Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN

PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN

Agroforestry Development to Support


Food Security and Farmers’ Empowerment Nearby the Forests

Henny Mayrowani dan Ashari

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161

Naskah masuk : 17 Juni 2011 Naskah diterima : 29 Juli 2011

ABSTRACT

Agroforestry is developed to offer benefits to the nearby communities. It also aims at producing food.
Improving food production could be carried out through an extensification program, such as an agro forestry
system. Ministry of Forestry also takes a part in national food security through agro forestry where it is an
intercropping between food crops and forest trees. Agro forestry is run using a Community-Based Forest
Management (PHBM). To integrate forest preservation and community development, PHBM facilitates
establishment of Forest Village Community Organization (LMDH). Agro forestry commonly involves LMDH
contributes to 41.32 percent of the households’ income and creates employment of 2.39 persons per hectare.
Agro forestry is effective in improving income distribution, households’ income, food production, and poverty
alleviation in the communities nearby the forests.

Key words : agro forestry, food production, welfare, food security

ABSTRAK

Agroforestry dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Agroforesty utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk
penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan. Tingginya
laju pertumbuhan penduduk mengindikasikan meningkatnya pangan yang harus tersedia. Pencapaian sasaran
peningkatan produksi pangan dapat dilakukan dengan pola intensifikasi melalui peningkatan teknologi budidaya
dan ekstensifikasi yang antara lain dapat dilakukan melalui perluasan areal pertanian di lahan hutan dengan
sistim agroforestry. Kementerian kehutanan merupakan salah satu sektor yang ikut bertanggung jawab terhadap
ketahanan pangan, yang antara lain mendapat tugas menyediakan lahan hutan untuk pengembangan pangan
seperti dalam bentuk tumpangsari atau agroforestri. Tumpangsari atau agroforestry adalah suatu sistem
penggunaan lahan dimana pada lahan yang sama ditanam secara bersama-sama tegakan hutan dan tanaman
pertanian. Manfaat yang diperoleh dari agroforestry adalah meningkatnya produksi pangan, pendapatan petani,
kesempatan kerja dan kualitas gizi masyarakat bagi kesejahteraan petani sekitar hutan. Untuk mengintegrasikan
kelestarian fungsi hutan dan kesejahteraan masyarakat dikembangkan konsep hutan kemasyarakatan atau
PHBM yang merupakan fasilitasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Perkembangan realisasi
agroforestry menunjukan hasil yang sangat menggembirakan. Agroforestry yang pada umumnya melibatkan
LMDH mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga 41,32 persen dan penyerapan tenaga kerja
2,39 orang per ha. Agroforestry merupakan salah satu sarana yang efektif untuk pemerataan dan tahapan untuk
mengatasi kemiskinan di lingkungan masyarakat desa hutan, yang bisa meningkatkan pendapatan dan produksi
pangan.

Kata kunci : agroforestry, produksi pangan, kesejahteraan, ketahanan pangan

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

83
PENDAHULUAN Salah satu alternatif peningkatan
produksi adalah dengan pola ekstensifikasi
dengan memanfaatkan lahan kehutanan
Agroforestry dikembangkan untuk dengan mengembangkan sistem agroforestry.
memberi manfaat kepada manusia atau Berdasarkan Peraturan Presiden No. 83 tahun
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan,
Agroforestry utamanya diharapkan dapat Kementerian Kehutanan merupakan salah
membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk satu sektor yang ikut bertanggung jawab ter-
penggunaan lahan secara berkelanjutan guna hadap ketahanan pangan. Saat ini, kontribusi
menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup sektor kehutanan dalam ketersediaan pangan
masyarakat; dan dapat meningkatkan daya nasional mencapai angka 3,4 juta ton per
dukung ekologi manusia, khususnya di daerah tahun untuk komoditas padi, jagung, kedelai
pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa dan umbi-umbian. Peningkatan luas tanaman
masalah (ekonomi dan ekologi) berikut men- tumpang sari (agroforestry) serta penyediaan
jadi mandat agroforestry dalam pemecahan- kawasan hutan untuk pengembangan pangan
nya (von Maydell, 1986) antara lain adalah terus dilakukan sebagai wujud komitmen
menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan sektor kehutanan dalam menunjang ketahanan
pangan yang dijabarkan sebagai berikut : (1) pangan.
meningkatkan persediaan pangan baik Berdasarkan data SUSENAS skor
tahunan atau musiman dan perbaikan kualitas pola pangan harapan (PPH) tahun 2009
nutrisi; (2) diversifikasi produk dan pengu- mencapai 75,7 (sasaran 2015 = 95) yang
rangan risiko gagal panen dan (3) keterja- mengindikasikan bahwa keragaman pola
minan bahan pangan secara berkesinam- konsumsi pangan masyarakat belum terwujud,
bungan. dan konsumsi masyarakat masih didominasi
Di Indonesia, dalam kurun 10 tahun oleh kelompok padi-padian (Badan Ketahanan
(2000-2010) laju pertumbuhan penduduk Pangan, 2010). Produk pangan dari hutan
meningkat rata-rata 1,49 persen per tahun pada umumnya berupa pangan non–beras,
(BPS, 2010). Angka tersebut mengindikasikan dan belum banyak dimanfaatkan oleh masya-
besarnya bahan pangan yang harus tersedia. rakat, karena pola konsumsi yang masih
Pada tahun 1960-an, konsumsi beras per mengandalkan beras. Dengan jumlah pendu-
kapita rakyat Indonesia sekitar 130 kg/tahun. duk yang semakin bertambah serta persaingan
Namun, rata-rata konsumsi beras masyarakat pemanfaatan sumberdaya lahan yang semakin
Indonesia meningkat menjadi 139,15 kg/kap/ ketat, maka dominasi beras dalam peta
tahun pada kurun waktu tahun 2006-2009. konsumsi penduduk ini semakin memberatkan
Nilai ini berada di atas rata-rata konsumsi beban pemerintah dalam memenuhi kecu-
beras dunia sebesar 60 kg/kap/tahun kupan pangan masyarakat. Dalam pemasyara-
(Republika, 2010). Kebutuhan yang besar jika katan diversifikasi pangan ketergantungan
tidak diimbangi peningkatan produksi pangan, pada beras dapat dikurangi dan sektor
akan menghadapi masalah yang serius. kehutanan dapat memberikan kontribusi dalam
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penyediaan pangan non beras tersebut.
nasional, pemerintah menetapkan sasaran Pola konsumsi yang buruk sangat
yang relatif jauh lebih tinggi pada tahun 2014. terkait erat dengan akses masyarakat dalam
Rencana Strategis Kementerian Pertanian memperoleh sumber pangan akibat kemis-
2009-2014 menetapkan sasaran tingkat per- kinan. Kenyataan lapangan menunjukan
tumbuhan produksi komoditas pangan utama bahwa penduduk miskin yang mengalami
sebagai berikut: (1) produksi padi tingkat rawan pangan justru berada di dalam dan
pertumbuhan sebesar 3,22 persen; (2) sekitar kawasan hutan. Data statistik tahun
produksi jagung tingkat pertumbuhan sebesar 2007 menyebutkan bahwa sekitar 48,8 juta
10,02 persen; (3) produksi kedelai dengan jiwa atau 12 persen penduduk tinggal di dalam
tingkat pertumbuhan sebesar 20,05 persen; (4) dan sekitar kawasan hutan. Sebanyak 10,2
produksi gula dengan tingkat pertumbuhan juta jiwa atau 25 persen penduduk yang
sebesar 12,55 persen; dan (5) produksi daging tinggal di dalam dan sekitar hutan tersebut,
sapi dengan tingkat pertumbuhan sebesar diantaranya tergolong dalam kategori miskin
7,30 persen (Ditjentan, 2010a, 2010b, 2010c).

