I DENGAN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH
SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
OLEH
KELOMPOK 5 KELAS 2A
Shinta Mega Pratiwi (201904002)
Elsa Aulia Khafid (201904006)
Fenty Maziyyah Mustaziroh (201904009)
Debi Putriyanti (201904015)
Irna Indah Dewi (201904025)
Rizki Puspitaningrum (201904029)
Dwi Nur Laili (201904031)
Achmad Abdi Sektiyono (201904083)
Tujuan dari dibentuknya asuhan keperawatan ini yaitu untuk memenuhi tugas dari Dr.
Lilik Ma’rifatul Azizah, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pengajar pada mata kuliah
keperawatan jiwa. Selain itu kami menggunakan kesempatan ini untuk belajar dan lebih
memahami mengenai asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penyusunan asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan ini, sehingga dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar. Disamping itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun apabila ada kekurangan dalam asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan,
agar kedepannya kami dapat menyusun asuhan keperawatan yang lebih baik lagi. Semoga
apa yang kami tulis dapat bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. PROSES PEMBUATAN MAKALAH
A. PENGKAJIAN
B. MASALAH KEPERAWATAN
C. POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
D. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN\
E. EVALUASI
BAB IV PENUTUP
10 SIMPULAN
11 SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa bagi manusia berarti terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan
sanggup menghadapi masalah, sanggup untuk merasa bahagia dan mampu diri. Seseorang
dikatakan sehat jiwa apabila mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain, masarakat, maupun lingkungan. Manusia sendiri terdiri dari bio, psiko,
social, dan spiritual. Yang mana mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu
sama lain.
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang
merasakan sehat dan bahagia, mampu untuk menghadapi tantangan hidup, serta dapat
menerima kehadiran orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif
terhadapdiri sendiri dan orang lain.
Menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Sehat jiwa merupakan
suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai
bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi
kehidupan manusia (Badan PPSDM, 2013).
Ciri-ciri sehat jiwa yaitu seseorang mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada
kenyataan, memperoleh kepuasan dari usahanya, serta merasa lebih puas memberi daripada
menerima (World Health Organization)
Orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental,
sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko
mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal
dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan
norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik
(Ruti,dkk 2010). Gangguan jiwa ditemukan di semua negara, pada perempuan dan laki-laki,
pada semua tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya baik di pedesaan maupun perkotaan
mulai dari yang ringan sampai yang berat (Abdul,dkk 2013).
World health organization (WHO) Global Campaign for Violence Prevention tahun 2003,
menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia kehilangan hidupnya karena tindak kekerasan
dan penyebab utama kematian pada mereka yang berusi antara 15 hingga 44 tahun. Sementara itu,
jutan anak-anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh orangtua mereka atau yang seharusnya
mengasuh mereka. Terjadi 57.000 kematian karena tindak kekerasan terhadap anak di bawah usia
15 tahun pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali lebih banyak dari anak
berusia 5-14 tahun yang mengalami kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di
rumah. Defisir kapasitas mental tau retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya kecemasan,
depresi, dan sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis 5,8%. (Hamid, 2009)
Menurut Yosep, Keliat, dan Hamid, perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
ataupun terhadap lingkungan sekitar.
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Mendapatkan gambaran, mengambil keputusan untuk menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien gangguan jiwa sesuai dengan masalah utama gangguan perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
perilaku kekerasan.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan
e. Melaksanakan penilaian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan
TINJAUAN MATERI
Pengertian
Perilaku kekerasan adalah perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisa atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stersor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep,2010 ).
Perilaku kerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang,baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara
verbal ,diarahkan pada diri sendiri,orang lain dan lingkungan (Keliat,2012). Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara
fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. ( Dr. Budi Anna Keliat , 2012 ).
Perilaku kekerasan merupakan setatus rentang emosi dan ungkapan perasaan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Orang lain yang mengalami kemarahan sebenarnya
ingin menyampaikan pesan bahwa “ ia” tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan” (Damaiyanti, 2012 )
Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk deskruktif dan masih terkontrol (Yosep,2007)
Beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku kekersan
adalah ungkapan emosi yang bercampur perasaan frutasi dan benci atau marah yang di dasari
keadaan emosi sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
mengakibatkan hilangnya kontrol kesadaran diri dimana individu bisa berperilaku menyerang
atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri,orang lain dan
lingkungan.
Rentang Respon Ekspresi Marah
Dari rentang marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif yang meliputi:
1. Asertif Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kelegaan. 8
2. Frutasi Klien gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak menemukan
alternatifnya.
3. Pasif Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaanya tidak berdaya dan menyerah.
4. Agresif Klien mengekspresikan secara fisik,tapi masih terkontrol,mendorong orang lain
dengan ancaman.
5. Kekerasan Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang control disertai
amuk,merusak lingkungan.
Etiologi
Menurut Stuart dan Laria ( 2001 ), dalam bukunya Damaiyanti 2012 faktor penyebab
terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a.Faktorpredisposisi
1. Aspek biologis Responsi fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, muka merah, pupul
melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan 9 otot seperto radang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
2. Aspek emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frutasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
3. Aspek intelektual Sebagaimana besar pengalaman individu didapatkan melalui proses
intelktual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intektual sebagai salah satu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi
diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
4. Aspek Sosial Meliputi interkasi sosial, budaya, konsep rasa percaya , ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati
dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut
dapat 10 mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang laim, monal mengikuti
aturan.
5. Aspek spiritual Kepercayaan , nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkunganya. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
b. Faktor Presipitasi
d. Sumber koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan, teknik defensif,
dukungan soasil, dan motivasi. Hubungan antara indinidu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainya termasuk kesehatan
dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
e. Mekanisme koping
Menurut Stuart dan Laria ( 2001), yang diikuti dari damaiyanti 2012, mekanisme koping
yang dipaka pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulai artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahanya pada objek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
2) Proyeksi, menyalahkan orang lain mengenai kesukaranya atau keinginan yang tidak baik.
Misalnya seorang wanita muda yang menyangkalnya bahwa ia mempunyai perasaan sesksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya terseburt mencoba merayu,
mencumbunya.
3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke dalam
alam sadar. Misalnya seseorang ank yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi 13 menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekanya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4) Reaksi Formasi , yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
5) Displacment, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada objek
yang begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
anak berusia 4 tahun marah karea ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambat di dinding kamarnya. Dia mulai bermmain perangperangan dengan temanya.
Nita Fitria (2009), tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik : Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang menutup, wajah
memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : Mengecap, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.
3. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau merusak lingkungan amuk atau
agresif.
4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, menuntut.
6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keraguraguan, tidak bermoral
dan kreatifitas terhambat.
1) Kesadaran diri : Perawat harus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi
dengan memisahkan masalah pribadi dan masalah klien.
2) Pendidikan Klien : Pendidikan yang diberikan pada klien mengenai cara komunikasi dan
cara mengekspresikan marah yang tepat, serta respons adaptif dan malaadaptif
3) Latiahn asertif : Kemampuan dasar perawat yang harus dimiliki adalah berkomunikasi
langsung dengan setiap orang, mengatakan 16 tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan,
sangup melakukan komplain, dan mengekspresikan penghargaan yang tepat.
6) Tindakan perilaku : Kontrak dengan klien untuk membicarakan mengenai perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak.
8) Manajemen krisis: Bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka perlu intervensi yang
lebih aktif
9) Seclusion: Pengekangan fisik merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua
macam, pengekangan fisik secara mekanik ( menggunakan menset,sprei pengekangan ) atau
isolasi ( 17 menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas
kemaunya sendiri ).
RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1: Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
a Tujuan Umum
Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan melakukaan
manajemen perilaku kekerasan.
b Tujuan Khusus
Kriteria evaluasi :
1.1 Klien mau membalas salam
1.2 Klien mau berjabat tangan
1.3 Kllien mau menyebut nama
1.4 Klien mau tersenyum
1.5 Klien ada kontak mata
1.6 Klien mau mengetahui nama perawat
1.7 Klien mau menyediakan waktu untuk perawat
Intervensi Keperawatan :
1.1 Beri salam dan panggil nama klien
1.2 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.4 Jelaskan kontrak yang akan dibuat
1.5 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
1.6 Lakukan kontak singkat tetapi sering
Kriteria Evaluasi :
1.1 Klien dapat mengungkapkan perasaanya
1.2 Klien dapat menyebutkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal ( diri sendiri, orang
lain dan lingkungan).
Intervensi keperawatan :
1.1 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
1.2 Bantu klien dapat menyebutkan penyebab perasaanya.
Kriteria evaluasi :
1.1 Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal
1.2 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang dialami
Intervensi keperawatan :
1.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.
1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
1.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
Rasionalisasi :
1.1 Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel
1.2 Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal
1.3 Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui secara garis besar tanda-
tanda marah / kesal.
Kriteria evaluasi:
1.1 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
1.2 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
1.3 Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak
Intervensi:
1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
1.2 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
1.3 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasionalisasi:
1.1 Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
1.2 Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan bantuan
perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif
1.3 Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat menyelesaikan masalah.
Kriteria evaluasi:
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi keperawatan:
1.1 Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
1.2 Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
1.3 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Rasionalisasi:
1.1 Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.
1.2 Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat mengubah perilaku
destruktidf menjadi konstruktif.
1.3 Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.
Kriteria evaluasi: Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara
konstruktif.
Intervensi:
1.1 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
1.2 Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
1.3 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a. Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/ bantal, olah raga, melakukan
pekerjaan yang penuh tenaga.
b. Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
c. Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
d. Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah lain
Rasionalisasi:
1.1 Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan
dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kekesalannya sehingga
klien tidak stress lagi.
1.2 Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga dirinya.
1.3 Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai dengan kemampuan
klien.
Kriteria evaluasi:
1.1 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
a. Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
b. Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.
c. Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain
Intervensi keperawatan:
1.1 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
1.2 Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
1.3 Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
1.4 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
1.5 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah.
Rasionalisasi:
1.1 Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan secara tepat
1.2Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah dipilihnya dengan
melihat manfaatnya.
1.3 Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
1.4 Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.
1.5 Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang kesal.
Kriteria evaluasi:
1.1 Keluarga klien dapat:
a. Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan
b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
Intervensi keperawatan:
1.1 Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga
terhadap klien selama ini.
1.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien.
1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasionalisasi:
1.1 Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga untuk
melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan
1.2 Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga keluarga
terlibat dalam perawatan klien.
1.3 Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya
1.4 Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang dilihat keluarga
secara langsung.
1.5 Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.
Kriteria evaluasi:
1.1 klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan (jenis, waktu, dosis,
dan efek)
1.2 klien dapat minum obat sesuai program terapi
Intervensi keperawatan:
1.1 Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan keluarga)
1.2 Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat tanpa seijin
dokter
1.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).
1.4 Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
1.5 Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
1.6 Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
Rasionalisasi:
1.1 klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum oleh klien.
1.2 Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi oleh klien.
1.3 Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi kesalahan dalam
mengkonsumsi obat.
1.4 Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum obat dengan
kesadaran sendiri.
1.5 Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan dapat dilakukan
sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
1.6 Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta meningkatkan harga
diri.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Nn.A
Usia : 15 Tahun
Alamat : kebumen
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Diagnosa : F20.3
No cm : 00159445
Nama : Tn. P
Usia : 32 Tahun
Alamat : kebumen
A. Alasan Masuk
Pasien mengatakan ingin HP tetapi tidak dibelikan dan dia kesal akhirnya klien
mengamuk, berbicara dengan nada tinggi, wajahnya kemerahan, matanya melotot, tidak bisa
tenang, mondar-mandir, nafasnya tidak beraturan bahkan sampai memecahkan barang
disekitarnya dan lansung dibawa ke kamar oeleh bibinya.
B. Faktor predisposisi
Keluarga mengatakan didalam keluarganya ada yang pernah mengalami gangguan jiwa tetapi
tidak separah ini. Keluarga juga mengatakan baru kali ini anaknya mengamuk sampai
memecahkan barang.
C. Fisik
1. TTF :
TD : 130/100 mmHg
N : 88 x/menit
S : 37,5 °C
RR : 33 x/menit
2. Ukur
TB : 160 cm
BB : 50 kg
3. Keluh Fisik
Pasien mengeluh tenggorokan sakit dan penglihatannya kurang jelas
D. Psikososial
1. Genogram
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara tinggal bersama paman dari si
ibu. Kedua orang tuanya merantau sebagai buruh. Pola komunikasi klien dengan
orang tuanya agak tertutup, jika ada masalah klien selalu berdiam diri dan tidak
mau bercerita.
