Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Inverted papilloma adalah lesi dari membran mukosa rongga hidung dan sinus para
nasal yang merupakan tumor jinak epitel yang tumbuh terbalik kearah stroma dibawahnya.
Tumor ini berasal dari membran Schneider, sehingga diberi nama Inverted Schneiderian
Papilloma.1,2,3
Papilloma ini mudah pecah, berwarna merah sampai keabuan seperti edema dan terlihat
bening. Tumor ini mempunyai sifat – sifat khas berupa proliferasi epitel disertai invasi
kedalam stroma, destruktif, mudah kambuh sesudah pengangkatan dan dapat menjadi
ganas.1,3,4
Tumor ini jarang terjadi, dengan frekuensi antara 0,5 % sampai 4 % dari semua tumor
primer hidung, biasanya unilateral, frekuensi terjadinya lebih banyak pada laki – laki dengan
perbandingan laki – laki dengan wanita adalah 3 banding 1, sedangkan usia terbanyak pada 50
tahun sampai 70 tahun.1.3,4,5,6
Penyebab yang pasti dari tumor ini belum diketahui, tetapi beberapa ahli berpendapat
bahwa faktor infeksi hidung dan sinus paranasal yang lama sebelumnya, faktor alergi, faktor
virus juga ikut berperan, produk industri bersifat karsinogenik, sementara ahli – ahli lain
berpendapat bahwa tumor dianggap terjadi dari polip yang mengalami proliferasi dan
metaplasia.1,2,5,6
Pengobatan tumor ini, meliputi operasi pengangkatan tumor sebersih – bersihnya untuk
menghindari kekambuhan. Namun demikian angka kekambuhan sesudah operasi
pengangkatan masa tumor masih tinggi. Kekambuhan umumnya terjadi dalam 1 sampai 2
tahun sesudah operasi, dapat terjadi oleh karena operasi pengangkatan tumor tidak bersih.1,2,4,5
Di bagian THT RSUP DR. Sardjito Yogyakarta selama periode 1986 – 1990 ( 5 tahun )
didapatkan penderita Inverted Papiloma sebanyak 20 orang, yang berumur antara 26 tahun
sampai 74 tahun, rerata 47,3 tahun, penderita pria lebih banyak dari pada wanita yakni dengan
perbandingan 4 banding 1. Selama tahun 1980 - 1985 terdapat 14 penderita inverted
papilloma yang dirawat di bagian THT RS Dr Kariadi, rata – rata berumur 45 – 55 tahun,
terdapat 9 pria dan 5 wanita.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Hidung
luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya (atas ke bawah) : pangkal hidung (bridge),
dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).6
Hidung luar dibentuk dari kerangka tulang dan tulang rawan yang dibalut oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari : tulang hidung (os Nasalis), prosesus frontalis os maksila dan
prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari : sepasang kartilago
nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (alar mayor), kartilago
alar minor dan kartilago septum.6
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut
nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana).6
Bagian dari kavum nasi yang letaknya tepat di belakang nares anterior disebut
vestibulum. Secara histologis vestibulum nasal dilapisi oleh kulit yang disusun oleh epitel
skuamosa berkeratin dan jaringan subkutaneus dengan banyak folikel-folikel rambut, kelenjar
sebaseus, dan kelenjar keringat. Epitel skuamosa dari vestibulum berubah menjadi epitel tipe
respiratorik (pseudostratified bersilia), yang melapisi seluruh kavum nasi kecuali sebagian
kecil atap posterior yang dilapisi oleh epitel olfaktorius. Lapisan submukosa berisi kelenjar
seromukus dan banyak pembuluh tebal yang menyerupai jaringan erektil terutama terdapat
pada turbinate (konka). Epitel olfaktorius terdiri dari sel-sel spindle bipolar dengan akson
bermielin dan tidak bermielin.6
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding; dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi, yang dibentuk oleh tulang ( lamina
perpendikulais os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina) dan
tulang rawan ( kartilago septum/lamina kuadrangularis dan kolumela.6

