Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan
masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals
(MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang
ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian ibu akibat
kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas penyebab
serta langkah‐langkah untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya
yang sudah dilakukan pemerintah masih belum mampu mempercepat penurunan AKI
seperti diharapkan. Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini,
saluran reproduktif anatomi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (Obstetri
William). Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8
minggu. (Sinopsis Obstetri).
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh masuknya
kuman-kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas pada
awalnya adalah penyebab kematian maternal yang paling banyak,namun dengan
kemajuan ilmu kebidanan terutama pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas,
pencegahan dan penemuan obat-obat baru dari itulah dapat diminimalisir terjdinya infeksi
nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi nifas, mulai dari apa itu
infeksi nifas, bagaimana penyebab terjadinya infeksinya, pencegahanya dan pengobatan
dari infeksi nifas tersebut. Hal ini ditujukan untuk terwujudnya persalinan yang aman
asuhan nifas yang higienis sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi peritonitis ?
2. Apa saja etiologi dari peritonitis ?
3. Apa patofisiologi dari peritonitis ?
4. Apa saja klasifikasi peritonitis ?
5. Apa saja tanda gejala peritonitis ?
6. Apa komplikasi peritonitis?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada peritonitis ?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah mahasiswa dapat memahami penyakit yang terjadi
pada organ abdomen terutama pada peritoneum, dan penulis berharap mahasiswa tidak
hanya memahami penyakit tersebut tapi mahasiswa juga dapat mengetahui penyebab
gejala pengobatan dan pencegahan dari penyakit yang di alami khususnya penyakit
peritonitis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti
rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan
yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam
lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi
hepar. Padawanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari
infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani
dapat berakibat fatal.

B. Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah SpontaneousBacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya
terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal
sehingganmenjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe
mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat
penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi
risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah
antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah
bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas,
Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae
15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga
terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling
sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ
dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritonealterutama disebabkan bakteri gram positif
yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

C. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi
usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,
pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi
yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan
karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Tifus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi
ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi
ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2
minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri
tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsanganperitoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis
bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren
dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik
lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia
onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya
didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala
peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala
karena mikroorganisme membutuhkan waktu untukberkembang biak baru setelah 24 jam timbul
gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

D. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Spesifik : misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan  
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yangfatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakteriianaerob,khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh
bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahankimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
c. Peritonitis tersier
1. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah
pankreas, dan urine.
d. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
1. Aseptik/steril peritonitis 
2. Granulomatous peritonitis
3. Hiperlipidemik peritonitis
4. Talkum peritonitis

E. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan
atau tegang karenairitasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual
untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan
klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya
diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati
toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan
penderita geriatric.

F. Komplikasi
1. Eviserasi Luka
2. Pembentukan abses

G. Pemeriksaan Penunjan
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.Usus halus dan usus besar
dilatasi.Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
BAB III
PENGKAJIAN DATA

Tanggal / jam : 24 September 2017/ 13.45 WIB


Tempat           : RS
RM                 : 122001

A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama istri        : Ny.P                                      Nama suami    : Tn. S
Umur               : 36 th                                      Umur               : 40 th
Agama             : Islam                                     Agama             : Islam
Suku/bangsa    : Jawa/Indo                             Suku/bangsa    : Jawa/Indo
Pendidikan      : SMA                                      Pendidikan      : SMA
Pekerjaan         : IRT                                        Pekerjaan        : swasta

2. Keluhan utama
ibu mengatakan merasakan nyeri perut bagian bawah kanan sampai mengganggu
aktivitas, badan terasa panas dan menggigil
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu Mengatakan Tidak Memiliki Riwayat Penyakit Menular Seperti Hiv,Tbc,
Hepatitis Dan Riwayat Penyakit Keturunan Seperti Asma , Jantung, Hipertensi.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu Mengatakan Keluarga Tidak Memiliki Riwayat Penyakit Menular Seperti
Hiv,Tbc, Hepatitis Dan Riwayat Penyakit Keturunan Seperti Asma , Jantung,
Hipertensi.
4. Riwayat Menstruasi
 Usia Menarche : 12 Tahun
 Siklus Menstruasi : 28 Hari
 Lamanya : 7-9 Hari
 Banyaknya : 4-5 Kali Ganti Pembalut Dalam Sehari
 Konsistensi Darah : Cair
 Keluhan : Nyeri Saat Haid
5. Status perkawinan
• Istri                                                                                  
Perkawinan ke        : I (satu)
Lama perkawinan   : ± 8 tahun
Umur kawin            : 27 tahun
6. Riwayat kebidanan
a. Riwayat Menstruasi
 Menarche : 16 th
 Siklus : Teratur, 28 har
 Lamanya : ± 6-7 hari
 Banyaknya : ± 2-3 kotex / hari
 Warna : Merah
 Bau : Anyir
 Keluhan : Disminorea (+), flor albus (-)
HPHT : 4 – 2 -16.
HPL : 11 – 11- 16
7. Riwayat Kehidupan Seksual :
 Frekuensi : Tidak Di Tanyakan
 Keluhan : Tidak Di Tanyakan
8. Riwayat kehamilan sekaran Ibu mengatakan ini kehamilan ke 2 usia kehamilan 42 –
43 minggu.
 Ibu memeriksakan kehamilannya secara rutin (trimester 1 : 3 kali, trimester 2 :
3 kali, trimester 3 : 12 kali )
 Keluhan selama hamil : - Trimester 1 : Mual, muntah dan pusing.
 Trimester 2 : Tidak ada keluhan.
 Trimester 3 : Sering kencing & sakit pada punggung.
 Ibu sudah mendapatkan imunisasi 2 kali.
 Penyuluhan yang pernah didapat : nutrisi tentang ibu hamil, tanda-tanda
bahaya pada kehamilan dan tanda-tanda persalinan.
 Tx : zat besi, kalsium dan vitamin.

B. Objektif
1. Keadaan Umum       : Baik
Kesadaran                : Compsmatis
Keadaan Emosional : Stabil
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 Mmhg
Suhu                : 37
Nadi                : 77 X/I
Pernapasan      : 20 X/I
Berat Badan    : 60 Kg
3. Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Tidak Ada Ketombe, Kulit Kepala Bersih
 Muka   : Tidak Anemis
 Mata    : Sclera Tidak Ikterik, Konjungtiva Tidak Anemis
 Hidung : Tidak Ada Secret , Bersih
 Mulut : Tidak Ada Karies Gigi , Tidak Ada Stomatitis.
 Telinga : Tidak Ada Serumen,Bersih , Tidak Ada Gangguan Pendengaran
 Leher   : Tidak Ada Pembengkakan Vena Jugularis Dan Kelenjar Tiroid
 Dada   : Pernafasan Teratur,
 Mamae : Putting Susu Menonjol , Tidak Ada Hiperpigmentasi Areola
 Abdomen : Nyeri Tekan Pada Abdomen Bagian Bawah, dan panas.
 Kandung Kemih : Kosong
 Genetalia Luar : Tidak Di Lakukan
 Anus : Tidak Di Lakukan
 Ekstremitas :
Atas : simetris, tidak ada pembengkan, tidak ada nyeri tekan.
Bawah : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
varies.

C. ANALISA
Ny P usia 36 tahun GII P10A0 UK 42-43 minggu T/H let kep, post date + bekas sc.
1. IDENTIFIKASI DIAGNOSA MASALAH DAN KEBUTUHAN
DS : - Ibu mengatakan hamil yang ke 2 dengan usia kehamilan 42-43 mgg
- HPHT : 4 -2 – 07
- TP : 11 -11 -07
DO : - K/U ibu :
Kesadaran : Composmenitis
- T : 120/80 mmhg
- N : 88 kali/menit
- S : 39º C
- RR : 24 kali/menit
- TFU ½ px- pst,pada fundus teraba bokong, puki, bagian bawah janin sudah masuk 
PAP
Masalah : Cemas menghadapi persalinan, gangguan rasa nyaman
Kebutuhan :
- Dukungan emosional
- meningkatkan personal hiegine ibu
- peningkatan pola nutrisi

II. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL DAN PENANGANANNYA


persalinan anjuran

III. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA DAN KOLABORASI


Kolaborasi dengan dr. Obgyn untuk dilakukan induksi persalinan
IV. INTERVENSI
Dx : Ny P usia 36 tahun GII P10A0 UK 42-43 minggu T/H let kep, post date + bekas sc.
Tujuan : Setelah dilakukan askeb diharapkan dalam waktu 2 jam ibu dalam keadaan baik dan
ibu mengerti keadaannya saat ini.
Kriteria : - TTV dalam batas normal (T : 110/70 – 130/90 mmHg, S : 36 – 37 ºC, N : 76 – 88
x/menit, RR : 16 – 20 x/menit).
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan dengan pasien.
R/ Terjalin hubungan baik dengan pasien sehingga pasien lebih kooperatif terhadap setiap
tindakan yang kita lakukan.
2. Berikan dukungan psikologis pada pasien.
R/ Ibu lebih tenang dan dapat menerima keadaan.
3. Observasi TTV.
R/ deteksi dini adanya kelainan.
4. Lakukan kolaborasi dengan dokter obgyn pemberian therapi.
R/ Fungsi dependent bidan.

V.  IMPLEMENTASI
Dx : GII P10002 UK 42-43 minggu T/H let kep, post date + bekas sc.
13.40 - Menganjurkan px untuk tidur dan bed tres total
1. Membantu semua kebutuhan ibu seperti memberi minum, menyuapi makanan dan
membantu BAK. 14.00 – Memberikan dukungan pada ibu supaya tidak usah takut dan
cemas
2. Banyak ber do`a agar semuanya berjalan dengan lancar
14.20 - Memasang infuse dengan cairan RL (24 tetes)+ oksitosin drip (24 tetes)
3. Memeriksa TTV :
- T : 120/80 mmHg - N : 84 x/menit
- S : 36º C - RR : 22 x/menit
VI. EVALUASI
S : Px mengatakan nyeri pada bekas operasi.
O : - K/U Ibu :
Kesadaran : Composmenitis
- T : 120/80 mmhg
- N : 84 x/menit
- S : 36º C
- RR : 22 x/menit
- Perdarahan : ± 250 cc
A : Dapat teratasi.
P : -Perawatan luka operasi
- Nutrisi di tingkatkan ( tidak pantang makanan )
- Minum obat secara teratur
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga
pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual,
infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat
terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi
tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah
1. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
2. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas.
3. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
4. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

B. Saran
Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat
dapat memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i
dapat memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis
yang sesuai dengan apa yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ;


JakartaDiagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 Prima Medika : Jakarta
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
 Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&UID 200705.

Anda mungkin juga menyukai