Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

ESTIMASI CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE CST


DAN MCST PADA SATELIT CUACA DAN HUBUNGAN Z-R
RADAR CUACA
(STUDI KASUS HUJAN PADANG 21 MARET 2021)

HARUN ARRASHID 11.18.0038

PITOYO HANDARU S 11.18.0051

PROGRAM DIPLOMA IV METEOROLOGI

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN


GEOFISIKA

TANGERANG SELATAN

2021
1. Latar belakang

Fenomena hujan dan nilai intensitasnya memiliki kaitan dengan jenis awan
hujannya. Untuk kawasan tropis yang menerima radiasi matahari sepanjang tahun,
hujan umumnya turun sebagai bentuk air. Awan merupakan jenis aerosol yang
terbentuk ketika air yang ada di atmosfer menjadi jenuh dan membentuk partikel
awan yang tumbuh dengan cepat. Partikel yang tumbuh pada lingkungan yang
jenuh disebut sebagai awan (Houze, 1993). Berdasarkan mekanisme gerak
awannya, awan dibedakan menjadi awan konvektif dan awan stratiform. Hujan
konvektif berasal dari awan-awan konvektif seperti awan cumulus dan
cumulonimbus, sedangkan hujan stratiform berasal dari awan-awan Nimbostratus.
(Houze, 2014).

Pengukuran intensitas curah hujan dapat dilakukan dalam berbagai metode,


baik dengan pengukuran konvensional maupun otomatis. Pengukuran tersebut
dilakukan dengan mengukur jumlah curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi
secara langsung dengan menggunakan penakar hujan konvensional maupun
penakar hujan otomatis. Aktivitas pengukuran curah hujan umumnya dilakukan
oleh lembaga berkepentingan, di Indonesia salah satu contohnya adalah BMKG
melalui stasiun pengamatan cuaca yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Terdapat 162 stasiun di Indonesia, dengan hanya 88 stasiun yang memiliki data
pengamatan hujan yang baik. Satu titik pengamatan rata-rata dapat mewakili luasan
area 100 km2 sehingga jumlah titik pengamatan curah hujan untuk wilayah
Indonesia sangat kurang.(Supari, 2016). Salah satu alternatif dalam mengetahui
intensitas curah hujan adalah dengan melakukan estimasi nilai curah hujan dengan
menggunakan satelit cuaca dan radar cuaca.

Merujuk pada liputan6.com, hujan lebat mengguyur sejumlah daerah di kota


Padang sejak hari Minggu, 21 Maret 2021 dan hingga menyebabkan banjir di
sepanjang jalan utama kota padang dan sejumlah daerah lainnya. Salah satu daerah
yang dilaporkan terjadi banjir adalah di Kompleks Jondul, Kelurahan Rawang,
Kecamatan Padang Selatan.

2
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Untuk mengidentifikasi peristiwa tersebut dari sisi meteorologi, dilakukan
analisis awan hujan dan intensitas hujan yang terjadi sebagai penyebab banjir
tersebut dengan menggunakan data satelit cuaca Himawari-8 dan Radar Cuaca
Padang serta digunakan data pengamatan curah hujan permukaan dari Stasiun
Meteorologi Maritim Teluk Bayur, Padang Sumatra Barat.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapakah nilai reflektifitas awan penyebab hujan lebat tersebut?


2. Bagaimana perbandingan hasil dari estimasi intensitas hujan dengan
menggunakan satelit dan radar cuaca terhadap data curah hujan pengamatan
langsung?

3
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan hasil dari
nilai estimasi dengan menggunakan radar cuaca metode Z-R Relationship dan
satelit cuaca metode CST dan mCST terhadap data pengamatan hujan di Stasiun
Meteorologi Maritim Teluk Bayur pada peristiwa banjir akibat hujan lebat di Kota
Padang pada 22 Maret 2021.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk
studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan data penginderaan jauh seperti radar dan
satelit cuaca dalam mengestimasi curah hujan serta dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan penggunaan data hasil estimasi radar dan satelit cuaca dalam
memberikan peringatan dini cuaca ekstrem di Kota Padang.

