Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN ISOLASI SOSIAL

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen pengampu
Sri Endriyani, S.Kep, Ns, M.Kep

Tingkat 2B
Disusun Oleh:

Lutfi Ridwinnida Rahmatullah PO7120119054

JURUSAN D IIl KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami sebagai penyusun dapat
menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul Asuahan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Isolasi Sosial.
Kami menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Jiwa. Makalah ini disusun dengan tujuan
memberitahukan kepada para pembaca tentang masalah yang kami bahas dan kaji
di dalam makalah ini.
Apabila di dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan
sehingga jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak untuk kebaikan penulisan selanjutnya sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terutama pada
kelompok kami sendiri sehingga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................2
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Isolasi Sosial.............................................................3
B. Rentang Respon Neurobiologis...................................................3
C. Etiologi.........................................................................................4
D. Manifestasi Klinis........................................................................6
E. Patofisiologi.................................................................................7
F. Perkembangan Hubungan Sosial ................................................8
G. Faktor Predisposisi dan Faktor Prespitasi .................................10
H. Tanda dan Gejala ......................................................................12
I. Mekanisme Koping ...................................................................13
J. Sumber Koping .........................................................................13
K. Komplikasi ................................................................................13
L. Penatalaksanaan.........................................................................13
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawatan..............................................................18
B. Intervensi Keperawatan.............................................................18
C. Implementasi Keperawatan........................................................21
D. Evaluasi Keperawatan................................................................22
BA IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................23
B. Saran..........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan
adanya ekspresi emosi yang tidak wajar. Skizofrenia sering ditemukan pada lapisan
masyarakat dan dapat dialami oleh setiap manusia. Skizofrenia adalah sindrom
etiologi yang tidak diketahui dan ditandai dengan distur gangguan kofnitif, emosi,
persepsi, pemikiran dan perilaku. Gangguan skizofrenia di karakteristikan dengan
gejala positif (delusi dan halusinasi), gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan
daya pikir dan penurunan afek), dan gangguan kognitif (memori, perhatian,
pemecahan masalah dan sosial). Selain itu skizofrenia juga memiliki beberapa tipe
antara lain, skizofrenia paranoid, skizofrenia disorganisasi (hebefrenik), skizofrenia
katatonik, dan skizofrenia residual (Sutejo, 42).
Menurut WHO (World Health Organization) dalam Yosep, 2009.30, masalah
gangguan jiwa di dunia sudah menjadi masalah yang semakin serius dan
mengkawatirkan karena berdasarkan angka statistik ada satu dari empat orang di
dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang
di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan UU No. 18 tahun
2014 tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja, secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.
Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA) keperawatan jiwa
merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu
perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai
cara untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial ?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial ?

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi Sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena
orang lain menyatakan negatif dan mengancam. Sedangkan menarik diri adalah
usaha menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran,
prestasi atau kegagalannya. Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono (2010).
Isolasi Sosial adalah keadaan seseorang individu yang mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
(Keliat,2011). Jadi Isolasi Sosial : Menarik Diri adalah suatu keadaan kesepian yang
dialami seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan pasien tidak
mampu berinteraksi untuk membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya.

B. Rentang Respon Neurobiologis


Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau lebih
awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola
respon, tidak maladaptive fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyababkan
disfungsi perilaku atau distres yang nyata.
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara
yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi Sdan Purwanto
T. (2013) respon ini meliputi :
1. Menyendiri merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa
yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu
menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Kebersamaan merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.

3
4. Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling
tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat.
Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon maladaptive adalah:
1. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol
digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat
menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain
2. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek
yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
3. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku ogosentris,
harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain
4. Isolasi Sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.

C. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi
1. Faktor predisposisi Menurut Fitria (2009)
faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial yaitu:
a. Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan

4
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan
suatu masalah.
Tabel 2.1.2 Tugas Perkembangan berhubungan dengan Pertumbuhan
interpersonal (Stuart dan Sundeen, dalam Fitria,2009).
Tahap Tugas
Perkembangan
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
Masa Prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin.
Masa Dewasa Menjadi saling bergantung antara orang tua
Muda dan teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Masa Tengah Baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan ketertarikan dengan
budaya

2. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan
diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.

5
4. Faktor biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
5. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang
terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi social : menrik diri
menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) seperti:
1. Gejala Subyektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang atau singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i. Klien merasa ditolak
2. Gejala Objektif

6
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mengikuti kegiatan
c. Banyak berdiam diri di kamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
e. terdekat
f. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
g. Kontak mata kurang
h. Kurang spontan
i. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
j. Ekpresi wajah kurang berseri
k. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
l. Mengisolasi diri
m. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
n. Memasukan makanan dan minuman terganggu
o. Retensi urine dan feses
p. Aktifitas menurun
q. Kurang energi (tenaga)
r. Rendah diri
s. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada
t. posisi tidur).

E. Patofisiologi
Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa
sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahalnya rangsangan
primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian
traumatik sehubungan rasa bersalah, marah, sepi dan takut dengan orang yang
dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self
estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Untuk dapat
mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan ansietas diperlukan suatu
mekanisme koping yang adekuat.
Sumber koping meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah,
tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Sumber koping sebagai model

7
ekonomi dapat membantu seseorang mengintregrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
Semua orang walaupun terganggu prilakunya tetap mempunyai beberapa
kelebihan personal yang mungkin meliputi : aktivitas keluarga, hobi, seni, kesehatan
dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal. Dukungan
sosial dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif, motifasi berasal dari
dukungan keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan
kepercayaan diri pada individu (Stuart & Sundeen, 1998).

F. Perkembangan Hubungan Sosial

Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses


tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut, untuk
mngembangkan hubungan sosial yang positif,setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses.

Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan


tergantung pada masa bayi dan berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan
saling tergantung (tergantung dan mandiri), mengenai tahap perkembangan tersebut
akan diuraikan secara rinci setiap tahap perkembangan.
i. Masa Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
biologis dan psikologisnya. Bayi umumnya menggunakan yang sangat sederhana
dalam menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua
kebutuhannya. Respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi
harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan respon atau
perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang lain. Kegalalan pemenuhan
kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan
rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
ii. Masa prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan
khususnya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan berhubungan
yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga
khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang
8
adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang berguna untuk
mngembangkan kemampuan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan diseratai respon
keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu
mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan,
kurang percaya diri, pesimis,takut perilakunya salah.
iii. Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan
sekolah pada usia ini anak mulai mngenal bekerja sama, kompetisi, kompromi.
Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang
tidak konsisten, teman dengan orang dewasa diluar keluarga (guru,orang
tua,teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak. Kegagalan
dalam membaca hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru
dari pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua
mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya,putus asa,merasa tidak
mampu dan menarik diri dari lingkungan.
iv. Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya
dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman
sangat tergantung, sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independent.
Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang
tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan
mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
v. Masa Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertaahankan hubungan interdependen dengan
orang tua dan teman sebaya, individu belajar mengambil keputrusan dengan
memperhatkan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan,
memilih karir,melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan,perkawinan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain,
putus asa akan karir.
vi. Masa Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal

9
dengan orang tua , khusunya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah
maka peran menjadi orang tua dan mempunya hubungan antar orang dewasa
merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan interdependen.
Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan
dan dukungan yangbaru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan
mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian
hanya tertuju pada diri sendiri, produktifitas dan kreatifitas berkurang,
perhatian pada oran lain berkurang.

vii. Masa Dewasa Lanjut

Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan baik itu kehilangan
fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan
pasangan),anggota keluarga (kematian orang tua). Indiviidu tetap memerlukan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang mengalami
perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam
kehidupannya dan megakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam
menghadapi kehilangannya.