2
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka; konka inferior, merupakan konka
terbesar dan letaknya paling bawah; konka media; konka superior dan yang terkecil konka
supreme. Konka inferior melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media,
superior dan supreme merupakan bagian dari labirin etmoid.6
Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat meatus. Meatus inferior terletak
antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral, terdapat muara (ostium) duktus
nasolakrimalis. Meatus media terletak antara konka media dan dinding lateral rongga hidung,
terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris (muara sinus frontal, sinus
maksila dan sinus etmoid anterior) dan infundulum etmoid. Meatus superior terletak antara
konka superior dan konka media, terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.6
Dinding inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh os maksila dan os
palatum. Dinding superior dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga
tengkorak dan rongga hidung.6
Suplai darah pada kavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri carotis eksterna dan
arteri carotis interna. Dimana arteri karotis eksterna ini memberikan suplai darah terbanyak
pada kavum nasi melalui: 1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang
berjalan melalui foramen sphenoplatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior
dan dinding lateral hidung. 2). Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatine
mayor yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian
inferoanterior septum nasi.6
Karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior
dan posterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior. Pembuluh darah
hidung saling berhubungan melalui beberapa anastomosis. Suatu pleksus vaskular di
sepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan sebagian anastomosis ini dan
dikenal sebagai Little area atau pleksus Kiesselbach . Karena ciri vaskularnya dan kenyataan
bahwa daerah ini merupakan subyek trauma fisik dan lingkungan berulang, maka merupakan
lokasi epistaksis yang paling sering.6
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis
anterior, cabang dari n. nasosiliaris , cabang n. olfaktorius. Rongga hidung lainnya dipersarafi
sensoris dari n. maksilaris melalui ganglion sfenopalatinum.6

3
Ganglion sfenopalatinum juga memberikan persarafan vasomotor/otonom untuk mukosa
hidung. Menerima serabut sensoris dari n. maksila, serabut parasimpatis dari n. petrosus
superfisialis mayor dan serabut simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum
terletak dibelakang dan sedikit diatas posterior kanka media. Nervus olfaktorius turun melalui
lamina kribosa dari bawah bulbus olfaktori, lalu berakhir pada sel-sel reseptor penghidu.6

HISTOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Membran mukosa hidung dan sinus para nasal terdiri dari 2 tipe, (1) Pars Respiratorius,
bagian ini menutupi dua pertiga bagian inferior septum nasi, dinding lateral cavitas nasi di
bawah concha superior dan dasar cavitas nasi. Bagian ini berwarna merah delima, mukosa
terdiri atas epitel columner bercilia tinggi, diantaranya ada sel-sel piala (sel Goblet) yang
menghasilkan mukus. Membran basal terdiri atas jaringan fibroelastik yang banyak
mengandung pembuluh darah serta menghasilkan sekret serous dan mukus. Membran mukosa
ini juga menutupi setengah bagian superior nasofaring, sinus paranasal dan ostianya, berlanjut
ke duktus nasolacrimalis dan tuba auditiva. (2) Pars olfaktorius, bagian ini meliputi sepertiga
superior bagian kranial septum nasi, atap cavum nasi, dinding lateral dan superior cavum nasi
serta konka superior. Mukosanya terdiri atas epitel kolumner bersilia, berwarna kekuningan
dan mengandung glandula serosa Bowman. Mengandung sel-sel olfaktoria bipoler dengan
olfactori hair, sel-sel penyokong dan sel-sel basal mengandung pigmen kuning.6

B. INVERTED PAPILLOMA
Definisi
Inverted Papiloma sinonasal adalah tumor epitel jinak yang terdiri dari epitel batang
disertai epitel gepeng yang berdiferensiasi baik. Inverted papilloma menunjukkan gambaran
pertumbuhan jaringan ke stroma dibawahnya tanpa menembus membran basalis.1,3,4,7
Etiologi
Penyebab pasti Inverted Papilloma sampai sekarang belum diketahui. Diduga
faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya Inverted Papilloma meliputi alergi, virus,
infeksi kronis hidung dan sinus paranasal sebelumnya atau terjadi dari polip yang mengalami
proliferasi dan metaplasia.7,8

4
Faktor alergi sebagai penyebab terjadinya Inverted Papilloma masih diragukan, namun
demikian adanya sel-sel eosinophil dan inklusi intra sitoplasma oleh acidophylic central
bodies menyebabkan beberapa ahli menduga bahwa faktor allergi atau virus memegang
peranan penting terhadap terjadinya Inverted Papilloma.9,10,11
Faktor virus sebagai penyebab Inverted Papilloma dianggap sebagai postulat oleh
beberapa ahli, meskipun para ahli lain tak mendukung. 9 Keterlibatan virus pada terjadinya
Inverted Papilloma hidung dan sinus paranasal juga disebabkan tendensinya memproduksi
papilloma di bagian tubuh yang lain, dimana angka kekambuhannya cukup tinggi dan
tendensinya untuk menutupi sejumlah tempat-tempat pada permukaan mukosa. Hasil
penelitian itu membuktikan adanya hubungan Human Papilloma Virus dengan terjadinya
Inverted Papilloma hidung dan sinus paranasal . 12,13,14,15,16
Faktor infeksi kronis hidung dan sinus paranasal sebelumnya pada terjadinya Inverted
Papilloma dilaporkan beberapa ahli, oleh karena biasanya didapatkan infeksi tersebut pada
penderita Inverted Papilloma .15,16

Patofisiologi
Inverted Papiloma sinonasal hampir selalu unilateral. Karateristik klinis utama yang
menyertai tumor adalah kecendrungan berulang, mampu mendestruksi jaringan disekitarnya
dan memilki sifat keganasan.1,3,4
Karsinoma sel gepeng merupakan neoplasma tersering berhubangan dengan papilloma
sinonasal. Keganasan lain jarang berhubungan dengan papiloma sinonasal seperti
adenokarsinoma dan small cell karsinoma. Dari ketiga jenis papilloma sinonasal, papilloma
fungiformis belum dilaporkan memiliki potensiasi keganasan. Sedangkan inverted papliloma
dilaporkan berkembang menjadi keganasan 5 – 10 % dari kasus. Tidak ada hubungan antara
kejadian rekurensi dengan kemungkinan menjadi keganasan.13,15
Stadium Inverted Papiloma (Krouse) :13,15
T1 : Tumor masih berada di kavum nasi, tanpa perluasan ke sinus – sinus. Dapat
terlokalisir pada satu dinding atau pada satu region kavum nasi, tanpa
perluasan ke sinus – sinus atau daerah ekstranasal.
T2 : Tumor meluas ke kompleks osteomeatal, sinus ethmoid, bagian medial sinus
maksilaris dengan atau tanpa keterlibatan kavum nasi.
T3 : Tumor meluas ke lateral, inferior, superior, anterior atau posterior dinding

5
sinus maksilaris, sinus sphenoid, dan sinus frontalis. Dengan atau keterlibatan
bagian medial sinus maksila, sinus ethmoid, atau kavum nasal. Tidak terdapat
tanda – tanda keganasan
T4 : Tumor dengan adanya perluasan ke ekstranasal/ extrasinus yang dapat juga
meluas ke struktur sekitarnya seperti orbita, jaringan intrakranial, atau ruangan
pterigomaxila. Tumor disertai tanda – tanda keganasan.

Gejala dan Tanda


Gejala klinis penderita Inverted Papilloma, pada umumnya datang ke rumah sakit
dengan keluhan utama hidung buntu unilateral diikuti sekret hidung yang jernih, mukoid atau
purulen dan mengalir ke belakang (post nasal drip) atau kadang - kadang hidung buntu
bilateral pada kasus-kasus lanjut karena tumor telah mendesak septum dan menyebabkan
hidung buntu pada sisi lain.17,18,19
Ciri khas dari Inverted papiloma yaitu mempunyai kemampuan untuk merusak jaringan
sekitarnya, cenderung kambuh lagi dan dapat menjadi ganas.2,5,16 Gejala inverted papiloma
mirip dengan gejala tumor jinak hidung dan sinus paranasal, pada pemeriksaan klinis
didapatkan masa tumor mirip dengan polip hidung, tetapi biasanya unilateral. 16

