Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI EXPERIENTIAL MARKETING STRATEGY

PADA PERGURUAN TINGGI

Dewi Fatmasari
Dikdik Harjadi
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
e-mail : dewifatmasari69@yahoo.co.id

Abstrak
Ditengah persaingan antar Perguruan Tinggi dalam merebut kepercayaan masyarakat, maka
sudah selayaknya para pengelola Perguruan Tinggi terus berupaya mengkaji berbagai
strategi yang kemudian dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Salah satu
alternatif strategi yang dapat dikembangkan adalah Experiential Marketing yang mencoba
memberikan perhatian yang lebih besar pada sisi emosional individu sebagai pendorong
mereka dalam berperilaku. Kerangka analisis experiential marketing/pengalaman pemasaran
terdiri dari dua aspek. Pertama adalah strategy experiential modules (SEMs) yang
merupakan pondasi pengalaman pemasaran dan terdiri dari pengalaman melalui sensori
panca indera (sense), pengalaman efektif (feel), pengalaman kognitif kreatif (think),
pengalaman fisik dan keseluruhan gaya hidup (act), serta pengalaman yang timbul dari
hubungan dengan kelompok referensi tertentu atau kultur tertentu (relate). Implementasi
experiential marketing harus dilakukan secara terintegrasi oleh semua komponen di dalam
kampus sebagai suatu rangkaian aktivitas yang terstruktur sehingga mampu memberikan
suatu pengalaman yang positif bagi mahasiswa. Kondisi ini pada akhirnya akan menjadi
evaluasi bagi setiap mahasiswa dalam kaitannya dengan semua aktivitas yang pernah
dialaminya di dalam kampus.

Kata Kunci : Experiential Marketing, pengalaman, kepercayaan

Abstract
Amid the competition among universities in the capture public confidence, then it should
managers College continues to examine various strategies which can then be used as a basis
for decision making. One alternative strategy that can be developed is Experiential Marketing
that try to give greater attention to the emotional side of the individual as their driving
behavior. Analytical framework experiential marketing / marketing experience consists of two
aspects. The first is the strategy experiential modules (SEMS), which is the foundation of
marketing experience and consists of sensory experience through the five senses (sense),
effective experience (feel), creative cognitive experiences (think), physical experience and
overall lifestyle (act), as well as experience arising from a relationship with a particular
group or a particular culture reference (relate). Implementation of experiential marketing
should be done in an integrated manner by all components in the campus as a structured set
of activities so as to provide a positive experience for the students. This condition will
eventually be an evaluation for each student in connection with any activity that ever
happened in the campus.

Keywords: Experiential Marketing, experiences, confidence

1
Pendahuluan sebelum seseorang menerima jasa. Kadar
Perguruan tinggi sebagai suatu atau tingkat kepercayaan pada fase ini masih
institusi yang memberikan pelayanan jasa di sangat kecil. Setelah proses konsumsi jasa
bidang pendidikan, harus selalu memenuhi selesai maka tingkat kepercayaan berubah.
kebutuhan dan keinginan para konsumen. Pengalaman yang positif saat mengkonsumsi
Konsumen yang menggunakan jasa jasa yang disebut dengan kepuasan akan
pendidikan adalah merupakan sekelompok meningkatkan kepercayaan, sementara
orang yang memiliki kepentingan baik pengalaman yang negatif (ketidakpuasan)
langsung maupun tidak langsung, atas akan menurunkan kepercayaan seseorang
pelaksanaan pendidikan maupun hasil- terhadap jasa tersebut. Kondisi yang ada saat
hasilnya yang meliputi mahasiswa, staf ini menunjukan masih banyaknya PTS di
perguruan tinggi tersebut, masyarakat, dan daerah yang seringkali mengabaikan
pemerintah. Setiap pihak yang kepuasan mahasiswanya. Bahkan tidak
berkepentingan dalam suatu institusi sedikit PTS yang tidak pernah mengkaji dan
perguruan tinggi harus dapat dipenuhi mengukur kepuasan yang dicapai oleh
kebutuhannya agar perguruan tinggi mampu mahasiswanya.
bersaing dan mendapat kepercayaan Konsep experiential marketing
masyarakat. Permasalahan yang terjadi saat menawarkan suatu alternatif strategi yang
ini adalah adanya indikasi semakin lebih memfokuskan pada pada kemampuan
menurunnya kepercayaan masyarakat. dari produk atau jasa dalam menawarkan
Seperti yang dikemukakan oleh Ketua pengalaman emosi hingga menyentuh hati
APTISI Pusat dalam Suara Pembaharuan dan perasaan pelanggan. Aspek emosi
Daily (Edisi Jum’at 27 Februari 2009) yang berdasarkan pengalaman belum banyak
mengemukakan bahwa kepercayaan menjadi fokus para pengelola PT. Mereka
masyarakat terhadap PTS menurun, hal ini masih cenderung menggunakan konsep
ditunjukan dengan fakta empiris dimana tradisional yang menekankan pada
tahun 2002 ada 1.846 PTS, pada 2008 sudah fitur/benefit produk dan memandang bahwa
ada 2.860 PTS. Namun, jumlah peminat yang konsumen sebagai sosok yang rasional
mendaftar di PTS turun. Pada 2002, jumlah semata. Mereka masih mengabaikan
pendaftar sebanyak 852.087. Pada 2007, pendekatan yang lebih fokus pada sisi
jumlah pendaftar turun menjadi 567.557. pengalaman pelanggan yang dapat
Kondisi ini terbaca sebagai penurunan menyentuk emosional konsumen.
kepercayaan terhadap PTS.
Kepercayaan konsumen bersumber Pengertian Konsep Experiential
pada keyakinan konsumen bahwa jasa Marketing
tersebut mampu memenuhi nilai yang Experiential marketing merupakan
dijanjikan atau dengan kata lain persepsi konsep strategis dimana merupakan era
bahwa jasa tersebut mampu memenuhi perubahan marketing dengan adanya
kebutuhan dan memberikan kepuasan. perpindahan konsep functional kepada
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa konsep experiences dari sebuah produk atau
aspek kepuasan yang diperoleh melalui jasa yang hal ini pertama kali didukung oleh
pengalaman di mana konsumen mengalami Pine dan Gilmore dalam bukunga
proses pembelajaran yang memungkinkan Experiential Economy yang membahas
terbangunnya asosiasi, pemikiran dan mengenai special experience dan
pengambilan kesimpulan yang relevan unforgottable memories lalu Schmitt dalam
terhadap jasa yang diterimanya bukunya Experiential Marketing.1
Hasil penelitian Singh and
Sirdeshmukh mempertegas pernyataan 1
Hsuan Li, The influence of Perceived
diatas. Mereka menjelaskan bahwa Servqual on Brand Image, Words of Mouth, and
pembentukan kepercayaan sudah dimulai Repurchase Intention: A Case Study of Ming-Sheng
General Hospital in Taoyuan, Taiwan (2011).

