Anda di halaman 1dari 10

Lex Crimen Vol. IV/No.

5/Juli/2015

INDEPENDENSI HAKIM DALAM MEMUTUS beberapa hal yang perlu dibahas, diantaranya:
PERKARA PRAPERADILAN MENURUT KUHAP1 a) Surat Putusan Disatukan dengan Berita Acara
Oleh: Alviano Maarial2 (pasal 83 ayat (3) dan pasal 96 ayat (1) KUHAP);
b) Isi Putusan Praperadilan (pasal 82 ayat (2)
ABSTRAK dan (3) KUHAP); c) Upaya Banding dan Kasasi
Bersumber pada asas praduga tak bersalah, Putusan Praperadilan (pasal 83 KUHAP); d)
maka jelas dan wajar bila tersangka/terdakwa Putusan Praperadilan yang Dapat Dibanding
dalam proses peradilan Pidana wajib (pasal 83 ayat (2) KUHAP). Dari hasil penelitian
mendapatkan hak-haknya, demikian pula dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal
halnya dengan Praperadilan. Ada maksud dan pemeriksaan praperadilan haruslah memenuhi
tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi, syarat formal, yaitu menguji sah tidaknya
yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak penangkapan, menguji sah tidaknya
asasi tersangka. Karena pada prinsipnya tujuan penahanan, menguji sah tidak penghentian
utama pelembagaan Praperadilan dalam penyidikan, menguji sah tidaknya penghentian
KUHAP, untuk melakukan “pengawasan penuntutan dan memeriksa permohonan ganti
horizontal” atas tindakan upaya paksa yang kerugian. Isi putusan praperadilan adalah sah
dikenakan terhadap tersangka selama ia berada tidaknya penangkapan atau penahanan pasal
dalam pemeriksaan penyidikan atau 79 KUHAP, sah tidaknya penghentian
penuntutan, agar benar-benar tindakan itu penyidikan atau penuntutan, diterima atau
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum ditolaknya permintaan ganti kerugian atau
dan undang-undang. Berdasarkan uraian rehabilitas, perintah melanjutkan penyidikan
tersebut di atas, yang melatarbelakangi atau penuntutan, besarnya ganti kerugian yang
permasalahan dalam penulisan ini ialah diputuskan oleh Hakim Praperadilan, berisi
bagaimana pengaturan praperadilan menurut pernyataan pemulihan nama baik tersangka,
KUHAP? dan bagaimana bentuk putusan serta memerintahkan segera mengembalikan
Praperadilan dan upaya hukumnya?. Metode barang sitaan.
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah metode pendekatan yuridis normatif, di A. PENDAHULUAN
mana penelitian yang dilakukan adalah dengan Praperadilan merupakan barang baru dalam
cara meneliti, bahan-bahan kepustakaan kehidupan penegakan hukum di Indonesia.
(library research), yakni suatu metode Setiap hal yang baru, mempunyai misi dan
penelitian yang dilakukan dengan jalan motivasi tertentu. Pasti ada yang dituju dan
mempelajari buku-buku literatur, perundang- yang hendak dicapai. Tidak ada sesuatu yang
undangan, majalah-majalah, diktat dan bahan diciptakan tanpa didorong oleh maksud dan
hukum lainnya yang ada hubungannya dengan tujuan. Demikian pula halnya dengan
karya tulis ini. Hasil penelitian menunjukkan pelembagaanPraperadilan. Ada maksud dan
bahwa Pengaturan Praperadilan menurut tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi,
KUHAP mencakup tentang: a) Menguji Sah atau yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak
Tidaknya Penangkapan (pasal 17 KUHAP); b) asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan
Menguji Sah atau Tidaknya Penahanan (pasal penyidikan dan penuntutan.
21 KUHAP); c) Menguji Sah atau Tidaknya Seperti yang sudah diketahui, demi untuk
Penghentian Penyidikan (pasal 109 ayat (2) dan terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak
(3) KUHAP); d) Menguji Sah atau Tidaknya pidana, undang-undang memberi kewenangan
Penghentian Penuntutan (pasal 140 ayat (2) kepada penyidik dan penuntut umum untuk
KUHAP); e) Memeriksa Permohonan Ganti melakukan tindakan upaya paksa berupa
Kerugian (pasal 95 KUHAP). sedangkan bentuk penangkapan, penahanan, penyitaan dan
putusan praperadilan dan upaya hukumnya ada sebagainya. Setiap upaya paksa yang dilakukan
pejabat penyidik atau penuntut umum
1
terhadap tersangka, pada hakikatnya
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Henry R. Ch.
Memah, SH, MH; Nixon S. Lowing, SH, MH; Noldy
merupakan perlakuan yang bersifat:
Mohede, SH, MH. 1. tindakan paksa yang dibenarkan undang-
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. undang demi kepentingan pemeriksaan
110711010