Diagnosis
Diagnosis Inverted Papilloma hidung dan sinus paranasal dapat ditegakkan berdasarkan
gejala-gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan patologi anatomi (biopsi), dan
pemeriksaan radiologi.10
Pemeriksaan klinis dengan rhinoskopi anterior, tampak tumor ini hampir serupa dengan
polip hidung biasa, berupa masa tumor berbentuk polipoid, soliter atau multipel,
konsistensinya lebih padat dari pada polip, permukaan tak rata, warna bervariasi dari putih
keabu-abuan sampai kemerahan, biasanya rapuh dan mudah berdarah serta kebanyakan ber-
sifat unilateral. Biopsi multipel lebih tepat dilakukan pada penderita Inverted Papilloma oleh
karena penting untuk menegakkan diagnosis. Biopsi yang dilakukan pada beberapa tempat ini
dapat menghindari kesalahan diagnosis yang disebabkan oleh keganasan yang dapat terjadi
bersama-sama, atau dengan kata lain biopsi superfisial dapat menyesatkan diagnosis.
Tindakan biopsi tersebut dapat dilakukan secara intra nasal maupun ekstra nasal.6,10,11,13

6
Gambaran mikroskopi inverted papilloma pada pemeriksaan Pathologi Anatomi (biopsi)
berupa meningkatnya ketebalan epitel permukaan dengan invaginasi epitel ke dalam stroma
yang mendasari, sehingga membentuk tonjolan-tonjolan atau kripte-kripte yang berhubungan
dengan permukaan epitel. Umumnya didapatkan jenis epitel kolumner bercilia yang
merupakan ciri khas membran Schneider sampai perubahan ke epitel skuamus bertingkat
berkeratin.5,16,19
Pada pemeriksaan radiologi, tidak ada gambaran spesifik pada penderita Inverted
Papilloma, terutama pada stadium permulaan, dimana masa tumor masih kecil dan terbatas di
cavitas nasi.11

Penatalaksanaan
Walaupun Inverted Papilloma merupakan tumor jinak, tetapi oleh karena sifat-sifatnya
yang agresif, mudah kambuh sesudah pengangkatan, merusak jaringan sekitar dan sering
dihubungkan dengan keganasan, maka para ahli menganjurkan operasi sebagai pengobatan
pilihan. Tentang cara pendekatan operasi dan luasnya operasi yang dipilih masih menjadi
perdebatan.10,11
Frekuensi kekambuhan sesudah pengangkatan berhubungan langsung dengan methode
operasi. Pengangkatan total (radikal) tumor ini akan memperkecil frekuensi kekambuhan.
Eksisi terbatas meliputi intra nasal polipektomi, konkotomi, CWL, ethmoidektomi eksternal
mengakibatkan frekuensi kekambuhan 41% sampai 78%, sebaliknya rhinotomi lateralis
dikombinasi dengan maksilektomi medial akan memperkecil frekuensi kekambuhan menjadi
6% sampai 29% .11
Cara pendekatan operasi dan luasnya operasi yang dipilih tergantung pada lokasi dan
perluasan tumor, sehingga diharapkan cara pendekatan operasi yang dipilih memenuhi
syarat-syarat tertentu, yakni menjamin luas lapangan operasi yang memadai, menjamin
kelancaran fungsi hidung, mencegah cacat kosmetik.11,12 Pilihan pendekatan operasi dan
luasnya operasi tergantung pada hasil penilaian radiologis tentang lokasi dan perluasan tumor.
Berdasarkan pemeriksaan CT scaning dan Tomografi, tumor dapat dibagi menjadi lesi
terbatas dan lesi lanjut. Operasi konservatif dilaporkan cukup efektif pada kasus-kasus
Inverted Papilloma tertentu, misalnya tumor masih kecil, terbatas pada kavum nasi dengan