E. Status Mental
1. Penampilan
Rambut kurang rapi, kuku panjang-panjang, mandi sehari 2 kali
2. Pembicara
Bicara dengan nada tinggi dan nafas tidak beraturan
3. Aktifitas Motorik
Pasien terlihat tegang dan tidak tenang
4. Alam Perasaan
Pasien ingin seegera punya HP
F. Konsep Diri
1. Citra Diri
Pasien mensyukuri bagian tubuhnya tetapi pasien tidak suka bagian kakinya
karena ada bekas luka akibat barang yang pecah
2. Identitas Diri
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang sedang duduk dibangku
SMA
3. Peran
Pasien anak kedua perempuan dan dituntut untuk bisa jauh lebih pandai oleh
orang tua dari saudara laki-lakinya
4. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera punya HP buat belajar. Pasien berharap supaya
orang tuanya bisa cepat membelikan HP
5. Harga Diri
Pasien mengatakan kurang mampu mengerjakan aktivitas
2.Verbal :
mengungkapkan
bahwa dirinya
sedang kesal kepada
orang lain.
3.Sosial : latihan
asertif dengan orang
lain.
4.Spiritual :
Beribadah / doa,
zikir, meditasi,
sesuai keyakinan
agama masing-
masing.
mengungkapka kemarahan.
tanpa o Peragakan
menyakiti. cara
o Spiritual : melaksanaka
agamanya. o Jelaskan
manfaat cara
tersebut
o Anjurkan
klien
menirukan
peragaan
yang sudah
di lakukan
Beri penguatan
pada klien,
perbaiki cara
yang masih
belum sempurna.
3.Anjurkan klien
menggunakan cara
yang sudah di latih
saat marah / jengkel.
8. Klien 8.Keluarga : 8.
mendapat Menjelaskan 1. Diskusikan
dukungan cara merawat pentingnya
keluarga untuk klien dengan peranserta
mengontrol perilaku keluarga sebagai
perilaku kekerasan pendukung klien
kekerasan. Mengungkapk untuk mengatasi
an rasa puas perilaku
dalam merawat kekerasan.
klien.
2.Diskusikan
potensi keluarga
untuk membantu
klien mengatasi
kekerasan.
3.Jelaskan
pengertian,
penyebab, akibat
dan cara merawat
klien perilaku
kekerasan yang
dapat di
laksanakan oleh
keluarga.
4.Peragakan cara
merawat klien
(menangani PK)
5.Beri
kesempatan
keluarga untuk
memperagakan
ulang
6. Beri pujian
kepada keluarga
setelah peragaan.
7. Tanyakan
perasan keluarga
setelah mencob
cara yang di
latihkan.
9. Klien 9.Klien menjelaskan : 9.
menggunakan o Manfaat 1. Jelaskan
obat sesuai minum obat manfaat
program yang o Kerugian tidak menggunakan
di tetapkan minum obat obat secara teratur
o Nama obat dan kerugian jika
BAB IV
Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai perilaku kekerasan dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap klien, maka dapat diambil beberapa :a. Saat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan perilaku kekerasan ditemukan perilaku mudah
marah dan emosi labil, sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus dan
bertahap mengunakan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
untuk terjalinnya hubungan saling percaya.
b. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien perilaku kekerasan peran serta
keluarga sangatlah penting, untuk mendukung proses penyembuhan klien. Disamping itu
perawat atau petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam membina
kerjasama dalam memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat
menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses
penyembuhan klien.
2. Saran
Untuk PerawatPerawat hendaknya mampu membina hubungan saling percaya kepada klien
dengan mengunakan komunikasi terapeutik kepada klien, bersikap sabar, bicara yang
lembut, sering memperhatikan keadaan klien.
c. Untuk KeluargaKeluarga hendaknya memperhatikan kondisi klien dan lebih bersikap sabar
dalam komunikasi dengan klien, mengunakan komunikasi yang halus, keluarga hendaknya
dapat bekerja sama dengan perawat sehingga mendukung kesembuhan klien, keluarga
dapat "memberi motivasi kepada klien dengan tujuan klien dapat mengatasi permasalahan
yang memberi motivasi kepada klien dengan tujuan klien dapat mengatasi permasalahan
yang di hadapi.
DAFTAR PUSTAKA
"Carpenito, L.J. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGCDalan,
Ernawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Edisis 2. Jakarta :
Airlangga Keliat, Budi Anna. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC:
Jakarta.Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2011Tim Direktorat Keswa. 2010. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung : Rafika adiatmaPurba, Dkk.
2009. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Jiwa. Edisi Pertama. Jakarta "