Disusun oleh:
ALIFADYA PUTRI
11191002/REG 12A
TA 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
(HARGA DIRI RENDAH)
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana
individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan
kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri
akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa
gagal dalam mencapai keinginan.
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis
Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang
sensitive, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai
lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Control orang yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan
benci kepada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dpaktuhkan dan diakui
oleh kelompoknya,
Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak
berdaya.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang
muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit
atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan memingkat saat
dirawat (yosep, 2009)
Menurut Kemenkes RI (2012)
faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau
fungsi tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal; prosedur medis dan keperawatan.
C. Jenis
Harga diri rendah dibagi 2 jenis, yaitu:
1) Harga diri rendah situasional merupakan munculnya persepsi negatif
tentang makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah
situasional merupakan bentuk trauma yang tiba-tiba seperti, harus operasi,
kecelakaan, putus sekolah, perceraian, dan korban perkosaan. Pengelolaan
pada pasien harga diri rendah situasional harus segera ditangani dengan tepat
agar tidak berkelanjut pada harga diri rendah kronik.
2) Harga diri rendah kronik Harga diri rendah kronik adalah suatu evaluasi
diri negatif dimana mereka merasa tidak berarti, malu, dan tidak mampu
melihat hal positif yang dimilikinya
D. Rentang Respons
Keterangan:
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015)
adalah:
1. Jangka pendek
Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman,
politik).
Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes
popularitas).
Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (penyalahgunaan
obat).
2. Jangka panjang
Menutup identitas
Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
III. A. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut (Fitria, 2014).
Resiko Tinggi (Resti) Perilaku Kekerasan
Isolasi Sosial
Core Problem
Harga Diri Rendah Kronis
2) Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien
c) Membantu klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
d) Membantu klien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar
kegiatan yang dapat dilakukan
e) Membantu klien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan
menyusun rencana kegiatan
Elinia, Sury,.2016. Tinjauan Tero dan Konsep Harga Diri Rendah diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
LAPORAN PENDAHULUAN
(WAHAM)
B. Faktor Presipitasi
a) Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
b) Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon
neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan,
sikap dan perilaku individu (Direja, 2011).
C. Jenis
Ada beberapa tipe waham yang ditemukan pada kasus,yaitu menurut Kusumawati,
F, 2010. :
a. Waham kebesaran Yaitu bahwa ia punya kekuatan, pendidikan, kepandaian atau
kekerasanyang luas biasa, diantaranya bahwa dia ratu adil, dapat membaca pikiran
oranglain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
b. Waham keagamaan Waham dengan tema keagamaan, misalnya : dia mengaku
sebagai dari sejuta umat.
c. Waham somatic Klien yaitu tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit,diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d. Waham curiga Klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikanatau mencederai diri sendiri, diucapkan berulang kali tapi tidak sesuai
dengankenyataan.
e. Waham nihilistic Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi didunia /
meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
D. Fase-fase
1) Fase Lack of Human need Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-
kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan
waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan iauntuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi
yangsalah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang
sarjana tetapi menginginkandipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas,
sangat berpengalaman dan diperhitungkandalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis didunia ini. Dapat
dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (lifespan
history).
2) Fase lack of self esteem Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan
tingginya kesenjangan antara self ideal dengan selfreality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidakterpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saatlingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang selfideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal selfreality-nya
sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh,
support system semuanya sangat rendah
3) Fase control internal external Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang
ia yakini atau apa-apa yang ia katakanadalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapimenghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannyauntuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritasdalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu
yang dikatakan klienitu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat
karena besarnya toleransi dankeinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak maukonfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4) Fase environment support Adanya beberapa orang yang mempercayai klien
dalam lingkungannya menyebabkanklien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebutsebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinyakerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengantidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
5) Fase comforting Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya
serta menganggap bahwasemua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertaihalusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih seringmenyendiri dan menghindar
interaksi sosial ( Isolasi sosial).
6) Fase improving Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi,
setiap waktu keyakinan yangsalah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengantraumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).Waham bersifat menetap
dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancamandiri dan orang
lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan
carakonfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang
dilakukanmenimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
E. Rentang Respons
Mekanisme Koping
Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri
dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri
IX. A. Pohon Masalah
Kerusakan komunikasi verbal
Waham
Menarik diri
X. Diagnosa Keperawatan
1. Waham curiga
B. Faktor Presipitasi
Faktor presptasi defisit perawatan diri meliputi kurangnya motivasi, kerusakan
kognitif atau perseptual, cemas da kelelahan yang dialami pasien.
