Anda di halaman 1dari 14

MODUL PERKULIAHAN

Kewarganegaraan
Penafsiran Konstitusi dan Pertentangan Norma
ABSTRAK TUJUAN

Kita mengenal tata urutan


persaturan perundang-
Tatap Maya Kode Mata Kuliah :31452E3FA
undangan (hierarkhi) sesuai

05
Fakultas: - Disusun Oleh :
Program Studi:-pasal 7 (1) UU No 12 Tahun Adhining Prabawati Rahmahani, SH., MH

2011. Dalam ketentuan


membentuk suatu produk
hukum, tidak boleh
bertentangan dengan produk
hukum yang letaknya di
atasnya. Dalam hal adanya
pertentangan norma antar
peraturan perundang-
undangan, maka dilakukan
judicial review (uji materiil).

Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
2 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan.
Dalam praktek ketatanegaraan , membuat suatu produk hukum dalam konteks
pembentukan perundang-undangan , baik Undang-undang maupun produk hukum yang
secara hierarkhis berada di bawah Undang-undang tentu saja bukanla hal yang mudah.
Hierarki Pearturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sesuai Pasal 7 angka
1 UU No 12 Tahun 2011 meliputi :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
 
Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan di atas sesuai dengan
hierarki tersebut dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Dalam ketentuan membentuk suatu produk hukum, tidak boleh
bertentangan dengan produk hukum yang letaknya di atasnya. Misal produk
hukum Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang.
Dalam hal adanya pertentangan norma antar peraturan perundang-undangan,
maka dilakukan judicial review (uji materiil). Ada mekanisme yang dapat
ditempuh dengan ketentuan :

1. Norma dalam Uu bila bertentangan dengan UUD 1945 mekanisme


judicial review ke ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
2. Norma dibawah undang-undang, apabila bertentangan dengan
undang-undang, mekanisme judicial rerview ke ranah MA
(Mahkamah Agung)
B. Penafsiran Konstitusi

Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
3 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Kata ‘konstitusi” yang berarti pembentukan, berasal dari kata
“constituer” (Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah
“undang-undang dasar” merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
“grondwet”. “Grond” berarti dasar, dan “wet” berarti undang-undang. Jadi
Grondwet sama dengan undang-undang dasar. Namun dalam kepustakaan
Belanda dikenal pula istilah “constitutie” yang artinya juga undangundang dasar. Dalam
kepustakaan hukum di Indonesia juga dijumpai
istilah “hukum dasar”.

Hukum memiliki pengertian yang lebih luas


dibandingkan dengan undang-undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan
bisa tidak tertulis, sedangkan undang-undang menunjuk pada aturan
hukum yang tertulis. Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan
pengertiannya dengan hukum dasar, yang berarti sifatnya bisa tertulis dan
tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar adalah hukum dasar yang
tertulis atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen. Dengan demikian
undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi. Sedangkan di
samping undang-undang masih ada bagian lain dari hukum dasar yakni
yang sifatnya tidak tertulis, dan biasa disebut dengan konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini merupakan aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
walaupun tidak tertulis.

a. Pengertian Konstitusi

Menurut James Bryce, konstitusi adalah suatu kerangka masyarakat


politik (negara) yang diorganisir dengan dan melalui hukum. (Stong,
2008:15). Dengan demikian konstitusi merupakan kerangka kehidupan
negara yang diatur dengan ketentuan hukum.
Pendapat lainnya menyatakan bahwa konstitusi memiliki 2 (dua)
pengertian, yaitu pengertian yang luas dan pengertian yang sempit.
Namun hampir semua negara di dunia memberi arti konstitusi dalam
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
4 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
pengertian yang sempit, kecuali di Inggris. (Martosoewignjo, 1981:62).
Dalam pengertian yang sempit konstitusi hanya mengacu pada
ketentuan-ketentuan dasar yang tertuang dalam dokumen tertulis yaitu
undang-undang dasar, sehingga muncul sebutan seperti, Konstitusi
Amerika Serikat, Konstitusi Perancis, Konstitusi Swiss, dan sebagainya.
Sedangkan dalam pengertian yang luas, konstitusi juga mencakup
kebiasaan ketatanegaraan sebagai suatu kaidah yang sifatnya tidak tertulis.
Jadi ketika istilah “konstitusi” disamakan pengertiannya dengan
“undang-undang dasar”, istilah tersebut hendaknya dipahami dalam
pengertian yang sempit.
b. Unsur-unsur Konstitusi
Undang-undang dasar atau konstitusi negara tidak hanya
berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah, akan tetapi juga
menggambarkan struktur pemerintahan suatu negara. Menurut Savornin
Lohman ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam konstitusi yaitu:
a. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial), sehingga menurut pengertian ini, konstitusikonstitusi yang
ada merupakan hasil atau konklusi dari
persepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan
yang akan mengatur mereka.
b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia,
berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga
negara yang sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban
baik warganya maupun alat-alat pemerintahannya.
c. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan
pemerintahan. (Lubis, 1982:48)
Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang menyatakan
bahwa materi muatan konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan warga
negara,
b. Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
5 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
mendasar,
c. Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar. (Chaidir, 2007:38).
Menurut CF. Strong, konstitusi memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Cara pengaturan berbagai jenis institusi;
b. Jenis kekuasaan yang diberikan kepada institusi-institusi tersebut;
c. Dengan cara bagaimana kekuasaan tersebut dilaksanakan. (Stong,
2008:16).
Dari beberapa pendapat sebagaimana di atas, dapat dekemukakan
bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam konstitusi modern meliputi
ketentuan tentang:
a. Struktur organisasi negara dengan lembaga-lembaga negara di
dalamnya;
b. Tugas/wewenang masing-masing lembaga negara dan hubungan
tatakerja antara satu lembaga dengan lembaga lainnya;
c. Jaminan hak asasi manusia dan warga negara.

c. Penafsiran Konstitusi
Istilah ‘penafsiran konstitusi’ merupakan terjemahan dari
constitutional interpretation. Albert H. Y. Chen, guru besar Fakultas Hukum
Universitas Hong Kong menggunakan istilah ‘constitutional interpretation’
yang dibedakan dari ‘interpretation of statutes.’ Penafsiran konstitusi atau
constitutional interpretation merupakan penafsiran terhadap ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam konstitusi atau undang-undang dasar, atau
interpretation of the Basic Law. Penafsiran konstitusi merupakan hal yang
tidak terpisahkan dari aktivitas judicial review. Chen menyatakan:
The American experience demonstrates that constitutional
interpretation is inseparable from judicial review of the
constitutionality of governmental actions, particularly legislative
enactments. Such judicial review was first established by the
American Supreme Court in Marbury v Madison (1803).
Penafsiran konstitusi yang dimaksud di sini adalah penafsiran yang
digunakan sebagai suatu metode dalam penemuan hukum (rechstvinding)
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
6 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
berdasarkan konstitusi atau undangu-ndang dasar yang digunakan atau
berkembang dalam praktik peradilan MK (Mahkamah Konstitusi). Metode
penafsiran diperlukan karena peraturan perundang-undangan tidak
seluruhnya dapat disusun dalam bentuk yang jelas dan tidak membuka
penafsiran lagi.
Ada pandangan yang mengemukakan, bahwa penafsiran konstitusi
atau undangundang dasar, tidaklah sama dengan penafsiran hukum.
Bertumpu dari pengertian ‘konstitusi’ atau ‘undang-undang dasar’ di satu
sisi, dan pengertian ‘hukum’ di sisi lain jelaslah memang pengertian
‘konstitusi’ atau ‘undang-undang dasar itu tidak sama (analog). Oleh karena
itu, penafsiran konstitusi atau undang-undang dasar tidaklah begitu saja
dianalog-kan dengan pengertian penafsiran hukum.
Jika konstitusi diartikan sebagai undang-undang dasar (=hukum
dasar yang tertulis), maka penafsiran konstitusi atau undang-undang dasar
hanyalah merupakan salah satu bagian saja dari penafsiran hukum.
Penafsiran hukum (dilihat dari bentuk hukumnya -- rechtsvorm) dapat
bermakna luas, baik itu penafsiran terhadap hukum yang tertulis (geschreven
recht) maupun hukum yang tidak tertulis (ongeschreven) hukum itu tidak
dapat ditarik secara tegas, karena ketika hakim menafsirkan konstitusi, ia
tidak dapat dibatasi hanya dengan melakukan penafsiran terhadap norma-
norma hukum tertulisnya saja atau sesuai dengan rumusan teks-nya saja,
melainkan dapat saja ia melakukan penafsiran terhadap norma-norma hukum
konstitusi yang tidak tertulis, seperti asas-asas hukum umum (elgemene
rechtsbeginselen) yang berada di belakang rumusan norma-norma hukum
tertulis itu.
Dalam ilmu hukum dan konstitusi, interpretasi atau penafsiran
adalah metode penemuan hukum (rechtsvinding) dalam hal peraturannya ada
tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Penemuan
hukum ihwalnya adalah berkenaan dengan hal mengkonkretisasikan produk
pembentukan hukum. Penemuan hukum adalah proses kegiatan pengambilan
keputusan yuridik konkret yang secara langsung menimbulkan akibat hukum
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
7 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
bagi suatu situasi individual (putusan-putusan hakim, ketetapan, pembuatan
akta oleh notaris dan sebagainya). Dalam arti tertentu menurut Meuwissen,
penemuan hukum adalah pencerminan pembentukan hukum.
Macam-macam penafsiran yang akan diuraikan berikut ini,
bukanlah merupakan suatu metode yang diperintahkan kepada hakim agar
digunakan dalam penemuan hukum, akan tetapi merupakan penjabaran dari
putusan-putusan hakim. Dari alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan
yang sering digunakan oleh hakim dalam menemukan hukumnya, dapat
diidentifikasikan beberapa metode interpretasi.
Pandangan Jimly Asshiddiqie (2006: 175) bahwa penafsiran
merupakan proses dimana pengadilan mencari kepastian pengertian
mengenai pengaturan tertentu dari suatu undang-undang, penafsiran
merupakan upaya melalui pengadilan untuk mencari kepastian mengenai apa
sesungguhnya yang menjadi kehendak pembentuk undang-undang.
Pandangan lain menyebutkan bahwa penafsiran merupakan upaya mencari
arti atau makna atau maksud sesuatu konsep/ kata/ istilah, menguraikan atau
mendeskripsikan arti atau makna atau maksud dari konsep/ kata/ istilah
dengan maksud agar jelas atau terang artinya. Menafsirkan konstitusi berarti
memberikan arti atau makna dari suatu istilah atau kumpulan istilah dalam
rumusan pasal atau ayat. Biasanya dilakukan dengan cara menguraikan atau
menjelaskan maksud dari sesuatu hal yang dianggap belum jelas. Selain itu,
menafsirkan konstitusi atau undang-undang berarti memberikan keterangan
atau penjelasan agar dapat dipahami maksud atau artinya (Rosjidi
Ranggawijaya, 1996: 34).
Satjipto Rahardjo mengutip pendapat Fitzgerald mengemukakan,
secara garis besar interpretasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu:
(1) interpretasi harfiah; dan
(2) interpretasi fungsional.
Interpretasi harfiah merupakan interpretasi yang semata-mata
menggunakan kalimat-kalimat dari peraturan sebagai pegangannya. Dengan
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
8 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
kata lain, interpretasi harfiah merupakan interpretasi yang tidak keluar dari
litera legis. Interpretasi fungsional disebut juga dengan interpretasi bebas.
Disebut bebas karena penafsiran ini tidak mengikatkan diri sepenuhnya
kepada kalimat dan kata-kata peraturan (litera legis). Dengan demikian,
penafsiran ini mencoba untuk memahami maksud sebenarnya dari suatu
peraturan dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bisa
memberikan kejelasan yang lebih memuaskan.
Dalam studi ilmu hukum tata negara, penafsiran suatu naskah
hukum (konstitusi dan dokumen hukum lainnya) merupakan suatu hal yang
niscaya, karena gagasan dan semangat yang terkandung dalam suatu naskah
hukum terkait dengan ruang dan waktu, dalam arti erat kaitannya dengan
situasi dimana dan ketika naskah hukum itu diterapkan. Kebutuhan akan
penafsiran tersebut timbul karena konstitusi tidak memuat semua ketentuan
normatif yang diperlukan dalam rangka penataan kehidupan bernegara.
Untuk melakukan penafsiran konstitusi diperlukan metode dan teknik
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan ilmiah,
sehingga upaya menegakkan konstitusi sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman yang ada dan tidak bertentangan dengan semangat
rumusan konstitusi yang lazim digunakan dalam rumusan normatif (Jimly
Asshiddiqie, 1998: 16).

C. Pertentangan Norma dari Tafsir Konstitusi


Sebagai pengadilan konstitusi, MK memiliki empat kewenangan dan satu
kewajiban sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24C UUD 1945. Keempat kewenangan
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
9 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
dan satu kewajiban tersebut terkait dengan perkara-perkara konstitusional, yaitu
Pengujian Undang-Undang, sengketa kewenangan antar lembaga negara, pembubaran
partai politik, perselisihan hasil Pemilu, dan memutus pendapat DPR dalam proses
pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai lembaga peradilan, MK dalam
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tentu melakukan penafsiran, baik
terhadap Undang-undang tertentu maupun terhadap UUD 1945. Mengingat putusan
MK bersifat final dan mengikat, maka penafsiran yang dilakukan MK melalui
putusannya merupakan penafsiran akhir sehingga MK disebut memiliki fungsi sebagai
the final interpreter of the constitution.

Di antara kewenangan yang dimiliki MK, kewenangan memutus pengujian


Undang-undang terhadap UUD dapat dikatakan sebagai kewenangan utama dari sisi
teori dan kesejarahan. Memutus pengujian Undang-undang merupakan kewenangan
yang berpengaruh besar terhadap penyelenggaraan negara dengan tiga alasan. Pertama,
putusan MK bersifat final dan mengikat serta berlaku umum (erga omnes) sehingga
harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak, bukan hanya yang mengajukan
permohonan. Kedua, Undang-undang merupakan produk hukum utama sebagai dasar
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketiga, ketentuan di dalam
Undang-undang selanjutnya akan dijabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah. Di dalam memutus perkara Pengujian Undang-Undang pada
hakikatnya MK memutus apakah suatu ketentuan dalam suatu undang-undang yang
diuji bertentangan atau tidak dengan ketentuan dalam UUD 1945. Untuk
melaksanakan kewenangan tersebut tentu MK harus menggali makna dan menentukan
pengertian dari ketentuan UUD 1945 sehingga dapat dijadikan sebagai batu uji. Proses
itu adalah proses penafsiran konstitusi. Terdapat berbagai metode penafsiran yang
dapat digunakan, seperti original intent, gramatikal, sistematis, kontekstual, hingga
penafsiran kritis. Penafsiran sesungguhnya dilakukan oleh DPR dan Presiden pada saat
membentuk Undang-undang untuk melaksanakan UUD 1945. Namun karena UUD
1945 menentukan bahwa Undang-undang dapat dimohonkan pengujian kepada MK
berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan dinyatakan bahwa putusannya bersifat
final dan mengikat, maka penafsiran MK lah yang merupakan penafsiran akhir.
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
10 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Putusan MK dalam perkara Pengujian Undang-Undang harus diperhatikan
dalam upaya pembangunan hukum nasional khususnya perubahan perundang-
undangan.Putusan-putusan tersebut memuat penafsiran terhadap ketentuan dalam
konstitusi baik di bidang politik , ekonomi, maupun sosial budaya.

Pengujian konstitusional undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945


(UUD 1945) yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) adalah untuk menilai
kesesuaian antara produk hukum yakni undang-undang dengan UUD 1945 yang
didasarkan pada norma-norma yang tertulis di dalamnya. Umumnya, norma
dikategorikan menjadi norma umum (algemeen) dan norma individual (individueel)
serta norma yang abstrak (abstract) dan norma yang konkret (concrete). Pembedaan
antara yang umum dan yang individual didasarkan pada mereka yang terkena aturan
norma tersebut (adressat), ditujukan pada orang atau sekolompok orang yang tidak
tertentu atau ditujukan kepada orang atau sekolompok orang yang tertentu. Norma
hukum konkret dimaknai sebagai suatu norma hukum yang melihat perbuatan
seseorang secara lebih nyata (konkret).

Sedangkan norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat
pada perbuatan seseorang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret. Dengan kata
lain, norma ini merumuskan suatu perbuatan secara abstrak. Sedangkan pembedaan
antara norma abstrak dengan norma konkret didasarkan pada hal yang diatur dalam
norma tersebut, untuk peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu atau untuk peristiwa-
peristiwa tertentu.

Pengujian terhadap norma undang-undang adalah pengujian mengenai nilai


konstitusionalitas undang-undang, baik dari segi formil ataupun materiil. Karena itu,
pada tingkat pertama, pengujian konstitusionalitas haruslah dibedakan dari pengujian
legalitas. MK pengujian konstitusionalitas, sedangkan Mahkamah Agung (MA)
melakukan pengujian legalitas, bukan pengujian konstitusionalitas. Dalam perkara
judicial review undang-undang, baik menurut UUD 1945 maupun menurut UU
MK, ditegaskan MK hanya berwenang menilai atau mengadili konstitusionalitas
sebuah UU terhadap UUD 1945. MK hanya dapat menyatakan apakah sebuah UU,

Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
11 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
sebagian isinya, kalimat, atau frasenya, bertentangan dengan konstitusi atau tidak. MK
tidak dapat menerobos batas kompetensi konstitusionalitas dan masuk ke dalam
kompetensi legalitas. Dalam perkara judicial review, amar putusan MK tidak dapat
masuk ke ranah yang bersifat legalitas.1Kewenangan konstitusional MK dalam
memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengujian undang-undang terhadap
undang-undang dasar adalah mengenai konstitusionalitas norma. Otoritas MK berada
dalam ranah pengujian norma abstrak bukan implementasi norma (kasus konkret).
Tugas MK adalah menilai sesuai atau tidaknya satu undang-undang dengan Undang-
Undang Dasar 1945. Dalam memutus pengujian norma undang-undang, MK
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Untuk memperkuat
keyakinan hakim konstitusi dalam memutus suatu perkara, hakim konstitusi
menerapkan berbagai model penafsiran konstitusi yang menjadi metode penentuan
hukum terhadap suatu perkara konstitusionalitas norma. Pandangan ini semakin
menegaskan bahwa pengujian konstitusionalitas norma adalah kompetensi MK yang
berimplikasi pada setiap perkara yang diajukan haruslah menyangkut konstitusionalitas
norma bukan penerapan norma.

Berbagai undang-undang diuji ke MK menitikberatkan pada pengujian


keabsahan norma-norma pasal atau ayat terhadap konstitusi. Norma yang diajukan
oleh Pemohon pada dasarnya norma abstrak yang termuat dalam sebuah undang-
undang. Hal tersebut juga telah diatur dalam UU MK yang menegaskan bahwa MK
menguji terhadap norma-norma pasal yang masih bersifat abstrak dalam sebuah
undang-undang Perihal kualifikasi norma dalam pengujian undang-undang terdapat
dua jenis norma yaitu abstrak dan konkret. Dalam tahap pengujian norma abstrak, MK
umumnya tidak mempersoalkan kedudukan norma yang diujikan namun lebih fokus
pada penilaian atas kadar konstitusionalitas norma terhadap UUD 1945. Hal ini
berbeda dengan pengujian norma konkret dimana umumnya pemohon meminta
putusan provisi, sehingga MK menolak permohonan pemohon atau menyatakan tidak
dapat menerima untuk pemohon yang substansi permohonannya norma konkret serta
tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Pada bagian ini akan dibahas
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
12 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
mengenai kualfikasi atau kriteria norma konkret dalam putusan MK secara umum,
selanjutnya dibahas lebih khusus dalam hal amar Dikabulkan, Ditolak dan Tidak Dapat
Diterima. Kemudian pembahasan dilanjutkan pada kedudukan norma konkret dalam
pengujian undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA
Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
13 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Buku

MODUL Ristekdikti

Artikel Ilmiah

Lailam, Tanto, https://media.neliti.com/media/publications/115077-ID-penafsiran-


konstitusi-dalam-pengujian-ko.pdf, diakses tanggal 15 April 2021.

https://media.neliti.com/media/publications/110710-ID-konstitusionalitas-dan-legalitas-
norma-d.pdf,

http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2011/11/Penafsiran-Konstitusi.pdf, diakses tanggal 16


April 2021

Pola Penafsiran Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Periode 2003 - 2008
dan 2009 - 2013 The Pattern of Constitutional Interpretation on The Constitutional
Court Decisions in the period 2003-2008 and 2009 – 2013 236 Jurnal Konstitusi,
Volume 14, Nomor 2, Juni 2017

Kewarganegaraan
2021 PPePAdnPPendidiPen
14 Adhining Prabawati RahmahaniSH., MH Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id

Anda mungkin juga menyukai