Laporan Final Green Building
Laporan Final Green Building
GBCI N.B.1.2
Disusun Oleh :
Melly Hadinata - 21180001
DAFTAR ISI
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1. Latar Belakang 3
2. Rumusan Masalah 3
3. Tujuan Laporan 3
4. Dasar Teori 3
BAB II 18
PERHITUNGAN 18
1. Building Description 18
2. OTTV Calculation 22
2.1. Menghitung U (Transmittan Thermal) 22
2.2. Mendeterminasi Deskripsi Bangunan dan WWR 23
2.3. Mengkalkulasikan Overall Thermal Transfer (OTTV) 24
3. Penilaian N.B. 1.2 27
3.1. Tepat Guna Lahan 27
3.2. Efisiensi dan Konservasi Energi 30
3.3. Konservasi Air 32
BAB III 34
KESIMPULAN 34
DAFTAR PUSTAKA 35
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kolaborasi antara desain pasif dan aktif sangat diperlukan untuk mewujudnya gedung yang ramah lingkungan terutama dalam
kaitannya efisiensi energi. Pada konteks daerah tropis seperti Indonesia, sistem pengkondisian udara untuk sistem pendingin merupakan
salah satu komponen yang cukup signifikan terkait konsumsi energi gedung. Sementara, beban pendinginan tidak hanya ditentukan oleh
beban panas internal saja. Beban panas eksternal yang berasal dari selubung bangunan dianggap memiliki peran yang signifikan dalam
menentukan beban pendinginan. Tentunya dalam memperhitungkan beban panas dari selubung bangunan sangat erat kaitannya dengan
orientasi gedung dan spesifikasi material yang digunakan. Hal ini menunjukan bahwa optimalisasi desain pasif pada fasad sangat
dibutuhkan.
Pada tahun 1975, OTTV atau Overal Thermal Transfer Value tersebut pertama diajukan oleh American Society of Heating,
Refrigeration and Air-conditioning Engineers (ASHRAE) yang dibakukan dalam ASHRAE Standard 90-75 dan 90-80A. Pada tahun
1979, Singapura merupakan negara pertama yang mengadopsi formula OTTV tersebut dan menyusunnya dengan melakukan berbagai
adaptasi kondisi iklim setempat. Sementara, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina menjadikan formulasi OTTV yang dilakukan
Singapura sebagai acuan untuk menyusun standar energi gedung di negara masing-masing. Untuk Indonesia, standar terkait formula
OTTV yang dibakukan dalam SNI 6389:2011 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung.
OTTV merupakan suatu nilai perpindahan panas dari luar ke dalam melalui selubung bangunan. Semakin rendah nilai OTTV dari
suatu bangunan, berarti semakin rendah pula beban panas yang masuk ke dalam bangunan sehingga mengakibatkan rendahnya beban
sistem pendinginan.
Overall Thermal Transfer Value (OTTV) adalah ukuran perolehan panas eksternal yang ditransmisikan melalui satuan luas
selubung bangunan (W/m 2). Transmisi radiasi matahari melalui jendela umumnya jauh lebih besar daripada melalui dinding. Oleh karena
itu, perencanaan dan perancangan jendela harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari perolehan panas yang berlebihan melalui
pengaturan orientasi, luas bukaan jendela, penentuan spesifikasi kaca (shading coefficient) dan penggunaan peneduh eksternal.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana cara mendesain sebuah kantor dengan kenyamanan overall thermal transfer value (OTTV) dan kualitas site sesuai
N.B.1.2 berdasarkan penilaian dari poin tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, dan konservasi air.
3. Tujuan Laporan
Mengetahui jumlah OTTV yang ditransfer dari lingkungan luar ke dalam ruangan pada suatu bangunan dan membuat desain site
sesuai dengan ketentuan di N.B. 1.2. dengan ketentuan dari poin tepat guna laha, efisiensi dan konservasi energi, dan konservasi air.
4. Dasar Teori
4.1.2. Konveksi
Merupakan pergerakan molekul-molekul pada fluida ( yaitu cairan/gas ) konveksi tidak dapat terjadi pada benda padat, karena
tidak ada difusi pada benda padat. Perpindahan panas dan massa terjadi melalui difusi dan adveksi. Atau merupakan perpindahan panas
dari zat ke zat yang disertai dengan gerakan partikel.
4.1.3. Radiasi
Pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik / cahaya ( foton ) dari
sumber radiasi.
Keterangan :
3
OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi ( Watt/m 2)
WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan.
Semakin besar perbandingan luas jendela dengan luas dinding luar semakin banyak cahaya yang dapat masuk. Orientasi juga
mempengaruhi karena arah terbit dan terbenamnya matahari mempengaruhi panas yang dipancarkan.
DT = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam (diambil 5K )
Tujuan perbedaan temperatur yang ingin dicapai oleh arsitek. Semakin besar perbedaan yang ingin dicapai, semakin besar OTTV
dan semakin banyak kebutuhan sunscreen yang harus dibutuhkan.
Qi+Qs±Qv±Qc±Qm-Qe = 0
1. Kualitas udara
lingkungan yang sejuk dan sehat menjadi modal utama keberhasilan ventilasi alami. Permukaan berwarna gelap akan menyerap
radiasi matahari dan akan membuat udara didalam ruangan menjadi panas.