4. Tinjauan Pustaka

Penelitian Mandela (2020) mengenai klasifikasi awan konvektif dan


stratiform terhadap estimasi curah hujan di Padang (studi kasus 2017)
menggunakan radar mendapatkan kesimpulan bahwa estimasi curah hujan dari
awan konvektif memiliki nilai reflektifitas 40-48 dBZ, sedangkan curah hujan dari
awan stratiform reflektifitasnya 20-35 dBZ. Hubungan Z-R Marshall Palmer dalam
mengestimasi curah hujan, menunjukkan kondisi yang underestimate pada AWS
dan overestimate pada ARG. Sedangkan Z-R Rosenfeld Tropical dalam
mengestimasi curah hujan, menunjukkan kondisi yang overestimate pada AWS dan
underestimate pada ARG. Dalam mengestimasi curah hujan berdasarkan Tipe awan
konvektif dan awan stratiform, hubungan Z-R Marshall Palmer lebih baik
dibandingkan hubungan Z-R Rosenfeld Tropical.

Agroho (2016) melakukan penelitian tentang estimasi curah hujan di


daerah Padang. Hasil nilai dari RMSE, ME, dan korelasi (r) dari produk yang
digunakan dalam penelitian tersebut kemudian dibandingkan dengan data
pengamatan hujan real oleh AWS, AAWS, dan ARG menunjukkan bahwa produk
yang paling baik adalah SRI dengan setting hubungan Z-R dari Sekine. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa produk SRI baik dalam mengestimasi curah hujan.

4
Rumahorbo dkk. (2021) mengenai estimasi curah hujan memanfaatkan
metode CST dan MCST di Deli Serdang menunjukkan Metode CST dan mCST
yang diterapkan untuk melakukan estimasi curah hujan perjam di wilayah Deli
Serdang pada tanggal 28 Januari 2020 menunjukkan nilai koefisien yang baik
antara estimasi curah hujan kedua metode dengan data pengamatan. Nilai koefisien
dan RMSE menunjukkan bahwa metode CST memberikan hasil estimasi curah
hujan yang lebih baik dibandingan dengan estimasi curah hujan mCST. Data
dengan estimasi curah hujan metode CST dengan data aktualnya memiliki nilai
korelasi 0.77 dan nilai RMSE 11.43 mm/ jam. Data estimasi curah hujan dengan
estimasi curah hujan metode mCST memiliki nilai korelasi 0.76 dan RMSE 12.25
mm/jam.

Andani (2017) mengkaji tentang penerapan estimasi curah hujan per jam
dengan memanfaatkan motode CST dan MCST di Pontianak menyatakan bahwa
metode CST dan mCST cukup konsisten dalam megestimasi curah hujan per jam
pada setiap bulan. Kualitas yang baik dari hasil estimasi ini menunjukkan kedua
metode tersebut cocok untuk diterapkan sepanjang tahun khususnya di wilayah
Pontianak yang memiliki tipe hujan ekuatorial, sehingga dapat digunakan untuk
memonitor curah hujan secara near real time. Nilai koefisien korelasi, MAE, RMSE
dan bias relatif, diketahui bahwa metode mCST memberikan hasil estimasi curah
hujan per jam yang lebih baik dan akurat dibandingkan CST. Indeks-indeks
evaluasi dengan tabel kontingensi berdasarkan pengelompokan kategori intensitas
hujan umumnya menunjukkan hal yang sama bahwa mCST menghasilkan kualitas
estimasi yang lebih baik.

5. Landasan Teori

Hujan adalah salah satu bentuk presipitasi berbentuk cair yang jatuh dari
atmosfer dan mencapai permukaan bumi. Tetesan air yang jatuh ini memiliki
diameter yang sama dengan, atau lebih besar dari 0,5 mm. Tetesan hujan yang
mencapai permukaan bumi jarang lebih besar dari 6 mm (0,2 inch), Alasannya
adalah bahwa pengumpulan di antara tetesan hujan cenderung pecah menjadi

5
banyak tetes yang lebih kecil. Selain itu, ketika curah hujan yang terlalu besar
mereka menjadi tidak stabil dan pecah (Ahrens, 2009).

