Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan yang terletak pada 3

pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro Asia dibagian utara, lempeng

Indo Australia dibagian selatan, dan lempeng Samudra pasifik, di bagian timur,

daerah ini memiliki potensi becana yang sangat tinggi seperti letusan gunung api,

gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor, khusunya pada beberapa bagian

wilayah yang berada pada jalur lempeng tektonik atau patahan lempeng (tectonic)

Eurasian (Asia, Pacifik dan Australia) dan garis circumstance, Pacific-rims; ring of

fire yaitu potensi bencana gunung api (volcanic) yang membentang luas di sepanjang

Asia, Pasifik dan Amerika yang melewati wilayah Indonesia (Benson dan Charlote,

2007).

Letak Indonesia seperti yang digambarkan dalam menyebabkan Indonesia

mengalami risiko bencana. Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan

akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa

kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, atau

kerusakaan kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Adanya resiko

bencana tersebut maka diperlukan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana

(Rijanta, Hizbaron dan Baiquni, 2014). Kesiapsiagaan lebih ditekankan pada usaha

menyiapkan kemampuan untuk melakukan kegiatan tanggap darurat dengan cepat

dan akurat kaitannya dengan upaya penanggulangan bencana di Indonesia, sekolah

1
2

sebagai ruang publik memiliki peran nyata dalam membangun ketahanan masyarakat.

Kesiapsiagaan sekolah dimaksudkan agar komunitas sekolah tahu, paham, dan peduli

terhadap alam sekitar juga meningkatkan keterampilan untuk mengurangi risiko

apabila terjadi bencana (Hidayati dkk, 2011).

Kabupaten Halmahera Barat khususnya Kecamatan Jailolo, Maluku Utara pada

bulan Oktober 2017 pada waktu itu terus menunjukkan peningkatan, bahkan sejak

Rabu (27/9/2017) hingga Jumat (29/9/2017) pukul 02.00 WIT, tercatat sudah 766

kali gempa bumi yang berpusat di Kecamatan Jailolo, Halmahera Barat dan

sekitarnya. Data dari BMKG, dari 766 gempa bumi, 41 kali di antaranya dirasakan

masyarakat antara lain di Kota Ternate, Tidore, dan Sofifi. gempa tersebut dengan

magnitudo 4,9 Skala Richter (SR) dengan pusat gempa di lokasi 0.96 LU, 127.55 BT,

berjarak 15 kilometer Tenggara Jailolo-Maluku Utara di kedalaman 10 kilometer dan

dirasakan hingga di Ternate, gempa bumi yang terjadi di Halmahera Barat disebabkan

adanya deformasi batuan di bawah permukaan pada wilayah daratan Halmahera

Barat, menurut Kepala Stasiun Geofisika Ternate Kustoro Hariyatmoko, (2017), yang

di hubungi kompas (29/9/2017) Dan bisa saja Terjadi Di waktu Yang Tidak Dapat

Dijangkau Oleh Manusia. Namun pada kenyataanya menurut beberapa penelitian di

berbagai wilayah di Indonesia, tingkat kesiapsiagaan sekolah masih rendah terbukti

dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) dan United Nations Educational Scientific and Cultural (UNESCO)

tahun 2006; Hasil Kajian LIPI 2011; BPBD DIY tahun 2015; dan Dwisiwi tahun

2012. Beberapa penelitian tersebut dapat dianalisis bahwa sekolah merupakan ruang

2
3

publik dengan tingkat kerentanan tinggi, sedang pada kenyataannya kesiapsiagaan di

komunitas sekolah sampai saat ini masih rendah.

Dengan latar belakang di atas maka peneliti berkeinginan untuk melakukan

penelitian dengan judul ; KAJIAN KESIAPSIAGAAN SISWA SMK NEGERI 1

HALMAHERA BARAT DI DESA BUBANEHENA DAERAH RAWAN

BENCANA GEMBA BUMI.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dapat dirumuskan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pengetahuan siswa tentang Gempa Bumi di SMK Negeri 1

Halmahera Barat ?

b. Bagaimana Tingkat Kesiapsiagaan Siswa di SMK Negeri 1 Halmahera

Barat Terhadap Gempa Bumi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan yaitu :

a. Untuk mengetahui Pengetahuan siswa terhadap Gempa Bumi di SMK

Negeri 1 Halmahera Barat.

b. Untuk mengetahui Tingkat Kesiapsiagaan Siswa di SMK Negeri 1

Halmahera Barat Terhadap Gempa Bumi.