2. Blok beton
merupakan material yang menyerap panas, dan jika memang diharuskan memakai blok beton, bisa diakali dengan blok beton
berongga dan rumput sebagai pengisi rongga
5. Volume ruangan
Juga berperan penting oleh karena itu langit-langit atau plafon harus dibuat tinggi agar udara panas tidak terperangkap di dalam
ruangan. Hal ini juga bertujuan untuk menghindari panas saat ruangan sedang terisi penuh oleh orang-orang banyak.’
4
Gambar.1. Ventilasi Udara
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
5
7 Papan gypsum 880 0.17
8 Kayu lunak 608 0.125
6
ΔT = beda temperatur perencanaan
Bahan dinding luar α Cat permukaan dinding luar α
Beton berat 1) 0.91 Hitam merata 0.95
Bata merah 0.89 Pernis hitam 0.92
Beton ringan 0.86 Abu-abu tua 0.91
Kayu permukaan halus 0.78 Pernis biru tua 0.91
Beton ekspos 0.61 Cat minyak hitam. 0.9
Ubin putih. 0.58 Coklat tua. 0.88
Bata kuning tua. 0.56 Abu-abu / biru tua. 0.88
Atap putih 0.5 Biru / hijau tua 0.88
Seng putih 0.26 Coklat medium 0.84
Bata glazur putih. 0.25 Pernis hijau. 0.79
Lemb. al yg dikilapkan 0.12 Hijau medium. 0.59
Kuning medium. 0.58
Hijau / biru medium. 0.57
Hijau muda. 0.47
Putih semi kilap. 0.3
Putih kilap. 0.25
Perak. 0.25
Pernis putih 0.21
Tabel 1.4 Perbedaan Temperatur Perencanaan
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
Tabel TDEK
Berat/satuan
luas (kg/m2) TDEk
Kurang dari 125 15
126 ~ 195 12
Lebih dari 195 10
TDEK = Beda temperatur ekuivalen untuk dinding
Tabel 1.5 T-Dek
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
dimana :
SC = koefisien peneduh sistem fenestrasi
SCk = koefisien peneduh kaca (dari pabrik)
SCEf = koefisien peneduh efektif alat peneduh
Tabel SF 1)
Orientasi U TL T TG S BD B BL
130 113 112 97 97 176 243 211
7
Tabel 1.7 Material, Density dan K-Value
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
8
Tabel 1.8. Shading Coefficient of Horizontal and Vertical Projections
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
9
Alternatif Uf dan Kaca
Asahimas
Type tebal Uf SCk
STOPSOL DAN SOLAR
CUT
Stopsol supersilver green 6 mm 5.25 0.58
8 mm 5.19 0.54
Stopsol supersilver dark
blue 6 mm 5.25 0.57
selectivity 8 mm 5.19 0.53
Stopsol supersilver
Eurogrey 6 mm 5.25 0.64
8 mm 5.19 0.58
Stopsol supersilver blue
green 6 mm 5.25 0.59
8 mm 5.19 0.53
Stopsol supersilver clear 6 mm 5.18 0.78
8 mm 5.25 0.77
Stopsol classic green 6 mm 5.25 0.48
8 mm 5.18 0.47
Stopsol classic dark blue 6 mm 5.25 0.5
selectivity 8 mm 5.19 0.46
Solar cut clear 5 mm 5.28 0.87
Solar cut dark grey 5 mm 5.28 0.62
INDOFLOT DAN
PANASAP
Indoflot clear 6 mm 5.25 0.93
8 mm 5.19 0.89
Panasap bronze 6 mm 5.25 0.74
8 mm 5.18 0.67
Panasap dark grey 6 mm 5.24 0.61
Panasap green 6 mm 5.24 0.65
8 mm 5.19 0.58
Panasap eurogrey 6 mm 5.25 0.7
8 mm 5.19 0.63
Panasap blue green 6 mm 5.25 0.65
8 mm 5.19 0.59
panasap dark blue
selectivity 6 mm 5.24 0.65
8 mm 5.19 0.58
SUNERGY
Sunergy clear 6 mm 4.31 0.59
8 mm 4.29 0.68
Sunergy green 6 mm 4.55 0.48
8 mm 4.55 0.44
Sunergy Azur 6 mm 4.53 0.52
8 mm 4.53 0.47
Sunergy Dark Blue 6 mm 4.59 0.44
8 mm 4.54 0.39
6 mm
Panasap 6 mm Stopsol 8 mm stopsol 8mm Indoflot 8mm Stopsol
Name Green Classic Green Classic Green Clear supersilver clear
0.38 mm PVB
5 mm Air Clear 0.76 clear PVB
5 mm Clear 5 mm Sunergy
Glass Clear 6 mm Planibel G
Properties
U-value
(W/m2.K) 3.3 4 3.5 5.19 5.25
Light
Transmissio
n (%) 61.8 27 28
SHGC 0.456 0.28 0.3 0.89 0.77
Eabs (%) 68 76 77
10
Tabel 1.10. Glass Coefficient
Sumber: Buku Fisika Bangunan 1
4.4. Kenyamanan Termal dan Insulasi
Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan thermal
(Nugroho, 2011). Menurut Karyono (2001), kenyamanan dalam kaitannya dengan bangunan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana dapat memberikan perasaan nyaman dan menyenangkan bagi penghuninya. Kenyamanan termal merupakan suatu keadaan
yang berhubungan dengan alam yang dapat mempengaruhi manusia dan dapat dikendalikan oleh arsitektur (Snyder, 1989). Sementara
itu, menurut Mclntyre (1980), manusia dikatakan nyaman secara termal ketika ia tidak merasa perlu untuk meningkatkan maupun
menurunkan suhu dalam ruangan. Olgyay (1963) mendefinisikan zona kenyamanan sebagai suatu zona dimana manusia dapat
mereduksi tenaga yang harus dikeluarkan dari tubuh dalam mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan sekitarnya.
Insulasi adalah penggunaan material dengan nilai konduktan rendah untuk mengurangi aliran energi melintas material tersebut.
Untuk mereduksi aliran energi tersebut material harus mempunyai nilai resistan yang tinggi (nilainya kebalikan dari konduktan). Secara
umum udara merupakan isolator yang bagus untuk menghambat panas, dengan syarat proses konveksi dapat ditekan. Sebagian besar
material mempunyai sifat insulasi terdapat tiga bagian besar tipe insulator, yaitu :
- Resistive insulation, merupakan menghambat aliran panas dengan mengandalkan nilai resistan pada proses konduksi.
- Reflective insulation, adalah mereduksi aliran radiasi panas.kemampuan material untuk menyerap atau meradiasikan kembali
infrared sangat tergantung dari bentuk dan warnanya. Penyerap paling bagus adalah material dengan warna hitam dan sebaliknya
warna putih merupakan paling bagus sifat reflektifnya.
- Capacitive insulation, mempunyai karakteristik yang bermanfaat banyak jika fluktuasi temperatur diantara dua permukaan
sangat besar. Sehingga insulasi jenis ini tidak bekerja dalam kondisi steady-state. Metode ini memanfaatkan penundaan aliran panas
yang tersimpan dalam material bangunan tersebut (time-lag). Sehingga dapat memindahkan kondisi puncak aliran panas pada waktu
yang dibutuhkan.
Meskipun insulasi dapat dibuat dengan menggabungkan beberapa jenis material bangunan, namun secara fisik dapat dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu : blankets, blown-in, loose-fill, rigid foam board, reflective films.
Berdasarkan ketiga macam tipe insulasi, maka tipe insulasi yang akan digunakan adalah tipe Resistive insulation dan Reflective
insulation insulasi reflektif membantu menjaga kesejukan rumah di musim panas dengan membelokkan radiasi panas. Biasanya
diaplikasikan bersama aluminium foil yang dilaminasi ke kertas atau plastik dan tersedia dalam bentuk lembaran dan bantalan.
Insulasi reflektif jauh lebih efektif dalam mengurangi perpindahan panas dibandingkan insulasi lainnya. Faktanya, insulasi
reflektif dapat memblokir sebanyak 97% dari aliran radiasi panas. Insulasi biasa hanya memperlambat aliran panas turun, tapi tidak
memblokirnya.
Perkembangan teknologi terkini mendukung penggunaan thermal insulator pada rumah tinggal yang merupakan salah satu
aplikasi untuk mengatasi masalah panas dalam rumah tinggal, terutama pada bangunan tropis yang memiliki intensitas pencahayaan
matahari yang cukup tinggi. Penggunaan thermal insulator pada umumnya dipasang pada bagian atap rumah yang berperan sebagai
penghambat laju perpindahan kalor dari luar masuk ke dalam bangunan dan sebaliknya, sehingga panas matahari yang sampai kepada
kulit bangunan dapat diminimalisir dan dikurangi sehingga suhu ruang di dalam bangunan tetap dapat terjaga.
Dalam menciptakan suatu insulator thermal, sistem perpindahan panas yang dipakai adalah dengan mengeliminasi sistem
konveksi dan radiasi yang terjadi, sehingga menyisakan komponen kecil dari konduksi panas yang terjadi. Dalam hal ini jelas, bahwa
komponen insulator itu sendiri akan memberikan kontribusi terhadap proses konduksi panas. Perkembangan teknologi insulasi ini
memunculkan banyak jenis material polyester insulation dan bahan yang mampu menghambat laju perpindahan panas tersebut.
Insulator termal ini akan menjadi sangat berperan pada rumah tinggal, terutama pada rumah-rumah yang memiliki ruangan yang
langsung berhubungan dengan bagian atap bangunan, misalnya lantai atas, maupun loteng yang dijadikan ruangan. Insulasi atap akan
11
sangat membantu dalam mempertahankan suhu udara di dalam ruangan dalam loteng, terutama apabila cuaca di luar sangat panas
atau dingin.
Menurut Auliciems dan Szokolay (2007), kenyamanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni temperatur udara, pergerakan
angin, kelembaban udara, radiasi, faktor subyektif, seperti metabolisme, pakaian, makanan dan minuman, bentuk tubuh, serta usia dan
jenis kelamin. Faktor–faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal yaitu, temperatur udara, temperatur radiant, kelembaban udara,
kecepatan angin, insulasi pakaian, serta aktivitas.