Jumlah curah hujan umumnya dinyatakan dalam satuan millimeter, jumlah


curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm,
dimana air tersebut tidak mengalir, tidak meresap, ataupun menguap ke atmosfer.
Sedangkan intensitas curah hujan menyatakan tinggi hujan atau volume hujan tiap
satuan waktu yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. Setiap
negara memiliki kriteria ambang batas tersendiri dalam mengkategorikan intensitas
curah hujan. Di Indonesia, BMKG menerapkan kriteria intensitas hujan yang
digunakan di indonesia seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 Kriteria intensitas hujan di Indonesia (BMKG, 2010)

Tingkat Curah Hujan


Intensitas Hujan
mm/jam mm/hari
Hujan ringan 0,1 – 5 5 – 20
Hujan sedang 5 – 10 20 – 50
Hujan lebat 10 – 20 50 – 100
Hujan sangat lebat > 20 > 100

Radar cuaca merupakan peralatan radar yang didesain khusus untuk


pengamatan cuaca karena kemampuannya untuk menentukan lokasi droplet
presipitasi sehingga dapat mendeteksi tingkat lemah/kuatnya suatu badai sebagai
suatu fenomena cuaca. Radar cuaca juga dapat digunakan untuk mendeteksi
kandungan partikel air dan es di dalam atau di bawah awan yang sangat mungkin
untuk jatuh sebagai hujan, salju ataupun rambun. Radar cuaca dapat pula digunakan
untuk mengetahui posisi presipitasi, memperhitungkan gerakannya dan
memperkirakan jenisnya (apakah hujan, salju, hujan es, dan sebagainya) (BMKG,
Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta, 2020).

6
Dalam mengklasifikasikan tipe awan hujan konvektif dan stratiform
menggunakan radar cuaca dapat digunakan threshold dari intensitas curah hujan
menurut Nzeukou dan Sauvageot (2004) pada tabel berikut.

Tabel 2 Kriteria hujan konvektif dan stratiform (Nzeuko dan


Sauvageot, 2004)
Kriteria Konvektif Stratiform
Intensitas hujan ≥ 10 mm/jam ≤ 10 mm/jam
Reflektifitas Radar > 38 dBZ < 38 dBZ

Menurut Wardoyo (2013) Reflektivity (Z) yang diamati oleh radar


menyatakan besaran reflektifitas energi yang kembali dari objek dan tergantung
pada ukuran, bentuk, dan komposisi objek. Radar cuaca menampilkan lokasi dan
intensitas (reflektifitas) dari target meteorologi seperti hujan shower dan badai.
Reflektifitas hanyalah ukuran seberapa besar daya yang diterima kembali ke radar
dari target apa pun, target yang lebih kuat memiliki nilai reflektifitas yang lebih
tinggi.
Comet (2009) menjelaskan bahwa reflectivity radar (Z), dinyatakan dalam
satuan dBZ, digunakan untuk menghitung nilai curah hujan (R) dalam mm/jam, hal
ini dikenal sebagai hubungan Z-R sehingga diperoleh akumulasi nilai curah hujan
untuk periode waktu tertentu. Hubungan Z-R dipengaruhi oleh sifat dari tetes hujan
yaitu diameter dan ukurannya.

Akurasi estimasi curah hujan menggunakan hubungan Z-R ini dipengaruhi


oleh daerah pengamatan radar yang merupakan daerah perwakilan dari curah hujan
yang mencapai tanah. Hubungan antara reflectivity dan rain rate secara matematis
dirumuskan sebagai berikut :
𝑍 = 𝑎𝑅 (5.1)
Dimana : Z : faktor reflectivity radar (mm6/m3)
R : rain rate (mm/jam)
a : konstanta dari median diameter tetes

7
b : konstanta keseimbangan perubahan ukuran tetes pada proses
bergabung dan memisahnya tetes.

(Rosenfeld dan Ulbrich, 2003).

Hubungan Z-R yang umum digunakan di Indonesia dalam estimasi curah


hujan menggunakan radar cuaca adalah Marshall-Palmer (MP) yang optimal untuk
tipe hujan stratiform dan Rosenfeld Tropical (RT) yang optimal untuk tipe hujan
konvektif di area tropis. Nilai konstanta a dan b dari kedua metode tersebut
tercantum pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 3 Konstanta a dan b dari hubungan Z-R MP dan RT

Konstanta
Z-R Relationship
A b
Marshall-Palmer
200 1,6
(MP)
Rosenfeld Tropical
250 1,2
(RT)

Ada berbagai macam produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan data
radar cuaca. Salah satu produk yang berguna dalam melakukan analisis dan estimasi
curah hujan adalah CMAX dan SRI (Surface Rainfall Intensity). Menurut Wardoyo
(2013), produk CMAX merupakan produk radar cuaca yang digunakan untuk
menampilkan reflektifitas maksimum pada suatu kolom pengamatan radar cuaca.
Menurut Waskita (2017), produk SRI menampilkan citra intensitas hujan pada
ketinggian permukaan yang dipilih. Produk SRI dapat digunakan dalam melakukan
estimasi curah hujan dengan memasukkan nilai konstanta a dan b menggunakan
hubungan Z-R seperti Marshall-Palmer (MP) dan Rosenfield Tropical (RT). Data
SRI diproses pada lapisan dengan ketinggian konstan di atas tanah yang ketinggian
tanahnya biasa dihitung dari peta orografis.

Media lain yang dapat dimanfaatkan dalam menentukan estimasi curah


hujan adalah satelit cuaca. Satelit Himawari-8 merupakan satelit geostasioner

8
generasi ke-8 yang berasal dari Japan Meteorological Agency (JMA). Satelit ini
memiliki 16 kanal dengan spektrum dan karakteristik gelombang yang berbeda
dengan resolusi spasial 2 kilometer dan resolusi temporal 10 menit.

Convective Stratiform Technique (CST) merupakan metode estimasi curah


hujan berdasarkan klasifikasi awan konvektif dan stratiform dengan memanfaatkan
data satelit cuaca dengan kanal IR. Estimasi curah hujan dalam metode ini diawali
dengan membedakan komponen konvektif dan stratiform pada sistem perawanan
karena pertumbuhan fisis dan dinamis gerakan udara dan presipitasi dari kedua
komponen tersebut berbeda.

Modified Convective Stratiform Technique (mCST) merupakan modifikasi


dari metode CST pada bagian langkah pemisahan dan estimasi dengan
memodifikasi nilai ambang dari nilai intensitas curah hujan serta nilai rata-rata area
yang dilingkupi piksel. Perbedaan spesifikasi dalam metode CST dan mCST
dituliskan dalam tabel 4.

Tabel 4 Perbedaan nilai intensitas dan luasan area metode CST dan mCST

Intensitas Curah Hujan (mm/jam) Luasan area yang


Metode dilingkupi pixel
Konvektif Stratiform
(A) (Km2)

CST 20 3.5 121

mCST 26 0.8 202, 1243

Modifikasi ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh hasil estimasi


yang lebih akurat karena waktu dan lokasi penelitian sangat berpengaruh terhadap
nilai estimasi curah hujan yang didapatkan. Metode mCST dibuat sebagai perbaikan
dan pembanding dari nilai estimasi curah hujan hasil dari metode CST.

6. Data dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

9
a. Raw data radar cuaca Padang pada tanggal 21 Maret 2021 dengan
resolusi temporal 10 menit. Radar cuaca Padang merupakan radar
cuaca berjenis C-band polarisasi tunggal dengan metode operasional
yang digunakan adalah VCP (Volume Coverage Pattern) 21. Data
ini diperoleh dari Sub Koordinator Pengelolaan Citra Radar Cuaca
BMKG.
b. Data satelit cuaca Himawari-8 kanal 13 (IR) pada tanggal 21 – 22
Maret 2020 dengan resolusi temporal 10 menit. Data ini didapatkan
dari akses data ftp BMKG.
c. Data pengamatan hujan permukaan dari Stasiun Meteorologi
Maritim Teluk Bayur, Padang.
Sedangkan alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Aplikasi Rainbow Rain DART versi 5.49.13 untuk mengolah data
radar cuaca.
b. Aplikasi pengolah angka untuk mengolah data curah hujan dan hasil
estimasi curah hujan.
c. Google Collab dengan script metode CST dan mCST yang
digunakan untuk mengolah data satelit cuaca.
7. Metode Penelitian

a. Pengolahan data radar cuaca


Raw data radar Padang diolah untuk mengklasifikasikan antara
awan konvektif dan awan stratiform menggunakan aplikasi Rainbow
versi 5.49 berdasarkan nilai reflektifitas yang telah digunakan oleh
Nzeuko dan Sauvageot (2004) seperti yang tercantum pada tabel 1.