29
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

tindak pidana yang disangkakan kepada pun. HIR tidak memberi hak dan upaya untuk
tersangka, memintakan perlindungan dan koreksi.
2. sebagai tindakan paksa yang dibenarkan Bertahun-tahun pun tersangka ditahan,
hukum dan undang-undang, setiap tindakan dianggap lumrah dan tersangka tidak
paksa dengan sendirinya merupakan mempunyai daya untuk mengadukan nasib
perampasan kemerdekaan dan kebebasan perkosaan itu kepada siapa pun, karena HIR
serta pembatasan terhadap hak asasi tidak memiliki lembaga yang berwenang untuk
tersangka.3 menguji sah atau tidaknya tindakan upaya
Tindakan upaya paksa yang dikenakan paksa yang dikenakan terhadap tersangka.
instansi penegak hukum merupakan Berpijak dari pengalaman suram di masa HIR,
pengurangan dan pembatasan kemerdekaan pembuat undang-undang menanggapi betapa
dan hak asasi tersangka, tindakan itu harus pentingnya menciptakan suatu lembaga yang
dilakukan secara bertanggung jawab menurut diberi wewenang melakukan koreksi, penilaian
ketentuan hukum dan undang-undang yang dan pengawasan terhadap setiap tindakan
berlaku (due process of law). Tindakan upaya upaya paksa yang dikenakan pejabat penyidik
paksa yang dilakukan bertentangan dengan atau penuntut umum kepada tersangka, selama
hukum dan undang-undang merupakan pemeriksaan berlangsung dalam tingkat proses
perkosaan terhadap hak asasi tersangka.4 penyidikan dan penuntutan. Pelembagaan yang
Setiap tindakan perkosaan yang ditimpakan memberi wewenang pengawasan terhadap
kepada tersangka adalah tindakan yang tidak tindakan upaya paksa yang dilakukan pejabat
sah, karena bertentangan dengan hukum dan dalam Taraf proses pemeriksaan penyidikan
undang-undang (ilegal). Akan tetapi, bagaimana atau penuntutan inilah yang dilimpahkan
mengawasi dan menguji tindakan paksa yang KUHAP kepada Praperadilan. Kalau begitu, pada
dianggap bertentangan dengan hukum? Untuk prinsipnya tujuan utama pelembagaan
itu perlu diadakan suatu lembaga yang diberi Praperadilan dalam KUHAP, untuk melakukan
wewenang untuk menentukansah atau “pengawasan horizontal”5 atas tindakan upaya
tidaknya tindakan paksa yang dikenakan paksa yang dikenakan terhadap tersangka
kepada tersangka. Menguji dan menilai sah selama ia berada dalam pemeriksaan
atau tidaknya tindakan paksa yang dilakukan penyidikan atau penuntutan, agar benar-benar
penyidik atau penuntut umum yang tindakan itu tidak bertentangan dengan
dilimpahkan kewenangannya kepada ketentuan hukum dan undang-undang.
Praperadilan. Dari gambaran di atas, eksistensi dan
Memang sangat beralasan untuk mengawasi kehadiran Praperadilan, bukan merupakan
tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik lembaga peradilan tersendiri. Tetapi hanya
atau penuntut umum terhadap tersangka, merupakan pemberian wewenang dan fungsi
supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap
sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan Pengadilan Negeri, sebagai wewenang dan
benar-benar proporsional dengan ketentuan fungsi tambahan Pengadilan Negeri yang telah
hukum serta tidak merupakan tindakan yang ada selama ini. Kalau selama ini wewenang dan
bertentangan dengan hukum. Pengawasan dan fungsi Pengadilan Negeri mengadili dan
penilaian upaya paksa inilah yang tidak memutus perkara pidana danperkara perdata
dijumpai dalam tindakan penegakan hukum di sebagai tugas pokok maka terhadap tugas
masa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan cara pokok tadi diberi tugas tambahan untuk menilai
pelaksanaan tindakan upaya paksa yang sah atau tidaknya penahanan, penyitaan,
dilakukan penyidik pada waktu itu, semuanya penghentian penyidikan atau penghentian
lenyap ditelan kewenangan yang tidak terawasi penuntutan yang dilakukan penyidik atau
dan tidak terkendali oleh koreksi lembaga mana penuntut umum, yang wewenang
pemeriksaannya diberikan kepada
3
Praperadilan.
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi dan Peninjauan Kasasi, Sinar Grafika,
Jakarta, 2002, hal. 3
4 5
Ibid, hal. 3 Ibid, hal. 4

30
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

B. RUMUSAN MASALAH dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan


1. Bagaimana pengaturan Praperadilan kepada mereka yang betul-betul melakukan
menurut KUHAP? tindak pidana. Dengan dihubungkan bunyi Pasal
2. Bagaimana bentuk putusan Praperadilan 1 butir 14 KUHAP, maka bukti permulaan yang
dan upaya hukumnya? cukup adalah bukti permulaan patut untuk
menduga sebagai pelaku tindak pidana
C. METODE PENULISAN terhadap seseorang.
Metode yang digunakan dalam penulisan Dengan demikian hal-hal yang dapat diuji
skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis oleh hakim praperadilan di dalam memeriksa
normatif, di mana penelitian yang dilakukan perkara praperadilan berdasarkan alasan
adalah dengan cara meneliti, bahan-bahan penangkapan, yaitu:
kepustakaan (library research), 6 yakni suatu 1. syarat-syarat formal suatu penangkapan;
metode penelitian yang dilakukan dengan jalan 2. dasar-dasar dilakukan penangkapan.
mempelajari buku-buku literatur, perundang- Untuk menolong para hakim di dalam
undangan, majalah-majalah diktat dan bahan mempertimbangkan “Bukti permulaan yang
hukum lainnya yang ada hubungannya dengan cukup” dalam persidangan praperadilan yang
judul skripsi. diajukan dengan alasan penangkapan,
1. Arti bukti permulaan (prima facie evident)
PEMBAHASAN berarti adanya bukti sedikit untuk
1. Pengaturan Praperadilan Menurut KUHAP menduga ada tindak pidana, misalnya
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun kepada seseorang kedapatan
2004 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok benda/barang curian, maka petugas
Kekuasaan Kehakiman Pasal 7 disebutkan: penyidik dapat menduga keras bahwa
Tiada seorang juapun dapat dikenakan pada seseorang itu telah melakukan tindak
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan pidana berupa pencurian ataupun
pensitaan, selain atas perintah tertulis oleh penadahan.9
kekuasaan yang sah dalam hal-hal dan menurut 2. Bukti permulaan yang cukup dalam
cara-cara yang diatur dengan Undang-Undang. rumusan Pasal 17 KUHAP itu harus
Pasal tersebut telah diadopsi dalam asas- diartikan sebagai “bukti-bukti minimal”
asas KUHAP. Dengan demikian upaya paksa berupa alat-alat bukti seperti dimaksud
yang meliputi penangkapan, penahanan, dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang
penggeledahan dan penyitaan harus dipenuhi dapat menjamin bahwa penyidik itu tidak
tata cara di dalam melaksanakannya.7 Oleh akan menjadi terpaksa untuk
karena itu di dalam pemeriksaan praperadilan, menghentikan penyidikannya terhadap
haruslah diperiksa segi formal suatu upaya seseorang yang disangka melakukan tindak
paksa di dalam melaksanakannya. pidana setelah dilakukan penangkapan.10

1. Menguji Sah atau Tidaknya Penangkapan 2. Menguji Sah atau Tidaknya Penahanan
Di dalam Pasal 17 KUHAP ditentukan Di dalam pemeriksaan sidang praperadilan
penangkapan terhadap seseorang yang diduga dengan alasan penahanan yang tidak sah,
keras melakukan suatu tindak pidana, haruslah hakim dapat memeriksa2 (dua) hal yaitu:
berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 1. syarat-syarat formal suatu penahanan;
Pengertian “bukti permulaan yang cukup”8 2. dasar-dasar dilakukan penahanan.11
ialah bukti permulaan untuk adanya tindak Bukti yang cukup berarti penyidik sudah bisa
pidana haruslah sesuai dengan bunyi Pasal 1 mengumpulkan alat bukti yang mengacu pada
butir 14 KUHAP. Pasal ini menunjukkan bahwa ketentuan Pasal 184 KUHAP, dan Pasal 183
perintah penangkapan tidak dapat dilakukan
9
Martiman Prodjohamidjojo, Komentar Atas KUHAP,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hal. 19
6 10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum P.A.F. Lamintang, KUHAP dengan pembahasan secara
Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 15 yuridis menurut yurisprudensi, Sinar Baru, Bandung, 1984,
7
Andi Hamzah, Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia hal. 117
11
dalam KUHAP, Bina Cipta, Bandung, 1986, hal. 17 M. Hanafi Asmawie, Ganti Rugi dan Rehabilitasi Menurut
8
Ibid, hal. 19 KUHAP, Pradnya Paramita, Jakarta, 1989, hal. 74

31
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

KUHAP yakni harus dipenuhinya minimum Surat Penetapan Penghentian Penyidikan


pembuktian. (SP3).
Baik di dalam melakukan upaya paksa yakni
penangkapan dan atau penahanan, 4. Menguji Sah atau Tidaknya Penghentian
sesungguhnya penyidik sudah harus Penuntutan
mempunyai alat bukti. Segalasesuatu yang KUHAP menganut asas spesialisasi,
masih bersifat informasi atau diferensiasi dan kompartemenisasi, sehingga
berupalaporan/pengaduan saja, seorang mengatur secara tegas pembagian fungsi, tugas
penyidik tidak boleh melakukan upaya paksa dan wewenang masing-masing penegak
tersebut. hukum.12 Dengan dianutnya asas tersebut maka
di dalam KUHAP terjadi pemisahan secara
3. Menguji Sah atau Tidaknya Penghentian tajam antara tugas penyidikan dan tugas
Penyidikan penuntutan. Meskipun KUHAP menganut asas-
Apabila penyidik telah melakukan asas tersebut, mutlak disyaratkan adanya
penyidikan suatu peristiwa yang merupakan hubungan kerja yang serasi dan terkoordinir
tindak pidana, maka penyidik harus antara instansi penegak hukum untuk
memberitahukan hal itu kepada penuntut mewujudkan konsepsi “integrated criminal
umum (Pasal 109 ayat (1) KUHAP). justice system”.
Pemberitahuan tersebut merupakan suatu Berhasil atau tidaknya suatu perkara di
kewajiban bagi penyidik. Dengan demikian depan persidangan pengadilan pada hakikatnya
sejak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya merupakan tanggung jawab penuntut umum.
Penyidikan (SPDP), maka ada suatu kontrol Karena itu hubungan antara penuntut umum
horizontal antara penyidik dan penuntut dan penyidik harus benar-benar saling bisa
umum. Pengertian dimulainya penyidikan mengontrol. Oleh karena itu apabila penyidik
adalah jika dalam kegiatan penyidikan tersebut sudah memulai melakukan penyidikan, penyidik
sudah dilakukan tindak upaya paksa dari harus memberitahukan hal tersebut kepada
penyidik, seperti pemanggilan pro justitia, penuntut umum (Pasal 109 ayat (1) KUHAP).
penangkapan dan sebagainya. Akan tetapi Sedangkan apabila satu berkas perkara sudah
ketentuan SPDP tersebut juga tidak ada diserahkan oleh penyidik kepada penuntut
sanksinya apabila dilanggar. umum, tetapi masih belum lengkap dan
1. Dasar Hukum Penghentian Penyidikan. sempurna, maka berkas tersebut harus
Penghentian penyidikan diatur dalam Pasal dikembalikan oleh penuntut umum kepada
109ayat (2) dan (3) KUHAP. penyidik untuk dilengkapi. Hal tersebut disebut
2. Dasar Atau Alasan Penghentian dengan prapenuntutan (Pasal 138 ayat (2)
Penyidikan. KUHAP). Agar perkara gol di pengadilan, maka
Di dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP penuntut umum harus mempergunakan
disebutkan alasan-alasan untuk lembaga prapenuntutan semaksimal mungkin.
menghentikan penyidikan
3. Prosedur Penghentian Penyidikan. 5. Memeriksa Permohonan Ganti Kerugian
Prosedur penghentian penyidikan adalah Dasar hukum dari pemberian ganti kerugian
dengan mengeluarkan Surat Penetapan terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor
Penghentian Penyidikan (SP3). Surat 4 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
tersebut harus diberitahukan kepada Kehakiman. Pengertian ganti kerugian13adalah
penuntut umum, tersangka atau hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan
keluarganya (Pasal 109 ayat (3) KUHAP). atau tuntutannya yang berupa imbalan
4. Penghentian Penyidikan Secara Semu. sejumlah uang (Pasal 1 butir 22 KUHAP).
Prosedur yang harus ditempuh dalam
Pasal 109 ayat (3) KUHAP merupakan 2. Bentuk Putusan Praperadilan Dan Upaya
senjata ampuh bagi penyidik untuk Hukumnya
membantah penghentian penyidikan di
dalam sidang praperadilan. Penyidik 12
P.A.F. Lamintang, Loc Cit, hal. 119
13
beralasan bahwa belum mengeluarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 terhadap Kekuasaan
Kehakiman Pasal 9 dan Pasal 1 Butir 22 KUHAP

32
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

Pemeriksaan sidang Praperadilan dilakukan cukup memenuhi kebutuhan apabila


denganacara cepat. Mulai dari bentuk dan pembuatan putusannya
penunjukanhakim, penetapan hari sidang, dirangkaikan dengan berita acara.
pemanggilan para pihak dan pemeriksaan b. Bertitik Tolak dari Ketentuan Pasal 83 Ayat
sidang Praperadilan dilakukan dengan cepat, (3) Huruf a dan Pasal 96 Ayat (1)
guna dapat menjatuhkan putusan selambat- Menurut ketentuan dimaksud bentuk
lambatnya dalam waktu 7 hari. Bertitik tolak putusan Praperadilan, berupa penetapan.
dan prinsip acara pemeriksaan cepat, bentuk Bentuk putusan penetapan pada lazimnya
putusan Praperadilan pun sudah selayaknya merupakan rangkaian berita acara dengan
menyesuaikan diri dengan sifat proses tadi. isi putusan itu sendiri. Kelaziman yang
Oleh karena itu, bentuk putusan Praperadilan demikian juga dijumpai dalam putusan
cukup sederhana tanpa mengurangi isi perdata Penetapan yang bersifat volunter
pertimbangan yang jelas berdasar hukum dan secara “exparte” dalam proses perdata
undang-undang. Jangan sampai sifat adalah bentuk putusan yang berupa
kesederhanaan bentuk putusan menghilangkan rangkaian antara berita acara dengan isi
penyusunan pertimbangan yang jelas dan putusan. Berita acara sidang dengan isi
memadai. Sifat kesederhanaan bentuk putusan putusan tidak dibuat secara terpisah. Dan
Praperadilan tidak boleh mengurangi dasar memang bentuk putusan Praperadilan,
alasan pertimbangan yang utuh dan hampir mirip dengan putusan volunter
menyeluruh. dalam acara perdata.Boleh dikatakan,
Untuk menjelaskan bentuk putusan putusan Praperadilan juga bersifat
Praperadilan, ada beberapa hal yang perlu deklarator, yang berisi pernyataan tentang
dibicarakan, terutama yang berkenaan dengan sah atau tidaknya penangkapan,
masalah bentuk putusan maupun isi putusan.14 penahanan, penggeledahan, atau
1. Surat Putusan Disatukan dengan Berita penyitaan. Tentu tanpa mengurangi sifat
Acara yang kondemnator dalam putusan ganti
Bentuk putusan Praperadilan tidak diatur kerugian, perintah mengeluarkan
secara tegas dalam undang-undang. Kalau tersangka atau terdakwa dari tahanan
begitu dari mana menarik kesimpulan bahwa apabila penahanandinyatakan tidak sah.
pembuatan putusan Praperadilan dirangkaikan Atau perintah yang menyuruh penyidik
menjadi satu dengan berita acara pemeriksaan untuk melanjutkan penyidikan apabila
sidang? Kesimpulan dimaksud dapat ditarik dari penghentian penyidikan dinyatakan tidak
dua sumber:15 sah. Maupun perintah melanjutkan
a. Dari Ketentuan Pasal 82 Ayat (I) Huruf c penuntutan apabila penghentian
Ketentuan ini menjelaskan, proses penuntutan tidak sah. Atas alasan yang
pemeriksaan sidang Praperadilan dikemukakan, cukup menjadidasar, bentuk
dilakukan dengan acara cepat. Ketentuan dan pembuatan putusan Praperadilan
ini harus diterapkan secara “konsisten” merupakan penetapan yang memuat
dengan bentuk dan pembuatan putusan rangkaian kesatuan antara berita acara
dalam acara pemeriksaan singkat dan dengan isi putusan. Jadi putusan tidak
acara pemeriksaan cepat. Bentuk putusan dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam
yang sesuai dengan proses pemeriksaan berita acara, sebagaimana bentuk dan
cepat, tiada lain daripada putusan yang pembuatan putusan dalam proses acara
dirangkai menjadi satu dengan berita singkat yang diatur dalam Pasal 203 ayat
acara. Sedangkan dalam acara (3) huruf d.
pemeriksaan singkat yang kualitas acara
dan jenis perkaranya lebih tinggi dari acara 2. Isi Putusan Praperadilan
pemeriksaan cepat bentuk dan pembuatan Penggarisan isi putusan atau penetapan
putusan dirangkai bersatu dengan berita Praperadilan, pada garis besarnya diatur dalam
acara. Apalagi dalam acara cepat, sudah Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3). Oleh karena itu,
di samping penetapan Praperadilan memuat
14
Ibid, hal. 18 alasan dasar pertimbangan hukum, juga harus
15
Ibid,