7
gambaran radiologis sinus paranasal masih jernih, belum pernah mengalami operasi
sebelumnya.11
Beberapa ahli menganjurkan pendekatan rhinotomi lateralis yang dilanjutkan
ethmoidektomi dan maxillectomi en block untuk pengangkatan tumor-tumor hidung, baik
jinak maupun ganas.11
Peranan radiotherapi untuk penderita Inverted Papilloma masih dipertanyakan, para
peneliti lain juga menyatakan, bahwa radiotherapi tidak efektif dalam mencegah terjadinya
kekambuhan. Para peneliti umumnya setuju pemakaian radioterapi sebagai pengobatan
tambahan penderita Inverted Papilloma yang timbul berersama karsinoma sel skuamosa, atau
penderita dengan kekambuhan berulang, juga pada penderita Inverted Papilloma benigna yang
kambuh dan ekstensif serta tak mungkin dapat dioperasi. 11,12 18

BAB III
LAPORAN KASUS

8
A. Anamesis
Identitas
Nama : Tn. BW
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 49 th
Alamat : Sleman
Pekerjaan : Wiraswasta
RM : 1.66.95.29

Keluhan utama : hidung kanan buntu.


Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 tahun yang lalu pasien merasakan hidung sebelah kanan buntu, terus-menerus
dan mulai terasa memberat 3 bulan yang lalu, dan pasien juga merasakan adanya benjolan
didalam hidung kanan. Pasien mengeluhkan adanya cairan dari hidung kanan, kadang bening
cair, kadang kental kekuningan, berbau. Tidak ada keluhan nyeri, tidak ada keluhan mimisan,
tidak ada keluhan kemeng-kemeng di wajah. Tidak ada keluhan pada hidung kiri, telinga dan
tenggorok.
Riwayat penyakit dahulu :
Sudah pernah mengalami keluhan yang sama 7 tahun lalu, dan dioperasi hidung di RS
swasta di Jogja pada bulan Februari 2013, serta membawa hasil PA yang didiagnosa dengan
Inverted Papilloma.
Riwayat menderita alergi : disangkal
Riwayat menderita diabetes militus : disangkal
Riwayat menderita hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


Riwayat menderita keluhan yang sama (-)
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umun baik, gizi cukup, compos mentis.
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Nadi : 80x/menit,
Suhu : 37ºC

9
Pernafasan 20 /menit.
Pada pemeriksaan THT :
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior pada kavum nasi dektra didapatkan massa berwarna
putih, permukaan tidak rata, discharge (+) bening, encer, deviasi septum kekiri dan nasal
hemoragi (-). Pada rhinoskopi posterior tidak tampak massa di nasofaring, dari khoana terlihat
massa putih, permukaan tidak rata memenuhi kavum nasi dekstra.
Pemeriksaan telinga dalam batas normal
Pemeriksaan orofaring dalam batas normal.
C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil CT Scan, tampak torus tubarius dan fossa rosenmuller tidak simetris, tampak lesi
isodens di cavum nasi dextra yang meluas sampai sinus maxilaris dextra, sinus ethmoidalis
dextra dan sinus sphenoidalis dextra.
Hasil pemeriksaan histopatologi no. AM-1302-061 (biopsi massa cavum nasi dekstra) :
Mikroskopik jaringan kavum nasi dengan proliferasi epitel skuamous yang tumbuh masuk
kedalam stroma. Stroma sembab dengan sebukan limfosit, eosinofil, serta sedikit leukosit
pmn. Tidak didapatkan tanda ganas. Kesimpulan biopsi kavum nasi : inverted papiloma.
D. Diagnosis
Inverted Papiloma Nasal Dekstra
E. Penatalaksanaan
Ektirpasi tumor dengan pendekatan rhinotomi lateral .
F. Masalah
Rekurensi
G. Plan
Kontrol ke poli THT post mondok

BAB IV
DISKUSI

Inverted papiloma merupakan tumor jinak yang tumbuhnya terbalikbalik dari membran/
epitel kearah stroma dibawahnya untuk kemudian membentuk kripte dengan membrana

