Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

TUGAS INDIVIDU (KELOMPOK 1 R.MELATI)

7 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh:

ALIFADYA PUTRI

11191002/REG 12A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

TA 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
(HARGA DIRI RENDAH)

I. Kasus (masalah utama)


Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Definisi :
 Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga, tidak
berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 2011).
 Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011).
 Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana
individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan
kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri
akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa
gagal dalam mencapai keinginan.
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi
 Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis
 Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang
sensitive, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai
lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
 Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Control orang yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan
benci kepada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dpaktuhkan dan diakui
oleh kelompoknya,
 Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak
berdaya.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang
muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit
atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan memingkat saat
dirawat (yosep, 2009)
Menurut Kemenkes RI (2012)
faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
 Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
 Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
 Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau
fungsi tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal; prosedur medis dan keperawatan.
C. Jenis
Harga diri rendah dibagi 2 jenis, yaitu:
1) Harga diri rendah situasional merupakan munculnya persepsi negatif
tentang makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah
situasional merupakan bentuk trauma yang tiba-tiba seperti, harus operasi,
kecelakaan, putus sekolah, perceraian, dan korban perkosaan. Pengelolaan
pada pasien harga diri rendah situasional harus segera ditangani dengan tepat
agar tidak berkelanjut pada harga diri rendah kronik.
2) Harga diri rendah kronik Harga diri rendah kronik adalah suatu evaluasi
diri negatif dimana mereka merasa tidak berarti, malu, dan tidak mampu
melihat hal positif yang dimilikinya

D. Rentang Respons
Keterangan:

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar


belakang pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta
tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain

E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015)
adalah:
1. Jangka pendek
 Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
 Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman,
politik).
 Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes
popularitas).
 Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (penyalahgunaan
obat).
2. Jangka panjang
 Menutup identitas
 Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
III. A. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut (Fitria, 2014).
Resiko Tinggi (Resti) Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem
Harga Diri Rendah Kronis

Causa Koping Individu Tidak Efektif

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Data subyektif :
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu.
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja.
 Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias,
makan atau toileting).
2. Data obyektif :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimistis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap
 lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

IV. Diagnosa Keperawatan


Harga diri rendah (kronis, situasional, resiko situasional)

V. Rencana tindakan keperawatan


1) Tujuan tindakan keperawatan
a) Klien mampu membina hubungan saling percaya
b) Klein mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan
d) Klien mampu menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
e) Klin mampu melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
f) Klien mampu merencanakan kegiatan yang telah dilatihny

2) Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien
c) Membantu klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
d) Membantu klien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar
kegiatan yang dapat dilakukan
e) Membantu klien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan
menyusun rencana kegiatan

VI. Daftar Pustaka


Mulyono, Andri,.2013. Asuhan Keperawatan dengan HArgaDiri Rendah diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/25936/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Halifah, Nur Eka,.2016. Bab II Tinjauan Teori diakses dari


http://repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20NUR%20HALIFAH%20BAB%20II.pdf

Elinia, Sury,.2016. Tinjauan Tero dan Konsep Harga Diri Rendah diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
LAPORAN PENDAHULUAN
(WAHAM)

VII. Kasus (masalah utama)


Waham
Definisi :
 Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh
orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol
(Direja, 2011).
 Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan (Kelliat, 2009).
 Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal
dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan
individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan
individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan
tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010).

VIII. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
a) Biologi Waham dari bagian dari manifestasi psikologi dimana abnormalitas otak
yang menyebabkan respon neurologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami,
ini termasuk hal-hal berikut :
1. Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang
luas dan dalam perkermbangan skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal
dan limbik paling berhubungan dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian sangat
menunjukkan hal-hal berikut ini :
 Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
 Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain
 Masalah-masalah pada sistem respon dopamin Penelitian pada
keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi telah
diupayakan untuk mengidentifikasikan penyebab genetik pada
skizofrenia. Sudah ditemukan bahwa kembar identik yang dibesarkan
secara terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi pada
skizofrenia dari pada pasangan saudara kandung yang tidak identik
penelitian genetik terakhir memfokuskan pada pemotongan gen
dalam keluarga dimana terdapat angka kejadian skizofrenia yang
tinggi.
b) Psikologi Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya teori psikologik terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini sehingga menimbulkan
kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional).
c) Sosial budaya Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan
skizofrenia dan gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan.Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham

B. Faktor Presipitasi
a) Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
 Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
 Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
b) Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon
neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan,
sikap dan perilaku individu (Direja, 2011).

C. Jenis
Ada beberapa tipe waham yang ditemukan pada kasus,yaitu menurut Kusumawati,
F, 2010. :
a. Waham kebesaran Yaitu bahwa ia punya kekuatan, pendidikan, kepandaian atau
kekerasanyang luas biasa, diantaranya bahwa dia ratu adil, dapat membaca pikiran
oranglain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
b. Waham keagamaan Waham dengan tema keagamaan, misalnya : dia mengaku
sebagai dari sejuta umat.
c. Waham somatic Klien yaitu tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit,diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d. Waham curiga Klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikanatau mencederai diri sendiri, diucapkan berulang kali tapi tidak sesuai
dengankenyataan.
e. Waham nihilistic Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi didunia /
meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

D. Fase-fase
1) Fase Lack of Human need Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-
kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan
waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan iauntuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi
yangsalah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang
sarjana tetapi menginginkandipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas,
sangat berpengalaman dan diperhitungkandalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis didunia ini. Dapat
dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (lifespan
history).
2) Fase lack of self esteem Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan
tingginya kesenjangan antara self ideal dengan selfreality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidakterpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saatlingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang selfideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal selfreality-nya
sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh,
support system semuanya sangat rendah
3) Fase control internal external Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang
ia yakini atau apa-apa yang ia katakanadalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapimenghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannyauntuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritasdalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu
yang dikatakan klienitu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat
karena besarnya toleransi dankeinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak maukonfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4) Fase environment support Adanya beberapa orang yang mempercayai klien
dalam lingkungannya menyebabkanklien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebutsebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinyakerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengantidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
5) Fase comforting Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya
serta menganggap bahwasemua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertaihalusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih seringmenyendiri dan menghindar
interaksi sosial ( Isolasi sosial).
6) Fase improving Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi,
setiap waktu keyakinan yangsalah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengantraumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).Waham bersifat menetap
dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancamandiri dan orang
lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan
carakonfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang
dilakukanmenimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

E. Rentang Respons

Respon Adaptif Respon maladaptif

a. Pikiran logis a. Kadang-kadang a. Gangguan isi pikir


b. Persepsi akurat F. proses pikir
halusinasi
c. Emosi konsisten terganggu b. Perubahan proses
dengan b. Ilusi emosi
pengalaman c. Emosi berlebihan c. Perilaku tidak
d. Perilaku sesuai d. Perilaku yang terorganisasi
e. Hubungan sosial tidak biasa d. Isolasi sosial
e. Menarik diri

Mekanisme Koping
Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri
dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri
IX. A. Pohon Masalah
Kerusakan komunikasi verbal

Waham

Menarik diri

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1) Data Subjektif
 Klien mengatakan sesuatu yang diyakininya berulang kali secara berlebihan
 Klien merasa sebagai orang hebat
 Klien merasa memiliki kekuatan
2) Data Objektif
 Banyak berkata-kata
 Inkoheren
 Klien tampak curiga

X. Diagnosa Keperawatan
1. Waham curiga

XI. Rencana tindakan keperawatan


1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi teraupetik.
 Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap dan nama yang disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan rasa empati dan menerima klien dengan apa adanya.
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien.
 Katakan perawat menerima keyakinan klien.
 Katakan perawat tidak mendukung keyakinan klien.
3) Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
 “Anda berada ditempat aman dan terlindung”.
 Gunakan keterbukaan dan kejujuran, jangan tinggalkan klien dalam keadaan
sendiri.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas sehari-hari dan perawatan diri
klien.
XII. Daftar Pustaka
Direja, A.H. 2011, Asuhan Keperawatan Jiwa.  Nuha Medika : Yogyakarta.

Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.  Salemba Medika : Jakarta


LAPORAN PENDAHULUAN
(DEFISIT PERAWATAN DIRI)

XIII. Kasus (masalah utama)


Defisit Perawatan Diri
 Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya dan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000 dalam Direja,
2011, h 152). Karena aktivitas perawatan diri menurun terjadi defisit perawatan
diri pada pasien gangguan jiwa. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias diri dan eliminasi
secara mandiri (Keliat, 2010, h 164).
 Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2013). Kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2012)
XIV. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
suatu kondisi. Faktor predisposisi defisit perawatan diri meliputi :
1) Faktror Psikologis
Pada faktor ini, keluarga melindungi dan memanjakan klien, sehingga
klien begitu bergantung dan perkembangan inisiatifnya terganggu. Pasien
gangguan jiwa, misalnya mengalami defisit perawatan diri dikarenakan
kemampuan realitas yang kurang. Hal ini menyebabkan pasien tidak peduli
terhadap diri dam lingkungannya, termasuk perawatan diri.
2) Faktor Biologis
Pada faktor ini, penyakit kronis berperan sebagai penyebab pasien tidak
mampu melakukan perawatan diri. Defisit perawatan diri disebabkan oleh
adanya penyakit fisik dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri. Selain itu, faktor herediter (keturunan) berupa
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, juga turut menjadi
penyebab.
3) Faktor Sosial
Faktor ini berkaitan dengan kurangnya dukungan dan latihan kemampuan
perawatan diri lingkungannya.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presptasi defisit perawatan diri meliputi kurangnya motivasi, kerusakan
kognitif atau perseptual, cemas da kelelahan yang dialami pasien.

C. Jenis
Menurut Nanda-1 (2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi 
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri : berpakaian 
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
d. Defisit perawatan diri : eliminasi 
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
D. Fase Fase
a) Fasa prodromal
Fase prodromal di tandai dengan deteriorasis yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh
gangguan efek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling
sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awalnya
muncul skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat
panjang yaitu ketika seseorang individu mulai menari diri serta social dan
lingkungan.
b) Fase aktif
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala
skizofreniasecara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia
memilikikelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan
dalammencapai insight. Sebagai akibatnya besar antara psikosis dapat
ditandaioleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu
denganlingkungan sosialnya.
c) Fase residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapatdua
gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifatmenetap
dan tidak di sebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat.
Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasienskizofrenia mengalami
kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Olehkarena itu, tantangan terapi saat
ini adalah untuk mengurangi danmencegah terjadinya kekambuhan.

d) Rentang Respons
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai
berikut :

a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stressor kadang -
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stresor.

e) Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai
berikut:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali,
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).
b. Penyangkalan (Denial), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak
menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan
dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta
tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk,
2015)
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi
psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013).
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi
dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi)
misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah
nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)

XV. A. Pohon Masalah

Halusinasi

Isolasi Sosial
Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis (Fitria, 2012)

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan pasien tentang kebersihan diri,
berhias dan berpakaian, makan dan minum, BAB dan BAK dan didukung dengan data
hasil observasi sebagai berikut (Nurhalimah, 2016) :

DATA MASALAH
Subjektif : DEFISIT PERAWATAN DIRI
Pasien mengatakan
1. Malas mandi
2. Tidak mau keramas
3. Tidak mau memotong kuku
Objektif :
1. Rambut klien tampak kotor
2. Kuku klien panjang dan kotor
3. Klien tidak memcuci tangan
sebelum dan sesudah makan

XVI. Diagnosa Keperawatan


Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan, BAB/BAK
(Yusuf, Rizky & Hanik,2015:155).

XVII. Rencana tindakan keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan defisit perawatan diri menurut Sutejo
(2018) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan (Tuk/Tum)
TUM: pasien dapat memelihara atau merawat kebersihan sendiri.
2. TUK 1: pasien dapat membina hubungan saling percaya
a. Kriteria Evaluasi: pasien menunjukan tanda tanda dapat membina hubungan
saling percaya dengan perawat, yaitu : 
1) Pasien menunjukan rasa senang.
2) Pasien bersedia berjabat tangan.
3) Pasien bersedia menyebutkan nama.
4) Ada kontak mata. 
5) Pasien bersedia duduk berdampingan dengan perawat. 
6) Expresi wajah bersahabat. 
7) Pasien bersedia mengutarakan masalah yang di hadapinya.
b. Intervensi
Bina hubungan saling percaya (BHSP) kepada pasien dengan prinsip
komunikasi terapeutik, yaitu :
1) Sapa pasien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan. 
3) Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan. 
4) Jelaskan tujuan pertemuan. 
5) Jujur dan menepati janji. 
6) Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.
7) Beri perhatian pada pemuliah kebutuhan dasar pasien.
c. Rasional
Kepercayaan dari pasien merupakan hal yang akan memudakan perawatdalam
melakukan pendekatan keperawatan atau intervensi selanjutnya terhadap

XVIII. Daftar Pustaka


Fitria,‌ N
‌ ita.‌ ‌2012.‌ ‌Prinsip‌ ‌dasar‌ ‌dan‌ ‌aplikasi‌ ‌penulisan‌ ‌laporan‌ ‌pendahuluan‌ ‌dan‌
‌strategi‌  ‌pelaksanaan‌ ‌tindakan‌ ‌keperawatan‌ ‌(LP‌ ‌dan‌ ‌SP)‌ ‌untuk‌ ‌7‌ ‌diagnosis‌
‌keperawatan‌‌jiwa‌‌berat‌.‌ J‌ akarta‌‌:‌‌Salemba‌‌Medika.‌ ‌

Yusuf,‌ ‌Rizky,‌ ‌&‌ H


‌ anik.‌ ‌2015.‌ ‌Buku‌ ‌Ajar‌ ‌Keperawatan‌ ‌Kesehatan‌ ‌Jiwa‌.‌ J‌ akarta:‌
‌Salemba‌ ‌Medika.
 ‌
Sutejo.‌‌2018.‌‌Keperawatan‌‌Jiwa‌‌Konsep‌‌dan‌‌Praktik‌‌Asuhan‌‌Keperawatan‌Kesehatan‌
‌Jiwa‌‌:‌  ‌Gangguan‌‌Jiwa‌‌dan‌‌Psikososial‌.‌‌Yogyakarta:‌‌Pustaka‌‌Baru‌‌Press.‌ ‌
LAPORAN PENDAHULUAN
(HALUSINASI)
A. Definisi
halusinasi merupakan saatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan
suatu stimulus yang tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi seperti suara, penglihatan, penciuman, pengecapan, atau perabaan.
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dati panca indra tanpa adanya
rangsangan eksternal (Stuart & Laria, 2005)

B. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Presisposisi
a. Faktor biologis : adanya faktor herediter gangguan jiwa, adanya
riwayat penyakit atau traua kepala, riwayat penggunaan NAPZA
b. Faktor Psikologis : dapat ditemukan adanya kegagalan yang berulang,
korban kekerasan, kurang kasih sayang.
c. Sosiobudaya dan Lingkungan : dapat dilihat di sekitaran sosial
ekonomi rendah, adanya riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak, kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,
hidup sendiri)

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dalam klien halusinasi dapat ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan dalam
keluarga atau adanya kegagalan dalam hidup, dan adanya peraturan atau
tuntutan dari keluarag dan masyarakat yang tidak sesuai dengan klien.

C. Jenis
 Halusinasi Dengar / Suara (auditory hearing voices or sounds
hallucinations) : ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi
yang salah dari suara. Mendengar suara suara ketika tidak ada stimulus
pendengaran.
 Halusinasi Penglihatan (Visual Hallucinations) : ini jenis halusinasi
seperti ketakutan pada sesuatu atau objek yang lihat. Isi dari halusinasi
dapat berupa apa saja, tetapi biasanya orang atau tokoh seperti
manusia.
 Halusinasi Pengecapan (Gustatory Hallucinations) : ini adalah sebuah
persepsi yang salah mengenai pengecapan pada mulut, seperti adanya
tindakan mengecap sesuatu, gerakan mengunyah, sering meludah, atau
muntah.
 Halusinasi Penciuman (Olfacory Hallucinations) : ini adanya berbagai
bau yang tidak ada, biasanya addanya gerakan cuping hidung karena
mencium sesuatu atau mengarahkan hidung pada tempat tertentu.
 Halusinasi Perabaan (Tactile Hallucinations) : ini adanya sebuah
persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan, biasanya klien terlihat
menatap tubuhnya dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh sekitar
tubuhnya, klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi
tubuhnya, seperti serangga atau makhluk alus.

D. Fase – Fase
1. Fase I (Comforting) : klien mengalami perasaan mendalam seperti
ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah.
2. Fase II (Condemning) : klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan
3. Fase III (Contriling) : klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
4. Fase IV (Consquering) : pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi.

E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis pikiran kadang gangguan proses


Persepsi akurat menyimpang pikir : waham
Emosi konsisten ilusi halusinasi
dengan emosi tidak ketidak mampuan
pengalaman stabil mengalami emosi
Perilaku sesuai perilaku aneh ketidakaturan
Hubungan sosial menarik diri isolasi sosial

F. Mekanisme Koping
a. Regresi : proses informasi & upaya menanggulangi ansietas
b. Proteksi : mencoba menjelaskan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain / benda
c. Menarik Diri : klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulasi internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
III. A. Pohon Masalah

Resiko tinggi perilaku kekerasan

Gangguan Persepsi sensori Intoleransi aktivitas

Isolasi soaial : menarik sidiri Defisit perawatan diri


Gangguan konsep diri : harga diri rendah Gangguan pemeliharaan
kesehatan

C. Masalah keperawatan dan Data yang perlu di kaji


Gangguan sensori persepsi: halusinasi

No Data Subjektif Data Objektif


1 Klien mengatakan mendengar Berbicara dan tertawa sendiri
suara-suara
2 Klien mengatakan melihat Marah tanpa sebab
bayangan
3 Klien mengatakan mencium bau- Memalingkan muka kearah telinga
bauan seperti mendengar sesuatu
4 Klien merasakan rasa (darah, Ketakutan yang tidak jekas
urin dan feses)
5 Menutup hidung
6 Sering meludah
Menggaruk-garuk permukaan kulit

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan perubahan sensori persepsi : Halusinasi

V. Perencanaan
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
(Tuk/TUM)

Gangguaan Tum : 1. ekspresi wajah 1. bina hubungan hubungan saling


Perubahan Klien tidak bersahabat, saling percaya percaya merupakan
Sensori mencederai diri menunjukan rasa dengan dasar untuk
persepsi : sendiri, orang senang, ada kontak mengemukakan memperlancar
halusinasi lain dan mata, mau berjabat komunikasi interaksi yang
lingkungan tangan, mau terapeutik selanjutnya akan
Tuk : nyebeutkan nama, dilakukan
Klien dapat mau menjawab
membina salam, klien mau
hubungnan saling duduk
percaya berdampingan
dengan perawat
Tuk 2: 1. klien dapat 1. adanya kontak - kontak sering
Klien dapat menyebutkan sering dan dan singkat
mengenal waktu, isis, dan singkat bertahap memutus
halusinasi frekuensi timbul 2. observasi halusinasi.
halusinasi tingkah laku - mengenal
klien yang perilaku klien
berkaitan dengan
halusinasi pada saat
3. bantu klien halusinasi
mengenal terjadi dapat
halusinasi memudahkan
perawat
melakukan
intervensi
- mengenal
halusinasi
memungkinkan
klien
menghindari
faktor
timbulnya
halusinasi

Tuk 3: 1. klien dapat 1. diskusikan - penguatan


Klien dapat mendakan manfaat dan cara dapat
mengontrol nyebutkan tindakan yang digunakan meningkatkan
halusinasinnya kebiasaan klien. harga diri klien
dilakukan untuk 2. diskusikan - memberikan
mengendalikan dengan klien alternarnatif
halusinasi tentang cara baru pilihan untuk
2. klien dapat mengontrol mengontrol
menyebutkan cara halusinasinya. halusinasi
baru kontrol 3. berikan contoh - meningkatkan
halusinasi menghardik pengetahuan
3. klien dapat 4. berikan pujian klien dalam
mendemonstrasikan atas keberhasilan memutuskan
cara menghardik pasien halusinasi
halusinasinnya - harga diri klien
meningkat

VI. Daftar Pustaka


Ns. Sutejo, M,Kep.,Sp.Kep.2019. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Pustaka Baru Press

LAPORAN PENDAHULUAN
(ISOLASI SOSIAL)
I. Kasus (masalah utama)
Isolasi Sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Isolasi merupakan keadaaan ketika individu atau kelompok memiliki
kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatkan kontak dengan orang, tetapi tidak
mampu membuat kontak tersebut (carpenito – moyet, 2009).
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y (2010)
adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain
menyatakan negatif dan mengancam.
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain disekitarnya (Keliat, 2011).
Gangguan isolasi sosial dapat terjadi karena individu merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain.

