Anda di halaman 1dari 28

TUGAS LAPORAN GREEN BUILDING

GBCI N.B.1.2

Yasehri Dahlia Apritasari S. T., M. T.


Azriel Zaini S.T., M. T.

Disusun Oleh :
Melly Hadinata - 21180001
DAFTAR ISI

BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1. Latar Belakang 3
2. Rumusan Masalah 3
3. Tujuan Laporan 3
4. Dasar Teori 3
BAB II 18
PERHITUNGAN 18
1. Building Description 18
2. OTTV Calculation 22
2.1. Menghitung U (Transmittan Thermal) 22
2.2. Mendeterminasi Deskripsi Bangunan dan WWR 23
2.3. Mengkalkulasikan Overall Thermal Transfer (OTTV) 24
3. Penilaian N.B. 1.2 27
3.1. Tepat Guna Lahan 27
3.2. Efisiensi dan Konservasi Energi 30
3.3. Konservasi Air 32
BAB III 34
KESIMPULAN 34
DAFTAR PUSTAKA 35

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kolaborasi antara desain pasif dan aktif sangat diperlukan untuk mewujudnya gedung yang ramah lingkungan terutama dalam
kaitannya efisiensi energi. Pada konteks daerah tropis seperti Indonesia, sistem pengkondisian udara untuk sistem pendingin merupakan
salah satu komponen yang cukup signifikan terkait konsumsi energi gedung. Sementara, beban pendinginan tidak hanya ditentukan oleh
beban panas internal saja. Beban panas eksternal yang berasal dari selubung bangunan dianggap memiliki peran yang signifikan dalam
menentukan beban pendinginan. Tentunya dalam memperhitungkan beban panas dari selubung bangunan sangat erat kaitannya dengan
orientasi gedung dan spesifikasi material yang digunakan. Hal ini menunjukan bahwa optimalisasi desain pasif pada fasad sangat
dibutuhkan.

Pada tahun 1975, OTTV atau Overal Thermal Transfer Value tersebut pertama diajukan oleh American Society of Heating,
Refrigeration and Air-conditioning Engineers (ASHRAE) yang dibakukan dalam ASHRAE Standard 90-75 dan 90-80A. Pada tahun
1979, Singapura merupakan negara pertama yang mengadopsi formula OTTV tersebut dan menyusunnya dengan melakukan berbagai
adaptasi kondisi iklim setempat. Sementara, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina menjadikan formulasi OTTV yang dilakukan
Singapura sebagai acuan untuk menyusun standar energi gedung di negara masing-masing. Untuk Indonesia, standar terkait formula
OTTV yang dibakukan dalam SNI 6389:2011 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung.

OTTV merupakan suatu nilai perpindahan panas dari luar ke dalam melalui selubung bangunan. Semakin rendah nilai OTTV dari
suatu bangunan, berarti semakin rendah pula beban panas yang masuk ke dalam bangunan sehingga mengakibatkan rendahnya beban
sistem pendinginan.

Overall Thermal Transfer Value (OTTV) adalah ukuran perolehan panas eksternal yang ditransmisikan melalui satuan luas
selubung bangunan (W/m 2). Transmisi radiasi matahari melalui jendela umumnya jauh lebih besar daripada melalui dinding. Oleh karena
itu, perencanaan dan perancangan jendela harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari perolehan panas yang berlebihan melalui
pengaturan orientasi, luas bukaan jendela, penentuan spesifikasi kaca (shading coefficient) dan penggunaan peneduh eksternal.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana cara mendesain sebuah kantor dengan kenyamanan overall thermal transfer value (OTTV) dan kualitas site sesuai
N.B.1.2 berdasarkan penilaian dari poin tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, dan konservasi air.

3. Tujuan Laporan

Mengetahui jumlah OTTV yang ditransfer dari lingkungan luar ke dalam ruangan pada suatu bangunan dan membuat desain site
sesuai dengan ketentuan di N.B. 1.2. dengan ketentuan dari poin tepat guna laha, efisiensi dan konservasi energi, dan konservasi air.

4. Dasar Teori

4.1. Perpindahan Panas


4.1.1. Konduksi
Merupakan perpindahan panas antara molekul-molekul yang saling berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak
diikuti dengan perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik. Molekul-molekul benda yang panas bergetar lebih cepat dibandingkan
molekul-molekul benda pada keadaan dingin. Getaran-getaran yang secepat ini, tenaganya dilimpahkan kepada molekul yang
disekelilingnya sehingga menyebabkan gerakan yang lebih cepat, maka akan memberikan panas.

4.1.2. Konveksi
Merupakan pergerakan molekul-molekul pada fluida ( yaitu cairan/gas ) konveksi tidak dapat terjadi pada benda padat, karena
tidak ada difusi pada benda padat. Perpindahan panas dan massa terjadi melalui difusi dan adveksi. Atau merupakan perpindahan panas
dari zat ke zat yang disertai dengan gerakan partikel.

4.1.3. Radiasi
Pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik / cahaya ( foton ) dari
sumber radiasi.

Rumus Dasar OTTV

OTTV = a.[(U w x (1 – WWR)] x TD Ek+ (SC x WWR x SF) + (U f x WWR x DT)

( Ao1 . OTTV )+( Ao 2. OTTV 2)+....+( Ao 1 .OTTVi )


OTTVi =
Ao 1+ Ao 2+...+ Aoi

Keterangan :

3
OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi ( Watt/m 2)

a = absorbtansi radiasi matahari.


Besar kecil radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap nilai OTTV. Semakin besar radiasinya semakin besar nilai OTTV
semakin besar perubahan suhu bangunan tersebut setelah terkena matahari. Sebaliknya, semakin kecil nilai radiasi, semakin kecil
perubahan suhu bangunan tersebut setelah terkena matahari.

Uw =Transmisi termal dinding tak tembus cahaya ( Watt/m 2.K)


Bukaan-bukaan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk dan panas yang masuk ke bangunan. Semakin panas suhu dan
semakin besar bukaan semakin besar OTTV.

WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan.
Semakin besar perbandingan luas jendela dengan luas dinding luar semakin banyak cahaya yang dapat masuk. Orientasi juga
mempengaruhi karena arah terbit dan terbenamnya matahari mempengaruhi panas yang dipancarkan.

TDek = beda temperatur ekuivalen (K)


Semakin panas temperatur ekuivalen matahari semakin panas bangunan tersebut jika terkena matahari. sebaliknya semakin
rendah temperatur ekuivalen matahari, bangunan tidak akan cepat panas.

SC = Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi ( W/m 2)


Sistem fenestrasi juga dapat mengurai panas dan membantu mendinginkan ruangan dalam bangunan. Semakin besar koefisien
tersebut semakin sejuk bangunan di dalam karena pemfilteran cahaya dari sistem fenestrasi.

U f = Transmintasi termal fenestrasi (W/m 2.K)


Panas yang ditahan dan difilter oleh sistem fenestrasi. Semakin besar panas yang di filter semakin besar OTTV. sebaliknya
semakin kecil suhunya semakin kecil OTTV yang harus ditutupi oleh sunshade.

DT = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam (diambil 5K )
Tujuan perbedaan temperatur yang ingin dicapai oleh arsitek. Semakin besar perbedaan yang ingin dicapai, semakin besar OTTV
dan semakin banyak kebutuhan sunscreen yang harus dibutuhkan.

4.2. Keseimbangan Termal

Untuk mencapai kenyamanan, sistem termal dalam bangunan harus seimbang :

Qi+Qs±Qv±Qc±Qm-Qe = 0

Qc : Panas dari ruangan luar yang menembus dinding


Qi : Panas dari sumber di dalam ruangan
Qm : Panas yang harus diangkut oleh mesin penyejuk
Qs : Panas matahari yang menembus kaca
Qv : Panas dari udara luar
Qe : Pendinginan evaporatif

4.3. Perancangan Bangunan

1. Kualitas udara
lingkungan yang sejuk dan sehat menjadi modal utama keberhasilan ventilasi alami. Permukaan berwarna gelap akan menyerap
radiasi matahari dan akan membuat udara didalam ruangan menjadi panas.
2. Blok beton
merupakan material yang menyerap panas, dan jika memang diharuskan memakai blok beton, bisa diakali dengan blok beton
berongga dan rumput sebagai pengisi rongga

3. Cara lain untuk menghindari panas


adalah dengan meletakan bangunan di tengah tapak sehingga sirkulasi udara lancar pada setiap sisi bangunannya
Ventilasi harus berlangsung 24 jam lamanya dan menggunakan jendela krepyak sehingga nyamuk tidak masuk ke dalam ruangan
tetapi sirkulasi udara tetap berjalan dengan lancar.

4. Organisasi ruang didalam bangunan juga penting.


Contohnya untuk tempat tinggal adalah dengan cara melokalisir sumber panas dan kelembaban (dapur dan kamar mandi diletakan
secara berdekatan). Bisa juga dengan menggunakan ventilasi udara berupa cerobong penghisap asap pada dapur.

5. Volume ruangan
Juga berperan penting oleh karena itu langit-langit atau plafon harus dibuat tinggi agar udara panas tidak terperangkap di dalam
ruangan. Hal ini juga bertujuan untuk menghindari panas saat ruangan sedang terisi penuh oleh orang-orang banyak.’

4
Gambar.1. Ventilasi Udara
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

Tabel Nilai R lapisan udara permukaan untuk dinding dan atap


Resistansi Termal R
Jenis permukaan (m2.K/Watt)
Emisifitas tinggi 1) 0.12
Permukaan dalam ( RUP )
Emisifitas rendah 2) 0.299
Permukaan luar ( RUL )
Emisifitas tinggi 0.044
Tabel 1.1 nilai R lapisan udara permukaan untuk dinding dan atap
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

Tabel Nilai R lapisan rongga udara.


No. Jenis celah udara Resistansi termal (m2.K/W)
10
5 mm 100 mm
mm
RRU untuk dinding
Rongga udara vertikal (aliran panas secara
1 horizontal)

1. Emisifitas tinggi. 0.11 0.148 0.16


2. Emisifitas rendah 0.25 0.578 0.606
RRU untuk atap
Rongga udara horisontal/miring (aliran panas
kebawah).

1. rongga udara horisontal. 0.11 0.148 0.174


Emisifitas rongga udara dengan kemiringan 22
tinggi. 0.11 0.148 0.165
2 ½0
rongga udara dengan kemiringan 450. 0.11 0.148 0.158

2. rongga udara horisontal. 0.25 0.572 1.423


Emisifitas
rongga udara dengan kemiringan 22
rendah ½0 0.25 0.571 1.095
rongga udara dengan kemiringan 450. 0.25 0.57 0.768

RRU untuk loteng


3 1. Emisifitas tinggi. 0.458
2. Emisifitas rendah 1.356
(4) Resistansi termal lapisan udara permukaan (RUP) Nilainya seperti ditunjukkan pada tabel
4.2.3.2.(1).
Tabel 1.2 Tabel Nilai R lapisan rongga udara
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

Tabel Nilai K bahan bangunan


No. Bahan bangunan Densitas (kg/m3) K (W/m.K)

1 Beton 2,400 1.448


2 Beton ringan 960 0.303
3 Bata dengan lapisan plaster 1,760 0.807
Bata langsung dipasang tanpa
4 plester, tahan terhadap cuaca. 1.154
5 Plester pasir-semen 1,568 0.533
6 Kaca lembaran 2,512 1.053

5
7 Papan gypsum 880 0.17
8 Kayu lunak 608 0.125

9 Kayu keras 702 0.138


10 Kayu lapis 528 0.148
11 Glasswool 32 0.035
12 Fibreglass 32 0.035
13 Paduan aluminium 2,672 211
14 Tembaga 8,784 385
15 Baja 7,840 47.6
16 Granit 2,640 2.927
17 Marmer/teraso/keramik/mozaik 2,640 1.298
Tabel 1.3 Tabel Nilai K bahan bangunan
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

6
ΔT = beda temperatur perencanaan
Bahan dinding luar α Cat permukaan dinding luar α
Beton berat 1) 0.91 Hitam merata 0.95
Bata merah 0.89 Pernis hitam 0.92
Beton ringan 0.86 Abu-abu tua 0.91
Kayu permukaan halus 0.78 Pernis biru tua 0.91
Beton ekspos 0.61 Cat minyak hitam. 0.9
Ubin putih. 0.58 Coklat tua. 0.88
Bata kuning tua. 0.56 Abu-abu / biru tua. 0.88
Atap putih 0.5 Biru / hijau tua 0.88
Seng putih 0.26 Coklat medium 0.84
Bata glazur putih. 0.25 Pernis hijau. 0.79
Lemb. al yg dikilapkan 0.12 Hijau medium. 0.59
Kuning medium. 0.58
Hijau / biru medium. 0.57
Hijau muda. 0.47
Putih semi kilap. 0.3
Putih kilap. 0.25
Perak. 0.25
Pernis putih 0.21
Tabel 1.4 Perbedaan Temperatur Perencanaan
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

ΔT = beda temperatur perencanaan


antara bagian luar dan bagian dalam
(diambil 5 K)

Tabel TDEK
Berat/satuan
luas (kg/m2) TDEk
Kurang dari 125 15
126 ~ 195 12
Lebih dari 195 10
TDEK = Beda temperatur ekuivalen untuk dinding
Tabel 1.5 T-Dek
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

SC = SCk x SCEf …… Shading Coefficient

dimana :
SC = koefisien peneduh sistem fenestrasi
SCk = koefisien peneduh kaca (dari pabrik)
SCEf = koefisien peneduh efektif alat peneduh

Tabel SF 1)
Orientasi U TL T TG S BD B BL
130 113 112 97 97 176 243 211

1). Berdasarkan data radiasi matahari di Jakarta.


SF = Solar Factor = Faktor radiasi matahari (W/m2) untuk berbagai orientasi.
Keterangan :
Rata-rata untuk seluruh orientasi SF = 147
U = utara
T = timur
S = selatan
B = barat
TL = timur laut
TG = tenggara
BD = barat daya
BL = barat laut
Tabel 1.6 Solar Factor
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

7
Tabel 1.7 Material, Density dan K-Value
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

8
Tabel 1.8. Shading Coefficient of Horizontal and Vertical Projections
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

9
Alternatif Uf dan Kaca
Asahimas
Type tebal Uf SCk
STOPSOL DAN SOLAR
CUT
Stopsol supersilver green 6 mm 5.25 0.58
8 mm 5.19 0.54
Stopsol supersilver dark
blue 6 mm 5.25 0.57
selectivity 8 mm 5.19 0.53
Stopsol supersilver
Eurogrey 6 mm 5.25 0.64
8 mm 5.19 0.58
Stopsol supersilver blue
green 6 mm 5.25 0.59
8 mm 5.19 0.53
Stopsol supersilver clear 6 mm 5.18 0.78
8 mm 5.25 0.77
Stopsol classic green 6 mm 5.25 0.48
8 mm 5.18 0.47
Stopsol classic dark blue 6 mm 5.25 0.5
selectivity 8 mm 5.19 0.46
Solar cut clear 5 mm 5.28 0.87
Solar cut dark grey 5 mm 5.28 0.62

INDOFLOT DAN
PANASAP
Indoflot clear 6 mm 5.25 0.93
8 mm 5.19 0.89
Panasap bronze 6 mm 5.25 0.74
8 mm 5.18 0.67
Panasap dark grey 6 mm 5.24 0.61
Panasap green 6 mm 5.24 0.65
8 mm 5.19 0.58
Panasap eurogrey 6 mm 5.25 0.7
8 mm 5.19 0.63
Panasap blue green 6 mm 5.25 0.65
8 mm 5.19 0.59
panasap dark blue
selectivity 6 mm 5.24 0.65
8 mm 5.19 0.58

SUNERGY
Sunergy clear 6 mm 4.31 0.59
8 mm 4.29 0.68
Sunergy green 6 mm 4.55 0.48
8 mm 4.55 0.44
Sunergy Azur 6 mm 4.53 0.52
8 mm 4.53 0.47
Sunergy Dark Blue 6 mm 4.59 0.44
8 mm 4.54 0.39

Tabel 1.9. Glass Coefficient


Sumber: Buku Fisika Bangunan 1

Tipe Kaca Alternative I Alternative II Alternative III Clear glass Stopsol

6 mm
Panasap 6 mm Stopsol 8 mm stopsol 8mm Indoflot 8mm Stopsol
Name Green Classic Green Classic Green Clear supersilver clear
0.38 mm PVB
5 mm Air Clear 0.76 clear PVB

5 mm Clear 5 mm Sunergy
Glass Clear 6 mm Planibel G
Properties

U-value
(W/m2.K) 3.3 4 3.5 5.19 5.25
Light
Transmissio
n (%) 61.8 27 28
SHGC 0.456 0.28 0.3 0.89 0.77
Eabs (%) 68 76 77

10
Tabel 1.10. Glass Coefficient
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
4.4. Kenyamanan Termal dan Insulasi 

Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan thermal
(Nugroho, 2011). Menurut Karyono (2001), kenyamanan dalam kaitannya dengan bangunan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana dapat memberikan perasaan nyaman dan menyenangkan bagi penghuninya. Kenyamanan termal merupakan suatu keadaan
yang berhubungan dengan alam yang dapat mempengaruhi manusia dan dapat dikendalikan oleh arsitektur (Snyder, 1989). Sementara
itu, menurut Mclntyre (1980), manusia dikatakan nyaman secara termal ketika ia tidak merasa perlu untuk meningkatkan maupun
menurunkan suhu dalam ruangan. Olgyay (1963) mendefinisikan zona kenyamanan sebagai suatu zona dimana manusia dapat
mereduksi tenaga yang harus dikeluarkan dari tubuh dalam mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan sekitarnya. 

Insulasi adalah penggunaan material dengan nilai konduktan rendah untuk mengurangi aliran energi melintas material tersebut.
Untuk mereduksi aliran energi tersebut material harus mempunyai nilai resistan yang tinggi (nilainya kebalikan dari konduktan). Secara
umum udara merupakan isolator yang bagus untuk menghambat panas, dengan syarat proses konveksi dapat ditekan. Sebagian besar
material mempunyai sifat insulasi terdapat tiga bagian besar tipe insulator, yaitu :

 - Resistive insulation, merupakan menghambat aliran panas dengan mengandalkan nilai resistan pada proses konduksi.

 - Reflective insulation, adalah mereduksi aliran radiasi panas.kemampuan material untuk menyerap atau meradiasikan kembali
infrared sangat tergantung dari bentuk dan warnanya. Penyerap paling bagus adalah material dengan warna hitam dan sebaliknya
warna putih merupakan paling bagus sifat reflektifnya.

 - Capacitive insulation, mempunyai karakteristik yang bermanfaat banyak jika fluktuasi temperatur diantara dua permukaan
sangat besar. Sehingga insulasi jenis ini tidak bekerja dalam kondisi steady-state. Metode ini memanfaatkan penundaan aliran panas
yang tersimpan dalam material bangunan tersebut (time-lag). Sehingga dapat memindahkan kondisi puncak aliran panas pada waktu
yang dibutuhkan. 

Meskipun insulasi dapat dibuat dengan menggabungkan beberapa jenis material bangunan, namun secara fisik dapat dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu : blankets, blown-in, loose-fill, rigid foam board, reflective films. 

Keuntungan Insulasi membantu untuk: 


• Mengurangi penggunaan sistem pemanas dan pendingin 
• Menghemat biaya 
• Meningkatkan kenyamanan penghuni 
• Mengurangi kebisingan. 
• Memperlambat dan mencegah kebocoran udara dan transmisi uap air. 
• Membantu meningkatkan ketahanan bangunan terhadap api (fireproof). 

Berdasarkan ketiga macam tipe insulasi, maka tipe insulasi yang akan digunakan adalah tipe Resistive insulation dan Reflective
insulation insulasi reflektif membantu menjaga kesejukan rumah di musim panas dengan membelokkan radiasi panas. Biasanya
diaplikasikan bersama aluminium foil yang dilaminasi ke kertas atau plastik dan tersedia dalam bentuk lembaran dan bantalan.

 Insulasi reflektif jauh lebih efektif dalam mengurangi perpindahan panas dibandingkan insulasi lainnya. Faktanya, insulasi
reflektif dapat memblokir sebanyak 97% dari aliran radiasi panas. Insulasi biasa hanya memperlambat aliran panas turun, tapi tidak
memblokirnya.  

Gambar 4.4.1. Simulasi Insulasi.


Sumber: https://herusu71.wordpress.com/2012/05/21/insulasi-termal-thermal-insulation-2/, diakses tanggal April 2015

Perkembangan teknologi terkini mendukung penggunaan thermal insulator pada rumah tinggal yang merupakan salah satu
aplikasi untuk mengatasi masalah panas dalam rumah tinggal, terutama pada bangunan tropis yang memiliki intensitas pencahayaan
matahari yang cukup tinggi. Penggunaan thermal insulator pada umumnya dipasang pada bagian atap rumah yang berperan sebagai
penghambat laju perpindahan kalor dari luar masuk ke dalam bangunan dan sebaliknya, sehingga panas matahari yang sampai kepada
kulit bangunan dapat diminimalisir dan dikurangi sehingga suhu ruang di dalam bangunan tetap dapat terjaga. 

Dalam menciptakan suatu insulator thermal, sistem perpindahan panas yang dipakai adalah dengan mengeliminasi sistem
konveksi dan radiasi yang terjadi, sehingga menyisakan komponen kecil dari konduksi panas yang terjadi. Dalam hal ini jelas, bahwa
komponen insulator itu sendiri akan memberikan kontribusi terhadap proses konduksi panas. Perkembangan teknologi insulasi ini
memunculkan banyak jenis material polyester insulation dan bahan yang mampu menghambat laju perpindahan panas tersebut.
Insulator termal ini akan menjadi sangat berperan pada rumah tinggal, terutama pada rumah-rumah yang memiliki ruangan yang
langsung berhubungan dengan bagian atap bangunan, misalnya lantai atas, maupun loteng yang dijadikan ruangan. Insulasi atap akan

11
sangat membantu dalam mempertahankan suhu udara di dalam ruangan dalam loteng, terutama apabila cuaca di luar sangat panas
atau dingin. 

4.4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal 

Menurut Auliciems dan Szokolay (2007), kenyamanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni temperatur udara, pergerakan
angin, kelembaban udara, radiasi, faktor subyektif, seperti metabolisme, pakaian, makanan dan minuman, bentuk tubuh, serta usia dan
jenis kelamin. Faktor–faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal yaitu, temperatur udara, temperatur radiant, kelembaban udara,
kecepatan angin, insulasi pakaian, serta aktivitas.

 a. Temperatur Udara 

Temperatur udara merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan kenyamanan termal. Satuan yang
digunakan untuk temperatur udara adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Manusia dikatakan nyaman apabila suhu tubuhnya
sekitar 37%. Temperatur udara antara suatu daerah dengan daerah lainnya sangat berbeda. Hal ini disebabkan adanya beberapa
faktor, seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu tempat, arah angin, arus laut, awan, dan lamanya penyinaran. 

b. Temperatur Radiant 

Temperatur radiant adalah panas yang berasal dari radiasi objek yang mengeluarkan panas, salah satunya yaitu radiasi matahari. 

c. Kelembaban Udara 

Kelembaban udara merupakan kandungan uap air yang ada di dalam udara, sedangkan kelembaban relatif adalah rasio antara
jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air dapat ditampung di udara pada temperatur tertentu. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kelembaban udara, yakni radiasi matahari, tekanan udara, ketinggian tempat, angin, kerapatan udara, serta suhu. 

d. Kecepatan Angin 

Kecepatan angin adalah kecepatan aliran udara yang bergerak secara mendatar atau horizontal pada ketinggian dua meter di
atas tanah. Kecepatan angin dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan angin (Resmi, 2010), antara lain berupa gradien barometris, lokasi, tinggi lokasi, dan waktu. 

e. Orientasi Bangunan

- Orientasi Terhadap Matahari 


Orientasi bangunan terhadap matahari akan menentukan besarnya radiasi matahari yang diterima bangunan. Semakin luas
bidang yang menerima radiasi matahari secara langsung, semakin besar juga panas yang diterima bangunan. Dengan demikian,
bagian bidang bangunan yang terluas (mis: bangunan yang bentuknya memanjang) sebaiknya mempunyai orientasi ke arah Utara-
Selatan sehingga sisi bangunan yang pendek, (menghadap Timur – Barat) yang menerima radiasi matahari langsung.

- Orientasi terhadap Angin (Ventilasi silang) 


Kecepatan angin di daerah iklim tropis panas lembab umumnya rendah. Angin dibutuhkan untuk keperluan ventilasi (untuk
kesehatan dan kenyamanan penghuni di dalambangunan). Ventilasi adalah proses dimana udara ‘bersih’ (udara luar), masuk (dengan
sengaja) ke dalam ruang dan sekaligus mendorong udara kotor di dalam ruang ke luar. Ventilasi dibutuhkan untuk keperluan oksigen
bagi metabolisme tubuh, menghalau polusi udara sebagai hasil proses metabolisme tubuh (CO 2 dan bau) dan kegiatan-kegiatan di
dalambangunan. Untuk kenyamanan, ventilasi berguna dalam proses pendinginan udara dan pencegahan peningkatan kelembaban
udara (khususnya di daerah tropika basah), terutama untuk bangunan rumah tinggal. Kebutuhan terhadap ventilasi tergantung pada
jumlah manusia serta fungsi bangunan.

Posisi bangunan yang melintang terhadap angin primer sangat dibutuhkan untuk pendinginan suhu udara. Jenis, ukuran, dan
posisi lobang jendela pada sisi atas dan bawah bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang (pergerakan udara) di dalam ruang
sehingga penggantian udara panas di dalam ruang dan peningkatan kelembaban udara dapat dihindari. Jarang sekali terjadi orientasi
bangunan yang baik terhadap matahari sekaligus arah angin primer. Penelitian menunjukkan, jika harus memilih (untuk daerah tropika
basah seperti Indonesia), posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin primer lebih dibutuhkan dari pada perlindungan
terhadap radiasi matahari sebab panas radiasi dapat dihalau oleh angin yang berhembus. Kecepatan angin yang nikmat dalam ruangan
adalah 0,1 – 0,15 m/detik. Besarnya laju aliran udara tergantung pada:
- Kecepatan angin bebas
- Arah angin terhadap lubang ventilasi
- Luas lubang ventilasi
- Jarak antara lubang udara masuk dan keluar
- Penghalang di dalam ruangan yang menghalangi udara

Pola aliran udara yang melewati ruang tergantung pada lokasi inlet (lobang masuk) udara dan shading devices yang digunakan
di bagian luar. Secara umum, posisi outlet tidak akan mempengaruhi pola aliran udara. Untuk menambah kecepatan udara terutama
pada saat panas, bagian inlet  udara ditempatkan di bagian atas , luas outlet  sama atau lebih besar dari inlet dan tidak ada perabot
yang menghalangi gerakan udara di dalam ruang. Gerakan udara harus diarahkan ke ruang ruang yang membutuhkan atau ruang
keluarga. Penggunaan screen serangga akan mengurangi aliran udara ke dalam bangunan. Bukaan jendela (Jalousie atau louvered
akan membantu udara langsung ke tempat-tempat yang membutuhkan.

12
Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit-langit (khususnya bangunan rendah) sangat perlu agar tidak terjadi
akumulasi panas pada ruang tersebut. Panas yang terkumpul pada ruang ini akan ditransmisikan ke ruang di bawah langit-langit
tersebut. Ventilasi atap sangat berarti untuk mencapai suhu ruang yang rendah.

f. Pelindung Matahari

Apabila posisi bangunan pada arah Timur dan Barat tidak dapat dihindari, maka pandangan bebas melalui jendela pada sisi ini
harus dihindari karena radiasi panas yang langsung masuk ke dalam bangunan (melalui bukaan/kaca) akan memanaskan ruang dan
menaikkan suhu/temperatur udara dalam ruang. Di samping itu efek silau yang muncul pada saat sudut matahari rendah juga sangat
mengganggu.

Efektifitas pelindung matahari dinilai dengan angka shading coefficient  (S.C) yang menunjukkan besar energi matahari yang
ditransmisikan ke dalam bangunan. Secara teori angka yang ditunjukkan berada pada angka 1,0 (seluruh energi matahari
ditransmisikan, misalnya: penggunaan kaca jendela tanpa pelindung) sampai 0 (tidak ada energi matahari yang ditransmisikan). Di
samping jenis pelindung yang digunakan, material serta warna yang digunakan, juga berperan dalam menentukan angka shading
coefficient  (S.C). Egan menunjukkan angka shading coefficient berdasarkan jenis pelindung. Angka-angka tersebut di atas
menunjukkan Egg-Crate dan Vertical Louver (moevable) paling efektif digunakan sebagai pelindung matahari, hanya 10% energi
matahari yang ditransmisikan ke dalam bangunan.

g. Elemen Lansekap
Vegetasi
Di samping elemen arsitektur, elemen lansekap seperti pohon dan vegetasi juga dapat digunakan sebagai pelindung terhadap
radiasi matahari. Keberadaan pohon secara langsung/tidak langsung akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi
matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesis dan penguapan. Efek bayangan oleh vegetasi akan menghalangi
pemanasan permukaan bangunan dan tanah di bawahnya. Lippsmeier memperlihatkan suatu hasil penelitian di Afrika selatan, pada
ketinggian 1 m di atas permukaan perkerasan (beton) menunjukkan suhu yang lebih tinggi sekitar 4°C dibandingkan suhu pada
ketinggian yang sama di atas permukaan rumput. Perbedaan ini menjadi sekitar 5°C apabila rumput tersebut terlindung dari radiasi
matahari. Efektifitas pemanfaatan pohon sebagai pelindung matahari juga dapat digambarkan dengan angka shading coefficient seperti
tabel dibawah.

No Elemen Pelindung Shading Coefficient


.

Elemen Lansekap

1 Pohon tua (dengan efek pembayangan yang besar) 0.25 - 0.20

2 Pohon muda (dengan sedikit efek pembayang) 0.60 - 0.50


Tabel Shading coefficient untuk elemen lansekap
Sumber: Egan, Concept in Thermal Comfort, 1975

Pohon dan tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengatur aliran udara ke dalam bangunan. Penempatan pohon dan tanaman
yang kurang tepat dapat menghilangkan udara sejuk yang diinginkan terutama pada periode puncak panas. Menurut White R.F (dalam
Concept in Thermal Comfort  , Egan, 1975) kedekatan pohon terhadap bangunan mempengaruhi ventilasi alami dalam bangunan.

Pohon berjarak 1,5 m     Pohon berjarak 3 m dari Pohon berjarak 9 m dari bangunan,
dari bangunan bangunan gerakan udara di dalam bangunan
Semakin besar/baik.

Jarak pohon terhadap bangunan dan pengaruhnya terhadap ventilasi alami.


Sumber: https://www.academia.edu/31621428/Menciptakan_Kenyamanan_Thermal_Dalam_Bangunan

Sekumpulan pohon juga dimanfaatkan sebagai “windbreak” untuk daerah yang kecepatan anginnya cukup besar. Pohon
sebagai “windbreak” dapat mengurangi kecepatan angin lebih dari 35% jika jaraknya dari bangunan sebesar 5 x tinggi pohon.
Bangunan harus dirancang dimana kecepatan angin di daerah pedestrian dan bukaan kurang dari 10 mph (mil per jam). Untuk
bangunan tinggi, pengujian dengan menggunakan model bangunan yang berskala untuk memprediksi kekuatan bangunan terhadap
kecepatan angin seringkali harus dilakukan dengan menggunakan terowongan angin (wind tunnels). Di bawah ini menunjukkan
bagaimana pengaruh kecepatan angin terhadap manusia.

No Kecepatan Angin (dalam Pengaruhnya terhadap manusia


. mph)

1 0-2 Tidak ada angin

2 2 - 10 Angin terasa di wajah dan rambut

3 10 - 20 Debu naik, kertas terbang, rambut dan pakaian berantakan

13
4 20 - 25 Kekuatan angin terasa di tubuh

5 25 - 30 Payung susah digunakan

6 30 - 55 Susah berjalan, manusia terasa seperti didorong angin

7 55 - 100 Angin Topan/Badai, berbahaya bagi manusia dan struktur

8 Kekuatan angin Tornado, sangat berbahaya bagi manusia dan


> 100
struktur
Tabel kecepatan angin dan pengaruhnya.
Sumber: https://www.academia.edu/31621428/Menciptakan_Kenyamanan_Thermal_Dalam_Bangunan

Unsur Air
Untuk memodifikasi udara luar yang terlalu panas masuk ke dalam bangunan dapat dilakukan dengan membuat air mancur di
dalam bangunan. Keberadaan air akan menurunkan suhu udara di sekitarnya karena terjadi penyerapan panas pada proses
penguapan air. Selain menurunkan suhu udara, proses penguapan akan menaikkan kelembaban. Untuk daerah iklim tropis basah
seperti di Indonesia yang memiliki kelembaban yang tinggi maka peningkatan kelembaban harus dihindarkan. Oleh sebab itu
penggunaan unsur air harus mempertimbangkan adanya gerakan udara (angin) sehingga tidak terjadi peningkatan kelembaban.

h. Material/Bahan Bangunan

Panas masuk ke dalam bangunan melalui proses konduksi (lewat dinding, atap, jendela kaca) dan radiasi matahari yang
ditransmisikan melalui jendela/kaca.

Pengaruh radiasi matahari.


Sumber: https://www.academia.edu/31621428/Menciptakan_Kenyamanan_Thermal_Dalam_Bangunan

Radiasi matahari memancarkan sinar ultraviolet (6%), cahaya tampak (48%) dan sinar infra merah yang memberikan efek
panas sangat besar (46%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari adalah penyumbang jumlah panas terbesar yang
masuk ke dalam bangunan. Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung bangunan dipengaruhi oleh fasade bangunan,
yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio), serta jenis dan tebal kaca yang digunakan.

No Penggunaan Kaca Shading


. Jenis Kaca Warna Tebal Coefficient

1 - ¼ inch 0.95
Kaca bening
- ⅜ inch 0.90

2 Abu-abu, bronze, atau green


Heat absorbing 3/16  inch 0.75
tinted
glass
- ½ inch 0.50

3 Dark grey metalized - 0.35 s/d 0.20


Reflective glass
Light grey metalized - 0.60 s/d 0.35
Tabel Shading coefficient untuk berbagai jenis material kaca
Sumber: Egan, Concept in Thermal Comfort, 1975

Radiasi matahari yang jatuh pada selubung bangunan dipantulkan kembali dan diserap. Panas terserap akan dikumpulkan dan
diteruskan ke bagian sisi yang dingin (sisi dalam bangunan). Masing-masing bahan bangunan mempunyai angka koefisien serapan
kalor (%) seperti terlihat pada tabel berikut. Semakin besar serapan kalor, semakin besar panas yang diteruskan ke ruangan.

No. Permukaan Bahan %

1 Asbes semen baru 42 - 59

2 Asbes esemen sangat kotor (6 tahun terpakai) 83

14
3 Kulit bitumen/aspal 86

4 Genteng keramik merah 40

5 Seng (baru) 64 62 - 66

6 Seng (kotor sekali) 92

II. Selulose cat putih 18

1 Selulose cat hijau tua 88

2 Selulose cat merah tua 57

3 Selulose cat hitam 94

4 Selulose cat kelabu hitam 90


Tabel radiasi matahari dan serapan kalor.
Sumber:Pengantar fisika bangunan, Mangunwijaya, hal.117

Warna juga berpengaruh terhadap angka serapan kalor. Warna-warna muda memiliki angka serapan kalor yang lebih sedikit
dari pada warna tua. Warna putih memiliki angka serapan kalor paling sedikit (10%-15%), sebaliknya warna hitam dengan permukaan
tekstur kasar dapat menyerap kalor sampai 95%.

No. Permukaan %

1 Dikapur putih (baru) 10 - 15

2 Dicat minyak (baru) 20 - 30

Marmer/pualam
3 40 - 50 
putih

4 Kelabu madya 60 - 70

5 Batu bata, beton 70 - 75

6 Hitam mengkilat 80 - 85

7 Hitam kasar 90 - 95
Tabel Kofisien serapan kalor akibat pengaruh warna.
Sumber:Pengantar fisika bangunan, Mangunwijaya, hal.116

Suhu pelat - pelat Bila dicat putih Selisih suhu


No
Pukul (Siang hari) seng (°F) (°F)
.
Pelat biasa (°F)

1 2.40 127 106 21

2 2.45 134 108.5 25.5

3 3.50 128 106.5 21.5

4 4.30 114 99 15

5 5.25 102.5 93.5 9

6 6.10 89 86.5 2.5

7 6.35 85 84.5 0.5


Tabel Pengurangan serapan kalor yang berasal dari radiasi matahari, bila permukaan dicat putih.
Sumber:Pengantar fisika bangunan, Mangunwijaya, hal.118

4.4.2. . Standar Kenyamanan Termal


Lippsmeier (1997) menyatakan bahwa batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa berkisar antara 19°C TE-26°C TE dengan
pembagian berikut: 

Suhu 26°C TE : Umumnya penghuni sudah mulai berkeringat.


Suhu 26°C TE–30°C TE : Daya tahan dan kemampuan kerja penghuni mulai menurun. 
Suhu 30,5°C TE–35,5 °C TE : Kondisi lingkungan mulai sukar. 
Suhu 35°C TE–36°C TE : Kondisi lingkungan tidak memungkinkan lagi. 

Temperatur dalam ruangan yang sehat berdasarkan MENKES NO.261/MENKES/SK/II/1998 adalah temperatur ruangan yang berkisar
antara 18°C-26°C. Selain itu, berdasarkan standar yang ditetapkan oleh SNI 03-6572- 2001, ada tingkatan temperatur yang nyaman untuk
orang Indonesia atas tiga bagian yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. 

15
Batas Kenyamanan Termal Menurut SNI 03-6572-2001
Sumber: Data BMKG
4.5. Tepat Guna Lahan

Ketepatan penggunaan lahan erat kaitannya dengan pembangunan suatu kawasan. Hal ini diperlukan dalam perencanaan suatu
bangunan karena mengingat dampak yang ditimbulkan suatu bangunan terhadap lingkungan sekitar. Semakin tepat pembangunan suatu
kawasan, maka akan semakin kecil dampak negatif yang ditimbulkan. Semakin lengkap fasilitas dan infrastruktur dalam suatu kawasan,
akan semakin mempermudah aksesibilitas dan efisiensi energi. Terciptanya efisiensi energi, terutama energi fosil, dapat mengakibatkan
turunnya jejak karbon dan jejak ekologis, dan meningkatnya kualitas lingkungan hidup.

Dalam kategori ini terdapat 1 kriteria prasyarat dan 7 kriteria kredit bernilai maksimal 17 poin, yaitu:

Tabel 4.5. Kriteria dalam Kategori Tepat Guna Lahan


Sumber: GBCI N.B.1.2.

4.6. Efisiensi dan Konservasi Energi

Adanya kebutuhan energi yang besar dalam suatu gedung, secara tidak langsung akan menimbulkan emisi gas karbondioksida
(CO2) dimana merupakan salah satu gas pembentuk efek rumah kaca. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan upaya efisiensi dan konservasi energi yang dilakukan di dalam
suatu gedung. (Rahayu, 2014).

Dalam kategori ini terdapat 1 kriteria prasyarat, kriteria kredit, dan 1 kriteria bonus bernilai maksimal 26 poin, yaitu:

Tabel 4.6. Kriteria dalam Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi


Sumber: GBCI N.B.1.2.

4.7. Konservasi Air

Sumber air dalam suatu gedung biasanya berasal dari PDAM dan air tanah. Apabila konsumsi air dalam gedung terus menerus
dilakukan tanpa ada Universitas Sumatera Utara 19 kegiatan konservasi, maka kuantitas dan kualitas air bersih akan menurun, apalagi

16
jika yang digunakan sebagai sumber yaitu air tanah. Oleh karena itu, perlu adanya usaha konservasi air dalam suatu gedung. Hal ini dapat
dilakukan dengan banyak cara, diantaranya dengan sumber air alternatif, pemilihan alat pengatur keluaran air dan penghematan
penggunaan air. (GBCI, 2010)

Dalam kategori ini terdapat 2 kriteria prasyarat dan 6 kriteria kredit bernilai maksimal 21 poin, yaitu:

Tabel 4.7. Kriteria dalam Kategori Konservasi Air (WAC)


Sumber: GBCI N.B.1.2.

17
BAB II
PERHITUNGAN

1.Building Description

Pada bangunan pasar ini terletak di 6, Gg. Baru No.kelurahan, RT.5/RW.1, Tugu Utara, Kec. Koja, Kota Jkt Utara, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 14260.

Gambar 2.1.1. Analisa Mikro


Sumber: Penulis

Gambar 2.1.2. Analisa Makro


Sumber: Penulis

Gambar 2.1.3. Analisa Zonasi, Pasar, Transportasi, dan Keramaian


Sumber: Penulis

18
Gambar 2.1.4. Site Plan
Sumber: Penulis

Gambar 2.1.5. Denah


Sumber: Penulis

19
Gambar 2.1.6. Tampak
Sumber: Penulis

Gambar 2.1.17. Perspeektif Bangunan Pagi


Sumber: Penulis

20
Gambar 2.1.18. Perspeektif Bangunan Malam
Sumber: Penulis

2. Penilaian N.B. 1.2

2.1. Tepat Guna Lahan

Tepat Guna Lahan 17


ASD P Area Dasar Hijau
Tujuan
Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk
meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat
polutan, mencegah erosi tanah, mengurangi beban sistem
drainase, menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air
tanah.
Tolok Ukur
Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang
bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana
bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau
di bawah tanah.
a. Untuk konstruksi baru, luas areanya adalah minimal P
10% dari luas total lahan.
b. Untuk renovasi utama (major renovation), luas areanya
adalah minimal 50% dari ruang terbuka yang bebas
basement dalam tapak. P
Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri No 1
tahun 2007 Pasal 13 (2a) dengan komposisi 50% lahan
tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang,
ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam
P
ukuran dewasa, dengan jenis tanaman mempertimbangkan
Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria
Vegetasi untuk Pekarangan.
ASD 1 Pemilihan Tapak
Tujuan
Menghindari pembangunan di area greenfields dan menghindari
pembukaan lahan baru.
Tolak Ukur
Memilih daerah pembangunan yang dilengkapi minimal
delapan dari 12
prasarana sarana kota.
1. Jaringan jalan 7. Jaringan fiber optik
1A 2. Jaringan penerangan dan 8. Danau buatan (minimal 1%
listrik luas area)
3.Jaringan drainase 9. Jalur pejalan kaki kawasan
1
4.STP kawasan 10. Jalur pemipaan gas 2
5.Sistem pembuangan Sampah 11. Jaringan telepon
6. Sistem pemadam kebakaran 12. Jaringan air bersih
atau
1B Memilih daerah pembangunan dengan ketentuan KLB>3
Melakukan revitalisasi dan pembangunan di atas lahan
2 yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas 1
pembangunan atau dampak negatif pembangunan.

21
ASD 2 Aksesibilitas Komunitas
Tujuan
Mendorong pembangunan di tempat yang telah memiliki
jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian penggunaan
gedung sehingga mempermudah masyarakat dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan
bermotor.
Tolok Ukur
Terdapat minimal tujuh jenis fasilitas umum dalam jarak
pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak.
1. Bank
2. Taman Umum
3. Parkir Umum (di luar lahan)
4. Warung/Toko Kelontong
5. Gedung Serba Guna
6. Pos Keamanan/Polisi
7. Tempat Ibadah
8. Lapangan Olahraga
1 9. Tepat Penitipan Anak 1 2
10. Apotek
11. Rumah Makan/Kantin
12. Foto Kopi Umum
13. Fasilitas Kesehatan
14. Kantor Pos
15. Kantor Pemadam Kebakaran
16. Terminal/Stasiun Transportasi Umum
17. Perpustakaan
18. Kantor Pemerintah
19. Pasar
Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar
tapak yang menghubungkannya dengan jalan sekunder
2 dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke 1
minimal tiga fasilitas umum sejauh 300 m jarak
pencapaian pejalan kaki.
Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan
bebas dari perpotongan dengan akses kendaraan bermotor
3 untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan 2
bangunan lain, di mana terdapat minimal tiga fasilitas
umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal.
Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi
4 akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama 2
minimum 10 jam sehari.
ASD 3 Transportasi Umum
Tujuan
Mendorong pengguna gedung untuk menggunakan
kendaraan umum massal dan mengurangi kendaraan
pribadi.
Tolok Ukur
Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam
jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi
1A
bangunan dengan tidak memperhitungkan
panjangjembatan penyeberangan dan ramp.
1
atau
Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung
1B dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap
gedung. 2
Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area
gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum
terdekat yang aman dan nyaman dengan
2 mempertimbangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 1
30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
Lampiran 2B.
ASD 4 Fasilitas Pengguna Sepeda
Tujuan
Mendorong penggunaan sepeda bagi pengguna gedung dengan
memberikan fasilitas yang memadai sehingga dapat mengurangi
penggunaan kendaraan bermotor.
Tolok Ukur
Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak satu
1 unit parkir per 20 pengguna gedung hingga maksimal 100 1
unit parkir sepeda. 2
Apabila tolak ukur 1 diatas terpenuhi, perlu tersedianya
2 1
shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 parkir sepeda.

22
ASD 5 Lansekap pada Lahan
Tujuan
Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk
meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat
polutan, mencegah erosi tanah, mengurangi beban sistem
drainase, menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air
tanah.
Tolok Ukur
Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang
bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di
atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan.
Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang
1A tersebut di Prasyarat 1, taman di atas basement, roof 1
garden, terrace garden, dan wall garden, dengan
mempertimbangkan Peraturan Menteri PU No.
3
5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan.
Bila tolok ukur 1 dipenuhi, setiap penambahan 5% area
1B 1
lansekap dari luas total lahan mendapat 1 nilai.
Penggunaan tanaman yang telah dibudidayakan secara
2 lokal dalam skala provinsi, sebesar 60% luas tajuk dewasa 1
terhadap luas area lansekap pada ASD 5 tolok ukur 1.
ASD 6 Iklim Mikro
Tujuan
Meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar gedung yang
mencakup kenyamanan manusia dan habitat sekitar gedung.
Tolok Ukur
Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek
heat island pada area atap gedung sehingga nilai albedo
1A
(daya refleksi panas matahari) minimum 0.3 sesuai dengan
perhitungan.
1
atau
Menggunakan green roof sebesar 50% dari luas atap yang
1B tidak digunakan untuk mechanical electrical (ME),
dihitung dari luas tajuk.
Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek
heat island pada area perkerasan non-atap sehingga nilai 3
2 1
albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai
dengan perhitungan.
Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi
3A utama pejalan kaki menunjukkan adanya pelindung dari
panas akibat radiasi matahari.
atau 1
Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi
3B utama pejalan kaki menunjukkan adanya pelindung dari
terpaan angin kencang.
ASD 7 Manajemen Air Limpasan Hujan
Tujuan
Mengurangi beban sistem drainase lingkungan dari
kuantitas limpasan air hujan dengan sistem manajemen air
hujan secara terpadu.
Tolok Ukur
Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan
drainase kota dari lokasi bangunan hingga 50%, yang
1A 1
dihitung menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar
50 mm/hari.
atau
Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan
drainase kota dari lokasi bangunan hingga 85%, yang 3
1B 2
dihitung menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar
50 mm/hari.
Menunjukkan adanya upaya penanganan beban banjir
2 1
lingkungan dari luar lokasi bangunan.
Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi
3 1
debit limpasan air hujan. 1
Tabel 3.1. Tepat Guna Lahan
Sumber: Penulis

Total bangunan ini memperoleh 12 dari 17 poin atau 70 persen sudah memenuhi poin dalam tepat guna lahan yang dimana sudah
dapat memenuhi dari poin penilaian aksessibilitas komunitas, transportasi umum, fasilitas pengguna sepeda, iklim mikro dan manajemen
air limpasan hujan.

23
3.1. Efisiensi dan Konservasi Energi

Efisiensi dan Konservasi Energi 26


EEC P1 Pemasangan Sub-meter
Tujuan
Memantau penggunaan energi sehingga dapat menjadi dasar
penerapan manajemen energi yang lebih baik.
Tolok Ukur
Memasang kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik
pada setiap kelompok beban dan sistem peralatan, yang
meliputi:
P P
o Sistem tata udara
o Sistem tata cahaya dan kotak kontak
o Sistem beban lainnya
EEC P2 Perhitungan OTTV
Tujuan
Mendorong sosialisasi arti selubung bangunan gedung yang
baik untuk penghematan energi.
Tolak Ukur
Menghitung dengan cara perhitungan OTTV
berdasarkan SNI 03-6389-2011 atau SNI edisi terbaru
P P
tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada
Bangunan Gedung.
EEC 1 Efisiensi dan Konservasi Energi
Tujuan
Mendorong penghematan konsumsi energi melalui
aplikasi langkah-langkah efisiensi energi.
Tolok Ukur
Menggunakan Energy modelling software untuk
menghitung konsumsi energi di gedung baseline dan
gedung designed. Selisih konsumsi energi dari gedung
1-20
1A baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk 20
(8)
setiap penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari
penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline,
mendapat nilai 1 nilai (wajib untuk platinum).
atau
Menggunakan perhitungan worksheet, setiap
penghematan 2% dari selisih antara gedung designed
dan baseline mendapat nilai 1 nilai. Penghematan mulai 1-15
1B 15
dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung (5)
baseline. Worksheet yang dimaksud disediakan oleh
atau GBCI.
atau
Menggunakan perhitungan per komponen secara
1C 1-10 10
terpisah, yaitu
1C-1 OTTV
Nilai OTTV sesuai dengan SNI 03-6389-2011 atau SNI
edisi terbaru tentang Konservasi Energi Selubung 3
Bangunan pada Bangunan Gedung. 5
Apabila tolok ukur 1 dipenuhi, penurunan per 2.5%
2
mendapat 1 nilai sampai maksimal 2 nilai.
1C-2 Pencahayaan Buatan
Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan lebih
hemat sebesar 15% daripada daya pencahayaan yang
tercantum dalam SNI 03 6197-2011 atau SNI edisi 1
terbaru tentang Konservasi Energi pada Sistem
Pencahayaan.
Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) 2
1
untuk ruang kerja.
Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja yang
1
dikaitkan dengan sensor gerak (motion sensor)
Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian
1
tangan pada saat buka pintu
1C-3 Transportasi Vertikal
Lift menggunakan traffic management system yang
sudah lulus traffic analysis atau menggunakan
regenerative drive system.
atau 1 1
Menggunakan fitur hemat energi pada lift,
menggunakan sensor gerak, atau sleep mode pada
eskalator.
1C-4 Sistem Pengkondisian Udara
Menggunakan peralatan AC dengan COP minimum 2 2
10% lebih besar dari SNI 03-6390-2011 atau SNI edisi

24
terbaru tentang Konservasi Energi pada Sistem Tata
Udara Bangunan Gedung
EEC 2 Pencahayaan Alami
Tujuan
Mendorong penggunaan pencahayaan alami yang
optimal untuk mengurangi konsumsi energi dan
mendukung desain bangunan yang memungkinkan
pencahayaan alami semaksimal mungkin.
Tolok Ukur
Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga
minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja
mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar
1 300 lux. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara 2
manual atau dengan software.
Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai
nonservice mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar
4
300 lux.
Jika butir satu dipenuhi lalu ditambah dengan adanya
lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan buatan
2 2
apabila intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux,
didapatkan tambahan 2 nilai
EEC 3 Ventilasi
Tujuan
Mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik
(non nett lettable area) untuk mengurangi konsumsi energi.
Tolok Ukur
Tidak mengkondisikan (tidak memberi AC) ruang WC,
1 tangga, koridor, dan lobi lift, serta melengkapi ruangan 1 1
tersebut dengan ventilasi alami ataupun mekanik.
EEC 4 Pengaruh Perubahan Iklim
Tujuan
Memberikan pemahaman bahwa pola konsumsi energi yang
berlebihan akan berpengaruh terhadap perubahan iklim.
Tolok Ukur
1 Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 1 1
yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara
gedung designed dan gedung baseline dengan
menggunakan grid emission factor yang telah ditetapkan
dalam Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009
EEC 5 Energi Terbarukan dalam Tapak
Tujuan
Mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan
yang
bersumber dari dalam lokasi tapak bangunan.
Tolok Ukur
Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan.
Setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan gedung yang
1 1-5 5
dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan
mendapatkan 1 nilai (sampai maksimal 5 nilai).
Tabel 3.2. Efisiensi dan Konservasi Energi
Sumber: Penulis

Total bangunan ini memperoleh 23 dari 26 poin atau 88 persen dari penilaian efisiensi dan konservasi energi. Dimana sudah
memenuhi dari poin pencahayaan alami, efisiensi dan konservai energi.

