Anda di halaman 1dari 45

61

BAB III
PERCOBAAN 1
LINE CODE DECODER

3.1. Tujuan Percobaan


1. Memahami teori dan aplikasi line code decoder
2. Memahami teori decode dan struktur sirkuit dari NRZ
3. Memahami teori decode dan struktur sirkuit dari RZ
4. Memahami teori decode dan struktur sirkuit dari AMI
5. Memahami teori decode dan struktur sirkuit dari Manchester.

3.2. Dasar Teori


Keuntungan penerapan line code pada sistem transmisi digital adalah:
(1) Self-synchronization
Sinyal line code memiliki keuntungan dari timing informasi yang
mencukupi yang dapat membuat bit synchronizer menangkap timing atau
sinyal pulsa secara akurat untuk memperoleh self-synchronization.
(2) Bit Error Rate yang Rendah
Sinyal digital dapat diperbaiki dengan komparator, yang mampu
mengurangi interferensi noise dan bit error rate. Kita juga dapat
menambahkan alat yang cocok seperti match filter pada penerima untuk
mengurangi efek intersymbol interference (ISI).
(3) Kemampuan Mendeteksi Error
Sistem komunikasi digital memiliki kemampuan mendeteksi kesalahan
atau koreksi dengan menambahkan proses kanal encoding dan decoding
pada sinyal line code.
(4) Transparansi
Dengan mengatur sinyal line code dan data protocol, kita dapat menerima
urutan data secara akurat.
62

3.2.1. Unipolar Nonreturn-to-zero Signal Decode

Gambar 3.1 menunjukkan perbedaan bentuk sinyal line code dan


kita akan mendiskusikan sinyal decoding di bagian selanjutnya.
Gambar 3.2 menunjukkan diagram rangkaian dari decoder unipolar
nonreturn-to-zero (UNI-NRZ). Dari gambar 3.1 terlihat bahwa
bentuk gelombang sinyal UNI-NRZ dan sinyal data adalah
sama.Oleh karena itu, kita hanya perlu menambahkan sebuah buffer
didepan rangkaian decoder untuk memperbaiki masukan sinyal data
yang asli.

Gambar 3.1 perbedaan bentuk gelombang sinyal line code.

Gambar 3.2 Diagram rangkaian unipolar NRZ decoder


63

3.2.2. Bipolar Nonreturn-to-zero Signal Decode

Gambar 3.3 menunjukkan diagram rangkaian decoder


bipolar nonreturn-to-zero (BIP-NRZ). Amplitudo sinyal BIP-
NRZ adalah level tegangan positif atau level tegangan negative.
Oleh karena itu, untuk decoder kita dapat memanfaatkan sebuah
diode untuk mengubah level tegangan negative ke level
tegangan nol dan selanjutnya kita dapat memperbaiki masukan
data sinyal yang asli.

Gambar 3.3 Diagram rangkaian bipolar NRZ decoder

3.2.3 Unipolar Return-to-zero Signal Decode

Gambar 3.4 menunjukkan diagram rangkaian decoder


unipolar return-to-zero (UNI-NRZ). Keluaran decoder UNI-RZ
adalah sebuah NOR-RS flip-flop yang dicakup oleh Rɜ, R4 dan
dua gerbang NOR. TP2 adalah terminal “S” dan TP3 adalah
terminal “R”.sinyal clock akan dibalikkan oleh sebuah gerbang
NOT yang dicakup oleh gerbang NOR. Setelahnya, dengan
menggunakan gerbang XOR untuk mengoperasikan sinyal clock
yang telah dibalik dan sinyal UNI-RZ dan kemudian melewati
sebuah pembeda yang dicakup oleh C2 dan R2, keluaran akan
ditransformasikan ke gelombang pulsa yang digunakan untuk
terminal “R” dari RS flip-flop sebagaimana ditunjukkan di TP2
pada gambar 3.5. Akhirnya, dengan mengirimkan baik sinyal
UNI-RZ maupun sinyal clock ke dalam RS flip-flop, kita dapat
memperbaiki masukan sinyal data asli.
64

Gambar 3.4 Diagram rangkaian dari dekoder unipolar return-to-zero

Gambar 3.5 Bentuk gelombang keluaran dari dekoder unipolar return-to-zero

3.2.4. Bipolar Return-to-zero Signal Decode

Seperti yang kita tahu, perbedaan antara UNI-RZ dan BIP


RZ yaitu UNI RZ hanya memiliki level voltase positif, namun
BIP RZ memiliki keduanya, level voltase positif dan negatif.
Oleh karena itu, kita menggunakan sebuah dioda untuk
mengubah level voltase negatif menjadi level voltase nol, seperti
pada gambar 3.3, kemudian kita memperoleh sebuah sinyal UNI
RZ. Setelah itu. Sinyal UNI RZ akan melewati sebuah rangkaian
decoder UNI RZ seperti pada gambar 3.4, kemudian kita dapat
memperbaiki masukan sinyal data yang asli.

3.2.5 Alternate Mark Inversion Signal Decode

Berdasarkan Gambar 3.1, dengan membandingkan RZ


dengan bentuk gelombang encode AMI, kita dapat mengetahui
bahwa jika level voltase dari transformasi AMI menjadi level
65

positif, gelombang encode adalah sama persis dengan bentuk


gelombang encode RZ. Oleh karena itu, AMI decoder dapat
dibagi menjadi dua bagian, dimana rangkaian dari transformasi
AMI menjadi RZ dan rangkaian dari RZ decoder. Diagram
rangkaian dari UNI-RZ decoder dan transformasi AMI menjadi
RZ ditunjukkan pada gambar 3.4 dan 3.6, secara berturut-turut.
Dari gambar 3.6, ketika sinyal AMI terletak pada level voltase
positif, sinyal akan melewati D2 menuju OUT, di sisi lain, ketika
sinyal AMI terletak pada level voltase negatif, sinyal akan
melewati D1, yang mana terhubung dengan comparator dan
kemudian melewati D3 menuju OUT. Oleh karena itu, kita akan
mendapatkan sinyal RZ dari sinyal AMI.

Gambar 3.6 Diagram rangkaian AMI decoder

3.2.6. Decoder Sinyal Manchester


Berdasarkan gambar 3.1, dengan membandingkan sinyal
data, sinyal clock dan sinyal encode, kita perlu untuk
menginversi (mengubah) sinyal clock, dan kemudian
menggunakan sebuah gerbang XOR untuk mengoperasikan
sinyal clock yang telah diinversi dan sinyal Manchester.
Hasilnya, kita dapat memperoleh sinyal encode data yang asli.
Gambar 3.7 menunjukkan diagram rangkaian dari decoder
Manchester. Dari gambar 3.7, tujuan dari gerbang XOR yang
perlama adalah untuk mengoperasikan sinyal clock dan sinyal
66

+5V untuk menginversi sinyal clock, kemudian gerbang XOR


kedua digunakan untuk mengoperasikan sinyal clock yang telah
diinversi dan sinyal Manchester untuk memperbaiki sinyal
masukan data yang asli.

Gambar 3.7 diagram rangkaian dari decoder Manchester

3.3. Alat dan Perangkat


1. Modul Praktikum Sistem Telekomunikasi 1: DCT-6000
2. Oscilloscope
3. Function Generator
4. Kabel dengan soket di ujung
5. Jumper

3.4. Langkah Kerja


3.4.1. Dekoder Unipolar sinyal NRZ
1. Menggunakan rangkaian encode UNI-NRZ seperti pada gambar 19.2 bab
19 atau mengacu pada gambar DCT 1.1 pada modul GOTT DCT-6000-01
untuk menghasilkan sinyal UNI-NRZ.
2. Untuk mengimplementasikan sebuah rangkaian decode UNI-NRZ seperti
pada gambar 3.2 atau mengacu pada gambar DCT 3.1 pada modul GOTT
DCT-6000-01.
3. Mengatur frekuensi dari function generator pada 1 kHz sinyal TTL dan
menghubungkan sinyal ini dengan data I/P dari gambar DCT 1.1.
Kemudian menghubungkan UNI-NRZ O/P dari gambar DCT 1.1 menuju
UNI-NRZ I/P dari gambar DCT3.1. Selanjutnya, mengamati pada
gelombang keluaran dengan menggunakan osiloskop dan mencatat
hasilnya pada tabel 3.1.
67

4. Berdasarkan sinyal masukan pada tabel 3.1, mengulangi langkah 3 dan


mencatat hasil pengukuran pada tabel 3.1.

3.4.2. Dekoder Bipolar sinyal NRZ


1. Menggunakan rangkaian encode BIP-NRZ seperti pada gambar 10.3 bab
19 atau berdasarkan gambar DCT1.1 pada modul GOTT DCT-6000-01
untuk menghasilkan sinyal BIP-NRZ.
2. Untuk mengimplementasikan sebuah rangkaian decode BIP-NRZ seperti
pada gambar 3.3 atau berdasarkan gambar DCT3.1 pada modul GOTT
DCT-6000-01.
3. Mengatur frekuensi dari function generator pada 1 kHz sinyal TTL dan
menghubungkan sinyal ini dengan Data I/P pada gambar DCT 1.1.
Kemudian menghubungkan BIP-NRZ O/P pada gambar DCT 1.1 menuju
BIP-NRZ I/P dari gambar DCT3.1. Selanjutnya, mengamati pada
gelombang keluaran dengan menggunakan osiloskop dan mencatat
hasilnya pada tabel 3.2.
4. Berdasarkan sinyal masukan pada tabel 3.2, mengulangi langkah 3 dan
mencatat hasil pengukuran pada tabel 3.2

3.4.3 Dekoder Unipolar sinyal RZ


1. Dengan menggunakan rangkaian encoder UNI-RZ seperti yang tampak
pada gambar 19.4 pada bab 19 atau mengarah untuk menghitung DCT1.2
pada modul GOTT DCT-6000-01 untuk menghasilkan sinyal UNI-RZ.
2. Untuk mengimplementasikan suatu rangkaian decoder UNI-RZ yang
tampak seperti gambar 3.4 atau mengarah pada gambar DCT3.2 pada
modul GOTT DCT-6000-0.
3. Atur frekuensi pada function generator menjadi 1 kHz sinyal TTL,
kemudian hubungkan sinyal tersebut dengan CLK I/P pada gambar DCT
1.2, dengan CLK pada tombol kiri dan CLK I/P pada gambar DCT3.2.
Setelah itu hubungkan Data O/P pada tombol kiri ke Data I/P dari DCT1.2.
Kemudian hubungkan UNI-RZ O/P dari gambar DCT 1.2 ke UNI-RZ I/P
dari gambar DCT3.2. Kemudian amati bentuk gelombang dari UNI-RZ
68

I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data O/P dengan menggunakan osiloskop.
Terakhir tulis hasil pengamatan pada tabel 3.3.
4. Berdasarkan pada sinyal masukan pada tabel 3.3, ulangi langkah 3 dan
catat hasil pengukuran pada tabel 3.3.
5. Atur frekuensi pada function generator menjadi 2 kHz sinyal TTL ,
kemudian hubungkan sinyal tersebut dengan CLK I/P pada gambar
DCT1.2. Kemudian atur frekuensi lain dari function generator menjadi 1
kHz sinyal TTL dan hubungkan sinyal tersebut dengan Data I/P pada
gambar DCT1.2. Kemudian hubungkan UNI-RZ O/P dari DCT1.2 ke
UNI-RZ I/P dari DCT3.2. Kemudian amati bentuk gelombang dari UNI-
RZ O/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data I/P dengan menggunakan
osiloskop, dan tulis hasil pengamatan pada tabel 3.4.
6. Berdasarkan pada sinyal masukan pada tabel 3.4, ulangi langkah 5 dan
tulis hasil pengamatan pada tabel 3.4.

3.4.4. Dekoder Bipolar sinyal RZ


1. Dengan menggunakan rangkaian encoder BIP-RZ seperti yang tampak
pada gambar 19.5 pada bab 19 atau mengarah untuk menghitung DCT1.2
pada modul GOTT DCT-6000-01 untuk menghasilkan sinyal BIP-RZ.
2. Untuk mengimplementasikan suatu rangkaian decoder BIP-RZ yang
tampak seperti gambar 3.4 atau mengarah pada gambar DCT3.2 pada
modul GOTT DCT-6000-01.
3. Atur frekuensi pada function generator menjadi 1 kHz sinyal TTL,
kemudian hubungkan sinyal tersebut dengan CLK I/P pada gambar DCT
1.2, dengan CLK pada tombol kiri dan CLK I/P pada gambar DCT3.2.
Setelah itu hubungkan Data O/P pada tombol kiri ke Data I/P dari DCT1.2.
Kemudian hubungkan BIP-RZ I/P dari gambar DCT 1.2 ke UNI-RZ I/P
dari gambar DCT3.2. Kemudian amati bentuk glombang dari BIP-RZ I/P,
TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data O/P dengan menggunakan osiloskop.
Terakhir tulis hasil pengamatan pada tabel 3.5.
4. Berdasarkan pada sinyal masukan pada tabel 3.5, ulangi langkah 3 dan
catat hasil pengukuran pada tabel 3.5.
69

5. Atur frekuensi pada function generator menjadi 2 kHz sinyal TTL ,


kemudian hubungkan sinyal tersebut dengan CLK I/P pada gambar
DCT1.2. Kemudian atur frekuensi lain dari function generator menjadi 1
kHz sinyal TTL dan hubungkan sinyal tersebut dengan Data I/P pada
gambar DCT1.2. Kemudian hubungkan BIP-RZ O/P dari DCT1.2 ke BIP-
RZ I/P dari DCT3.2. Kemudian amati bentuk gelombang dari BIP-RZ O/P,
TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data I/P dengan menggunakan osiloskop, dan
tulis hasil pengamatan pada tabel 3.6.
6. Sesuai dengan sinyal masukan pada tabel 3.6, mengulangi langkah 5
dan mencatat hasil pengukuran di tabel 3.6.