Kegagalan individu untuk mnerima kehilangan yan terjadi pada kehidupan


serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan
perilaku menarik diri.

G. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi

Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang daur


kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:
i. Faktor Predisposisi

1. Faktor Biologis

Adanya faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa,adanya resiko,


riwayat penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
2. Faktor Psikologis
Ditemukan pengalaman negatif klien terhadap gambaran diri, tidak
lebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-cita,
krisis identitas dan kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun
10
lingkungan,yang dapat menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan
orang lain,dan akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
3. Faktor Sosial Budaya

Pada klien isolasi sosial biasanya ditemukan dari kalangan ekonomi


rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak,tingkat
penididikan rendah dan kegegalan dalam berhubungan sosial.

ii. Faktor Presipitasi

Biasanya ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,atau


kelaianan struktur otak,kekerasan dalam keluarga,kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, atau adanya tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan klien,konflik antar masyarakat.
Faktor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.

Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori :

1. Faktor sosiokultural.

Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, dan


berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena
dirawat dirumah sakit.
2. Faktor psikologik

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan


keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi
(Stuart, 2006).

H. Tanda dan gejala

Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari
ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial
11
dan didukung dengan data observasi :
i. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang :
1. Perasaan sepi
2. Perasaan tidak aman
3. Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
4. Ketidakmampuan berkonsentrasi
5. Perasan ditolak

ii. Data objektif


1. Banyak diam
2. Tidak mau bicara
3. Menyendiri
4. Tidak mau berinteraksi
5. Tampak sedih
6. Kontak mata kurang
7. Muka datar

I. Mekanisme koping

Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai


mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut
berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart
2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara
lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi,
idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.

Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan


respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang
luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau
tulisan.

J. Sumber Koping

12
Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut
Stuart, (2006) meliputi :
i. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
ii. Hubungan dengan hewan peliharaan
iii. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalkan: kesenian, musik atau tulisan).

K. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah

laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain
serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit
perawatan diri (Dalami,2009)

L. Penataklaksanaan

a. Terapi Medis

Berupa Therapy farmakologi

(1) Clorpromazine (CPZ)

a) Indikasi

Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan


menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi - fungsi mental:
waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau,
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari,
tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

b) Efek Samping

Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/


parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi,
hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,

13
gangguan irama jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas),
gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya
untuk pemakaian jangka panjang.

(2) Haloperidol (HLD)

a) Indikasi

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral


serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.

b) Efek Samping

Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,


antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung).

(3) Trihexy phenidyl (THP)

a) Indikasi

Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan


idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan
fenotiazine.

b) Efek Samping

Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti


kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, hidung tersumbat, mata
kabur,gangguan irama jantung).

b. Electro convulsif therapi


Electro convulsif therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock
listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi
pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis
terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo
Cerlitti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang

14
didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali
seminggu.

ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat


memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik.
Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT
sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum
Brain-Derived Neurotrophic Faktor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak
responsif terhadap terapi farmakologi.

c. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa.
Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan
interpersonal.

Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi
sosial adalah :

1) Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri


2) Sesi 2 : kemampuan berkenalan
3) Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
4) Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5) Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
7) Sesi 7 : evaluasi kemampuan sosialisasi

d. Therapy Individu

Menurut Pusdiklatnakes (2012)tindakan keperawatan dengan pendekatan


strategi pelaksanaan (SP) pada pasien dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :

15
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan
keluarga.
(1) Membina hubungan saling percaya

(2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial

(3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota


keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain),
latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.

(1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial

(2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)

(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3
orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :

Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang),


latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial

(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat


melakukan dua kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan

(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan baru)
(5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :

Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat


melakukan kegiatan sosial
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
16
(2) Validasi kemampuan berkenalan (beberapa orang) dan bicara saat
melakukan empat kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan

(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial

e. Therapy Lingkungan
Menurut Rusdi (2013), manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan
sehingga aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam
kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan
berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak
pada kesembuhan,karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik
pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.

17
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016) rumusan diagnosa Isolasi Sosial yaitu :
P: Isolasi Sosial
E : Harga diri rendah
S : Gejala dan Tanda Mayor, Subjektif : Merasa ingin sendiri, Merasa tidak aman di
tempat umum. Objektif : Menarik diri, Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan
orang lain atau lingkungan
Gejala dan Tanda Minor, Subjektif : Merasa berbeda dengan orang lain, Merasa asyik
dengan pikiran sendiri, Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas. Objektif : Afek
datar, Afek sedih, Riwayat ditolak, Menunjukkan permusuhan, Tidak mampu
memenuhi harapan orang lain, Kondisi difabel, tindakan tidak berarti, Tidak ada
kontak mata, Perkembangan terlambat, Tidak bergairah/lesu.
Diagnosa Keperawatan :
Isolasi Sosial

B. Intervensi Keperawatan
Menurut (Prabowo, 2014) rencana asuhan keperawatan gangguan isolasi
sosial yaitu :
Tujuan umum: Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan :
2. Sapa Pasien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
3. Perkenalkan diri dengan sopan
4. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang di sukai pasien
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Buat kontrak interaksi yang jelas
7. Jujur dan tepati janji
8. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya

18
9. Beri perhatian pada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar asien

TUK 2 : Pasien mampu menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi :
1. Tanyakan pada pasien tentang:
a. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar Pasien
b. Orang yang paling dekat dengan Pasien di rumah/di ruang perawatan
c. Apa yang membuat Pasien dekat dengan orang tersebut
d. Orang yang tidak dekat dengan Pasien di rumah/di ruang perawatan
e. Apa yang membuat Pasien tidak dekat dengan orang tersebut
f. Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain
2. Kaji pengetahuan Pasien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
3. Diskusikan dengan Pasien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan
orang lain
4. Beri pujian terhadap kemampuan Pasien mengungkapkan perasaannya

TUK 3 :Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan Pasien tentang manfaat dan keuntungan bergaul dengan orang
lain
2. Beri kesempatan pada Pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3. Diskusikan bersama Pasien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain

TUK 4 : Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap


Intervensi :
1. Observasi perilaku Pasien saat berhubungan dengan orang lain.
2. Beri motivasi dan bantu Pasien untuk berkenalan/berkomunikasi dengan orang
lain melalui :
a. Pasien-perawat

19
b. Pasien-perawat-perawat lain
c. Pasien-perawat-perawat lain-Pasien lain
d. Pasien-kelompok kecil
e. Pasien-keluarga/kelompok/masyarakat
3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4. Bantu Pasien mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain
5. Diskusikan jadwal kegiatan harian yang dapat dilakukan untuk meningkat
kemampuan Pasien bersosialisasi
6. Beri motivasi Pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
di buat
7. Beri pujian terhadap kemampuan Pasien memperluas pergaulannya melalui
aktivitas yang dilaksanakan

TUK 5 : Pasien mampu mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain.
Intervensi :
1. Dorong Pasien untuk mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain/kelompok
2. Diskusikan dengan Pasien manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan Pasien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan orang lain.

TUK 6 : Pasien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial


Intervensi :
1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi
prilaku menarik diri
2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a. Perilaku menarik diri
b. Tanda dan gejala menarik diri
c. Penyebab prilaku menarik diri
d. Cara keluarga meghadapi Pasien yang sedang menarik diri
3. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien mengatasi prilaku menarik
diri

20
4. Latih keluarga cara merawat Pasien menarik diri
5. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
berkomunikasi dengan orang lain
6. Anjurkan anggota keluarga untuk rutin dan bergantian mengunjungi pasien
minimal 1x seminggu
7. Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai dan keterlibatannya keluarga
merawat pasien di rumah sakit.

TUK 7 : Pasien dapat menggunakan terapi aktivitas kelompok sosialisasi


Intervensi :
1. Libatkan dan motivasi pasien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
sosialisasi untuk mengatasi perilaku isolasi sosial

C. Implementasi Keperawatan
Melakukan Sp 1 pasien :
1. Mengidentifikasi penyebab Isolasi Sosial
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan orang
lain.
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain.
4. Mengajarkan klien cara berkenalan
5. Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan berkenalan kedalam kegiatan
harian.
Melakukan Sp 2 pasien :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan kesempatan pada klien memperaktikan cara berkenalan.
3. Mengajarkan klien berkenalan dengan orang pertama (seorang perawat)
4. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
Melakukan Sp 3 pasien :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan kesempatan kepada klien memperaktikan cara berkenalan dengan
orang pertama

21
3. Melatih klien berinteraksi secara bertahap (Berkenalan dengan orang kedua
seorang klien)
4. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.

D. Evaluasi Keperawatan

Kemampuan Pasien Kemampuan Keluarga


a. Klien dapat menyebutkan 1. Keluarga dapat menjelaskan perasaannya
penyebab menarik diri yang 2. Menjelaskan cara merawat pasien menarik diri.
berasal dari, Diri sendiri, 3. Mendemonstrasikan cara perawatan klien
Orang lain Klien dapat menarik diri.
menyebutkan keuntungan 4. Berpartisipasi dalam merawat klien menarik diri.
berhubungan dengan orang
lain
b. Klien dapat menyebutkan
kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Klien dapat
mendemonstrasikan hubungan
sosial secara bertahap antara
d. Klien-Perawat, Klien-Perawat-
Klien Klien-Perawat-Keluarga,
Klien Perawat-Kelompok
e. Klien dapat mengungkapkan
perasaannya setelah
berhubungan dengan orang
lain, Diri sendiri, Orang lain

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Isolasi Sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena
orang lain menyatakan negatif dan mengancam. Sedangkan menarik diri adalah
usaha menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran,
prestasi atau kegagalannya. Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono (2010).
Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau lebih
awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola
respon, tidak maladaptive fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyababkan
disfungsi perilaku atau distres yang nyata.
Pengkajian data dilakukan, Keluarga mengatakan klien sering menyendiri,
tidak mau bergaul dengan orang lain, berdiam diri di kamar tidak mau berbicara.
Klien tampak menyendiri, tidak bersemangat, malu-malu ketika diajak berbicara,
suara pelan hampir tidak terdengar, kontak mata kurang, selalu menunduk, sering
garuk-garuk kepala ketika diajak berbicara, tidak berani memulai pembicaraan, klien
tampak tidur telentang menghadap keatas dengan kedua tangan diletakan didada,
riwayat masa lalu keluarga mengatakan klien anak tunggal, setiap aktivitas dan
pergaulan dibatasi orang tua, klien pernah gagal kuliah dan tidak menyelesaikan
skripsi.

B. Saran
Semoga dengan makalah ini pasien dapat mengerti dengan penyakit yang
pasien alami dan dapat menerapkan intervensi yang telah di berikan untuk mencapai
kesembuhan yang pasien harapkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat, dkk(2009) Model Praktik Keperawatan profesional Jiwa. Jakarta ; EGC
Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.Retika ADITAMA : Bandung
Sutejo. Keperawatan kesehatan jiwa: prinsip dan praktik asuhan keperawatan
jiwa. PUSTAKA BARU PRESS, Yogyakarta.
Kemenkes RI, 2010, Riset Kesehatan Dasar, RISKESDA Jakarta : Balitbang Kemenkes Ri
Kementrian Kesehatan RI, 2014, UU Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Jakarta 2014
Yosep, 2011. Keperawatan jiwa. Retika ADITAMA : Bandung
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa (1st ed.). Yogyakarta:
Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).

24

Anda mungkin juga menyukai