Temperatur udara merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan kenyamanan termal. Satuan yang
digunakan untuk temperatur udara adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Manusia dikatakan nyaman apabila suhu tubuhnya
sekitar 37%. Temperatur udara antara suatu daerah dengan daerah lainnya sangat berbeda. Hal ini disebabkan adanya beberapa
faktor, seperti sudut datang sinar matahari, ketinggian suatu tempat, arah angin, arus laut, awan, dan lamanya penyinaran.
b. Temperatur Radiant
Temperatur radiant adalah panas yang berasal dari radiasi objek yang mengeluarkan panas, salah satunya yaitu radiasi matahari.
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air yang ada di dalam udara, sedangkan kelembaban relatif adalah rasio antara
jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air dapat ditampung di udara pada temperatur tertentu. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kelembaban udara, yakni radiasi matahari, tekanan udara, ketinggian tempat, angin, kerapatan udara, serta suhu.
d. Kecepatan Angin
Kecepatan angin adalah kecepatan aliran udara yang bergerak secara mendatar atau horizontal pada ketinggian dua meter di
atas tanah. Kecepatan angin dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan angin (Resmi, 2010), antara lain berupa gradien barometris, lokasi, tinggi lokasi, dan waktu.
e. Orientasi Bangunan
Posisi bangunan yang melintang terhadap angin primer sangat dibutuhkan untuk pendinginan suhu udara. Jenis, ukuran, dan
posisi lobang jendela pada sisi atas dan bawah bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang (pergerakan udara) di dalam ruang
sehingga penggantian udara panas di dalam ruang dan peningkatan kelembaban udara dapat dihindari. Jarang sekali terjadi orientasi
bangunan yang baik terhadap matahari sekaligus arah angin primer. Penelitian menunjukkan, jika harus memilih (untuk daerah tropika
basah seperti Indonesia), posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin primer lebih dibutuhkan dari pada perlindungan
terhadap radiasi matahari sebab panas radiasi dapat dihalau oleh angin yang berhembus. Kecepatan angin yang nikmat dalam ruangan
adalah 0,1 – 0,15 m/detik. Besarnya laju aliran udara tergantung pada:
- Kecepatan angin bebas
- Arah angin terhadap lubang ventilasi
- Luas lubang ventilasi
- Jarak antara lubang udara masuk dan keluar
- Penghalang di dalam ruangan yang menghalangi udara
Pola aliran udara yang melewati ruang tergantung pada lokasi inlet (lobang masuk) udara dan shading devices yang digunakan
di bagian luar. Secara umum, posisi outlet tidak akan mempengaruhi pola aliran udara. Untuk menambah kecepatan udara terutama
pada saat panas, bagian inlet udara ditempatkan di bagian atas , luas outlet sama atau lebih besar dari inlet dan tidak ada perabot
yang menghalangi gerakan udara di dalam ruang. Gerakan udara harus diarahkan ke ruang ruang yang membutuhkan atau ruang
keluarga. Penggunaan screen serangga akan mengurangi aliran udara ke dalam bangunan. Bukaan jendela (Jalousie atau louvered
akan membantu udara langsung ke tempat-tempat yang membutuhkan.
12
Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit-langit (khususnya bangunan rendah) sangat perlu agar tidak terjadi
akumulasi panas pada ruang tersebut. Panas yang terkumpul pada ruang ini akan ditransmisikan ke ruang di bawah langit-langit
tersebut. Ventilasi atap sangat berarti untuk mencapai suhu ruang yang rendah.
f. Pelindung Matahari
Apabila posisi bangunan pada arah Timur dan Barat tidak dapat dihindari, maka pandangan bebas melalui jendela pada sisi ini
harus dihindari karena radiasi panas yang langsung masuk ke dalam bangunan (melalui bukaan/kaca) akan memanaskan ruang dan
menaikkan suhu/temperatur udara dalam ruang. Di samping itu efek silau yang muncul pada saat sudut matahari rendah juga sangat
mengganggu.
Efektifitas pelindung matahari dinilai dengan angka shading coefficient (S.C) yang menunjukkan besar energi matahari yang
ditransmisikan ke dalam bangunan. Secara teori angka yang ditunjukkan berada pada angka 1,0 (seluruh energi matahari
ditransmisikan, misalnya: penggunaan kaca jendela tanpa pelindung) sampai 0 (tidak ada energi matahari yang ditransmisikan). Di
samping jenis pelindung yang digunakan, material serta warna yang digunakan, juga berperan dalam menentukan angka shading
coefficient (S.C). Egan menunjukkan angka shading coefficient berdasarkan jenis pelindung. Angka-angka tersebut di atas
menunjukkan Egg-Crate dan Vertical Louver (moevable) paling efektif digunakan sebagai pelindung matahari, hanya 10% energi
matahari yang ditransmisikan ke dalam bangunan.
g. Elemen Lansekap
Vegetasi
Di samping elemen arsitektur, elemen lansekap seperti pohon dan vegetasi juga dapat digunakan sebagai pelindung terhadap
radiasi matahari. Keberadaan pohon secara langsung/tidak langsung akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi
matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesis dan penguapan. Efek bayangan oleh vegetasi akan menghalangi
pemanasan permukaan bangunan dan tanah di bawahnya. Lippsmeier memperlihatkan suatu hasil penelitian di Afrika selatan, pada
ketinggian 1 m di atas permukaan perkerasan (beton) menunjukkan suhu yang lebih tinggi sekitar 4°C dibandingkan suhu pada
ketinggian yang sama di atas permukaan rumput. Perbedaan ini menjadi sekitar 5°C apabila rumput tersebut terlindung dari radiasi
matahari. Efektifitas pemanfaatan pohon sebagai pelindung matahari juga dapat digambarkan dengan angka shading coefficient seperti
tabel dibawah.
