Mini Refarat BT
Mini Refarat BT
Disusun Oleh :
2018
1
DAFTAR ISI
A. Definisi............................................................................................... 4
B. Epidemiologi...................................................................................... 4
C. Etiologi .............................................................................................. 5
D. Patogenesis......................................................................................... 5
E. Gejala Klinis........................................................................................6
F. Diagnosis.............................................................................................7
G. Penatalaksanaan ..................................................................................8
H. Prognosis............................................................................................10
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kusta (Lepra atau Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi kronik granulomatous
yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. M. Leprae merupakan basil tahan asam
(BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti
mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa
tunas M. Leprae sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun,
rata-rata 3-5 tahun. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi diduga melalui inhalasi
Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada tahun 2013
merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka
prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000
penduduk) dan telah mencapai target <1 per 10.000 penduduk atau <10 per 100.000
penduduk. Dan mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 3.167 jiwa. Dari data tahun
2011-2013 didapatkan bahwa kasus baru kusta terbanyak di provinsi Jawa Timur (4.132
jiwa), Jawa Barat (2.180 jiwa), Jawa Tengah (1.765 jiwa), Papua (1.180 jiwa), dan Sulawesi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke
B. Epidemiologi
pada tahun 2012 sebesar 232.857 kasus. Sedangkan pada tahun 2013 sebesar 215.656
kasus. Awal tahun 2014 sebesar 180.618 kasus. Angka tersebut menunjukkan
penurunan prevalensi kejadian penyakit kusta tiap tahun, namun masih dikategorikan
tinggi. Tingginya angka insidensi kusta pada orang-orang kontak serumah hampir
sepuluh kali dibanding mereka yang tidak kontak serumah. Pada mereka yang kontak
risiko lebih tinggi daripada kontak serumah dengan penderita Pausi Basiler
(tuberculoid dan indeterminate), yaitu antara empat sampai sepuluh kali pada kontak
4
dengan penderita Multi Basiler dibandingkan hanya dua kali pada kontak dengan
C. Etiologi
Leprae berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel, dengan kedua ujung
bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif tidak
bergerak dan tidak berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk
D. Patogenesis
mencit dan berkembang biak sekitar tempat suntikan. Dari berbagai macam spesimen,
bentuk lesi maupun negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan spesies. Agar
dapat tumbuh diperlukan jumlah minimum M. leprae yang disuntikan dan kalau
Inokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya dengan diikuti iradiasi 900 r,
kuman terutama di bagian tubuh yang relatif dingin, yaitu hidung. cuping telinga,
kaki, dan ekor. Kuman tersebut selanjutnya dapat diinokulasikan lagi, berarti me-
menuhi salah satu postulat Koch, meskipun belum seluruhnya dapat dipenuhi.2
Sebenarnya M leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab
penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala
5
yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi
dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang
sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
E. Gejala klinis
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi.
(paralisis)
3. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA positif)
Seseorang dapat dikatakan penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-
Klasifikasi dari WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasiler dan
6
pausebasiler adalah tipe I, TT, dan BT. Adapun klasifikasi yang banyak dipakai
pada bidang penelitian adalah klasifikasi menurut Ridley dan Joping yang
6. Lepromatosa ( LL)
pausebasiler menurut WHO tanpa disertai BTA positif. Lesi pada tipe ini
menyerupai tipe TT, yakni berupa makula anastesi atau plak yang disertai lesi
jelas, BTA pada lesi kulit negatif atau hanya 1+,tes lepromin positif lemah.
kuat.
F. Diagnostik
dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan
dan kerokan mukosa hidung yang pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain
7
dengan ZEIHL-NEELSEN. Bakterioskopik negatif bukan berarti orang tersebut tidak
Reaksi lepromin 1+
Stabilitas imunologik +/-
Reaksi Borderline +
ENL -
Kuman dalam hidung -
Kuman dalam granuloma 1-3 +
Sel epiteloid +
Sel datia Langhans +
Globi -
Sel busa ( sel virchow) -
Limfosit ++
Infiltrasi zona sub epidermal +/-
Kerusakan saraf ++
G. Penatalaksanaan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri dari rimpafisin, klofazimin
yang diberikan yaitu Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang
o Dewasa
8
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
1 blister untuk 1 bulan. Di butuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan
• 1 tablet dapson 50 mg
• 1 tablet dapson 50 mg
1 blister untuk 1 bulan. Di butuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan
H. Prognosis
9
Pada kusta tipe Borderline Tuberkuloid pronosisnya baik, namun kelainan berupa
BAB III
10
PENUTUP
Kesimpulan
Morbus Hansen adalah suatu penyakit infeksi kronik yang penyebabnya adalah
mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat dimana syaraf perifer merupakan
afinitas pertama lalu berlanjut ke kulit dan mukosa serta traktus respiratorius bagian atas lalu
Diagnosis penyakit kusta secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana.
Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak mendapat MDT mempunyai resiko
Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat adalah dengan melaksanakan diagnosis dini
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldsmith, LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff Klaus.
2012. p.2259-62
2. Wisnu, IM, SSD Emmy, Menaldi SL. Kusta. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi
W (Eds.). Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketujuh. Jakarta : Badan
3. Infodatin. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Kusta. 2015
2015: 9
12