Oleh :
Kelompok
Stase Maternitas I
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan
penyertaannya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Ny. D Dengan Post Operasi Sectio Caesarea Dengan Indikasi
Kpd Di Ruang Gabung (Nifas) Rsud Jayapura Tahun 2021’’ ini selesai pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis menyadari bahwa selesainya
makalah ini tidak lepas dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Maternitas.
Selain itu, penulis juga menyadari bahwa sebagai manusia biasa tentunya
dalam menyusun makalah ini penulis tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu,
penulis mengharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca,
dengan harapan agar suatu saat nanti penulis dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
3.1..................................................................................................... Pengkajian
3.2................................................................................ Diagnosis Keperawatan
3.3................................................................................... Rencana Keperawatan
3.4.................................................................................. Catatan Perkembangan
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................
BAB V PENUTUP.........................................................................................................
5.1.................................................................................................. Kesimpulan
5.2............................................................................................................ Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami tentang Seksio sesaria dan Post
Seksio Sesaria sehingga dapat menunjang pembelajaran
perkuliahan pada mata kuliah Keperawatan Reproduksi.
2. Mahasiswa mampu memahami proses asuhan keperawatan
yang dilakukan pada klien dengan Post Seksio Sesaria sehingga
dapat menjadi bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan
selama dirumah sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ary
Sulistyawati, 2009).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai
6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan
akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu
mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada
masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya
wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post
partum (Maritalia, 2012).
B. Klasifikasi Nifas
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
C. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1. Perubahan sistem reproduksi
a. Involusi uterus
Menurut Yanti dan Sundawati (2011) involusi uterus atau pengerutan
uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum
hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat
uterus menjadi relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormone
estrogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteotik akan memendekan jaringan otot yang telah
mengendur sehingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan
lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan progesterone.
4) Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah dan mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan (Yanti dan Sundawati, 2011).
1) Nafsu makan
Pasca melahirkan ibu biasanya merasa lapar, dan diperbolehkan untuk
makan. Pemulihan nafsu makan dibutuhkan 3 sampai 4 hari sebelum faaal
usus kembali normal. Messkipun kadar progesterone menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau
dua hari.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengambilan tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
3) Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum.
Diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan,
dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. System pencernaan pada
masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.Beberapa cara agar
ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain : Pemberian
diet/makanan yang mengandung serat; pemberian cairan yang cukup;
pengetahuan tentang pola eliminasi; pengetahuan tentang perawatan luka
jalan lahir.
3. Perubahan sistem perkemihan
a. Hemostasis internal Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di
dalamnya, dan 70 persen dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang
disebut dengan cairan intraseluler. Cairan ekstraseluler terbagi dalam plasma
darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan
dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat
gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume tubuh.
b. Keseimbangan asam basa tubuh Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas
normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH > 7,4 disebut alkalosis
dan jika PH<7,35 disebut asidosis.
c. Pengeluaran sisa metabolisme racun dan zat toksin ginjal Zat toksin ginjal
mengekskresikan hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatini. Ibu post partum dianjurkan
segera buang air kecil, agar tidak megganggu proses involusi uteri dan ibu
merrasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang
air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post
partum, antara lain:
1) Adanya oedem trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi
retensi urin
2) Diaphoresis yaitu mekanisme ubuh untuk mengurangi cairan yang retensi
dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spesme
oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan
miksi.
4) Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupkan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut
dieresis pasca partum. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan
jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama
masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil.
Bila wanita pasca bersalin tidak dapat berkemih selama 4 jam kemungkinan
ada masalah dan segeralah memasang kateter selama 24 jam.
5) Kemudian keluhan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan
ketetrisasi dan bila jumlah redidu > 200 ml maka kemungkinan ada
gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam
kemudian, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu <200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
4. Perubahan sistem muskuloskelektal
Perubahan sistem muskulosskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin
bertambah, adaptasinya mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat
akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat
post partum system musculoskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali.
Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk meembantu
mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri (Reeder, 2011). Adapun
sistem musculoskeletal pada masa nifas, meliputi:
a. Hormone plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yang diprodduksi
oleh plasenta. Hormone plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormone plasenta (human placenta lactogen) menyebabkan kadar
gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam3 jam sehingga hari ke
7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 post
partum.
b. Hormon pituitari
Hormone pituatari antara lain : horrmon prolaktin, FSH dan LH. Hormone
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. Hormone prolaktin berperan dalam
peembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikel pada minggu ke 3 dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c. Hipotalamik pituitary ovarium
Hopotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada
wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca salin
berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca salin. Sedangkan pada
wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40%
setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
d. Hormone oksitosin
Hormone oksitosin disekresikan dari keenjar otak bagian belakang, berkerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ke 3 persalinan,
hormone oksitosin beerperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan ekresi oksitosin, sehingga dapat
memantu involusi uteri.
e. Hormone estrogen dan progesterone
Volume darah selama kehamilan, akan meningkat. Hormone estrogen yang
tinggi memperbeesar hormone anti diuretic yang dapat meningkatkan
volume darah. Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum serta vulva dan vagina.
6. Perubahan tanda-tanda vital
Menurut Mansyur, 2014pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji
antara lain:
a. Suhu badan
Suhu wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0c. pasca melahirkan, suhu tubuh
dapat naik kurang dari 0,5 0c dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini
akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun
kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum suhu akan naik lagi. Hal ini
diakibatkan adanya pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak,
maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalia
ataupun system lain. Apabila kenaikan suhu diatas 38 0C, waspada terhadap
infeksi post partum.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 sampai 80 kali per menit. Pasca
melahirkan denyut nadi dapat menjadi brikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi
yang melebihi 100 kali permenit, harus waspada kemungkinan infeksi atau
perdarahan post partum.
c. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami oleh pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia
adalah sitolik antara 90 -120 mmHg dan distolik 60-80 mmHg. Pasca melaahirkan
pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan
darah lebih rendah pasca melahirkan bisa disebabkan oleh perdarahan. Sedangkan
tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklampsia
post partum.
d. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16 sampai 20 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya bernafas lambat dikarenakan ibu dalam
tahap pemulihan atau dalam kondidi istirahat. Keadaan bernafas selalu
berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
perrnafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan kusus pada
saluran nafas. Bila bernasar lebih cepat pada post partum kemungkinan ada tanda-
tanda syok.
7. Perubahan Fisiologis Pada Sistem Kardiovaskuler
Menurut Wulandari, 2009 setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi
darah tersebut akan terputus sehingga volume darah ibu relatif akan meningkat.
Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan beban kerja jantung sedikit
meningkat. Namun hal tersebut segera diatasi oleh sistem homeostatis tubuh
dengan mekanisme kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi sekitar 1 sampai 2
minggu setelah melahirkan.
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam sekitar 300400 cc,
sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesar menjadi dua kali
lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan heokonsentrasi.
Pada persalinan pervaginam, hemokonsentrasi cenderung naik dan pada
persalinan seksio sesaria, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu (Wulandari, 2009).
8. Perubahan Sistem Hematologi
Menurut Wulandari, 2009 pada hari pertama postpartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan
darah.
Menurut Wulandari, 2009 jumlah leukosit akan tetap tinggi selama
beberapa hari pertama post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik
lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Jumlah kehilangan darah selama
masa persalinan kurang lebih 200500 ml, minggu pertama post partum berkisar
500-800 ml dan selama sisa nifas berkisar 500 ml (Wulandari, 2009).
D. Perubahan Psikologis Post Partum
Reva Rubin dalam Ari Sulistyawati (2009) membagi periode ini menjadi 3
bagian, antara lain:
1. Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa keter-gantungan
dengan ciri-ciri ibu membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan
meningkat, menceritakan pengalaman partusnya berulang-ulang dan
bersikap sebagai penerima, menunggu apa yang disarankan dan apa yang
diberikan. Disebut fase taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru
melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan
cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan kare-na factor
kelelahan. Oleh karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala
kurang tidur. Di samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan
menjaga komunikasi yang baik.
2. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi hari ke 3-10
post partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-hadap pelepasan diri dengan
ciri-ciri bertindak sebagai pengatur penggerak untuk bekerja, kecemasan
makin menguat, perubah-an mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan
tugas keibuan. Pada fase ini timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa
melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu mulai terbuka untuk
menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan juga bagi bayinya. Pada
fase ini ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu
memiliki keinginan untuk merawat bay-inya secara langsung.
3. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya), fase ini merupakan
fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung
setelah 10 hari postpartum. Periode ini biasanya setelah pulang kerumah dan
sangat dipengaruhi oleh waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
Pada saat ini ibu mengambil tugas dan tanggungjawab terhadap per-awatan
bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
E. Manifestasi Klinis Post Partum
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai
berikut:
1. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum kehamilan.
2. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan berbalik
(kerumitan).