3
4

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberi manfaat sebagai

berikut :

a. Sebagai sarana untuk memperluas pengetahuan dan menambah wawasan

baru bagi penulis.

b. Sebagai media informasi bagi Sekolah terkait dan pihak-pihak yang

membutuhkan.

c. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi para peneliti/penulis lainnya

yang ingin melakukan penelitian yang sejenis.

4
5

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Gambaran Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan bencana alam yang datang secara tiba-tiba dalam

waktu yang relatif singkat menghancurkan semua yang ada di muka bumi baik harta

benda dan manusia. sedangkan yang dijelaskan Lutgens (1982) dalam Daliyo (2008)

gempa bumi adalam getaran bumi yang di hasilkan oleh percepatan energi yang

dilepaskan, energi ini menyebar kesegalah arah dari pusat sumbernya.

Secara geologis Kepulauan Indonesia berada pada jalur penunjaman lempeng

bumi, seperti penunjaman Lempeng Samudra Indo-Australia dengan Lempeng Benua

Eurasia yang memanjang dari pantai barat Sumatera hingga pantai selatan Jawa terus

ke timur sampai Nusa Tenggara. Adanya proses penunjaman ini Kepulauan Indonesia

terdapat deretan gunung api terutama dari Sumatera, Jawa hingga Nusa Tenggara.

Keterdapatan deretan gunung api tersebut memberikan keuntungan bahwa tanah

disekitarnya akan menjadi subur dan produktif. Namun juga adanya gunung api yang

masih aktif sangat bahaya letusan gunung api juga harus diwaspadai. Selain itu

bahaya banjir lahar dingin terutama pada musim hujan juga tidak boleh dilupakan.

Jalur penunjaman lempeng bumi di wilayah. Kepulauan Indonesia merupakan jalur

penyebab gempa tektonik yang mana bersifat regional dan umumnya kerusakan yang

ditimbulkan sangat parah. Jalur gempa tersebut secara geologis berdampingan dengan

jalur gempa bumi. Sebagian jalur gempa bumi tersebut berada di laut sehingga sangat

berpotensi menimbulkan bencana tsunami (Bustami, Del Afriadi, 2011).

5
6

Namun demikian bumi juga menyimpan potensi bencana yang harus

diwaspadai manusia. Terkadang manusia terlena oleh semua fasilitas dan kebutuhan

yang disediakan oleh bumi. Manusia sering lupa atau melupakan bahwa bumi juga

menyimpan potensi bencana. Kejadian tersebut pada dasarnya merupakan hal yang

“wajar”, karena merupakan suatu proses keseimbangan alam. Kejadian tersebut

dikategorikan bencana apabila merusak ataupun mengganggu kehidupan manusia

baik yang menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur atau hasil

budaya manusia (rumah, bangunan, jalan, jembatan, bendungan, dan lain-lain) (Arief

Mustofa Nur, 2010).

2.2 Jenis Gempa bumi

Menurut Joko Christanto (2011: 41), faktor penyebab gempa bumi dapat

dibedakan menjadi :

a. Gempa bumi Vulkanik (Gunung Api)

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi

sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan

menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa

bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

b. Gempa bumi Tektonik

Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran

lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang

sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan

6
7

kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu

menjalar keseluruh bagian bumi.

c. Gempa bumi Runtuhan

Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah

pertambangan, gempa bumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

d. Gempa bumi Buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari

manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan

bumi. Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempa bumi dapat dibedakan

atas :

1) Gempa bumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR. b.

Gempa bumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR.

2) Gempa bumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR. d. Gempa

bumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR.

3) Gempa bumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR . f.

Gempa bumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR .

4) Gempa bumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR .

Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempa bumi digolongkan atas :

a) Gempa bumi dalam h > 300 Km.

b) Gempa bumi menengah 60 < h < 300 Km

c) Gempa bumi dangkal h < 60 Km.

7
8

2.3 Penyebab Gempa Bumi

Gempa bumi terjadi karena adanya pelepasan energi yang disebabkan oleh

tekanan lempeng yang bergerak. Tekanan tersebut semakin lama akan semakin

membesar dan akan mencapai tekanan yang tidak dapat ditahan lagi oleh lempeng

tersebut sehingga menghasilkan getaran gempa.Gempa bumi juga terjadi pada

aktivitas gunung berapi yaitu pada saat pergerakan magma di dalam gunung berapi

tersebut (Joko Christanto, 2011: 27).

2.4 Dampak Gempabumi

Menurut Djauhari Noor (2006), getaran yang disebabkan oleh gempabumi

dapat menimbulkan dampak antara lain:

a. Rekahan/patahan di permukaan bumi (ground ruptur)

b. Getaran/guncangan permukaan bumi (ground shaking)

c. Longsor tanah (mass movement)

d. Kebakaaran

e. Perubahan pengaliran (drainage modifikation)

f. Perubahan air bawah tanah (ground water modification)

g. Tsunami.

Pengelolaan Bencana Pengelolaan bencana merupakan proses terus menerus

yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan komunitas dalam mengelola bahaya

sebagai upaya untuk menghindari atau mengurangi dampak akibat bencana (PMB-

ITB, 2008). Siklus pengelolaan bencana terdiri dari empat tahapan yaitu: 1.

8
9

Pencegahan / mitigasi. 2. Kesiapsiagaan pada tahap sebelum bencana. 3. Tanggap

darurat. 4. Rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap setelah bencana.

2.5 Pengelolaan Bencana

Pengelolaan bencana merupakan proses terus menerus yang dilakukan oleh

individu, kelompok, dan komunitas dalam mengelola bahaya sebagai upaya untuk

menghindari atau mengurangi dampak akibat bencana (PMB-ITB, 2008). Siklus

pengelolaan bencana terdiri dari empat tahapan yaitu: 1. Pencegahan / mitigasi. 2.

Kesiapsiagaan pada tahap sebelum bencana. 3. Tanggap darurat. 4. Rehabilitasi dan

rekonstruksi pada tahap setelah bencana.

2.6 Konsep Resiko Bencana

a. Bahaya (hazards)

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi

mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.

Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrim yang diakibatkan oleh

berbagai fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan bumi

dapat menjadi salah satu penyebabnya, demikian halnya dengan aktivitas vulkanik di

bawah permukaan bumi yang juga mungkin sampai di permukaan. Pemahaman

mengenai mitigasi bencana alam geologi dan mitigasi hazard menjadi menarik dan

mendesak untuk diteliti mengingat dampak yang ditimbulkan bencana tersebut

dewasa ini. Kerugian jiwa, material, dan budaya merupakan aspek utama yang

berisiko menanggung dampak bencana.

9
10

Kesadaran tentang potensi bencana di Indonesia dan fakta ilmiah di sekitar

bencana yang menimpa negara ini menjadi alasan utama perlunya dilakukan usaha-

usaha ilmiah untuk mengatasinya. Peran aktif semua pihak yang terkait merupakan

sikap terbaik yang diperlukan untuk menanggulangi masalah bencana. Gempa bumi

adalah salah satu dari banyak bahaya alam yang paling merusak, gempa-gempa

tersebut bisa terjadi setiap saat di sepanjang tahun, dengan dampak yang tiba-tiba dan

hanya memberikan peringatan sedikit waktu saja. Gempa dapat menghancurkan

bangunan-bangunan dalam waktu yang sebentar saja. Gempa tidak hanya merusak

kota-kota secara menyeluruh tetapi juga bisa mengacaukan pemerintahan, ekonomi

dan struktur sosial dari satu negara (Bakornas PB, 2007)

b. Kerentanan (vulnerability)

Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau

masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi

ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui

sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terh adap terjadinya bencana, karena

bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya’ terjadi pada ‘kondisi yang rentan’. Tingkat

kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan,

dan ekonomi (Bakornas PB, 2007)

c. Kemampuan (capacity)

Kemampuan (capacity) atau kapasitas adalah penguasaan sumberdaya, cara,

dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk

10
11

mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam,

serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Bakornas PB, 2007).

d. Resiko bencana

Resiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan

ancaman bahaya (hazards) yang ada. Ancaman bahaya, khususnya bahaya alam

bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami pembangunan atau

pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga internal maupun eksternal,

sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam

menghadapi ancaman tersebut semakin meningkat (Bakornas PB, 2007).