Elemen Lansekap
Pohon dan tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengatur aliran udara ke dalam bangunan. Penempatan pohon dan tanaman
yang kurang tepat dapat menghilangkan udara sejuk yang diinginkan terutama pada periode puncak panas. Menurut White R.F (dalam
Concept in Thermal Comfort , Egan, 1975) kedekatan pohon terhadap bangunan mempengaruhi ventilasi alami dalam bangunan.
Pohon berjarak 1,5 m Pohon berjarak 3 m dari Pohon berjarak 9 m dari bangunan,
dari bangunan bangunan gerakan udara di dalam bangunan
Semakin besar/baik.
Sekumpulan pohon juga dimanfaatkan sebagai “windbreak” untuk daerah yang kecepatan anginnya cukup besar. Pohon
sebagai “windbreak” dapat mengurangi kecepatan angin lebih dari 35% jika jaraknya dari bangunan sebesar 5 x tinggi pohon.
Bangunan harus dirancang dimana kecepatan angin di daerah pedestrian dan bukaan kurang dari 10 mph (mil per jam). Untuk
bangunan tinggi, pengujian dengan menggunakan model bangunan yang berskala untuk memprediksi kekuatan bangunan terhadap
kecepatan angin seringkali harus dilakukan dengan menggunakan terowongan angin (wind tunnels). Di bawah ini menunjukkan
bagaimana pengaruh kecepatan angin terhadap manusia.
13
4 20 - 25 Kekuatan angin terasa di tubuh
Unsur Air
Untuk memodifikasi udara luar yang terlalu panas masuk ke dalam bangunan dapat dilakukan dengan membuat air mancur di
dalam bangunan. Keberadaan air akan menurunkan suhu udara di sekitarnya karena terjadi penyerapan panas pada proses
penguapan air. Selain menurunkan suhu udara, proses penguapan akan menaikkan kelembaban. Untuk daerah iklim tropis basah
seperti di Indonesia yang memiliki kelembaban yang tinggi maka peningkatan kelembaban harus dihindarkan. Oleh sebab itu
penggunaan unsur air harus mempertimbangkan adanya gerakan udara (angin) sehingga tidak terjadi peningkatan kelembaban.
h. Material/Bahan Bangunan
Panas masuk ke dalam bangunan melalui proses konduksi (lewat dinding, atap, jendela kaca) dan radiasi matahari yang
ditransmisikan melalui jendela/kaca.
Radiasi matahari memancarkan sinar ultraviolet (6%), cahaya tampak (48%) dan sinar infra merah yang memberikan efek
panas sangat besar (46%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari adalah penyumbang jumlah panas terbesar yang
masuk ke dalam bangunan. Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung bangunan dipengaruhi oleh fasade bangunan,
yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio), serta jenis dan tebal kaca yang digunakan.
1 - ¼ inch 0.95
Kaca bening
- ⅜ inch 0.90
Radiasi matahari yang jatuh pada selubung bangunan dipantulkan kembali dan diserap. Panas terserap akan dikumpulkan dan
diteruskan ke bagian sisi yang dingin (sisi dalam bangunan). Masing-masing bahan bangunan mempunyai angka koefisien serapan
kalor (%) seperti terlihat pada tabel berikut. Semakin besar serapan kalor, semakin besar panas yang diteruskan ke ruangan.
14
3 Kulit bitumen/aspal 86
5 Seng (baru) 64 62 - 66
Warna juga berpengaruh terhadap angka serapan kalor. Warna-warna muda memiliki angka serapan kalor yang lebih sedikit
dari pada warna tua. Warna putih memiliki angka serapan kalor paling sedikit (10%-15%), sebaliknya warna hitam dengan permukaan
tekstur kasar dapat menyerap kalor sampai 95%.
No. Permukaan %
Marmer/pualam
3 40 - 50
putih
4 Kelabu madya 60 - 70
6 Hitam mengkilat 80 - 85
7 Hitam kasar 90 - 95
Tabel Kofisien serapan kalor akibat pengaruh warna.
Sumber:Pengantar fisika bangunan, Mangunwijaya, hal.116
4 4.30 114 99 15
Temperatur dalam ruangan yang sehat berdasarkan MENKES NO.261/MENKES/SK/II/1998 adalah temperatur ruangan yang berkisar
antara 18°C-26°C. Selain itu, berdasarkan standar yang ditetapkan oleh SNI 03-6572- 2001, ada tingkatan temperatur yang nyaman untuk
orang Indonesia atas tiga bagian yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
15
Batas Kenyamanan Termal Menurut SNI 03-6572-2001
Sumber: Data BMKG
4.5. Tepat Guna Lahan
Ketepatan penggunaan lahan erat kaitannya dengan pembangunan suatu kawasan. Hal ini diperlukan dalam perencanaan suatu
bangunan karena mengingat dampak yang ditimbulkan suatu bangunan terhadap lingkungan sekitar. Semakin tepat pembangunan suatu
kawasan, maka akan semakin kecil dampak negatif yang ditimbulkan. Semakin lengkap fasilitas dan infrastruktur dalam suatu kawasan,
akan semakin mempermudah aksesibilitas dan efisiensi energi. Terciptanya efisiensi energi, terutama energi fosil, dapat mengakibatkan
turunnya jejak karbon dan jejak ekologis, dan meningkatnya kualitas lingkungan hidup.
Dalam kategori ini terdapat 1 kriteria prasyarat dan 7 kriteria kredit bernilai maksimal 17 poin, yaitu:
Adanya kebutuhan energi yang besar dalam suatu gedung, secara tidak langsung akan menimbulkan emisi gas karbondioksida
(CO2) dimana merupakan salah satu gas pembentuk efek rumah kaca. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan upaya efisiensi dan konservasi energi yang dilakukan di dalam
suatu gedung. (Rahayu, 2014).
Dalam kategori ini terdapat 1 kriteria prasyarat, kriteria kredit, dan 1 kriteria bonus bernilai maksimal 26 poin, yaitu:
Sumber air dalam suatu gedung biasanya berasal dari PDAM dan air tanah. Apabila konsumsi air dalam gedung terus menerus
dilakukan tanpa ada Universitas Sumatera Utara 19 kegiatan konservasi, maka kuantitas dan kualitas air bersih akan menurun, apalagi
16
jika yang digunakan sebagai sumber yaitu air tanah. Oleh karena itu, perlu adanya usaha konservasi air dalam suatu gedung. Hal ini dapat
dilakukan dengan banyak cara, diantaranya dengan sumber air alternatif, pemilihan alat pengatur keluaran air dan penghematan
penggunaan air. (GBCI, 2010)
Dalam kategori ini terdapat 2 kriteria prasyarat dan 6 kriteria kredit bernilai maksimal 21 poin, yaitu:
17
BAB II
PERHITUNGAN
1.Building Description
Pada bangunan pasar ini terletak di 6, Gg. Baru No.kelurahan, RT.5/RW.1, Tugu Utara, Kec. Koja, Kota Jkt Utara, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 14260.
18
Gambar 2.1.4. Site Plan
Sumber: Penulis
19
Gambar 2.1.6. Tampak
Sumber: Penulis
20
Gambar 2.1.18. Perspeektif Bangunan Malam
Sumber: Penulis
21
ASD 2 Aksesibilitas Komunitas
Tujuan
Mendorong pembangunan di tempat yang telah memiliki
jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian penggunaan
gedung sehingga mempermudah masyarakat dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan
bermotor.
Tolok Ukur
Terdapat minimal tujuh jenis fasilitas umum dalam jarak
pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak.
1. Bank
2. Taman Umum
3. Parkir Umum (di luar lahan)
4. Warung/Toko Kelontong
5. Gedung Serba Guna
6. Pos Keamanan/Polisi
7. Tempat Ibadah
8. Lapangan Olahraga
1 9. Tepat Penitipan Anak 1 2
10. Apotek
11. Rumah Makan/Kantin
12. Foto Kopi Umum
13. Fasilitas Kesehatan
14. Kantor Pos
15. Kantor Pemadam Kebakaran
16. Terminal/Stasiun Transportasi Umum
17. Perpustakaan
18. Kantor Pemerintah
19. Pasar
Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar
tapak yang menghubungkannya dengan jalan sekunder
2 dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke 1
minimal tiga fasilitas umum sejauh 300 m jarak
pencapaian pejalan kaki.
Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan
bebas dari perpotongan dengan akses kendaraan bermotor
3 untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan 2
bangunan lain, di mana terdapat minimal tiga fasilitas
umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal.
Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi
4 akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama 2
minimum 10 jam sehari.
ASD 3 Transportasi Umum
Tujuan
Mendorong pengguna gedung untuk menggunakan
kendaraan umum massal dan mengurangi kendaraan
pribadi.
Tolok Ukur
Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam
jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi
1A
bangunan dengan tidak memperhitungkan
panjangjembatan penyeberangan dan ramp.
1
atau
Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung
1B dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap
gedung. 2
Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area
gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum
terdekat yang aman dan nyaman dengan
2 mempertimbangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 1
30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
Lampiran 2B.
ASD 4 Fasilitas Pengguna Sepeda
Tujuan
Mendorong penggunaan sepeda bagi pengguna gedung dengan
memberikan fasilitas yang memadai sehingga dapat mengurangi
penggunaan kendaraan bermotor.
Tolok Ukur
Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak satu
1 unit parkir per 20 pengguna gedung hingga maksimal 100 1
unit parkir sepeda. 2
Apabila tolak ukur 1 diatas terpenuhi, perlu tersedianya
2 1
shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 parkir sepeda.
22
ASD 5 Lansekap pada Lahan
Tujuan
Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk
meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat
polutan, mencegah erosi tanah, mengurangi beban sistem
drainase, menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air
tanah.
Tolok Ukur
Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang
bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di
atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan.
Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang
1A tersebut di Prasyarat 1, taman di atas basement, roof 1
garden, terrace garden, dan wall garden, dengan
mempertimbangkan Peraturan Menteri PU No.
3
5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan.
Bila tolok ukur 1 dipenuhi, setiap penambahan 5% area
1B 1
lansekap dari luas total lahan mendapat 1 nilai.
Penggunaan tanaman yang telah dibudidayakan secara
2 lokal dalam skala provinsi, sebesar 60% luas tajuk dewasa 1
terhadap luas area lansekap pada ASD 5 tolok ukur 1.
ASD 6 Iklim Mikro
Tujuan
Meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar gedung yang
mencakup kenyamanan manusia dan habitat sekitar gedung.
Tolok Ukur
Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek
heat island pada area atap gedung sehingga nilai albedo
1A
(daya refleksi panas matahari) minimum 0.3 sesuai dengan
perhitungan.
1
atau
Menggunakan green roof sebesar 50% dari luas atap yang
1B tidak digunakan untuk mechanical electrical (ME),
dihitung dari luas tajuk.
Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek
heat island pada area perkerasan non-atap sehingga nilai 3
2 1
albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai
dengan perhitungan.
Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi
3A utama pejalan kaki menunjukkan adanya pelindung dari
panas akibat radiasi matahari.
atau 1
Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi
3B utama pejalan kaki menunjukkan adanya pelindung dari
terpaan angin kencang.
ASD 7 Manajemen Air Limpasan Hujan
Tujuan
Mengurangi beban sistem drainase lingkungan dari
kuantitas limpasan air hujan dengan sistem manajemen air
hujan secara terpadu.
Tolok Ukur
Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan
drainase kota dari lokasi bangunan hingga 50%, yang
1A 1
dihitung menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar
50 mm/hari.
atau
Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan
drainase kota dari lokasi bangunan hingga 85%, yang 3
1B 2
dihitung menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar
50 mm/hari.
Menunjukkan adanya upaya penanganan beban banjir
2 1
lingkungan dari luar lokasi bangunan.
Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi
3 1
debit limpasan air hujan. 1
Tabel 3.1. Tepat Guna Lahan
Sumber: Penulis
Total bangunan ini memperoleh 12 dari 17 poin atau 70 persen sudah memenuhi poin dalam tepat guna lahan yang dimana sudah
dapat memenuhi dari poin penilaian aksessibilitas komunitas, transportasi umum, fasilitas pengguna sepeda, iklim mikro dan manajemen
air limpasan hujan.
23
3.1. Efisiensi dan Konservasi Energi
24
terbaru tentang Konservasi Energi pada Sistem Tata
Udara Bangunan Gedung
EEC 2 Pencahayaan Alami
Tujuan
Mendorong penggunaan pencahayaan alami yang
optimal untuk mengurangi konsumsi energi dan
mendukung desain bangunan yang memungkinkan
pencahayaan alami semaksimal mungkin.
Tolok Ukur
Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga
minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja
mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar
1 300 lux. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara 2
manual atau dengan software.
Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai
nonservice mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar
4
300 lux.
Jika butir satu dipenuhi lalu ditambah dengan adanya
lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan buatan
2 2
apabila intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux,
didapatkan tambahan 2 nilai
EEC 3 Ventilasi
Tujuan
Mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik
(non nett lettable area) untuk mengurangi konsumsi energi.
Tolok Ukur
Tidak mengkondisikan (tidak memberi AC) ruang WC,
1 tangga, koridor, dan lobi lift, serta melengkapi ruangan 1 1
tersebut dengan ventilasi alami ataupun mekanik.
EEC 4 Pengaruh Perubahan Iklim
Tujuan
Memberikan pemahaman bahwa pola konsumsi energi yang
berlebihan akan berpengaruh terhadap perubahan iklim.
Tolok Ukur
1 Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 1 1
yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara
gedung designed dan gedung baseline dengan
menggunakan grid emission factor yang telah ditetapkan
dalam Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009
EEC 5 Energi Terbarukan dalam Tapak
Tujuan
Mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan
yang
bersumber dari dalam lokasi tapak bangunan.
Tolok Ukur
Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan.
Setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan gedung yang
1 1-5 5
dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan
mendapatkan 1 nilai (sampai maksimal 5 nilai).
Tabel 3.2. Efisiensi dan Konservasi Energi
Sumber: Penulis
Total bangunan ini memperoleh 23 dari 26 poin atau 88 persen dari penilaian efisiensi dan konservasi energi. Dimana sudah
memenuhi dari poin pencahayaan alami, efisiensi dan konservai energi.
Konservasi Air 21
WAC P1 Meteran Air
Tujuan
Memantau penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar
penerapan manajemen air yang lebih baik.
Tolok Ukur
Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang
ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu pada sistem
distribusi air, sebagai berikut:
o Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber
air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah.
o Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem P
air daur ulang.
o Satu volume meter dipasang untuk mengukur
tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur
ulang tidak mencukupi.
o Sistem beban lainnya
25
WAC P2 Perhitungan Penggunaan Air
Tujuan
Memahami perhitungan menggunakan worksheet perhitungan
air dari GBC Indonesia untuk mengetahui simulasi penggunaan
air pada saat tahap operasi gedung
Tolak Ukur
Mengisi worksheet air standar GBCI yang telah
P P
disediakan.
WAC 1 Penggunaan Air
Tujuan
Meningkatkan penghematan penggunaan air bersih
yang akan mengurangi beban konsumsi air bersih dan
mengurangi keluaran air limbah.
Tolok Ukur
Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari
sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per
1 1
orang sesuai dengan SNI 03-7065-2005 seperti pada
tabel terlampir. 8
Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber
primer sebesar 5% sesuai dengan acuan pada tolok
2 7
ukur 1 akan mendapatkan 1 nilai dengan dengan nilai
maksimum sebesar 7 nilai.
WAC 2 Fitur Air
Tujuan
Mendorong upaya penghematan air dengan
pemasangan fitur air efisiensi tinggi.
Tolok Ukur
Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas
buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat
1A 1
keluaran air sesuai dengan lampiran, sejumlah minimal
25% dari total pengadaan produk fitur air.
atau
Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas
buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat
1B 2 3
keluaran air sesuai dengan lampiran, sejumlah minimal
50% dari total pengadaan produk fitur air.
atau
Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas
buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat
1C 3
keluaran air sesuai dengan lampiran, sejumlah minimal
75% dari total pengadaan produk fitur air.
Alat Keluaran Air Kapasitas Keluaran Air
WC Flush Valve <6 luter/flush
WC Flush Tank < 6 liter/flush
Urinal Flush Valve/Peturasan <4 liter/flush
Keran Wastafel/Lavatory <8 liter/menit
Keran Tembok <8 liter/menit
Shower <9 liter/menit
WAC 3 Daur Ulang Air
Tujuan
Menyediakan air dari sumber daur ulang yang bersumber dari
air limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari
sumber utama.
Tolok Ukur
Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang
1A telah di daur ulang untuk kebutuhan sistem flushing 2
atau cooling tower.
atau
Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang 3
1B telah didaur ulang untuk kebutuhan sistem flushing dan
cooling tower - 3 nilai. 3
Apabila menggunakan sistem pendingin non water cooled, maka
kriteria ini menjadi tidak berlaku sehingga total nilai menjadi 100.
WAC 4 Sumber Air Alternatif
Tujuan
Menggunakan sumber air alternatif yang diproses sehingga
menghasilkan air bersih untuk mengurangi kebutuhan air dari
sumber utama.
Tolok Ukur
Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai 2
1A berikut: air kondensasi AC, air bekas wudhu, atau air 1
hujan. 1
atau
1B Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga 2
26
alternatif di atas.
atau
Menggunakan teknologi yang memanfaatkan air laut
1C atau air danau atau air sungai untuk keperluan air 2
bersih sebagai sanitasi, irigasi dan kebutuhan lainnya
WAC 5 Penampungan Air Hujan
Tujuan
Mendorong penggunaan air hujan atau limpasan air hujan
sebagai salah satu sumber air untuk mengurangi kebutuhan air
dari sumber utama.
Tolok Ukur
Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan
kapasitas 20% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas
1A 1
atap bangunan yang dihitung menggunakan nilai
intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.
atau
3
Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan
1B 2
berkapasitas 35% dari perhitungan di atas.
atau
Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan
1C 3
berkapasitas 50% dari perhitungan di atas.
WAC 6 Efisiensi Penggunaan Air Lansekap
Tujuan
Meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air
tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap dan
menggantinya dengan sumber lainnya.
Tolok Ukur
Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak
1 1
berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM.
Menerapkan teknologi yang inovatif untuk irigasi yang 2
2 dapat mengontrol 2 kebutuhan air untuk lansekap yang 1
tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Tabel 3.3. Konservasi Energi
Sumber: Penulis
Total bangunan ini memperoleh 20 dari 21 poin atau sudah memenuhi 95 persen dari penilaian konservasi air. Dimana sudah
memenuhi dari penggunaan air, fitur air, daur ulang air, sumber air alternatif, penampungan air hujan, dan efisiensi penggunaan air
lansekap.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan dari bangunan ini memiliki OTTV 37.2 W /m2 pada Lt. 1 dan OTTV 36.7 W /m2 pada Lt. 2 – 40 (dibawah 45 W/m 2 ¿
sebelumnya memiliki OTTV bernilai 86.7 W /m2. Setelah di redesain, bangunan ini memiliki transfer value yang baik dimana bangunan
telah memenuhi standar kenyamanan termal (thermal comfort) yang dibutuhkan penghuni untuk sebuah bangunan yang berdomisili di
Jakarta. Dimana panas tidak berlebihan memasuki bangunan.
Bangunan ini juga sudah mengikuti standar dari N.B. 1.2. dimana sudah memenuhi 12 dari 17 poin atau 70 persen sudah
memenuhi poin dalam tepat guna lahan yang dimana sudah dapat memenuhi dari poin penilaian aksessibilitas komunitas, transportasi
umum, fasilitas pengguna sepeda, iklim mikro dan manajemen air limpasan hujan, 23 dari 26 poin atau 88 persen dari penilaian efisiensi
dan konservasi energi. Dimana sudah memenuhi dari poin pencahayaan alami, efisiensi dan konservai energi, dan 20 dari 21 poin atau
sudah memenuhi 95 persen dari penilaian konservasi air. Dimana sudah memenuhi dari penggunaan air, fitur air, daur ulang air, sumber
air alternatif, penampungan air hujan, dan efisiensi penggunaan air lansekap.
27
DAFTAR PUSTAKA
28