3. Masa menyusui anak dimulai.
4. Penyembuhan ibu dan stress kehamilan dan persalinan di asumsikan sebagai
tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.
F. Pemeriksaan Penunjang Post Partum
Pemeriksaaan penunjang post partum yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa uji laboratorium bias segera dilakukan periode pasca partum. Nilai
haemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan Urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan kateter atau teknik
pengambilan bersih (Clean-Cath) spesimen untuk dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika
cateter indwelling dipakai selama pasca inpartum.
3. USG
USG dilakukan untuk mencek kembali apakah masih ada sisa-sisa pasca
persalinan. Apakah Rahim sudah bersih.
H. Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio Caesarea ialah :
1. Keperawatan
a. Perawatan awal
1) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian
tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
2) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
3) Transfusi darah jika perlu
4) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke
kamar bedah kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu di mulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 smapai
hari ke-5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
e. Perawatan funsi kandung kemih
1) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
2) Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine jernih.
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urine jernih.
4) Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
smapai kateter dilepas.
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut.
2) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkannya.
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan kulit dilakukan pada
hari ke-5 pada SC.
2. Medis
a. Cairan IV sesuai indikasi.
b. Anestesi regional atau general
c. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.
d. Tes laboratorium sesuai indikasi
e. Pemberian oksitosin sesuai indikasi
f. Tanda vital per protokol ruang pemulihan
g. Persiapan kulit pembedahan abdomen
h. Persetujuan ditandatangani
i. Pemasangan kateter fole
III. ANEMIA PADA IBU HAMIL
A. Definisi
Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin
kurang dari normal.Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki laki dan
perempuan. Untuk pria, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari
13,5 gram/100ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100ml.Anemia
merupakan kondisi kadar hemoglobin dalam darah ibu hamil tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Standar untuk menetapkan anemia berbeda-
beda antar kelompok, pada wanita usia subur Hb <12,0 g/dl dikatakan anemia, sedangkan
pada ibu hamil dikatakan anemia apabila Hb <11,0 g/Dl.
Anemia pada kehamilan dapat disebabkan oleh asupan makanan sumber zat besi yang
tidak adekuat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi fisiologis ibu seperti keluhan mual dan
muntah pada trimester I serta interaksi zat gizi dari makanan yang di konsumsi ibu yang
dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat besi seperti teh dan kopi. Anemia adalah
kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang terlalu cepat
atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah .Anemia adalah penurunan kuantitas
sel-sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah,
atau keduanya . Anemia secara fungsional dapat didefinisikan
sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity) (Putri & Bunga, 2015).
2. Fisiologi
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme
dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon- hormon dari sistem
endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah
disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya
molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang
berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung.
Darah dipompa oleh jantung menuju paruparu untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen melalui pembuluh darah pulmonalis, lalu dibawa lagi
ke jantung melalui vena pulmonalis. Darah jugamengangkut bahanbahan
sisa metabolisme obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk dibuang
sebagai urine
Komponen darah manusia terdiri dari dua komponen: Korpuskular adalah
unsur padat darah yaitu sel-sel darah eritrosit, leukosit, dan trombosit
a. Eritrosit (sel darah merah)
Sel ini berbentuk cakram bikonkav, tanpa inti sel, berdiameter 7-8 mikrometer.
Eritrosit mengandung hemoglobin, yang memberinya warna merah.Hemoglobin
(Hb) adalah protein kompleks terdiri atas protein, globin, dan pigmen hem (besi).
Jadi besi penting untuk Hb. Besi ditimbun di jaringan sebagai ferritin dan
hemosiderin. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang merah, dari proeritroblas,
kemudian normoblas.Keduanya masih memiliki inti. Normoblas kehilangan
intinya dan masuk peredaran darah sebagai eritrosit dewasa .Fungsi utama sel
darah merah adalah untuk mentransfer hemoglobin, yang selanjutnya membawa
oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah merupakan cakram biconkav
yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2 ikron dan di
tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang, bentuk sel normal adalah suatu
”kantong” yang dapat berubah menjadi hampir semua bentuk karena sel normal
mempunyai membran, dan akibatnya tidak merobek sel seperti yang akan terjadi
pada sel-sel lainnya. Pada laki-laki normal, jumlah rata-rata sel darah merah
permili liter kubik adalah 5.200.000 dan pada wanita normal 4.700.000. Jumlah
hemoglobin dalam sel dantransforoksigen, bila hematokrit (prosentase darah yang
berupa sel darah merah norma) darah mengandung rata-rata 15 gram hemoglobin.
Tiap gram hemoglobin mampu mengikat kira-kira 1.39 ml oksigen. Oleh karena
itu, pada orang normal lebih dari 20 ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan
dengan hemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah. Faktor utama yang dapat
merangsang produksi sel-sel darah merah adalah hormon di dalam sirkulasi yang
disebut sebagai eritropoetin, yang merupakan suatu glikoprotein. Pada orang
normal 90 sampai 95 persen dari seluruh eritropoietin di bentuk di dalam ginjal.
Namun sampai sekarang belum pasti di bagian ginjal yang mana. Jumlah yang
dapat diekstraksikan dari bagian korteks ginjal ternyata jauh lebih banyak dari
pada yang bagian medulla.
b. Leukosit (sel darah putih)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.Fungsi
utama dari sel tersebut adalah untuk fagosit (pemakan) bibit penyakit/benda asing
yang masuk tubuh.Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi
misalnya radang paru-paru.Leukopenia berkurangnya jumlah leukosit sampai
dibawah 6000 sel/cc darah.Leukositosis bertambahnya jumlah leukosit melebihi
normal (di atas 9000 sel/cc darah).leukosit untuk menembus dinding pembuluh
darah (kapiler) untuk mencapai daerah tertentu disebut diapedesis. Gerakan leukosit
mirip dengan amoeba disebut gerakamuboid.Granulosit adalah leukosit yang
didalam sitoplasmanya memiliki butirbutir kasar (granula).Jenisnya adalah
eosinofil, basofil, dan netrofil.Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak
memiliki granula, jenisnya adalah limfosit dan monosit.
1. Eosinofil mengandung granula berwarna merah (warna eosin) disebut juga asidofil
berfungsi pada reaksi alergi (terutama infeksicacing).
2. Basofil mengandung granula berwarna biru (warna basa) berfungsi pada
reaksialergi.
3. Netrofil ada 2 jenis sel yaitu netrofil batang dannetrofil segmen disebut juga
sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear) berfungsi sebagaifagosit.
4. Limfosit (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B) keduanya berfungsi untuk
menyelenggarakan imunitas (kekebalan tubuh). Sel T adalah imunitas seluler dan
sel B adalah imunitas humoral.
5. Monosit merupakan leukosit dengan ukuran palingbesar.
c. Trombosit (keping darah)
Disebut juga sel darah pembeku, jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 –
500.000 sel/cc. Didalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku
(hemostasis) antara lain adalah faktor VIII (anti haemophilic factor), jika seseorang
secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut
menderitahemofili. Proses pembekuan darah yaitu jika trombosit menyentuh
permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase
(tromboplastin).Pada masa embrio sel-sel darah dibuat di limpa dan hati (extra
medullarry haemopoesis) setelah embrio sudah cukup usia , fungsi itu diambil alih
oleh sumsung tulang.
d. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen, cairan
yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut serum darah. Protein dalam
serum inilah yang berfungsi sebagai antibodi terhadap adanya benda
asing(antigen).Zat antibodi adalah senyawa gama yang disebut globulin. Tiap
antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksimya bermacam-macam.
1. Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen disebut presipitin.
2. Antibodi yang dapat menguraikan antigen adalah lisin.
3. Antibodi yang dapat menawarkan racun adalah antitoksin.
C. Etiologi
Anemia mikrositik hipokrom
1. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan
yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Disebabkan karena :
a. Diet yang tidakmencukupi
b. Absorbsi yangmenurun
c. Kebutuhan yang meningkat padakehamilan/lantasi
d. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, dan donor darah
e. Hemoglobinuaria
f. Penyimpanan besi yang kurang seperti pada hemosiderosis paru
2. Anemia penyakit kronik
Adalah anemia yang disebabkan oleh berbagai panyakit infeksi-infeksi kronik
(seperti abses, empisema dan lain-lain) dan neoplasma (seperti limfoma,
nekrosis jaringan).
3. Anemiama krositik
a. Defisiensi vitaminB12/pernisiosa
b. Absorbsi vit B12menurun
c. Defisiensi asamfolat
d. Gangguan metabolisme asamfolat
4. Anemia karena perdarahan Karena adanya pengeluaran darah yang
sedikitsedikit atau cukup banyak yang baik diketahui/tidak.
5. Anemia hemolitik
a. Intrinsik
1) Kelainan membran seperti sferositosis hereditis, hemoglobinuria makturnal
pamosimal.
2) Kelainan glikolisis
3) Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa -6 fosfat dehidrogenase (GEDP)
b. Ektrinsik
1) Gangguan sistemimun
2) Infeksi
3) Luka bakar
c. Anemiaa plastic
Penyebabnya bisa kongenital (jarang), idiopatik (kemungkinan autoimun) LES,
kemoterapi, radioterapi, seperti berzen, foluen, insektisid. Obat-obatan seperti
kloramfenikol, sulfenomid analgesik, anti epileptik (hidantoin), pasca hepatisis .
A. Pengertian
Ketuban Pecah Dini adalah bocornya air ketuban (likuor amnii) secara
spontan dari rongga amnion di mana janin ditampung. Cairan keluar melalui
selaput ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan
mencapai 28 minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang
sebenarnya. (Gahwagi et al, 2015). Sedangkan menurut Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (2014), ketuban pecah dini adalah sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau
setelah usia gestasi 37 minggu.
B. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi yaitu sebagai berikut Menurut
Sulistyowati (2013) :
Sedangkan untuk pasien yang memiliki CV > 8 ½ -10 cm, dapat dilakukan
persalinan percobaan, jika persalinan berhasil maka pasien akang mengalami
preode post partum atau nifas. Pada priode ini dapat terjadi distensi kabtung
kemih yang dapat mengakibatkan udem dan memar di uretra. Keadaan ini
mengakibatkan penurunan sensitivitas & sensasi kantung kemih dan pasien dapat
mengalami gangguan eliminasi urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal
maka penanganan selanjutnya adalah dilakukannya sectio caesarea.
E. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Diet
3. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
5. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali.
f. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan.
g. Dan pada tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi
penderita
h. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan.
6. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
7. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
8. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika perban luka agak kendor , jangan diganti dulu perban luka, tapi beri plester
untuk mengencangkan.
c. Ganti perban luka dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
f. Perban diganti 3 hari setelah SC
9. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
c. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
d. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
e. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
f. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
10. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria : Ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral : Tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi : Penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
11. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
12. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar
diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh
obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga
penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan
kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-
manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan
kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya
pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda
vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,
Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.
a) Fase Inflamasi.
Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau mengalami cedera.
Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi
mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit,
komplemen, dan air menembus oedema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil
adalah leukosit pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigen-antibodi
juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel
baru.
b) Fase Proliferatif.
Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi.
Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi
kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.
c) Fase Maturasi.
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut
tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini,
sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya.
Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10
atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum
luka.
F. Komplikasi
Ibu
a. Partus lama dengan KPD, menimbulkan dehidrasi dan infeksi intrapartum.
b. Ruptur uteri.
c. Tekanan kepala janin yang lama pada jalan lahir akan menimbulkan gangguan
sirkulasi setempat sehingga timbul ischaemia, kemudian timbul nekrosis dan beberapa
hari kemudian akan timbul fistula vesiko-vaginal atau recto-vaginal.
d. Ruptur simfisis.
Bayi
a. Kematian perinatal akibat infeksi intra partum
b. Prolaps tali pusat.
c. Moulage yang berat pada kepala, sehingga menimbulkan perdarahan intra cranial
d. Perlukaan/fraktur pada tulang kepala bayi.
BAB III
TINJUAN KASUS
1. Pengkajian
1.1 Identitas pasien
Nama klien : Ny. D
Umur : 22 tahun
Suku / bangsa : Mambramo / Indonesia
Alamat : Dok IX kali Jayapura
Agama : Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tgl Pengkajian : 19 April 2021
Tgl Masuk : 16 April 2021
Diagnosa : Post SC + d/i KPD
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
X
b. Tanggal persalinan
Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, ukuran panjang luka post SC sekitar ± 8
cm dan keadaan luka kering luka tidak ada tanda- tanda infeksi
Aus : Bising usus normal 5-30x/i
Pa : TFU 2 jari dibawah pusat,Kontraksi Baik
Ps : Tympani
Ekstremitas
Atas : Simetris kiri kanan, tidak ada luka lecet, sebelah kanan, tidak
ada udem.
Bawah : Simetris kiri kanan, tidak ada luka lecet, tidak ada udem, tidak
ada kekakuan sendi, tidak ad avarices di bagian kaki.
Genitalia
Jenis lochea : rubra/ merah terang
Jumlah : 2x ganti pembalut dalam sehari
Kebersihan : Bersih
Edema : Tidak ada edem
Varices : Tidak ada varices
Haemorhoid : Tidak ada haemorhoid
Luka jahitan : Tidak ada luka jahitan karena pasien SC
Nutrisi
- Makan dalam sehari : Ny.D mengatakan selalu menghabiskan 1 porsi makan
- Jenis makanan : Makanan biasa
- Nafsu makan : Ny.D mengatakan mafsu makan normal
- Pola makan : 3 x sehari
- Alergi : Ny.D mengatakan tidak ada alergi makanan dan obat
Eliminasi
BAK : Ny.D mengatakan BAK lancar tidak ada penyumbatan selama
BAK, Frekuensi : 4-5 xsehari
BAB : Ny.D mengatakan sejak melahirkan sampai sekarang belum ada BAB
Aktivitas dan Istrahat
Ny.D mengatakan pada hari kedua post SC, setelah melahirkan tidur di rumah
sakit dalam sehari 6-8jam dan Ny.D mengatakan masih sulit bergerak karena
nyeri post section caesarea.
1.6 Riwayat KB
Taking In
Perorientasi pada diri sendiri : Ya
Takut ketergantungan yang meningkat : Ya
Taking hold
Letting Go
Perawatan mandiri : Ya
2. Analisa Data
2.1 Klasifikasi Data
Data Subjektiv Data Objektiv
Ny.D mengatakan nyeri dibagian Ny.D tampak meringis saat bergerak
bekas operasi atau berjalan
Ny.D mengatakan tidak nyaman pada Ny.D tampak pucat, mukosa kering,
luka post sc Ny.D tampak menahan sakit saat mau
Ny.D mengatakan aktivitas masih duduk
dibantu dengan suami. Ny.D tampak berhati-hati saat
Ny.D mengatakan nyeri saat bergerak bergerak
dari tempat tidur Ny.D tampak kesulitan berjalan,
Ny.D mengatakan masih kurang tau duduk dan berdiri dari tempat tidur
cara merawat bayi yang benar Terdapat luka post operasi Sectio
Ny.D mengatakan tidak tahu teknik Caesarea dengan panjang ± 8cm
menyusui bayi yang benar pada daerah hipo gastritis.
Ny.D mengatakan Asinya sedikit Produksi ASI Ny.D sedikit
keluar.
TTV :
Ny.D mengatakan belum tau KB apa
TD : 100/75 mmHg
yang harus dipakai.
N: 72 x/i
PQRST :
RR: 20 x/i
P= Ny.D mengatakan nyeri
S: 36,2 C
bertambah ketika bergerak
TB: 160 cm
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk
BB saat hamil: 57 kg
R = abdomen region 8 (Hipo gastrik)
BB sebelum hamil: 44 kg
S = skala 6
Hasil lab :
T = nyeri hilang timbul
Hemoglobin 8,4 g/dl
Ht 33,4 %
Leukosit14,09 10^3/µL
Ureum38.3 mg/dL
PQRST :
P = Ny.D mengatakan nyeri
bertambah ketika bergerak
Q = nyeri seperti tertusuk-tusuk
R = abdomen region 8 (Hipo gastrik)
S = skala 6
T = nyeri hilang timbul
Perubahan perfusi
jaringa perifer
Invasi bakteri
Resiko infeksi
5. DS : Operasi Section Defisit
Ceasarea
Ny.D mengatakan masih kurang tau pengetahuan
cara merawat bayi yang benar post partum nifas
Ny.D mengatakan tidak tahu teknik
menyusui bayi yang benar ejeksi ASI
Ny.D mengatakan Asinya sedikit kurang informasi
keluar. tentang tentang teknik
menyusui pada bayi
Ny.D mengatakan belum tau KB
apa yang harus dipakai.
DO :
Produksi ASI Ny.D sedikit
13.45 IT
5.Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi
nyeri.
R : Ny.D koopratif
melakukan relaksasi
nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
6. Kolaborasi pemberian
analgesic :
Antrain 3 x 1000mg
2. 19/4/21 Perfusi perifer tidak efektif b/d Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi 15.00 WIT 15.40 WIT
penurunan konsentrasi tindakan (I.02079) 1.Memonitor pemeriksaan S : -
sirkulasi perifer.
hemoglobin (D.0009) keperawatan Observasi R:
O:
DS : selama 1 x 24 jam 1.Pemeriksaan sirkulasi Konjungtiva anemis Mengganti balutan
Ny.D mengatakan sedikit lemas diharapan perfusi Mukosa klien lembab bekas operasi SC,
perifer
Akral hangat
DO : perifer efektif 2.Identiikasi factor resiko Konjungtiva anemis
CRT < 2 detik
•Ny.D tampak pucat dan mukosa dengan kriteria Mukosa klien lembab
gangguan sirkulasi TD: 110/85 mmHg
Akral hangat
kering hasil : Teraupetik RR: 21 x/i
CRT < 2 detik
Nadi : 87 x/i
Konjungtiva anemis Perfusi perifer 3. Lakukan pencegahan S : 36, 9 C TD: 110/85 mmHg
(L.02011) infeksi RR: 21 x/i
CRT > 2 detik 2. Mengidentifikasi factor Nadi : 87 x/i
Akral dingin Klien tidak pucat Edukasi resiko gangguan S : 36, 9 C
sirkulasi.
•Hemoglobin 8,4 g/dl Kelemahan otot 4. Ajarkan program diet R : klien mengatakan
kembali normal untuk memperbaiki A : Masalah belum
•Ht 33,4 %
15.20 WIT teratasi
•Leukosit14,09 10^3/µL Penyembuhan sirkulasi 3. Melakukan pencegahan
infeksi P : Intervensi 1dan 4
•TTV : luka baik
R : Mengganti balutan
TD : 100/75 mmHg Turgor kulit bekas operasi SC
N: 72 x/i membaik dengan teknik aseptic.
3. 19/4/21 Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi 13.05 WIT 15.55 WIT
DS : tindakan (I.06171) 1. mengidentifikasi S:
Ny.D mengatakan aktivitas keperawatan Observasi adanya nyeri atau Ny.D mengatakan
masih dibantu dengan suami. selama 1 x 24 jam 1.Identifikasi adanya keluhan fisik lainnya. nyeri berkurang
Ny.D mengatakan nyeri saat diharapan nyeri atau keluhan fisik R : Ny.D mengatakan ketika beraktivitas
bergerak dari tempat tidur gangguan lainnya. nyeri ketika atau bergerak
DO : mobilitas fisik 2.Monitor frekuensi beraktivitas atau
Ny.D tampak meringis saat dengan kriteria jantung dan tekanan bergerak O:
bergerak atau berjalan hasil : darah sebelum 2. Memonitor frekuensi klien tampak
Ny.D tampak menahan sakit Mobilitas fisik ambulasi. jantung dan tekanan meringis karena nyeri
saat mau duduk (L.05042) 3.Monitor kondisi umum darah sebelum ketika bergerak
Ny.D tampak berhati-hati saat Klien tidak selama melakukan ambulasi. klien tidak
bergerak mengeluh nyeri ambulasi. R: menggunakan alat
Terdapat luka post operasi Gerakan klien Terapeutik Sebelum ambulasi bantu tetapi di bantu
Sectio Caesarea dengan kembali normal 4. Fasilitasi aktivitas TD : 100/85 mmHg dengan suami saat
4. Menganjurkan cara
memeriksa kondisi
luka operasi.
R : memberi penjelasan
pada pasien untuk
memeriksa dan melihat
luka dari balutan luka
apakah ada darah dan
pinggir luka ada
kemerahan atau tidak.
5. Kolaborasi pemberian
analgesic
R:
5. 19/4/21 Defisit pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan 17.00 WIT
terpapar informasi (D.0111) tindakan (I.12383) 1. Identifikasi kesiapan S:
DS : keperawatan Observasi dan kemampuaan Klien mengatakan sudah
Ny.D mengatakan masih selama 1 x 24 jam 1.Identifikasi kesiapan dan menerima informasi. paham cara menyusui
kurang tau cara merawat bayi diharapan deficit kemampuaan menerima R : klien bersedia bayi.
yang benar pengetahuan informasi. untuk mendapatkan
Ny.D mengatakan tidak tahu dengan kriteria 2.Identifikasi factor yang informasi terkait teknik O:
teknik menyusui bayi yang hasil : dapat meningkatkan dan menyusui bayi. Klien koopratif dengan
benar Tingkat menurunkan motivasi 2. Identifikasi factor penkes yang di berikan.
Ny.D mengatakan Asinya pengetahuan(L. perilaku hidup bersih dan yang dapat
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada masalah keperawatan khususnya pada kasus post operasi section caesarea
secara teori terdapat 6 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak meringis.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa
lemah.
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan
tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi)
dibuktikan dengan fisik lemah.
6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan
dibuktikan dengan perdarahan. Sedangkan pada data yang didapat pada klien Ny.
D muncul 5 diagnosa keperawatan yaitu :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post sc)
b) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
d) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
e) Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi menyusui pada bayi
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan,penulis tidak menemukan kesulitan
atau hambatan. Hal ini karena didukung oleh tersedianya sumber buku diagnosa
keperawatan, data-data yang ditunjukkan oleh klien sesuai dengan konsep yang ada.
Adanya kerjasama yang baik dengan perawat ruangan dan keluarga yang secara
terbuka dalam menyampaikan semua yang dikeluhkan dan dirasakan saat ini,
sehingga penulis dapat menegakkan 5 diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis yang dilakukan perencanaan adalah lakukan pengkajian nyeri,
komprehensif yang meliputi lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi, intensitas
dan faktor penyebab. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang dapat berkomunikasi secara
efektif, pastikan perawatan analgesic bagi klien dilakukan pemantauan dengan
ketat, gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri dan
sampaikan penerimaan nyeri klien, bagi pengetahuan tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan, dan intensitas nyeri, dorong klien
untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat, anjurkan klien
menggunakan teknik nonfarmakologis yaitu teknik napas dalam dan anjurkan
klien menggunakan obat-obat penurun nyeri.
b. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin dibuktikan
dengan klien mengatakan sedikit lemas, tampak pucat dan mukosa kering,
konjungtiva anemis, HB 8,4 gr. Intervensi / perencanaan yang dilakukan adalah
Pemeriksaan sirkulasi perifer, Identiikasi factor resiko gangguan sirkulasi,
Lakukan pencegahan infeksi dan Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi
c. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri dibuktikan dengan aktivitas masih dibantu
dengan suami, nyeri saat bergerak dari tempat tidur , tampak meringis saat
bergerak atau berjalan, tampak menahan sakit saat mau duduk,tampak berhati-
hati saat bergera,Terdapat luka post operasi Sectio Caesarea dengan panjang ±
8cm. Perencanaan yang dilakukan adalah Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
ambulasi, Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, Fasilitasi
aktivitas ambulasi dengan alat bantu, Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi dan anjurkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (misal. Berjalan sesuai toleransi, belajar ketempat tidur ke
kursi roda)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive dibuktikan
dengan Terdapat luka post operasi Sectio Caesarea dengan panjang ± 8cm ,
Luka post operasi sc tampak kemerahan, Hemoglobin 8,4 g/dl Leukosit14,09
10^3/µL
Perencanaan yang dilakukan adalah monitor tanda dan gejala infeksi sistematik
dan lokal, monitor ketentuan terhadap infeksi, batasi jumlah pengunjung,
berikan perawatan kulit pada area operai, periksa kondisi luka setiap hari,
anjurkan istirahat, anjurkan menjaga kebersihan tangan, anjurkan latihan
berjalan perlahan-lahan, anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, anjurkan
meningkatkan asupan cairan, mencuci tangan sebelum dan sesudah aktifitas.
Dari 5 diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang
penulis temukan dalam melakukan asuhan keperawatan kurang lebih sudah
mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal. Maka dari itu, dalam
melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal
memerlukan adanya kerjasama antara penulis dengan klien, perawat, dan tim
kesehatan lainnya.
1. Pada diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
dibuktikan dengan tampak meringis, masalah nyeri yang dirasakan klien pada
luka bekas post operasi section caesarea masalah teratasi.
2. Pada diagnosa keperawatan Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin, masalah perfusi jaringan ferifer teratasi
3. Pada dignosa keperawatan Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
invasif, masalah resiko infeksi teratasi / infeksi tidak terjadi
4. Pada diagnosa keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri, masalah mobilitas fisik juga telah teratasi dan
5. Pada diagnosa keperawatan Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi menyusui pada bayi, masalah telah teratasi.
BAB V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Aprina A. (2016). Ukuran Panggul pada Pasien Pasca Seksio Sesaria atas Indikasi
Panggul Sempit. Poltekkes Jakarta
Baston & Hall. (2014). Midwifery Essentials : Persalinan, Volume 3. Jakarta :Buku
Kedokteran EGC
Putri A. (2018). Asuhan Keperawatan Ibu Post Operasi Seksio Caesaria pada Hambatan
Mobilitas Fisik dengan Tindakan Ambulasi Dini di RSUD A. W. Sjahranie
Samarinda. Poltekkes Kaltim : Samarinda.
Rini P. (2018). Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Sectio Caesarea dengan masalah
Nyeri Akut menggunakan Aromaterapi Lavender di Ruang Mawar Nifas RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Poltekkes Kaltim : Samarinda.