C. Jenis
Menurut Nanda-1 (2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
d. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
D. Fase Fase
a) Fasa prodromal
Fase prodromal di tandai dengan deteriorasis yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh
gangguan efek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling
sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awalnya
muncul skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat
panjang yaitu ketika seseorang individu mulai menari diri serta social dan
lingkungan.
b) Fase aktif
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala
skizofreniasecara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia
memilikikelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan
dalammencapai insight. Sebagai akibatnya besar antara psikosis dapat
ditandaioleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu
denganlingkungan sosialnya.
c) Fase residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapatdua
gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifatmenetap
dan tidak di sebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat.
Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasienskizofrenia mengalami
kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Olehkarena itu, tantangan terapi saat
ini adalah untuk mengurangi danmencegah terjadinya kekambuhan.
d) Rentang Respons
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai
berikut :
a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stressor kadang -
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stresor.
e) Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai
berikut:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali,
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).
b. Penyangkalan (Denial), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak
menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan
dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta
tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk,
2015)
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi
psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013).
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi
dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi)
misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah
nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)
Halusinasi
Isolasi Sosial
Defisit Perawatan Diri
DATA MASALAH
Subjektif : DEFISIT PERAWATAN DIRI
Pasien mengatakan
1. Malas mandi
2. Tidak mau keramas
3. Tidak mau memotong kuku
Objektif :
1. Rambut klien tampak kotor
2. Kuku klien panjang dan kotor
3. Klien tidak memcuci tangan
sebelum dan sesudah makan
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dalam klien halusinasi dapat ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan dalam
keluarga atau adanya kegagalan dalam hidup, dan adanya peraturan atau
tuntutan dari keluarag dan masyarakat yang tidak sesuai dengan klien.
C. Jenis
Halusinasi Dengar / Suara (auditory hearing voices or sounds
hallucinations) : ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi
yang salah dari suara. Mendengar suara suara ketika tidak ada stimulus
pendengaran.
Halusinasi Penglihatan (Visual Hallucinations) : ini jenis halusinasi
seperti ketakutan pada sesuatu atau objek yang lihat. Isi dari halusinasi
dapat berupa apa saja, tetapi biasanya orang atau tokoh seperti
manusia.
Halusinasi Pengecapan (Gustatory Hallucinations) : ini adalah sebuah
persepsi yang salah mengenai pengecapan pada mulut, seperti adanya
tindakan mengecap sesuatu, gerakan mengunyah, sering meludah, atau
muntah.
Halusinasi Penciuman (Olfacory Hallucinations) : ini adanya berbagai
bau yang tidak ada, biasanya addanya gerakan cuping hidung karena
mencium sesuatu atau mengarahkan hidung pada tempat tertentu.
Halusinasi Perabaan (Tactile Hallucinations) : ini adanya sebuah
persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan, biasanya klien terlihat
menatap tubuhnya dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh sekitar
tubuhnya, klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi
tubuhnya, seperti serangga atau makhluk alus.
D. Fase – Fase
1. Fase I (Comforting) : klien mengalami perasaan mendalam seperti
ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah.
2. Fase II (Condemning) : klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan
3. Fase III (Contriling) : klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
4. Fase IV (Consquering) : pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi.
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
F. Mekanisme Koping
a. Regresi : proses informasi & upaya menanggulangi ansietas
b. Proteksi : mencoba menjelaskan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain / benda
c. Menarik Diri : klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulasi internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
III. A. Pohon Masalah
V. Perencanaan
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
(Tuk/TUM)
LAPORAN PENDAHULUAN
(ISOLASI SOSIAL)
I. Kasus (masalah utama)
Isolasi Sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Isolasi merupakan keadaaan ketika individu atau kelompok memiliki
kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatkan kontak dengan orang, tetapi tidak
mampu membuat kontak tersebut (carpenito – moyet, 2009).
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y (2010)
adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena orang lain
menyatakan negatif dan mengancam.
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain disekitarnya (Keliat, 2011).
Gangguan isolasi sosial dapat terjadi karena individu merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain.
2) Faktor Presipitasi
- Stresor sosial budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
- Stresor psikologi Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)
3) Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus
membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a) Solitude (menyendiri) Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b) Otonomi Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c) Mutualisme (bekerja sama) Adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d) Interdependen (saling ketergantungan) Adalah suatu hubungan saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina
hubungan interpersonal.
4) Mekanisme Koping
a. isolasi sosial
- Data subjektif : Pasien mengatakan : malas bergaul dengan orang lain, tidak
mau berbicara dengan orang lain, tidak ingin ditemani siapapun.
- Data objektif : Pasien kurang spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri,
tidak atau kurang dalam komunikasi verbal, mengisolasi diri, kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya, aktivitas menurun (Direja, 2011).
b. resiko gangguan
- Data subjektif Pasien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya
melakukan sesuatu yang berbahaya, melihat bayangan, mencium bau-bauan
- Data objektif Pasien berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa ssebab
yang jelas, menutup telinga, menunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan
sesuatu yang tidak jelas, menghidu seperti mencium sesuatu, menutup hidung
(Direja, 2011).
c. Harga diri rendah
- Data subjektif Pasien mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna, tidak
mampu, tidak semangat beraktivitas dan bekerja, malas melakukan perawatan
diri.
- Pasien mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang
pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktivitas, penolakan terhadap
kemampuan diri, kontak mata tidak ada (Direja, 2011
N
Tg o Dx Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
l D Keperawatan
x
Isolasi Sosial TUM: 1. Setelah….x 1.1. Bina Hubungan saling
Klien dapat interaksi klien hubungan percaya
berinteraks menunjukkan tanda- saling percaya merupakan dasar
i dengan tanda percaya dengan : yang kuat bagi
orang lain. kepeda perawat : Beri salam klien dalam
Tuk : Wajah cerah, setiap mengekspresikan
1. Klien tersenyum berinteraksi perasaannya.
dapat Mau berkenalan Perkenalkan Menunjukkan
membina Ada kontak nama, nama keramahan
hubungan mata panggilan dan sikap
saling Bersedia dan tujuan bersahabat.
percaya mencritakan perawat Agar kita
perasaan berkenalan tidak ragu
Bersedia Tanyakan kepada
mengungkapkan dan panggil perawat.
masalahnya nama Menunjukkan
kesukaan bahwa
klien perawat ingin
Tunjukkan kenal dengan
sikap jujur klien.
dan Agar klien
menepati percaya
janji setiap kepada
kali perawat.
interaksi Penerimaan
Tanyakan yang sesuai
perasaan dengan
klien dan keadaan yang
masalah sebenarnya
yang dapat
dihadapi meningkatkan
klien keyakinan
Buat pada klien
kontrak serta merasa
interaksi adanya suatu
yang jelas pengakuan.
Dengarkan dengan Perhatian
penuh perhatian yang
ekspresi perasaan diberikan
klien dapat
meningkatkan
harga diri
klien.
Respon
mengkritik
atau
menyalahkan
dapat
menimbulkan
adanya sikap
penolakan.
Member info
tentang kontrak
waktu.
LAPORAN PENDAHULUAN
(RESIKO BUNUH DIRI)
I. Definisi
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri hidupnya (Herdman, 2012). Individu secara sadar untuk ingin mati, sehingga
melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginanya. Tindakan tersebut harus
dilakukan dengan sengaja dan dilakukan oleh orang yang bersangkutan dengan
pengetahuan penuh, harap atau akibat fatalnya
D. Rentang Respons
adaptif maladaptif
Peningkatan Pengambilan Destruktif Pencederaan Bunuh diri
diri risiko yang diri tak diri
meningkatkan langsung
pertumbuhan
destruktif
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi,
intelektualisasi, regresi
Data obyektif :
F. Merusak diri sendiri
G. Merusak orang lain
H. Menarik diri dari hubungan sosial
I. Tampak mudah tersinggung
J. Tidak mau makan dan tidak tidur
V. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
LAPORAN PENDAHULUAN
(RESIKO PERILAKU KEKERASAN)