2
Perspektif experiential marketing menghubungkan antar perusahaan dan merek
menyadari bahwa banyak produk merupakan kepada gaya hidup dari konsumen dan
suatu ungkapan simbolik bagi para menempatkan tingkah laku konsumen dan
konsumennya. Experiential marketing pembelian yang kadang-kadang terjadi dalam
menawarkan pemahaman baru tentang konteks sosial yang luas. Secara keseluruhan,
hubungan antara produk dan konsumennya. pengalaman merangsang panca indera,
Demi mendekati, mendapatkan, dan emosi, kognitif, tingkah laku dan nilai
mempertahankan konsumen produsen hubungan yang menggantikan nilai
melalui produknya perlu menawarkan fungsional. (2) Examining The Cosumption
pengalaman-pengalaman unik, positif, dan Situation atau menguji situasi konsumsi. Hal
mengesankan pada konsumennya. penting yang sangat berbeda adalah bahwa
Experiential marketing dapat sangat para experiential marketers percaya bahwa
berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin kesempatan yang paling baik untuk
meningkatkan merek yang berada pada tahap mempengaruhi suatu merek terjadi pada saat
penurunan, membedakan produk mereka dari setelah pembelian suatu produk selama masa
produk pesaing, menciptakan sebuah citra konsumsi. Pengalaman selama
dan identitas untuk sebuah perusahaan, mengkonsumsi suatu produk adalah kunci
meningkatkan inovasi dan membujuk untuk menumbuhkan kepuasan konsumen
pelanggan untuk mencoba dan membeli dan loyalitas konsumen terhadap suatu
produk. Hal yang terpenting adalah merek. (3) Customer Are Rational and
menciptakan pelanggan yang loyal. Emosional. Pelanggan adalah makhluk yang
Pelanggan mencari perusahaan dan emosional dan masuk akal. Konsumen adalah
merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian sosok yang emosional seperti halnya sosok
hidup mereka. Pelanggan juga ingin rasional bagi para experiential marketers,
perusahaan-perusahaan dan merek-merek artinya walaupun konsumen pada waktu
tersebut dapat berhubungan dengan hidup tertentu membut keputusan atau pilihan
merka, mengerti mereka, menyesuaikan secara rasional tetapi mereka juga memiliki
dengan kebutuhan mereka dan membuat dorongan dan keinginan secara emosi seperti
hidup mereka lebih terpenuhi. Dalam era kepekaan, hasrat, aktualisasi diri, fantasi dan
informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, sebagainya. (4) Methods and Tools Are
setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan Electic atau metode adalah elektik.
para pelanggan dan pengalaman yang Metode yang digunakan dalam experiential
diberikan produk atau jasa mereka. marketing adalah elektik (tidak semata
Terdapat empat kunci karakteristik analitikal kuantitatif, tetapi bervariasi dan
dari pengalaman pemasaran: memusatkan multi asset) atau tidak terikat pada ideologi
pada pengalaman pelanggan, menguji situasi metode tertentu.
konsumsi, pelanggan adalah makhluk yang
emosional dan masuk akal, serta metodenya Karakteristik Experiential
adalah electic.2 (1) Focus On Customer Marketing
Experience/Memusatkan pada Pengalaman
Pelanggan. Berbeda dengan konsep
pemasaran tradisional, experiential
marketing berfokus pada pengalaman Pengalaman pelanggan
Konsumsi
pelanggan. Pengalaman tersebut terjadi
Pengalaman holistic
sebagai hasil dari interaksi atau suatu Pelanggan adalah makhluk
peristiwa yang merangsang panca indera, hati
dan pikiran. Pengalaman tersebut juga yang emosional dan
masuk akal
2
Schmitt, Bernd E., Experiential Marketing;
How to Get Customer to Sense, Feel, Think, Act, and Metode
Sumber : Schmitt (1999)
Relate (New York:The Free Press, 1999).
adalah
3
Elektik
media/media elektronik, dan people/sumber
daya manusia.

Menurut Schmitt (1999), Experiential Strategy Experiential Modules (SEMs)


Marketing dapat bermanfaat digunakan Sense
untuk: (1) Meningkatkan kinerja perusahaan Sense pemasaran dalam konteks
yang sedang menurun. (2) pengalaman pemasaran adalah menciptakan
Mendiferensiasikan produk dan jasa dari pengalaman sensory terhadap suatu objek
perusahaan pesaing. (3) Menciptakan image melalui kelima panca indera: penglihatan,
dan identitas perusahaan. (4) perasa, penciuman, pendengaran dan peraba.
Mempromosikan inovasi. (5) Membujuk Agar sense mempunyai arah dan tujuan yang
konsumen untuk mencoba, membeli dan ingin dicapai dan mengetahui apa yang akan
yang paling penting adalah menjadikan dikoordinasikan dan diukur maka diperlukan
mereka loyal. sasaran strategis yaitu : (1) Sense as
Pelanggan mencari perusahaan dan Differentiator. Sense dapat dijadikan nilai
merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian pembeda bagi produk, dimana produk
dari hidup mereka. Pelanggan juga ingin tersebut merangsang pelanggan melalui hal
perushaan-perusahaan dan merek-merek yang berbeda dari biasanya. Rangsangan
tersebut dapat berhubungan dengan hidup tersebut dapat dibentuk melalui desain
mereka, mengerti mereka, menyesuaikan produk, komunikasi, ataupun tempat
dengan kebutuhan mereka dan membuat penjualan. (2) Sense as Motivator. Pemasaran
hidup mereka lebih terpenuhi. Dalam era yang dapat menyentuh indera dapat memotivasi
informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, pelanggan untuk mencoba sebuah produk dan
setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan membelinya. Kunci utamanya adalah bagaimana
para pelanggan dan pengalaman yang merangsang pelanggan secara tepat, tidak
diberikan produk atau jasa mereka. berlebihan dan juga tidak terlalu rendah. Dengan
menstimulasi pada level optimum, sense
marketing dapat menjadi pemberi motivasi yang
Strategy Experiential Modules (SEMs) dan kuat. (3) Sense as Value. Sense marketing dapat
Strategy Experiential Providers (ExPros) menjadi pembentuk nilai yang unik pada
Schmitt (1999) mengenalkan pelanggan. Perusahaan harus mengetahui tipe
kerangka analisis experiential marketing/ sense yang menjadi hasrat pelanggan dan dapat
pengalaman pemasaran yang terdiri dari dua memberi dampaknya dari rangsangan indera
aspek. Yaitu strategy experiential modules tersebut.
(SEMs) yang merupakan pondasi Menurut Hermawan Kartajaya Panca
pengalaman pemasaran dan terdiri dari indera yang merupakan pintu masuk ke
pengalaman melalui sensori panca indera seorang manusia harus dirangsang secara
(sense), pengalaman efektif (feel), benar. Perangsangan terhadap lima panca
pengalaman kognitif kreatif (think), indera ini memang belum tentu bisa
pengalaman fisik dan keseluruhan gaya hidup dilakukan. Tapi dengan mengunakan multi-
(act), serta pengalaman yang timbul dari sensory, hasilnya lebih baik dari single-
hubungan dengan kelompok referensi sensory. Yang penting harus dijaga
tertentu atau kultur tertentu (relate). Serta konsistensi pesan yang ingin disampaikan.
strategy experiential providers (ExPros) Jadi kelima indera yang dirangsang ini
yang merupakan alat untuk diharapkan bisa membawa suatu pesan yang
mengimplementasikan pengalaman solid dan terintegrasi.3
pemasaran dan terdiri dari
communications/komunikasi, Feel/Rasa
identities/identitas, co-branding/bentuk kerja
sama, environment/lingkungan, electronic
3
Hermawan Kertajaya, Brand Operation,
Esensi Divisi (Jakarta: Erlangga, 2010).