10
basalis tetap utuh dan hampir selalu unilateral. Dengan kareteritik klinis menurut Rusmono N
dkk, 1977, yaitu kecendrungan berulang, mampu mendestruksi jaringan sekitarnya dan
memiliki sifat keganasan.
Untuk menegakkan diagnosa secara pasti selain anamesa, gejala klinik,pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan biologis adalah pemeriksaan laboratorium (biopsi). Tindakan biopsi
merupakan tindakan yang sangat penting untuk memdapatkan kepastian papiloma sinonasal.
Biopsi dapat dilakukan secara intranasal maupun ekstra nasal Pada pasien ini setelah
dilakukan anmesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan PA, CT Scan dan biopsi post operasi
dapat ditegakkan diagnosa inverted papiloma

Inverted papiloma memilki sifat seperti neoplasma, tumbuh dari sel yang digantikannya
pada membrana basalis di mukosa. Biopsi multiple lebih tepat dilakukan karena penting untuk
menegakkan diagnosa, hal ini dapat menghindari kesalahan diagnosa yang disebabkan oleh
keganasan yang dapat terjadi secara bersama – sama. Pada pemeriksaan biopsi post operasi
didapat adanya epitel skuamous kompleks dan kolumnar kompleks yang tumbuh kedalam
mukosa, sebagian tampak diantara fragmen tulang, sel – sel relatif monomorf dengan
membran basal yang masih utuh. Tampak beberapa sel atipik

Metode operasi sangat erat kaitannya dengan kekambuhan inverted papilloma sesudah
pengangkatan, dimana pengangkatan secara total/radikal akan memperkecil frekuensi
kekambuhan. Eksisi terbatas meliputi intra nasal polipektomi, konkotomi, CWL,
ethmoidektomi ekternal mengakibatkan kekambuhan 41 % sampai 78 %. Sebaliknya rinotomi
lateralis di kombinasikan dengan maxillektomi medial akan memperkecil frekuensi
kekambuhan menjadi 6 % sampai 29 %.
Walaupun Inverted Papilloma merupakan tumor jinak, tetapi oleh karena sifat-sifatnya
yang agresif, mudah kambuh sesudah pengangkatan. Frekuensi kekambuhan sesudah
pengangkatan berhubungan langsung dengan metode operasi. Kekambuhan dapat terjadi oleh
karena operasi pengangkatan tumor tidak bersih atau disebabkan adanya faktor predisposisi
dari mukosa yang cenderung berubah menjadi Papilloma.
Frekuensi kambuh antara 28% sampai 74% . Lama kekambuhan terjadi antara 1 tahun
sampai 6 tahun sesudah pengangkatan. Yang sering kekambuhan terjadi pada 2 tahun pertama

11
sesudah pengangkatan, 46% kekambuhan terjadi pada 1 tahun sesudah pengangkatan, 67%
pada 1-2 tahun sesudah pengangkatan dan 38% pada 6 tahun sesudah pengangkatan. 11

Beberapa ahli menduga bahwa kekambuhan terjadi oleh karena Inverted Papilloma
berasal dari multi fokal, meskipun para ahli lain lebih setuju bahwa penyebab utama
kekambuhan oleh karena pengangkatan yang tidak bersih, sehingga tumor akan tumbuh lagi
pada tempat pengangkatan sebelumnya. Beberapa ahli menyatakan bahwa kekambuhan
meningkat pada tumor-tumor dengan gambaran atypi yang menonjol. Secara klinis Suh K et
al (1977) mencatat angka kekambuhan yang lebih tinggi pada wanita (50%) dibanding pada
pria (26%) tanpa memperhatikan prosedur operasi yang dilakukan. Inverted papiloma
menurut Suh K et al 1977 menyatakan bahwa kekambuhan meningkat pada tumor – tumor
dengan gambaran atipi yang menonjol, dan Vrabec et al, 1975, mengemukakan sel – sel epitel
seragam dengan ukuran dan bentuk yang sama disertai maturasi epitel dan bentuk – bentuk
atipy yang minimal kadang – kadang didapatkan mitosis.

BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 49 tahun dengan diagnosa inverted papilloma
nasal dekstra, yang dipertegas dengan pemeriksaan biopsi dan telah dilakukan ektirpasi tumor

12
dengan pendekatan rhinotomi lateral. Pasien disarankan untuk kontrol untuk memantau
perkembangan penyakitnya..

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeghi N, Al-Sebeih K. Sinonasal papillomas. Emedicine.medscape.com. Updated: April 29,


2008.
2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed. 13 (Indonesia).
Binarupa Aksara, Jakarta 1994:287-288

13
3. Suh KW, Facer GW, Devine KD. Inverting Papilloma of the Nose anf Paranasal Sinuses.
Laryngoscope 1977;87 : 35 – 46.
4. Samihardja J. Inverted Papilloma Rongga Hidung yang telah meluas sampai Nares anterior
dan orofarings. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana 1989; vol.XX : 53 – 57.
5. Calcatera, E.C., Thompson, J.W., Paglia, D.E. 1980. Inverting papilloma of the nose and
paranasal sinuses. La ryngoscope. 1984. 90 : 53 – 60.
6. William SP, et al. Gray’s Anatomy. In : Berry M, Standring SM, Bannister L, Editors.
Nervous System. Connecticut : Churchill livingstone. 2000
7. Hoffman, S.R., Stinziano, G.D, Goodman, D.B. 1984. Microscopic rhinoscopy in treatment of
inverted papillomas. Laryngoscope. 1984, 91 : 662 – 663.
8. Karsin, Trisnot Soetomo. 1986. Inverted Papiloma di Bagian THT RS Dr. Kariadi. Kumpulan
Naskah Kongres Nasional VIII PERHATI 1986 : 95 – 102.
9. Lawson, W., Biller, H.F., Jacobson, A. 1983. The role of conservative surgery in treatment of
Inverted Papilloma. Laryngoscope. 93 : 148 – 155.
10. Lawson, W., Benger, J.L., Som, P., Bernard, P.J., Biller, H.F. 1989. Inverted Papilloma : An
Analysis of 87 Cases. Laryngoscope. 99 : 1117 – 1124.
11. Mandenhall, W.M., Million, R.R., Casisi, N.J., Pierson, K. Biologically aggressive
papillomas of nasal cavity : The role of radiation therapy. Laryngoscope 1985, 95 : 344 –
347.
12. Mulyarjo, 1973. Inverted papiloma nasi dan sinus paranasal.
Oto-Rhino-Laryngolorica-Indonesiana. 1 : 7 – 20.
13. Myers, E.N., Schram, V.I., Barnes, H.J. 1981. Management of Inverted papiloma of the nose
and paransal sinuses. Laryngoscope 1981, 91 : 2071 – 2084.
14. Rusmono, N., Rifki, N., Hermani, B., Kurniawan, A.N. 1977. Tindakan rinotomi lateralis
pada Inverted papilloma. Kumpulan Naskah Kongres Nasional V PERHATI Semarang 791 -
802.
15. Respler, D.S., Jahn, A., Pater, A. 1987. Isolation and Characterization of Papilloma virus
PNA from Nasal Inverting (Schneiderian) Papillomas. Ann Otol Rhinol Laryngol. 96 : 170 –
173.
16. Soepomo, S, Sutoro, Losin, K., Soenarto, S. 1977 Inverted papiloma hidung dan sinus
paranasalis di bagian THT RS-UGM. Kumpulan Naskah Kongres Nasional V PERHATI. 95 –
102.
17. Susilawati, S., Rifki, N., Nizar, N.W. Inverted Papilloma Hidung dan Sinus Paranasal. Oto
Rhino Laryngologica Indonesia 1990 vol. XXI : 171 – 180.
18. Weissler, M.C., Montgomery, W.W., 1986. Inverted Papilloma. Ann Otol Rhinol Laryngol
95: 215 – 221.
19. Woodson, G.F., Robbins, K.T., Michaels, L. 1985. Inverted Papilloma Consideration in
treatment. Arch Otolaryngol 111 : 806 – 811.

14

Anda mungkin juga menyukai