33
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

memuat amar. Amar yang harus dicantumkan putusan Praperadilan harus memuat
dalam penetapan disesuaikan dengan alasan pernyataan dan perintah:
permintaan pemeriksaan. Alasan permintaan a) penahanan tidak sah,
yang menjadi dasar isi amar penetapan. Amar b) dan perintah pembebasan tersangka
yang tidak sejalan dengan alasan permintaan, dari tahanan.
keluar dari jalur yang ditentukan undang- Dengan dicantumkannya amar yang berisi
undang. Kalau begitu amar penetapan perintah pembebasan tersangka dari
Praperadilan, bisa berupa pernyataan yang tahanan, penyidik atau penuntut umum
berisi:16 harus segera membebaskan dari tahanan.
a. Sah atau Tidaknya Penangkapan atau e. Perintah Melanjutkan Penyidikan atau
Penahanan Penuntutan
Jika dasar alasan permintaan yang diajukan Mungkin ada yang berpendapat, amar ini
pemohon berupa permintaan pemeriksaan tidak mutlak dicantumkan dalam
tentang sah atau tidaknya penangkapan penetapan Praperadilan. Alasannya,
atau penahanan yang disebut Pasal 79 dengan adanya penetapan yang
maka amar penetapannya pun harus menyatakan penghentian penyidikan atau
memuat pernyataan tentang sah atau penuntutan tidak sah, dalam jiwa
tidaknya penangkapan atau penahanan. pernyataan putusan yang demikian sudah
b. Sah atau Tidaknya Penghentian Penyidikan terkandungperintah yang mewajibkan
atau Penuntutan penyidik melanjutkan penyidikan atau yang
Jika alasan yang diajukan pemohon berupa mewajibkan penuntutan dilanjutkan.
permintaan pemeriksaan tentang sah atau Karena itu, sekiranya Praperadilan
tidaknya penghentian penyidikan atau menjatuhkan putusan yang menyatakan
penghentian penuntutan, berarti amar penghentian penyidikan atau penghentian
penetapan Praperadilan memuat penuntutan tidak sah amar penetapan tidak
pernyataan mengenai sah atau tidaknya mesti memuat pernyataan yang
tindakan penghentian penyidikan atau memerintahkan penyidik wajib
penuntutan. melanjutkan penyidikan atau amar yang
c. Diterima atau Ditolaknya Permintaan Ganti memerintahkan penuntut umum
Kerugian atau Rehabilitasi melanjutkan penuntutan. Akan tetapi,
Di sini pun demikian halnya. Jika dasar untuk sempurna serta berpedoman pada
alasan permintaan pemeriksaan mengenai bunyi rumusan Pasal 82 ayat (3) huruf b,
tuntutan ganti kerugian atau rehabilitasi, tidak ada salahnya mencantumkan amar
berarti amar penetapan memuat yang demikian.
dikabulkan atau ditolak permintaan ganti
kerugian atau rehabilitasi. 3. Upaya Banding dan Kasasi Putusan
d. Perintah Pembebasan dari Tahanan Praperadilan
Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat Tinjauan tentang masalah upaya hukum
(3) huruf a. Agar penetapan Praperadilan terhadap putusan Praperadilan, mungkin bisa
memuat amar yang memerintahkan menimbulkan perbedaan penafsiran, terutama
tersangka segera dibebaskan dari tahanan. mengenai upaya hukum yang menyangkut
Amar yang demikian merupakan kemestian permintaan pemeriksaan kasasi. Barangkali ada
dalam kasus permintaan pemeriksaan yang yang berpendapat, terhadap putusan
berhubungan tentang sah atau tidaknya Praperadilan, dapat dimintakan permohonan
penahanan. Jika tersangka atau kasasi kepada Mahkamah Agung. Perbedaan
keluarganya mengajukan permintaan pendapat ini timbul disebabkan undang-undang
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya tidak memberi penegasan yang jelas tentang
penahanan yang dilakukan penyidik atau hal ini. Lain halnya dengan upaya hukum
penuntut umum, dan Praperadilan banding, Pasal 83 KUHAP telah memberi
berpendapat penahanan tidak sah, amar penegasan yang jelas, sehingga para pencari
keadilan maupun praktisi hukum, sudah
16
Lihat Penjelasan Pasal 82 ayat (2) dan (3) Kitab Undang- mengetahui dengan terang putusan mana yang
Undang Hukum Acara Pidana

