Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
“GAGAL NAPAS”
PADA TN. I DI RUANG ICU
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
DISUSUN OLEH :
DILA HANDRIANI
(PO.62.20.1.19.134)
DIII KEPERAWATAN
REGULER XXII D
TAHUN 2020/2021
1. Pengertian
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk dari paru-
paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan darah yang
kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika
paru-paru tidak dapat membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon
dioksida dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (National Heart, lung, 2011).
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang tidak adekuat
sehingga tidak dapat mempertahankan PH, PO2, dan PCO2, darah arteri dalam batas
normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia (Arifputera, 2014).
Menurut Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaiitu gagal nafas tipe I dan
gagal nafas tipe II.
Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai dengan
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal napas tipe I ini terjadi pada
kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme
terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat:
1)Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian paru
yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya adalah posisi
(terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru, dysplasia
bronkupulmonal.
3)Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak
pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malformasi arterio-vena paru, malformasi
adenomatoid kongenital.
b.Gagal nafas tipe II
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada umumnya
disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan
PaCO2 atau hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan
PaO2 atau hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi
karena kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan
ekstrapulmonal dapat disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan sentral atau
gangguan pada respon ventilasi.
Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut diklasifikasikan menjadi
dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia.
Gagal nafas hipoksemia dapat disebabkan masalah difusi seperti edema paru, nyaris
tenggelam, sindrom gawat nafas (akut) dewasa (adult/acute respiratory distress
syndrome), masalah lokal seperti pneumonia, pendarahan rongga dada dan tumor paru
b.Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia
Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak dapat mendukung
pertukaran gas yang adekuat, menyebabkan kenaikan kadar PaCO2yang berakibat pada
deprsi susunan saraf pusat, ketidakmampuan neuromuscular untuk mempertahankan
pernafasan atau beban berlebih pada sistem pernafasan.
2. Patofisiologi
Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas hipoksemia dan Gagal nafas
ventilasi atau hiperkapnia adalah sebagai berikut :
Pada gagal nafas hipoksemia salah satu penyebabnya adalah edema paru yang dapat
diakibatkan bebererapa penyakit seperti acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri kapiler sebagai hasil
dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke ujung vena kapiler karena
adanya tekanan onkotik dan peningkatan tekanan hidrostatik intertisial.
Pergerakan cairan dalam paru tidak berbeda, sering ditemukan cairan di ruang intertisial
paru. Normalnya cairan tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan masuk ke intertisial
untuk menyediakan nutrisi pada sel-sel paru. Peningkatan tekanan hidrostatik di
pembuluh darah paru menyebabkan ketidakseimbangan gaya starling, mnyebabkan
peningkatan filtrasi cairan ke ruang intertisial paru sehingga melebihi kemampuan
kapasitas jaringan limfatik untuk menyalurkan cairan tersebut. Meningkatkan volume
kebocoran k ruang alveolus. Sistem limfatik berusaha mengkompensasi hal trsebut
dengan mengeluarkan cairan intertisial yang berlebih ke kelenjar getah being hilus dan
kembali ke sistem vaskuler. Bila jalur tersebut terganggu, cairan bergerak dari intertisial
pleura ke dinding alveolus. Hipoksemia terjadi ketika membran alveolus menebal oleh
cairan, menghambat pertukaran oksigen dan CO2. Dengan cairan menumpuk diintertisial
dan ruang alveolus menurunkan daya kembang paru dan difusi oksigen terganggu.
b.Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia
Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui saraf dan otot pernafasan
untuk mengontrok pernafasan. Kegagalan ventilasi alveolus menyebabkan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang mengakibatkan hiperkapnia (kenaikan kadar
CO2), dan akhirnya terjadi asidosis. Bila tidak ditangani gagal ventilasi akut dapat
menyebabkan kematian. Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu
mengganggu proses inhalasi dan meningkatkan beban kerja pernafasan. ketika volume
alveolus ekspirasi akhir tetap brada diatas titik penutupan kritisnya, alvelous tetap terbuka
dan berfungsi, memungkinkan oksigen untuk berdifusi kedalam aliran darah. Jika volume
alveolus lebih rendah dari titik penutupan, alveolus akan kolaps. Kolapsnya alveolus
menyebabkan tidak ada aliran darah dan oksigen yang masuk ke alveolus. Pada gagal
ventilasi akut ,volume rsidu dan kapasitas resdiu fungsional munurun, menyebabkan
perfusi tanpa oksigenasi dan penurunan daya kembang.
3. Etiologi
Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas dapat disebabkan
oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot pernapasan, atau medulla oblongata.
Beberapa mekanisme timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit adalah sebagai
berikut:
a.Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) dan Asma
Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran napas, fibrosis,
destruksi parenkim membuat area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan
kapiler paru secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi
CO2 (Sundari, 2013).
b.Pneumonia
Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu reaksi inflamasi dan
mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan
eliminasi CO2 (Sundari, 2013).
c.TB Pulmonal
d.Tumor paru
Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat ventilasi dan perfusi
tidak adekuat.
e.Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam ruang pleura yang menghalangi ekspansi
paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika lapisan pleura dari dinding dada dan lapisan
visera dari paru-paru dapat memelihara tekanan negative pada rongga pleura. Ketika
kontinuitas sistem ini hilang, paru akan kolaps, menyebabkan pneumothoraks (Blackand
Hawks, 2014).
f.Efusi Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura normalnya
merembes secara terus-menerus ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang
membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura
viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan
menyebabkan efusi pleura (Blackand Hawks, 2014)
4. Manifestasi Klinik
Menurut Arifputra (2014) Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria yaitu
PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi
kompensasi alkalosis metabolic. Selain itu jika menurut klasifikasinya sebagi berikut :
a.Gagal napas hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah. Gejala
yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan, antara lain:
Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari arteri
turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot pernapasan,
atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir,
ARDS berat ataulandry guillain barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara lain
penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit
kepala, dan papil edema.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Syarani (2017), adapun pemeriksaaan penunjang untuk pasien dengan gagal
anafs adalah sebagai berikut :
a.Laboratorium
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala klinis gagal
napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus dilakukan untuk memastikan diagnosis,
membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-
ringannya gagal napas dan mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah
dilakukan untuk patokan terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat - ringan gagal
napas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah
peningkatan laju pernapasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan menilai
gangguan respirasi akibat neuromuscular, misalnya pada sindroma guillain-barre, dimana
kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi hasil
analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan keseimbangan asam-basa dan
perubahan oksigenasi jaringan.
2)Pulse Oximetry
Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan melalui aliran darah arteri
yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi oksigen yang kontinyu dan
non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus bawah telinga atau jari tangan maupun
kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan
perfusi perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan
oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%,
dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan saturasi
oksigen.
3)Capnography
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar karbondioksida darah
secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi
malfungsi apparatus serta gangguan fungsi paru.
b.Radiologi
1)Radiografi Dada
Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas tetapi kadang
sulit untuk membedakan edema pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik
2)Ekokardiografi
Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada pasien
dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung. Adanya dilatasi ventrikel kiri,
pergerakan dinding dada yang abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema
pulmoner kardiogenik, Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang
normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindromdistress pernapasan
akut. Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan
tepat untuk pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik.
Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital capacity (FVC)
yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat control pernapasan. Penurunan
rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi jalan napas, penurunan nilai FEV1 dan
FVC serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan penyakit paru restriktif. Gagal napas
karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1 L dan gagal napas
karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L.
6. Penatalaksanaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif, fraksi
inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit parah, walaupun
pengobatan medis telah maksimal, NIV (Noninvasive ventilation) dapat digunakan untuk
memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea. Selain
itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi
hiperkapnia.
Sedangkan menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal nafas adalah
a.Memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat
b.Meningkatkan oksigenasi
e.Mengidentifikasi dan terapi kondisi mendasar yang dapat dikoreksi dan pnyebab
presipitasi
Menurut Black and Hawks (2014), pada penggunanan ventilasi mekanis atau ventilator,
jenis ventilator yang digunakan adalah bertekanan positif dan bukan tekanan negative,
dengan tujuan untuk memaksa udara masuk kedalam apru-paru. Tekanan posisif
diprlukan untuk pertukaran gas dan untuk menjaga alveolus tetap terbuka.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.Airway
2.Breathing
c. Kesulitan bernafas
3.Circulation
b.Sakit kepala
d.Papiledema
4.Disability
5.Eksposure : Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak
lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.
- Pemeriksaan Fisik
1.Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler S3S4/Irama gallop Daerah PMI bergeser ke daerah
mediastinal Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara
di mediastinum) TD : hipertensi/hipotensi
2.Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis,inflamasi paru ,keganasan, “lapar udara”,
batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi
napas, penurunan fremitus vokal, perkusi :hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak,
dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,reduksi
ekskursi thorak.
3.Sistem integument
4.Sistem musculoskeletal
5.Sistem endokrin
6.Sistem gastrointestinal
7.Sistem neurologi
Sakit kepala
8.Sistem urologi
9.Sistem reproduksi
10.Sistem indera
Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadappanas/dingin tajam/tumpul baik.
11.Sistem abdomen
- Pemeriksaan sekunder
1) Aktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau S4
mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, bila
ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak
teratur, edema, pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3) Eliminasi
4) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
focus pada diri sendiri, koma nyeri.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6) Hygiene
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9) Pernafasan
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau tanpa produksi
sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi nafas
( bersih, krekles, mengi ), sputum.
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ),
menarik diri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
Intervensi
5.Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas
yang adekuat
Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan :
•Gas
Intervensi :
2.Kaji TD, nadi apical dan tingkat kesadaran setiap jam,laporkan perubahan tingkat kesadaran
pada dokter.
3.Pantau dan catatpemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2
atau penurunan dalam PaO2
• TTV normal
Intervensi :
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan kepada nursing
olders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.
4.Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya
peningkatan kesehatan.
5.Upaya rasa aman dan bantuan kepada klin dalam memenuhi kebutuhannya.
6.Penampilan perawat dan bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan pada klien.
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dievaluasi
setiap selesai melakukan dan evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan terutama kriteria hasil.
Hasil evaluasi memberikan acuan tentang perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang
dialami oleh pasien.
http://perpus.fikumj.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=12424&bid=4773
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia