Anda di halaman 1dari 10

Nama ꓽ Maria Filea Mumu

Nim ꓽ 20602099

Dosen Pengampuh ꓽ Dr. S. Manangin, SH, MH

Mata Kuliah ꓽ Hukum Islam

TUGAS

Buat makalah singkat tentang materi sistem-sistem hukum di dunia dan sistem hukum di
indonesia!

SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL

1. Pemahaman Tentang Sistem Hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental, yang terjemahan harfiahnya adalah sistem hukum sipil,
berkembang atau dianut di Negara Eropa Daratan seperti Jerman, Belanda, Perancis, Italia,
Amerika Latin, Jepang, Thailand dan Indonesia. sebagai dasar utama sistem hukumya, sehingga
sistem hukum ini disebut juga sistem hukum kodifikasi (codified law). Kodifikasi hukumnya
merupakan kumpulan dari pelbagai kaedah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang
disebut corpus juris civilis.

Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu


dijadikan dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di Eropa daratan. Oleh karena itu,
menurut Romli Atmasasmita, yang menjadi dasar prinsip utama sistem hukum ini adalah hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan berupa peraturan yang berbentuk undang-
undang dan tersusun secara sistematis, lengkap, dan tuntas dalam kodifikasi.

Dengan demikian, hakim tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya
menerapkan dan menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.
Jadi, sumber hukum utama dalam sistem hukum kontinental adalah undang-undang. Pandangan
ini menurut Sudarto bertumpu pada anggapan :

Hukum itu berasal dari kehendak mereka yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Negara,
ialah berasal dari kehendak dari pembentuk undang-undang. Penciptaan hukum di luar
pembentukan undang-undang tidak diakui. Kalau dalam kenyataan ada hukum kebiasaan yang
berlaku di samping undang-undang, maka berlakunya hukum kebiasaan ini didasarkan pada
kehendak dari pembentuk undang-undang, yang dinyatakan secara tegas-tegas atau secara diam-
diam.

Dalam sistem hukum Eropa Kontinental, hukum digolongkan menjadi dua bagian utama, yaitu
hukum publik dan hukum privat. Hukum publik mencakup peraturan hukum yang mengatur
kekuasaan dan wewenang penguasa/Negara serta hubungan antara masyarakat dan Negara. Yang
masuk golongan hukum publik di antaranya adalah hukum tata Negara, hukum administrasi
Negara, hukum pidana.

Beberapa komponen sistem hukum Anglo Saxon (Common Law system) diadopsi ke dalam
sistem hukum Indonesia, baik pada subsistem peraturan maupun pada subsistem peradilan.

2. Sistem Peradilan Eropa Kontinental

Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental, hakim di dalam melaksanakan tugasnya terikat oleh
undang-undang (hukum tertulis). Oleh karena itu, kepastian hukumnya terjamin dengan melalui
bentuk dan sifat tertulisnya undang-undang. Hakim tidak terikat terhadap putusan hakim
sebelumnya, maksudnya hakim-hakim lain boleh mengikuti putusan hakim sebelumnya pada
perkara yang sama, tetapi bukan suatu keharusan yang mengikat. Hal ini di Indonesia dapat
dilihat dalam Pasal 1917 KUH Perdata yang berbunyi :

Kekuatan sesuatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas
daripada sekadar mengenai soal putusannya.

Untuk dapat memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama; bahwa
tuntutan didasarkan atas alas an yang sama; lagi pula dimajukan oleh dan terhadap pihak-
pihak yang sama di dalam hubungannya yang sama pula.
Berdasarkan ketentuan di atas, jelaslah bahwa putusan pengadilan itu hanya mengikat para pihak
dan tidak mengikat hakim lain. Kemudian sistem peradilan Eropa Kontinental tidak mengenai
sistem juri. Tugas dan tanggungjawab hakim tersebut adalah memeriksa langsung materi
perkaranya, menentukan bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berperkara, dan selanjutnya
menerapkan hukumnya.

Contoh ketentuan umum dalam peraturan Indonesia adalah kata barang siapa, yang berarti siapa
saja dan tentu saja berlaku secara umum bagi setiap subjek hukum. Dalam sistem peradilan
Eropa Kontinental juga menggunakan metode sumsumtie dan metode silogisme.

Metode sumsumtie menurut Marwan Mas :

Suatu upaya memasukkan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam
perkara pidana. Suatu peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang
dilanggar laksana mencocokkan sepatu dengan kaki pemakainya. Namun metode sumsumtie
agak sulit diterapkan oleh hakim di Indonesia pada perkara perdata, akibat masih banyak
peraturan hukum perdata yang tidak tertulis.

Adapun metode sillogisme, yaitu suatu cara perumusan dari yang umum (preposisi mayor)
kepada suatu keadaan yang khusus (preposisi minor), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan
(conklusi).

Contoh :

1. Siapa saja karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun (preposisi mayor)
2. Si Ahmad karena salahnya menyebabkan matinya orang (preposisi minor)
3. Si Ahmad dihukum penjara selama-lamanya lima tahun (conklusi)

SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW SYSTEM)

1. Pemahaman Tentang Sistem Hukum Anglo Saxon

Adapun sistem hukum Anglo Saxon ini berkembang dari Inggris menyebar ke Negara-negara
Amerika Serikat, Canada, Amerika Utara, dan Australia. Dalam sistem hukum ini sumber
utamanya adalah putusan hakim/pengadilan atau yurisprudensi. Putusan hakim mewujudkan
kepastian hukum, melalui putusan hakim itu prinsip dan kaedah hukum dibentuk dan mengikat
umum.

Dalam sistem hukum Anglo Saxon ini, hakim mempunyai peranan besar dalam menciptakan
kaedah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim juga mempunyai wewenang
yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-
prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan
perkara yang sejenis.

Oleh karena itu J.B. Daliyo menegaskan :

Hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada daru perkara-
perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Namun bila dalam putusan pengadilan terdahulu
tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip keadilan, kebenaran dan
akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum.

Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip hukum yang timbul dan berkembang dari putusan
hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka sistem hukum Anglo Saxon disebut
juga case law. Sistem hukum ini dalam pembagian hukumnya juga terdiri atas hukum publik dan
hukum privat.

Adapun hukum privat menurut sistem hukum Anglo Saxon lebih ditujukan kepada kaedah
hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons), hukum
perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of torts) yang
tersebar di dalam peraturan tertulis, putusan hakim, dan kebiasaan.

2. Sistem Peradilan Anglo Saxon

Pada sistem pengadilan Anglo Saxon (Common Law), sistem peradilannya menganut sistem juri
di mana hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan memutuskan hukumnya,
sementara juri memeriksa peristiwa atau kasusnya kemudian menetapkan bersalah atau tidaknya
terdakwa atau pihak-pihak yang berperkara.

Kemudian Curzon L.B. menjelaskan :


Esensi dari asas the binding of precedent bagi hakim, mengakibatkan hakim akan mampu lebih
cepat mengambil putusan dan menerapkan suatu aturan hukumnya yang layak bagi putusannya.
Asas ini merupakan kewajiban primer bagi hakim, yaitu kewajiban tradisional hakim untuk
memberikan keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara dengan mencarikan aturan hukum yang
relevan melalui binding precedent.

Hakim dalam sistem peradilan Common Law dalam menilai fakta kasus dengan menggunakan
metode analogi, yang membandingkan antara peristiwa yang sama, atau mempersamakan suatu
peristiwa yang sejenis atau sama. Preseden ini berbentuk sebagai suatu lembaga, terdiri atas
sebagian besar hukum yang tidak tertulis (unstatutery law = unwritten law = ius nonscriptum)
melalui putusan hakim.

Menurut Rusli Effendi, dkk yang dikutip oleh Marwan Mas bahwa pernyataan hakim yang
tertuang di dalam pemeriksaan dan putusannya, juga dibedakan atas dua jenis, yaitu sebagai
berikut.

1. sebenarnya, di mana bersifat menentukan sebagai inti dari suatu kasus hukum. Misalnya,
tabrakan dimana pengemudinya memakai baju warna putih, bersepatu hitam, tidak dilengkapi
SIM, mengendarai kendaraan dengan kecepatan 100 km/jam. Faktor esensial yang bersifat
yuridis di sini hanyalah tidak memakai SIM, dan mengendarai dengan kecepatan 100 km/jam
yang dilarang oleh hukum. Itulah disebut ratio decidendi.
2. Obiter dicta, yaitu sesuatu yang mempunyai nilai tersendiri di dalam keseluruhan proses
pengadilan yang sedang berjalan, tetapi tidak langsung berhubungan dengan persoalan yang
dihadapi oleh para pihak yang berperkara. Misalnya, si A sebagai penabrak, baru saja kembali
dari rumah sakit menjenguk putranya yang sakit keras. Secara tidak langsung, kecelakaan lalu
lintas di mana A menabrak B sebetulnya karena keruwetan pikirannya memikirkan anaknya
yang sakit.

Kemudian sistem peradilan Common Law ini dalam menggunakan juri, yaitu dipilih dari
komunitas warga masyarakat setempat, bukan ahli atau sarjana hukum. Juri ini sebelum bertugas
diambil sumpahnya terlebih dahulu dengan harapan semoga berlaku objektif.
Juri ini pada umumnya dalam satu persidangan baik pada perkara pidana maupun pada perkara
perdata berjumlah genap, yaitu 8 orang atau 12 orang.

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL DAN


ANGLO SAXON

Jika dianalisis uraian di atas, antara sistem hukum Eropa Kontinental dengan sistem hukum
Anglo Saxon terdapat perbedaan yang mendasar, yaitu sebagai berikut.

1. Pada sistem hukum Eropa Kontinental dasarnya didominasi oleh hukum tertulis
(peraturan perundang-undangan) sebagai sumber hukumnya. Adapun pada sistem hukum
Anglo Saxon pada umumnya didominasi oleh hukum tidak tertulis (asas stare decisis) melalui
putusan hakim/yurisprudensi sebagai hukumnya.
2. Pada sistem hukum Eropa Kontinental terdapat pemisahan yang secara jelas dan tegas
antara hukum publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem hukum Anglo Saxon, tidak ada
pemisahan secara jelas dan tegas antara hukum publik dengan hukum privat.

Sedangkan dalam hal sistem peradilan, antara sistem peradilan Eropa Kontinental dan Anglo
Saxon, dapat dilihat perbedaan yang prinsipiil, yaitu sebagai berikut.

1. Pada sistem peradilan Eropa Kontinental tidak menggunakan juri, sehingga


tanggungjawab hakim adalah memeriksa kasus, menentukan kesalahan, dan menerapkan
hukumnya serta menjatuhkan putusannya.
2. Pada sistem peradilan Eropa Kontinental di mana hakim tidak terikat atau tidak wajib
mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara yang sama. Adapun pada sistem
peradilan Anglo Saxon di mana hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya dalam perkara
yang sama dengan melalui asas the binding force of precedent.
3. Pada sistem peradilan Eropa Kontinental dalam perkara perdata saja yang melihat adanya
dua pihak yang bertentangan, Adapun pada sistem peradilan Anglo Saxon menganut pula
asas adversary system, yaitu memandang bahwa di dalam pemeriksaan peradilan selalu ada
dua pihak yang saling bertentangan baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana.
SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Sistem hukum di Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law. Hal ini
dapat dilihar dari sejarah dan politik hukum, sumber hukum maupun sistem penegakan hukumnya.
Di mana sistem tersebut banyak berkembang di negara-negara Eropa, seperti Belanda, Prancis,
Italia, Jerman. Kemudian di Amerika Latin dan Asia. Di Asia, salah satunya Indonesia pada masa
penjajahan Belanda. Pada sistem hukum Eropa Kontinental memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan
Kaisar Yustinianus. Corpus Juris Civilis (kumpulan berbagai kaidah hukum yang ada sebelum
masa Yustinianus) dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-
negara Eropa. Prinsip utamanya bahwa hukum itu memperoleh kekuatan mengikat. Karena berupa
peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.
Tujuan hukum adalah kepastian hukum Adagium yang terkenal "tidak ada hukum selain undang-
undang". Hakim tidak bebas dalam menciptakan hukum baru. Karena hakim hanya menerapkan
dan menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan hakim
tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berpekara saja. Sumber hukum
utamanya adalah undang-undang yang dibentuk oleh badan legislatif. Pada mulanya hukum hanya
digolongkan menjadi dua, yaitu hukum publik (hukum tata negara, hukum administrasi negara,
hukum pidana) dan hukum privat (hukum perdata dan hukum dagang).

INDONESIA NEGARA HUKUM

Indonesia merupakan negara hukum. Ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat tiga yang
berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dianut Indonesia adalah
negara hukum yang senentiasa mempertimbangkan segala tindakan pada dua landasan. Yakni,
dari segi kegunaan atau tujuannya dan dari segi landasan hukumnya. Dalam buku Pengantar
Hukum Indonesia (2016) karya Hanafi Arief, sejarah hukum di Indonesia pada masa sebelum
kemerdekaan dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum Civil Law yang
disebabkan penjajahan Belanda. Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus 1945
antara lain sistem hukum Hindia Belanda berupa sistem hukum barat dan sistem hukum asli
(hukum adat). Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, hukum yang digunakan untuk
menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di masyarakat mengggunakan hukum adat. Pada
masa itu hukum adat diperlakukan hampur seluruh masyarakat Indonesia. Setiap daerah
mempunyai hukum adat yang berbeda.

Hukum adat sangat ditaati masyarakat masa itu, karena mengandung nilai-nilai keagamaan,
kesusilaan, tradisi dan kebudayaan yang tinggi. Namun hukum adat kemudian berangsung
tergeser disebabkan adanya gagasan diberlakukannya kodifikasi hukum barat secara efektif sejak
1848. Pada 1848, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum dagang,
kitab undang-undang hukum acara perdata dan acara pidana berlaku bagi penduduk Belanda di
Indonesia.

SISTEM HUKUM DAN POSISI

38 Jurnal TAPIs Vol.11 No.1 Januari-Juni 2015 peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistem
ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim. 11 Bentuk-bentuk sumber hukum dalam
arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan-
kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam rangka menemukan keadilan, para yuris dan lembaga-
lembaga yudisial maupun quasi-judisial merujuk kepada sumber-sumber tersebut. Dari sumber-
sumber itu, yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law adalah
peraturan perundang-undangan. Negara-negara penganut civil law menempatkan konstitusi pada
urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Semua negara penganut civil law
mempunyai konstitusi tertulis.12 Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal
pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan
hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan
antara masyarakat dan negara (sama dengan hukum publik di sistem hukum Anglo-Saxon).
Hukum Privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara
individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya.13 Sistem hukum ini
memiliki segi positif dan negatif. Segi positifnya adalah hampir semua aspek kehidupan
masyarakat serta sengketa-sengketa yang terjadi telah tersedia undang-undang/hukum tertulis,
sehingga kasus-kasus yang timbul dapat diselesaikan dengan mudah, disamping itu dengan telah
tersedianya berbagai jenis hukum tertulis akan lebih menjamin adanya kepastian hukum dalam
proses penyelesaiannya. Sedang segi negatifnya, banyak kasus yang timbul sebagai akibat dari
kemajuan zaman dan peradaban manusia, tidak tersedia undang-undangnya. Sehingga kasus ini
tidak dapat diselesaikan di pengadilan. Hukum tertulis pada suatu saat akan ketinggalan zaman
karena sifat statisnya. Oleh karena itu, sistem hukum ini tidak menjadi dinamis dan
penerapannya cenderung kaku karena tugas hakim hanya sekedar sebagai alat undang-undang.
Hakim tak ubahnya sebagai abdi undang-undang yang tidak memiliki kewenangan melakukan
penafsiran guna mendapatkan nilai keadilan yang sesungguhnya.14 2. Definisi sistem hukum
anglo saxon (comman law system) Nama lain dari sistem hukum Anglo-Saxon adalah “Anglo
Amerika” atau Common Law”. Merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris yang
kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara- negara bekas jajahannya. Kata “Anglo
Saxon” berasal dari nama bangsa yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus
menjajah Inggris yang kemudian ditaklukan oleh Hertog Normandia, William. William
mempertahankan hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-
unsur hukum yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental.15 Nama Anglo-Saxon, sejak
abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang
berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang
dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan
7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655 M.16 Sistem
hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim
selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan,
hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat.

Perbedaan Sistem Hukum Eropa Kontinental Dengan Sistem Hukum Anglo Saxon Beberapa
perbedaan antara sistem hukum Eropa kontinental dengan sistem anglo saxon sebagai berikut :

1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang sistem
hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.

2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh
perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon dikembangkan melalui praktek prosedur
hukum.

3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang
menurut sistem hukum anglo saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat.
4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian
sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem hukum eropa kontinental sedang
penemuan kaidah secara kongkrit langsung digunakan untuk penyelesaian perkara menurut
sistem hukum anglo saxon.

5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi kaidah
sedang pada sistem hukum anglo saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk mengoreksi yaitu
lembaga equaty.

6. Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi hukum sedangkan
pada sistem hukum anglo saxon tidak ada kodifikasi.

7. Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukum eropa kontinental tidak
dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum sedang pada sistem hukum anglo saxon keputusan
hakim terdahulu terhadap jenis perkara yang sama mutlak harus diikuti.

8. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum adalah lebih tidak
tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang pada sistem hukum anglo saxon pandangan
hakim lebih teknis dan tertuju pada kasus tertentu.

9. Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan kategorisasi
hukum didasarkan pada hukum tentang kewajiban sedang pada sistem hukum anglo saxon
kategorisasi fundamental tidak dikenal.Pada sistem hukum eropa kontinental strukturnya terbuka
untuk perubahan sedang pada sistem hukum anglo saxon berlandaskan pada kaidah yang sangat
kongrit.

Anda mungkin juga menyukai