Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

“GAGAL NAPAS”
PADA TN. I DI RUANG ICU
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

DILA HANDRIANI

(PO.62.20.1.19.134)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA

DIII KEPERAWATAN

REGULER XXII D

TAHUN 2020/2021
1. Pengertian

Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk dari paru-
paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan darah yang
kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika
paru-paru tidak dapat membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon
dioksida dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (National Heart, lung, 2011).
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang tidak adekuat
sehingga tidak dapat mempertahankan PH, PO2, dan PCO2, darah arteri dalam batas
normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia (Arifputera, 2014).

- Klasifikasi gagal nafas

Menurut Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaiitu gagal nafas tipe I dan
gagal nafas tipe II.

a.Gagal nafas tipe I

Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai dengan
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal napas tipe I ini terjadi pada
kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme
terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat:

1)Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian paru
yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya adalah posisi
(terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru, dysplasia
bronkupulmonal.

2)Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane alveolar atau


pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya adalah
edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.

3)Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak
pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malformasi arterio-vena paru, malformasi
adenomatoid kongenital.
b.Gagal nafas tipe II

Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada umumnya
disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan
PaCO2 atau hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan
PaO2 atau hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi
karena kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan
ekstrapulmonal dapat disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan sentral atau
gangguan pada respon ventilasi.

Menurut Black and Hawks (2014), pada pasien gagal nafas akut diklasifikasikan menjadi
dua yaitu gagal nafas hipoksemia dan gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia.

a.Gagal nafas hipoksemia

Gagal nafas hipoksemia dapat disebabkan masalah difusi seperti edema paru, nyaris
tenggelam, sindrom gawat nafas (akut) dewasa (adult/acute respiratory distress
syndrome), masalah lokal seperti pneumonia, pendarahan rongga dada dan tumor paru
b.Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah ketika klien tidak dapat mendukung
pertukaran gas yang adekuat, menyebabkan kenaikan kadar PaCO2yang berakibat pada
deprsi susunan saraf pusat, ketidakmampuan neuromuscular untuk mempertahankan
pernafasan atau beban berlebih pada sistem pernafasan.

2. Patofisiologi

Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas hipoksemia dan Gagal nafas
ventilasi atau hiperkapnia adalah sebagai berikut :

a.Gagal nafas hipoksemia

Pada gagal nafas hipoksemia salah satu penyebabnya adalah edema paru yang dapat
diakibatkan bebererapa penyakit seperti acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri kapiler sebagai hasil
dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke ujung vena kapiler karena
adanya tekanan onkotik dan peningkatan tekanan hidrostatik intertisial.

Pergerakan cairan dalam paru tidak berbeda, sering ditemukan cairan di ruang intertisial
paru. Normalnya cairan tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan masuk ke intertisial
untuk menyediakan nutrisi pada sel-sel paru. Peningkatan tekanan hidrostatik di
pembuluh darah paru menyebabkan ketidakseimbangan gaya starling, mnyebabkan
peningkatan filtrasi cairan ke ruang intertisial paru sehingga melebihi kemampuan
kapasitas jaringan limfatik untuk menyalurkan cairan tersebut. Meningkatkan volume
kebocoran k ruang alveolus. Sistem limfatik berusaha mengkompensasi hal trsebut
dengan mengeluarkan cairan intertisial yang berlebih ke kelenjar getah being hilus dan
kembali ke sistem vaskuler. Bila jalur tersebut terganggu, cairan bergerak dari intertisial
pleura ke dinding alveolus. Hipoksemia terjadi ketika membran alveolus menebal oleh
cairan, menghambat pertukaran oksigen dan CO2. Dengan cairan menumpuk diintertisial
dan ruang alveolus menurunkan daya kembang paru dan difusi oksigen terganggu.
b.Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia

Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui saraf dan otot pernafasan
untuk mengontrok pernafasan. Kegagalan ventilasi alveolus menyebabkan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang mengakibatkan hiperkapnia (kenaikan kadar
CO2), dan akhirnya terjadi asidosis. Bila tidak ditangani gagal ventilasi akut dapat
menyebabkan kematian. Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu
mengganggu proses inhalasi dan meningkatkan beban kerja pernafasan. ketika volume
alveolus ekspirasi akhir tetap brada diatas titik penutupan kritisnya, alvelous tetap terbuka
dan berfungsi, memungkinkan oksigen untuk berdifusi kedalam aliran darah. Jika volume
alveolus lebih rendah dari titik penutupan, alveolus akan kolaps. Kolapsnya alveolus
menyebabkan tidak ada aliran darah dan oksigen yang masuk ke alveolus. Pada gagal
ventilasi akut ,volume rsidu dan kapasitas resdiu fungsional munurun, menyebabkan
perfusi tanpa oksigenasi dan penurunan daya kembang.
3. Etiologi

Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas dapat disebabkan
oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot pernapasan, atau medulla oblongata.

Penyebab gagal napas berdasarkan tipe gagal napas :

Gagal napas tipe I Gagal napas tipe II


Asma akut Kelainan paru
ARDS Kelainan SSP
Pneumonia Asma akut berat
Emboli Paru Koma
Fibrosis Paru Obstruksi saluran napas akut
Edema Paru Peningkatan PPOK
PPOK Cedera kepala
Emfisema OSA Opioid dan obat sedasi Bronkiektasis
Kelainan neuromuscular
Kelainan dinding dada
Lesi medula spinalis (trauma, polio atautumor)
Flail chest
Gangguan nervus perifer(Sindrom guillan-Barre
atau difteri)
Ruptur diafragma
Gangguan
Neuromuscular
junction (miastemiagravis, botulisme,pelemas
otot)
Kifoskoliosis
Distrofi muscular
Kifoskoliosis
Distensi abdomen (asites,hemoperioneum)
Obesitas

Beberapa mekanisme timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit adalah sebagai
berikut:
a.Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) dan Asma

Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran napas, fibrosis,
destruksi parenkim membuat area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan
kapiler paru secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi
CO2 (Sundari, 2013).

b.Pneumonia

Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu reaksi inflamasi dan
mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat terganggunya difusi O2 dan
eliminasi CO2 (Sundari, 2013).

c.TB Pulmonal

Pelepasan besar mycobacteria ke sirkulasi pulmonal menyebabkan terjadi peradangan,


endarteritis obliteratif dan kerusakan membrane alveolokapiler, sehingga menyebabkan
pertukaran gas terganggu Raina et al., 2013).

d.Tumor paru

Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat ventilasi dan perfusi
tidak adekuat.

e.Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam ruang pleura yang menghalangi ekspansi
paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika lapisan pleura dari dinding dada dan lapisan
visera dari paru-paru dapat memelihara tekanan negative pada rongga pleura. Ketika
kontinuitas sistem ini hilang, paru akan kolaps, menyebabkan pneumothoraks (Blackand
Hawks, 2014).

f.Efusi Pleura

Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura normalnya
merembes secara terus-menerus ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang
membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura
viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan
menyebabkan efusi pleura (Blackand Hawks, 2014)

4. Manifestasi Klinik

Menurut Arifputra (2014) Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria yaitu
PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi
kompensasi alkalosis metabolic. Selain itu jika menurut klasifikasinya sebagi berikut :
a.Gagal napas hipoksemia

Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah. Gejala
yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan, antara lain:

1)Dispneu (takipneu, hipeventilasi)

2)Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat

3)Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)

4)Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi 5)Hipotensi , bradikardia,


iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat

b.Gagal napas hiperkapnia

Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari arteri
turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di dinding dada, otot pernapasan,
atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir,
ARDS berat ataulandry guillain barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara lain
penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit
kepala, dan papil edema.

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Syarani (2017), adapun pemeriksaaan penunjang untuk pasien dengan gagal
anafs adalah sebagai berikut :
a.Laboratorium

1)Analisa Gas Darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala klinis gagal
napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus dilakukan untuk memastikan diagnosis,
membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-
ringannya gagal napas dan mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah
dilakukan untuk patokan terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat - ringan gagal
napas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah
peningkatan laju pernapasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan menilai
gangguan respirasi akibat neuromuscular, misalnya pada sindroma guillain-barre, dimana
kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi hasil
analisa gas darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan keseimbangan asam-basa dan
perubahan oksigenasi jaringan.

2)Pulse Oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan melalui aliran darah arteri
yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi oksigen yang kontinyu dan
non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus bawah telinga atau jari tangan maupun
kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan
perfusi perifer yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan
oksigen dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%,
dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan saturasi
oksigen.

3)Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar karbondioksida darah
secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi
malfungsi apparatus serta gangguan fungsi paru.

b.Radiologi
1)Radiografi Dada

Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas tetapi kadang
sulit untuk membedakan edema pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik

2)Ekokardiografi

Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada pasien
dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung. Adanya dilatasi ventrikel kiri,
pergerakan dinding dada yang abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema
pulmoner kardiogenik, Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang
normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindromdistress pernapasan
akut. Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner dengan
tepat untuk pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik.

3)Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik

Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital capacity (FVC)
yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat control pernapasan. Penurunan
rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi jalan napas, penurunan nilai FEV1 dan
FVC serta rasio keduanya yang tetap menunjukkan penyakit paru restriktif. Gagal napas
karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih dari 1 L dan gagal napas
karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L.

6. Penatalaksanaan

Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus diberikan untuk
meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit paru obstruktif, fraksi
inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang sakit parah, walaupun
pengobatan medis telah maksimal, NIV (Noninvasive ventilation) dapat digunakan untuk
memperbaiki oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea. Selain
itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi
hiperkapnia.
Sedangkan menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal nafas adalah
a.Memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat

b.Meningkatkan oksigenasi

c.Koreksi gangguan asam basa

d.Memperbaiki kesimbangan cairan dan elektrolit

e.Mengidentifikasi dan terapi kondisi mendasar yang dapat dikoreksi dan pnyebab
presipitasi

f.Pencegahan dan deteksi dini komplikasi potensial

g.Memberikan dukungan nutrisi

h.Pengkajian periodeik mengenai proses, kemajuan dan respon terhadap therapy


i.Determinasi kebutuhan akan ventilasi mekanis

Menurut Black and Hawks (2014), pada penggunanan ventilasi mekanis atau ventilator,
jenis ventilator yang digunakan adalah bertekanan positif dan bukan tekanan negative,
dengan tujuan untuk memaksa udara masuk kedalam apru-paru. Tekanan posisif
diprlukan untuk pertukaran gas dan untuk menjaga alveolus tetap terbuka.
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1.Airway

a.Peningkatan sekresi pernapasan

b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

2.Breathing

a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,retraksi.

b. Menggunakan otot aksesori pernapasan

c. Kesulitan bernafas

: lapar udara, diaforesis, sianosis

3.Circulation

a.Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

b.Sakit kepala

c.Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,mengantuk

d.Papiledema

e.Penurunan haluaran urine

4.Disability

Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS,dengan memperhatikan


refleks pupil, diameter pupil.

5.Eksposure : Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak

lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.

- Pemeriksaan Fisik

1.Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler S3S4/Irama gallop Daerah PMI bergeser ke daerah
mediastinal Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara
di mediastinum) TD : hipertensi/hipotensi

2.Sistem pernafasan

Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis,inflamasi paru ,keganasan, “lapar udara”,
batuk

Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi
napas, penurunan fremitus vokal, perkusi :hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak,
dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,reduksi
ekskursi thorak.

3.Sistem integument

cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung,stupor

4.Sistem musculoskeletal

Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan ototdari 2- 4.

5.Sistem endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

6.Sistem gastrointestinal

Adanya mual atau muntah. Kadang disertai konstipasi

7.Sistem neurologi

Sakit kepala

8.Sistem urologi

Penurunan keluaran urine

9.Sistem reproduksi

Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan padarahim/serviks.

10.Sistem indera

Penglihatan : penglihatan buram,diplopia, dengan atau tanpa


kebutaan tiba-tiba.

Pendengaran : telinga berdengung

Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman

Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap

Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadappanas/dingin tajam/tumpul baik.

11.Sistem abdomen

Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.

- Pemeriksaan sekunder

1) Aktifitas

Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.

Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas

2) Sirkulasi

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus, gagal nafas.

Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau S4
mungkin menunjukkan gagal jantung atau  penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, bila
ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak
teratur, edema,  pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.

3) Eliminasi

Tanda : bunyi usus menurun.

4) Integritas ego

Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
focus pada diri sendiri, koma nyeri.

5) Makanan atau cairan

Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,  perubahan berat badan

6) Hygiene

Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan

7) Neurosensori

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat

Tanda : perubahan mental, kelemahan

8) Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)

9) Pernafasan

Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau tanpa produksi
sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis,  bunyi nafas
( bersih, krekles, mengi ), sputum.

10) Interkasi sosial

Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,  perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ),
menarik diri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

- Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan,peningkatan sekret pulmonal,peningkatan


resistensi jalan nafas (SDKI.D.0001) Hal.18
-Gangguan pertukaran gas b.d abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
(SDKI.D.0003) Hal.22

-Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung (SDKI.D.0015) Hal.48

INTERVENSI KEPERAWATAN

- Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan,peningkatan sekret pulmonal,peningkatan


resistensi jalan nafas (SDKI.D.0001) Hal.18

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas efektif

Kriteria Hasil :

- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)

- Pasien bebas dari dispneu

–Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

- Pasien bebas dari dispneu

–Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

Intervensi

1.Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya

2.Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus

3.Catat karakteristik dari suara nafas

4.Catat karakteristik dari batuk

5.Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

6.Berikan oksigen,cairan IV tempatkan di kamar humidifier sesuaiindikasi

9.Berikan therapy aerosol, ultrasonic nabulasasi

- Gangguan pertukaran gas b.d abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi


(SDKI.D.0003) Hal.22

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas
yang adekuat
Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan :

•Bunyi paru bersih

•Warna kulit normal

•Gas

-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan

• Hasil SpO2 dalam batas normal

Intervensi :

1.Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia

2.Kaji TD, nadi apical dan tingkat kesadaran setiap jam,laporkan perubahan tingkat kesadaran
pada dokter.

3.Pantau dan catatpemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2
atau penurunan dalam PaO2

4.Berikan cairan parenteral sesuai pesanan

5.Berikan obat-obatan sesuai pesanan :bronkodilator,antibiotik, steroid

- Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung (SDKI.D.0015) Hal.48

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi


jaringan.

Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan

•Status hemodinamik dalam batas normal

• TTV normal

Intervensi :

1.Kaji tingkat kesadaran

2.Kaji penurunan perfusi jaringan

3.Kaji status hemodinamik

4.Kaji irama EKG


5.Kaji system Gastrointestinal

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan kepada nursing
olders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.

Dalam implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain :

1.Individualisme klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi


keperawatan yang akan dilakukan.

2.Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya, hakikat


stressor, keadaan psikososiokultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi.

3.Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.

4.Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya
peningkatan kesehatan.

5.Upaya rasa aman dan bantuan kepada klin dalam memenuhi kebutuhannya.

6.Penampilan perawat dan bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan pada klien.

EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dievaluasi
setiap selesai melakukan dan evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan terutama kriteria hasil.
Hasil evaluasi memberikan acuan tentang perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang
dialami oleh pasien.

S : Menyatakan keluhan berkurang

O : Dapat memahami terapi yang diberikan

A : Masalah teratasi sebagian/masalah belum teratasi/masalah teratasi

P : Intervensi dilanjutkan (menjelaskan intervensi apa yang akan dilakukan)/intervensi


dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

K.Ricky,2017.BAB II TINJAUAN TEORITIS GAGAL NAPAS

http://perpus.fikumj.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=12424&bid=4773

diakses pada tanggal 26 Mei 2021 pukul 23.18

Anonymous,2018. MAKALAH KONSEP ASKEP “ GAGAL NAFAS ”

https://edoc.tips/download/lp-gagal-nafas_pdf diakses pada tanggal 26 Mei 2021

pukul 23.18 WIB

Nizar Moh,2019.LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL NAPAS

https://www.scribd.com/doc/82152133/Laporan-Pendahuluan-Gagal-Nafas diakses pada

tanggal 26 Mei 2021 pukul 23.18 WIB

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017).

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai