Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN STUDI KASUS SEIMNAR

ASUHAN KEPERAWATAN Ny. D DENGAN POST OPERASI SECTIO


CAESAREA DENGAN INDIKASI KPD DI RUANG GABUNG (NIFAS)
RSUD JAYAPURA TAHUN 2021

Oleh :

Kelompok
Stase Maternitas I

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan
penyertaannya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Ny. D Dengan Post Operasi Sectio Caesarea Dengan Indikasi
Kpd Di Ruang Gabung (Nifas) Rsud Jayapura Tahun 2021’’ ini selesai pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis menyadari bahwa selesainya
makalah ini tidak lepas dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Maternitas.
Selain itu, penulis juga menyadari bahwa sebagai manusia biasa tentunya
dalam menyusun makalah ini penulis tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu,
penulis mengharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca,
dengan harapan agar suatu saat nanti penulis dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi.

Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat dan menambah


pengetahuan bagi para pembaca semuanya. Amin.

Jayapura, Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1. Latar belakang................................................................................................1


1.2. Tujuan penulisan ...........................................................................................2
1.2.1. Tujuan umum ..................................................................................2
1.2.2. Tujuan khusus ..................................................................................2
1.3. Manfaat penulisan .........................................................................................3
1.3.1. Manfaat Praktis ...............................................................................3
1.3.2. Manfaat Teoritis ..............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................

2.1................................................................... Konsep Teori Post Partum Normal


2.2. Konsep Dasar SC (Sectio Cesarea)……………………………………………
2.3. Anemia pada ibu Hamil……………………………………………………….
2.4. Konsep Teori KPD……………………………………………………………

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY. CM........................................

3.1..................................................................................................... Pengkajian
3.2................................................................................ Diagnosis Keperawatan
3.3................................................................................... Rencana Keperawatan
3.4.................................................................................. Catatan Perkembangan

BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................

4.1............................................................................... Pengkajian Keperawatan


4.2.................................................................................Diagnosis Keperawatan
4.3........................................................................................................Intervensi
4.4..................................................................................................Implementasi
4.5.........................................................................................................Evaluasi

BAB V PENUTUP.........................................................................................................

5.1.................................................................................................. Kesimpulan
5.2............................................................................................................ Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses persalinan adalah proses yang sudah wajar


terjadi pada kaum perempuan, proses persalinan adalah serangkaian
proses yang terdiri dari kala 1 hingga kala 4 untuk mengeluarkan janin
yang cukup bulan atau hampir cukup bulan yang disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari rahim ibu (Yanti, 2010).
Persalinan dikategorikan menjadi: (1) persalinan normal pervaginam
(spontan) yaitu proses lahirnya bayi tanpa bantuan peralatan yang terjadi
kurang dari 24 jam (2) persalinan buatan yaitu persalinan
dengan bantuan dari luar, seperti vakum (3) persalinan dengan
seksio caesaria yaitu persalinan tanpa melewati pervaginam dan
membutuhkan tindakan operasi untuk penatalaksanaannya (Mochtar,
2013).

Persalinan pervaginam atau spontan bisa dilakukan jika tidak


terdapat kondisi kegawatan ibu dan janin, jika terdapat kondisi yang
mengancam jiwa ibu dan janin  persalinan dengan pembedahan
merupakan pilihan yang diindikasikan. Penatalaksanaan pembedahan
dialakukan untuk menyelematkan janin dan ibu secara cepat, karena tidak
membutuhkan menunggu kala 1 sampai kala 4. Menurut Towle dan
Adams (2008) persalinan seksio caesarea akan dilakukan dengan
beberapa alasan seperti terdapatnya kegawatan kehamilan, placenta
previa, solutio placenta, CPD, gawat janin, presentasi sungsang, lintang,
pre-eklamsia, kehamilan ganda, dan kondisi caesar yang sebelumnya
(Towle dan Adams, 2008).

Menurut Towle & Adams (2008), seksio sesaria dilakukan


untuk berbagai alasan, termasuk plasenta previa, solusio plasenta, CPD,
gawat janin, presentasi sungsang, pre-eklamsia, kehamilan ganda, dan
kelahiran sesar sebelumnya. Sebuah kelahiran sesar bisa menjadi
peristiwa yang direncanakan, tidak dijadwalkan, atau keadaan darurat
untuk menyelamatkan ibu dan/atau janin.Dalam hal
apapun, prosedur dan perawatan serupa. Ditemukannya bedah sesar
memang dapat mempermudah proses persalinan sehingga banyak ibu
hamil yang lebih senang memilih jalan ini walaupun sebenarnya
mereka bisa melahirkan secara normal. Namun faktanya menurut
Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi sesar adalah 40-80
tiap 100.00 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan resiko 25 kali lebih
besar dibandingkan dengan persalinan melalui pervagina. Bahkan untuk
satu kasus infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan persalinan pervagina.

Di indonesia, persalinan dengan seksio caesarea  sudah menjadi


hal yang wajar dan menjadi pilihan dalam persalinan. Seksio caesarea 
menempati urutan kedua terbanyak setelah ekstraksi vakum dengan
frekuensi yang dilaporkan 6% sampai 15% (Gerhard Martius, 1997).
Menurut statistik ada 3.509 kasus seksio caesarea yang dilaporkan oleh
Pell dan Chamberlain terdapat beberapa proporsi penyebab SC antara
lain postur panggul sempit 21%, gawat janin 14%, plasenta  previa
11%, pernah seksio caesarea 11%, kelainan letak janin 10%, pre-
eklamsia dan hipertensi 7% dengan angka kematian pada ibu sebelum
dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin
14,5% (Winkjosastro, 2005).

Oleh karena itu, tingginya kasus persalinan dengan


menggunakan jalan seksio caesarea membutuhkan penanganan yang
berbeda dari persalinan pervaginam, karena  prinsip tata laksnanya ada
yang lebih khusus. Sebagai seorang perawat harus mampu untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan post seksio caesarea
agar kondisi ibu post SC dan bayi yang dilahirkan selamat dan sehat.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan post section caesarea
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami tentang konsep Asuhan


Keperawatan Pada Klien Dengan Post Seksio Sesaria.
1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi Seksio Sesaria


dan Post Seksio Sesaria

2. Mahasiswa mengetahui dan memahami klasifikasi Seksio Sesaria

3. Mahasiswa mengetahui dan memahami indikasi dan


kontraindikasi Seksio Sesaria

4. Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi dan


manifestasi klinis Seksio Sesaria

5. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan


dan pemeriksaan penunjang Seksio Sesaria

6. Mahasiswa mengetahui dan memahami komplikasi dan prognosis


pada Seksio Sesaria

7. Mahasiswa mengetahui, memahami, dan menyusun asuhan


keperawatan pada klien dengan Seksio Sesaria

1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami tentang Seksio sesaria dan Post
Seksio Sesaria  sehingga dapat menunjang pembelajaran
perkuliahan pada mata kuliah Keperawatan Reproduksi.
2. Mahasiswa mampu memahami proses asuhan keperawatan
yang dilakukan  pada klien dengan Post Seksio Sesaria  sehingga
dapat menjadi bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan
selama dirumah sakit.
BAB II

TINJAUAN TEORI

I. KONSEP TEORI POST PARTUM NORMAL


A. Pengertian Post Partum

Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ary
Sulistyawati, 2009).

Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai
6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan
akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu
mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada
masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya
wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post
partum (Maritalia, 2012).

B. Klasifikasi Nifas

Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :

1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
C. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1. Perubahan sistem reproduksi
a. Involusi uterus
Menurut Yanti dan Sundawati (2011) involusi uterus atau pengerutan
uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum
hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat
uterus menjadi relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormone
estrogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteotik akan memendekan jaringan otot yang telah
mengendur sehingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan
lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan progesterone.
4) Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah dan mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan (Yanti dan Sundawati, 2011).

Tabel 1 : perubahan-perubahan normal pada uterus selama post partum

Involusi Uteri TFU Berat Uterus Diameter


Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari ( 1 Pertengahan 500 gram 7,5 cm
Minggu) pusat dan
simfisis
14 hari ( 2 Tidak teraba 350 gram 5 cm
Minggu)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber: Yanti dan Sundawati, 2011
b. Involusi tempat plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonol ke dalam kavum uteri. Segera setelah placenta lahir, dengan cepat luka
mengecil, pada akhirnya minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas
1-2 cm. penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas
bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidu
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada
tempat implantasi plasenta sehingga terkelupas dan tidak dipakai lagi pada
pembuang lochia (Wiknjosastro, 2006).
c. Perubahan Ligament
Setelah bayi lahir, ligament dan difragma pelvis fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali sepei sedia kala. Perubahan
ligament yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain : ligamentum rotundum
menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi, ligamen
fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor (Yanti dan
Sundawati, 2011).
d. Perubahan serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulasi dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan
serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena
penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih
dapat dimasukan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat
masuk. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu
sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-
retak dan robekanrobekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya
(Yanti dan Sundawati, 2011).

e. Perubahan Vulva, vagina dan perineum


Selama proses persalinan vulva, vagina dan perineum mengalami penekanan
dan peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini akan kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga. Ukuran
vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan
pertama. (Wulandari, 2009). Perubahan pada perineum terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan secara spontan ataupun mengalami episiotomi
dengan indikasi tertentu. Meski demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu (Wulandari, 2009).
f. Perubahan Lochea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa-sisa
cairan. Pencampuran antara darah dan ddesidua inilah yang dinamakan lochia.
Reaksi basa/alkalis yang membuat organism berkembang lebih cepat dari pada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis
(anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbedabeda setiap
wanita. Lochia dapat dibagi menjadi lochia rubra, sunguilenta, serosa dan alba
(Yanti dan Sundawati, 2011).

Tabel 2: Perbedaan masing-masing Lochea

No Lochea Waktu Warna Ciri-ciri


1 Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel
kehitaman desidua, verniks
caseosa, rambut
lanugo, sisa
meconium dan sisa
darah
2 Sanguilental 3- 7 hari Putih Sisa darah dan
bercampur lender
merah
3 Serosa 7-14 hari Kekuningan Lebih sedikit darah
atau dan lebih banyak
kecoklatan serum, juga terdiri
dari leukosit dan
robekan laserasi
plasenta
4 Alba 2-6 minggu Putih Mengandung
leukosit,selaput
lender serviks dan
serabut jaringan
yang mati
Sumber : Yanti dan Sundawati, 2011

2. Perubahan system pencernaan

Sistem gastreotinal selama hamil dipengaruhi oleh beberapa hal,


diantaranya tingginya kadar progesterone yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol darah, dan melambatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesterone juga mulai
menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan 3-4 hari untuk kembali
normal (Yanti dan sundawati, 2011). Beberapa hal yang berkaitan dengan
perubahan sitem pencernaan antara lain (Yanti dan Sundawati, 2011) :

1) Nafsu makan
Pasca melahirkan ibu biasanya merasa lapar, dan diperbolehkan untuk
makan. Pemulihan nafsu makan dibutuhkan 3 sampai 4 hari sebelum faaal
usus kembali normal. Messkipun kadar progesterone menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau
dua hari.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengambilan tonus dan motilitas ke keadaan
normal.

3) Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum.
Diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan,
dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. System pencernaan pada
masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.Beberapa cara agar
ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain : Pemberian
diet/makanan yang mengandung serat; pemberian cairan yang cukup;
pengetahuan tentang pola eliminasi; pengetahuan tentang perawatan luka
jalan lahir.
3. Perubahan sistem perkemihan

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid yang


berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca
melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan peenurunan
fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12-36 jam sesudah melahirka (Saleha, 2009). Hal yang berkaitan
dengan fungsi sitem perrkemihan, antara lain(Saleha, 2009) :

a. Hemostasis internal Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di
dalamnya, dan 70 persen dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang
disebut dengan cairan intraseluler. Cairan ekstraseluler terbagi dalam plasma
darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan
dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat
gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume tubuh.
b. Keseimbangan asam basa tubuh Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas
normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH > 7,4 disebut alkalosis
dan jika PH<7,35 disebut asidosis.
c. Pengeluaran sisa metabolisme racun dan zat toksin ginjal Zat toksin ginjal
mengekskresikan hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatini. Ibu post partum dianjurkan
segera buang air kecil, agar tidak megganggu proses involusi uteri dan ibu
merrasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang
air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post
partum, antara lain:
1) Adanya oedem trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi
retensi urin
2) Diaphoresis yaitu mekanisme ubuh untuk mengurangi cairan yang retensi
dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spesme
oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan
miksi.
4) Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupkan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut
dieresis pasca partum. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan
jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama
masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil.
Bila wanita pasca bersalin tidak dapat berkemih selama 4 jam kemungkinan
ada masalah dan segeralah memasang kateter selama 24 jam.
5) Kemudian keluhan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan
ketetrisasi dan bila jumlah redidu > 200 ml maka kemungkinan ada
gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam
kemudian, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu <200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
4. Perubahan sistem muskuloskelektal
Perubahan sistem muskulosskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin
bertambah, adaptasinya mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat
akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat
post partum system musculoskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali.
Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk meembantu
mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri (Reeder, 2011). Adapun
sistem musculoskeletal pada masa nifas, meliputi:

a. Dinding perut dan peritoneum


Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali
dalam 6 minggu. Pada wanita yang athenis terjadi diatasis dari otot-otot rectus
abdomminis, sehingga sebagian darri dindinng perut di garis tengah hanya
terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.
b. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan
mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen akan
kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dalam
latihan post natal.
c. Strie
Strie adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen. Strie pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat distasis muskulus rektus
abdominis pada ibu post partum dapat di kaji melalui keadaan umum, aktivitas,
parritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama
pengembalian tonus otot menjadi normal.
d. Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligament-ligamen, diagfragma pelvis dan vasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus beerangsurangsur menciut kembali
seperti sedia kala.
e. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi, namun demikian, hal ini dapat
menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan pubis antara lain:
nyari tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur
ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat di palpasi, gejala ini dapat
menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada
yang menetap.
5. Perubahan Sistem Endokrin
Selama masa kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin. Hormone-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain
(Wulandari, 2009):

a. Hormone plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yang diprodduksi
oleh plasenta. Hormone plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormone plasenta (human placenta lactogen) menyebabkan kadar
gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam3 jam sehingga hari ke
7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 post
partum.
b. Hormon pituitari
Hormone pituatari antara lain : horrmon prolaktin, FSH dan LH. Hormone
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. Hormone prolaktin berperan dalam
peembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikel pada minggu ke 3 dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c. Hipotalamik pituitary ovarium
Hopotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada
wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca salin
berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca salin. Sedangkan pada
wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40%
setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
d. Hormone oksitosin
Hormone oksitosin disekresikan dari keenjar otak bagian belakang, berkerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ke 3 persalinan,
hormone oksitosin beerperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan ekresi oksitosin, sehingga dapat
memantu involusi uteri.
e. Hormone estrogen dan progesterone
Volume darah selama kehamilan, akan meningkat. Hormone estrogen yang
tinggi memperbeesar hormone anti diuretic yang dapat meningkatkan
volume darah. Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum serta vulva dan vagina.
6. Perubahan tanda-tanda vital
Menurut Mansyur, 2014pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji
antara lain:
a. Suhu badan
Suhu wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0c. pasca melahirkan, suhu tubuh
dapat naik kurang dari 0,5 0c dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini
akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun
kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum suhu akan naik lagi. Hal ini
diakibatkan adanya pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak,
maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalia
ataupun system lain. Apabila kenaikan suhu diatas 38 0C, waspada terhadap
infeksi post partum.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 sampai 80 kali per menit. Pasca
melahirkan denyut nadi dapat menjadi brikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi
yang melebihi 100 kali permenit, harus waspada kemungkinan infeksi atau
perdarahan post partum.
c. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami oleh pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia
adalah sitolik antara 90 -120 mmHg dan distolik 60-80 mmHg. Pasca melaahirkan
pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan
darah lebih rendah pasca melahirkan bisa disebabkan oleh perdarahan. Sedangkan
tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklampsia
post partum.
d. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16 sampai 20 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya bernafas lambat dikarenakan ibu dalam
tahap pemulihan atau dalam kondidi istirahat. Keadaan bernafas selalu
berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
perrnafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan kusus pada
saluran nafas. Bila bernasar lebih cepat pada post partum kemungkinan ada tanda-
tanda syok.
7. Perubahan Fisiologis Pada Sistem Kardiovaskuler
Menurut Wulandari, 2009 setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi
darah tersebut akan terputus sehingga volume darah ibu relatif akan meningkat.
Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan beban kerja jantung sedikit
meningkat. Namun hal tersebut segera diatasi oleh sistem homeostatis tubuh
dengan mekanisme kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi sekitar 1 sampai 2
minggu setelah melahirkan.
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam sekitar 300400 cc,
sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesar menjadi dua kali
lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan heokonsentrasi.
Pada persalinan pervaginam, hemokonsentrasi cenderung naik dan pada
persalinan seksio sesaria, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu (Wulandari, 2009).
8. Perubahan Sistem Hematologi
Menurut Wulandari, 2009 pada hari pertama postpartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan
darah.
Menurut Wulandari, 2009 jumlah leukosit akan tetap tinggi selama
beberapa hari pertama post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik
lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Jumlah kehilangan darah selama
masa persalinan kurang lebih 200500 ml, minggu pertama post partum berkisar
500-800 ml dan selama sisa nifas berkisar 500 ml (Wulandari, 2009).
D. Perubahan Psikologis Post Partum
Reva Rubin dalam Ari Sulistyawati (2009) membagi periode ini menjadi 3
bagian, antara lain:
1. Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa keter-gantungan
dengan ciri-ciri ibu membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan
meningkat, menceritakan pengalaman partusnya berulang-ulang dan
bersikap sebagai penerima, menunggu apa yang disarankan dan apa yang
diberikan. Disebut fase taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru
melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan
cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan kare-na factor
kelelahan. Oleh karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala
kurang tidur. Di samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan
menjaga komunikasi yang baik.
2. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi hari ke 3-10
post partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-hadap pelepasan diri dengan
ciri-ciri bertindak sebagai pengatur penggerak untuk bekerja, kecemasan
makin menguat, perubah-an mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan
tugas keibuan. Pada fase ini timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa
melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu mulai terbuka untuk
menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan juga bagi bayinya. Pada
fase ini ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu
memiliki keinginan untuk merawat bay-inya secara langsung.
3. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya), fase ini merupakan
fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung
setelah 10 hari postpartum. Periode ini biasanya setelah pulang kerumah dan
sangat dipengaruhi oleh waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
Pada saat ini ibu mengambil tugas dan tanggungjawab terhadap per-awatan
bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
E. Manifestasi Klinis Post Partum
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai
berikut:
1. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum kehamilan.
2. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan berbalik
(kerumitan).
3. Masa menyusui anak dimulai.
4. Penyembuhan ibu dan stress kehamilan dan persalinan di asumsikan sebagai
tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.
F. Pemeriksaan Penunjang Post Partum
Pemeriksaaan penunjang post partum yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa uji laboratorium bias segera dilakukan periode pasca partum. Nilai
haemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan Urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan kateter atau teknik
pengambilan bersih (Clean-Cath) spesimen untuk dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika
cateter indwelling dipakai selama pasca inpartum.
3. USG
USG dilakukan untuk mencek kembali apakah masih ada sisa-sisa pasca
persalinan. Apakah Rahim sudah bersih.

G. Penatalaksanaan Post Partum


Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan
post partum adalah sebagai berikut:
1. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
2. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
3. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan memungkinkannya
mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik dengan orang, keluarga baru,
maupun budaya tertentu.
4. Observasi ketat 2 jam post partum (untuk mencek adanya komplikasi
perdarahan.
5. Pemberian KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan
payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifass, pemberian
informasi tentang senam nifas.

II. Konsep Dasar SC (Sectio Caesarea)

A. Pengertian Sectio Caesarea


Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio caesarea adalah
tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan di atas 500 gram melalui
sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan menurut (Mansjoer,2002) Sectio
caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
parut dan dinding rahim.
B. Jenis – jenis Sectio Caesarea
1. caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini :
a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
b. Bahaya peritonitis tidak besar
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2. Sectio caesarea korporal / klasik
Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan sectio caesarea transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen uterus.
3. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan tehadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.
4. Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
C. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio caesarea.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya
jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a) Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala
4) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak
sempurna dan presentasi kaki.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Saifuddin (2002), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian yaitu :
a) Pusing
b) Mual muntah
c) Nyeri sekitar luka operasi
d) Peristaltic usus menurun
e) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
f) Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
g) Terpasang kateter
h) Aliran lokchea sedang dan bebas bekuan, berlebih dan banyak.
E. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat
di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia
jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah
gawat janin. Janin besar dan janin lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat


regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan
upnou yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencarnaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpung dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sengat
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang
tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
G. Komplikasi
Menurut Cunningham (2006) yang sering terjadi pada ibu SC :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi atas :
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
3) perut sedikit kembung.
4) Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur. Yang sering terjadi pada bayi : Kematian
perinatal

H. Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio Caesarea ialah :
1. Keperawatan
a. Perawatan awal
1) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian
tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
2) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
3) Transfusi darah jika perlu
4) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke
kamar bedah kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu di mulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 smapai
hari ke-5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
e. Perawatan funsi kandung kemih
1) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
2) Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine jernih.
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urine jernih.
4) Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
smapai kateter dilepas.
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut.
2) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkannya.
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan kulit dilakukan pada
hari ke-5 pada SC.

2. Medis
a. Cairan IV sesuai indikasi.
b. Anestesi regional atau general
c. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.
d. Tes laboratorium sesuai indikasi
e. Pemberian oksitosin sesuai indikasi
f. Tanda vital per protokol ruang pemulihan
g. Persiapan kulit pembedahan abdomen
h. Persetujuan ditandatangani
i. Pemasangan kateter fole
III. ANEMIA PADA IBU HAMIL
A. Definisi
Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin
kurang dari normal.Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki laki dan
perempuan. Untuk pria, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari
13,5 gram/100ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100ml.Anemia
merupakan kondisi kadar hemoglobin dalam darah ibu hamil tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Standar untuk menetapkan anemia berbeda-
beda antar kelompok, pada wanita usia subur Hb <12,0 g/dl dikatakan anemia, sedangkan
pada ibu hamil dikatakan anemia apabila Hb <11,0 g/Dl.

Anemia kehamilann merupakan peningkatan kadar cairan plasma selama kehamilan


mengencerkan darah (hemodilusi) yang dapat tercermin sebagai anemia. Anemia dalam
kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia gizi besi, hal ini disebabkan kurangnya
asupan zat besi dalam makanan karena gangguan absorbsi, gangguan penggunaan atau
perdarahan (Rizka Angrainy, 2017)Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kadar Hb
(Hemoglobin), hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal atau bisa
disebut juga penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi atau jumlah kadar
hemoglobin (Hb) dibawah batas normal. Menurut American Society of Hematology, anemia
adalah menurunnya jumlah hemoglobin dari batas normal sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia
ditandai dengan beberapa gejala yaitu sering lesu, lemah, pusing, mata berkunang-kunang
dan wajah pucat. Hal ini dapat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah
terserang penyakit dan mengakibatkan menurunnya aktivitas dan kurang konsentrasi (Ristica,
2013).

Anemia pada kehamilan dapat disebabkan oleh asupan makanan sumber zat besi yang
tidak adekuat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi fisiologis ibu seperti keluhan mual dan
muntah pada trimester I serta interaksi zat gizi dari makanan yang di konsumsi ibu yang
dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat besi seperti teh dan kopi. Anemia adalah
kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang terlalu cepat
atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah .Anemia adalah penurunan kuantitas
sel-sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah,
atau keduanya . Anemia secara fungsional dapat didefinisikan
sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity) (Putri & Bunga, 2015).

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi

Gambar 2.1 Silsilah Sel Darah

Sumber: Putri & Bunga, 2015

Gambar 2.2 Sel Darah

Sumber: Putri & Bunga, 2015


Bagian-bagian Darah
a. Air : 91%
b. Protein : 35 (albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen)
c. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium,
kalsium dan zatbesi)
d. Bahan organic : 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol, dan
asamamino)
Darah terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu:
a) Eritrosit (sel darah merah) Eritrosit berbentuk cakram bikonkav, tanpa inti sel,
berdiameter 8 mikron, tebalnya 2 mikron dan ditengah tebalnya 1 mikron. Eritrosit
mengandung hemoglobin, yang memberinya warnamerah.
b) Leukosit (sel darah putih) Leukosit dibagi menjadi 2, yaitu:
 Granulosit adalah leukosit yang didalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar
(granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil, dannetrofil.
 Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula, jenisnya
adalah limfosit (sel T dan sel B) danmonosit.
 Trombosit/platelet (sel pembekudarah)
b. Plasma Darah Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan
fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah.

2. Fisiologi
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme
dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon- hormon dari sistem
endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah
disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya
molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang
berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung.
Darah dipompa oleh jantung menuju paruparu untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen melalui pembuluh darah pulmonalis, lalu dibawa lagi
ke jantung melalui vena pulmonalis. Darah jugamengangkut bahanbahan
sisa metabolisme obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk dibuang
sebagai urine
Komponen darah manusia terdiri dari dua komponen: Korpuskular adalah
unsur padat darah yaitu sel-sel darah eritrosit, leukosit, dan trombosit
a. Eritrosit (sel darah merah)
Sel ini berbentuk cakram bikonkav, tanpa inti sel, berdiameter 7-8 mikrometer.
Eritrosit mengandung hemoglobin, yang memberinya warna merah.Hemoglobin
(Hb) adalah protein kompleks terdiri atas protein, globin, dan pigmen hem (besi).
Jadi besi penting untuk Hb. Besi ditimbun di jaringan sebagai ferritin dan
hemosiderin. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang merah, dari proeritroblas,
kemudian normoblas.Keduanya masih memiliki inti. Normoblas kehilangan
intinya dan masuk peredaran darah sebagai eritrosit dewasa .Fungsi utama sel
darah merah adalah untuk mentransfer hemoglobin, yang selanjutnya membawa
oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah merupakan cakram biconkav
yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2 ikron dan di
tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang, bentuk sel normal adalah suatu
”kantong” yang dapat berubah menjadi hampir semua bentuk karena sel normal
mempunyai membran, dan akibatnya tidak merobek sel seperti yang akan terjadi
pada sel-sel lainnya. Pada laki-laki normal, jumlah rata-rata sel darah merah
permili liter kubik adalah 5.200.000 dan pada wanita normal 4.700.000. Jumlah
hemoglobin dalam sel dantransforoksigen, bila hematokrit (prosentase darah yang
berupa sel darah merah norma) darah mengandung rata-rata 15 gram hemoglobin.
Tiap gram hemoglobin mampu mengikat kira-kira 1.39 ml oksigen. Oleh karena
itu, pada orang normal lebih dari 20 ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan
dengan hemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah. Faktor utama yang dapat
merangsang produksi sel-sel darah merah adalah hormon di dalam sirkulasi yang
disebut sebagai eritropoetin, yang merupakan suatu glikoprotein. Pada orang
normal 90 sampai 95 persen dari seluruh eritropoietin di bentuk di dalam ginjal.
Namun sampai sekarang belum pasti di bagian ginjal yang mana. Jumlah yang
dapat diekstraksikan dari bagian korteks ginjal ternyata jauh lebih banyak dari
pada yang bagian medulla.
b. Leukosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.Fungsi
utama dari sel tersebut adalah untuk fagosit (pemakan) bibit penyakit/benda asing
yang masuk tubuh.Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi
misalnya radang paru-paru.Leukopenia berkurangnya jumlah leukosit sampai
dibawah 6000 sel/cc darah.Leukositosis bertambahnya jumlah leukosit melebihi
normal (di atas 9000 sel/cc darah).leukosit untuk menembus dinding pembuluh
darah (kapiler) untuk mencapai daerah tertentu disebut diapedesis. Gerakan leukosit
mirip dengan amoeba disebut gerakamuboid.Granulosit adalah leukosit yang
didalam sitoplasmanya memiliki butirbutir kasar (granula).Jenisnya adalah
eosinofil, basofil, dan netrofil.Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak
memiliki granula, jenisnya adalah limfosit dan monosit.
1. Eosinofil mengandung granula berwarna merah (warna eosin) disebut juga asidofil
berfungsi pada reaksi alergi (terutama infeksicacing).
2. Basofil mengandung granula berwarna biru (warna basa) berfungsi pada
reaksialergi.
3. Netrofil ada 2 jenis sel yaitu netrofil batang dannetrofil segmen disebut juga
sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear) berfungsi sebagaifagosit.
4. Limfosit (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B) keduanya berfungsi untuk
menyelenggarakan imunitas (kekebalan tubuh). Sel T adalah imunitas seluler dan
sel B adalah imunitas humoral.
5. Monosit merupakan leukosit dengan ukuran palingbesar.
c. Trombosit (keping darah)
Disebut juga sel darah pembeku, jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 –
500.000 sel/cc. Didalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku
(hemostasis) antara lain adalah faktor VIII (anti haemophilic factor), jika seseorang
secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut
menderitahemofili. Proses pembekuan darah yaitu jika trombosit menyentuh
permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase
(tromboplastin).Pada masa embrio sel-sel darah dibuat di limpa dan hati (extra
medullarry haemopoesis) setelah embrio sudah cukup usia , fungsi itu diambil alih
oleh sumsung tulang.
d. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen, cairan
yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah. Protein dalam
serum inilah yang berfungsi sebagai antibodi terhadap adanya benda
asing(antigen).Zat antibodi adalah senyawa gama yang disebut globulin. Tiap
antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksimya bermacam-macam.
1. Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut presipitin.
2. Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
3. Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antitoksin.

C. Etiologi
Anemia mikrositik hipokrom
1. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan
yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Disebabkan karena :
a. Diet yang tidakmencukupi
b. Absorbsi yangmenurun
c. Kebutuhan yang meningkat padakehamilan/lantasi
d. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, dan donor darah
e. Hemoglobinuaria
f. Penyimpanan besi yang kurang seperti pada hemosiderosis paru
2. Anemia penyakit kronik
Adalah anemia yang disebabkan oleh berbagai panyakit infeksi-infeksi kronik
(seperti abses, empisema dan lain-lain) dan neoplasma (seperti limfoma,
nekrosis jaringan).
3. Anemiama krositik
a. Defisiensi vitaminB12/pernisiosa
b. Absorbsi vit B12menurun
c. Defisiensi asamfolat
d. Gangguan metabolisme asamfolat
4. Anemia karena perdarahan Karena adanya pengeluaran darah yang
sedikitsedikit atau cukup banyak yang baik diketahui/tidak.
5. Anemia hemolitik
a. Intrinsik
1) Kelainan membran seperti sferositosis hereditis, hemoglobinuria makturnal
pamosimal.
2) Kelainan glikolisis
3) Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa -6 fosfat dehidrogenase (GEDP)
b. Ektrinsik
1) Gangguan sistemimun
2) Infeksi
3) Luka bakar
c. Anemiaa plastic
Penyebabnya bisa kongenital (jarang), idiopatik (kemungkinan autoimun) LES,
kemoterapi, radioterapi, seperti berzen, foluen, insektisid. Obat-obatan seperti
kloramfenikol, sulfenomid analgesik, anti epileptik (hidantoin), pasca hepatisis .

D. Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan


Anemia pada kehamilan yang disebabkan kekurangan zat besi mencapai
kurang lebih 95%.Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi
karena pada kehamilan
kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi
eritropoietin.Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)
meningkat.Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih
besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi
hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.Cadangan zat besi pada wanita yang hamil
dapat
rendah karena menstruasi dan diet yang buruk.Kehamilan dapat meningkatkan
kebutuhan zat besi sebanyak dua atau tiga kali lipat.Zat besi diperlukan untuk
produksi sel darah merah ekstra, untuk enzim tertentu yang dibutuhkan untuk
jaringan, janin dan plasenta, dan untuk mengganti peningkatan kehilangan harian
yang normal.
Kebutuhan zat besi janin yang paling besar terjadi selama empat minggu
terakhir dalam kehamilan, dan kebutuhan ini akan terpenuhi dengan
mengorbankan kebutuhan ibu.
Kebutuhan zat besi selama kehamilan tercukupi sebagian karena tidak
terjadi menstruasi dan terjadi peningkatan absorbsi besi dari diet oleh mukosa
usus walaupun juga bergantung hanya pada cadangan besi ibu.Zat besi yang
terkandung dalam makanan hanya diabsorbsi kurang dari 10%, dan diet biasa
tidak dapat mencukupi kebutuhan zat besi ibu hamil.Kebutuhan zat besi yang
tidak terpenuhi selama kehamilan dapat menimbulkan konsekuensi anemia
defisiensi besi sehingga dapat membawa pengaruh buruk pada ibu maupun janin,
hal ini dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan.