2.7 Mitigasi Bencana

Mitigasi Bencana Menurut UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan

bencana, mitigasibencana adalah serangkaian upaya untuk Dampak Bencana

Respon/tindakan darurat dan pertolongan Pemulihan/Recovery Penelitian Studi

Perencanaan dan pengembangan Action Plan

Pencegahan (Preventif) Mitigasi (pengurangan) Persiapan dan kesiagaan Saat

Menjelang Bencana Pra Bencana Jauh Sebelum Bencana Pasca Bencana Saat

Bencana mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun

penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Untuk melakukan upaya mitigasi bencana, langkah awal yang harus dilakukan

adalah melakukan kajian tentang risiko bencana. Berdasarkan UU No. 24 Tahun

2007, risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada

suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa

11
12

terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan

gangguan kegiatan masyarakat. Sehingga risiko dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bahaya x kerentanan
Risiko=
Kapasitas

Bahaya ialah suatu fenomena kejadian fisik yang potensial merusak atau

aktivitas manusia yang kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya korban,

kerusakan kepemilikan, kahancuran sosial ekonomi, atau degradasi lingkungan.

Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi atau proses yang ditentukan oleh faktor –

faktor fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang menambah kerentanan suatu

komunitas terhadap akibat bahaya. Kemampuan (kapasitas) adalah kombinasi semua

kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam suatu komunitas, masyarakat atau

organisasi yang dapat mengurangi tingkat risiko maupun akibat suatu bencana

(ADPC Primer Team, 2005 dalam Sunarto, 2007:_).

2.8 Kesiapsiagaan

a. Pengertian Kesiapsiagaan

Berdasarkan UU No.24/2007 tentang penanggulangan bencana, kesiapsiagaan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Menurut Nick Carter (dalam Deny Hidayati dkk, 2009: 5), kesiapsiagaan dari

suatu pemerintahan, suatu kelompok masyarakat atau individu adalah tindakan-

tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi - organisasi, masyarakat,

komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat

12
13

dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan

rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil.

b. Sifat Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan suatu komunitas selalu tidak terlepas dari aspek-aspek lainnya

dari kegiatan pengelolaan bencana (tanggap darurat, pemulihan dan rekonstruksi,

pencegahan dan mitigasi). Untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana diperlukan langkah yang tepat dalam pra-bencana dan keefektifan dari

kesiapsiagaan masyarakat dapat dilihat dari implementasi kegiatan tanggap darurat

dan pemulihan pasca bencana. Sifat kedinamisan dalam kesiapsiagaan harus

diperhatikan karena tingkat kesiapsiagaan suatu komunitas dapat menurun setiap saat

dengan berjalannya waktu dan dengan terjadinya perubahanperubahan sosial-budaya,

politik dan ekonomi dari suatu masyarakat. Karena itu sangat diperlukan untuk selalu

memantau dan mengetahui kondisi kesiapsiagaan suatu masyarakat dan melakukan

usaha-usaha untuk selalu menjaga dan meningkatkan tingkat kesiapsiagaan tersebut

(Deny Hidayati dkk, 2009:)

c. Indikator Kesiapsiagaan

1) Pengetahuan dan Sikap

Pengetahuan merupakan faktor utama dalam kesiapsiagaan.

Pengetahuan ini didasarkan pada pengalaman masyarakat terhadap bencana

gempa bumi tanggal 27 Mei 2006. Pengetahuan yang dimiliki biasanya

dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga

13
14

dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah yang rentan terhadap bencana alam (Deny Hidayati dkk,

2006: 14). Sikap adalah suatu bentuk respon dari masyarakat berdasarkan

pengalamannya akan suatu peristiwa (Shanty Purfatyesari Risky, 2010: 20).

2) Sistem Tanggap Darurat

Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,

tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk

yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi

korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,

pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan

sarana.

3) Peringatan dini

Menurut UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,

peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera

mungki kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada

suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Sistim ini meliputi tanda

peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Dengan

peringatan bencana ini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat

untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan.

Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi, apa yang harus dilakukan

apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus

14
15

menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi dimana

masyarakat sedang berada saat terjadinya peringatan (Deny Hidayati, 2006:

14).

4) Mobilisasi Sumber Daya

Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia (SDM),

maupun pendanaan dan sarana – prasarana penting untuk keadaan darurat

merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi

kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumber

daya menjadi faktor yang krusial (Deny Hidayati dkk, 2006: 14).

2.9 Penelitian yang Relevan

No Nama Judul Hasil Penelitian


1. Nur Faizah R, KESIAPSIAGAAN Penelitian ini bertujuan untuk:
Social Science, BENCANA (1) mengetahui tingkat kesiapsiagaan
Yogyakarta GEMPA BUMI siswa SMP Siaga Bencana (SMP
State PADA SISWA SMP Negeri 2 Imogiri) dalam menghadapi
University,2016 SIAGA BENCANA bencana gempa bumi, (2) mengetahui
DI KABUPATEN upaya yang dilakukan sekolah untuk
BANTUL (SMP meningkatkan kesiapsiagaan siswa
NEGERI 2 dalam menghadapi bencana gempa
IMOGIRI) bumi. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kuantitatif.
Populasi penelitian terdiri dari 593
siswa SMP Negeri 2 Imogiri.
Berdasarkan populasi, diambil
sampel sebanyak 186 siswa.

15
16

Pengambilan sampel menggunakan


teknik proportionate stratified
random sampling dan pengambilan
besaran sampel menggunakan rumus
Isaac dan Michael. Validitas dan
reliabilitas instrumen menggunakan
rumus Crombach’s Alpha dengan
bantuan SPSS 20.00 for windows.
Teknik pengumpulan data
menggunakan angket, wawancara,
dan dokumentasi. Hasil penelitian
dianalisis menggunakan statistik
deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1)
Kesiapsiagaan siswa SMP Negeri 2
Imogiri dalam menghadapi bencana
gempa bumi masuk pada kategori
“Siap”. Berdasarkan empat
parameter kesiapsiagaan bencana,
siswa memiliki nilai tertinggi pada
parameter sistem peringatan bencana.
2. Deny Hidayati, Kajian Metode framework stakeholder
dkk, 2006. LIPI Kesiapsiagaan dengan pendekatan partisipatif untuk
UNESCO Masyarakat Dalam mengukur kesiapsiagaan masyarakat
Mengantisipasi yang dilakukan ditiga wilayah yaitu
Bencana Gempa Kabupaten Aceh Besar, Bengkulu
Bumi dan Padang. Sampel dalam penelitian
ini adalah rumah tangga, komunitas
sekolah dan pemerintah. Hasil

16
17

penelitian yaitu: Dari kajian di
perdesaan Aceh Besar, Kota
Bengkulu dan Padang
mengindikasikan bahwa semua
lokasi belum optimal dalam
menyiapkan dan mengantisipasi
terjadinya bencana. Keadaan ini
perlu mendapat perhatian yang
serius, mengingat ketiga lokasi
tersebut rentan terhadap bencana
alam. Peningktan kepedulian akan
pentingnya kesiapsiagaan dan
kemampuan untuk mengantisipasi
bencana bagi rumah tangga,
pemerintah dan komunitas sekolah
masih sangat diperlukan, utamanya
untuk mengurangi korban dan resiko
bencana.
3. Beatrix PENTINGNYA Tujuan melakukan penelitian berikut
Hayudityas, PENERAPAN adalah untuk menganalisis perlunya
Universitas PENDIDIKAN penerapan pendidikan tentang upaya
Kristen Satya MITIGASI pencegahan sebelum bencana
Wacana, 2014. BENCANA DI disekolah guna mengetahui
SEKOLAH kesiapsiagaan peserta didik. Metode
UNTUK penelitan yang digunakan adalah
MENGETAHUI metaanalisis. Metode yang
KESIAPSIAGAAN digunakan adalah deskriptif dan
PESERTA DIDIK kuantitatif dari pengumpulan
beberapa jurnal yang relevan dan

17
18

beberapa jurnal dari google scholar.


Dari hasil analisis penelitian yang
ada tentang pentingnya penerapan
pendidikan mitigasi bencana di
sekolah ternyata sudah menunjukkan
hasil yang cukup siap dengan hasil
pada siklus pertama 69% mengalami
peningkatan menjadi 74% dengan
presentase gain yaitu 8%.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

18
19

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis

penelitian survei. jenis penelitian survei merupakan suatu metode yang bertujuan

untuk mengumpulkan sejumlah data berupa variabel, unit individu dalam waktu

bersamaan. Survei dapat dipakai untuk tujuan deskriptif maupun untuk menguji

hipotesis (Agustina, 2014).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana akan dilaksanakan di SMK Negeri 1 Halmahera Barat,

dan dilaksanakan pada Bulan Juni sampai Agustus 2019.

3.3 Populasi dan Sampel.

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, Arikunto (2002). Populasi yaitu

keseluruhan individu dalam wilayah atau lokasi yang menjadi tujuan penelitian,

sehingga Populasi pada penelitian ini adalah 114 Siswa.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010).

Untuk menentukan besarnya sampel apabila subjek kurang dari 100, lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar

dapat diambil antara10-15% atau 20-25 % atau lebih (Arikunto, 2002).

Maka Rumus yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah :

n = 30% x N Keterangan : n  = besar sampel N = besar populasi

19
20

sampel= 30% x 114 = 34 siswa.

Dari perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan untuk obyek

studi penelitian ini sebanyak 34 Siswa.

3.4 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menentukan Empat variabel yaitu Pengetahuan,

Rencana Kesiapsiagaan dan tanggap darurat, peringatan dini, dan Mobilitas Sumber

Daya di SMK Negeri 1 Harmahera Barat, Empat variabel diatas kemudian dibuat

indikator dan nomor soal yang dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.

Variabel Penelitian Indikator No soal


Pengetahuan Siswa jenis-jenis bencana alam 1,2,3
kesiapsiagaan gempa bumi 4,5,6,7
ancaman- ancaman apa saja yang ada di 8,9,10
sekolah
penyebab gempa bumi 11,12,13,
kejadian susulan setelah gempa bumi 14,15,
Rencana Kesiapsiagaan Rencana dan prosedur evakuasi 1,2,3
Pelatihan atau Simulasi tentang gempa 4,5,6,7
dan tanggap darurat
bumi
Sistem peringatan dini bersifat 8,9,10
Sistem peringatan dini bersifat modern 11,12
Informasi dan Edukasi Siswa 13,14,15
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan dalam memperoleh \

data-data yang diperlukan pada penelitian berupa:

a. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk

20
21

mengetahui tingkat kesiapsiagaan siswa SMK Negeri 1 Harmahera Barat.

b. Kuisioner

kuisioner  merupakan sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang dibuat oleh

peneliti untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa tentang kesiapsiagaan saat gempa

bumi.

c. Dokumentas

Dokumentasi dalam penelitian ini berupa gambar dan video saat penelitian

berlangsung di gunakan untuk memperkuat dan menunjukan data yang diperoleh dari

lapangan.

3.6 Teknik Analisis Data.

a. Pengetahuan Siswa

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan

siswa. Pengukuran pada variabel diungkap dengan memberikan skor 0 untuk sangat

tidak setuju, 1 untuk tidak setuju, 2 untuk ragu-ragu, 3 untuk setuju, dan 4 untuk

sangat setuju. Perhitungan indek dihitung dengan menggunakan :

jumlah skor Riil Parameter


Indeks Perparameter = x 100
Skor Maksimum Parameter

jumlah skor Riil Parameter Perindividu


Indeks Perindividu = x 100
Skor Maksimal Seluruh Parameter

jumlah skor Riil Seluruh Siswa


ndeks Seluruh Siswa = x 100
Jumlah Skor Maksimal Seluruh Parameter

Klasifikasi untuk mengukur pengetahuan siswa SMK Negeri 1 Halmahera

Barat dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini.

21
22

NO Nilai Indeks Kategor


.
1 61-100 Baik
2 31-60 Cukup
3 0-30 Kurang
Sumber : Herni Styawati, 2014

b. Kesiapsiagaan Siswa

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tingkat Kesiapsiagaan

siswa. Pengukuran pada variabel diungkap dengan memberikan skor 0 untuk sangat

tidak setuju, 1 untuk tidak setuju, 2 untuk ragu-ragu, 3 untuk setuju, dan 4 untuk

sangat setuju. Perhitungan indek dihitung dengan menggunakan :

jumlah skor Riil Parameter


Indeks Perparameter = x 100
Skor Maksimum Parameter

jumlah skor Riil Parameter Perindividu


Indeks Perindividu = x 100
Skor Maksimal Seluruh Parameter

jumlah skor Riil Seluruh Siswa


ndeks Seluruh Siswa = x 100
Jumlah Skor Maksimal Seluruh Parameter

Klasifikasi untuk mengukur kesiapsiagaan siswa SMK Negeri 1 Harmahera Barat

dalam menghadapi bencana gempa bumi dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini.

NO Nilai Indeks Kategori


.
1 61-100 Ketercapaian Tinggi

22
23

2 31-60 Ketercapaian Sedang


3 0-30 Ketercapaian Rendah
Sumber : LIPI, Panduan mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan komunitas
sekolah.

23

Anda mungkin juga menyukai