4
Menurut Schmitt (1999), Feel ditawarkan, untuk itu diperlukan waktu yang
marketing adalah suatu strategi pendekatan tepat yaitu pada waktu yang tepat yaitu pada
perasaan (afeksi) dan implementasi untuk waktu konsumen dalam keadaan good mood
memberikan pengaruh kepada perusahaan sehingga produk dan jasa tersebut benar-
dan merek melalui pemberian pengalaman. benar mampu memberikan memorable
Sementara Feel menurut Kartajaya experience sehingga berdmpak positif
(2010:164) adalah suatu perhatian-perhatian terhadap loyalitas pelanggan.
kecil yang ditunjukan kepada konsumen
dengan tujuan untuk menyentuh emosi Think /Berpikir
pelanggan secara luar biasa. Untuk menjadi Menurut Schmitt (1999) tujuan dari
berhasil, feel marketing memerlukan think marketing adalah untuk mendorong
pengertian yang jernih tentang bagaimana pelanggan untuk menggunakan pemikiran
menciptakan suatu perasaaan yang positif yang kreatif dan teliti yang mungkin dapat
selama pengalaman mengkonsumsi suatu menghasilkan sesuatu dalam mengevaluasi
produk. kembali suatu perusahaan dan produk.
Selanjutnya adalah bagaimana Kesimpulan dari think marketing adalah
mengusahakan pelanggan agar merasakan untuk menyerukan kepada konsumen
baik agar dapat menimbulkan pikiran dan pemikiran yang kreatif tentang suatu
opini yang positif. Feel dalam pengalaman perusahaan dan mereknya. Dalam proses
pemasaran erat kaitannya dengan berfikir secara kreatif terdapat dua jenis
pengalaman afektif. Dalam mengatur feel ini pemikiran yaitu: (1) Convergent-thinking
pemasar harus mempertimbangkan suasana (pola pikir menyatu) adalah proses
hati dan emosi dari pelanggan, seorang mempersempit fokus seseorang pada
experiential marketers dikatakan berhasil beberapa ide atau gagasan dari semua ide
apabila dapat membuat suasana hati dan yang telah dikumpulkan menjadi sebuah
emosi pelanggan sesuai dengan solusi. (2) Divergent-thinking (pola pikir
keinginannya. Hal ini sesuai dengan menyebar). Divergent-thinking adalah jenis
ungkapan dari Kartajaya (2010:228) yang pemikiran yang membiarkan pikiran
menyatakan bahwa dalam mengelola seseorang yang bergerak kemana-mana
perasaan ini, ada dua hal yang mesti secara simultan. Jenis pemikiran ini
diperhatikan, yaitu mood dan emotion. membutuhkan kampanye pemasaran think
Suasana hati dapat diperoleh melalui yang asosiatif, yaitu dengan perumpamaan
rangsangan khusus dimana pelanggan tidak secara visual.
menyadari hal tersebut, sedangkan emosi Karena convergent thinking
diupayakan dilakukan secara sengaja oleh memerlukan daftar yang lebih spesifik dari
perusahaan, misalnya emosi kecemburuan, pokok persoalan, pemasar harus diarahkan
kemarahan, atau bahkan perasaan cinta. untuk setiap tindakannya. Directional
Feel marketing merupakan bagian thinking memberikan penuntun apa atau
yang sangat penting dalam strategi bagaimana pelanggan seharusnya berpikir
experiential marketing. Feel dapat dilakukan tentang berbagai pilihan yang ada di depan
dengan service dan layanan yang bagus, serta mereka. Associative compaigns membuat
keramahan pelayan atau karyawan. Agar penggunaan yang mencolok terlihat semakin
konsumen mendapatkan feel yang kuat abstrak, konsep yang lebih umum sama
terhadap suatu produk atau jasa, maka baiknya dengan imajinasi visual yang
produsen harus mampu memperhitungkan tersebar.
kondisi konsumen dalam arti
memperhitungkan mood yang dirasakan Act /Tindakan
konsumen. Kebanyakan konsumen akan Strategi act/tindakan marketing
menjadi pelanggan apabila mereka merasa didesain untuk menciptakan pengalaman
cocok terhadap produk atau jasa yang kepada konsumen yang berhubungan dengan

5
gerakan tubuh, pola waktu yang lebih lama terhadap sense, feel, think, act, dan relate.
dari tingkah laku dan gaya hidup sama Aplikasi strategi pengalaman pemasaran
dengan terjadinya suatu pengalaman sebagai dapat diwujudkan melalui salah satu atau
hasil dari interaksi dengan orang lain. kombinasi berbagai experiential providers
Act Experience bergerak melebihi (ExPros) seperti berikut ini: (1)
sensasi yang terjadi, pengaruh dan kesadaran. Communication. Komunikasi dalam
Act experience mungkin kadang-kadang penyedia experiential providers termasuk
terjadi dengan sendirinya yang merupakan periklanan, eksternal dan internal komunikasi
hasil dari interaksi publik. Konsumen akan dari perusahaan seperti brosur, surat kabar,
bertindak/melakukan pembelian karena laporan tahunan dan sebagainya. (2)
pengaruh luar dan opini dari dalam. Tugas Visual/Verbal Identity. Seperi halnya
experiential marketers adalah komunikasi, verbal identity dapat digunakan
menggabungkan pengaruh eksternal dengan untuk menciptakan merek yang menyentuh
feel dan think pelanggan untuk dijadikan sense, feel, think, act dan relate. Kumpulan
suatu aksi yang akan menghasilkan kenangan identity ExPros terdiri dari: Nama logo, dan
tidak terlupakan. tanda dari perusahaan. (3) Product
Act marketing ditujukan untuk Presence/Kehadiran Produk. Kehadiran
mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan produk meliputi desain produk, pengemasan,
suatu bentuk interaksi dengan konsumen. dan display/pajangan produk serta karakter
merek sebagai bagian dari perusahaan. (4)
Relate Co-Branding. Co-Branding dapat digunakan
Sebagian terakhir dari SEMs, relate untuk mengembangkan satu atau beberapa
merupakan hubungan atau gaya hidup yang experiential modules. Co-Branding meliputi
dirasakan pelanggan, baik itu hubungan Event marketing, sponsorship, partnership,
terhadap perusahaan ataupun hubungan dan bentuk kerja sama lainnya. (5)
sesama komunitas pengguna produk atau jasa Environment/Lingkungan Ruangan. Meliputi
dari perusahaan. Relate marketing desain gedung, kantor, atmosfer perusahaan.
merupakan kombinasi sense, feel, think, dan (6) Web Site dan Electronic Media. Web Site
act yang bertujuan mengkaitkan individu perusahaan dapat membentuk penciptaan
dengan sesuatu yang berada diluar dirinya. SEMs, tampilan warna, suara dan kreatifitas
Relate marketing berkembang menu merupakan bagian dari pembentukan
melebihi sensasi individu itu sendiri, pengalaman bagi pengguna situs perusahaan.
perasaan, kesadaran, dan aksi dengan (7) People. People dapat dijadikan sebagai
menghubungkan individu itu sendiri ke kekuatan diantara ExPros yang lain, hal ini
lingkungan sosial yang lebih luas dan dikarenakan keberadaannya sebagai sesuatu
konteks budaya yang terefleksi dalam suatu yang dinamis, kemampuannya dalam
merek. berinteraksi dengan pelanggan serta
Pendekatan SEMs untuk menciptakan pengaruhnya yang dapat dirasakan secara
pengalaman holistic pada konsumen langsung.People ExPros meliputi tenaga
dilakukan melalui penekanan sense, feel, penjual, perwakilan perusahaan, serta
think, act dan relate. Schmitt (1999) personel lain yang secara langsung dapat
mengungkapkan bahwa SEMs mungkin berinteraksi dengan konsumen. Secara visual
dipandang sebagai langkah awal bukan hasil Strategy Experiential Providers (ExPros)
akhir dari experiential marketing. dapat dilihat seperti pada gambar yang
nampak dibawah ini :
Strategy Experiential Providers (ExPros)
Menurut Schmitt (1999) ExPros
adalah bagian-bagian dari taktik
implementasi sebagai penyelesaian oleh
pemasar untuk menciptakan kampanye

6
Kerangka Kerja Experiential Saat ini mahasiswa membutuhkan
Marketing lebih dari manfaat inti dari sebuah produk
jasa . Value pada akhir akhir ini menjadi
dambaan para penyedia jasa, karena telah

Websites/ Electronic
Communication terjadi pergeseran selera konsumen dimana

People/Orang
Environment/
Co-Branding

lingkungan
Identitty features dan benefit tidak cukup lagi untuk
Product

media
memuaskan pelanggan.4
Fenomena ini menyebabkan
terjadinya pergeseran pemasaran dimana
Sense/ sebelumnya sekedar menawarkan features
Panca dan benefit menjadi pemasaran yang
indera
memperhatikan pengaruh emosi konsumen
Feel/R Strategy
asa Plannin dalam menentukan pilihan produk, yaitu
Think/ g melakukan pembentukan suatu pengalaman
Pikiran Of
atas suatu produk.
Experie Sehubungan dengan hal tersebut
ntial
Marketi diatas, Perguruan Tinggi sebagai lembaga
ng penyedia layanan jasa pendidikan harus
Act/Ti
ndakan
mulai memperhatikan aspek emosi
Relate/ mahasiswa yang pembentukannya terjadi
Hubun
gan
melalui pengalaman mereka ketika menjadi
Sumber : Schmitt (1999:74) mahasiswa. Yang menjadi permasalahan
Secara keseluruhan perusahaan dapat adalah untuk membangun pengalaman ini
menciptakan pengalaman kepada maka semua aspek yang terlibat dalam
pelanggannya dengan menggunakan layanan yang diberikan oleh kampus menjadi
kerangka kerja experiential marketing/ bagian penting yang harus dilakukan secara
pengalaman pemasaran. Rencana strategi terintegrasi. Tidak dapat dipungkiri salah
yang diterapkan meliputi satu atau beberapa satu aspek penting tersebut adalah kualitas
Experiential Providers (ExPros) dengan layanan jasa yang diberikan serta reputasi
pendekatan Strategy Experiential Modules Perguruan Tinggi tersebut di masyarakat.
(SEMs) yang sesuai. Experience seringkali merupakan
hasil dari observasi langsung dan atau
Implementasi Experiential Marketing partisipasi dari kegiatan-kegiatan baik
pada Perguruan Tinggi merupakan kenyataan, angan-angan maupun
Konsep Experiential Marketing pada virtual. Dengan demikian seorang pemasar
hakekatnya merupakan konsep yang perlu menciptakan lingkungan dan
memiliki dimensi yang cukup kompleks. pengaturan yang tepat agar dapat
Kompleksitas tersebut tercermin dari menghasilkan customer experience yang
banyaknya aspek yang harus mendapat diinginkan. Pengalaman merupakan suatu
perhatian dalam mengimplentasikan konsep peristiwa yang terjadi secara khusus yang
tersebut. Sebagai suatu lembaga yang dapat merangsang sensori stimuli manusia
memberikan jasa layanan pendidikan, maka secara keseluruhan.
eksistensi Perguruan Tinggi tidak semata- Perspektif pemasaran
mata hanya berorientasi pada penyampaian experientalmenyadari bahwa banyak produk
jasa (service delivery) yang memberikan merupakan suatu ungkapan simbolik bagi
benefit bagi peserta didik (mahasiswa), para konsumennya. Pemasaran
melainkan juga perlu menciptakan suatu
4
pengalaman (experience) positif bagi para Buchari Alma dan Ratih Huriyati,
mahasiswanya. Manajemen Corporate Dan Strategi Pemasaran Jasa
Pendidikan: Fokus Pada Mutu dan Layanan Prima
(Bandung: Alfabeta, 2008).

7
experientalmenawarkan pemahaman baru untuk memilih Perguruan Tinggi dimana saat
tentang hubungan antara produk dan ini mereka menuntut ilmu.
konsumennya. Demi mendekati,
mendapatkan, dan mempertahankan Penutup
mahasiswa, Perguruan TInggi melalui Perguruan Tinggi sebagai institusi
jasanya perlu menawarkan pengalaman- yang memberikan jasa pendidikan kepada
pengalaman unik, positif, dan mengesankan mahasiswa sudah selayaknya dapat
pada mahasiswanya. menjawab kepercayaan dari masyarakat.
Hasil penelitian yang dikemukakan Kepercayaan mahasiswa dan masyarakat
oleh Zulganef & Murni (2008:186) pada umumnya adalah faktor penting yang
menyebutkan bahwa kepercayaan mahasiswa akan menentukan masa depan Perguruan
terhadap atribut-atribut jasa mempunyai Tinggi. Melalui upaya implementasi konsep
hubungan dengan kepuasan mahasiswa experiential marketing diharapkan para
terhadap dua atribut jasa yang diteliti dalam pengelola perguruan tinggi mulai melakukan
penelitian ini, yaitu kepuasan terhadap proses pembentukan aktivitas yang akan menjadi
belajar mengajar dan kepuasan terhadap pengalaman bagi mahasiswanya. Aktivitas
lingkungan fisik. Hal ini menunjukkan akademik maupun non akademik harus
bahwa dua atribut jasa tersebut merupakan didesain dengan memperhatikan orientasi
anteseden untuk munculnya kepercayaan pada sisi positive experience yang
mahasiswa, sehingga menunjukkan kedua mendorong sisi emosi mahasiswa sehingga
atribut jasa tersebut perlu diperhatikan lebih pembentukan kepercayaan secara bertahap
mendalam oleh para pengelola perguruan akan dapat terus ditingkatkan.
tinggi, dalam arti bahwa kepercayaan akan
muncul ketika mahasiswa puas terhadap Daftar Pustaka
kedua atribut jasa tersebut. Alkiani, Ling and Abjakh, “The impact
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Experiential Marketing and
Harjadi menunjukan bahwa experiential Customer Satisfaction on Customer
marketing yang dilakukan oleh Perguruan Commitment In The World of
Tinggi Swasta (PTS) di wilayah Cirebon Social Networks”, Asian Social
memiliki pengaruh paling besar dalam Science, Vol. IX No.1, Canadian
membentuk kepercayaan mahasiswa.5 Hal ini Center of Science and Education,
mengindikasikan bahwa guna meningkatkan 2013
kepercayaan mahasiswa terhadap institusi Alma, Buchari dan Huriyati,
Perguruan Tinggi maka sudah selayaknya Ratih,“Manajemen Corporate Dan
para pengelola Perguruan Tinggi mulai Strategi Pemasaran Jasa
memperhatikan upaya-upaya pembentukan Pendidikan: Fokus pada Mutu dan
pengalaman yang positif serta unik yang Layanan Prima, Bandung: Alfabeta,
kemudian mendorong sisi emosional 2008.
mahasiswa sehingga memunculkan Best, Roger J.,“Market-Based Management;
kepercayaan dari diri mahasiswa terhadap Strategies for Growing Customer
almamaternya. Konsekwensi logis dari value and Profitability, Second
semua itu maka akan terjadi perilaku Word of Edition, New Jersey: Prentice Hall,
Mouthyang positif dan pada akhirnya mereka Upper Saddle River, 2000.
dapat merekomendasikan kepada orang lain Fandy Tjiptono, Service Management:
Mewujudkan Layanan Prima,
5
Penerbit Andi, Yogyakarta.2012.
Dikdik Harjadi, “Analisis Pengaruh
Harjadi, Dikdik,“Analisis Pengaruh Persepsi
Persepsi Kualitas Jasa Pendidikan, Experiential
Marketing, dan Kepuasan Terhadap Citra Institusi Kualitas Jasa Pendidikan,
serta Dampaknya terhadap Kepercayaan Mahasiswa Experiential Marketing, dan
PTS di Wilayah Ciayumajakuning, Disertasi, Kepuasan Terhadap Citra Institusi
(Bandung: Universitas Pasundan, 2015).

8
serta dampaknya Terhadap
Kepercayaan Mahasiswa PTS di
Wilayah Ciayumajakuning,
Disertasi, Bandung: Universitas
Pasundan, 2015.
Hawkins, Alfred G,Jr., Experential
Marketing: Measurement,
Methodologies and Challanges an
Applied Approach, Helzberg School
of Management, Rockhrust
University.
Alfred.hawkins@rockhrust.edu.,
2010.
Hawkins, Mothersbaugh, Best, Consumer
Behavior: building Marketing
Strategy, New York: Mc Graw- Hill
International Edition, 2007.
Hermawan Kertajaya, Brand Operation,
Esensi Divisi, Jakarta: Erlangga,
2010.
Hsuan Li, The influence of Perceived
Servqual on Brand Image, Words of
Mouth, and Repurchase Intention: A
Case Study of Ming-Sheng General
Hospital in Taoyuan, Taiwan, 2011.
Lanier, D, Clinton, “Experiential Marketing:
Exploring The Dimensions,
Characteristics, and Logic of Firm-
Driven Experience”, Dissertation
Lincoln Nebraska, 2008.
Ming, Chou You, “Study on The Impacts of
Experiential Marketing and
Customers Satisfaction Based on
Relationship Quality”, International
Journal of Organizational
Innovation, Vol. III No.1., 2010.
Schmitt, Bernd E, Experiential Marketing;
How to Get Customer to Sense,
Feel, Think, Act, and Relate, New
York: The Free Press, 1999.
Zulganef dan Murni,“Hubungan Kepuasan
dan Kepercayaan Mahasiswa
terhadap Lembaga Pendidikan
Tinggi dengan Keinginan untuk
Membujuk Calon Mahasiswa
Melanjutkan Studi ke Perguruan
Tinggi, Jurnal Manajemen Teori
dan Terapan Tahun 1, No. 2,
Bandung, 2008.

Anda mungkin juga menyukai