34
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

dapat dimintakan pemeriksaan banding. Untuk Adapun mengenai putusan Praperadilan


lebih jelasnya, mari kita ikuti uraian berikut.17 yang tidak dapat dimintakan pemeriksaan
a) Putusan Praperadilan yang Tidak Dapat banding, telah disebut satu per satu dalam
Dibanding Pasal 83 ayat (1). Yakni putusan Praperadilan
Tidak semua putusan Praperadilan dapat yang menyangkut jenis kasus yang disebut
diminta banding. Sebaliknya pula, tidak dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81.
seluruhnya putusan Praperadilan yang tidak Jelasnya, putusan Praperadilan yang tidak
dapat diminta pemeriksaan banding.18 dapat dimintakan pemeriksaan banding.
Demikian menurut ketentuan Pasal 83 KUHAP.
Dalam Pasal 83 inilah ditentukan putusan yang b) Penetapan Sah atau Tidaknya Penangkapan
menyangkut kasus mana yang dapat dibanding, atau Penahanan
dan yang tidak dapat diajukan permintaan Putusan yang berisi penetapan tentang sah
banding. Mari kita perhatikan ketentuan Pasal atau tidaknya penangkapan atau penahanan
83 ayat (1), yang berbunyi: “Terhadap putusan yang dimaksud dalam Pasal 79. Dalam Pasal 79
Praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud hanya disebut tentang sah atau tidaknya
dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 tidak penahanan. Di dalamnya tidak termasuk
dapat dimintakan banding.” Berdasar Pasal 83 tentang sah atau tidaknya penggeledahan atau
ayat (1), ditentukan putusan Praperadilan yang penyitaan.
menyangkut kasus mana yang tidak dapat Tampaknya, pembuat undang-undang
dimintakan pemeriksaan banding. Boleh kurang konsisten dalam hal ini. Padahal kalau
dikatakan, hampir semua jenis putusan diikuti lebih lanjut kewenangan Praperadilan
Praperadilan tidak dapat dimintakan banding. sebagaimana yang dijelaskan penjelasan Pasal
Memang demikianlah prinsipnya. Terhadap 95 ayat (1) KUHAP, kewenangan Praperadilan
putusan Praperadilan tidak dapat diajukan termasuk meliputi memeriksa dan memutus
permintaan banding. Hal ini sesuai dengan asas permintaan ganti kerugian yang diakibatkan
acara yang menyangkut tata cara pemeriksaan oleh tindakan pemasukan rumah,
Praperadilan, dilakukan dengan “acara cepat”. penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah
“Demikian juga dari segi tujuan pelembagaan menurut hukum. Kalau begitu kewenangan
Praperadilan untuk mewujudkan putusandan Praperadilan bukan hanya meliputi
kepastian hukum dalam waktu yang relatif pemeriksaan tentang sah atau tidaknya
singkat. Sekiranya terhadap putusan penangkapan atau penahanan saja, tapi
Praperadilan diperkenankan upaya banding, hal meliputi pemeriksaan tentang sah atau
itu tidak sejalan dengan sifat dan tujuan tidaknya pemasukan rumah penggeledahan,
maupun dengan cirinya, yakni dalam waktu dan penyitaan. Seandainya tersangka atau
yang singkat putusan dan kepastian hukum keluarganya mengajukan permintaan
sudah dapat diwujudkan. Lagi pula jika ditinjau pemeriksaan kepada Praperadilan tentang sah
kewenangan Praperadilan bertujuan memberi atau tidaknya pemasukan rumah,
pengawasan horizontal atas tindakan upaya penggeledahan atau penyitaan, Praperadilan
paksa yang dilakukan aparat penyidik dan harus memeriksa dan memutusnya. Terhadap
penuntut umum, pada hakikatnya apa yang putusan Praperadilan yang berkenaan dengan
diperiksa dan diputuskan Praperadilan adalah sah atau tidaknya pemasukan rumah,
di luar ruang lingkup perkara pidana. penggeledahan atau penyitaan, tidak dapat
Praperadilan tidak berwenang memeriksa diajukan permintaan banding.
perkara pidana. Yang diperiksa dan diputusnya
terbatas mengenai tindakan aparat penyidik c) Putusan Ganti Kerugian dan Rehabilitasi
dan penuntut umum terhadap tersangka Putusan lain yang tidak dapat diajukan
selama pemeriksaan perkara berlangsung pada permintaan banding ialah putusan yang
instansi yang bersangkutan. berkenaan dengan kasus permintaan ganti
kerugian dan rehabilitasi.19 Sebagaimana yang

17 19
H.M.A. Kuffar, Loc Cit, hal. 286 Putusan ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana
18
Lihat Penjelasan Pasal 83 ayat (1) dan bandingkan diatur dalam Pasal 81 bandingkan dengan Penjelasan
dengan pasal 79, 80, dan Pasal 81 KUHAP Pasal 95 dan 97 KUHAP.