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

84
(Departemen Kehutanan 2007). Kemiskinan bentuk penggunaan lahan secara permanen,
juga masih banyak terdapat di Pulau Jawa, penggunaannya untuk tanaman pohon dengan
khususnya yang tinggal di desa hutan. di dalamnya ditanam tanaman pertanian
Berdasarkan data Perum Perhutani tahun secara bersama-sama sepanjang rotasi dan
2009, pada hutan negara yang dikelola seluas apabila memungkinkan juga dikombinasi
2,4 juta ha (dari total luasan 3 juta ha) dengan tanaman hijauan makanan ternak,
diketahui terdapat 5.600 desa hutan dan pada memberikan kemungkinan adanya modifikasi
umumnya berkategori sebagai desa tertinggal. sesuai dengan kondisi fisik dan sosial
Program pemberdayaan masyarakat sekitar ekonomi.
hutan dapat membantu meningkatkan penda- Perhutani (2002a) mendefinisikan
patan mereka sehingga akses masyarakat agroforestry adalah pemanfaatan lahan secara
terhadap pangan bisa meningkat. optimal dan lestari, dengan cara mengkom-
Tulisan berikut akan membahas pe- binasikan kegiatan kehutanan dan pertanian
manfaatan sumberdaya hutan melalui kegiatan pada unit pengelolaan lahan yang sama
agroforestry (wanatani) dengan pola tumpang- dengan memperhatikan kondisi lingkungan
sari dan pemberdayaan masyarakat sekitar fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
hutan dalam rangka peningkatan produksi, yang berperan serta. Adapun tujuan
pendapatan dan ketahanan pangan. Beberapa agroforestry maupun sistem tumpangsari ini
hal yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
peran agroforestry dalam mendukung keta- masyarakat desa sekitar hutan, dengan cara
hanan pangan dan pemberdayaan masyarakat memberikan peluang kepada masyarakat desa
atau petani sekitar hutan. atau petani pesanggem untuk bercocok tanam
tanaman pangan guna peningkatan penda-
patan penduduk. Dengan cara demikian
PENGERTIAN DAN TUJUAN penduduk desa sekitar hutan diharapkan dapat
AGROFORESTRY berperan aktif dalam usaha penyelamatan dan
pencegahan kerusakan hutan dan lahan.
Dalam pemanfaatan hutan untuk Menurut de Foresta dan Michon
kegiatan pertanian dikenal istilah agroforestry. (1997), agroforestry dapat dikelompokkan
Maydell (1978) dalam Alrasjid (1980) men- menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestry
definisikan agroforestry sebagai suatu sistem sederhana dan sistem agroforestry kompleks.
penggunaan lahan dimana pada lahan yang Sistem agroforestry sederhana adalah suatu
sama ditanam secara bersama-sama antara sistem pertanian dimana pepohonan ditanam
tegakan hutan dan tanaman pertanian. secara tumpangsari dengan satu atau lebih
Weichang dan Pikun (2000) menyatakan jenis tanaman semusim. Bentuk agroforestry
bahwa agroforestry merupakan teknik pendo- sederhana yang paling banyak dibahas di
rong utama dalam pelaksanaan perhutanan Jawa adalah tumpangsari. Sementara sistem
sosial, yang berkonotasi luas. Agroforestry agroforestry kompleks merupakan suatu
telah berhasil dilaksanakan pada berbagai sistem pertanian menetap yang melibatkan
Negara selama hampir satu abad. Penga- banyak jenis pohon baik yang ditanam secara
laman yang diperoleh dalam pelaksanaan sengaja maupun tumbuh alami. Penciri utama
agroforestry diuji dan diamati secara serius, agroforestry kompleks adalah kenampakan
diperbaharui dan digunakan sejalan pada tiap fisik dan dinamika didalamnya yang mirip
situasi yang ada sehingga pengembangan dengan ekosistem hutan sehingga disebut
desa hutan dapat meluas dan dapat pula sebagai agroforest.
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dalam hal Sementara Butarbutar (2009), menge-
ini, menurut Weichang dan Pikun (2000), mukakan bahwa ada tiga model agroforestry
pemerintah lokal pada berbagai tingkat perlu yang lazim diterapkan yaitu: (1) sylvofishery,
dilibatkan dengan memanfaatkan pengaruhnya yaitu seperti empang parit yang banyak
dalam pelaksanaan dan pengambilan kepu- dikembangkan pada berbagai daerah pantai
tusan pada kegiatan-kegiatan perhutanan bermangrove di Indonesia; (2) sylvopasture,
sosial. Wiereum K.F. (1980) dalam Fandeli merupakan perpaduan kehutanan dan peter-
(1980) mendefinisikan agroforestry sebagai nakan; dan (3) tumpangsari, yaitu budidaya

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

85
komoditas pertanian di kawasan hutan; umum- Mengingat pangan merupakan faktor
nya program Perhutanan Sosial Perum yang sangat strategis dan berkorelasi lang-
Perhutani menggunakan sistem tumpangsari. sung terhadap stabilitas nasional, maka
Secara lebih rinci tujuan agroforestry pemerintah mempunyai komitmen untuk men-
atau tumpangsari di kawasan hutan (Perum jamin tersedianya pangan bagi masyarakat.
Perhutani, 1990 dalam Adiputranto, 1995), Untuk itu, pemerintah dapat melakukan pro-
duksi pangan sendiri atau melalui pengadaan
yaitu: (1) membantu meningkatkan penyediaan
pangan dari luar negeri (impor). Namun
pangan; (2) membantu memperluas lapangan
demikian dalam Peraturan Pemerintah nomor
kerja; (3) meningkatkan pendapatan dan
68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan,
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan; dan
ditegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan
(4) meningkatkan keberhasilan tanaman
pangan diutamakan dari produksi dalam
hutan. Walaupun dalam lingkungan masyara- negeri. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
kat pedesaan telah muncul berbagai macam mengoptimalkan semua potensi yang ada di
jenis mata pencaharian, tetapi sektor pertanian dalam negeri, termasuk potensi dari sektor
tetap menjadi karakteristik khas kehidupan di kehutanan, dalam mendukung kecukupan
pedesaan (Nelson, 1955). pangan nasional. Lebih lanjut dijelaskan
Manfaat/keuntungan yang diperoleh bahwa untuk mewujudkan penyediaan pangan
dari intensifikasi tumpangsari di lahan hutan ini pemerintah harus: (a) mengembangkan sistem
(Soekartiko, 1980 dalam Adiputranto, 1995), produksi pangan yang bertumpu pada sumber
adalah: (1) Meningkatnya produksi pangan, daya, kelembagaan dan budaya lokal; (b)
pendapatan petani, kesempatan kerja dan mengembangkan efisiensi sistem usaha
meningkatnya kualitas gizi masyarakat sehing- pangan; (c) mengembangkan teknologi
ga tercapai kesejahteraan petani sekitar hutan; produksi pangan ; (d) mengembangkan sarana
(2) Meningkatnya pengetahuan dan ketram- dan prasarana produksi pangan, serta (e)
pilan petani sehingga diharapkan dapat mengembangkan dan mempertahankan lahan
dikembangkan sistem intensifikasi pertanian produktif.
pada tanah- tanah kering di pedesaan yang Upaya mewujudkan ketahanan pa-
berarti meningkatnya produktivitas tanah ngan nasional tidak terlepas dengan kebijakan
pertanian kering (tegalan), dan (3) Meningkat- umum pembangunan pertanian dalam
nya kesadaran masyarakat akan fungsi-fungsi mendukung penyediaan pangan terutama dari
hutan yang diharapkan dapat mengurangi produksi domestik. Dalam kerangka demikian
tekanan terhadap gangguan hutan. upaya mewujudkan ketahanan pangan dan
stabilitasnya (penyediaan dari produksi do-
mestik) identik pula dengan upaya meningkat-
AGROFORESTRY DAN KETAHANAN kan kapasitas produksi pangan nasional dalam
PANGAN pembangunan pertanian beserta kebijakan
pendukung lain yang terkait.
Kebijakan dan Kendala Pencapaian Beberapa kebijakan yang terkait de-
Ketahanan Pangan ngan upaya untuk mewujudkan kemandirian
pangan antara lain adalah : (a) kebijakan yang
Ketahanan pangan adalah kondisi mempunyai dampak positif dalam jangka
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang pendek, yakni subsidi input dan peningkatan
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, harga output dan perdagangan pangan
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata termasuk intervensi distribusi; (b) kebijakan
dan terjangkau. Pemerintah provinsi, peme- yang sangat positif untuk jangka panjang,
rintah kabupaten/kota dan pemerintah desa yakni perubahan teknologi, ekstensifikasi,
melaksanakan kebijakan ketahanan pangan jaring pengaman ketahanan pangan, investasi
dan bertanggungjawab terhadap penyelenga- infrastruktur, serta kebijakan makro, pendi-
raan ketahanan pangan di wilayahnya masing- dikan dan kesehatan; (c) kebijakan yang
masing dengan memperhatikan pedoman, mendorong pertumbuhan penyediaan produksi
norma, standar dan kriteria yang telah di dalam negeri yakni (1) perbaikan mutu
ditetapkan oleh pemerintah pusat. intensifikasi, perluasan areal, perbaikan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

86
jaringan irigasi, penyediaan sarana produksi kesejahteraan masyarakat produsen maupun
terjangkau oleh petani, pemberian insentif konsumen, sistem pasar domestik hingga
produksi melalui penerapan kebijakan harga global, dan penyelenggaraan pelayanan
input dan harga output, (2) pengembangan publik, yang masing-masing dapat saling
teknologi panen dan pasca panen untuk mempengaruhi. Mengingat demikian besarnya
menekan kehilangan hasil, dan (3) pengem- peranan dan demikian kompleksnya aspek
bangan varitas tipe baru dengan produktifitas yang terkait dalam upaya mewujudkan sta-
tinggi dengan komoditas yang memiliki bilitas penyediaan pangan nasional dari waktu
prospek pasar yang baik (Suryana, 2005) . ke waktu, pembangunan sektor pertanian
Peran pemerintah pusat dan peme- memerlukan perhatian dan pemikiran yang
rintah daerah masih sangat penting dalam dalam serta upaya yang bersifat menyeluruh.
mencapai ketahanan pangan, walaupun akhir- Kendala yang dipandang cukup sig-
akhir ini terdapat kecenderungan semakin nifikan dalam pencapaian ketahanan pangan
pentingnya fungsi sektor swasta dan kelem- diantaranya: berlanjutnya konversi lahan per-
bagaan pasar. Pemerintah pusat menentukan tanian untuk kegiatan non pertanian serta
arah kebijakan, strategi yang akan ditempuh, merosotnya kualitas dan kesuburan lahan (soil
dan sasaran yang akan dicapai menuju tingkat fatigue) terutama di Pulau Jawa. Kendala ini
ketahanan pangan dan kesejahteraan masya- seharusnya menjadi tantangan untuk mening-
rakat secara umum. Ketidakjelasan dan katkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan
keterputusan antara hierarki tingkat politis- sumber daya lahan.
strategis, organisasi, dan implementasi sangat
mempengaruhi perjalanan serta kualitas
ketahanan pangan, yang meliputi dimensi Kebijakan Kehutanan dalam Mendukung
ketersediaan, aksesibilitas dan stabilitas har- Ketahanan Pangan
ga, serta utilisasi produk pangan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden No.
Permasalahan utama yang dihadapi 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan
dalam mewujudkan ketahanan pangan di Pangan, Kementerian Kehutanan merupakan
Indonesia saat ini adalah pertumbuhan salah satu sektor yang ikut bertanggungjawab
permintaan pangan yang lebih cepat dari terhadap ketahanan pangan. Oleh sebab itu,
pertumbuhan penyediaan. Permintaan yang dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan
meningkat merupakan resultante dari pening- 2010-2014, Kementerian Kehutanan mendapat
katan jumlah penduduk, pertumbuhan eko- tugas dan bertanggungjawab dalam pelak-
nomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan sanaan kebijakan strategi perlindungan hutan,
perubahan selera. Sementara itu, pertum- konservasi sumberdaya alam, rehabilitasi dan
buhan kapasitas produksi pangan nasional perhutanan sosial untuk mendukung keta-
cukup lambat dan stagnan, karena: (a) adanya hanan pangan. Implementasi dari tanggung-
kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya jawab tersebut diharapkan terjadi peningkatan
lahan dan air, serta (b) stagnansi pertumbuhan pemanfaatan hutan untuk produksi pangan
produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. sepanjang saling mendukung konservasi
Tantangan ini juga terus berkembang secara sumberdaya alam serta pelestarian plasma
dinamis seiring dengan perkembangan sosial, nutfah sumberdaya hutan. Selanjutnya dalam
budaya, ekonomi dan politik. Perkembangan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2011
sektor pertanian juga tidak terisolasi dari isu Kementerian Kehutanan mendapat tugas
globalisasi dan suasana reformasi dan segala menyediakan lahan hutan untuk pengem-
dinamika aspirasi masyarakatnya dan peru- bangan pangan, baik dalam bentuk kegiatan
bahan tatanan pemerintahan ke arah desen- tumpangsari maupun dalam bentuk pengem-
tralisasi (otonomi). bangan kebijakan konversi lahan hutan.
Dalam sektor ini terkait masalah Berdasarkan Peraturan Menteri Kehu-
sumber daya lahan (dan perairan) sebagai tanan No. P.8/Menhut-II/2010 tanggal 27
basis kegiatan sektor pertanian semakin Januari 2010 tentang Rencana Strategis
terdesak oleh kegiatan perekonomian lainnya (Renstra) Kementerian Kehutanan Tahun
termasuk prasarana pemukiman dan transpor- 2010-2014 disebutkan bahwa dalam rangka
tasi, teknologi, SDM, kegiatan hulu dan hilir, pemanfaatan sumberdaya alam untuk pemba-

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

87
ngunan ekonomi, sektor kehutanan termasuk bangan pangan dilakukan dengan prinsip
dalam prioritas bidang pembangunan prioritas yang disertai dengan penyiapan
Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, prakondisi sosial masyarakat sesuai dengan
Perikanan dan Kehutanan. Sesuai prioritas kesiapan masyarakat dalam pemanfaatan
bidang tersebut, pembangunan kehutanan hutan untuk menghindari konflik; 4) Memaksi-
diarahkan pada 2 (dua) fokus prioritas, yaitu: malkan Pemanfaatan Hutan yang pada saat ini
1) peningkatan produksi dan produktivitas masih terbatas pada pada pola tumpangsari,
untuk memenuhi ketersediaan pangan dan pengembangan tanaman kehidupan, atau
bahan baku industri dari dalam negeri; dan 2) pemanfaatan lahan bawah tegakan; 5)
peningkatan nilai tambah, daya saing dan Memaksimalkan Peran Masyarakat dalam
pemasaran produk pertanian, perikanan dan pengembangan pangan sebagai bentuk pem-
kehutanan (Departemen Kehutanan, 2009). berian akses kepada masyarakat dalam
Upaya strategis yang berkaitan de- pemanfaatan hutan; 6) Optimalisasi Peman-
ngan hutan sebagai sumber pangan, energi faatan Lahan dengan mencadangkan kawasan
dan air antara lain (Santoso, 2011) : 1) hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK)
Pemberdayaan Masyarakat, melalui upaya- untuk peningkatan ketahanan pangan yang
upaya : a) pengembangan Hutan Kemasyara- kewenangannya berada pada pemerintah
katan (HKm) yang merupakan kebijakan sektor daerah; dan 7) Koordinasi Antar Sektor karena
kehutanan yang memberi kesempatan kepada keberhasilan dukungan pengembangan keta-
masyarakat yang berada disekitar hutan dalam hanan pangan nasional dari sektor kehutanan
memperoleh ijin pemanfaatan hutan untuk sangat terkait dengan program sektor lain
meningkatkan kesejahteraannya dan b) terutama untuk meningkatkan kinerja dan
pengembangan Hutan Desa, yang merupakan menentukan sasaran kontribusi sektor kehu-
kebijakan sektor kehutanan yang memberi tanan dalam ketahanan pangan nasional.
kesempatan kepada Desa yang berada di Hingga saat ini telah diterbitkan
sekitar hutan dalam memperoleh ijin penge- penetapan areal kerja HKm dan Hutan Desa
lolaan hutan untuk meningkatkan kesejah- serta pencadangan HTR dan sasaran PHBM
teraan desa. Kegiatan ini dapat dioptimalkan yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
untuk mendukung penyedian pangan bagi kesejahteraan masyarakat seluas + 3.133.000
masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian ha, yang terperinci dalam :Hutan Kemasya-
fungsi hutan; 2) Peningkatan Integrasi rakatan seluas 172.000 ha; Hutan Desa seluas
Kegiatan Kehutanan, antara lain melalui 65.000 ha; Hutan Tanaman Rakyat seluas
kegiatan : a) Tumpangsari (Agroforestry), yaitu 657.000 ha dan PHBM Perhutani seluas
pemanfaatan ruang tumbuh di bawah tanaman 2.249.900 ha (Santoso, 2011).
kayu yang berumur kurang dari 3 tahun
dengan tanaman semusim (padi, jagung, Potensi Produksi Pangan di Lahan Hutan
kacang-kacangan, dan lain-lain); b) Peman-
faatan lahan bawah tegakan (PLBT), yaitu Potensi sektor kehutanan untuk
pemanfaatan ruang tumbuh di bawah tanaman mendukung ketahanan pangan nasional
kayu yang berumur di atas 3 tahun melalui adalah melalui optimalisasi pemanfaatan
penanaman tanaman umbi-umbian (ganyong, sumberdaya hutan dan kelembagaan pendu-
garut, iles-iles, ubi, talas, suweg, dan lain-lain), kungnya (Departemen Kehutanan, 2009).
serta tanaman obat-obatan (temulawak, jahe, Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan
kapulaga, kunyit, kencur, laos, dan lain-lain); dalam pemenuhan kebutuhan pangan dibagi
dan c) Pengkayaan tanaman, yaitu peman- dalam dua tipologi, yaitu secara tidak langsung
faatan ruang tumbuh dengan menggunakan menjadikan hutan sebagai penyangga sistem
Jenis Pohon Serba Guna (MPTS), seperti kehidupan (Life Supporting System), termasuk
petai, sukun, kemiri, sagu, aren, jambu mete, sistem pertanian pangan dan secara langsung
durian, alpukat, sirsak, rambutan, dan menjadikan hutan sebagai penyedia pangan
mangga. Model pengembangan tanaman (Forest for Food Production). Sementara itu,
pangan sektor kehutanan tersebut dilakukan pemanfaatan potensi kelembagaan meliputi
dengan mengitegrasikan kegiatan penanaman kelembagaan pada tingkat manajemen penge-
dengan program ketahanan pangan; 3) lolaan kawasan hutan oleh sektor kehutanan
Penetapan Prinsip Prioritas, yaitu : pengem- (pusat maupun daerah), kelembagaan pada

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

88
tingkat masyarakat, penguatan koordinasi silvopastura, menjadi alternatif utama dalam
dengan stakeholder, serta kegiatan penelitian meningkatkan kontribusi sektor kehutanan
dan pengembangan kehutanan terkait ke- dalam penyediaan pangan (Departemen
tahanan pangan nasional. Kehutanan, 2010).
Indonesia memiliki areal sumberdaya Jenis pangan dari hutan yang banyak
hutan seluas 143 juta ha, dengan 77 jenis dikembangkan pada saat ini terdiri dari
pangan sumber karbohidrat, 26 jenis kacang- beberapa jenis nabati seperti padi, jagung,
kacangan, 75 jenis minyak dan lemak, 389 kacang-kacangan, umbi-umbian dan buah-
jenis biji-bijian dan buah-buahan, 228 jenis buahan; serta jenis hewani dalam bentuk
sayur-sayuran, 110 jenis rempah dan bumbu- daging dari satwa hutan. Secara umum
bumbuan, 40 jenis bahan miniman dan 1260 potensi pangan dari hutan tersebut dapat
jenis tanaman obat (Kuswiyati et al dalam dikelompokan dalam beberapa jenis komo-
Suhardi et al, 2002). Menurut Butar-Butar ditas, seperti biji-bijian (padi, jagung, kacang
(2009), potensi sektor kehutanan dalam kedelai, kacang tanah dsb), pangan (sukun,
menghasilkan pangan dapat berasal dari (1) porang dsb), buah (nanas, jeruk, pepaya),
potensi komoditas pangan di hutan alam, (2) umbi-umbian (ketela pohon, ubi, garut,
potensi komoditas pangan di hutan lindung, (3) gayong, dsb), tanaman obat (jahe, kunyit,
potensi pangan di hutan tanaman, (4) potensi kunir, kapulaga dsb) dan lain-lain (de Foresta,
penghasil daging, dan (5) kontribusi lain. 2000; Dinas Kehutanan Jawa Tengah, 2009).
Secara riil, kontribusi sektor kehutanan Sejak tahun 1998 hingga tahun 2010,
dalam penyediaan pangan secara tradisional luas kontribusi pangan dari sektor kehutanan
telah berkembang di Indonesia. Kita mengenal mencapai lebih dari 16,043 juta ha dengan
berbagai produk dari hutan yang sangat besar luas rata-rata mencapai 6,341 juta ha/tahun
manfaatnya bagi penyediaan pangan masya- dalam bentuk kegiatan tumpangsari pada
rakat, seperti umbut rotan, umbi-umbian, kegiatan rehabilitasi hutan, pembuatan hutan
satwa, madu dan sebagainya. Bahkan tanaman, hutan rakyat, dan sebagainya.
sebagian produk hutan tersebut sudah menjadi Tingkat produksi pangan yang telah dihasilkan
komoditas ekspor, seperti porang, yang saat mencapai lebih dari 9,477 juta ton setara
ini semakin banyak dikembangkan. Kita juga pangan per tahun dari jenis padi, jagung,
banyak mengenal obat-obatan dari hutan, kedelai, dan lain-lain. Sayangnya, kontribusi
seperti pasak bumi, yang sangat bermanfaat pangan dari kehutanan tersebut belum tercatat
untuk kesehatan manusia sehingga mereka dalam data statistik nasional, meskipun
bisa berkembang seperti saat ini. Berbagai jumlahnya relatif cukup besar. Data luas
macam produk hutan di atas merupakan potensial untuk pangan pada sektor kehutanan
kontribusi langsung dari hutan terhadap sampai dengan bulan Juni 2010 dari berbagai
penyediaan pangan dan kesehatan yang jenis kegiatan yaitu Hutan Rakyat, Hutan
nilainya cukup besar. Kemasyarakatan, Hutan Desa dan PHBM
Pemanfaatan hutan sebagai penyedia Perhutani 6.341.700 ha dengan perkiraan
pangan juga dilakukan secara tidak langsung, produksi 9.477.330 ton per tahun (Santoso,
yaitu dengan memanfaatkan kawasan hutan 2011).
untuk memproduksi sumber pangan. Peman- Hasil kajian Widiarti (2004) mengemu-
faatan kawasan hutan; khususnya pada kakan bahwa dengan pola tanaman campuran
kawasan hutan produksi, zona pemanfaatan maka produktivitas lahan hutan rakyat dapat
kawasan hutan konservasi, atau buffer zone ditingkatkan secara optimal dan lestari.
pada kawasan hutan lindung; sudah banyak Produktivitas tanaman di beberapa lokasi
dilakukan bersama masyarakat untuk hutan rakyat menunjukkan besaran sebagai
3
pengembangan komoditas lain di luar sektor berikut: produksi kayu berkisar 50-150 m /ha,
kehutanan, khususnya untuk mendukung padi gogo 2,5 ton/ha, jagung 4 ton/ha, ubikayu
pemenuhan pangan dan obat-obatan, serta 7,5 ton/ha, kacang tanah 1,5 ton/ha, cabai 0,5
energi. Kegiatan agroforestry, silvofishery dan ton/ha, pisang 1500 tandan/ha, nenas 4000
bahkan rencana pemanfaatan kawasan hutan buah/ha/tahun dan pepaya 1500 buah/ha/
produksi yang sudah tidak produktif melalui tahun.

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

89
Agroforestry dalam Peningkatan Produksi menjamin kepastian pasar, sarana input
Pangan teknologi produktivitas dan nilai tambah dari
Rata-rata produktivitas tanaman pa- usaha tani terpadunya. Pengelolaan lahan
ngan nasional masih rendah. Kondisi terkini kering untuk pertanian dapat dilakukan dengan
berdasarkan data Statistik Pertanian (Kemen- menerapkan teknologi produktivitas organik
terian Pertanian, 2010b) menunjukkan produk- agar memberikan kontribusi yang nyata bagi
tivitas ketiga komoditas tersebut masing- peningkatan produksi pangan dan kesejah-
masing sebesar 5,03 ton/ha, 4,32 ton/ha dan teraan masyarakat. Sebagai contoh jika
1,35 ton/ha. Jika dibanding dengan negara 150.000 ha lahan ini digunakan untuk budi-
produsen pangan lain di dunia khususnya daya jagung jika dengan tambahan teknologi
beras, produktivitas padi di Indonesia masih produktivitas organik dapat menghasilkan rata-
dibawah Jepang dan China dengan produk- rata 6,5 ton/ha yang dilakukan dengan 2 kali
tifitas masing-masing 5,9 ton/ha dan 5,46 MT maka akan terjadi penambahan produksi
ton/ha (FAO, 2010). sebesar: 1,95 juta ton jagung, berarti akan
mensubstitusi lebih dari 60 persen impor
Lahan kering di Indonesia sebesar 11 jagung. Multiple effek dari usaha tani tanaman
juta hektar yang sebagian besar berupa lahan pangan ini sangat berarti dalam upaya
tidur dan lahan marginal sehingga tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan
produktif untuk tanaman pangan. Di Pulau masyarakat sekitar dan bagi kepentingan
Jawa yang padat penduduk, rata-rata nasional.
pemilikan lahan usaha tani berkisar hanya 0,2
ha/KK petani. Namun, banyak pula lahan tidur Untuk memenuhi sasaran produksi
yang terlantar, ada 300.000 ha lahan kering padi pada tahun 2014 sebesar 75,7 juta ton
terbengkalai di Pulau Jawa dari kawasan dengan tingkat pertumbuhan dari tahun 2010-
hutan yang menjadi tanah kosong terlantar. 2014 sebesar 3,22 persen; produksi jagung
Masyarakat sekitar hutan dengan desakan sebesar 29,0 juta ton dengan tingkat
ekonomi dan tuntutan lapangan kerja tidak ada pertumbuhan 10,02 persen; dan sasaran
pilihan lain untuk memanfaatkan lahan-lahan produksi kedelai sebesar 2,7 juta ton dengan
kritis dan lahan kering untuk usaha tani tingkat pertumbuhan dari tahun 2010-2014
pangan seperti jagung, padi huma dan kedelai sebesar 20,05 persen (Kementerian Pertanian,
serta kacang tanah. Secara alamiah hal ini 2010a); diperlukan usaha untuk terus
membantu penambahan luas lahan pertanian meningkatkan produksi tanaman pangan.
pangan, meskipun disadari bahwa produkti- Tahun 2009 produktifitas padi adalah 4,97
vitas di lahan tersebut masih rendah, seperti t/ha, dari tingkat produktifitas tersebut masih
jagung 2,5 – 3,5 ton/ha dan padi huma 1,5 terdapat peluang untuk terus meningkatkan
ton/ha dan kedelai 0,6 – 1,1 ton/ha, tetapi produktifitas padi karena : potensi produktifitas
pemanfaatannya berdampak positif bagi padi sawah Indonesia 7-10 ton/ha, padi hibrida
peningkatan produksi pangan. 11,4 t/ha, padi gogo 6-7 t/ha dan padi rawa 5-
6,47 t/ha. Kesenjangan 2-5 t/ha untuk padi
Melihat kenyataan di atas maka solusi sawah dan 3,5-4,5 t/ha, masih bisa dikejar
terbaik adalah: (1) Pemerintah sebaiknya dengan berbagai program antara lain SL-PTT (
memberikan ijin legal atas hak pengelolaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010a)
lahan yang telah diusahahan petani yaitu
semacam HGU untuk usaha produktif usaha Salah satu peluang peningkatan
tani tanaman pangan sehingga petani dapat produksi, selain peningkatan produktifitas,
memberikan kontribusi berupa pajak atas adalah perluasan areal tanam. Potensi
usaha dan pemanfaatan lahan tersebut; (2) terbesar perluasan areal tanam berada di
Memberikan bimbingan teknologi budidaya lahan kering. Menurut BPS (2009), luas lahan
khususnya untuk menerapkan teknologi kering yang sudah termanfaatkan untuk padi
organik dan bio/hayati guna meningkatkan baru mencapai luas tanam 1,14 juta ha dari
kesuburan lahan dan menjamin usaha tani potensi 2,96 juta ha. Perluasan lahan untuk
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dan tanaman padi di lahan kering dapat dilakukan
(3) Melibatkan stakeholder dan swasta yang melalui pemanfaatan lahan peremajaan hutan.
memiliki komitmen menunjang dalam sistem Di Pulau Jawa, lahan peremajaan hutan jati
agribisnis tanaman pangan sehingga akan milik Perum Perhutani, minimal mencapai

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

90
200.000 ha per tahun. Jika lahan peremajaan tanaman pokok yaitu kayu jati sejak mulai
hutan jati tersebut dimanfaatkan untuk areal ditanam hingga umur 3 tahun. Dalam rentang
padi gogo, lahan tersebut dapat menyumbang umur 3 tahun, petani dapat memanfaatkan
produksi padi nasional minimal 500.000 ton lahan diantara tanaman pokok tersebut untuk
GKG per tahun dengan produktifitas 2,5 ton/ha menanam tanaman pangan sambil
(Perhutani, 2009). memelihara tanaman pokok (jati). Bila setelah
Perluasan areal tanam padi di lahan umur 3 tahun pohon jati sudah mulai besar,
peremajaan hutan terutama berhadapan de- petani akan memanfaatkan lahan Perhutani
ngan pembinaan teknis dari Dinas Pertanian. lainnya sesuai arahan Perhutani di lokasi
Walaupun berada di kabupaten yang sama lainnya. Selain itu, setelah pohon jati umur 15
dengan petani non-lahan hutan, tetapi tahun (produksi), maka pihak Desa melalui
pembinaan teknis Diperta kabupaten selama LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)
ini tidak/belum menjangkau sepenuhnya lokasi akan memperoleh bagian bagi hasil (sharing)
kehutanan. Pemanfaatan areal tanam padi di atas hasil hutan sesuai ketentuan yang telah di
lokasi peremajaan hutan juga perlu memper- informasikan pada awal penanaman dan
hitungkan lamanya penggunaan lahan tersebut pemanfaatan lahan Perhutani sesuai skema
(maksimal 4 tahun) dan pada tahun berikutnya pola PHBM.
sudah bergeser ke lokasi yang akan diremaja- Hak petani untuk menanam pada
kan selanjutnya, minimal pergeserannya lahan bukaan (tebangan) baru jika jarak tanam
sekitar 50.000 ha per th, dengan jumlah total dari tanaman utama 3 x 3 m (normal) adalah
yang dapat ditanami selama 4 tahun mencapai selama 2 tahun. Sementara jika jarak 6 x 2 m,
200.000 ha (Perhutani, 2002a). dapat digunakan maksimal 5 tahun. Namun
Bagi tanaman jagung, peluang demikian, dalam kontrak ditetapkan 2 tahun
perluasan areal di lahan-lahan Perhutani, dan bisa diperpanjang setiap tahun hingga
Kehutanan dan lahan kering lainnya masih secara budidaya masih memungkinkan. Untuk
terbuka. Budidaya jagung tidak memerlukan bagi hasil kayu, secara keseluruhan petani
banyak air dan sedikitnya gangguan OPT, akan mendapatkan bagian 25 persen dari nilai
mudah diadopsi, serta menguntungkan. De- kayu dikurangi biaya produksi dan faktor
ngan pemanfaatan lahan-lahan tersebut, terja- keamanan. Waktu dan besarnya bagian hasil
di kerjasama antara petani dengan Perhutani/ petani bervariasi tergantung dari umur
Perkebunan yang saling menguntungkan. tanaman (Perhutani, 2002). Umur panen
Tanaman hutan, perkebunan muda terpelihara pohon jati adalah 70 tahun, namun petani tidak
dan dijaga oleh petani sekitar, dengan harus menunggu hingga 70 tahun karena pada
ditanami jagung mampu menghasilkan pro- saat penjarangan tanaman petani juga sudah
duksi untuk membiayai pemeliharaan sekali- dapat hasilnya. Rumus sharing ketika umur 5
gus pendapatan pada saat tanaman utama tahun (penjarangan)= 5/70X25%xnilai kayu.
belum menghasilkan. Sharing yang diterima petani (LMDH) cukup
besar. Di Perum Perhutani Jateng, misalnya
dalam 1 tahun rata-rata Rp 5,9 milyar. Dari
PERAN AGROFORESTRY DALAM hasil sharing tersebut, umumnya oleh LMDH
KETAHANAN PANGAN DAN dialokasikan untuk berbagai pos kegiatan
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR diantaranya: (1) usaha produktif (50%), (2)
HUTAN bantuan pembangunan desa, (3) honor
pengurus, (4) subsidi silang ke LMDH lain.
Subsidi ini diberikan bagi LMDH yang belum
Pola Pengusahaan Komoditas Agroforestry dapat menikmati bagi hasil karena tanaman
Pola pengusahaan pertanian di lahan masih terlalu muda. (Mayrowani et al., 2010).
sekitar hutan (di lahan Perhutani) disamping Hasil penelitian Zulaifah (2006)
tergantung dari musim dan juga tergantung menunjukkan bahwa 100 persen responden
pada kondisi tegakan tanaman pokok hutan petani pesanggem menyatakan LMDH cukup
yang ada. Perum Perhutani melalui skema membantu dalam pemanfaatan sumberdaya
PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama hutan terutama lahan andil. Bentuk bantuan
Masyarakat) mengajak Kelompok Tani Hutan yang diberikan LMDH berupa peminjaman
untuk memanfaatkan hutan dan memelihara

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

91
modal kepada anggota serta penyuluhan persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan
mengenai pengelolaan lahan andil serta produksi padi, jagung dan kedelai berturut-
sosialisasi program-program Perhutani ter- turut adalah 21,19, 191,34 dan 128, 57 persen
utama yang berkaitan dengan pemberdayaan (Perum Perhutani, 2009). Serta rata-rata
masyarakat desa hutan. Image positif pertumbuhan nilai produksi 60,44 persen per
masyarakat desa hutan kepada Perhutani tahun, dari tahun 2004 sebesar Rp 72 juta
inilah yang dapat menumbuhkan kepercayaan menjadi Rp 246,8 juta pada tahun 2008.
masyarakat dalam kerjasama pengelolaan Agroforesty yang melibatkan LMDH ini
kawasan Hutan. cukup membantu dalam penyediaan pangan.
Dari hasil penelitian di Jawa Tengah Menurut Mayrowani et al. (2010), rata-rata
(Mayrowani et al., 2010; Zulaikah, 2006), hasil panen di kawasan hutan lebih tinggi
terdapat beberapa pola pengusahaan dominan dibanding lahan milik petani karena
yaitu : (1) jagung-jagung- bera, (2) padi gogo kandungan humus (unsur hara) yang tinggi.
– jagung – bera, (3) jagung+ketela pohon – Dalam rangka meningkatkan serta mendukung
bera, (4) empon-empon (tanaman biofarmaka) ketahanan pangan, melalui program
sepanjang tahun; (5) jagung + padi /kacang Cadangan Benih Nasional (CBN), kabupaten
tanah/ kacang tunggak; (6) jagung + padi Blora melaksanakan kegiatan penanaman padi
/kacang tanah/koro benguk. Petani dapat gogo seluas 600 ha. Dari total luas tersebut,
memanfaatkan lahan hutan selama 3 tahun 450 ha ditanam di luar kawasan hutan (tegal),
atau sebelum tegakan tinggi. dan 150 ha ditanam di kawasan hutan. Salah
satu lokasi penanaman padi adalah di Desa
Kontribusi Agroforestry dalam Ketahanan Bogem, Kecamatan Japah. Varietas padi gogo
Pangan yang ditanam adalah Situ Bagendit dan sudah
dipanen oleh Gubernur Jateng. Produktifitas
Salah satu program Pemberdayaan padi gogo tersebut cukup tinggi yaitu di atas
Masyarakat Hutan yang cukup berhasil adalah 6,7 ton/ha (ubinan).
di Kabupaten Blora (Mayrowani et al., 2010).
Program tersebut berupa fasilitasi pem- Dari hasil penelitiannya di Perum
bentukan Kelembagaan Desa Hutan/Lembaga Perhutani Unit III Jawa Barat, Febryantini
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yaitu (2010) mengatakan bahwa manfaat yang bisa
kelompok pekerja/pesanggem yang bermitra diperoleh dari agroforestry adalah tersedianya
dengan Perhutani melalui sistem bagi hasil lapangan kerja (33,33%) dan peningkatan
tanaman pokok (kayu), dalam Perpu 2002, petani (33,33%). Secara keseluruhan data
maupun non kayu. Tahun 2010 target bagi hasil pangan dari reboisasi dan rehabilitasi
hasil kayu senilai Rp 12,167 milyar setara hutan dari tahun 2001 sampai dengan
dengan 229.227 m3 kayu untuk 1917 pertengahan tahun 2009 mencapai sekitar
kelompok di Jateng, target bagi hasil non kayu 856,8 ribu ton padi dengan nilai Rp 1.193,4
(getah dsb) senilai Rp 4,8 milyar dan target milyar dan jagung sekitar 7 juta ton dengan
produksi tanaman pangan di kawasan hutan nilai Rp 5.982 milyar. Sedangkan terhadap
dengan pola tumpangsari adalah sebagai penyerapan tenaga kerja, mampu menyerap
berikut : padi 6.450 ton, jagung 12.041 ton, 4,8 juta orang dengan tambahan penghasilan
kedelai 1.032 ton, ubi kayu 6.020 ton, kacang sebesar sekitar Rp 1.658,5 milyar (Departe-
tanah 6,02 ton dan porong 2.150 ton men Kehutanan, 2009). Dalam kontribusinya
terhadap pendapatan petani, kegiatan agro-
Perkembangan realisasi tumpangsari forestry di Lampung Barat mampu memberi-
Perum Perhutani Jawa Tengah, tahun 2004- kan kontribusi pendapatan rumah tangga
2008 menunjukkan hasil yang cukup sekitar 41,32 persen dengan kisaran antara
menggembirakan. Terjadi pertumbuhan yang 27,73 s/d 55,30 persen. Sedangkan penye-
sangat besar pada produksi jagung, kedelai, rapan tenaga kerja dalam HKm dan PHBM
kacang tanah dan tanaman lainnya seperti Perhutani sekitar 2,39 orang per ha dengan
porong. Dari tahun 2004 hingga 2005, jumlah kisaran 0,38 s/d 3,48 orang per ha ( LIPI dan
penggarap meningkat lebih dari 100 persen. Perum Perhutani dalam Santoso, 2011).
Rata-rata pertumbuhan luas areal tumpangsari
(Insus dan non-Insus) di areal Perum Dari data di atas menunjukan bahwa
Perhutani Unit I Jawa tengah mencapai 3,51 pola pemanfaaatan hutan yang melibatkan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

92
masyarakat secara langsung mampu mem- yang dalam pelaksanaannya dirancang khusus
berikan kontribusi dalam meningkatkan untuk peningkatan produksi pangan dan
pendapatan rumah tangga melalui penyerapan konservasi lingkungan tanpa mengabaikan
tenaga kerja. Peningkatan pendapatan rumah kepentingan pihak kehutanan untuk tetap
tangga tersebut merupakan kontribusi sektor dapat memproduksi dan memanfaatkan kayu
kehutanan dalam akses pangan berupa (BPDAS-Pemalijratun, 2010.)
peningkatan daya beli masyarakat. Pada awal dekade 90-an (Pelita V)
Perum Perhutani menyiapkan cadang- telah berkembang suatu sistem pengelolaan
an lahan untuk tanaman pangan di lahan lahan yang mengintegrasikan kepentingan
seluas 49.588 hektar (Vetonews, 2010), yang peningkatan kelestarian fungsi hutan dan
hasilnya diharapkan bisa menyumbang 70 kepentingan peningkatan kesejahteraan
persen cadangan pangan nasional. Dalam masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan
pengelolaan tanaman dilakukan dengan cara hutan atau yang dikenal dengan hutan
tumpang sari, yang sudah lama dilakukan oleh kemasyarakatan. Konsep dasar yang dikem-
Perhutani dengan melibatkan masyarakat bangkan dalam hutan kemasyarakatan adalah
sekitar hutan. Potensi cadangan beras dalam partisipasi aktif masyarakat di dalam dan
kawasan hutan bisa mencapai 2,5 ton dari sekitar kawasan hutan dalam mengelola hutan
setiap 1 juta hektar lahan hutan tanaman. dengan tujuan untuk meningkatkan kesejah-
Saat ini luas hutan tanaman 2 juta teraannya serta meningkatkan kelestarian
hektar, kalau daur atau rotasinya maksimal 10 fungsi hutan. Pengembangan hutan kemasya-
tahun, maka bisa dimanfaatkan 200 ribu rakatan menggunakan metode pemanfaatan
hektar. Dari seluas itu bisa didapat 2,5 juta ton ruang tumbuh atau bagian-bagian tertentu dari
beras untuk menambah cadangan pangan tanaman hutan sehingga dapat meningkatkan
beras nasional. Volume ini belum termasuk kesejahteraan masyarakat dan kualitas
kemampuan Perum Perhutani (BUMN sumberdaya hutan. Adapun komoditas yang
Kehutanan) yang mengelola lebih 3 juta hektar bisa dikembangkan adalah aneka usaha
kawasan hutan dengan pola pengelolaan kehutanan ataupun jenis-jenis tanaman multi
hutan bersama masyarakat (PHBM). Potensi guna (multi purpose tree spesies). Jadi, hutan
penambangan cadangan pangan dari tumpang kemasyarakatan menurut Departemen
sari dan cadangan beras hutan tahun 2007 di Kehutanan (1996) adalah suatu sistem penge-
Pulau Jawa sangat besar yakni 150 ribu ton lolaan hutan yang ditujukan untuk meningkat-
tanaman padi, 400 ribu ton jagung, 250 ribu kan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di
ton kacang-kacangan serta 100 ribu ton umbi- sekitar kawasan dengan tetap memperhatikan
umbian serta tanaman obat lainnya. kelestarian fungsi hutan.
Pemanfaatan areal hutan melalui Reformasi dalam bidang kehutanan
tumpang sari diharapkan dapat ditingkatkan menyempurnakan konsepsi tentang hutan
untuk mendukung ketersediaan pangan, dan kemasyarakatan dengan memfokuskan ke-
dapat mendorong diversifikasi produksi. giatan pada kawasan hutan negara (bukan
Iswanto, 2009. Perum Perhutani harus terus hutan rakyat). Hutan kemasyarakatan dirumus-
mendukung ketahanan pangan di Jawa kan berdasarkan Kepmenhutbun No.
Tengah melalui pemanfaatan lahan hutan. 677/Kpts-II/1998 sebagai hutan negara yang
Salah satu caranya adalah menjalin kemitraan dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri
dengan masyarakat sekitar hutan untuk untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di
menanam tanaman produktif. dalam dan sekitar kawasan hutan, dengan
tujuan pemanfaatan hutan secara lestari
sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan
Agroforestry dalam Pemberdayaan pada kepentingan menyejahterakan masyara-
Masyarakat Sekitar Hutan kat. Prinsip-prinsip yang dikembangkan lebih
Permasalahan penciutan kawasan berpihak lagi kepada masyarakat, yakni: (1)
hutan akibat peningkatan jumlah penduduk masyarakat sebagai pelaku utama; (2)
dan alasan lainnya, mendorong Bank Dunia masyarakat sebagai pengambil keputusan; (3)
(World Bank) untuk menggalakkan Program- kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh
Program Perhutanan-Sosial (social forestry), pengambil keputusan; (4) kepastian hak dan

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

93
kewajiban semua pihak; (5) pemerintah Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat
sebagai fasilitator dan pemantau program; dan (Juklak PHBM) yang diterbitkan oleh Perhutani
(6) pendekatan didasarkan pada keaneka- Unit I Jawa Tengah (Perhutani, 2002a),
ragaman hayati dan keanekaragaman budaya. batasan LMDH adalah lembaga masyarakat
Secara teoritis konsep ini sudah mengarah desa yang berkepentingan dalam kerjasama
kepada pola yang konstruktif, yakni pengelolaan sumberdaya hutan bersama
menempatkan rakyat sebagai pelaku secara masyarakat yang anggotanya berasal dari
intrasistemik dalam kegiatan pengelolaan unsur lembaga desa dan atau unsur
hutan. Hanya saja konsep ini belum terealisir masyarakat yang ada di desa tersebut yang
dalam level operasional dan terbukti secara mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya
teknis mampu menjamin terwujudnya prinsip- hutan.
prinsip pengelolaan di atas (Purwoko, 2002). Permasalahan yang umumnya
Program-program pemberdayaan desa hutan dijumpai dalam program LMDH ini adalah
dalam rangka pengelolaan hutan, diantaranya permasalahan sosial, yaitu diperlukan waktu
PHJO (Pengelolaan Hutan Jati Optimal), untuk mensosialisasikan program ke masya-
Sosial Forestry dan PHBM (Pengelolaan rakat sekitar hutan. Menurut Soetrisno (1992)
Hutan Bersama Msyarakat). Program tersebut dalam Mulyono (1998), pada dasarnya
penting karena menurut Weichang dan Pikun masalah sosial masyarakat desa hutan adalah
(2000), hutan merupakan sumberdaya yang mengenai etika mereka dalam mengelola dan
penting dalam kehidupan manusia, tergantung memanfaatkan sumberdaya hutan untuk
pada nilai ekonomi, fungsi ekologi dan sosial. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi,
Pemberdayaan masyarakat desa hutan PHBM baik masyarakat yang tinggal di dalam hutan
milik Perhutani memfokuskan pada saling maupun sekitar hutan. Etika tersebut
ketergantungan antara masyarakat dan hutan menjamin kelestarian hutan dan menjamin
dalam aktivitas-aktivitas di hutan pada agar manusia yang tinggal di dalam dan di
berbagai perspektif dengan menggunakan sekitar hutan juga memanfaatkannya, guna
kombinasi ilmu pengetahuan alam dan ilmu- menunjang dan meningkatkan kesejahteraan
ilmu sosial. Program tersebut sekaligus untuk mereka. Pemanfaatan hutan harus didasarkan
memahami dan mengatasi permasalahan pada pemikiran bahwa hutan merupakan
sosial dan ekonomi di kawasan hutan. sumber keuntungan (devisa negara) dan
Dalam implementasi PHBM telah merupakan sumber kehidupan manusia,
dibentuk sebuah kelembagaan di desa hutan khususnya yang tinggal di dalam dan di sekitar
yang disebut Lembaga Masyarakat Desa kawasan hutan.
Hutan (LMDH). Lembaga ini dibentuk oleh Purwanto (1985) dalam Adiputranto
masyarakat desa hutan dalam rangka (1995) dan Ismawan (2001) dari Tim Bina
kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan Swadaya menyebutkan bahwa pada dasarnya
dengan Perhutani. LMDH merupakan lembaga masyarakat desa hutan masih mempunyai
yang berbadan hukum, mempunyai fungsi ketergantungan dengan keberadaan hutan,
sebagai wadah bagi masyarakat desa hutan terutama petani kecil yang mempunyai lahan
untuk menjalin kerjasama dengan Perum kurang dari 0,1 hektar. Hutan masih mereka
Perhutani dalam PHBM dengan prinsip anggap sebagai sumber ekonomi, dan
kemitraan. LMDH memiliki hak kelola di petak merupakan alternatif utama yang dapat
hutan pangkuan di wilayah desa dimana memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan kayu
LMDH tersebut berada, bekerjasama dengan bakar, kayu bangunan rumah, sumber air dan
Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari nilai ekonomi hutan menjadi penopang
kerjasama tersebut. Dalam menjalankan ke- kehidupan sehingga memunculkan ketergan-
giatan pengelolaan hutan, LMDH mempunyai tungan masyarakat terhadap hutan. Upaya
aturan main yang dituangkan dalam Anggaran peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga hutan oleh Perhutani masih mengandalkan
(ART). Tingkat pendidikan pesanggem cukup sistem tumpangsari. Menurut Saleh (1991)
bervariasi, tetapi bukan merupakan halangan dalam Adiputranto (1995) dari sistem
untuk membentuk suatu organisasi yaitu tumpangsari, pendapatan pesanggem dapat
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Di
dalam Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

94
meningkat serta dapat memproduksi bahan hutan, sehingga memungkinkan mereka
pangan dari lahan hutan. memperoleh manfaat dari sistem pengelo-
Banyaknya tindak kriminalitas ter- laannya; dan (3) Individu-individu masyarakat
hadap hutan bukan berarti harus memotong tersebut di tingkat lokal harus juga mempunyai
akses hutan terhadap masyarakat, karena kemampuan membangun lembaga-lembaga
gangguan tersebut belum tentu datang dari mikro untuk mengatur penggunaan sumber-
masyarakat di sekitar hutan. Pola pikir yang daya hutan.
perlu dibangun sekarang ini adalah bahwa Becker dan Gibson (1996) dalam
kelestarian hutan akan terjaga jika masyarakat Awang (2000) menyebutkan bahwa faktor
mempunyai rasa memiliki terhadap hutan yang penentu keberhasilan pengelolaan sumber-
diaktualisasikan dengan penjagaan terhadap daya alam hutan yaitu; pertama, penilaian
sumberdaya yang ada untuk menjamin pemanfaatan tingkat lokal; kedua, pemilikan
keberlanjutan kehidupan masyarakat desa sumberdaya hutan serta ketiga, faktor
hutan. Rasa memiliki akan tumbuh apabila kelembagaan. Kelembagaan atau organisasi
masyarakat diberikan akses dalam mengelola menurut Weichang dan Pikun (2000) ber-
hutan secara baik. Hal yang wajar apabila makna kumpulan manusia yang mempunyai
selama ini masyarakat desa yang tinggal di aktivitas bersama-sama, berhubungan satu
sekitar kawasan hutan memandang hutan sama lain untuk melaksanakannya bersama-
sebagai sumber ekonomi keluarga, sumber sama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
pengadaan bahan pangan, sumber bahan organisasi sosial seringkali membentuk dan
obat-obatan, memelihara lingkungan yang memperbaiki struktur sosial agar menjadi lebih
sejuk, melestarikan sumber mata air dan baik.
sebagai tempat ritual kebudayaan masyarakat
setempat (Awang et al., 2000). Simon (2000) PENUTUP
menyatakan bahwa masyarakat sekitar hutan
berperanan penting dalam pengelolaan hutan
Jati di Jawa. Pengembangan agroforestry, mempu-
nyai prospek yang cukup baik dalam
Masyarakat sekitar hutan selama kontribusinya terhadap peningkatan produksi
berabad-abad selalu terlibat dalam semua pangan, dan peningkatan pendapatan petani
kegiatan kehutanan sehingga menguasai sehingga mempermudah akses terhadap
pengetahuan praktis tentang pengelolaan jati pangan, disamping menjaga keamanan dan
(tectona grandis). Apabila pengelolaan hutan kelestarian hutan bersama masyarakat atau
tanaman ingin ditingkatkan sebetulnya se- petani disekitar hutan. Sistem tanam pindah
orang petugas kehutanan tinggal mengkoor- dan tumpangsari atau agroforestri yang diatur
dinir masyarakat desa hutan. Pembentukan dengan baik akan meningkatkan kesuburan
kerjasama antara masyarakat desa hutan lahan yang berdampak pada peningkatan
dengan pihak kehutanan dipandang layak produktifitas tanaman. Sulitnya perluasan areal
untuk memperbaiki pengelolaan hutan jati dari tanam dengan penambahan luas baku lahan
sudut pandang ketrampilan masyarakat. terutama di Pulau Jawa, membuat kebijakan
Beberapa penulis antara lain Ostrom, ini merupakan salah satu alternatif dalam
1990; Poffenberger, 1990; Bromley et al., perluasan areal pertanaman tanaman pangan,
1992; Becker and Gibson, 1996 dalam Awang terutama di wilayah yang dominasi arealnya
et al. (2000) mengatakan bahwa, untuk merupakan areal hutan.
mencapai tingkat keberhasilan pengelolaan Dalam implementasi agroforestry, ma-
sumberdaya alam hutan oleh masyarakat sih dijumpai beberapa permasalahan yang
lokal, analisis perlu diarahkan kepada tiga perlu mendapat perhatian baik terkait dengan
persoalan yang fundamental : (1) Sumberdaya aspek teknis maupun sosial. Permasalahan
alam hutan harus memberikan manfaat ketersediaan sarana produksi dan modal
kepada masyarakat lokal sebagai suatu (seperti : fasilitas subsidi pupuk maupun benih)
insentif untuk mewujudkan upaya melestarikan harus mendapat dukungan dari Dinas
sumberdaya tersebut; (2) Property rights Pertanian setempat, karena walaupun usaha
setiap individu harus dikembangkan bagi mereka berada di lahan hutan, namun
mereka yang menggunakan sumberdaya memberikan kontribusi yang nyata di sektor

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

95
pertanian. Sementara pada program LMDH, Pemangkuan Hutan Wilangan, BKPH
permasalahan yang umumnya dijumpai adalah Wilangan Utara, KPH Saradan. Fakultas
bersifat sosial, yaitu perlu waktu untuk Kehutanan UGM, Yogyakarta.
mensosialisasikan program ke masyarakat Alrasjid, H. 1980. Intensifikasi dan Efisiensi
sekitar hutan. Untuk mengantisipasi hal Penggunaan Tanah Hutan dalam Usaha
tersebut, Perum Perhutani mempunyai Membantu Pemecahan Masalah Kebu-
petugas pendamping (mandor). Hal yang tuhan Penduduk Sekitar Hutan. Makalah
Disampaikan dalam Seminar Pengalaman
cukup penting dan tidak mudah dibenahi
dengan Agroforestry di Jawa, Yogyakarta :
secara cepat adalah mengubah perilaku Fakultas Kehutanan UGM.
masyarakat sekitar hutan. Namun demikian,
dengan adanya insentif berupa kerjasama Awang, S.A. 2000. Kelembagaan Kehutanan
Masyarakat, Belajar dari Pengalaman.
pengelolaan hutan yang memberikan manfaat Yogyakarta: Aditya Media.
bagi masyarakat sekitar hutan, lambat laun
masyarakat akan menjadi bagian dari program Badan Ketahanan Pangan. 2010. Rencana
Strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-
ini.
2014. Badan Ketahanan Pangan. Kemen-
Apabila dirancang dan dibimbing terian Pertanian. Jakarta.
dengan baik, agroforestry dengan sistem BPDAS-Pemalijratun, 2010. Sejarah Perkem-
tumpangsari di lahan sela kawasan hutan bangan Agroforestri. http://www.bpdas-
dapat diarahkan untuk meningkatkan produksi Pemalijratun.net/. 28 Januari 2010.
pangan nasional melalui penanaman komo- BPS,2010. Laporan Bulanan Data Sosial ekonomi,
ditas tertentu yang bernilai ekonomi tinggi Oktober 2011.
seperti pangan, palawija dan hortikultura. Jadi
Butarbutar, T. 2009. Potensi Kontribusi Sektor
pemberdayaan pesanggem yang baik akan Kehutanan terhadap Ketahanan Pangan
berpeluang besar untuk memberi sumbangan Nasional melalui Pengembangan Agro-
yang sangat berarti bagi pembangunan desa, forestry. Jurnal Analisis Kebijakan
bahkan secara regional serta nasional. Arah Kehutanan, Vol 6 (3): 169-179. Pusat
dari pemanfaatan sumberdaya hutan diharap- Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan
kan memberikan dampak positif bagi Kehutanan.
ketahanan pangan baik secara nasional dan De Foresta, 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan :
terutama secara regional. Ini menunjukkan Agroforest Khas Indonesia, Sebuah
bahwa pengembangan agroforestry berkaitan Sumbangan Masyarakat. ICRAF. Bogor
dengan pengembangan wilayah, yaitu De Foresta, H. and G. Michon. 1997. The
pemanfaatan ruang dan sumberdaya hutan Agroforest Alternative to Imperata
yang ada di dalam suatu wilayah yang Grasslands : when Smallholder Agriculture
mendukung kesejahteraan petani . and Forestry Reach Sustainability.
Agroforestry Systems 36:105-120.
Pemberian peluang kepada pesang-
gem (penggarap) dalam pengelolaan hutan Departemen Kehutanan 1996. Daftar HPH yang
Dicabut,Diperpanjang dan Patungan
merupakan salah satu sarana yang efektif
dengan PT. Inhutani. Departemen
untuk pemerataan dan tahapan untuk Kehutanan. Jakarta.
mengatasi kemiskinan di lingkungan masya-
Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan
rakat desa hutan. Yang perlu dilakukan dalam
Indonesia 2006. Departemen Kehutanan.
kerangka program PHBM adalah sinkronisasi Jakarta.
dengan program dari pemerintah pusat
maupun daerah sehingga dampak positifnya Departemen Kehutanan. 2009. Pangan dari Hutan
(Kontribusi Sektor Kehutanan Dalam
akan jauh lebih besar bagi peningkatan
Mendukung Ketahanan Pangan Nasional).
produksi pangan dan pendapatan petani. Makalah Seminar Nasional “Memantapkan
Ketahanan Pangan Nasional Mang-
antisipasi Krisis Global”, dalam Rangka
DAFTAR PUSTAKA Hari Pangan Sedunia, 12 Oktober 2009.
Jakarta.
Adiputranto, H.. 1995. Peranan Kegiatan Insus Dinas Kehutanan Jawa Tengah, 2009. Bali Desa
Tumpangsari Perhutanan Sosial terhadap Bangun Desa Dukungan Sektor Kehu-
Tingkat Pendapatan Petani di Resort tanan. Data dan Informasi Sumberdaya

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

96
Hutan Jawa Tengah Tahun 2009. Perhutani. 2002a. Petunjuk Pelaksanaan Penge-
Semarang. lolaan Sumberdaya Hutan Bersama
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010a. Masyarakat di Unit I Jawa Tengah.
Road Map Peningkatan Produksi Padi Semarang : Biro Pembinaan Sumberdaya
Tahun 2010-2012. Kementerian Pertanian. Hutan.
Jakarta. Purwoko, A. 2002. Kajian Akademis Hutan Ke-
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010b. Road masyarakatan. Fakultas Pertanian, Univer-
Map Peningkatan Produksi Jagung Tahun sitas Sumatera Utara, 2002 digitized by
2010-2012. Kementerian Pertanian. USU digital library. http://repository.usu.
Jakarta. ac.id/bitstream/123456789/848/1/hutan-
agus.pdf (30/10/11)
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010c. Road
Map Peningkatan Produksi Kedelai. Tahun Republika, 2010. Dukungan Ketersediaan Pangan
2010-2012. Kementerian Pertanian. dengan Tumpangsari di Areal Hutan.
Jakarta. Republika.co.id, Jakarta. http://hileud.com/

Fandeli, C. 1980. Agroforestry Suatu Teknologi Santoso, H. 2011. Peran Sektor Kehutanan dalam
Tepat Guna untuk Membuat Hutan Rakyat, Mendukung Akses Pangan. Makalah
Makalah Disampaikan dalam Seminar disampaikan pada Seminar Nasional Hari
Pengalaman dengan Agroforestry di Jawa, Pangan Sedunia. Hotel Peninsila 29
Yogyakarta : Fakultas Kehutanan UGM. September 2011. Jakarta.
Yogyakarta : Fakultas Kehutanan UGM. Simon, H. 2000. Hutan Jati dan Kemakmuran
FAO. 2010. FAO Statistical Book. FAO. Rome Problematika dan Strategi Pemecahannya.
Yogyakarta : Aditya Media.
Febryantini, Ni Made. 2010. Partisipasi Masyarakat
Dalam Program Pengelolaan Sumberdaya Soekartiko, B. 1980. Pengalaman Pengembangan
Hutan Bersama Masyarakat : Kasus di Tumpangsari Intensif di Kawasan Hutan.
Waba Wisata Curug Cilember RPH Makalah Disampaikan dalam Seminar
Cipayung, KPH Bogor, Perum Perhutani Pengalaman dengan Agroforestry di Jawa,
Unit III Jawa Barat. Thesis. IPB. Bogor Yogyakarta : Fakultas Kehutanan UGM.

Ismanto, H.W. 2009. Pemanfaatan Hutan Dukung Suhardi, S.A., Sudjoko dan Minarningsih. 2002.
Ketahanan Pangan. http://properti.kompas. Hutan dan Kebun sebagai Sumber Pangan
com/ Senin, 2 Maret 2009. Nasional. Kanisius, Jakarta.

Kementerian Pertanian, 2010a. Rencana Strategis Suryana, A. 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Nasional. Makalah yang disampaikan pada
Jakarta. Simposium Nasional Ketahanan dan
Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan
Kementerian Pertanian. 2010b. Statistik Pertanian. Globalisasi, Faperta, IPB, Bogor, 22
Kementerian Pertanian Republik November 2005.
Indonesia. Jakarta.
Susatijo, B. 2008. Hutan Sebagai Salah Satu
Mayrowani, H., Sumaryanto, N. Ilham, S. Friyatno, Alternatif Lumbung Pangan. Majalah Surili.
Ashari dan D.H. Azahari. 2010. Vol. 45/No.2/TH. 2008. http : www.
Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya dishut.jabarprov.go.id/
Pertanian pada Ekosistem Lahan Kering.
Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendam-
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. pingi Petani Hutan. Jakarta : PT. Penebar
Bogor. Swadaya.

Mulyono, S. 1998. Peranan Faktor Sosial- Ekonomi Vetonews, 2010. Kontribusi Perhutani Memenuhi
Masyarakat Pesanggem Terhadap Keber- Cadangan Pangan Nasional. http://
hasilan Tanaman Jati (Studi Kasus : RPH vetonews.com/ 10 September 2010.
Bludru, BKPH Mojoruyung, KPH Madiun). Weichang, Li dan He Pikun (ed).2000. Social
Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. Forestry Theories and Practice. Yunnan:
Nelson, L.1955. Rural Sociology. New York: Yunnan Nationality Press.
American Book Company. Widiarti, A. 2004. Gerhan: Hutan Rakyat Lebih
Perhutani, 2002b. Pedoman Berbagi Hasil Hutan Menjanjikan Penyediaan Kayu, Pangan
Kayu. PT Perhutani (Pesero). Jakarta. dan Pelestarian Lingkungan. dalam
Prosiding Ekspose Penerapan Hasil
Perhutani, 2009. Buku Saku Statistik 2004-2008, Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Hal
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
DKP/Biro Pembinaan Sumberdaya Hutan.

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI SEKITAR HUTAN
Henny Mayrowani dan Ashari

97
186-193. Puslibang Hutan dan Konservasi paten Pati, Jawa Tengah. Program Pasca-
Alam. Badan Litbang Kehutanan. Bogor. sarjana Magister Teknik Pembangunan
Zulaifah, S. 2006. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro.
Bersama Masyarakat Untuk Pengem- Semarang.
bangan Kawasan Hutan Regaloh di Kabu-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 83 - 98

98

Anda mungkin juga menyukai