3.4.5 Dekoder sinyal AMI


1. Menggunakan rangkaian AMI encode yang terlihat pada gambar 19.6 bab
19 atau lihat pada gambar DCTI di modul GOTT DCT-6000-01 untuk
menghasilkan sinyal AMI.
2. Untuk melaksanakan rangkaian transformasi AMI ke RZ seperti pada
gambar 3.6 atau lihat gambar DCT3.3 pada modul Gott DCT-6000-01 .
3. Mengatur frekuensi fungsi generator ke 2 kHz sinyal TTL, kemudian
hubungkan sinyal ini ke CLK I/P pada gambar DCT 1.3, serta CLK di
bagian bawah kiri dan CLK I/ P pada gambar DCT3.3. Setelah
itu hubungkan Data O/P di bagian bawah kiri ke Data I/P dalam
angka DCT 1.3. Selanjutnya menghubungkan AMI O/P pada gambar
DCT1.3 ke AMI I/P pada gambar DCT 3.3. Kemudian
mengamati pada bentuk gelombang dari AMI I/P, TP1, TP2, TP3, TP4,
TP5, TP6, dan Data O/P dengan menggunakan osiloskop.
Akhirnya mencatat hasil pengukuran dalam tabel 3.7.
4. Sesuai dengan sinyal masukan pada tabel 3.7, mengulangi langkah 3
dan mencatat hasil pengukuran di tabel 3.7.
5. Mengatur frekuensi generator untuk keluaran sebesar 2 kHz sinyal
TTL dan menghubungkan sinyal ini ke CLK I/P dalam gambar DCT 1.3.
Kemudian atur frekuensi generator lain untuk 1 kHz sinyal TTL
dan menghubungkan sinyal ini untuk Data I/P dalam gambar DCT1.3.
Berikutnya menghubungkan AMI O/P DCT 1.3 ke AMI I/P DCT 3.3.
Kemudian mengamati bentuk gelombang dari AMI I/P, TP1, TP2, TP3,
70

TP4, TP5, TP6, dan Data O/P dengan menggunakan


osiloskop, kemudian mencatat hasil pengukuran dalam tabel 3.8.
6. Sesuai dengan sinyal masukan pada tabel 3.8 mengulangi langkah 5 dan
mencatat hasil pengukuran di tabel 3.8.

3.4.6 Dekoder sinyal Manchester


1. Menggunakan Rangkaian manchester encode yang terlihat pada gambar
19.7 bab 19 atau lihat pada gambar DCT 1.4 pada modul GOTT DCT-
6000-01 untuk menghasilkan Sinyal Manchester.
2. Untuk melaksanakan rangkaian manchester decode yang terlihat pada
gambar 3.7 atau lihat gambar DCT3.4 pada modul Gott DCT-6000-01 .
3. Mengatur frekuensi fungsi generator ke 2 kHz sinyal TTL, kemudian
hubungkan sinyal ini ke CLK I/P pada gambar DCT 1.4, serta CLK di
bagian bawah kiri dan CLK I/ P pada gambar DCT 3.4. Setelah
itu hubungkan data O/P di bagian bawah kiri ke data I/P dalam
angka DCT 1.4. Kemudian hubungkan AMI O/P pada gambar DCT 1.4
ke AMI I/P pada gambar DCT 3.4. Berikutnya mengamati pada bentuk
gelombang dari Manchester I/P, TP1,dan Data O/P dengan
menggunakan osiloskop. Akhirnya mencatat hasil praktikum dalam
tabel 3.9
4. Sesuai dengan sinyal masukan pada tabel 3.9, mengulangi langkah 3
dan mencatat hasil pengukuran di tabel 3.9.
5. Mengatur frekuensi generator fungsi untuk 2 kHz sinyal TTL dan
menghubungkan sinyal ini ke CLK I/P dalam gambar DCT 1.4.
Kemudian atur frekuensi generator lain untuk 1 kHz sinyal TTL
dan menghubungkan sinyal ini untuk Data I/P dalam gambar DCT 1.4.
Berikutnya menghubungkan Manchester O/P pada DCT 1.4 ke
Manchester I/P pada DCT 3.4. Kemudian mengamati bentuk
gelombang Manchester I/P, TP1, dan Data O/P dengan menggunakan
osiloskop , kemudian mencatat hasil pengukuran dalam tabel 3.9.
6. Sesuai dengan sinyal masukan pada tabel 3.9, mengulangi langkah 5
dan mencatat hasil pengukuran di tabel 3.9
71

3.5. Hasil Pengukuran


3.5.1. UNI - NRZ
Tabel 3.1 Data Percobaan UNI – NRZ (3 KHz, 8KHz)
Frekuensi Sinyal Bentuk Gelombang Sinyal Output
UNI - NRZ I/P Data O/P
Input (Data I/P)
3 KHz

Gambar 3.8 UNI - NRZ I/P Gambar 3.9 Data O/P


f = 3 KHz, V/div = 5 v , f = 3 KHz, V/div = 2 v ,
T/div = 200 µs T/div = 200 µs
8 KHz

Gambar 3.10 UNI - NRZ I/P Gambar 3.11 Data O/P


f = 8 KHz, V/div = 5 v , f = 8 KHz, V/div = 1V ,
T/div = 50 us T/div = 50 us

3.5.2. BIP - NRZ


72

Tabel 3.2 Data Percobaan BIP – NRZ (3KHz, 8KHz)

Frekuensi Sinyal Input Bentuk Gelombang Sinyal Output


BIP-NRZ I/P Data O / P
(Data I/P)
3 KHz

Gambar 3.12 BIP-NRZ Gambar 3.13 Data O/P

I/P f = 3 KHz, V/div = 5 v,

f = 3 KHz, V/div = 10 v, T/div = 200 µs

T/div = 200 µs
8 KHz

Gambar 3.14 BIP-NRZ Gambar 3.15 Data O/P


I/P f = 8 KHz, V/div = 2 v,
f = 8 KHz, V/div = 5 v, T/div = 50µ s
T/div = 50 µs
73

3.5.3. UNI – RZ
3.5.3.1. UNI-RZ dengan Satu Sinyal Input
Tabel 3.3 Data percobaan UNI - RZ satu sinyal input (5 KHz dan 7,5 KHz)
No Sinyal Titik uji Bentuk Titik Uji Bentuk
Input Gelombang Sinyal Gelombang Sinyal
Output Output
1. 5 KHz UNI -RZ I/P TP 1

Gambar 3.16 UNI - RZ


Gambar 3.17 TP 1
I/P fclk = 5 KHz, V/div =
fclk = 5 KHz, V/div = 2 v,
5 v, T/div =100 µs
T/div = 100 µs

TP 2 TP 3

Gambar 3.18 TP 2
Gambar 3.19 TP3
fclk = 5 KHz, V/div = 2
fclk = 5 KHz, V/div = 1 v,
v, T/div = 100 µs
T/div = 100 µs
TP 4 Data O/P

Gambar 3.20 TP4 Gambar 3.21 Data O/P


fclk = 2 KHz, V/div = 2 v, fclk = 5 KHz, V/div = 2 v,
T/div = 100 µs T/div = 100 µs
2. 7,5 KHz UNI -RZ I/P TP 1

Gambar 3.22 UNI - RZ Gambar 3.23 TP 1


I/P fclk = 7,5 KHz, fclk = 7,5 KHz, V/div = 1
V/div =5 v, T/div =50 µs v, T/div = 50 µs
74

TP 2 TP 3

Gambar 3.24 TP 2
Gambar 3.25 TP3
fclk = 7,5 KHz, V/div = 5
fclk = 7,5 KHz, V/div = 1
v, T/div = 50 µs
v, T/div = 50 µs
TP 4 Data O/P

Gambar 3.26 TP4 Gambar 3.27 Data O/P


fclk = 7,5 KHz, V/div = 2 fclk = 7,5 KHz, V/div = 2
v, T/div = 50 µs v, T/div = 50 µs
75

3.5.3.2. UNI-RZ dengan Dua Sinyal Input


Tabel 3.4 Data percobaan UNI – RZ dua sinyal input
Sinyal Input
NO Hasil Pengukuran
CLK I/P Data I/P
1 5 KHz 2,5 KHz UNI-RZ I/P TP1

Gambar 3.28 UNI-RZ I/P Gambar 3.29 TP 1


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 100 µs
TP2 TP3

Gambar 3.30 TP 2 Gambar 3.31 TP3


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 200 µs V/div = 1 v, T/div = 100 µs
TP4 Data O/P

Gambar 3.32 TP4 Gambar 3.33 Data O/P


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 200 µs
76

2 7,5 KHz 4 KHz UNI-RZ I/P TP1

Gambar 3.34 UNI-RZ I/P Gambar 3.35 TP 1

f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz

V/div = 5 v, T/div = 100 µs V/div = 1 v, T/div = 50 µs


TP2 TP3

Gambar 3.36 TP 2 Gambar 3.37 TP3


f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 100 µs V/div = 1 v, T/div = 100 µs
TP4 Data O/P

Gambar 3.38 TP4 Gambar 3.39 Data O/P


f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 100 µs V/div = 2 v, T/div = 100 µs
77

3.5.4. BIP – RZ
3.5.4.1. BIP-RZ dengan Satu Sinyal Input
Tabel 3.5 Data Percobaan BIP - RZ satu sinyal input
No Sinyal Titik uji Gelombang Output Titik Uji Gelombang Output
Input
1. 5 KHz BIP -RZ I/P TP 1

Gambar 3.40 BIP - RZ Gambar 3.41 TP1


fclk = 5 KHz, V/div = 5 fclk = 5 KHz, V/div = 2
v, T/div = 100 µs v, T/div = 100 µs
TP 2 TP 3

Gambar 3.42 TP2 Gambar 3.43 TP3


fclk = 5 KHz, V/div = 2 fclk = 5 KHz, V/div = 1
v, T/div = 100 µs v, T/div = 200 µs
TP 4 Data O/P

Gambar 3.44 TP4 Gambar 3.45 Data O/P


fclk = 5 KHz, V/div = 2 fclk = 5 KHz, V/div = 2
v, T/div = 100 µs v, T/div = 100 µs
78

3.5.4.2. BIP-RZ dengan Dua Sinyal Input


Tabel 3.6 Data Percobaan BIP - RZ dua sinyal input
Sinyal Input
NO Hasil Pengukuran
CLK I/P Data I/P
1 5 KHz 2,5 KHz BIP-RZ I/P TP1

Gambar 3.46 BIP-RZ I/P Gambar 3.47 TP 1


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 100 µs
TP2 TP3

Gambar 3.48 TP 2 Gambar 3.49 TP3


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 200 µs V/div = 1 v, T/div = 100 µs
TP4 Data O/P

Gambar 3.50 TP4 Gambar 3.51 Data O/P


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 200 µs
79

3.5.5. AMI
3.5.5.1. AMI dengan Satu Sinyal Input
Tabel 3.7 Data Percobaan AMI
NO Sinyal Input Hasil Pengukuran
CLK I/P
1. 500 Hz AMI I/P TP 1

Gambar 3.52 AMI I/P Gambar 3.53 TP 1


AMI f = 500 Hz AMI f = 500 Hz
v/div = 5V T/div = 1ms v/div = 2V T/div = 1ms
TP 2 TP 3

Gambar 3.54 TP2 AMI Gambar 3.55 TP3 AMI


f = 500 Hz f = 500 Hz
v/div = 1V T/div = 1ms v/div = 1V T/div = 1ms
TP 4 Data O/P

Gambar 3.56 TP4 AMI Gambar 3.57 Data O/P


f = 500 Hz f = 500 Hz
v/div = 1V T/div = 1ms v/div = 1V T/div = 1ms
80

3.5.5.2. AMI dengan Dua Sinyal Input


Tabel 3.8 Data Percobaan AMI
NO Sinyal Input Hasil Pengukuran
CLK I/P Data
1. 500 Hz 250 Hz AMI I/P TP 1

Gambar 3.58 AMI I/P Gambar 3.59 TP 1 AMI


fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz v/div
fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
= 1V T/div = 2ms V/div = 2 v, T/div = 2 ms
TP 2 TP 3

Gambar 3.60 TP2 AMI Gambar 3.61 TP3 AMI


fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
V/div = 1 v, T/div = 1 ms V/div = 1 v, T/div = 2 ms
TP 4 Data O/P

Gambar 3.62 TP4 AMI Gambar 3.63 Data O/P


fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
V/div = 1 v, T/div = 1 ms
V/div = 1 v, T/div = 2 ms

3.5.6. MANCHESTER
Tabel 3.9 Data Percobaan Manchester
81

Frekuensi Bentuk Gelombang sinyal Output


Manchester I/P TP 1 Data O/P
Sinyal Input

5 KHz

Gambar 3.64 Manchester Gambar 3.65 TP1 Gambar 3.66 Data O/P
I/P fclk = 5 KHz, V/div = 1 v, fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, fclk = 5 KHz, V/div = 2
T/div = 100 µs T/div = 100 µs v, T/div = 100 µs
fclk = 5 KHz
fdata = 2,5
KHz

Gambar 3.67 Manchester Gambar 3.68 TP1 Gambar 3.69


I/P fdata = 2,5 KHz fclk = 5 fdata = 2,5 KHz fclk = 5 Data O/P
KHz, V/div = 1 v, T/div = KHz, V/div = 2 v, T/div = fdata = 2,5 KHz fclk = 5
200 µs 100 µs KHz, V/div = 2 v, T/div
= 100 µs
8 KHz

Gambar 3.70 Manchester Gambar 3.71 TP 1 Gambar 3.72 Data O/P


I/P fclk = 8 KHz, V/div = 500 fclk = 8 KHz, V/div = 1 v, fclk = 8 KHz, V/div = 1
mv, T/div = 50 µs T/div = 50 µs v, T/div = 50 µs

fclk = 8 KHz
fdata = 4 KHz

Gambar 3.73 Manchester Gambar 3.74 TP1 Gambar 3.75


I/P fdata = 4 KHz fclk = 8 fdata = 4 KHz fclk = 8 KHz, Data O/P
KHz, V/div = 1 v, T/div =
82

100 µs V/div = 1 v, T/div = 50 µs fdata = 4 KHz fclk = 8


KHz, V/div = 1 v, T/div
= 50 µs
83

3.6. Analisa dan Pembahasan


3.6.1. UNI – NRZ
UNI – NRZ (Unipolar Non Return-to-Zero) adalah salah satu jenis Line
Code Encoding. Line code ini tetap berada dalam 1 level bit ketika bit “1” atau
tidak kembali ke nol. Pada UNI - NRZ ini bit “1” dinyatakan oleh “high signal”
selama 1 perioda bit, sedangkan bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama 1
perioda bit
Line Coding UNI - NRZ mempunyai kelemahan yaitu tidak ada informasi
timing di dalam bentuk sinyal sehingga sinkronisasi bisa hilang bila muncul
deretan 0 yang panjang untuk NRZI atau deretan 0 dan 1 yang panjang untuk
NRZL. Spektrum NRZ mengandung komponen DC, yaitu komponen gelombang
berfrekuensi 0 yang tidak menghasilkan informasi apapun yang disebabkan karena
deretan 0 dan 1 yang panjang yang telah disebutkan sebelumnya.
NRZ mempunyai beberapa jenis variasi yakni :
1. NRZ-L (Non-Return-to-Zero-Level) : Level konstan selama perioda bit,
2. NRZ-I (Non-Return-to-Zero-Invert on ones) : bit “1” dikodekan dalam
bentuk transisi sinyal (dari high-ke-low atau low-ke-high), sedangkan “0”
dikodekan dengan tidak adanya transisi sinyal
3. NRZ-M (Non-Return-to-Zero-Mark): level berubah bila ada bit “1”
4. NRZ-S (Non-Return-to-Zero-Space): level berubah bila ada bit “0”

Gambar 3.76 Rangkaian UNI-NRZ

Dari gambar diatas, terlihat adanya rangkaian buffer yang digunakan untuk
menghasilkan sinyal output yang akan sama dengan sinyal input dari buffer,
dengan kata lain agar dapat membandingkan keluaran dan masukan agar sama.
84

Berikut adalah data hasil percobaan UNI – RZ :


Tabel 3.10 Data Percobaan UNI – NRZ (3 KHz, 8KHz)
Frekuensi Sinyal Bentuk Gelombang Sinyal Output
UNI - NRZ I/P Data O/P
Input (Data I/P)
3 KHz

Gambar 3.77 UNI - NRZ I/P Gambar 3.78 Data O/P


f = 3 KHz, V/div = 5 v , f = 3 KHz, V/div = 2 v ,
T/div = 200 µs T/div = 200 µs
8 KHz

Gambar 3.79 UNI - NRZ I/P Gambar 3.80 Data O/P


f = 8 KHz, V/div = 5 v , f = 8 KHz, V/div = 1V ,
T/div = 50 us T/div = 50 us

Dari tabel 3.10 di atas terlihat bahwa pada UNI - NRZ hasil sinyal
mempunyai bentuk sinyal yang relatif sama serta tegangan yang hampir sama
pula. Pada UNI NRZ ini, sinyal yang dihasilkan mempunyai range antara +V dan
0. Seperti kita tahu bahwa pada UNI RZ bit “1” dinyatakan oleh “high signal”
selama perioda bit dan bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama perioda bit.
Hal ini sudah terbukti pada percobaan.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder UNI-NRZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari
encoder akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal
masukan di encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah
decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal
inputan encoding semula.
Pada tabel diatas juga dapat diketahui bahwa perbedaan frekuensi sinyal
85

tidak berpengaruh terhadap amplitudo sinyal. Hal ini dapat dibuktikan dengan
variasi frekuensi sinyal DATA I / P 3KHz dan 8 KHz memiliki tinggi gelombang
yang hampir sama. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal
keluaran decoder sama dengan sinyal masukan dari encoder. Hal ini menunjukkan
bahwa percobaan sudah benar.
86

3.6.2. BIP – NRZ


Pada line coding Bipolar Non Return To zero (BIP - NRZ) mempunyai
aturan bahwa bit 1 diwakili dengan + v sedangkan bit 0 diwakili dengan -v. Secara
prinsip Bipolar mempunyai pembagian level menjadi tiga yaitu + v, 0, dan -v.
Berikut hasil percobaan BIP – NRZ :
Tabel 3.11 Data Percobaan BIP – NRZ (3KHz, 8KHz)
Frekuensi Sinyal Input Bentuk Gelombang Sinyal Output
BIP-NRZ I/P Data O / P
(Data I/P)
3 KHz

Gambar 3.81 BIP-NRZ Gambar 3.82 Data O/P

I/P f = 3 KHz, V/div = 5 v,

f = 3 KHz, V/div = 10 v, T/div = 200 µs

T/div = 200 µs
8 KHz

Gambar 3.83 BIP-NRZ Gambar 3.84 Data O/P


I/P f = 8 KHz, V/div = 2 v,
f = 8 KHz, V/div = 5 v, T/div = 50µ s
T/div = 50 µs

BIP-NRZ (Bipolar NonReturn-to-Zero) mempunyai karakteristik yang


hampir sama dengan Unipolar NonReturn-to-Zero tetapi mempunyai satu
perbedaan yang mendasar yakni penyebutan bit 0 dan bit 1. Pada BIP - NRZ
berlaku untuk bit 1 dinyatakan dalam +v, dan bit 0 dinyatakan dalam -v. Dari data
percobaan pada Tabel 3.11 di atas sinyal keluaran BIP-NRZ untuk beberapa
variasi frekuensi mempunyai bentuk dan tegangan yang hampir sama pada
dasarnya. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran
decoder sama dengan sinyal masukan encoder. Hal ini menunjukkan bahwa
percobaan sudah benar. Karena pada rangkaian, output decoder adalah sinyal yang
87

telah diproses hingga berubah lagi menjadi sama dengan sinyal masukan encoder
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder BIP-NRZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari
encoder akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal
masukan di encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah
decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal
inputan encoding semula.
88

3.6.3. UNI – RZ
Pada UNI - RZ untuk sinyal bit 1 dinyatakan oleh “high signal” selama
setengah perioda bit dan dinyatakan oleh “low signal” pada setengah perioda bit
berikutnya. Sedangkan untuk bit 0 dinyatakan dengan low signal untuk satu
periode bit. Pada UNI - RZ memungkinkan pengambilan informasi clock bila ada
deretan 1 yang panjang. Namun kelemahan Bandwidth yang diperlukan dua kali
NRZ, sulit mengambil informasi clock bila ada deretan nol yang panjang, dan
mengandung komponen DC.

3.6.3.1. UNI-RZ dengan Satu Sinyal Input


Berikut data hasil percobaan untuk UNI - RZ dengan fclk = 5 KHz dan 7,5 KHz
Tabel 3.12 Data percobaan UNI - RZ fclk = 5 KHz dan 7,5 KHz
No Sinyal Titik uji Bentuk Titik Uji Bentuk
Input Gelombang Sinyal Gelombang Sinyal
Output Output
1. 5 KHz UNI -RZ I/P TP 1

Gambar 3.85 UNI - Gambar 3.86 TP 1

RZ I/P fclk = 5 KHz, fclk = 5 KHz, V/div = 2

V/div = 5 v, T/div =100 v, T/div = 100 µs

µs
TP 2 TP 3

Gambar 3.87 TP 2 Gambar 3.88 TP3


fclk = 5 KHz, V/div = 2 fclk = 5 KHz, V/div = 1
v, T/div = 100 µs v, T/div = 100 µs

TP 4 Data O/P

Gambar 3.89 TP4 Gambar 3.90 Data O/P


89

fclk = 2 KHz, V/div = 2 fclk = 5 KHz, V/div = 2


v, T/div = 100 µs v, T/div = 100 µs
2. 7,5 UNI -RZ I/P TP 1
KHz

Gambar 3.91 UNI - Gambar 3.92 TP 1


RZ I/P fclk = 7,5 KHz, fclk = 7,5 KHz, V/div = 1
V/div = 5 v, T/div = 50 v, T/div = 50 µs
µs
TP 2 TP 3

Gambar 3.93 TP 2 Gambar 3.94 TP3


fclk = 7,5 KHz, V/div = fclk = 7,5 KHz, V/div = 1
5 v, T/div = 50 µs v, T/div = 50 µs
TP 4 Data O/P

Gambar 3.95 TP4 Gambar 3.96 Data O/P


fclk = 7,5 KHz, V/div = fclk = 7,5 KHz, V/div = 2
2 v, T/div = 50 µs v, T/div = 50 µs
90

Pada tabel 3.12 merupakan proses pembentukan sinyal keluaran UNI-RZ


I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data O/P dengan menggunakan variasi clock 1
KHz, dimana pada hasil percobaan terlihat 1 diwakilkan dengan "high level",
sedangkan untuk 0 diwakilkan dengan "low level" pada sebuah level. Dari hasil
pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan
sinyal masukan encoder. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan sudah benar.
Sinyal RZ ini terpengaruh dengan clock, sinyal akan berubah tiap transisi clock.

3.6.3.2. UNI-RZ dengan Dua Sinyal Input


Berikut data hasil percobaan untuk UNI - RZ
Tabel 3.13 Data percobaan UNI - RZ dua sinyal input
Sinyal Input
NO Hasil Pengukuran
CLK I/P Data I/P
1 5 KHz 2,5 KHz UNI-RZ I/P TP1

Gambar 3.97 UNI-RZ I/P Gambar 3.98 TP 1


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 100 µs
TP2 TP3

Gambar 3.99 TP 2 Gambar 3.100 TP3


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 200 µs V/div = 1 v, T/div = 100 µs

TP4 Data O/P


91

Gambar 3.101 TP4 Gambar 3.102 Data O/P


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 200 µs
2 7,5 KHz 4 KHz UNI-RZ I/P TP1

Gambar 3.103 UNI-RZ I/P Gambar 3.104 TP 1

f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz

V/div = 5 v, T/div = 100 µs V/div = 1 v, T/div = 50 µs


TP2 TP3

Gambar 3.105 TP 2 Gambar 3.106 TP3


f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 100 µs V/div = 1 v, T/div = 100 µs
TP4 Data O/P

Gambar 3.107 TP4 Gambar 3.108 Data O/P


f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz f data = 4 KHz, f clk= 7,5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 100 µs V/div = 2 v, T/div = 100 µs

Tabel 3.13 berbeda dengan tabel sebelumnya hal ini terjadi karena pada tabel
ini mempunyai dua sinyal input. Sinyal ini digunakan untuk memperkuat sinyal
masukan. Hal ini bisa digunakan apabila sinyal clock input tidak tepat dua kali
92

sinyal data. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran
decoder sama dengan sinyal masukan encoder. Dari data hasil percobaan sudah
sesuai dengan teori yang ada.

3.6.3.3. Perbandingan UNI-RZ


Pada percobaan UNI-RZ yang menggunakan satu inputan maupun 2
inputan diperoleh hasil percobaan yang relative sama, seperti yang ditunjukkan
pada tabel 3.12 dan 3.13. Percobaan dengan menggunakan 2 inputan,
menggunakan sinyal data yang bernilai setengah kali sinyal clock.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder UNI-RZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari encoder
akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal masukan di
encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah decoder yaitu
untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal inputan encoding
semula.
93

3.6.4. BIP – RZ
Pada BIP -NRZ mempunyai prinsip yang hampir sama dengan UNI-NRZ,
tetapi mempunyai satu perbedaan yang mendasar yakni penyebutan bit 0 dan bit 1.
Pada BIP - NRZ berlaku untuk bit 1 dinyatakan dalam +v, dan bit 0 dinyatakan
dalam -v.