35
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

disebut dalam Pasal 81. Seperti yang sudah pemeriksaan banding. Bertitik tolak dari
disinggung terdahulu, wewenang Praperadilan ketentuan Pasal 83 ayat (2):
meliputi pemeriksaan tuntutan ganti kerugian 1. terhadap putusan yang menetapkan
berdasar alasan Pasal 95. Juga berwenang “sahnya” penghentian penyidikan
memeriksa permintaan rehabilitasi berdasar ataupenuntutan, “tidak dapat” diajukan
alasan yang ditentukan dalam Pasal 97 KUHAP permintaan banding,
Tuntutan atau permintaan ganti kerugian 2. terhadap putusan yang menetapkan tentang
maupun permintaan rehabilitasi dapat diajukan “ tidak sahnya” penghentian penyidikanatau
pemohon kepada Praperadilan atas alasan tidak penuntutan, “dapat” diajukan permintaan
sahnya penangkapan, penahanan atau sahnya banding,
penghentian penyidikan atau penghentian 3. Pengadilan Tinggi yang memeriksa dan
penuntutan. Namun disini pun, permintaan memutus permintaan banding tentang
ganti kerugian dan rehabilitasi yang disebut tidaksahnya penghentian penyidikan atau
dalam Pasal 81 ini harus disejajarkan meliputi penuntutan, bertindak sebagai pengadilan
alasan permintaan ganti kerugian dan yangmemeriksa dan memutus “dalam
rehabilitasi yang diatur dalam Pasal 95 dan 97 tingkat akhir”.dimungkinkan permintaan
KUHAP. Bukan hanya permintaan ganti kasasi, karena keharusan cepat perkara
kerugian dan rehabilitasi yang didasarkan atas Praperadilan tidak akan terpenuhi kalau
alasan penangkapan atau penahanan saja, masih dimungkinkan pemeriksaan kasasi,
tetapi meliputi alasan tidak sahnya pemasukan 4. wewenang Pengadilan Negeri yang
rumah, penggeledahan atau penyitaan. Kita dilakukan oleh Praperadilan, dimaksudkan
heran mengapa Pasal 81 tidak sejalan rumusan hanya sebagai wewenang pengawasan
dan kaidahnya dengan Pasal 95 dan 97. Padahal secara horizontal terhadap tindakan pejabat
maksud dan permasalahan yang diatur di penegak hukum lainnya,
dalamnya, sama-sama berhubungan dengan 5. juga Pasal 244 KUHAP, tidak membuka
kewenangan Praperadilan memeriksa dan kemungkinan melakukan pemeriksaan
memutus permintaan ganti kerugian dan kasasi terhadap putusan Praperadilan,
rehabilitasi. Juga sama-sama mengatur karena pemeriksaan kasasi yang diatur Pasal
landasan alasan yang dijadikan dasar untuk 244 hanya mengenai putusan perkara
mengajukan permintaan ganti kerugian dan pidana yang benar-benar diperiksa dan
rehabilitasi. Seolah-olah pembuat undang- diputus Pengadilan Negeri atau pengadilan
undang merumuskannyasaling bertentangan. selain dari Mahkamah Agung,
Semestinya antara Pasal 81 dengan Pasal 95 6. selain daripada itu, menurut hukum acara
dan 97, harus sejalan dan saling pidana, baik mengenai pihak-pihak maupun
menyempurnakan. acara pemeriksaannya berbeda sifat dan
kedudukannya jika dibandingkan dalam
4. Putusan Praperadilan yang Dapat Dibanding pemeriksaan Praperadilan.
Mengenai putusan Praperadilan yang dapat
diminta banding ke Pengadilan Tinggi, diatur Itulah kira-kira saduran pertimbangan
dalam Pasal 83 ayat (2). Di situ ditentukan, Mahkamah Agung dalam putusan tersebut. Dari
putusan Praperadilan yang menetapkan “tidak pertimbangan dimaksud, dapat dilihat
sahnya” penghentian penyidikan atau pendirian, permintaan kasasi terhadap putusan
penuntutan saja yang dapat diajukan Praperadilan “tidak dapat diterima”. Pendirian
permintaan banding. Pasal 83 ayat (2) yang seperti ini dapat juga dilihat dalam
membedakan antara putusan yang putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Mei
“mengesahkan” dengan yang “tidak 1984, Reg. No. 680 K/Pid/1983. Salah satu
mengesahkan” penghentian penyidikan dan bagian pertimbangannya berbunyi: bahwa
penuntutan. Oleh karena itu, tidak terhadap menurut yurisprudensi tetap terhadap putusan-
semua putusan Praperadilan yang berkenaan putusan Praperadilan tidak dapat dimintakan
dengan sah atau tidaknya penghentian kasasi, sehingga permohonan kasasi dari
penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan pemohon kasasi harus dinyatakan tidak dapat
diterima. Dari bunyi pertimbangan ini, semakin

36
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

memperjelas pendirian Mahkamah Agung, 2. Hakim sebagai penegak hukum dan


permintaan kasasi terhadap putusan penegak keadilan wajib menggali,
Praperadilan tidak dimungkinkan, dan mengikuti dan memahami nilai-nilai
dinyatakan tidak dapat diterima. Bahkan yang hidup dalam masyarakat dan bisa
pendirian itu sudah merupakan yurisprudensi menilai azas praduga tak bersalah,
tetap Mahkamah Agung. Kalau begitu, mau sehingga kepercayaan masyarakat
tidak mau, praktek peradilan terpaksa terhadap aparat penegak hukum
menyesuaikan diri dengan pendirian tersebut. (Hakim) sebagai benteng terakhir para
pencari keadilan dapat di percaya oleh
PENUTUP masyarakat.
1. Kesimpulan
1. Dalam hal pemeriksaan praperadilan DAFTAR PUSTAKA
haruslah memenuhi syarat formal Affandi Wahyu, Ganti rugi dan Rehabilitasi
antara lain: Dalam KUHAP, Sinar Harapan, 4 Januari
a. Menguji sah tidaknya penangkapan 1982.
b. Menguji sah tidaknya penahanan Arto A. Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada
c. Menguji sah tidak penghentian Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar,
penyidikan Yogyakarta, 2007.
d. Menguji sah tidaknya penghentian Asmawie M. Hanafi, Ganti Rugi dan Rehabilitasi
penuntutan Menurut Yurisprudensi, Sinar Baru, Bandung,
e. Memeriksa permohonan ganti 1984
kerugian. Asnawi M. Natsir, Hermeneutika Putusan
2. Adapun isi putusan praperadilan adalah Hakim, UII Press, Yogyakarta, 2014.
sebagai berikut: Basiang Martin, The Contemporary Law
a. Sah tidaknya penangkapan atau Dictionary (First Edition), Red & White
penahanan pasal 79 KUHAP. Publishing, 2009.
b. Sah tidaknya penghentian Campbell Black Henry, Black’s Law Dictionary
penyidikan atau penuntutan (Revised Fourth Edition). Minnesota: West
c. Diterima atau ditolaknya Publishing, 1968.
permintaan ganti kerugian atau Fausan Achmad & Suhartanto, Teknik
rehabilitas. Penyusunan Gugatan Perdata di Pengadilan
d. Perintah pembebasan dari tahanan Negeri,, Yramawidya, Bandung, 2006
e. Perintah melanjutkan penyidikan Hamzah Andi, Perbandingan KUHAP-HIR dan
atau penuntutan. Komentar, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
f. Besarnya ganti kerugian yang Harahap M. Yahya, Pembahasan Permasalahan
diputukan oleh Hakim dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang
Praperadilan. Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan
g. Berisi pernyataan pemulihan nama Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
baik tersangka Kaligis, O.C, Perlindungan Hukum Atas Hak
h. Memerintahkan segera Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana,
mengembalikan barang sitaan. Alumni, Bandung, 2006
Kuffal HMA., Penerapan KUHAP dalam Praktek
2. Saran Hukum, UMM Press, Malang, 2004.
1. Diharapkan agar keberadaan Lamintang PAF, KUHAP dengan Pembahasan
Praperadilan berkaitan langsung Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi, Sinar
dengan perlindungan terhadap hak-hak Baru, Bandung, 1984.
asasi manusia yang sekaligus sebagai Luqman Loeby, Praperadilan di Indonesia,
fungsi kontrol terhadap aparat penegak Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987.
hukum sebagai sarana pengawasan Makarao Muhammad Taufik & Suhasril, Hukum
secara horizontal terhadap Acara Pidana Dalam Teori dan Praktik,
perlindungan terhadap tersangka dan Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
terdakwa.

37
Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

Manan Bagir, Memulihkan Peradilan Yang


Berwibawa Dan Dihormati, Pokok-Pokok
Pikiran, Ikatan Hakim Indonesia, 2008.
Nasution Adnan Buyung, Praperadilan Versus
Hakim Komisaris, Beberapa Pemikiran
Mengenai Keberadaan Keduanya, Makalah
Diajukan Dalam Seminar Sosialiasi KUHAP
Oleh Depkeham, Jakarta, 2001.
Pangaribuan Luhut, P., Hukum Acara Pidana,
Surat-Surat Resmi Di Pengadilan Oleh
Advokat, Praperadilan, Eksepsi, Pleidoi,
Duplik, Memori Banding, Kasasi dan
Peninjauan Kembali, Djambatan, Jakarta,
2002.
Prodjodikoro Wirjono, Hukum Acara Pidana di
Indonesia, Sumur, Bandung, 1977.
Prodjohamidjojo Martiman, Komentar Atas
KUHAP¸ Pradnya Paramita, Jakarta, 1982.
Sasangka Hari, Penyidikan, Penahanan,
Penuntutan dan Praperadilan Dalam Teori
dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2007
Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985.
Syahrani Riduan, Semangat Pelaksanaan
KUHAP Perlu, Sinar Harapan. 5 Juli 1982
Tanusabroto, S., Peranan Praperadilan Dalam
Hukum Acara Pidana¸ Alumni, Bandung,
1983.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman

38

Anda mungkin juga menyukai