3.2. Konservasi Air

Konservasi Air 21
WAC P1 Meteran Air
Tujuan
Memantau penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar
penerapan manajemen air yang lebih baik.
Tolok Ukur
Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang
ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu pada sistem
distribusi air, sebagai berikut:
o Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber
air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah.
o Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem P
air daur ulang.
o Satu volume meter dipasang untuk mengukur
tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur
ulang tidak mencukupi.
o Sistem beban lainnya

25
WAC P2 Perhitungan Penggunaan Air
Tujuan
Memahami perhitungan menggunakan worksheet perhitungan
air dari GBC Indonesia untuk mengetahui simulasi penggunaan
air pada saat tahap operasi gedung
Tolak Ukur
Mengisi worksheet air standar GBCI yang telah
P P
disediakan.
WAC 1 Penggunaan Air
Tujuan
Meningkatkan penghematan penggunaan air bersih
yang akan mengurangi beban konsumsi air bersih dan
mengurangi keluaran air limbah.
Tolok Ukur
Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari
sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per
1 1
orang sesuai dengan SNI 03-7065-2005 seperti pada
tabel terlampir. 8
Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber
primer sebesar 5% sesuai dengan acuan pada tolok
2 7
ukur 1 akan mendapatkan 1 nilai dengan dengan nilai
maksimum sebesar 7 nilai.
WAC 2 Fitur Air
Tujuan
Mendorong upaya penghematan air dengan
pemasangan fitur air efisiensi tinggi.
Tolok Ukur
Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas
buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat
1A 1
keluaran air sesuai dengan lampiran, sejumlah minimal
25% dari total pengadaan produk fitur air.
atau
Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas
buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat
1B 2 3
keluaran air sesuai dengan lampiran, sejumlah minimal
50% dari total pengadaan produk fitur air.
atau
Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas
buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat
1C 3
keluaran air sesuai dengan lampiran, sejumlah minimal
75% dari total pengadaan produk fitur air.
Alat Keluaran Air Kapasitas Keluaran Air
WC Flush Valve <6 luter/flush
WC Flush Tank < 6 liter/flush
Urinal Flush Valve/Peturasan <4 liter/flush
Keran Wastafel/Lavatory <8 liter/menit
Keran Tembok <8 liter/menit
Shower <9 liter/menit
WAC 3 Daur Ulang Air
Tujuan
Menyediakan air dari sumber daur ulang yang bersumber dari
air limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari
sumber utama.
Tolok Ukur
Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang
1A telah di daur ulang untuk kebutuhan sistem flushing 2
atau cooling tower.
atau
Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang 3
1B telah didaur ulang untuk kebutuhan sistem flushing dan
cooling tower - 3 nilai. 3
Apabila menggunakan sistem pendingin non water cooled, maka
kriteria ini menjadi tidak berlaku sehingga total nilai menjadi 100.
WAC 4 Sumber Air Alternatif
Tujuan
Menggunakan sumber air alternatif yang diproses sehingga
menghasilkan air bersih untuk mengurangi kebutuhan air dari
sumber utama.
Tolok Ukur
Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai 2
1A berikut: air kondensasi AC, air bekas wudhu, atau air 1
hujan. 1
atau
1B Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga 2

26
alternatif di atas.
atau
Menggunakan teknologi yang memanfaatkan air laut
1C atau air danau atau air sungai untuk keperluan air 2
bersih sebagai sanitasi, irigasi dan kebutuhan lainnya
WAC 5 Penampungan Air Hujan
Tujuan
Mendorong penggunaan air hujan atau limpasan air hujan
sebagai salah satu sumber air untuk mengurangi kebutuhan air
dari sumber utama.
Tolok Ukur
Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan
kapasitas 20% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas
1A 1
atap bangunan yang dihitung menggunakan nilai
intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.
atau
3
Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan
1B 2
berkapasitas 35% dari perhitungan di atas.
atau
Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan
1C 3
berkapasitas 50% dari perhitungan di atas.
WAC 6 Efisiensi Penggunaan Air Lansekap
Tujuan
Meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air
tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap dan
menggantinya dengan sumber lainnya.
Tolok Ukur
Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak
1 1
berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM.
Menerapkan teknologi yang inovatif untuk irigasi yang 2
2 dapat mengontrol 2 kebutuhan air untuk lansekap yang 1
tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Tabel 3.3. Konservasi Energi
Sumber: Penulis

Total bangunan ini memperoleh 20 dari 21 poin atau sudah memenuhi 95 persen dari penilaian konservasi air. Dimana sudah
memenuhi dari penggunaan air, fitur air, daur ulang air, sumber air alternatif, penampungan air hujan, dan efisiensi penggunaan air
lansekap.

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari bangunan ini memiliki OTTV 37.2 W /m2 pada Lt. 1 dan OTTV 36.7 W /m2 pada Lt. 2 – 40 (dibawah 45 W/m 2 ¿
sebelumnya memiliki OTTV bernilai 86.7 W /m2. Setelah di redesain, bangunan ini memiliki transfer value yang baik dimana bangunan
telah memenuhi standar kenyamanan termal (thermal comfort) yang dibutuhkan penghuni untuk sebuah bangunan yang berdomisili di
Jakarta. Dimana panas tidak berlebihan memasuki bangunan.

Bangunan ini juga sudah mengikuti standar dari N.B. 1.2. dimana sudah memenuhi 12 dari 17 poin atau 70 persen sudah
memenuhi poin dalam tepat guna lahan yang dimana sudah dapat memenuhi dari poin penilaian aksessibilitas komunitas, transportasi
umum, fasilitas pengguna sepeda, iklim mikro dan manajemen air limpasan hujan, 23 dari 26 poin atau 88 persen dari penilaian efisiensi
dan konservasi energi. Dimana sudah memenuhi dari poin pencahayaan alami, efisiensi dan konservai energi, dan 20 dari 21 poin atau
sudah memenuhi 95 persen dari penilaian konservasi air. Dimana sudah memenuhi dari penggunaan air, fitur air, daur ulang air, sumber
air alternatif, penampungan air hujan, dan efisiensi penggunaan air lansekap.

27
DAFTAR PUSTAKA

Egan, M.D. (2007, Desember 5). Concept in Thermal Comfort, 1975.


GBCI. (2013, Juli 14). Greenship New Building Versi 1. 2. https://www.gbcindonesia.org/download/doc_download/125-ringkasan-greenship-
nb-v1-2-id
Mangunwijaya, Y. B. (1997). Pengantar fisika bangunan. Jakarta: Djambatan
Subiyantoro. H. (2012, Mei 21). Insulasi Thermal Insulation. https://herusu71.wordpress.com/2012/05/21/insulasi-termal-thermal-insulation-2/
Talarosa. B. (2009). Menciptakan kenyamanan Thermal Dalam Bangunan.
https://www.academia.edu/31621428/Menciptakan_Kenyamanan_Thermal_Dalam_Bangunan

28

Anda mungkin juga menyukai