai memengaruhi populasi beruang. Pemanasan global merupakan ancaman besar bagi
keanekaragaman hayati global. Misalnya, terumbu karang—yang menjadi titik panas
keanekaragaman hayati—akan hilang pada abad ini jika pemanasan global terus berlanjut
dengan laju saat ini. Perubahan iklim terbukti memengaruhi keanekaragaman hayati.
Peningkatan karbon dioksida di atmosfer pasti memengaruhi morfologi tumbuhan dan
mengasamkan samudra, sementara perubahan suhu memengaruhi jangkauan hidup
spesies,fenologi,dan cuaca, tetapi untungnya dampak utama yang diprediksi masih
merupakan potensi yang akan muncul di masa depan. Kepunahan besar belum diprediksi,
bahkan ketika perubahan iklim secara drastis mengubah biologi banyak spesies. Pada
tahun 2004, sebuah studi kolaboratif internasional di empat benua memperkirakan bahwa
10 persen spesies akan punah pada tahun 2050 karena pemanasan global. "Kita perlu
membatasi perubahan iklim atau kita akan berada dalam kesulitan bersama banyak
spesies lain, mungkin punah," kata Dr. Lee Hannah, salah satu penulis makalah dan
kepala ahli biologi perubahan iklim di Pusat Ilmu Pengetahuan Keanekaragaman Hayati
Terapan di Konservasi Internasional.
Sebuah penelitian pada 2015 memperkirakan bahwa hingga 35% karnivora dan
ungulata terestrial dunia akan menghadapi risiko kepunahan yang lebih tinggi pada tahun
2050 akibat efek perubahan iklim ditambah penggunaan lahan yang diprediksi dengan
skenario laju pembangunan manusia masa kini. Perubahan iklim telah mengubah waktu
ketika kelelawar ekor bebas Brasil (Tadarida brasiliensis) muncul untuk mencari makan
menjadi senja hari. Perubahan ini diyakini terkait dengan pengeringan daerah akibat
kenaikan suhu. Kemunculan yang lebih awal ini membuat kelelawar menjadi pemangsa
yang lebih besar dan meningkatkan persaingan dengan serangga lain yang mencari makan
pada waktu senja atau siang hari.
f) Overpopulasi manusia
Populasi dunia berjumlah hampir 7,6 miliar pada pertengahan 2017 (kira-kira satu
miliar lebih banyak dibandingkan tahun 2005) dan diperkirakan akan mencapai 11,1
miliar pada tahun 2100. Sir David King, mantan kepala penasihat ilmiah untuk
pemerintah Inggris, mengatakan pada parlemen: "Sudah jelas bahwa pertumbuhan
populasi manusia secara besar-besaran selama abad ke-20 berdampak lebih besar pada
keanekaragaman hayati dibandingkan faktor tunggal lainnya." Paling tidak sampai
pertengahan abad ke-21, hilangnya keanekaragaman hayati murni di seluruh dunia
mungkin akan sangat bergantung pada tingkat kelahiran manusia di seluruh dunia. Ahli
biologi seperti Paul R. Ehrlich dan Stuart Pimm mencatat bahwa pertumbuhan populasi
manusia dan konsumsi berlebihan adalah pendorong utama kepunahan spesies.
Menurut sebuah studi pada tahun 2014 oleh WWF, populasi manusia global sudah
melebihi biokapasitas planet dibutuhkan 1,5 kali biokapasitas Bumi untuk memenuhi
kebutuhan kita saat ini. Laporan lebih lanjut menunjukkan bahwa jika semua orang di
planet ini memiliki jejak kaki dari rata-rata penduduk Qatar, kita akan membutuhkan 4,8
Bumi dan jika kita menjalani gaya hidup penduduk AS yang khas, kita akan
membutuhkan 3,9 Bumi.
Konservasi:
Biologi konservasi mulai matang pada pertengahan abad ke-20 ketika ahli ekologi,
naturalis, dan ilmuwan lain mulai meneliti dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan
penurunan keanekaragaman hayati global. Etika konservasi menyarankan
pengelolaan sumber daya alam untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dalam
spesies, ekosistem, proses evolusi, serta budaya manusia dan masyarakat. Biologi konservasi
mengalami perubahan terkait rencana strategis yang akan diambil untuk melindungi
keanekaragaman hayati. Melestarikan keanekaragaman hayati global merupakan prioritas
dalam rencana konservasi strategis yang dirancang untuk melibatkan kebijakan publik dan isu
yang berpengaruh di dalam masyarakat, ekosistem, dan budaya dalam skala lokal, regional
dan global. Rencana aksi yang disusun mengidentifikasi cara mempertahankan kesejahteraan
manusia menggunakan modal alam, modal pasar, dan layanan ekosistem. Dalam Pedoman
Uni Eropa 1999/22/EC, kebun binatang digambarkan memiliki peran dalam pelestarian
keanekaragaman hayati hewan liar dengan melakukan penelitian atau berpartisipasi dalam
program pemuliaan.
Kawasan Perlindungan:
Kawasan perlindungan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pada hewan liar
dan habitatnya yang juga mencakup cagar hutan dan cagar biosfer. Kawasan perlindungan
didirikan di seluruh dunia dengan tujuan spesifik untuk melindungi dan melestarikan
tumbuhan dan hewan. Beberapa ilmuwan meminta komunitas global untuk menetapkan 30
persen dari Bumi sebagai kawasan perlindungan pada tahun 2030 dan 50 persen pada tahun
2050, untuk mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh manusia.
a) Taman nasional
Taman nasional adalah area yang dipilih oleh pemerintah atau organisasi swasta untuk
melindungi area tersebut secara khusus dari kerusakan atau degradasi dengan tujuan
konservasi keanekaragaman hayati dan lanskap. Taman nasional biasanya dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah nasional atau negara bagian. Jumlah pengunjungnya dibatasi,
terutama untuk memasuki area rapuh tertentu. Para pengunjung hanya diizinkan masuk
untuk tujuan belajar, budaya, dan rekreasi. Operasi kehutanan, penggembalaan hewan,
dan perburuan hewan diatur, sementara eksploitasi habitat atau satwa liar dilarang.
c) Hutan lindung
Hutan memainkan peran penting untuk menyimpan berbagai spesies flora dan fauna,
termasuk spesies endemik. Spesies tumbuhan dan hewan yang terbatas pada wilayah
geografis tertentu disebut spesies endemik. Pada hutan yang dilindungi, hak untuk
melakukan beberapa kegiatan seperti berburu dan merumput kadang-kadang diberikan
kepada masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan, yang mempertahankan mata
pencaharian mereka sebagian atau seluruhnya dari sumber daya hutan atau produknya.
Hutan yang tidak diklasifikasikan memiliki karakteristik berupa hutan besar yang tidak
dapat diakses, banyak di antaranya yang tidak dihuni, dan dinilai kurang penting secara
ekologis dan ekonomis.
d) Kebun binatang
Di kebun binatang, hewan hidup dipelihara untuk tujuan rekreasi, pendidikan, dan
konservasi. Kebun binatang modern memiliki layanan kedokteran hewan, memberikan
peluang bagi spesies terancam untuk berkembang biak di penangkaran, dan biasanya
membangun lingkungan yang mensimulasikan habitat asli hewan dalam lingkungan
perawatan mereka. Kebun binatang memainkan peran utama dalam membangun
kesadaran masyarakat tentang perlunya melestarikan alam.
e) Kebun botani
Di kebun botani atau kebun raya, tumbuhan ditanam dan dipajang terutama untuk
tujuan ilmiah dan pendidikan. Mereka terdiri dari koleksi tanaman hidup yang ditanam di
luar ruangan atau di bawah kaca pada rumah kaca dan konservatori. Kebun botani juga
dapat mencakup koleksi tumbuhan kering atau herbarium dan fasilitas seperti ruang
kuliah, laboratorium, perpustakaan, museum, dan penanaman eksperimental atau
penelitian.
Maka dari itu cara kita menjaga Keanekaragaman Hayati yaitu dengan cara :
1. Melakukan penghijauan atau reboisasi.
2. Melindungi dan menjaga habitat di hutan.
3. Menerapkan sistem tebang pilih.
4. Menerapkan sistem tebang-tanam.
5. Melakukan penebangan secara konservatif.
6. Mencegah kebakaran hutan.
7. Tidak mencoret-coret pohon di hutan.
8. Tidak membuang sampah di hutan.
Sumber:
Mongabay.go.id
Tirto.id
Id.wikipedia.org