3.6.4.1. BIP-RZ dengan Satu Sinyal Input


Data hasil percobaan BIP-RZ satu sinyal input dapat dilihat pada tabel:
Tabel 3.14 Data Percobaan BIP - RZ satu sinyal input (5 KHz)
No Sinyal Titik uji Gelombang Output Titik Uji Gelombang Output
Input
1. 5 KHz BIP -RZ I/P TP 1

Gambar 3.109 BIP - Gambar 3.110 TP1


RZ fclk = 5 KHz, V/div = 2
fclk = 5 KHz, V/div = 5 v, T/div = 100 µs
v, T/div = 100 µs
TP 2 TP 3

Gambar 3.111 TP2 Gambar 3.112 TP3


fclk = 5 KHz, V/div = 2 fclk = 5 KHz, V/div = 1
v, T/div = 100 µs v, T/div = 200 µs
TP 4 Data O/P

Gambar 3.113 TP4 Gambar 3.114 Data


fclk = 5 KHz, V/div = 2 O/P
v, T/div = 100 µs fclk = 5 KHz, V/div = 2
v, T/div = 100 µs

Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantuknan
94

sebelumnya. Pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Hal ini telah
membuktikan bahwa hasil percobaan sama dengan teori. Pada Tabel 3.14 diatas
merupakan data percobaan BIP-RZ dengan menggunakan 1 sinyal masukan.
Dengan variasi frekuensi sinyal clock yaitu 2 KHz, dapat diamati untuk keluaran
masing-masing BIP-RZ I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan DATA O/P mempunyai
bentuk sinyal yang hampir sama. Begitu juga tegangannya. Dari hasil pengamatan
juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal
masukan dari encoder. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan sudah benar.

3.6.4.2. BIP-RZ dengan Dua Sinyal Input


Data hasil percobaan BIP-RZ dua sinyal input dapat dilihat pada tabel:
Tabel 3.15 Data Percobaan BIP - RZ dua sinyal input
Sinyal Input
NO Hasil Pengukuran
CLK I/P Data I/P
1 5 KHz 2,5 KHz BIP-RZ I/P TP1

Gambar 3.115 BIP-RZ I/P Gambar 3.116 TP 1


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 5 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 100 µs
TP2 TP3

Gambar 3.117 TP 2 Gambar 3.118 TP3


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 200 µs V/div = 1 v, T/div = 100 µs

TP4 Data O/P


95

Gambar 3.119 TP4 Gambar 3.120 Data O/P


f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz
V/div = 2 v, T/div = 200 µs V/div = 2 v, T/div = 200 µs
Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantumkan
sebelumnya, pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Yang
membedakan hanya pada tabel ini mempunyai dua sinyal input. Sinyal ini
digunakan untuk memperkuat sinyal masukan. Dari hasil pengamatan juga
diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal masukan dari
encoder. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan sudah benar.

3.6.4.3. Perbandingan BIP-RZ


Tabel 3.16 Data Perbandingan BIP - RZ Satu sinyal input – Dua Sinyal input
BIP-RZ satu masukan BIP-RZ dua masukan
BIP-RZ I/P

Gambar 3.121 BIP - RZ Gambar 3.122 BIP-RZ I/P


fclk = 5 KHz, V/div = 5 v, T/div f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz V/div
= 100 µs = 5 v, T/div = 200 µs
TP1

Gambar 3.123 TP1 Gambar 3.124 TP 1


fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, T/div f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz V/div
= 100 µs = 2 v, T/div = 100 µs
TP2
96

Gambar 3.125 TP2 Gambar 3.126 TP 2


fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, T/div f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz V/div
= 100 µs = 2 v, T/div = 200 µs
TP3

Gambar 3.127 TP3 Gambar 3.128 TP3


fclk = 5 KHz, V/div = 1 v, T/div f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz V/div
= 200 µs = 1 v, T/div = 100 µs
TP4

Gambar 3.129 TP4 Gambar 3.130 TP4


fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, T/div f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz V/div
= 100 µs = 2 v, T/div = 200 µs
DATA O/P

Gambar 3.131 Data O/P Gambar 3.132 Data O/P


fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, T/div f data = 2,5 KHz, f clk= 5 KHz V/div
= 100 µs = 2 v, T/div = 200 µs

Seperti pada penjelasan UNI-RZ, pada BIP-RZ juga dilakukan percobaan


dengan menggunakan satu masukan dan dua masukan. Percobaan dengan
menggunakan dua masukan yaitu input data dan clock dilakukan untuk
membuktikan jika sinyal data adalah setengah kali sinyal clock. Dan dari
percobaan terbukti jika sinyal data adalah setengah kali sinyal clock, karena data
hasil percobaan berupa gambar antara yang menggunakan satu masukan dan dua
masukan relative sama. Perbedaan pada gambar hanya disebabkan pengaturan
t/div yang berbeda sehinggan menyebabkan lebar sinyal yang berbeda tetapi
sebenarnya sinyal mempunyai nilai yang sama. Satu sinyal clock yang
ditambahkan pada pada percobaan dua inputan digunakan untuk memperkuat
sinyal masukan.
97

Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder BIP-RZ, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari encoder
akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal masukan di
encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah decoder yaitu
untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal inputan encoding
semula.
98

3.6.5. AMI
Pada AMI Bit "0" dinyatakan sebagai level nol sedangkan Bit "1"
dinyatakan oleh level positif dan negatif yang bergantian. Karakteristik sinyal
hasil pengkodean AMI adalah tidak memiliki komponen DC (kelebihan). Namun,
deretan nol yang panjang masih dapat menyebabkan masalah ( error ). Deretan nol
yang panjang menyebabkan tidak adanya transisi dan menghilangkan sinkronisasi
antara receiver dan transmitter.

Gambar 3.133 Rangkaian AMI

3.6.5.1. AMI dengan Satu Sinyal Input


Tabel 3.17 Data Percobaan AMI (fclk: 500 Hz)
NO Sinyal Input Hasil Pengukuran
CLK I/P
1. 500 Hz AMI I/P TP 1

Gambar 3.134 AMI I/P Gambar 3.135 TP 1


AMI f = 500 Hz AMI f = 500 Hz
v/div = 5V T/div = 1ms v/div = 2V T/div = 1ms

TP 2 TP 3
99

Gambar 3.136 TP2 AMI Gambar 3.137 TP3 AMI


f = 500 Hz f = 500 Hz
v/div = 1V T/div = 1ms v/div = 1V T/div = 1ms
TP 4 Data O/P

Gambar 3.138 TP4 AMI Gambar 3.139 Data O/P


f = 500 Hz f = 500 Hz
v/div = 1V T/div = 1ms v/div = 1V T/div = 1ms

Pada Tabel 3.17 diatas merupakan data hasil percobaan AMI dengan satu
sinyal masukan. Digunakan sinyal input yaitu 500Hz. Dapat diamati bentuk sinyal
keluaran CLK I/P, AMI I/P, TP1, TP2, TP3, TP4 dan Data O/P mempunyai bentuk
yang hampir sama. Dalam gambar ditunjukkan tidak adanya komponen DC pada
AMI line code encoding ini. Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa bentuk
sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal masukan dari encoder. Hal ini
menunjukkan percobaan sudah benar.
100

3.6.5.2. AMI dengan Dua Sinyal Input


Tabel 3.18 Data Percobaan AMI Dua Sinyal Input (250 Hz fclk=500 Hz)
NO Sinyal Input Hasil Pengukuran
CLK I/P Data
1. 500 Hz 250 Hz AMI I/P TP 1

Gambar 3.140 AMI I/P Gambar 3.141 TP 1 AMI


fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz v/div
fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
= 1V T/div = 2ms V/div = 2 v, T/div = 2 ms
TP 2 TP 3

Gambar 3.142 TP2 AMI Gambar 3.143 TP3 AMI


fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
V/div = 1 v, T/div = 1 ms V/div = 1 v, T/div = 2 ms
TP 4 Data O/P

Gambar 3.144 TP4 AMI Gambar 3.145 Data O/P


fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
fdata = 250 Hz, fclk = 500 Hz
V/div = 1 v, T/div = 1 ms
V/div = 1 v, T/div = 2 ms

Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantumkan
sebelumnya, pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Hal ini telah
membuktikan bahwa hasil percobaan sama dengan teori. Tabel diatas adalah
percobaan AMI dengan menggunakan 2 sinyal input. Hampir sama dengan
penjelasan sebelumnya, digunakan 2 sinyal untuk memperkuat masukan. Dalam
hasil percobaan tidak menunjukkan adanya komponen DC. Dari hasil pengamatan
101

juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan sinyal
masukan dari encoder. Sehingga hasil percobaan ini sudah sesuai dengan teori
yang ada.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder AMI, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari encoder
akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal masukan di
encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah decoder yaitu
untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal inputan encoding
semula.
102

3.6.6. MANCHESTER
Pada machester Bit “1” dinyatakan oleh pulsa yang setengah prioda
pertamanya memiliki level high dan setengah perioda sisanya memiliki level low,
sedangkan Bit “0” dinyatakan oleh pulsa yang setengah perioda pertamanya
memiliki level low dan setengah perioda sisanya memiliki level high. Jadi, setiap
bit dinyatakan oleh pulsa-pulsa yang berganti level pada pertengahan bit.
Karakteristik Manchester coding adalah sebagai berikut timing recovery mudah
dan mempunyai bandwidth lebar.

Gambar 3.146 Rangkaian MANCHESTER

Dari gambar terlihat bahwa rangkaian LINE CODING manchester hanya


menggunakan gerbang logika XOR yang dimana keluaran akan HIGH saat kedua
inputan berbeda dana akan LOW saat sama. Pada TP1 sinyal berasal dari gerbang
XOR yang masukanya berasal dari clock dan sinyal High, sehingga diperoleh
keluaran High saat inputan berbeda dan akan Low saat inputan berlogika sama.
O/P berasal dari sinyal TP1 dan masukan I/P yang memasuki gerbang XOR.

Tabel 3.19 Data Percobaan Manchester

Frekuensi Bentuk Gelombang sinyal Output


Manchester I/P TP 1 Data O/P
Sinyal Input

5 KHz

Gambar 3.147 Manchester Gambar 3.148 TP1 Gambar 3.149 Data


I/P fclk = 5 KHz, V/div = 1 v, fclk = 5 KHz, V/div = 2 v, O/P
T/div = 100 µs T/div = 100 µs fclk = 5 KHz, V/div = 2
v, T/div = 100 µs
103

fclk = 5 KHz
fdata = 2,5
KHz

Gambar 3.150 Manchester Gambar 3.151 TP1 Gambar 3.152


I/P fdata = 2,5 KHz fclk = 5 fdata = 2,5 KHz fclk = 5 Data O/P
KHz, V/div = 1 v, T/div = KHz, V/div = 2 v, T/div = fdata = 2,5 KHz fclk = 5
200 µs 100 µs KHz, V/div = 2 v, T/div
= 100 µs
8 KHz

Gambar 3.153 Manchester Gambar 3.154 TP 1 Gambar 3.155 data


I/P fclk = 8 KHz, V/div = 500 fclk = 8 KHz, V/div = 1 v, O/P
mv, T/div = 50 µs T/div = 50 µs fclk = 8 KHz, V/div = 1
v, T/div = 50 µs
fclk = 8 KHz
fdata = 4 KHz

Gambar 3.156 Manchester Gambar 3.157 TP1 Gambar 3.158


I/P fdata = 4 KHz fclk = 8 fdata = 4 KHz fclk = 8 KHz, Data O/P
KHz, V/div = 1 v, T/div = V/div = 1 v, T/div = 50 µs fdata = 4 KHz fclk = 8
100 µs KHz, V/div = 1 v, T/div
= 50 µs

Dari data percobaan telah sesuai dengan teori. Yang sudah dicantumkan
sebelumnya, pada bipolar pembagian level menjadi +v, 0, dan -v. Hal ini telah
membuktikan bahwa hasil percobaan sama dengan teori. Pada tabel 3.19 dapat
diketahui bahwa perbedaan frekuensi sinyal tidak berpengaruh terhadap amplitudo
sinyal. Hal ini dapat dibuktikan dengan variasi frekuensi sinyal CLK I/P dan Data
I/P menghasilkan tinggi gelombang yang sama pada Manchester O/P. Dari hasil
pengamatan juga diketahui bahwa bentuk sinyal keluaran decoder sama dengan
104

sinyal masukan dari encoder. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan sudah benar.
Diketahui bahwa sinyal masukan dari decoder ini merupakan sinyal output
dari encoder Manchester, dimana pada proses decoding ini sinyal output dari
encoder akan dikembalikan sesuai dengan ketika sinyal tersebut sebagai sinyal
masukan di encoder. Decoder ini untuk membuktikan kerja sistem dari sebuah
decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal output encoding menjadi sinyal
inputan encoding semula.
105

3.7. Kesimpulan
1. Sistem kerja dari sebuah decoder yaitu untuk mengembalikan sinyal
output encoding menjadi sinyal inputan encoding semula.
2. Pada UNI-NRZ ini berlaku : Bit “1” dinyatakan oleh “high signal” selama
periode bit, sedangkan bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama periode
bit.
3. Level sinyal yang digunakan untuk unipolar : menggunakan level +v dan 0
, sedangkan pada bipolar menggunakan level +v, 0, dan -v.
4. Pada Line Code Encoding Non Return to Zero tidak terpengaruhi oleh
clock, transisi sinyal hanya dipengaruhi sinyal inputan, karena pada NRZ
memenuhi 1 prioda bit, sedangkan Return to Zero, sinyal keluaran
dipengaruhi pula oleh sinyal clock.
5. Pada AMI Bit "0" dinyatakan sebagai level nol sedangkan Bit "1"
dinyatakan oleh level positif dan negatif yang bergantian.
6. Karakteristik Manchester coding adalah recovery mudah dan mempunyai
bandwidth yang lebar.
7. Pada Machester, Bit “1” dinyatakan oleh pulsa yang setengah priode
pertamanya memiliki level high dan setengah periode sisanya memiliki
level low.
8. Pada Machester, Bit “0” dinyatakan oleh pulsa yang setengah periode
pertamanya memiliki level low dan setengah periode sisanya memiliki
level high.

Anda mungkin juga menyukai