Anda di halaman 1dari 4

Disusun oleh Kelompok 4 :

➢ Syahadah rizki F (D20185013)


➢ Novitasari (D20185023)
➢ Moh Zainul alifie (D20185026)
➢ Sinta mega rofikhotul A. (D20185053)
➢ saiful rizal (D20185057)

1. Pengertian Delikuensi defek moral

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Atau
kondisi individu yang hidupnya delinquent (nakal/jahat), selalu melakukan kejahatan dan
bertingkah laku antisosial, Namun tanpa adanya penyimpangan dan gangguan organis pada
fungsi inteleknya hanya saja inteleknya tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi
kebekuan moral. Sikap orang orang yang defek mentalnya, cenderung bersikap dingin, beku,
dan tanpa afeksi. Emosinya steril terhadap sesama manusia: munafik, jahat, sangat egoistik
dan tidak menghargai orang lain. Tingkah lakunya selalu salah dan jahat. Seperti: sering
melakukan kekerasan, kejahatan, penyerangan. Individu seperti ini cenderung selalu
melanggar hukum, atau norma standar sosial yang berlaku.

2. Ciri-ciri Delikuensi defek moral

Selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat
penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen
tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat,
juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan
perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu,
sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.
Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super
egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan
dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering
disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat
yang sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena
didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis
remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan
mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang
menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar.

3. Faktor Penyebab Delikuensi Defek Moral

Faktor yang mendorong anak-anak melakukan kenakalan anak adalah motivasi atau
dorongan yang timbul dari si anak baik secara sadar maupun tidak sadar di balik apa yang
dilakukan oleh anak-anak tersebut. Motivasi di sini sering juga diartikan sebagai usaha-usaha
yang menyebabkan seorang anak atau kelompok tertentu bergerak untuk melakukan suatu
perbuatan karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan
dengan perbuatannya. Ada 2 (dua) bentuk motivasi yaitu motivasi intrinsik (dari dalam diri
sipelaku) dan ekstrinsik (dari luar):

a. motivasi intrinsik: faktor intelegensia, faktor usia, faktor kelamin, faktor


kedudukan anak dalam keluarga.
b. motivasi ekstrinsik: faktor rumah tangga, faktor pendidikan dan sekolah, faktor
pergaulan anak, faktor mass media, terpisahnya dengan orang tua diusia kurang
dari tiga tahun, khususnya berpisah dengan ibunya, Anak-anak yang diasuh di
rumah sakit, rumah yatim piatu, dan panti-panti penitipan dan tidak pernah
merasakan kasih sayang. Bahkan mereka mendapat perlakuan yang keras dan
dendam , sehingga muncul rasa-rasa dendam, agresi, kebekuan emosional dan
interpelasi sosial yang sangat miskin.

4. Intervensi Yang Dilakukan

Negara Indonesia memberikan perlindungann hukum kepada anak di bawah umur.


Ada dua payung hukum yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang kemudian
diperbaharui lagi menjadi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-undang perlindungan Anak yang memberikan perlindungan kepada anak-anak yang
menjadi korban. Dalam UU Perlindungan Anak ini mengatur mengenai perlindungan hukum
yang diberikan kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan baik fisik, psikis, seksual
dan penelantaran. Kemudian, ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disingkat UUSPPA. UU ini lebih kepada
memberikan perlindungan kepada anak-anak yang melakukan suatu perbuatan pidana.
Mengatur mengenai jenis sanksi yang dapat diberikan kepada anak-anak yang melakukan
kenakalan. Sanksi hukum berupa sanksi tindakan dan sanksi pidana. Tentunya pemberian
sanksi ini didasarkan pada penggolongan umur dan jenis kenakalan atau tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Kemudian juga diatur secara khusus mengenai Diversi yaitu pengalihan
perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sebelumya akan
dijelaskan bahwa Anak yang selanjutnya disebut sebagai Anak yang berhadapan dengan
hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (Pasal 1 ayat (2) UUSPPA). Sedangkan Anak
yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana (Pasal 1 ayat (3) UUSPPA) Sanksi yang diberikan kepada anak
diatur dalam Bab V tentang Pidana yaitu Pasal 71 s.d pasal 81 UUSPPA dan sanki Tindakan
diatur di Pasal 82 dan Pasal 83 UUSPPA. Pada anak yang tergolong dalam perlakuan
Delinkuensi (anak nakal), dari jenis-jenis kenakalan yang mereka lakukan misalnya
pencurian, pemerasan, penganiayaan (tawuran), percabulan, pembunuhan, obat-obat terlarang
dalam penangananyapun berdasarkan pada UU Perlindungan Anak dan UUSPPA. Pada Pasal
32 UUSPPA mengatur mengenai syarat penahanan terhadap anak yang melakukan tindak
pidana yaitu dapat dilakukan penahanan jika umur si anak sudah atau sudah melebihi dari 14
(empat belas) tahun dan jika tindak pidana yang dilakukan adalah tindakan yang diancam
pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih. Sanksi pidana yang diberikan kepada anak adalah ½
dari sanksi pidana yang diberikan kepada orang dewasa. Contohnya tindak pidana
penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 KUHP diancam pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan. Itu yang dijalani oleh orang dewasa sementara yang dilakukan oleh anak
maka sanksi pidananya diberikan ½ dari dua tahun delapan bulan tersebut yaitu satu tahun
empat bulan. Namun dalam menjatuhkan sanksi bagi si anak sebelumnya harus
mempertimbang- kan kepentingan terbaik bagi si anak dengan sebelumnya melakukan suatu
penelitian terhadap kehidupan si anak tersebut. Dalam pengertian bahwa bagaimana
keseharian si anak apakah masih sekolah atau tidak, bagaimana keadaan keluarga si anak,
apakah si anak masih mempunyai orang tua atau tidak sehingga dari hasil penelitian terhadap
si anak tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana bagi
anak. Dalam penyelesaian kasus anak nakal juga sebelumnya harus terlebih

5. Dampak Delikuensi Defek Moral

Dampak dari Delikuensi defek moral seperti: Kenakalan didalam keluarga, Kenakalan
dalam pergaulan, Kenakalan dalam pendidikan, akan dihindari atau dikucilkan oleh banyak
orang, akan merasa terkucilkan dalam hal sosialisasi, merasa sangat sedih, atau malah akan
membenci orang-orang sekitar, dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga
yang harus menanggung malu, masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu
para remaja yang melakukan kenakalan, kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak
kenakalan.

6. Pencegahan Delikuensi Defek Moral

Menurut Mu’awanah (2012), terdapat dua tindakan untuk mencegah terjadinya kenakalan
remaja, yaitu:

1. Tindakan represif
Tindakan represif adalah tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja
seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan remaja yang lebih
hebat, tindakan tersebut berupa hukuman yang diterapkan agar remaja yang
melakukan tindakan kenakalan tidak mengulangi perbuatannya.
2. Tindakan kuratif dan Rehabilitasi
Usaha kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja ialah usaha
pencegahan terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan itu tidak
menyebar luas dan merugikan masyarakat. Tindakan kuratif dan rehabilitasi,
dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu
dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku kenakalan remaja itu dengan
memberikan bimbingan lagi.Bimbingan diulangi melalui pembinaan secara khusus.
Berikut tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak nakal:

1. Menghilangkan semua sebab musabab timbulnya kenakalan remaja


2. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat atau
asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan
rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.
3. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik atau ke tengah lingkungan
sosial yang baik.
4. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib, dan berdisiplin
5. Memanfaatkan waktu senggang
6. Remaja dikembalikan kepada orang tua atau walinya.

Daftar Pustaka :

Nurjan, Syarifah. 2019, Delikuensi Kenakalan Remaja. Yogyakarta: Samudra Biru

https://www.scribd.com/presentation/440827005/KEL-10-PPT-DELIKUENSI-DEFEK-
MORAL

Effendy, Priscilla Andriana (2018) HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AFEKSI


DENGAN KENAKALAN REMAJA DI SEKOLAH. Undergraduate thesis,
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945.

Anda mungkin juga menyukai