E. Faktor-faktor yang Memengaruhi Anemia pada Kehamilan


Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai ketiga
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Umur ibu hamil
Anemia pada kehamilan berhubungan signifikan dengan umur ibu hamil.
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil akan
berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Kurangnya pemenuhan
zat-zat gizi selama hamil terutama pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya anemia.
2. Umur Kehamilan
Umur kehamilan dihitung menggunakan Rumus Naegele, yaitu jangka
waktu dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) sampai hari dilakukan
perhitungan umur kehamilan. Umur kehamilan dinyatakan dalam minggu,
kemudian dapat dikategorikan menjadi:
a. Trimester I : 0-12 minggu
b. Trimester II : 13-27 minggu
c. Trimester III : 28-40 minggu
Ibu hamil pada trimester pertama dua kali lebih mungkin untuk mengalami
anemia dibandingkan pada trimester kedua.Demikian pula ibu hamil di
trimester ketiga hampir tiga kali lipat cenderung mengalami anemia
dibandingkan pada trimester kedua.Anemia pada trimester pertama bisa
disebabkan karena kehilangan nafsu makan, morning sickness, dan dimulainya
hemodilusi pada kehamilan 8 minggu. Sementara di trimester ke-3 bisa
disebabkan karena kebutuhan nutrisi tinggi untuk pertumbuhan janin dan
berbagi zat besi dalam darah ke janin yang akan mengurangi cadangan zat besi
ibu.
3. Paritas
Menunjukkan bahwa ibu dengan paritas dua atau lebih, berisiko 2,3 kali lebih
besar mengalami anemia daripada ibu dengan paritas kurang dari dua. Hal ini
dapat dijelaskan karena wanita yang memiliki paritas tinggi umumnya dapat
meningkatkan kerentanan untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu. Dalam
kehamilan yang sehat, perubahan hormonal menyebabkan peningkatan volume
plasma yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin namun tidak turun di
bawah tingkat tertentu (misalnya 11,0 g / dl).Dibandingkan dengan keadaan
tidak hamil, setiap kehamilan meningkatkan risiko perdarahan sebelum, selama,
dan setelah melahirkan.Paritas yang lebih tinggi memperparah risiko perdarahan.
Di sisi lain, seorang wanita dengan paritas tinggi memiliki ukuran jumlah anak
yang besar yang berarti tingginya tingkat berbagi makanan yang tersedia dan
sumber daya keluarga lainnya dapat mengganggu asupan makanan wanita hamil.
4. Pekerjaan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil yang melakukan
ANC diRumah Sakit Daerah Gulu dan Hoima, Uganda menunjukkan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara faktor pekerjaan dengan kejadian anemia
pada ibu hamil.Ibu hamil yang menjadi ibu rumah tangga merupakan faktor
risiko anemia.Kebanyakan ibu rumah tangga hanya bergantung pada pendapatan
suami mereka dalam kaitannya dengan kebutuhan finansial.Anemia dalam
kehamilan di Afrika menunjukkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja
berhubungan signifikan dengan anemia karena ibu hamil yang tidak bekerja
tidak dapat melakukan kunjungan ANC lebih awal.
5. Status KEK (Kekurangan Energi Kronis)
Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (LLA<
23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang bergizi baik. Hal tersebut
mungkin terkait dengan efek negatif kekurangan energi protein dan kekurangan
nutrisi mikronutrien lainnya dalam gangguan bioavailabilitas dan penyimpanan
zat besi dan nutrisi hematopoietik lainnya (asam folat dan vitamin B12).
6. Tingkat Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa anemia yang di derita
masyarakat adalah banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau
kekurangan gizi, kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan
ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.Pendidikan
yang dijalani seseorang memiliki pengaruh terhadap peningkatan kemapuan
berpikir. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil
keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan
atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah.
Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan memberikan wawasan kepada
orang tersebut terhadap fenomena lingkungan yang terjadi, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan semakin luas wawasan berpikir sehingga
keputusan yang akan diambil akan lebih realistis dan rasional. Dalam konteks
kesehatan tentunya jika pendidikan seseorang cukup baik, gejala penyakit akan
lebih berkurang.
F. Pengaruh Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan abortus, partus prematurus,
partus lama, retensio plasenta, perdarahan postpartum karena atonia uteri, syok,
infeksi intrapartum maupun postpartum.Anemia yang sangat berat dengan Hb
kurang dari 4 g/dl dapat menyebabkan dekompensasi kordis.Akibat anemia
terhadap janin dapat menyebabkan terjadinya kematian janin intrauterin,
kelahiran dengan anemia,gkonsumsi makanan yang bergizi. dapat terjadi cacat
bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal. Ibu hamil
dengan kadar hemoglobin (Hb) <8 g/dL dikaitkan dengan peningkatan risiko
berat lahir rendah dan bayi kecil untuk usia kehamilan.Anemia defisiensi besi
selama kehamilan diketahui menjadi faktor risiko kelahiran
premature.meningkatkan risiko terjadinya perdarahan postpartum dan kematian
perinatal. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan risiko kematian ibu dan anak
dan memiliki konsekuensi negatif pada kognitif dan fisik pengembangan anak-
anak dan produktivitas kerja.Anemia pada kehamilan dikaitkan dengan hasil
kehamilan yang merugikan.Manifestasi klinisnya meliputi pembatasan
pertumbuhan janin, persalinan prematur, berat lahir rendah, gangguan laktasi,
interaksi yang buruk ibu atau bayi, depresi
post partum, dan meningkatkan kematian janin dan neonatal
(Desia, 2018).
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anemia sebagai berikut : Anemia mikrositik hipokrom
1. Anemia defisiensibesi
a. Perubahan kulit
b. Mukosa yang progresif
c. Lidah yang halus
2. Anemia penyakit kronik
a. Penurunan hematokrit
b. Penurunan kadar besi
3. Anemia makrositik
a. Defisiensi vitB12/penisiosa
b. Anoreksia, diare, dispepsia, lidah yang licin, pucatdan agak ikterik
c. Defisiensi asamfolat
d. Neurologi
e. Hilangnya daya ingat
f. Gangguankepribadian
4. Anemia karena perdarahan
1) Perdarahan akut
a) Timbul renjatan bila pengeluaran darah cukupbanyak.
b) Penurunan kadarHb baru terjadi beberapa harikemudian
2) Perdarahan kronik
a) Kadar Hb menurun
5. Anemia aplastik
a. Tampakpucat
b. Lemah
c. Demam
d. Purpura
e. Perdarahan
Batasi klinis di atas dapat ditarik kesimpulan tanda dan gejala anemia secara
umum. berdasarkan manifestasi :
1. Tanda-tanda
a. Pucat
b. Takikardia
c. Tekanan nadi yang melebar dengan pulsasikapiler
d. Murhoemik, tanda-tanda jantungkongestif
e. Perdarahan
f. Penonjolan retina
g. Demam ringan
h. Gangguan fungsi ginjal ringan
2. Gejala
a. Mudah lelah,dispnea
b. Palpitasi,angina
c. Sakit kepala, vertigo, kepala terasaringan
d. Gangguan penglihatan, perasaanmengantuk
e. Anoreksia nausea, gangguanpencernaan
f. Hilangnya lipidos
3. Gejala umum anemia adalah rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging
(tinitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia,
serta konjungtiva anemis
4. Gejala khas masing-masing anemia, meliputi:
a) Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok(koilonychia).
b) Anemia megaloblastik :glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitaminB12.
c) Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, danhepatomegali.
d) Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tandainfeksi.
Masing-masing jenis anemia memiliki manifestasi klinik yang berbeda,
yaitu sebagai berikut :
1. Anemia defisiensi besi
Perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti lidah yang halus,
keilesis dan didapatkan tandatandamalnutrisi.
2. Anemia pada penyakitkronik
Yang sangat karakteristik adalah berkurangnya sideroblas dalam sumsum tulang,
sedangkan deposit besi dalam sistem retikulo endotelial (Res)
normal/bertambah, berat ringannya anemia berbanding lurus dengan aktifitas
penyakitnya.
3. Anemia pernisiosa dan anemia asamfolat
Di dapatkan adanya anoreksia, diare, dispnea, lidah licin, pucat, dan agak ikterik.
Terjadi gangguan neurologis, biasanyadimulai dengan parastesia, lalu gangguan
keseimbangan dan pada kasus yang berat terjadi perubahan fungsi cerebral,
dimensia dan perubahan neuropsikatrik lainnya.
4. Anemia hemolitik
Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan spenomegali.
5. Anemia plastik
Paster tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam, purpura dan perdarahan.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk diagnosa anemia antara lain:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin dan hematokritmenurun
2. Jumlah eritrosit : Menurun (A /aplastik), menurun berat MCV (mean
corpuskuler volum) dan MCH (mean corpuskuler hemoglobin) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB/ defisiensi besi), peningkatan
(AP) pansitopenia(aplastik).
3. Jumlah retikulosit : Bervariasi misal menurun (AP) meningkat (respon
sumsum tulang terkadang kehilangan darah(hemolisis).
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasi tipe khususanemia).
5. LED : Peningkatan kerusakan SDM atau penyakitmalignasi.
6. Masa hidup SDM : Berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
padatipeanemiatertentu,SDMmempunyaiwaktuhiduplebihp endek,
7. Jumlah trombosit : Menurun (aplastik), meningkat (DB)
8. normal atau tinggi (hemolitik)
9. Hemoglobin elektroforesis : Mengidentifikasi tipe strukturHb
10. Bilirubin serum (tak terkonjugasi) : Meningkat (APHemolitik)
11. Folat serum dan vitamin B12 : Membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan diferensimasukan/absorbs
12. Besi serum : Tak ada (DB), tinggi(hemolitik).
13. TIBC serum : Meningkat(DB).
14. Feritin serum : Menurun(DB).
15. Masa perdarahan : Memanjang(aplastik).
16. LDH serum : Mungkin meningkat(AP).
17. Tes schilling : Penurunan ekskresi vitamin B12 urine(AP).
18. Gualak : Mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukan
perdarahan akut/kronis(DB).
19. Analisa gaster : Penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas(AP)
20. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan biopsi : Sel mungkin tampak berubah dalam
umlah ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe anemia, misalnya : peningkatan
megaloblas (AP) lemak sumsum dengan penurunan sel darah (Aplastik). Sedangkan
pemeriksaan penunjang menurut di dasarkan pada jenis anemia, yaitu:
a. Anemia aplastik Pemeriksaan laboratorium:
1) Sel darahmerah
2) Laju endapandarah
3) Sumsum tulang
b. Anemia hemolitik Pemeriksaan laboratorium
1) Peningkatan jumlahretikulasi
2) Peningkatan kerapuhan sel darahmerah
3) Pemendekan masa hiduperitrosit
4) Peningkatan bilirubin
c. Anemia megaloblastik
1) Anemia absorbsi vitaminB12
2) Endoscopi
d. Anemia defisiensi zatbesi
1) Morfologi sel darahmerah
2) Jumlah besi dalam serum dan ferritin
I. Penatalaksanaan
Anemia Mikrositik Hipokrom
1. Anemia Defisiensi Besi
Mengatasi penyebab pendarahan kronik misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai. Pemberian preparat Fe :
a. Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat
dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap pada pasien yang
tidak kuat dapat diberikan bersamamakanan.
b. Fero Glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat
intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan
sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat diberikan secara parenteral dengan
dosis 250 mg Fe (3 mg/kg BB). Untuk tiap gram % penurun kadarHb
dibawah normal. c. Iron Dextran mengandung Fe 50 mg/l, diberikan
c. secara intra muskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari
sampai dosis total sesuai perhitungan dapat pula diberikan intravena,
mulamula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit
menimbulkan reaksi boleh diberikan 250-500 mg.
d. Anemia penyakit Kronik Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit
dasarnya.Padaanemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi
darah merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak
diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis rheumatoid.
Pemberian kobalt dan eritropoetin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada
penyakit kronik
2. Anemia Makrositik
a. Defisiensi VitaminB12/Pernisiosa Pemberian Vitamin B12 1000 mg/hari IM
selama 5-7 hari 1 x/bulan.
b. Defisiensi asamfolat Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat
dilakukan pula dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1mg/hari
3. Anemia karenaPerdarahan
a. PerdarahanAkut
 Mengatasiperdarahan
 Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan perinfus
b. Perdarahan Kronik
 Mengobati sebab perdarahan
 Pemberian preparatFe
4. Anemia Hemolitik Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya.
Bila karena reaksi toksik imunologik yang dapat diberikan adalah kortikosteroid
(prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi apabila keduanya tidak
berhasil dapat diberikan obat-obat glostatik, seperti klorobusil dan siklophosfamit.
5. Anemi aplastik Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi
darianemianya. Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukanm seperti :
 Transfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar/plateletconcencrate.
 Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik, dan higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnyainfeksi.
 Kortikosteroid dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopeniaberat.
 Androgen, seperti pluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon dan nondrolon.
Efek samping yang mungkin terjadi virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati
danamenore.
 Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien lebih dari 40 tahun yang tidak dapat menjalani
transplantasi sumsum tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfuse berulang.
 Transplantasi sumsum tulang.
IV. Konsep Teori KPD (Ketuban Pecah Dini)

A. Pengertian
Ketuban Pecah Dini adalah bocornya air ketuban (likuor amnii) secara
spontan dari rongga amnion di mana janin ditampung. Cairan keluar melalui
selaput ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan
mencapai 28 minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang
sebenarnya. (Gahwagi et al, 2015). Sedangkan menurut Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (2014), ketuban pecah dini adalah sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau
setelah usia gestasi 37 minggu.

B. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi yaitu sebagai berikut Menurut
Sulistyowati (2013) :

 Infeksi,yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ansenderen


dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebakan terjadinya
KPD.
 Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curetage).
 Tekanan intra uteri yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistansi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh
beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi.
 Kelainan letak, sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membaran bagian bawah.
C. Manifestasi klinis
Ada beberapa hal tanda dan gejala post Sectio Caesarea (SC) :
- Pusing
- Mual muntah
- Nyeri sekitar luka operasi
- Peristaltic usus menurun
D. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyabab
CPD itu sendiri, yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan
ukuran janin yang terlalu besar.

Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyebabkan


CPD itu sendiri, yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan
ukuran janin terlalu besar.

Pasien atas indikasi Cephalopelvic disproportion (CPD) dengan CV < 8½


perlu di lakukan pembedahan yang biasa disebut dengan sectio caesarea. Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari
dalam rahim. Dari sini pasien akan beradaptasi dengan keadaan akibat post
anastesi dan luka post sectio caesarea.

Post anastesi dapat merdampak pada penurunan medulla oblongata sehingga


menyebabkan penurunan refleks batuk yang akan berdampak pada akumulasi
secret, pada keadaan ini pasien kemungkinan akan mengalami bersihan jalan
napas tidak efektif. Post anastesi juga dapat berdampak pada Penurunan kerja
pons yang dapat mengakibatkan penurunan kerja otot eliminasi dan penurunan
perostaltik usus sehingga mengakibatkan konstipasi.

Sedangkan untuk pasien yang memiliki CV > 8 ½ -10 cm, dapat dilakukan
persalinan percobaan, jika persalinan berhasil maka pasien akang mengalami
preode post partum atau nifas. Pada priode ini dapat terjadi distensi kabtung
kemih yang dapat mengakibatkan udem dan memar di uretra. Keadaan ini
mengakibatkan penurunan sensitivitas & sensasi kantung kemih dan pasien dapat
mengalami gangguan eliminasi urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal
maka penanganan selanjutnya adalah dilakukannya sectio caesarea.
E. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Diet
3. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
5. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali.
f. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan.
g. Dan pada tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi
penderita
h. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan.
6. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
7. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
8. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika perban luka agak kendor , jangan diganti dulu perban luka, tapi beri plester
untuk mengencangkan.
c. Ganti perban luka dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
f. Perban diganti 3 hari setelah SC
9. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
c. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam   selama    48 jam :
d. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
e. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
f. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
10. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria            : Ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral                       : Tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi                   : Penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
11. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
12. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar
diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh
obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain itu juga
penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak.  Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan
kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-
manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan
kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya
pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda
vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,
Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

Fase penyembuhan luka :

a) Fase Inflamasi.
Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau mengalami cedera.
Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi
mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit,
komplemen, dan air menembus oedema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil
adalah leukosit pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigen-antibodi
juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel
baru.

b) Fase Proliferatif.
Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi.
Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi
kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

c) Fase Maturasi.
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut
tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini,
sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya.
Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10
atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum
luka.
F. Komplikasi
 Ibu
a. Partus lama dengan KPD, menimbulkan dehidrasi dan infeksi intrapartum.
b. Ruptur uteri.
c. Tekanan kepala janin yang lama pada jalan lahir akan menimbulkan gangguan
sirkulasi setempat sehingga timbul ischaemia, kemudian timbul nekrosis dan beberapa
hari kemudian akan timbul fistula vesiko-vaginal atau recto-vaginal.
d. Ruptur simfisis.
 Bayi
a. Kematian perinatal akibat infeksi intra partum
b. Prolaps tali pusat.
c. Moulage yang berat pada kepala, sehingga menimbulkan perdarahan intra cranial
d. Perlukaan/fraktur pada tulang kepala bayi.
BAB III
TINJUAN KASUS

1. Pengkajian
1.1 Identitas pasien
 Nama klien : Ny. D
 Umur : 22 tahun
 Suku / bangsa : Mambramo / Indonesia
 Alamat : Dok IX kali Jayapura
 Agama : Protestan
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Tidak bekerja
 Tgl Pengkajian : 19 April 2021
 Tgl Masuk : 16 April 2021
 Diagnosa : Post SC + d/i KPD

Nama penanggung jawab

 Nama suami : Tn. M


 Umur : 18 tahun
 Suku / bangsa : Mambramo/ Indonesia
 Agama : Protestan
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat : Dok IX kali Jayapura

2.2 Riwayat kesehatan


1. Riwayat kesehatan sekarang
 Keluhan utama
Ny.D mengatakan nyeri didaerah bekas operasi dan nyeri timbul ketika
bergerak atau beraktivitas.
2. Riwayat kesehatan sesudah di RS
Datang ke IGD dengan keluhan sakit perut dan ketuban sudah pecah saat di RS,
pembukaan servik sudah 2 cm dan ditunggu selama 32 jam pembukaan servik
tidak bertambah sama sekali dan dokter menganjurkan operasi Section Ceasarea.

3. Riwayat kesehatan dahulu


Ny.D mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM dan penyakit
jantung.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ny.D mengatakan keluarga tidak ada menderita penyakit keturunan seperti
Hipertensi, Gula darah, dan asma.

Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Meninggal
X

----- : Tinggal serumah

1.3 Riwayat Persalinan Saat Ini

Lamanya persalinan :Kala I dijelaskan karena observasi 32 jam, II dan III


tidak dilakukan
Tipe Kelahiran : Section Ceasarea
Masalah Persalinan : Ketuban Pecah Dini (KPD)
Status Obaterikus : G1P0A0
No Tgl/Bln/Thn Tempat Umur Jenis Jenis Di Ket.
partus Partus Kehamilan Partus kelamin/ tolong
BB bayi
1. 18-04-2021 RS 36 minggu SC Perempuan Dr. A Hidup
Tabel. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang

b. Tanggal persalinan

 Tanggal Persalinan : 18 April 2021


 HPHT : 7 April 2020
 Jenis persalinan : Sectio Caesaria
 Penyulit dalam persalinan : Datang ke IGD dengan keluhan sakit perut dan
ketuban sudah pecah saat di RS, pembukaan servik sudah 2 cm dan ditunggu
selama 32 jam pembukaan servik tidak bertambah sama sekali dan dokter
menganjurkan SC.
 Lama persalinan : 60 menit, masuk jam 16:03 sampai 17:03
 Anak : Sehat
 PB : 47 cm
 BB : 2600 gr
 APGAR Score

Nilai 1 menit 5 menit Keterangan


setelah lahir setelah lahir
Appearance 2 2 Semuanya merah
muda
Pulse 2 2 >100
Grimance 1 1 Menangis kuat
Activity 1 2 Baik, reaksi
melawan
Respiratory 1 1 Normal ,>40 x/i
Jumlah 7 8 7/8
1.4 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos mestis
GCS : 15
b. Tanda-tanda vital
 TD : 100/75 mmHg
 N : 72 x/i
 RR : 20 x/i
 S : 36,2 C
c. TB : 160 cm
BB saat hamil : 57 kg
BB sebelum hamil : 44 kg
d. Kenyamanan Nyeri :
PQRST :
P = pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk
R = abdomen region 8 (Hipo gastrik)
S = skala 6
T = nyeri hilang timbul
e. . Head to Toe
 Rambut
Rambut klien besih, sedikit berminyak, rambut berwarna hitam rambut
tidak ada ketombe, tidak ada teraba pembengkakan di kapala.
 Mata
Mata simetris kiri kanan,konjungtiva ada anemis, sclera normal tidak ada
ikterik, tidak ada pembengkakan di sekitar mata.
 Mulut dan gigi
Mukosa mulut sedikit kering, tidak ada peradangan pada mulut,klien tidak
memakai gigi palsu, gigi klien utuh tidak ada yang bolong,kebersihan
bersih, dan fungsipengecapan normal.
 Hidung
Hidung simetris kiri kanan, tidak ada polip, pencium tidak terganggu,tidak
ada secret dan tidak ada cuping hidung.
 Telinga
Telinga simetris kiri kanan, tidak ada benjolan, tidak ada serumen, telinga
bersih, pendengaran tidak terganggu.
 Leher
Simetris kiri kanan, tidak ada terasa pembengkakan kelenjer getah bening,
pergerakan leher normal.
 Thorax
Jantung
 I :Simetris kiri kanan, pergerakan jantung
normal,dinding dada tidak ada benjolan,
 Pa : Tidak ada nyeri tekan
 Ps : Redup (jantung)
 Aus : bunyi jantung normal lup dup
Paru-paru
I : Simetris kiri kanan, pergerakan jantung normal,dinding dada
tidak ada benjolan
Pa : Tidak ada nyeri tekan
Ps : Sonor (paru-paru)
Aus : Bunyi paru vesikuler, ronchi(-), wheezing (-)
Payudara
Simetris kiri dan kanan, warna sekitar areola hitam kecoklatan, produksi
ASI sedikit, tidak kelainan pada payudara, putting susu menonjol ,
payudara terasa padat.

 Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, ukuran panjang luka post SC sekitar ± 8
cm dan keadaan luka kering luka tidak ada tanda- tanda infeksi
Aus : Bising usus normal 5-30x/i
Pa : TFU 2 jari dibawah pusat,Kontraksi Baik
Ps : Tympani
 Ekstremitas
 Atas : Simetris kiri kanan, tidak ada luka lecet, sebelah kanan, tidak
ada udem.
 Bawah : Simetris kiri kanan, tidak ada luka lecet, tidak ada udem, tidak
ada kekakuan sendi, tidak ad avarices di bagian kaki.

 Genitalia
Jenis lochea : rubra/ merah terang
Jumlah : 2x ganti pembalut dalam sehari
Kebersihan : Bersih
Edema : Tidak ada edem
Varices : Tidak ada varices
Haemorhoid : Tidak ada haemorhoid
Luka jahitan : Tidak ada luka jahitan karena pasien SC

1.5 Pola Kesehatan Fungsional

 Nutrisi
- Makan dalam sehari : Ny.D mengatakan selalu menghabiskan 1 porsi makan
- Jenis makanan : Makanan biasa
- Nafsu makan : Ny.D mengatakan mafsu makan normal
- Pola makan : 3 x sehari
- Alergi : Ny.D mengatakan tidak ada alergi makanan dan obat
 Eliminasi
 BAK : Ny.D mengatakan BAK lancar tidak ada penyumbatan selama
BAK, Frekuensi : 4-5 xsehari
 BAB : Ny.D mengatakan sejak melahirkan sampai sekarang belum ada BAB
 Aktivitas dan Istrahat

Ny.D mengatakan pada hari kedua post SC, setelah melahirkan tidur di rumah
sakit dalam sehari 6-8jam dan Ny.D mengatakan masih sulit bergerak karena
nyeri post section caesarea.
1.6 Riwayat KB

 Rencana KB : Ny.D mengatakan berencana pakai KB dan suami tidak melarang


untuk memasang KB.

1.7 ASI Eksklusif


 Dukungan suami : Ny.Dmengatakan suami mendukung memberikan asi
eksklusif
 Dukungan keluarga : Ny.D mengatakan keluarga mendukung untuk memberikan
asi eksklusif
 Keingginan ibu : Ny.D mengatakan ingin memberikan asi eksklusif tanpa
memberikan makanan tambahan, dan akan memberikan asi
sampai bayi umur 2 tahun.

1.8 Data psikososial / cognitive/ paresptual

Taking In
 Perorientasi pada diri sendiri : Ya
 Takut ketergantungan yang meningkat : Ya

Taking hold

 Mulai tertarik pada bayi : Ya

Letting Go

 Perawatan mandiri : Ya

a. Post partum Blues


 After Pain : Tidak
b. Pengetahuan ibu
 Perawatan bayi : Ny.D mengatakan masih kurang tau cara merawat bayi yang
benar
 Teknik menyusui : Ny.D mengatakan tidak tahu teknik menyusui bayi yang
benar
 ASI Eksluif : Ny.D mengatakan akan memberikan asi ekslusif pada bayinya.
c. Riwayat Psikososial
1. Pandangan ibu dan keluarga terhadap kehamilan & persalinan ini :
Ny.D mengatakan tidak terbeban sama sekali dengan kehamilan anak pertama
dan keluarga sangat bahagia bayi yang di nanti sudah keluar dan bayi sehat.
Ny.D mengatakan belum tahu KB yang harus dipakai.

2. Pengalaman melahirkan sebelumnya :


Ny.D mengatakan belum ada pengalaman untuk melahirkan sebelumnya.
3. Adat kebiasaan yang berhubungan dengan persalinan :
Ny.D mengatakan keluarga tidak ada kebiasaan adat saat akan melakukan
persalinan di rumah sakit maupun di rumah bidan.
4. Interaksi dengan orang lain :
Interaksi Ny.D dengan orang sekitar sangat bagus, sangat nyambung diajak
bicara dan mudah untuk ketawa walaupun setelah melahirkan.

1.9 Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan Hasil Normal


Sebelum Sc Sesudah Sc
Hemoglobin 6,7 g/dl 8,4 g/dl 12,0-16,0 g/dl
Ht 30,2 % 33,4 % 37-54 %
Leukosit 23,02 10^3/µL 14,09 10^3/µL 4,80-10,80 10^3/µL
Ureum 28.5 mg/dL 38.3 mg/dL 19.3-49.2 mg/dL

1.10 Terapi Medis


Tgl Jenis Terapi Rute Terapi Dosis Indikasi Terapi
19/4/2 Ceftriason 1 x 2gr 1000 mg Injek.IV
Metronidasol 3 x 500 500 mg Injek.IV
1
Kalnex 3x5 5 ml Injek.IV
Antrain 3 x 1000 mg 1g Injek.IV
20/4/2 Cefixine 2x1 200 mg Oral
SF 1x1 10 mg Oral
1
PCT 3 x 1 tab 500 mg Oral
Mafenamic Acid 2 x 1 tab 500 mg Oral

2. Analisa Data
2.1 Klasifikasi Data
Data Subjektiv Data Objektiv
 Ny.D mengatakan nyeri dibagian  Ny.D tampak meringis saat bergerak
bekas operasi atau berjalan
 Ny.D mengatakan tidak nyaman pada  Ny.D tampak pucat, mukosa kering,
luka post sc  Ny.D tampak menahan sakit saat mau
 Ny.D mengatakan aktivitas masih duduk
dibantu dengan suami.  Ny.D tampak berhati-hati saat
 Ny.D mengatakan nyeri saat bergerak bergerak
dari tempat tidur  Ny.D tampak kesulitan berjalan,
 Ny.D mengatakan masih kurang tau duduk dan berdiri dari tempat tidur
cara merawat bayi yang benar  Terdapat luka post operasi Sectio
 Ny.D mengatakan tidak tahu teknik Caesarea dengan panjang ± 8cm
menyusui bayi yang benar pada daerah hipo gastritis.
 Ny.D mengatakan Asinya sedikit  Produksi ASI Ny.D sedikit
keluar.
 TTV :
 Ny.D mengatakan belum tau KB apa
TD : 100/75 mmHg
yang harus dipakai.
N: 72 x/i
 PQRST :
RR: 20 x/i
P= Ny.D mengatakan nyeri
S: 36,2 C
bertambah ketika bergerak
TB: 160 cm
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk
BB saat hamil: 57 kg
R = abdomen region 8 (Hipo gastrik)
BB sebelum hamil: 44 kg
S = skala 6
 Hasil lab :
T = nyeri hilang timbul
Hemoglobin 8,4 g/dl
Ht 33,4 %
Leukosit14,09 10^3/µL
Ureum38.3 mg/dL
 PQRST :
P = Ny.D mengatakan nyeri
bertambah ketika bergerak
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk
R = abdomen region 8 (Hipo gastrik)
S = skala 6
T = nyeri hilang timbul

2.2. Analisa Data

No Data Etiologi Problem


.
1. DS : Operasi Section Nyeri Akut
Ceasarea
 Ny.D mengatakan nyeri dibagian
bekas operasi
Luka post operasi
 Ny.D mengatakan tidak nyaman
pada luka post sc
Jaringan terputus
 Ny.D mengatakan nyeri saat
bergerak dari tempat tidur
Merangsang area
 PQRST : sensorik
P= Ny.D mengatakan nyeri
Mengaktifkan respon
bertambah ketika bergerak nyeri
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk
R = abdomen region 8 (Hipo
gastrik)
S = skala 6
T = nyeri hilang timbul
DO :
 Ny.D tampak meringis saat
bergerak atau berjalan
 Ny.D tampak menahan sakit saat
mau duduk
 Ny.D tampak berhati-hati saat
bergerak
 Terdapat luka post operasi Sectio
Caesarea dengan panjang ± 8cm
pada daerah hipo gastrik

2. DS : Absorbs Fe, B12, dan Perfusi jaringan


asam folat berkurang
DO : tidak efektif
 Ny.D tampak pucat dan mukosa
Berkurangnya volume
kering darah, Hb / eritrosit.
 Hemoglobin 8,4 g/dl
Kadar Hb turun
 Ht33,4 %
 Leukosit14,09 10^3/µL Penurunan kadar O2
ke jaringan
 TTV :
Perifer
TD : 100/75 mmHg
N: 72 x/i Perubahan fungsi
tubuh
RR: 26 x/i
S: 36,2 C Akibat mekanisme
kompensasi terhadap
anemia

Pucat, akral dingin

Perubahan perfusi
jaringa perifer

3. DS : Operasi Section Gangguan


Ceasarea mobilisasi fisik
 Ny.D mengatakan aktivitas masih
dibantu dengan suami. Luka post oprasi
Section Ceasarea
 Ny.D mengatakan nyeri saat
bergerak dari tempat tidur Nyeri luka post
operasi
DO :
 Ny.D tampak meringis saat Jaringan terputus
bergerak atau berjalan
 Ny.D tampak menahan sakit saat Merangsang area
sensorik
mau duduk
 Ny.D tampak berhati-hati saat Mengaktifkan respon
nyeri
bergerak
 Terdapat luka post operasi Sectio Gangguan mobilitas
fisik
Caesarea dengan panjang ± 8cm
pada pada hipo gastritik.
4. DS : - Operasi Section Resiko infeksi
Ceasarea
DO :
 Terdapat luka post operasi Sectio Luka post oprasi
Section Ceasarea
Caesarea dengan panjang ± 8cm
 Hemoglobin 8,4 g/dl Jaringan terbuka
 Ht33,4 %
 Leukosit14,09 10^3/µL Proteksi kurang

Invasi bakteri

Resiko infeksi
5. DS : Operasi Section Defisit
Ceasarea
 Ny.D mengatakan masih kurang tau pengetahuan
cara merawat bayi yang benar post partum nifas
 Ny.D mengatakan tidak tahu teknik
menyusui bayi yang benar ejeksi ASI
 Ny.D mengatakan Asinya sedikit kurang informasi
keluar. tentang tentang teknik
menyusui pada bayi
 Ny.D mengatakan belum tau KB
apa yang harus dipakai.
DO :
 Produksi ASI Ny.D sedikit

3. Diagnosis Keperawatan Prioritas


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencdea fisik (post sc)
2) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
5) Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi menyusui pada bayi
4. Intervensi Keperawatan
No. Tgl Diagnosa Tujuan dan Intervensi Implementasi Evaluasi
Kriteria Hasil
1 19/4/21 Nyeri Akut b/d agen pencedera Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 13.00 WIT 14.15 WIT
fisik (post op.SC) (L.00077) tindakan (I.08238) 1. Mengidentifikasi S:
DS : keperawatan  Observasi frekuensi nyeri, durasi, Klien mengatakan nyeri
 Ny.D mengatakan nyeri selama 1x24 jam, 1.Identifikasi frekuensi karakteristik, intensitas bekas oprasi.
dibagian bekas operasi diharapkan nyeri nyeri, durasi, nyeri.
O:
 Ny.D mengatakan tidak akut dapat teratasi karakteristik, intensitas R : Ny.D mengatakan
nyeri di daerah bawah klien tampak meringis
nyaman pada luka post sc dengan kriteria nyeri. ketika bergerak dan
pusat, durasi 5-10
 Ny.D mengatakan nyeri saat hasil : 2.Identifikasi skala nyeri. terdapat luka post
menit dan nyeri hilang
bergerak dari tempat tidur Kontrol Nyeri 3.Identifikasi factor yang timbul. operasi Sectio Caesarea
 PQRST : (L.08063) memperberat nyeri. dengan panjang ± 8cm,
1. Ny.D  Teraupetik 2. Mengidentifikasi skala
P= Ny.D mengatakan nyeri TD: 110/85 mmHg
melaporkan 4. Berikan teknik nyeri.
bertambah ketika bergerak N: 87 x/i
nyeri terkontrol nonfarmakologi untuk R : PQRST
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk RR: 21 x/i
2. Ny.D mampu P=Ny.D mengatakan
R = abdomen region 8 (Hipo mengurangi rasa nyeri. S: 36,9 C
mengenali onset nyeri bertambah ketika
gastrik)  Edukasi PQRST
nyeri. bergerak
S = skala 6 5.Anjurkan terapi P=Ny.D mengatakan
3. Kemampuan Q=nyeri seperti
T = nyeri hilang timbul relaksasi nafas dalam nyeri ketika bergerak
mengenali tertusuk-tusuk
DO : untuk mengurangi Q=nyeri seperti
penyebab nyeri. R=abdomen region 8
 Ny.D tampak meringis saat nyeri. tertusuk-tusuk
4. Kemampuan (Hipo gastrik)
bergerak atau berjalan  Kolaborasi S = skala 6
R=abdomen region 8
menggunakan 6. Kolaborasi pemberian (Hipo gastrik)
 Ny.D tampak menahan sakit T=nyeri hilang timbul
teknik non analgesic : S = skala 3
saat mau duduk
farmakologis. Antrain 3 x 1000mg T=nyeri hilang timbul
 Ny.D tampak berhati-hati saat 3. mengidentifikasi factor
5. Tidak ada
bergerak yang memperberat
keluahan nyeri. nyeri A:
 Terdapat luka post operasi
R : ruangan tenang dan masalah belum teratasi
Sectio Caesarea dengan
panjang ± 8cm pada daerah tidak ada gangguan dari
hipo gastrik kebisinga. P : intervensi 1,2 dan 6
dilanjutkan.
4. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri,
R:

13.45 IT
5.Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi
nyeri.
R : Ny.D koopratif
melakukan relaksasi
nafas dalam untuk
mengurangi nyeri

6. Kolaborasi pemberian
analgesic :
Antrain 3 x 1000mg

2. 19/4/21 Perfusi perifer tidak efektif b/d Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi 15.00 WIT 15.40 WIT
penurunan konsentrasi tindakan (I.02079) 1.Memonitor pemeriksaan S : -
sirkulasi perifer.
hemoglobin (D.0009) keperawatan  Observasi R:
O:
DS : selama 1 x 24 jam 1.Pemeriksaan sirkulasi Konjungtiva anemis Mengganti balutan
Ny.D mengatakan sedikit lemas diharapan perfusi Mukosa klien lembab bekas operasi SC,
perifer
Akral hangat
DO : perifer efektif 2.Identiikasi factor resiko Konjungtiva anemis
CRT < 2 detik
•Ny.D tampak pucat dan mukosa dengan kriteria Mukosa klien lembab
gangguan sirkulasi TD: 110/85 mmHg
Akral hangat
kering hasil :  Teraupetik RR: 21 x/i
CRT < 2 detik
Nadi : 87 x/i
Konjungtiva anemis Perfusi perifer 3. Lakukan pencegahan S : 36, 9 C TD: 110/85 mmHg
(L.02011) infeksi RR: 21 x/i
CRT > 2 detik 2. Mengidentifikasi factor Nadi : 87 x/i
Akral dingin  Klien tidak pucat  Edukasi resiko gangguan S : 36, 9 C
sirkulasi.
•Hemoglobin 8,4 g/dl  Kelemahan otot 4. Ajarkan program diet R : klien mengatakan
kembali normal untuk memperbaiki A : Masalah belum
•Ht 33,4 %
15.20 WIT teratasi
•Leukosit14,09 10^3/µL  Penyembuhan sirkulasi 3. Melakukan pencegahan
infeksi P : Intervensi 1dan 4
•TTV : luka baik
R : Mengganti balutan
TD : 100/75 mmHg  Turgor kulit bekas operasi SC
N: 72 x/i membaik dengan teknik aseptic.

