Decode
Decode
BAB III
PERCOBAAN 1
LINE CODE DECODER
I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data O/P dengan menggunakan osiloskop.
Terakhir tulis hasil pengamatan pada tabel 3.3.
4. Berdasarkan pada sinyal masukan pada tabel 3.3, ulangi langkah 3 dan
catat hasil pengukuran pada tabel 3.3.
5. Atur frekuensi pada function generator menjadi 2 kHz sinyal TTL ,
kemudian hubungkan sinyal tersebut dengan CLK I/P pada gambar
DCT1.2. Kemudian atur frekuensi lain dari function generator menjadi 1
kHz sinyal TTL dan hubungkan sinyal tersebut dengan Data I/P pada
gambar DCT1.2. Kemudian hubungkan UNI-RZ O/P dari DCT1.2 ke
UNI-RZ I/P dari DCT3.2. Kemudian amati bentuk gelombang dari UNI-
RZ O/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data I/P dengan menggunakan
osiloskop, dan tulis hasil pengamatan pada tabel 3.4.
6. Berdasarkan pada sinyal masukan pada tabel 3.4, ulangi langkah 5 dan
tulis hasil pengamatan pada tabel 3.4.
T/div = 200 µs
8 KHz
3.5.3. UNI – RZ
3.5.3.1. UNI-RZ dengan Satu Sinyal Input
Tabel 3.3 Data percobaan UNI - RZ satu sinyal input (5 KHz dan 7,5 KHz)
No Sinyal Titik uji Bentuk Titik Uji Bentuk
Input Gelombang Sinyal Gelombang Sinyal
Output Output
1. 5 KHz UNI -RZ I/P TP 1
TP 2 TP 3
Gambar 3.18 TP 2
Gambar 3.19 TP3
fclk = 5 KHz, V/div = 2
fclk = 5 KHz, V/div = 1 v,
v, T/div = 100 µs
T/div = 100 µs
TP 4 Data O/P
TP 2 TP 3
Gambar 3.24 TP 2
Gambar 3.25 TP3
fclk = 7,5 KHz, V/div = 5
fclk = 7,5 KHz, V/div = 1
v, T/div = 50 µs
v, T/div = 50 µs
TP 4 Data O/P
f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz
3.5.4. BIP – RZ
3.5.4.1. BIP-RZ dengan Satu Sinyal Input
Tabel 3.5 Data Percobaan BIP - RZ satu sinyal input
No Sinyal Titik uji Gelombang Output Titik Uji Gelombang Output
Input
1. 5 KHz BIP -RZ I/P TP 1
3.5.5. AMI
3.5.5.1. AMI dengan Satu Sinyal Input
Tabel 3.7 Data Percobaan AMI
NO Sinyal Input Hasil Pengukuran
CLK I/P
1. 500 Hz AMI I/P TP 1
3.5.6. MANCHESTER
Tabel 3.9 Data Percobaan Manchester
81
5 KHz
Gambar 3.64 Manchester Gambar 3.65 TP1 Gambar 3.66 Data O/P
I/P fclk = 5 KHz, V/div = 1 v, fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, fclk = 5 KHz, V/div = 2
T/div = 100 µs T/div = 100 µs v, T/div = 100 µs
fclk = 5 KHz
fdata = 2,5
KHz
fclk = 8 KHz
fdata = 4 KHz
Dari gambar diatas, terlihat adanya rangkaian buffer yang digunakan untuk
menghasilkan sinyal output yang akan sama dengan sinyal input dari buffer,
dengan kata lain agar dapat membandingkan keluaran dan masukan agar sama.
84
Dari tabel 3.10 di atas terlihat bahwa pada UNI - NRZ hasil sinyal
mempunyai bentuk sinyal yang relatif sama serta tegangan yang hampir sama
pula. Pada UNI NRZ ini, sinyal yang dihasilkan mempunyai range antara +V dan
0. Seperti kita tahu bahwa pada UNI RZ bit “1” dinyatakan oleh “high signal”
selama perioda bit dan bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama perioda bit.
Hal ini sudah terbukti pada percobaan.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder UNI-NRZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari
encoder akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal
masukan di encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah
decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal
inputan encoding semula.
Pada tabel diatas juga dapat diketahui bahwa perbedaan frekuensi sinyal
85
tidak berpengaruh terhadap amplitudo sinyal. Hal ini dapat dibuktikan dengan
variasi frekuensi sinyal DATA I / P 3KHz dan 8 KHz memiliki tinggi gelombang
yang hampir sama. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal
keluaran decoder sama dengan sinyal masukan dari encoder. Hal ini menunjukkan
bahwa percobaan sudah benar.
86
T/div = 200 µs
8 KHz
telah diproses hingga berubah lagi menjadi sama dengan sinyal masukan encoder
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder BIP-NRZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari
encoder akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal
masukan di encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah
decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal
inputan encoding semula.
88
3.6.3. UNI – RZ
Pada UNI - RZ untuk sinyal bit 1 dinyatakan oleh “high signal” selama
setengah perioda bit dan dinyatakan oleh “low signal” pada setengah perioda bit
berikutnya. Sedangkan untuk bit 0 dinyatakan dengan low signal untuk satu
periode bit. Pada UNI - RZ memungkinkan pengambilan informasi clock bila ada
deretan 1 yang panjang. Namun kelemahan Bandwidth yang diperlukan dua kali
NRZ, sulit mengambil informasi clock bila ada deretan nol yang panjang, dan
mengandung komponen DC.
µs
TP 2 TP 3
TP 4 Data O/P
f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz
Tabel 3.13 berbeda dengan tabel sebelumnya hal ini terjadi karena pada tabel
ini mempunyai dua sinyal input. Sinyal ini digunakan untuk memperkuat sinyal
masukan. Hal ini bisa digunakan apabila sinyal clock input tidak tepat dua kali
92
sinyal data. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran
decoder sama dengan sinyal masukan encoder. Dari data hasil percobaan sudah
sesuai dengan teori yang ada.
3.6.4. BIP – RZ
Pada BIP -NRZ mempunyai prinsip yang hampir sama dengan UNI-NRZ,
tetapi mempunyai satu perbedaan yang mendasar yakni penyebutan bit 0 dan bit 1.
Pada BIP - NRZ berlaku untuk bit 1 dinyatakan dalam +v, dan bit 0 dinyatakan
dalam -v.
Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantuknan
94
sebelumnya. Pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Hal ini telah
membuktikan bahwa hasil percobaan sama dengan teori. Pada Tabel 3.14 diatas
merupakan data percobaan BIP-RZ dengan menggunakan 1 sinyal masukan.
Dengan variasi frekuensi sinyal clock yaitu 2 KHz, dapat diamati untuk keluaran
masing-masing BIP-RZ I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan DATA O/P mempunyai
bentuk sinyal yang hampir sama. Begitu juga tegangannya. Dari hasil pengamatan
juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal
masukan dari encoder. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan sudah benar.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder BIP-RZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari encoder
akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal masukan di
encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah decoder yaitu
untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal inputan encoding
semula.
98
3.6.5. AMI
Pada AMI Bit "0" dinyatakan sebagai level nol sedangkan Bit "1"
dinyatakan oleh level positif dan negatif yang bergantian. Karakteristik sinyal
hasil pengkodean AMI adalah tidak memiliki komponen DC (kelebihan). Namun,
deretan nol yang panjang masih dapat menyebabkan masalah ( error ). Deretan nol
yang panjang menyebabkan tidak adanya transisi dan menghilangkan sinkronisasi
antara receiver dan transmitter.
TP 2 TP 3
99
Pada Tabel 3.17 diatas merupakan data hasil percobaan AMI dengan satu
sinyal masukan. Digunakan sinyal input yaitu 500Hz. Dapat diamati bentuk sinyal
keluaran CLK I/P, AMI I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data O/P mempunyai bentuk
yang hampir sama. Dalam gambar ditunjukkan tidak adanya komponen DC pada
AMI line code encoding ini. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk
sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal masukan dari encoder. Hal ini
menunjukkan percobaan sudah benar.
100
Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantumkan
sebelumnya, pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Hal ini telah
membuktikan bahwa hasil percobaan sama dengan teori. Tabel diatas adalah
percobaan AMI dengan menggunakan 2 sinyal input. Hampir sama dengan
penjelasan sebelumnya, digunakan 2 sinyal untuk memperkuat masukan. Dalam
hasil percobaan tidak menunjukkan adanya komponen DC. Dari hasil pengamatan
101
juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal
masukan dari encoder. Sehingga hasil percobaan ini sudah sesuai dengan teori
yang ada.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder AMI, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari encoder
akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal masukan di
encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah decoder yaitu
untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal inputan encoding
semula.
102
3.6.6. MANCHESTER
Pada machester Bit “1” dinyatakan oleh pulsa yang setengah prioda
pertamanya memiliki level high dan setengah perioda sisanya memiliki level low,
sedangkan Bit “0” dinyatakan oleh pulsa yang setengah perioda pertamanya
memiliki level low dan setengah perioda sisanya memiliki level high. Jadi, setiap
bit dinyatakan oleh pulsa-pulsa yang berganti level pada pertengahan bit.
Karakteristik Manchester coding adalah sebagai berikut timing recovery mudah
dan mempunyai bandwidth lebar.
5 KHz
fclk = 5 KHz
fdata = 2,5
KHz
Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantumkan
sebelumnya, pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Hal ini telah
membuktikan bahwa hasil percobaan sama dengan teori. Pada tabel 3.19 dapat
diketahui bahwa perbedaan frekuensi sinyal tidak berpengaruh terhadap amplitudo
sinyal. Hal ini dapat dibuktikan dengan variasi frekuensi sinyal CLK I/P dan Data
I/P menghasilkan tinggi gelombang yang sama pada Manchester O/P. Dari hasil
pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan
104
sinyal masukan dari encoder. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan sudah benar.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder Manchester, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari
encoder akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal
masukan di encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah
decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal
inputan encoding semula.
105
3.7. Kesimpulan
1. Sistem kerja dari sebuah decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal
output encoding menjadi sinyal inputan encoding semula.
2. Pada UNI-NRZ ini berlaku : Bit “1” dinyatakan oleh “high signal” selama
periode bit, sedangkan bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama periode
bit.
3. Level sinyal yang digunakan untuk unipolar : menggunakan level +v dan 0
, sedangkan pada bipolar menggunakan level +v, 0, dan -v.
4. Pada Line Code Encoding Non Return to Zero tidak terpengaruhi oleh
clock, transisi sinyal hanya dipengaruhi sinyal inputan, karena pada NRZ
memenuhi 1 prioda bit, sedangkan Return to Zero, sinyal keluaran
dipengaruhi pula oleh sinyal clock.
5. Pada AMI Bit "0" dinyatakan sebagai level nol sedangkan Bit "1"
dinyatakan oleh level positif dan negatif yang bergantian.
6. Karakteristik Manchester coding adalah recovery mudah dan mempunyai
bandwidth yang lebar.
7. Pada Machester, Bit “1” dinyatakan oleh pulsa yang setengah priode
pertamanya memiliki level high dan setengah periode sisanya memiliki
level low.
8. Pada Machester, Bit “0” dinyatakan oleh pulsa yang setengah periode
pertamanya memiliki level low dan setengah periode sisanya memiliki
level high.