Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN THYPOID

SAVITRI WULANDARI

2008077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS

KEPERAWATA, BISNIS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS WIDYA

HUSADA SEMARANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. Definisi Thypoid

Menurut Smeltzer & Bare. 2012 Thypoid adalah penyakit

infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.

Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah

terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella.

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari

satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran

(Nursalam, 2013).

Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri

salmonella thypi dan bersifat endemic yang termasuk dalam penyakit

menular ( Cahyono, 2011). Sedangkan menurut Elsevier 2013, demam

thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella

thypi.

B. Etiologi

Menurut Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012) Penyebab

utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri

salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak rambut

getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga antigen yaitu O ( Somatik

yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),

dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (agglutinin)


terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tubuh pada suasana

aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 oc (optimum 37oc) dan

pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan,

sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan atau minuman yang

terkontaminasi, fomitus dan lain sebagainya.

Penyebab penyakit thypoid adalah kuman salmonella

thyposa salmonella parathypi A,B, dan C memasuki saluran

pencernaan. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan berbagai

cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari

tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Penyebab lain dari penyakit thypoid adalah :

a. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella

thypi

b. Makanan mentah atau belum masak

c. Kurangnya sanitasi dan higienitas

d. Daya tahan tubuh yang menurus

C. Patofisiologi

Bakteri salmonella thypi bersama makanan atau minuman masuk

kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan

suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. keadaan-keadaan

seperti alkorhidiria,gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor

histamine H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah


besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan

mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel

mukosa dan kemudian menginvasi sel mukosa dan menembus dinding

usus, tepatnya di ileum dan jejunum. sel-sel M, sel epitel khusus yang

melapisi peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi salmonella

thypi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke

kelenjar limfe mesentrika bahkan ada yang melewati sirkulai sistemik

sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. salmonella thypi

mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam

folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati dan limfe

(Soedarmo,Suwarmo S Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi &

Pediatric Tropics. Jakarta : IDAI).

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang

lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulansi kuman serta respon

imun pejamu maka salmonella thypi akan keluar dari habitnya dan

melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan

cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat

yang disukai oleh salmonella thypi adalah hati, limpa, sumsum tulang

belakang, kandung empedu dan peyer’s patch dari ileum terminal.

Kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah dan

penyebaran retrograde dari empedu. Ekskresi organisme di empedu

dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan oleh tinja. Peran

endotoksin dalam pathogenesis demam thypoid tidak jelas, hal tersebut


terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi

penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari

salmonella thypi menstimulasi magrofag di dalam hati, limpa, folikel,

limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk

memproduksi sitokinin dan zat-zat lain. Produk dari magrofag inilah

yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vascular tidak stabil,

demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan

menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo,Suwarmo S

Poorwo,dkk.2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropics. Jakarta :

IDAI).
D. Pathway Keperawatan
E. Manifestasi klinis

Menurut ngastiyah (2012), demam thypoid pada anak biasanya

lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang

tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika

melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi

mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul

gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:

1. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris

remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga

suhu berangsur turun dan normal kembali.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated

tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat

ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar

disertai nyeri dan peradangan.


3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai

samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit

berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang

juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil

dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,

kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.

4. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam

thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi

pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya

sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya

basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh

obat maupun oleh zat anti.


Soedarto (2012) mengemukakan bahwa manifestasi klinis

klasik yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya

disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan

berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :

1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat

dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.

2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium,

lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah

menurun dan limpa dapat diraba.

3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala

dan keluhan berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita

mengalami delirium, stupor, otot- otot bergerak terus, terjadi

inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan

timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut.

Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat

terjadinya degenerasi mikardial toksik.

4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami

penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai

adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

F. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,

jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal

bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada

komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah

leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

- Pemeriksaan SGOT Dan SGPT

- SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi

dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

-  Biakan darah

- Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,

tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan

terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah

tergantung dari beberapa faktor :

- Teknik pemeriksaan Laboratorium

- Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium

yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media

biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik

adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia

berlangsung.

-  Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

- Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada

minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.


Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

- Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan

bakteremia sehingga biakan darah negatif.

 Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti

mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil

biakan mungkin negatif.

- Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang

pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah

suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum klien yang disangka menderita tthypoid.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap

kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat

kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau

titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall

kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam

tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif
belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan,

yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi.

Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit

demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan

atas:

1.     Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola

buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid

belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan

dasar.

2.     Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir

lengkap, serta didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong

demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali

pemeriksaan).

3.     Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada

pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau

terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7

hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali)

(Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI.

G. Penatalaksanaan
A. Medis

a.    Anti Biotik (Membunuh Kuman) :

1)    Klorampenicol

2)    Amoxicilin

3)    Kotrimoxasol

4)    Ceftriaxon

5)    Cefixim

b.    Antipiretik (Menurunkan panas) :

1)    Paracetamol

B.  Keperawatan

a.  Observasi dan pengobatan

b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau

kurang lebih dari selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.

c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan

pasien.

d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah

pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia

dan dekubitus.

e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang

terjadi konstipasi

f.     Diet

o Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.


o   Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

o   Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi

tim

o  Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam

selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2010. Keperawatan Medikal

Bedah III. Jakarta: EGC).

H. Pengkajian Fokus

Identitas pasien

Meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,pekerjaan,

suku/bangsa,agama, status perkawinan,tanggal masuk rumah sakit, no

RM dan diagnose masuk.

a. Keluhan utama

Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak

turun –turun, nyeri perut,pusing kepala, mual, muntah, anoreksia,

diare serta penurunan kesadaran.

b. Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella thypi ke

dalam tubuh.

c. Riwayat penyakit dahulu

apakah sebelumnya pernah mengalami demam thypoid.

d. Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita penyakit keturunan seperti

DM,hipertensi, dll.
f. pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola nutrisi dan metabolism

Klien mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah

saat makan sehingga makanan hanya sedikit bahkan tidak makan sama

sekali.

2 Pola eliminasi

Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.

Sedangkan eliminasi urin tidak mengalami gangguan,hanya warna

kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan

suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dn merasa haus,

sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

3. pola aktivitas dan latihan

aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar

tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien di bantu.

4. Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan peningkatan

suhu tubuh.

5. Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit

pada anaknya.

6. Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan

umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suara waham


pada klien.

7.Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di

rumah sakit dan klien harus bed rest total.

8. Pola penanggulangan stress

Biasanya orang tua akan nampak cemas.

g. Pemeriksaan fisik

1. keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-400C,

muka kemerahan.

2. Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran.

3. Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan,nafas cepat dan dalam

gambaran seperti bronchitis.

4. Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relative, hemoglobin

rendah.

5. Sistem intugumen

kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut

agak kusam.

6. Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor(khas),


mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa

tidak enak, peristaltik meningkat.

7. Sistem muskuluskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

8. Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan hati dan limpa membesar dengan

konsistensi lunak serti nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi

didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltic usus

meningkat.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ( D.0130 )

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan Faktor psikologis (D.0019 )

3. Resiko ketidak seimbangan volume cairan b.d kehilangan cairan yang

mutlak ( D. 0036 )
I. INTERVENSI

Diagnosa
Tg Tujuan &
keperawat Intervensi Rasional TTD
l/ Kriteria Hasil
an
ja

m
Senin Hiperterm Setelah Manajemen

, 31 mei i b/d dilakukan hipertermi (SIKI - Meng

/21 proses tindakan I.15506) et ahui


NIT
penyakit keperawatan Observasi penye
A
(D.0130) selama b ab
1. KajiTTV
hipert
3x24 jam 2. Identifikas
er mia
diharapkan i penyebab
- Mengetahu
termoregulasi hipertermi
i suhu
membaik dengan 3. Monitor
tubuh klien
k riteria hasil:
komplikasi - Klien
( SLKI
akibat merasa
:
hipertermi nyama
L.14134
Terapiuti n
)
k - Dapat
- Kejang
4. Ciptakan membantu
menurun(5)
lingkungan menurunkan
- Suhu
yangnyaman
tubuh
5. Longgarkan atau
membaik(5)
lepaskan pakaian
- Pucat menurun
6. Lakukan
(5)
- Suhu tubuh

membaik (5)
pendinginan suhu

eksternal dengan
tubuh klien
kompres hangat

Edukasi

7. Ajarkan

relaksasi

nafas dalam

8. Anjurkan

istirahatyg

cukup
Senin Defisit Setelah Manajemen a. Untuk

, nutrisi b/d dilakukan Nutrisi


mengetahui
31/05/2 Faktor asuhan ( SIKI, l.03119) NIT
dan
1 psikologis keperawatan A
Observasi memantau
(mis. selama
nutrisi
a. Identifikasi status
keenggana 3x24
pasien.
nutrisi
n untuk jam diharapkan
b. Untuk
b. Identifikas
makan) defisit
i alergi mengetahui
D.0019)
nutrisi teratasi dan alergi

dengan kriteria intoleransi dan

hasil: makanan. makanan

Status nutrisi c. Monitor berat yang

( SLKI, badan
perlu
L.03030 ) Terapeutik
dipantau
1. Porsi makan d. Lakukan
c. Untuk
yg dihabiskan oral hygiene
meningkat(5) sebelum makan,
mengetahui
2. Nafsu makan jikaperlu
peningkata
membaik(5) e. Sajikan makanan
n berat
3. Frekuensi secara menarik
badan.
makan dan suhuyang
d. Untuk
membaik (5) sesuai
meningkatka
4. Bebatbadan
n

nafsu

makan

pada

pasien.
membaik (5) e. Membantu

proses

peningkatan

intake nutrisi

yang

adekuat.

Senin Setelah dilakukan Management - Untuk NITA


Resiko
, tindakan cairan mengetahu
ketdak
31/05/2 keperawatan selama Observasi i
seimbang
1 3 x 24 jam - Monitor status perkemba
an nutrisi
diharapkan hidrasi ngan
brhubung
keseimbangn cairan - Monitor berat nutrisi
an
meningkat dengan badan pada
dengan
kriteria hasil : - Monitor berat pasien,
kehilanga
- Asupan badan dengan
n cairan
cairan sebelum dan demikian
yang
meningkat sesudah sakit kita bisa
mutlak
- Haluhara - Monitor hasil memantau
( D. 0036
urine pemeriksaan intake dan
)
meningkat laboratorium output

- Edema - Monitor status


menurun dinamok

1. Asites Teraupetik

mrnurun - Catat intake

output

- Berikan - Untuk

asupan cairan mengetahu

sesuai i pasien

kebutuhan dehidrasi

- Berikan cairan atau tidak

intravena jika

perlu

Kolaborasi

1. Kolaborasi

pemberian
- Memberi
diuretic jika perlu
kan

kolaboras

i untuk

membant

penyemb

uhan

klien

DAFTAR PUSTAKA
M,Nurs, Nursalam. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

 Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC.

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.

Jakarta: IDAI).

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat

Nasional Indonesia.

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran

Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat

Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai