Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTHRITIS PADA LANSIA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas

Stase Keperawatan Gerontik

DOSEN:
Masta Haro S.Kep.,Ns.,MH.Kes

Disususn Oleh:
Natania
NIM: 2053052

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
BANDUNG
2021
I. KONSEP DASAR LANJUT USIA
1. Definisi lanjut usia
Lanjut usia adalah sebagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-
tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan hingga akhirnya
menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang
ditentukan oleh tuhan yang maha esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua
dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.(Azizah, 2012).
Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas.
2. Batasan lanjut usia
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1999 menggolongkan lanjut usia
berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

Menurut Dep. Kes.RI


Departemen kesehatan republik Indonesia membagi lanjut usia menjadi sebagai berikut:
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun), keadaan ini dikatakan sebagai
masa virilitas.
2) Kelompok usia lanjut (55 – 64 tahun) sebagai masa pensiunan.
3) Kelompok-kelompok usia lanjut (> 65 tahun) yang dikatakan sebagai masa senium.
3. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho,
1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional
meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini
diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut
dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979)
seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah
yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang
mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap
uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah
hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia
lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi
tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan
yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut
dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah
memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap
peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah
perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan
dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat,
ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja,
menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal trehadap
diri dan orang lain.
4. Teori Menua
Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu teori penuaan secara
biologi dan teori penuaan psikososial.
1) Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup
(Zairt). Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat
proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks sistemik dapat
mempengaruhi/memberi dampak terhadap organ/sistem tubuh lainnya dan
berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis (Renny, 2014).
a. Teori error: Menurut teori ini proses penua diakibatkan oleh menumpuknya
berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan
tersebut menyebabkan kerusakan metabolisme dan kerusakan sel dan fungsi sel
secara perlahan. Sejalan perkembangan umur sel tubuh pada DNA dan RNA,
yang merupakan subtansi pembentukan sel baru. Peningkatan usia
mempengaruhi perubahan sel dimana sel-sel nukleus menjadi lebih besar tetepi
tidak diikuti dengan peningkatan jumlah subtansi DNA.
b. Teori autoimun: Pada teori ini, penuaan dianggap disebabkan oleh adanya
penurunan fungsi system immun. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan
sistem immun humoral, yang dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua:
- Menurunkan resistensi melawan perubahan tumor dan perkembangan
kanker.
- Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan secara
agresif memobilisasi pertahan tubuh terhadap pathogen.
- Meningkatkan produksi autoantigen, yang berdampak pada semakin
meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang berhubugan dengan
autoimmun. Di pihak lain sistem immun yang ada di dalam tubuh
mengalami penurunan, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai
dengan meningkatnya umur.
c. Teori free radical: Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua
terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu mempengaruhi
adanya berbagi radikal bebas didalam tubuh. Radika bebas yang reaktif
mampu merusak sel, termasuk mitokondria, yang akhirnya mampu
menyebabkan cepatnya kematian(apoptosis) sel, menghambat proses produksi
sel. Hal ini yang menggangu fungsi sel akibat radikal bebas adalah bahwa
radikal bebas dapat berupa: superoksida(O2), radikal hidroksil, dan H2O2.
Radikal bebas sangat merusak karna sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Makin tua umur makin
banyak terbentuk radikal bebas sehingga proses pengerusakan terus terjadi,
kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
2) Teori Psikososial
a. Teori Aktivitas
Terori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu eksis dan aktif dalam
kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan dihari tua.Aktifitas
dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital untuk mempertahankan rasa
kepuasan pribadi dan kosie diri yang positif. Teori ini berdasarkan pada asumsi
bahwa:
- Aktif lebih baik daripada pasif
- Gembira lebih baik dari pada tidak gembira
- Orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan akan
memilih alternative pilihan aktif dan bergembira
b. Teori Kontinuitas
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu terjadi
secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut usia.
c. Dissanggement Theory
Menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menjadi menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple
loss), yaitu kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya kontak
komitmen.

5. Perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia


Menurut buku ajar keperawatan gerontik,aplikasi NANDA, NIC dan NOC. (Aspiani,
2014), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi:
1) Perubahan Fisik
a. Sitem endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi
hormone. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan,
pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme organ tubuh yang termasuk hormone
kelamin adalah :
- Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi dan
gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.
- Kelenjar pancreas, yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam
pengaturan gula darah mengalami penurunan.
- Kelenjar adrenal/ anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang
berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh
yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik, dengan
jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjar anak ginjal ini
berkurang pada lanjut usia.
- Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
- Hipofisis pertumbuhan hormone ada, tetapi rendah dan hanya ada di pembuluh darah,
berkurangnya reproduksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
- Aktivitas tiroid, BMR (Basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun.
- Produksi oldesteron menurun
b. Sel
a) Jumlah sel menurun/lebih sedikit
b) Ukuran sel lebih besar
c) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang
d) Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun
e) Jumlah sel otak menurun
f) Mekanisme perbaikan sel terganggu
g) Otak menjadi atrofi, bertanya kurang 5-10%
h) Lekuan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
c. Sistem Pernapasan
a) Menurunnya hubungan persarafan

b) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap
harinya)

c) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stress

d) Saraf panca-indra mengecil


e) Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa
mengecil, lebih sensitive terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan
terhadap dingin

f) Kurang sensitive terhadap sentuhan

g) Deficit memori

d. Sistem Pendengaran

a) Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,


terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b) Membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis

c) Terjadi pengumpulan srumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin

d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mangalami


ketengangan/stress

e) Titinus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa
terus menerus atau intermiten)

f) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar)

e. Sistem Penglihatan

a) Sfingter pupil timbul sclerosis dan respon sinar menghilang

b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola)

c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas


menyebabkan gangguan penglihatan.

d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan


lebih lambat, susah melihat dalam gelap

e) Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manisfestasi presbyopis,


seseorang sulit melihat dekat yang dpemgaruhi berkurangnya elastisitas lensa

f) Lapang pandang menurun : luas pandang berkurang

g) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala

f. Sistem Kardiovaskular

a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku

b) Elastisitas dinding aorta menurun


c) Kemampuan janntung memompa darah menrun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun. hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun
(frekuensi denyut jantung maksimal =200 – umur)

d) Curah jantung menurun (isi seenit jantung menurun

e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer


untuk oksigenasi berkuang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
mengakibatkan pusing mendadak.

f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan

g) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh dari perifer meningkat.


Sistol normal ±170 mmHg, diatole ±95 mmHg
g. Sistem Reproduksi

Wanita:

a) Vagina mengalami kontraktur dan mngecil


b) Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi
c) Atrofi payudara
d) Atrofi vulva
e) Selaput lender vagina menrun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang,
sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna
Pria:

a) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan


secara berangsur-angsur
b) Dorongan seksual menetap samapi usia 70 tahun, asal kondisi kesehatannya
baik, yaitu:
c) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
d) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan
seksual.
e) Tidak perlu cemas karna prosesnya alamiah sebanyak ±75% pria usia 65
tahun mengalami pembesaran prostat
h. Sistem urinaria

a) Ginjal: merupaka alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui


urine darah yang masuk kke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari
ginjal yang disebut nefron. Mengecilnya nefron akibat atrofi, membuat aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50 % sehingga fungsi tubulus berkurang.
Akibatnya kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine
menurun, proteinuria(bisanya ±1), BUN meningkat sampai 21 mg%, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat

b) Vesika urinaria: otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml


atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Pada pria lanjut usia,
vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine
meningkat

c) Pembesaran prostat

d) Atrovi vulva

e) Vagina: seorang yang semakin menua, kebutuhan seksualnya masih ada.


Tidak ada batasan umur tertentu kapan fungsi seksual seseorang berhenti.
Frekuensi hubungan seksual cenderung menurun secara bertahap setiap tahun,
tetapi kapasitas untuk menikmatinya berjalan sampai tua.

i. Sistem Integumen

a) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

b) Permukaan kulit cinderung kusam, kasar dan bersisik (karena kehilangan


proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis)

c) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanognesis yang tidak merata pada
permukaan kulit sehingga tampak bintik – bintik atau noda cokelat

d) Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut- kerut halus
diujung mata akibat lapisan kulit yang menipis

e) Respons terhadap trauma menurun

f) Mekanisme proteksi kulit menurun

g) Produksi serum menurun

h) Produksi vitamin D menurun

i) Produksi kulit terganggu

j) Kulit kepala dan rambut menipis an berwarna kelabu

k) Rambut dalam hidung dan telinga menebal


l) Berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi

m) Pertumbuhan kuku lebih lambat

n) Kuku jari menjadi keras dan rapuh

o) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk

p) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang

j. Sistem Muskuloskeletal

a) Tulang kehilangan massa (cairan) dan semakin rapuh


b) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi
c) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan dan
paha
d) Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak
e) Kifosis
f) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas
g) Gangguan gaya berjalan
h) Kekaukan jaringan penghubung
i) Persendian membesar dan menjadi kaku
j) Tendon mengeut dan mengalami sclerosis
k) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi laman,
otot kram, dan menjadi tremor(perubahan pada otot cukup rumit dan
dipahami)

l) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua

2) Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, (dalam buku “keperawatan lanjut usia”,
(Azizah, 2012).
a. Memori (daya ingat, ingatan)
Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima, menyimpan dan
menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang.
Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang
seringkali paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang (long
term memory) kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek
(short term memory) atau seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan
kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu
menarik perhatiannya dan informasi baru seperti TV dan film. Keadaan ini
sering menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses
pelayanan sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau rambu-rambu baik berupa
tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka.
b. IQ (intelligent quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika (analisa,
linier, sekuensial) dan perkataan verbal.Tetapi persepsi dan daya
membayangkan (fantasi) menurun.Walaupun mengalami kontrofersi, tes
intelegensia kurang memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada
lansia.Hal ini terutama dalam bidang vokabulari (kosakata), keterampilan
praktis, dan pengetahuan umum. Fungsi intelektual yang stabil ini disebut
sebagai crystallized intelligent. Sedangkan fungsi intelektual yang mengalami
kemunduran adalah fluid intelligent seperti mengingat daftar, memori bentuk
geometri, kecepatan menemukan kata, penyelesaian masalah, kecepatan
berespon, dan perhatian cepat teralih.
c. Kemampuan Pemahaman
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lansia mengalami
penurunan.Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi pendengarannya
lansia yang mengalami penurunan. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar
tidak timbul salah paham sebaiknya dalam komunikasi dilakukan kontak mata
(saling pandang). Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir
lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat diatasi dan dapat
lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat dalam
komunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima, sehingga mereka akan
lebih tenang, lebih senang merasa dihormati.
d. Pemecahan masalah (problem solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dipahami tentu semakin banyak.
Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi
terhambat karena terjadinya penurunan fungsi indra pada lanjut usia. Hambatan
yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-
lain,yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam
menyikapi hal ini pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu
diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
e. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupanya.Lansia
makin teratur dalam kehidupan keagamaanya.Hal ini dapat terlihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari. Spiritualitas pada lansia bersifat universal,
interinsik dan merupakan proses individu yang berkembang sepanjang rentan
kehidupan. Karena aliran siklus kehilangan tersebut. Lansia yang telah
mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan
akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan
memunginkan individu dengan keimananspiritual atau religius untuk bersikap
untuk menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.

II. KONSEP DASAR MASALAH KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN
Osteoarthritis adalah suatu kelainan pada sendi yang bersifat kronik dan progresif
biasanya didapati pada usia pertengahan hingga usia lanjut ditandai dengan adanya
kerusakan kartilago yang terletak di persendian tulang. Kerusakan kartilago ini bisa
disebabkan oleh stress mekanik atau perubahan biokimia pada tubuh (American College of
Rheumatology, 2015). Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan
kekakuan pada sendi (CDC, 2014). Fungsi dari kartilago adalah untuk melindungi ujung
tulang agar tidak saling bergesekan ketika bergerak. Pada Osteoarthritis, kartilago
mengalami kerusakan bahkan bisa sampai terkelupas sehingga akan menyebabkan tulang
dibawahnya saling bergesekan, menyebabkan nyeri, bengkak, dan terjadi kekakuan sendi.
Semakin lama hal ini akan menyebabkan struktur sendi berubah menjadi abnormal hingga
dapat muncul pertumbuhan tulang baru yang dinamakan Ostheophytes yang akan
semakin memperbesar gesekan dan memperparah nyeri (National Institute of Arthritis and
Muskuloskeletal and Skin Disease, 2015).
2. ETIOLOGI
Hampir pada setiap aktivitas sehari-hari terjadi penekanan pada sendi, terutama
sendi yang menjadi tumpuan beban tubuh seperti pergelangan kaki, lutut, dan panggul.
Hal tersebut memiliki peranan yang penting dalam terjadinya OA. Banyak peneliti
percaya bahwa perubahan degeneratif merupakan hal yang mengawali terjadinya OA
primer (Carlos J Lozada et al, 2015). Sedangkan obesitas, trauma, dan penyebab lain
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya OA sekunder. Berikut beberapa
penyebab dan faktor predisposisi:
1) Umur: Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning
2) Pengausan (wear and tear): Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat
merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan:Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh Osteoarthritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.
4) Trauma:Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan Osteoarthritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5) Keturunan:Heberden node merupakan salah satu bentuk Osteoarthritis yang
biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena Osteoarthritis,
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain:Infeksi (Arthritis Rheumatoid; infeksi akut,
infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak
matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
7) Joint Mallignment:Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka
rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang
sehingga mempercepat proses degenerasi.
8) Penyakit endokrin: Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak
sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus,
glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
9) Deposit pada rawan sendi: Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium
pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
3. TANDA DAN GEJALA
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat mengenai sendi
leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
1) Nyeri: Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada sumsum
tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya
kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika melakukan
aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya dengan aktifitas minimal sudah
dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
2) Kekakuan sendi: kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika
setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
3) Krepitasi: sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi rawan.
4) Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai nodus
Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus
Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan
sendi yang progresif.
5) Deformitas sendi: pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan
mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut
6) Peradangan Sinovitis sekunder: penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam
ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang
semua ini akan menimbulkan nyeri
7) Mekanik: nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya
berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoatritis
coxae, nyeri dapat dirasakan dilutut, bokong sebelah lateral, dan tungkai atas. Nyeri
dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui
penyebabnya.
8) Gangguan fungsi: timbul karena ketidakserasian antara tulang dan pembentuk sendi
4. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif
yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi
sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan
trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan
fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya
mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan
terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas,
adanya hipertropi atau nodulus. (Renny 2014).
5. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi, serta
memperlambat progresi Osteoarthritis. Spektrum terapi yang diberikan meliputi
fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a) Terapi konservatif :Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi
berat badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan
seperti bersepeda, berenang).
b) Terapi non farmakologi
- Olahraga: Olahraga yang dianjurkan adalah olahragayangtidak telalu berat dan
tidak menyebabkan bertambahnya kompresi atau tekanan atau trauma pada sendi,
yaitu misalnya berenang dan menggunakan sepeda statis. Olahraga selain
berfungsi untuk mengurangi rasa sakit dan kaku juga bermanfaat untuk
mengontrol berat badan.
- Proteksi/perlindungan sendi: Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan
pekerjaan yang dapat menambah stress/tekanan pada sendi. Osteoarthritis
mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu
dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
- Terapi panas atau dingin
 Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat otot-otot
sekitar sendi menjadi rileks dan melancarkan peredaran darah. Terapi panas
dapat diperoleh dari kompres dengan air hangat/panas, sinar IR (Infra
red/infra merah) dan alat-alat terapi lainnya seperti swd/mwd.
 Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan
mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat kondisi masih akut.
Dapat diperoleh dengan kompres air dingin.
- Diet: Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoarthritis yang gemuk
menjadi program utama pengobatan osteoarthritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhandan peradangan. Pemberian
Vitamin C,D,E dan beta karoten, vitamin-vitamin tersebut bermanfaat untuk
mengurangi laju perkembangan osteoarthritis.
c) Fisioterapi: Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi
otot, elektroterapi.
d) Pertolongan ortopedi: Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti
sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan
untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi (Michael et. al, 2010).
e) Farmakoterapi: Analgesik/anti-inflammatory agents. 17 COX-2 memiliki efek anti
inflamasi spesifik. Keamanan dan kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu
dievaluasi agar tidak menyebabkan toksisitas. Contoh: Ibuprofen: untuk efek anti
inflamasi dibutuhkan dosis 1200-2400 mg sehari. Naproksen: dosis untuk terapi
penyakit sendi adalah 2x250-375 mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500 mg sehari.
Glucocorticoids injeksi, glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi sendi
akibat inflamasi. Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi
hexacetonide 10 mg atau 40 mg. Asam hialuronat, Kondroitin sulfa-Injeksi steroid
seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes yang telah hiperglikemia. Setelah
injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam hialuronat, lavage
(pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara signifikan dapat
menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan (Nafrialdi dan Setawati,
2007).
f) Pembedahan : Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata
infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam kelompok 1
debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3 merupakan
kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur
tersebut didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan
2.
- Khondroplasti: menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan untuk
mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.
- Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
- Autologous osteochondral transplantation (OCT) (Michael et. al, 2010).
6. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada lanjut usia merupakan proses kompleks dan menantang
yang harus mempertimbangkan kebutuhan lanjut usia melalui pengkajian-pengkajian
untuk menjamin pendekatan lanjut usia yang lebih spesifik.
1) Identitas: Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem muskoloskeletal
adalah usia, karena ada beberapa penyakit sistem muskoloskeletal banyak terjadi
pada klien diatas usia 60 tahun.
2) Keluahan utama: Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit muskoloskeletal seperti osteoarhritis adalah klien mengeluh nyeri pada
persendian yang terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan
keterbatasan mobilitas.
3) Riwayat penyakit sekarang: Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai
penyakit yang di derita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan
sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke
tempat lain selain rumah sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan
dan bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.
4) Riwayat kesehatan dahulu: Riwayat kesehatanyang lalu seperti riwayat penyakit
muskoloskeletal sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan
dengan adanya riwayat penyakit muskoloskeletal, penggunaan obat-obatan,
riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok.
5) Riwayat penyakit keluarga: Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan.
Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktivitas/instirahat: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan
stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot,
kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
2) Kardiovaskular: Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten,
sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3) Integritas ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya financial, pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan)
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain

4) Makanan/cairan
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada membrane
mukosa
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan
adekuat, mual, anoreksia
5) Hygiene: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
6) Neurosensori
- Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
- Nyeri/kenyamanan: fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan
pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kronis dan
kekakuan, terutama pagi hari)
7) Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkus kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membrane mukosa
8) Interaksi sosial: kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan
peran sosial
9) Penyuluhan/ pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Pengunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat profesional yang
memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan, baik aktual maupun potensial
yang ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian.
Diagnosa keperawatan osteoarthritis adalah sebagai berikut:
1) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada persendian,
ekspresi wajah meringis.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan integritas struktur tulang, kekakuan sendi atau kontraktur.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan, mudah lupa, kurang
mengetahui informsi ditandai dengan klien mengungkapkan adanya masalah, klien
mengikuti instruksi tidak akurat.
4) Cemas berhubungan dengan krisis situasional, perubahan status peran, perubahan
status kesehatan, stress, klien tampak cemas, respirasi meningkat, nadi meningkat,
suara gemetar, klien sulit berkonsentrasi.
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pengobatan penyakit, trauma, struktur dan
fungsi, perasaan negatif tentang tubuh (perasaan tidak berdaya, keputusan atau tidak
ada kekuatan), mengatakan perubahan dalam kehidupan.
6) Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada persendian, penurunan
kekuatan ekstermitas bawah.
7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal ditandai
dengan klien tidak mampu membersihkan sebagian atau seluruh badan.
8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal ditandai
dengan klien tidak mampu ke toilet atau klien menggunakan pispot, klien tidak
mampu memenuhi kebersihan toileting.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnose Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri:
agen injuri (biologi, kimia, fisik, diharapkan klien dapat: 1) Kaji secara komperhensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
1) Mengontrol nyeri dengan kriteria:
psikologis) ditandai dengan klien karakteristik dan skala, durasi, frekuensi, kualitas,
a. Klien dapat mengetahui penyebab
melaporkan adanya nyeri pada nyeri, skala nyeri, mampu intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
persendian, ekspresi wajah meringis menggunakan tehnik nono 2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
farmakologi untuk mengurangi nyeri,
dan tindakan pencegahan nyeri ketidaknyamanan, untuk komunikasi secara efektif
b. Klien mampu mengenal tanda-tanda 3) Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
pencetus nyeri untuk pertolongan mengekspresikan nyeri
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
4) Kaji latar belakang budaya klien
dengan menggunakan manajemen
nyeri 5) Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
2) Menunjukan tingkat nyeri hidup: pola tidur, nafsu makan, aktivitas, pekerjaan,
a. Klien melaporkan nyeri dan
tanggung jawab peran.
pengaruhnya pada tubuh
b. Klien mampu mengenal skala,
intensitas, frekuensi dan lama nya
nyeri
c. Klien mengatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang 1) Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal nyeri kronis
e. Ekspresi wajah senang 2) Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan
3) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti: penyebab, berapa
lama terjadi, dan tindakan pencegahan
5) Control faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan(misalnya: temperature ruangan,
penyinaran)
6) Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
7) Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.
8) Ajarkan penggunaan tekhnik non farmakologi.
9) Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri.
10) Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
klien.
11) Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
secara tepat.
12) Monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri.
13) Bantu klien mengidentifikasi faktor presipitasi nyeri baik
aktual
maupun potensial.
Pemberian Analgetik
1) Tentukan lokasi nyeri, karakteristik nyeri
2) Berikan obat prinsip 5 benar
3) Cek riwayat alergi obat
4) Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum pengobatan
5) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgetik pertama kali
6) Berikan analgetik yang tepat waktu
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi Aktivitas
dengan nyeri dan ketidaknyamanan, diharapkan klien dapat menunjukkan tingkat 1) Kaji kebutuhan akan bantuan pelayanan kesehatan
kerusakan neuromuskuler, kehilangan mobilitas dengan kriteria : dirumah dan kebutuhan akan peralatan pengobatan yang
integritas struktur tulang, kekakuan 1) Klien menunjukkan penampilan tahan lama.
sendi atau kontraktur.
yang seimbang. 2) Ajarkan dan bantu klien untuk berpindah sesuai kebutuhan
2) Klien menunjukkan penampilan (misalnya dari tempat tidur ke kursi).
posisi tubuh. 3) Bantu klien mengenali aktivitas sesuai kebutuhan.
3) Klien menunjukkan pergerakan 4) Instruksikan klien atau pemberi pelayanan tentang
sendi. keamanan berpindah dan tekhnik ambulasi yang aman.
4) Klien melakukan perpindahan. 5) Pantau penggunaan alat bantu mobilitas (misalnya:
5) Klien melakukan ambulasi : tongkat, walker, kruk, kursi roda)
berjalan. 6) Berikan penguatan positif selama aktivitas.
6) Klien dapat melakukan aktivitas 7) Ajarkan klien bagaimana menggunakan mekanika tubuh
sehari-hari secara mandiri. yang benar saat melakukan aktivitas.
7) Klien meminta bantuan untuk 8) Ajarkan dan dukung klien dalam latihan ROM aktif/pasif
aktivitas mobilisasi jika diperlukan. untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot.
Terapi Aktivitas
1) Tentukan keterbatasan rentang gerak sendi, efek, dan
fungsinya.
2) Kolaborasi dengan terapi fisik dalam mengembangkan
program latihan.
3) Tentukan tingkat motivasi klien dalam mempertahankan
atau meningkatkan rentang gerak sendi.
4) Jelaskan pada klien/ keluarga tentang maksud dan rencana
latihan gerak sendi.
5) Bantu klien untuk mengatur posisi yang optimal dalam
ROM aktif/pasif.
6) Motivasi klien untuk latihan ROM aktif/pasif dan
merencanakan jadwal.
7) Bantu latihan ROM sesuai indikasi.
8) Motivasi klien untuk membayangkan gerakan tubuhnya
sebelum memulai pergerakan.
9) Berikan penguatan postitif selama aktivitas.
3. Kurang pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pendidikan Kesehatan : Proses penyakit
dengan kurang paparan, mudah lupa, diharapkan pengetahuan klien tentang
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien berhubungan dengan
kurang mengetahui informsi ditandai proses penyakit meningkat dengan kriteria
proses
dengan klien mengungkapkan adanya hasil :
2) penyakit yang spesifik
masalah, klien mengikuti instruksi tidak 1) Menjelaskan proses penyakitnya
3) Tentukan motivasi klien untuk mempelajari informasi-
akurat. 2) Menjelaskan penyebab penyakitnya
informasi
3) Menjelaskan tanda-tanda gejala
4) yang khusus (misalnya : status psikologis, orientasi, nyeri,
penyakitnya.
keletihan)
4) Menjelaskan tindakan-tindakan untuk
5) Berikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman
meminimalkan keluhan selama proses
klien, mengulang informasi bila di perlukan.
penyakit.
6) Sediakan waktu bagi klien untuk menanyakan beberapa
pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya.
4. Cemas berhubungan dengan krisis Setelah dilakukan asuhan keperawatan klien Menurunkan Kecemasan
situasional, perubahan status peran, mampu mengontrol cemas dengan kriteria 1) Gunakan ketenangan dalam pendekatan untuk
perubahan status kesehatan, stress, klien hasil : menenangkan klien.
tampak cemas, respirasi meningkat, 1) Klien dapat merencanakan strategi 2) Berusaha memahami keadaan stress yang dialami klien.
nadi meningkat, suara gemetar, klien koping untuk situasi yang membuat 3) Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan
sulit berkonsentrasi. stress. tindakan.
2) Klien dapat mempertahankan
penampilan peran.
3) Klien melaporkan tidak ada gangguan
persepsi sensori
5. Gangguan citra tubuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Citra Tubuh
dengan pengobatan penyakit, trauma, diharapkan klien menunjukkancitra tubuh
1) Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal
struktur dan fungsi, perasaan negatif yang positif dengan kriteria :
klien tentang tubuh klien.
tentang tubuh (perasaan tidak berdaya, 1) Klien mendemonstrasikan penerimaan
2) Tentukan harapan klien tentang gambaran tubuh
keputusan atau tidak ada kekuatan), terhadap perubahan bentuk tubuh.
berdasarkan tahap perkembangan.
mengatakan perubahan dalam 2) Klien mengungkapkan kepuasan
kehidupan. terhadap penampilandan fungsi tubuh.
6. Resiko jatuh berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mencegah Jatuh
adanya peradangan pada persendian, diharapkan klien melakukan tindakan
1) Identifikasi kebutuhan keamanan klien berdasarkan tingkat
penurunan kekuatan ekstermitas bawah. pengamanan : pencegahan jatuh dengan
fungsi fisik, kognitif dan riwayat perilaku sebelumnya.
kriteria :
2) Identifikasi karakteristik lingkungan yang mungkin
1) Klien dapat menggunakan alat bantu
meningkatkan potensial untuk jatuh.
dengan benar
3) Pantau gaya berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
2) Klien dapat menempatkan penopang
selama amulasi.
untuk mencegah jatuh.
4) Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri-
cirinya.
7. Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan klien Bantu Perawatan Diri
dengan gangguan muskoloskeletal dapat menunjukkan perawatan diri :
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan secara
ditandai dengan klien tidak mampu 1) Klien mampu ke kamar mandi
mandiri
membersihkan menyediakan perlengkapan mandi
2) Berikan bantuan sampai klien mampu untuk melakukan
2) Klien mampu membersihkan dan
perawatan diri.
mengeringkan tubuh.
3) Bantu klien dalam menerima ketergantungan pemenuhan
3) Klien mampu mengungkapkan secara
kebutuhan sehari-hari.
verbal tentang kepuasan tentang
kebersihan tubuh.
8. Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bantu Perawatan Diri
dengan kerusakan muskuloskeletal klien dapat menunjukkan perawatan diri:
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan secara
ditandai dengan klien tidak mampu ke 1) Klien mampu untuk masuk dan keluar
mandiri
toilet atau klien menggunakan pispot, dari toilet
2) Berikan bantuan sampai klien mampu untuk melakukan
klien tidak mampu memenuhi 2) Klien mampu membersihkan diri
perawatan diri.
kebersihan toileting. setelah toileting.
3) Bantu klien dalam menerima ketergantungan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.

Referensi
Aspriani, Reny Yuli. (2014) Buku ajar asuhan keperawatan gerontik aplikasi NANDA, NIC dan NOC-Jilid 1. Jakarta : CV. Trans Info
Media
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011) Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Ismadi. (2017). Laporan Pendahuluan Raktik Profesi Ners Keperawatan Gerontik Asuhan Keperawatan Dengan Kelaianan Sendi
Degeneratif. Program Profesi Ners Stikes Kusuma Husada Surakarta
Karina,.H.M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny.A Dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman Pada
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Osteoarthritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 2 Cengkareng Pada Tanggal 2-4
April 2018. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Jakarta
Nugroho, Wahjudi. (2012) Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai