Era saat ini, yaitu golden opportunity adalah era kesempatan emas bagi ASN,
dalam buku Agus Dwiyanto ada 5 pokok
1. Reformasi Birokrasi telah menjadi kebutuhan bagi pemangku
kepentingan oleh organisasi pemerintahan baik internal maupun
eksternal.
2. Keinginan pemerintah untuk memperbaiki remunerasi menciptakan
peluang bagi pemerintah untuk membenahi birokrasi tanpa harus
mengelola konflik dan resistensi yang hebat dari ASN dan pemangku
kepentingan lainnya. ASN diberikan tunjungan berupa remunerasi, untuk
memberikan rangsangan bagi ASN agar bersemangat dan membenahi
instritusi dan layanan publik, karena pada prinsipnya birokrasi yang baik
lahir dari ketulusan dan keikhlasan dalam memberikan pelayanan.
Namun sebagai stimulus diberikan remunerasi.
3. Pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dalam 1 dekade terakhir dan
kemampuan finansial aparatur yang cukup baik. Hal ini tentunya sebelum
terjadinya pandemi.
4. Kesempatan emas ini muncul karena dalam waktu dekat secara bertahap
sejumlah besar ASN memasuki usia pensiun, menstabilkan komposisi ASN
didalamnya untuk perbaikan pelayanan.
5. Reformasi birokrasi menjadi agenda nasional, bahkan KEMENPAN-RB
telah mengalami perubahan nomenklatur. Para pemangku kepentingan
menyadari bahwa yang perlu dikembangkan, adalah bagaimana ASN
diberdayakan dari segi skill , birokrasi publik harus diberdayakan agar
mereka memiliki kapasitas untuk melaksanakan agenda perubahan dalam
rangka mendukung proses demokratisasi.
Distorsi terhadap nilai dan substansi kebijakan menjadi salah satu masalah
yang lazim terjadi dalam implementasi kebijkan publik. Kebijakan publik
tidak pernah beroperasi dalam sebuah ruang yang vakum, melainkan dalam
sebuah lingkungan yang kompleks yang didalamnya terdapat banyak
pemangku kepentingan.
Alasan yang muncul berbeda beda dari tiap pihak, dari Kementrian
lembaga merasa telah mapan dan nyaman di kondisi yang ada sekarang.
Reformasi birokrasi dianggap sebagai gangguan terhadap kemapanan
yang selama ini mereka nikmati. Reformasi birokrasi menghadapkan
mereka pada situasi baru yang tidak pasti dan juga kemungkinan risiko
menghilangkan apa yang selama ini mereka nikmati dengan mudah.
Mereka menolak perubahan karena perubahan bisa saja berujung pada
ketidakpastian.
Resistensi yang lebih keras lagi, muncul dari mereka yang memiliki
komitmen terhadap nilai-nilai tradisi dan praktek dan birokrasi
tradisional yang berbeda dengan perilaku baru yang dikenalkan oleh
reformasi birokrasi. Mafia, pelaku korupsi tentunya menolak kebijakan
reformasi birokrasi yang berbeda dari birokrasi publik sebelumnya,
karena membuat mereka kehilangan pasar produksi.