Dengan memperhatikan Bright Band Echo dan Koreksi Z attenuasi


pada radar kemudian menghitung nilai Z dari konversi nilai dBZ dengan
menggunakan persamaan 7.1

𝑑𝐵𝑍 = 10 𝑙𝑜𝑔 ( ) (7.1)

Dan menghitung nilai R dari persamaan Marshall-Palmer dan


Rosenfeld Tropical menggunakan persamaan 7.2 dan 7.3.

,
𝑍 = 200 𝑅 (7.2)

,
𝑍 = 250 𝑅 (7.3)

10
Pengolahan data radar cuaca ini bertujuan untuk mengetahui tipe
awan hujan dengan nilai reflektifitas dBZ dan akumulasi hujan selama 1
jam. Untuk mengetahui nilai reflektifitas yaitu dengan menggunakan
produk CMAX sedangkan untuk mengetahui nilai estimasi curah hujan
digunakan produk SRI dengan menggunakan hubungan Z-R dari
persamaan Marshall-Palmer dan Rosenfeld Tropical. Sehingga
didapatkan estimasi curah hujan berdasarkan tipe awan hujan yaitu
konvektif dan stratiform.

b. Pengolahan data satelit Himawari-8


Data kanal IR Himawari-8 diolah dengan bantuan Google Collab
Research dan aplikasi pengolah angka dengan tehnik sebagai berikut :
i. Mengkonversi data satelit kedalam eksistensi file .pgm dan
.dat untuk memperoleh temperatur kecerahan awan (T BB).
ii. Mengatur batas koordinat penelitian (0.99639 LS,
100.37222 BT).
iii. Pembacaan TBB pada pixel koordinat penelitian
iv. Menghitung parameter slope (S) menggunakan persamaan
7.4 berikut:
𝑆 = 𝑘(𝑇_(𝑖 − 2, 𝑗) + 𝑇_(𝑖 − 1, 𝑗) + (𝑇_(𝑖 + 1, 𝑗) + (𝑇_(𝑖 + 2, 𝑗) + (𝑇_(𝑖, 𝑗 − 2) +

(𝑇_(𝑖, 𝑗 − 1) + (𝑇_(𝑖, 𝑗 + 1) + (𝑇_(𝑖, 𝑗 + 2) − 8𝑇_(𝑖, 𝑗)) (7.4)


Dimana : S : Slope Parameter (K)
T : Suhu kecerahan awan TBB
i dan j : Posisi pixel dimana S dihitung
k : Konstanta (0,125)
v. Pemisahan inti konvektif dan stratiform menggunakan
pembatas (7.5) untuk inti konvektif dan (7.6) untuk inti
stratiform dengan Tmin menunjukkan temperatur minimal
relatif dari TBB.
𝑆 ≥ exp[ 0.0826(𝑇 − 207 𝐾)] (7.4)
𝑆 ≤ exp[ 0.0826(𝑇 − 207 𝐾)] (7.5)

11
vi. Menentukan luasan wilayah. Luas area konvektif dihitung
dengan persamaan (7.6) sedangkan luasan stratiform (7.7).
𝐿𝑛 = 𝑎𝑇 +𝑏 (7.6)
𝐿𝑛 =𝑎𝑇 +𝑏 (7.7)
Ket: AC : Luasan awan konvektif
AS : Luasan awan stratiform
a : konstanta = - 0.492
b : konstanta = 15,27
Tc : temperatur puncak awan pada inti konvektif
Ts : temperatur puncak awan inti stratiform
vii. Menghitung estimasi curah hujan konvektif (7.8) dan
stratiform (7.9).