RR: 20 x/i 15.35 WIT


S: 36,2 C 4. Menganjurkan
program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
R : memberikan diet
TKTP/lunak. Energy
(1986.9 kcal), protein
(99.34gr),lemak
(33.11gr) dan KH
(322.57gr)

3. 19/4/21 Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi 13.05 WIT 15.55 WIT
DS : tindakan (I.06171) 1. mengidentifikasi S:
 Ny.D mengatakan aktivitas keperawatan  Observasi adanya nyeri atau Ny.D mengatakan
masih dibantu dengan suami. selama 1 x 24 jam 1.Identifikasi adanya keluhan fisik lainnya. nyeri berkurang
 Ny.D mengatakan nyeri saat diharapan nyeri atau keluhan fisik R : Ny.D mengatakan ketika beraktivitas
bergerak dari tempat tidur gangguan lainnya. nyeri ketika atau bergerak
DO : mobilitas fisik 2.Monitor frekuensi beraktivitas atau
 Ny.D tampak meringis saat dengan kriteria jantung dan tekanan bergerak O:
bergerak atau berjalan hasil : darah sebelum 2. Memonitor frekuensi klien tampak
 Ny.D tampak menahan sakit Mobilitas fisik ambulasi. jantung dan tekanan meringis karena nyeri
saat mau duduk (L.05042) 3.Monitor kondisi umum darah sebelum ketika bergerak
 Ny.D tampak berhati-hati saat  Klien tidak selama melakukan ambulasi. klien tidak
bergerak mengeluh nyeri ambulasi. R: menggunakan alat

 Terdapat luka post operasi  Gerakan klien  Terapeutik Sebelum ambulasi bantu tetapi di bantu

Sectio Caesarea dengan kembali normal 4. Fasilitasi aktivitas TD : 100/85 mmHg dengan suami saat

panjang ± 8cm ambulasi dengan alat N: 72 x/i bergerak.


bantu. RR: 21 x/i Sesudah ambulasi
5. Libatkan keluarga Sesudah ambulasi TD : 120/90 mmHg
untuk membantu TD : 120/90 mmHg N : 96 x/i
pasien dalam N : 96 x/i RR : 22 x/i
meningkatkan RR : 22 x/i
ambulasi. A : masalah teratasi
 Edukasi 3. Memonitor kondisi P : intervensi dihentikan
6. Anjurkan ambulasi umum selama
sederhana yang harus melakukan ambulasi.
dilakukan (misal. R :klien tampak
Berjalan sesuai meringis karena nyeri
toleransi, belajar ketika bergerak
ketempat tidur ke 4. Memfasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
kursi roda bantu.
R : klien tidak
menggunakan alat
bantu tetapi di bantu
dengan suami saat
bergerak.
5. menglibatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi.
R : klien mengatakan
masih dibantu dengan
suami ketika bangun
dari tempat tidur,
berdiri dan berjalan.
6. menganjurkan
ambulasi sederhana
yang harus dilakukan
(misal. Berjalan sesuai
toleransi, belajar
ketempat tidur ke kursi
roda
R : klien koopratif
mengikuti atahan
prawat untuk melkukan
ambulasi.
4. 19/4/21 Resiko infeksi b/d tindakan Setelah dilakukan Penncegahan Infeksi 15.20 WIT 16.05 WIT
invasive (D.0142) tindakan (I.145539) 1. Memonitor tanda dan S:-
DS : - keperawatan  Observasi gejala infeksi local dan O:
DO : selama 1 x 24 jam 1.Monitor tanda dan sistemik. tidak tampak pus
 Terdapat luka post operasi diharapan resiko gejala infeksi local dan R : tidak tampak pus didaerah luka, tampak
Sectio Caesarea dengan infeksi dengan sistemik. didaerah luka, tampak kemerahan pada area
panjang ± 8cm pada daerah kriteria hasil :  Terapeutik kemerahan pada area luka.
hipo gastrik Integritas kulit 2.Berikan perawatan luka luka.
 Luka post operasi sc tampak dan jaringan operasi A : masalah belum
kemerahan (L.14125) 3.Pertahankan teknik 2. Berikan perawatan teratasi
 Hemoglobin 8,4 g/dl 1.Perfusi aseptic pada pasien luka operasi P : intervensi 1,2,3 dan 5

 Ht33,4 % jaringan berisiko tinggi. R : mengganti balutan dilanjutkan

Leukosit14,09 10^3/µL 2.Klien tidak  Edukasi luka.


merasa nyeri 4.Anjurkan cara
Status Imun memeriksa kondisi luka 3. Pertahankan teknik
(L.14133) operasi. aseptic pada pasien
1.Integritas kulit  Kolaborasi berisiko tinggi.
2.Integritas 5.Kolaborasi pemberian R : sebelum melakukan
mukosa analgesic. GP perawat harus
3.Suhu tubuh mencuci tangan
,menggunakan sabun
dan memakai handscon
pada saat
membersihkan/
mengganti balutan agar
luka post sc tidak
terkontaminasi.

4. Menganjurkan cara
memeriksa kondisi
luka operasi.
R : memberi penjelasan
pada pasien untuk
memeriksa dan melihat
luka dari balutan luka
apakah ada darah dan
pinggir luka ada
kemerahan atau tidak.

5. Kolaborasi pemberian
analgesic
R:

5. 19/4/21 Defisit pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan 17.00 WIT
terpapar informasi (D.0111) tindakan (I.12383) 1. Identifikasi kesiapan S:
DS : keperawatan  Observasi dan kemampuaan Klien mengatakan sudah
 Ny.D mengatakan masih selama 1 x 24 jam 1.Identifikasi kesiapan dan menerima informasi. paham cara menyusui
kurang tau cara merawat bayi diharapan deficit kemampuaan menerima R : klien bersedia bayi.
yang benar pengetahuan informasi. untuk mendapatkan
 Ny.D mengatakan tidak tahu dengan kriteria 2.Identifikasi factor yang informasi terkait teknik O:
teknik menyusui bayi yang hasil : dapat meningkatkan dan menyusui bayi. Klien koopratif dengan
benar  Tingkat menurunkan motivasi 2. Identifikasi factor penkes yang di berikan.

 Ny.D mengatakan Asinya pengetahuan(L. perilaku hidup bersih dan yang dapat

sedikit keluar. 12111) sehat. meningkatkan dan A : masalah teratasi


 Motivasi  Terapeutik menurunkan motivasi
 Ny.D mengatakan belum tau
(L.09080) 3.Jelaskan cara menyusui prilaku hidup bersih P : intervensi dihentikan.
KB apa yang harus dipakai.
1.Upaya klien yang baik dan benar. dan sehat.
DO :
mencari  Edukasi R : menganjurkan dn
 Produksi Asi Ny.D sedikit
sumber 4. Jelaskan factor resiko menjelaskan
 kurang informasi tentang
informasi. yang dapat bagaimna pentingnya
tentang teknik menyusui
 Proses mempengaruhi personal hygine untuk
pada bayi
informasi kesehatan. kesehatan ibu dan
(L.10100) bayi.
1.Klien 3. Jelaskan cara
memahami menyusui yang baik
informasi yang dan benar.
di berikan. R : melakukan
PenKes tentang cara
menyusui yang baik
4. Jelaskan factor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan.
R : Anjurkan klien
jangan stress, selalu
bahagia atau happy.
5. Catatan Perkembangan
Dx Tgl Implementasi Evaluasi
Nyeri Selasa 08.00 WIT 08.25 WIT
Akut 20/4/21 1. Mengidentifikasi frekuensi nyeri, durasi, S:
karakteristik, intensitas nyeri.
R : Ny.D mengatakan nyeri di daerah klien mengatakan nyeri
bawah pusat dengan durasi <5 menit.
berkurang ketika
2. Mengidentifikasi skala nyeri. bergerak.
R:
PQRST O:
P=Ny.D mengatakan nyeri ketika bergerak Klien tampak lebih rileks
Q=nyeri seperti tertusuk-tusuk
R=abdomen region 8 (Hipo gastrik) dan tidak mengeluh
S = skala 3 nyeri lagi.
T=nyeri hilang timbul

08.20 WIT A : masalah teratasi


6. Kolaborasi pemberian analgesic :
Antrain 3 x 1000mg P : intervensi dihentikan

Perfusi Selasa 09.00 WIT 11.10 WIT


1. Memonitor pemeriksaan sirkulasi perifer.
perifer 20/4/21 S: -
R:
tidak Konjungtiva tidak anemis O:
efektif Mukosa klien lembab
Akral hangat Konjungtiva tidak
CRT < 2 detik anemis
TD: 120/85 mmHg Mukosa klien lembab
RR: 20 x/i Akral hangat
Nadi : 85 x/i CRT < 2 detik
S : 36, 9 C TD: 120/85 mmHg
RR: 20 x/i
11.00 WIT Nadi : 85 x/i
2. Menganjurkan program diet untuk S : 36, 9 C
memperbaiki sirkulasi
R : memberikan diet TKTP/lunak. Energy
(1986.9 kcal), protein (99.34gr),lemak A : masalah teratasi
(33.11gr) dan KH (322.57gr) P : intervensi dihentikan
Resiko Selasa 10.00 WIT 11.15 WIT
infeksi 20/4/21 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi local S:-
dan sistemik. O:
R : tidak tampak pus didaerah luka, tidak tampak pus
tampak kemerahan pada area luka. didaerah luka, tidak
2. Berikan perawatan luka operasi tampak kemerahan
R : mengganti balutan luka operasi secara
rutin selama 2 kali seminggu. pada area luka.
A : masalah teratasi
3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien P : intervensi dihentikan
berisiko tinggi. dan pasien pulang.
R : sebelum melakukan GP perawat harus
mencuci tangan menggunakan sabun dan
memakai handscon pada saat
membersihkan/ mengganti balutan agar
luka post sc tidak terkontaminasi.

4. Kolaborasi pemberian analgesic


R:
Cefixine 2x1 200mg
SF 2x1 10mg
PCT 3x1 tab 500mg
Mafenamic Acid 2x1 tab 500mg
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan membandingakan hasil tinjauan kasus


yang dilakukan pada Ny.D dengan Post Operasi Sectio Caesarea a/i KPD di
Ruang Rawat Inap Kebidanan/ruang nifas RSUD Jayapuara dengan tinjauan
teoritis. Setelah penulis membandingkan antara kasus Post Operasi Sectio
Caesarea pada klien Ny. D dengan tinjauan kepustakaan yang ada, maka terdapat
beberapa kesenjangan. Berikut ini penulis mencoba untuk membahas kesenjangan
tersebut, dipandang dari sudut keperawatan yang terdiri dari pengkajian
keperawatan. Diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Pada saat penulis melakukan pengkajian
pada Ny.D tanggal 19 April 2021 penulis tidak menemukan kesulitan,karena
komunikasi yang baik dengan klien, maka dilakukan wawancara dan tanya jawab
seputar keadaan klien. Dan juga komunikasi yang baik antara keluarga dan
perawat diruangan kebidanan. Sehingga penulis dapat melalui kesulitan tersebut.
Pengkajian adalah tahap yang sistematis dalam mengumpulkan data tentang
individu, keluarga, dan kelompok ( Carpenito & Moyet, 2007).

4.1 Pengkajian

Pada saat penulis melakukan pengkajian pada Ny. D pada tanggal 19


April 2021 didapat data melalui klien dan keluarga klien. Ny.D tidak pernah
memiliki riwayat Post Op Sectio Caesarea karena ini adalah persalinan
pertamanya dan dalam keluarga klien tidak terdapat anggota keluarga yang
mengalami penyakit keturunan maupun menular. Keluarga juga tidak ada yang
menderita riwayat penyakit kronik, hipertensi, DM, jantung, dan lainnya. Pada
saat dilakukan pemeriksaan fisik, tidak ada kelainan yang ditemukan penulis
pada klien Ny. D Klien mengeluh nyeri pada luka post op Sectio Caesarea, klien
mengatakan nyeri muncul ketika bergerak atau saat beraktifitas, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, nyeri di daerah abdomen (region 8), klien
mengatakan luka jahitan post operasi Sectio Caesarea sangat dirasakan saat
berjalan dan bergerak dari tempat tidur, klien mengatakan tidak nyaman pada
luka operasi, klien sesekali memengangi luka post op Sectio Caesarea
menggunakan tangannya, klien mengatakan masih sulit untuk bergerak,, klien
mengatakan merasa lemah, klien mengatakan aktivitasnya terkadang masih
dibantu suami. Klien mengatakan blm mengetahui cara perawatan bayi yang
benar, klien mengatakan tidak mengetahui teknik menyusui yang benar,klien
mengatakan tidak tahu KB apa yang akan dipakai, klien mengatakan ASInya
sedikit. Pengkajian berdasarkan teoritis, didapatkan identitas klien lengkap,
riwayat kesehatan baik riwayat kesehatan sekarang, dahulu maupun riwayat
kesehatan keluarga, Pada pemeriksaan riwayat kehamilan dalam teoritis, pada
pengkajian klien section caesarea data yang dapat ditemukan meliputi distress
janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolapse tali
pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.. Riwayat pada saat sebelum inpartu
di dapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan kemudian tidak
di ikuti tanda-tanda persalinan, riwayat kasehatan keluarga : adakah penyakit
keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin,
yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kapada klien. Dari penjelasan di atas
dapat dilihat adanya persamaan dan perbedaan antara tinjauan teoritis dengan
tinjauan kasus pada klien Ny.D Kesamaan yang didapatkan ialah pengkajian
identitas yang sama, ada riwayat kesehatan sekarang, dahulu maupun keluarga.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Pada masalah keperawatan khususnya pada kasus post operasi section caesarea
secara teori terdapat 6 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak meringis.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa
lemah.
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan
tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi)
dibuktikan dengan fisik lemah.
6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan
dibuktikan dengan perdarahan. Sedangkan pada data yang didapat pada klien Ny.
D muncul 5 diagnosa keperawatan yaitu :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post sc)
b) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
d) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
e) Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi menyusui pada bayi
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan,penulis tidak menemukan kesulitan
atau hambatan. Hal ini karena didukung oleh tersedianya sumber buku diagnosa
keperawatan, data-data yang ditunjukkan oleh klien sesuai dengan konsep yang ada.
Adanya kerjasama yang baik dengan perawat ruangan dan keluarga yang secara
terbuka dalam menyampaikan semua yang dikeluhkan dan dirasakan saat ini,
sehingga penulis dapat menegakkan 5 diagnosa

4.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan berdasarkan prioritas masalah. Tujuan yang diharapkan


dari asuhan keperawatan dengan kasus post operasi section caesarea yaitu agar
riwayat kehamilan tubuh kembali meningkat, klien tidak mengalami kesulitan dalam
persalinan. Dalam pembuatan perencanaan penulis bekerja sama dengan perawat
ruangan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan. Adapun rencana yang
akan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis yang dilakukan perencanaan adalah lakukan pengkajian nyeri,
komprehensif yang meliputi lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi, intensitas
dan faktor penyebab. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang dapat berkomunikasi secara
efektif, pastikan perawatan analgesic bagi klien dilakukan pemantauan dengan
ketat, gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri dan
sampaikan penerimaan nyeri klien, bagi pengetahuan tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan, dan intensitas nyeri, dorong klien
untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat, anjurkan klien
menggunakan teknik nonfarmakologis yaitu teknik napas dalam dan anjurkan
klien menggunakan obat-obat penurun nyeri.
b. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin dibuktikan
dengan klien mengatakan sedikit lemas, tampak pucat dan mukosa kering,
konjungtiva anemis, HB 8,4 gr. Intervensi / perencanaan yang dilakukan adalah
Pemeriksaan sirkulasi perifer, Identiikasi factor resiko gangguan sirkulasi,
Lakukan pencegahan infeksi dan Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi
c. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri dibuktikan dengan aktivitas masih dibantu
dengan suami, nyeri saat bergerak dari tempat tidur , tampak meringis saat
bergerak atau berjalan, tampak menahan sakit saat mau duduk,tampak berhati-
hati saat bergera,Terdapat luka post operasi Sectio Caesarea dengan panjang ±
8cm. Perencanaan yang dilakukan adalah Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
ambulasi, Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, Fasilitasi
aktivitas ambulasi dengan alat bantu, Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi dan anjurkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (misal. Berjalan sesuai toleransi, belajar ketempat tidur ke
kursi roda)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive dibuktikan
dengan Terdapat luka post operasi Sectio Caesarea dengan panjang ± 8cm ,
Luka post operasi sc tampak kemerahan, Hemoglobin 8,4 g/dl Leukosit14,09
10^3/µL
Perencanaan yang dilakukan adalah monitor tanda dan gejala infeksi sistematik
dan lokal, monitor ketentuan terhadap infeksi, batasi jumlah pengunjung,
berikan perawatan kulit pada area operai, periksa kondisi luka setiap hari,
anjurkan istirahat, anjurkan menjaga kebersihan tangan, anjurkan latihan
berjalan perlahan-lahan, anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, anjurkan
meningkatkan asupan cairan, mencuci tangan sebelum dan sesudah aktifitas.

e. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi dibuktikan dengan Ny.D


mengatakan masih kurang tau cara merawat bayi yang benar, teknik menyusui
bayi yang benar, mengatakan belum tau KB apa yang harus dipakai,
Perencanaan yang dilakukan adalah memberikan sedukasi kepada ibu tentang
cara menyusui yang baik dan benar, anjurkn untuk konseling KB

4.4 Implementasi Keperawatan

Setelah rencana tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan


rencana tersebut dalam bentuk nyata, sebelum diterapkan pada klien terlebih
dahulu melakukan pendekatan pada klien dan keluarga klien agar tindakan yang
diberikan dapat disetujui lien dan keluarga klien, sehingga semua rencana
tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien. Dalam
melakukan implementasi keperawatan catat waktu, respon dari pasien maupun
hasil penilaian dari observasi perawat setelah melakukan implementasi

4.5 Evaluasi Keperawatan

Dari 5 diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang
penulis temukan dalam melakukan asuhan keperawatan kurang lebih sudah
mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal. Maka dari itu, dalam
melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal
memerlukan adanya kerjasama antara penulis dengan klien, perawat, dan tim
kesehatan lainnya.
1. Pada diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
dibuktikan dengan tampak meringis, masalah nyeri yang dirasakan klien pada
luka bekas post operasi section caesarea masalah teratasi.
2. Pada diagnosa keperawatan Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin, masalah perfusi jaringan ferifer teratasi
3. Pada dignosa keperawatan Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
invasif, masalah resiko infeksi teratasi / infeksi tidak terjadi
4. Pada diagnosa keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri, masalah mobilitas fisik juga telah teratasi dan
5. Pada diagnosa keperawatan Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi menyusui pada bayi, masalah telah teratasi.
BAB V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Post seksio sesaria adalah seseorang yang telah menjalani


pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim.Tidak ada indikator mutlak untuk kelahiran
sesar, tetapi kebanyakan dilakukan berdasarkan keuntungan ibu dan
janin. Indikasi sectio caesarea bisa dibedakan menjadi indikasi absolut
atau relatif. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir
tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolut untuk sectio
abdsominal.Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat
dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif,
kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah
sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan aman
bagi ibu, anak, ataupun keduanya (Oxorn, 2010).

Pemeriksaan penunjang sebagai data untuk menunjang


diagnosa secara pasti dapat dilakukan pemeriksaan berupa: USG untuk
diagnosa pasti, yaitu menentukan letak placenta dan Pemeriksaan
darah: hemoglobin, hematokrit.Kontraindikasi dari sectio caesarea
adalah: Janin mati, Syok, Anemia berat, Kelainan kongenital berat.
Dalam mendiagnosa seksio sesasea, seorang perawat terlebih dahulu
melakukan anamnesa tentang riwayat kesehatan dan kebiasaan hidup
(termasuk asupan cairan).Pemeriksaan fisik diperlukan untuk
memeriksa kemungkinan kondisi yang dapat berpengaruh terhadap
masalah dan pemeriksaan diagnostik maupun penunjang jika
dibutuhkan.
4.2. Saran

Sebagai perawat sehubungan dengan rumitnya kondisi pasien


dengan seksio sesarea maka diharapkan dalam pelaksanaan perawatan
dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan memperhatikan beberapa
hal berikut :
a) Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sangat
dipengaruhi oleh persepsi individu yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Hal ini akan membawa konsekuensi terhadap
permasalahan keperawatan yang ditegakan pada setiap individu.
b) Untuk merencanakan asuhan keperawatan yang tepat untuk
seseorang, harus mengadakan pendekatan melalui karakteristik
individu yang mempersepsikan dalam situasi yang memunyai
makna bagi kita.
Daftar Pustaka

Aprina A. (2016). Ukuran Panggul pada Pasien Pasca Seksio Sesaria atas Indikasi
Panggul Sempit. Poltekkes Jakarta

Baston & Hall. (2014). Midwifery Essentials : Persalinan, Volume 3. Jakarta :Buku
Kedokteran EGC

Desi M. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persalinan Sectio Caesarea.


Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas ‘Aisyiyah : Yogyakarta

Maternity, Dainty, dkk. (2016). Asuhan Kebidanan Kehamilan. Tanggerang :Binarupa


Aksara

Manuaba,Ida Bagus.2007.Ilmu Kebidanan,Penyakit kandungan, dan keluarga Berencana


untuk Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC

NANDA Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017


Edisi 10. Jakarta : EGC.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Putri A. (2018). Asuhan Keperawatan Ibu Post Operasi Seksio Caesaria pada Hambatan
Mobilitas Fisik dengan Tindakan Ambulasi Dini di RSUD A. W. Sjahranie
Samarinda. Poltekkes Kaltim : Samarinda.

Rini P. (2018). Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Sectio Caesarea dengan masalah
Nyeri Akut menggunakan Aromaterapi Lavender di Ruang Mawar Nifas RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Poltekkes Kaltim : Samarinda.

Sari L. (2016). Patofisiologi Sectio Caesarea. Published thesis for University of


Muhammadiyah Purwokerto

Sundawati dan Yanti, 2011Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai