Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

Aspek Legal Etik Seklusi


Pada Pasien Jiwa

Dosen pembimbing : Rizka Yunita S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di susun oleh :

Liana Riskiyatus Sholehah (14201.10.18020)


Anis Sulalah (14201.10.18002)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
TAHUN AKADEMIK 2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga Makalah “Keperawatan Jiwa II” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Semoga shalawat serta salam dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, atas
segenap keluarga, para sahabat dan mereka yang senantiasa .
Harapan penulis dengan diselesaikanya makalah ini, semoga memberi manfaat
baik untuk diri sendiri agar dapat mengetahui lebih dalam tentang aspek legal etik
seklusi pada pasien jiwa atau pun untuk pembaca yang bisa menjadikan makalah ini
sebagai referensi.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak
lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku ketua Yayasan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM.,S.Kep.Ns., M.Kes. selaku ketua Stikes Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Shinta Wahyusari S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat selaku kepala prodi S1
keperawatan.
4. Rizka Yunita S.Kep., Ns., M..Kep. Selaku dosen keperawatan Jiwa II.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan-rekan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Zainul Hasan Genggong Tingkat 3.
Seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada kami
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin.

Probolinggo, 25 Maret 2021

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 2
D. Manfaat.......................................................................................... 2
BAB II Pembahasan................................................................................... 3
A. Devinisi seklusi ............................................................................. 3
B. Proses keperawatan jiwa seklusi.................................................... 3
C. Sociocultural context of psychiatric nursing care.......................... 5
D. Issue dan legal etik dalam keperawatan jiwa ................................ 6
E. Prinsip etik dalam keperawatan jiwa ............................................ 6
F. Dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam
keperawatan jiwa ......................................................................... 7
G. Hak-hak pasien jiwa ...................................................................... 8
H. Peran legal perawat dalam keperawatan jiwa ............................... 9
BAB IV penutup ........................................................................................ 11
A. Kesimpulan ..................................................................................... 11
B. Penutup ............................................................................................ 11
Daftar Pustaka............................................................................................ 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan jiwa adalah sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualitas diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi
sesuai kenyataan, dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Seklusi
dan pasung merupakan tindakan terakhir yang harus di berikan kepada pasien
mengingat banyak nya dampak negative yang didapat pasien. (Pitter,H,Z.2011) di
dalam buku (Mad Zaini.2019)
Hasil riset menyatakan bahwa pravelesi gangguan jiwa berat sebanyak 1,7 per
1000 penduduk (sekitar 40.000 jiwa). Pravelensi gangguan jiwa berat atau
skizofrenia di daerah pedesaan lebih tinggi di bandingkan perkotaan
(Kemenkes.2013). Penderita gangguan jiwa di kota samarinda pada tahun 2015
sebanyak 1345 orang penderita (Kemenkes,2018). (Iskandar dkk,2018)
Penelitian Eka Malfasari, Budi Anna Keliat, Novy Helena (2015) dalam
analisis legal aspek dan kebijakan restrain, seklusi dan pasung pada pasien
gangguan jiwa, Penelitian tersebut menggunakan dokumen sebagai data. Dokumen
yang digunakan adalah legal aspek, kebijakan dan peraturan restrain, seklusi dan
pasung yang ada di seluruh dunia dan di Indonesia. Jenis dokumen yang di dapat
adalah jenis dokumen yang telah di publikasikan dan bisa diakses oleh siapa saja,
pengambilan jumlah sampel menggunakan tehnik purposive sampling. Jumlah
dokumen legal aspek dan kebijakan restrain, seklusi dan pasung di luar negeri
adalah 8 dokumen sedangkan dari dalam negeri 7 dokumen. Hasil penelitian
menunjukkan perbandingan hasil analisis di Indonesia dan luar negeri, bahwa
Indonesia belum memiliki beberapa komponen penting dalam pelaksanaan restrain
dan seklusi di rumah sakit jiwa. (Mustaqin, Luky Dwiantoro.2018)
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana proses keperawatan jiwa seklusi?
2. Apa saja Sociocultural context of psychiatric nursing care?
3. Apa issue dan legal etik dalam keperawatan jiwa seklusi?

4
4. Apa saja prinsip etik dalam keperawatan jiwa seklusi?
5. Apa saja dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam
keperawatan jiwa seklusi?
6. Apa saja hak-hak pasien jiwa seklusi?
7. Bagaimana peran legal perawat dalam keperawatan jiwa seklusi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses keperawatan jiwa seklusi
2. Untuk mengetahui sociocultural context of psychiatric nursing care
3. Untuk mengetahui issue dan legal etik dalam keperawatan jiwa seklusi
4. Untuk mengetahui prinsip etik dalam keperawatan jiwa seklusi
5. Untuk mengetahui dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam
keperawatan jiwa seklusi
6. Untuk mengetahui hak-hak pasien jiwa seklusi
7. Untuk mengetahui peran legal perawat dalam keperawatan jiwa seklusi.
D. Manfaat
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang keperawatan jiwa seklusi.
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapat tentang
keperawatan jiwa seklusi
2. Untuk Institusi Stikes Zainul HasanGenggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian materi
tentang keperawatan jiwa seklusi.
3. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang keperawatan
jiwa seklusi

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Devinisi seklusi
Kesehatan jiwa menurut WHO adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya. Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sejahtera
fisik, psikologis serta sosial dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatam
serta terbebas dari stressor sehingga dapat mengendalikan stress yang terjadi pada
dirinya. (Gorman,L,M.2006). Kesehatan jiwa adalah sikap positif terhadap diri
sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualitas diri, keutuhan, kebebasan diri,
memiliki persepsi sesuai kenyataan, dan kecakapan dalam beradaptasi dengan
lingkungan (Pitter,H,Z.2011).(Mad Zaini.2019)
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus.
Klien tidak dapat meninggalkan ruangan tersebut secara bebas. Ruangan tersebut
sering kali dilengkapi dengan tempat tidur yang diikat ke lantai dan sebuah kasur
untuk keamanan. Seklusi membuat stimulasi berkurang, melindungi orang lain
dari klien, mencegah perusak property, dan member privasi kepada klien. Seklusi
adalah penempatan seseoprang pada ruangan tertentu. Pada dasarnya seklusi
dibolehkan untuk melindungi pasien agar tidak melukai dirinya sendiri.
Tujuan seklusi ialah untuk member klien kesempatan untuk memperoleh
kembali pengendalian diri secara fisik dan emosional. Perawat harus menawarkan
dukungan kepada keluarga klien.
Indikasi seklusi yaitu klien dengan perilaku kekerasan yang membahayakan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Kontraindikasi terapi seklusi yaitu resiko
bunuh diri, klien dengan gangguan sosial, kebutuhan untuk observasi masalah
medis, hukuman.
2. Proses keperawatan jiwa seklusi
a. Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan
data, dan perumusan masalah pasien. data yang dikumpulkan adalah data

6
pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, social, dan
spiritual. seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau
kemampuan tilik diri (self awareness). kemampuan mengobservasi dengan
akurat, berkomunikasi terapeutik, berkonikasi secara terapeutik, dan
kemampuan berespons secara efektif. (stuart dan sundeen, 2002). hubungan
saling percaya antara perawat dengan pasien akan memudahkan perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
b. Diagnosis
Menurut Carpenito (1998), diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis
tentang respons actual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan. rumusan diagnosis yaitu
permasalahan (P) berhubungan dengan etiologi (E) dan keduanya ada
hubungan sebab akibat secara ilmiah.
c. Rencana tindakan keperawatan
Rencana keperawatan terdiri atas empat kompenen, yaitu tujuan umum,
tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. tujuan umum
berfokus pada penyelesaian masalah (P). tujuan ini dapat dicapai jika tujuan
khusus yang ditetapkan telah tercapai. tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etilogi (E). tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien
yang harus di capai. pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek,
yaitu sebagai berikut (stuart dan sundeen, 2002).
1. kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari
diagnosis keperawatan
2. kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai
3. kemampuan efektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan kemampuan
menyelesaikan masalah.
d. Implementasi tindakan keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan di implementasikan perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan
kondisi pasien saat ni. perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah

7
mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan
tindakan yang akan dilaksanakan. saat memuai untuk implementasi tindakan
keperawatan, perawat harus membuat kontrak dengan pasien dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dengan peran serta pasien yang
diharapkan.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi
proses atau evaluasi formatif. yang dilakukan setiap selesai melaksanakan ,
dan (2) evaluasi hasil sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan
respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan.
(Yusuf.2015)
3. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan social
budaya dalam keperawatan jiwa).
Keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa : (Iyus Y & Titin
S.2014).
a. Kepekaan terhadap budaya adalah salah satu pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk kesuksesan dalam intervensi keperatan pada kehidupan
klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda.
b. Faktor resiko untuk gangguan psikiatrik dari sosiokultural merupakan faktor
predisposisi yang dapat secara berarti meningkatkan potensial kelainan
psikiatrik, menurunkan potensi klien untuk sembuh, atau sebaliknya. Hal
tersebut meliputi umur, etnik, gender, pendidikan, pendapatan, dan system
keyakinan
c. Variasi dari stressor sosiokultural menghambat perkembangan perawatan
kesehatan mental meliputi : keadaan yang merugikan, stereotype, intoleransi,
stigma, prasangka, discrimination, rasisme
d. Respon coping dan gejala-gejala kelainan mental yang muncul diekspresikan
secara berbeda dalam budaya yang berbeda

8
e. Pengkajian kepada klien yang memiliki faktor resiko sosiokultural menarik bagi
perawat untuk mampu mengidentifikasi masalah-masalah klien dan
pengembangan tindakan keperawatan agar lebih akurat, sesuai, dan memiliki
kepekaan budaya
f. Bersama sama antara perawat dengan klien membutuhkan persetujuan
mengenai respon koping klien secara alami pemahaman dalam memecahkan
masalah, dan harapan akan hasil yang didapatkan dalam konteks sosiokultural.
4. Issue dan legal etik dalam keperawatan jiwa
Issue keperawatan jiwa seklusi saat ini terjadi di negara cina. Di cina sangat
sedikit studi telah menyelidiki penggunaan klinis pengasingan. Penyelidikan oleh
Min (2010) menunukan kejadian pemaksaan (termasuk pengasingan dan
pengekangan fisik) adalah 42,6%. Namun studi oleh Min (2010) tidak melorkan
kejadian masing-masing pengasingan dan pengekangan fisik. Penelitian lebih
lanjut menjelaskan perilaku agresif, mengganggu perilaku, dan meninggalkan
rumah sakit tanpa izin, yang tiga alasan utama itu menggunakan pengasingan di
rumah sakit jiwa. Dalam hal sikap menyebabkan pengalaman psikolgis yang
negative, sebaliknya perawat dianggap pengasingan adalah pengukuran yang
efektif untuk pasien melindungi dari bahaya yang disebabkan oleh perilaku agresif
pasien. (Zheng et al. 2020).
5. Prinsip etik dalam keperawatan jiwa seklusi
Kode etik keperawatan membantu perawat dalam pertimbangan moral, dimana
prinsip moral dalam praktek keperawatan tersebut yaitu (Suharyati, 2020):
a. Otonomi (Autonomy)
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih rencana kehidupan dan
cara mengatur dirinya. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai
individu yang dapat memutuskan yang terbaik untuk dirinya. Setiap tindakan
keperawatan harus melibatkan pasien dan berpartisipasi dalam membuat
keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan. Dalam pemberian
terapi pasien memiliki kebebasan menerima semua prosedur terapi yang akan
diberikan.

9
b. Berbuat baik (beneficience)
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang
lain. Perawat secara moral berkewajiban membantu orang lain melakukan
sesuatu yang menguntungkan dan mencegah timbulnya bahaya.
c. Keadilan (justice)
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil terhadap semua pasien
sesuai dengan kebutuhan. Setiap individu mendapat tindakan yang sama berarti
mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang.
Prosedur terapi ini pada setiap orang yang menerimanya akan sama dalam
setiap pelaksanaannya.
d. Tidak merugikan (non malefecience)
Merupakan penghindaran dari bahaya, dapat dilihat kontinum rentang dari
bahaya yang tidak berarti sampai menguntungkan orang lain dengan
melakukan yang baik. Menuntut perawat menghindari yang membahayakan
pasien selama pemberian asuhan keperawatan.
e. Kejujuran (veracity)
Kejujuran adalah kewajiban untuk mengungkapkan yang sebenarnya atau tidak
membohongi pasien didasarkan pada hubungan saling percaya. Kerahasiaan
(confidentiality) adalah kewajiban untuk  melindungi informasi rahasia.
Kesetiaan/Menepati janji (fidelity) adalah kewajiban untuk menepati janji.
Dalam pelaksanaan terapi ini perawat harus secara jujur memberi informasi
mengenai segala tindakan yang akan dilakukan baik itu tujuan, efek samping
maupun biaya dari tindakan yang akan dilakukan.
f. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas Merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
6. Dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam keperawatan jiwa
seklusi
Pengambilan keputusan sesuai etik adalah upaya untuk mengambilan
keputusan dari kekurangan/kesalahan suatu situasi tanpa guideline yang jelas.

10
Menurut curtin (1978) yang dikutip oleh stuart sundeen dalam principles and
practice of psychiatric nursing care (1995), membuat suatu model untuk critical
ethical analysis/pengambilan keputusan sesuai etik (Iyus Y & Titin S.2014) :
a. Meliputi pengumpulan informasi untuk mengklarifikasi latar belakang issue
tersebut.
b. Mengidentifikasi komponen etik atau keadaan dilemma yang terjadi, seperti
adakah faktor kebebasannya (di lihat dari sudut hak untuk dapat meolak
pelayanan)
c. Mengklarifikasi hak dan tanggung jawab yang ada pada seluruh pihak. Ini
meliputi klien, perawat, dan mungkin juga pihak lain seperti keluarga klien,
dokter, lembaga perawatan kesehatan, ulama/pendeta, pekerja sosial, dan
mungkin juga hakim. Hal ini adalah alternative eliminasi agar tidak terjadi
pelanggaran hak atau tampak membahayakan.
Karena fungsi primer keperawatan jiwa berhubungan dengan manusia, maka
sangat penting untuk mengulas kembali bagaimana filosofi merawat klien agar
membantu perawat untuk membedakan pendekatan mana yang akan
digunakan. Untuk itu 4 pendekatan, yakni :
1) Utilitarianism
2) Egoism
3) Formalism
4) Fairness
d. Yang terkahir adalah soslusi yang diimplementasikan ke dalam tindakan.
Dalam konteks memenuhi harapan sosial dan sesuai dengan hukum yang
beraku, perawat memutuskan ke dalam tujuan dan metode implementasi.
7. Hak-hak pasien jiwa seklusi
Hak pasien sangat bergantung pada peraturan perundangan. Menurut undang-
undang kesehatan pasal 144 mengatakan “Menjamin setiap orang yang dapat
menikmati kehidupan kejiwaan sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan
yang dapat menggagu kesehatan jiwa”. Beberapa hak-hak pasien kesehatan jiwa
yaitu. (Yusuf, dkk.2015) :

11
a. Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain
b. Hak terhadap barang pribadi
c. Hak menjalankan keinginan
d. Hak terhadap habeas corpus
e. Hak terhadap pemeriksaan psikiatrik yang mandiri
f. Hak terhadao keleluasaan pribadi
g. Hak persatuan tindakan (Informed consent)
h. Hak pengobatan
i. Hak untuk menolak pengobatan.
8. Peran legal perawat dalam keperawatan jiwa seklusi
a. Pemberi asuhan keperawatan secara langsung (practitioner) perawat
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk membantu pasien
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah dan meningkatkan fungsi
kehidupannya. Peran ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan kesehatan jiwa untuk melakukan tindakan sesuai dengan masalah
pasien, kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan kasus. Seperti pada kasus
pemasungan yang dilakukan di masyarakat karena stigma masyarakat terhadap
pasien dengan gangguan jiwa masih sangat buruk, maka perawat dapat terjun
langsung untuk memberikan terapi di pasien, keluarga maupun lingkungan
masyarakat sekitar.
b. Pendidik (educator) perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada
individu dan keluarga untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan
masalah dan mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan 5 tugas
kesehatan keluarga yaitu mampu mengenal masalah-masalah pada pasien,
mengambil keputusan untuk mengatasi masalah pasien yang timbul, merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, memodifikasi lingkungan
keluarga yang mendukung pemulihan pasien tidak dengan melakukan pasung
dan seklusi serta memanfaatkan pelayanan kesehatan jiwa yang ada untuk
mengatasi masalah pasien. Memberikan penjelasan efek samping terkait dengan
tindakan pasung atau seklusi yang dilakukan terhadap pasien

12
c. Koordinator (coordinator) melakukan koordinasi dalam kegiatan
d. Penemuan kasus perawat kesehatan jiwa komunitas menemukan kasus dengan
melakukan pemeriksaan langsung kekeluarga pada tingkat lorong. Meningkat
ketingkat dusun, kemudian kelurahan serta kecamatan sehingga dapat
menetapkan jumlah kasus gangguan jiwa pada wilayah kerja puskesmas.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sejahtera fisik, psikologis serta
sosial dan tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacatam serta terbebas dari
stressor. Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus. Klien tidak dapat meninggalkan ruangan tersebut secara bebas. Tindakan
seklusi ini jarang dilakukan yaitu sebanyak 42,6%. Tindakan ini jarang dilakukan
oleh tenaga medis atau perawat jiwa. Bagi pasien jiwa juga memiliki hak-hak
dalam menjalani pemeriksaan yaitu salah satunya hak pasien terhadap penolakan
pengobatan, hak pasien untuk berkomunikasi dengan orang lain.

B. Saran
Pendidikan terhadap pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan yang
berhubungan dengan Keperawatan jiwa dengan judul aspek legak etik seklusi
terhadap pasien jiwa dengan harapan Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Iyus Yosep, Titin Sutini.2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung : PT Refika Adimata

Mad Zaini.2019.Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan Klinis


dan Komunikasi.Yogyakarta : CV Budi Utama

Mustaqin, Luky Dwiantoro.2018. Restrain Yang Efektif Untuk Mencegah Cedera.


Jurnal Keperawatan. Vol 10. No 1. Hal 19 – 27

Suharyati.2020. Model Simple Integrasi Etik Dalam Pelayanan.Yogyakarta : CV


Budi Utama

Yusuf Ah. Fitryasari Rizky PK, Nihayati Hanik Endang.2015. Buku ajar
keperawatan Kesehatan jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Zheng, Chaodun et al.2020. Ethical Consideration on Use of Seclusion in Mental


Health Service. International Journal of Nursing Sciences. Vol 7. No 1. Hal
116-120

15

Anda mungkin juga menyukai