𝐸𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑠𝑖 𝐶𝐻 (𝑚𝑚) = 𝑐 𝑇. 𝑅𝑐 (7.8)

𝐸𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑠𝑖 𝐶𝐻 (𝑚𝑚) = 𝑠 𝑇. 𝑅𝑠 (7.9)

Dimana : C : bilangan sel konvektif


S : bilangan sel stratiform
Ac : luasan wilayah konvektif
As : luasan wilayah stratiform
Rc : intensitas curah hujan konvektif (mm/jam)
Rs : intensitas curah hujan stratiform (mm/jam)
c. Verifikasi dan Perbandingan Data
Setelah didapatkan hasil estimasi curah hujan berdasarkan data
satelit dan radar cuaca, selanjutnya dilakukan perbandingan dan
verifikasi hasil estimasi dengan data curah hujan hasil pengamatan
permukaan dari Stasiun Meteorologi Maritim Teluk Bayur untuk
dihitung nilai RMSE, ME, dan korelasi (r) untuk dianalisis dan
disimpulkan.

12
8. Daftar Pustaka

Agroho, F. L., 2016, Analisis Hubungan Nilai Z-R Menggunakan Radar Cuaca Untuk
Estimasi Curah Hujan di Wilayah Padang, Skripsi, Meteorologi, Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Tangerang Selatan.

Ahrens, C.D., 2009, Meteorology Today : An Introduction to Weather, Climate, and the
Environment. 9th Edition, Cengage Learning, Boston.

Andani, A., & Endarwin. (2016). Kajian Penerapan Estimasi Curah Hujan Per
Jam Memanfaatkan Metode Convective Stratiform Technique (CST) dan
Modified Convective Stratiform Technique (mCST) di Pontianak. Jurnal
Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, 3(3), 9–12.

Ardiyanto, L., Hanif, A. M., Alfaridzi, M., Ariwibowo, S., Wardoyo, E., & Nugraheni, I.
R. (2019). Estimasi Curah Hujan Radar Cuaca Dengan Hubungan Z-R Berbeda Pada
Tipe Awan Hujan Konvektif Dan Stratiform Di Lampung. Prosiding SNFA (Seminar
Nasional Fisika Dan Aplikasinya), 4, 51.
https://doi.org/10.20961/prosidingsnfa.v4i0.35912.

Houze Jr., R. A., 2014, Cloud Dynamics, 2nd ed., Elsevier Inc., Amsterdam.

Mandela, Yulius. (2020) Klasifikasi Awan Konvektif dan Stratiform Terhadap Estimasi
Curah Hujan di Padang Menggunakan Radar (Studi Kasus 2017), Skripsi,
Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Tangerang
Selatan.

Nzeukou, A. dan Sauvageot, H., (2004), Raindrop Size Distribution and Radar Parameters
at Cape Verde, Journal of Applied Meteorology, 43, 90 –105.

Rumahorbo, I. R., Yudistira, R. D., & Haryanto, Y. D. (2021). Estimasi Curah


Hujan Memanfaatkan Metode CST dan MCST di Deli Serdang. 4(2721), 2–7.

SELEX, 2013, Software Manual Rainbow 5 Product & Algorithms, SELEX SIGmbH,
Germany.

Supari, Muharsyah, R., & Wahyuni, N. (2016). Impact of the 2015 Godzilla El
Niño event on the Indonesian rainfall. Scientific Journal of PPI-UKM, 3(1),
26–31. https://doi.org/10.21752/sjppi-ukm/se/a18072016.

Wardoyo, Eko (2013). Pengantar Radar, BMKG. Jakarta.

Waskita, T. P. (2017). Estimasi Curah Hujan Menggunakan Radar Cuaca Polarisasi


Tunggal untuk Tipe Hujan Awan Stratiform dan Konvektif di Bima. Skripsi,
Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

13
Laman Daring (Online)

COMET Program, 2009, Precipitation Estimatates, Part 1: Measurement [online],


http://meted.ucar.edu, diakses tanggal 22 Mei 2021.

Harlinda, Novia. 2021. “Padang Dikepung Banjir, Jalan Terendam Hingga


Semeter”, https://www.liputan6.com/regional/read/4511956/padang-
dikepung-banjir-jalan-terendam-hingga-semeter, diakses pada 12 Mei 2021

Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta (BMKG), 2021, Radar Cuaca.


http://www.staklimyogyakarta.com, diakses pada 22 Mei 2021.

14

Anda mungkin juga menyukai