II. Proses Terjadinya Masalah


1) Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan
pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

2) Faktor Presipitasi
- Stresor sosial budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
- Stresor psikologi Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)
3) Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus
membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan

Respon adaptip Respon maladaptip

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerja sama Ketergantungan Narcisme
Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a) Solitude (menyendiri) Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b) Otonomi Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c) Mutualisme (bekerja sama) Adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d) Interdependen (saling ketergantungan) Adalah suatu hubungan saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina
hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a) Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing
dari lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b) Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
c) Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada
gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai
objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan
pada orang lain
d) Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e) Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f) Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus
menerus, sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain
tidak mendukungnya. (Trimelia, 2011: 9)

4) Mekanisme Koping

Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang


merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang
sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti,
2012: 84)

- Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.


- Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
- Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.

Mekanisme koping yang muncul yaitu:

- Perilaku curiga : regresi, represi


- Perilaku dependen: regresi
- Perilaku manipulatif: regresi, represi

III. A. Pohon Masalah

Resiko gangguan persepsi sensori


Isolasi Sosial

Harga diri rendah

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


a) Isolasi sosial

Data yang perlu dikaji

a. isolasi sosial
- Data subjektif : Pasien mengatakan : malas bergaul dengan orang lain, tidak
mau berbicara dengan orang lain, tidak ingin ditemani siapapun.
- Data objektif : Pasien kurang spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri,
tidak atau kurang dalam komunikasi verbal, mengisolasi diri, kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya, aktivitas menurun (Direja, 2011).
b. resiko gangguan
- Data subjektif Pasien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya
melakukan sesuatu yang berbahaya, melihat bayangan, mencium bau-bauan
- Data objektif Pasien berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa ssebab
yang jelas, menutup telinga, menunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan
sesuatu yang tidak jelas, menghidu seperti mencium sesuatu, menutup hidung
(Direja, 2011).
c. Harga diri rendah
- Data subjektif Pasien mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna, tidak
mampu, tidak semangat beraktivitas dan bekerja, malas melakukan perawatan
diri.
- Pasien mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang
pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktivitas, penolakan terhadap
kemampuan diri, kontak mata tidak ada (Direja, 2011

IV. Diagnosa Keperawatan


 Isolasi sosial

V. Rencana Tindakan Keperawatan

N
Tg o Dx Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
l D Keperawatan
x
Isolasi Sosial TUM: 1. Setelah….x 1.1. Bina Hubungan saling
Klien dapat interaksi klien hubungan percaya
berinteraks menunjukkan tanda- saling percaya merupakan dasar
i dengan tanda percaya dengan : yang kuat bagi
orang lain. kepeda perawat :  Beri salam klien dalam
Tuk :  Wajah cerah, setiap mengekspresikan
1. Klien tersenyum berinteraksi perasaannya.
dapat  Mau berkenalan  Perkenalkan  Menunjukkan
membina  Ada kontak nama, nama keramahan
hubungan mata panggilan dan sikap
saling  Bersedia dan tujuan bersahabat.
percaya mencritakan perawat  Agar kita
perasaan berkenalan tidak ragu
 Bersedia  Tanyakan kepada
mengungkapkan dan panggil perawat.
masalahnya nama  Menunjukkan
kesukaan bahwa
klien perawat ingin
 Tunjukkan kenal dengan
sikap jujur klien.
dan  Agar klien
menepati percaya
janji setiap kepada
kali perawat.
interaksi  Penerimaan
 Tanyakan yang sesuai
perasaan dengan
klien dan keadaan yang
masalah sebenarnya
yang dapat
dihadapi meningkatkan
klien keyakinan
 Buat pada klien
kontrak serta merasa
interaksi adanya suatu
yang jelas pengakuan.
Dengarkan dengan  Perhatian
penuh perhatian yang
ekspresi perasaan diberikan
klien dapat
meningkatkan
harga diri
klien.
 Respon
mengkritik
atau
menyalahkan
dapat
menimbulkan
adanya sikap
penolakan.
Member info
tentang kontrak
waktu.

LAPORAN PENDAHULUAN
(RESIKO BUNUH DIRI)

I. Definisi
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri hidupnya (Herdman, 2012). Individu secara sadar untuk ingin mati, sehingga
melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginanya. Tindakan tersebut harus
dilakukan dengan sengaja dan dilakukan oleh orang yang bersangkutan dengan
pengetahuan penuh, harap atau akibat fatalnya

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
 Faktor Biologis : kurangnya serotin dan perubahan dalam sistem
noradrenergik
 Faktor Psikologis : kemarahan, keputusan dan rasa bersalah,
riwayat kekerasan, rasa malu dan terhina,stresot
B. Faktor Presipitasi
 Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan
yang berarti
 Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
 Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri
 Cara mengakhiri keputusan
C. Jenis
a. Anomik
Bunuh diri yang diakibatkan faktor stres dan juga akibat faktor ekonomi,
faktor lingkungan yang penuh tekanan tampaknya berperan dalam mendorong
orang untuk melakukan bunuh diri dan kategori bunuh didi anomik in tidak
dapat diprediksikan.
b. Altruistik
Bunuh diri altruistik berkaitan dengan kehormatan seseorang ‘Harakiri’ yang
sudah membudaya di jepang merupakan bentuk bunuh diri altruistik. Seorang
pejabat jepang akan bunuh diri ketika mengalami kegagalan dalam
melaksanakan tugasnya.
c. Egoistik
Bunuh diri tipe ini biasnya diakibatkan faktor dalam diri seseorang, putus cinta
atau putus harapan kerap membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri
hidupnya, bunuh diri egoistik ini dapat diprediksikan. Pikiran tersebut dapat
dikenali dari ciri kepribadian serta respon seseorang terhadap kegagalan.

D. Rentang Respons

adaptif maladaptif
Peningkatan Pengambilan Destruktif Pencederaan Bunuh diri
diri risiko yang diri tak diri
meningkatkan langsung
pertumbuhan
destruktif

E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi,
intelektualisasi, regresi

III. A. Pohon Masalah


risiko cedera / kematian

Risiko bunuh diri

Gangguan konsep diri : harga diri


rendah kronis

IV. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Data yang perlu dikaji
Data subyektif :
A. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
B. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
C. Mengungkapan tidak bisa apa – apa
D. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
E. Mengkritik diri sendiri

Data obyektif :
F. Merusak diri sendiri
G. Merusak orang lain
H. Menarik diri dari hubungan sosial
I. Tampak mudah tersinggung
J. Tidak mau makan dan tidak tidur

V. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

VI. Rencana tindakan keperawatan


1. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri
A. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri.

Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat


Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,maka


saudara dapat melakukan tindakan berikut:

i. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan


ketempat yang aman
ii. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang)
iii. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
iv. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

B. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri


Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
Tindakan:

i. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan


pernah meninggalkan pasien sendirian
ii. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-
barang berbahaya disekitar pasien
iii. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri
iv. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara
teratur
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
Tindakan keperawatan:
 Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang
penah muncul pada pasien.
b) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya
muncul pada pasien berisiko bunuh diri.
 Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
 Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
 Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
a) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di
tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci
diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian di
rumah
b) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan
untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak / bensin, api,
pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat
nyamuk atau racun serangga.
 Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila
tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk
bunuh diri.
 Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
 Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan
bantuan medis
 Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien
1) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara
teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
3) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip
lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar
cara penggunakannya, benar waktu penggunaannya

VII. Daftar Pustaka


Ns. Sutejo, M,Kep.,Sp.Kep.2019. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Pustaka Baru Press

LAPORAN PENDAHULUAN
(RESIKO PERILAKU KEKERASAN)

Anda mungkin juga menyukai