Anda di halaman 1dari 12

“TOLERANSI AGAMA DAN PLURALISME”

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA


KRISTEN SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019/2020

DIBUAT OLEH

SAMUEL HANSEN

1940050059

Dosen Pengampu :

Pdt.Dra.Ester Rela Intarti,M.Th


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah dengan judul “Toleransi agama dan pluralisme”. Tugas
ini dibuat untuk menyelesaikan tugas perkuliahan pada mata kuliah Pendidikan Agama Kristen.
Dalam menulis karya ilmiah ini terdapat hambatan yang dialami. Kendati demikian, saya selaku
penulis dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah ini dengan baik. Saya mengucapkan terimakasih
kepada Pdt.Dra. Ester Rela Intarti,M.th selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Kristen
yang telah membimbing dalam pembuatan tugas karya ilmiah ini. Dalam karya ilmiah ini, saya
selaku penulis memaparkan informasi tentang toleransi beragama dan pluralisme dalam
kehidupan sehari-hari. Kiranya para pembaca dapat saling bertoleransi satun sama lain seperti
yang dicantumkan dalam Alkitab. Kiranya karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor,23Juni 2020

Penulis,

Samuel Hansen
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk terbanyak di dunia. Selain
penduduk, Indonesia juga memiliki suku, agama, etnis, ras terbanyak di dunia. Keberagaman
inilah yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan di kancah
internasional. Keberagaman ini disebut juga dengan toleransi. Indonesia memiliki jiwa toleransi
dan pluralism yang sangat tinggi. Namun masih ada saja masyarakat atau beberapa orang yang
tidak mementingkan atau tidak peduli dengan kedua hal tersebut , bahkan ada juga yang
menolak. Hal ini yang bisa membuat negara Indonesia menjadi terpecah belah karena hal ini.
ISI

Toleransi berasal dari bahasa latin “tolerare” yang berarti "sabar dan menahan diri". Toleransi
juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau
antarindividu (perseorangan) baik itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang
lain. Menghargai dan menerima pendapat orang lain juga merupakan salah satu bentuk toleransi
yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Di negara Indonesia kehidupan toleransi umat
beragama sangat tinggi. Karena Indonesia memiliki berbagai macam agama yang diyakini oleh
semua rakyat Indonesia. Dalam kehidupan beragama di Indonesia semua masyarakat harus
menghargai umat beragama lain untuk menciptakan suasana yang tentram dan nyaman.

Dalam kehidupan toleransi umat beragama memiliki empat (4) prinsip yaitu:

 Tidak boleh ada paksaan dalam beragama baik paksaan itu berupa halus maupun
dilakukan secara kasar.
 Manusia berhak untuk memilih dan memeluk agama yang diyakininya dan beribadat
menurut keyakinannya itu.
 Tidak akan berguna memaksa seseorang agar mengikuti suatu keyakinan tertentu.
 Tuhan Yang Maha Esa tidak melarang hidup bermasyarakat dengan yang tidak
sefaham atau tidak seagama, dengan harapan menghindari permusuhan.

Pada dasarnya keempat prinsip mengajarkan kita untuk saling menghormati antar umat beragama
yang ada di Indonesia. Karena dengan kita saling menghormati mengharagai umat yang berbeda
keyakinan dengan kita, maka kehidupan toleransi antar umat beragama di Indonesia akan
menjadi semakin tentram dan nyaman dalam menjalani kehidupan antar umat beragama di
Indonesia. Keberadaan toleransi dalam kehidupan beragama adalah hal yang sangat utama
dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan antar umat beragama yang didasarkan pada
toleransi akan menjalin rasa persaudaraan yang baik, rasa kerja sama, dan membela
golongan yang menderita. Sikap toleransi akan dapat melestarikan dan menguatkan
persatuan dan kesatuan bangsa, mendukung dan menyukseskan pembangunan, serta
menghilangkan kesenjangan sosial.

Dalam kehidupan toleransi umat beragama memiliki banyak sekali manfaat yaitu:

 Meningkatkan rasa persaudaraan, dengan adanya sikap toleransi yang dimiliki


seseorang akan meningkatkan rasa persaudaraan. Akan timbul rasa kasih sayang kepada
sesama meski memiliki perbedaan. Apalagi Indonesia merupakan negara yang mejemuk
penduduknya.
 Meningkatkan rasa nasionalisme, dengan adanya sikap toleransi maka akan timbul rasa
nasionalisme pada diri sendiri. Akan semakin cinta kepada tanah air dengan keragaman
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
 Meningkatkan kekuatan dalam iman, dalam agama yang kita anut telah diajarkan untuk
berbuat kebajikan kepada sesama manusia. Tiap manusia harus menjalin hubungan baik
dengan lingkungannya dengan sikap saling menghormati dan mengasihi. Karena setiap
manusia dikaruniai hak-hak asasi yang harus dihormati orang lain.
 Memudahkan mencapai kata mufakat, dengan adanya sikap toleransi akan memudahkan
mencapai kata mufakat dalam setiap keputusan atau persoalan yang ada. Setiap pendapat
orang itu berbeda-beda. Adanya perbedaan tersebut akan tercipta kemufakatan yang adil
untuk semua golongan.
 Memudahkan pembangunan Negara, dengan adanya sikap toleransi yang dimiliki akan
memudahkan dalam pembangunan negara. Karena dengan adanya perbedaan, justru akan
membuat negara semakin kuat.

Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam)


dan isme (=paham) yang berarti paham atas keberagaman
Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk
hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga
pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk
mencapai pluralisme diperlukan adanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau
sekelompok orang. Pluralisme di Indonesia masih sering dipandang sebelah mata oleh
masyarakat Indonesia sendiri, di mana masih terjadi keributan-keributan antar etnis atau
antar agama di beberapa daerah di Indonesia. Hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa
masyarakat Indonesia belum memahami makna dari pluralisme itu sendiri. Setiap kelompok
masyarakat juga memiliki sikap etnosentrisme terhadap kelompok masyarakat yang lainnya
yang berbeda-beda menurut kaca mata kelompok masyarakat tersebut.

Tidak dapat dimungkiri, diferensiasi yang terjadi akibat kemajemukan itu telah
menyebabkan terjadinya ketegangan sosial di tengah kehidupan seperti
adanya perbedaan  diskriminasi ras, strata sosial, dan perbedaan kepentingan di sektor
ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. 
Pluralisme terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara satu pihak dengan pihak
lainnya. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagi suku, ras, agama, maupun adat istiadat, tetapi
semangat Bhinneka Tunggal Ika-lah yang kita pegang teguh untuk saling menghargai dan
menghormati keberagaman tersebut. Bagi masyarakat Indonesia yang mengasingkan orang
lain dengan cara menolak pluralisme, maka sebenarnya mereka sendiri juga menolak
pluralisme, karena perbedaan pandangan atau kaca mata seseoang dalam menyikapi
pluralisme juga disebut pluralisme. Menurut pakar studi pluralisme dari Harvard, Profesor
Diana Eck, pluralisme tidak sekedar toleransi, juga sebuah proses pencarian pemahaman
secara aktif menembus batas antar perbedaan.

Berkenaan dengan munculnya berbagai paham mengenai pluralisme sendiri menjadi sorotan
banyak orang yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemikir, tokoh agama, dan
cendekiawan. Secara khusus dalam hal agama, berbagai masyarakat yang menganut agama
atau kepercayaan berbeda-beda, dengan gambaran seperti itu, dapat dikatakan bahwa
pluralisme agama bukanlah kenyataan yang mengharuskan orang untuk saling menjatuhkan,
saling merendahkan, atau mencampuradukkan antara agama satu dengan yang lain, tetapi
justru mempertahankannya pada posisi saling menghormati dan bekerja sama. Banyak yang
pro dan kontra dengan konsep pluralisme agama di Indonesia ini. Bagi yang pro pluralisme
agama, keberagaman agama ini dianggap sebagai hal yang positif. Ini disebabkan karena
keberagaman di Indonesia ini bisa menjadikan Indonesia sebagai contoh yang baik
bagaimana kehidupan kerukunan antar agama, dan keberagaman agama di Indonesia
memang berasal dari masa lalu yang tidak bisa diubah. Selain itu bagi kelompok pro
pluralisme ini mereka juga mengutamakan kesatuan dari NKRI. Sedangkan bagi kelompok
kontra pluralisme, pluralisme itu sendiri dianggap bisa mengancam kemurnian ajaran suatu
agama. Ini disebabkan karena pada dasarnya setiap agama memiliki ajaran masing-masing.
Dan ketakutan para kelompok kontra pluralisme ini adalah bahwa nantinya ajaran setiap

Sebagai umat Kristen, kita harus berpegang teguh pada iman eksklusifnya sekaligus hidup
bertoleransi dengan orang beragama lain. Lalu bagaimana kedua hal itu bisa berjalan bersamaan
dan tidak saling meniadakan ? Di sinilah umat Kristiani harus kembali melihat bagaimana
memahami toleransi yang sesungguhnya, yang Alkitabiah. Dalam Matius 5:45 tertulis “Karena
dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan
matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang
yang benar dan orang yang tidak benar.” Dalam ayat ini jelas bahwa Tuhan menerbitkan
matahari bagi orang jahat. Tapi apakah itu berarti Tuhan menyetujui kejahatannya? Jelas tidak!
Orang jahatnya dikasihi tapi kejahatannya tidak disetujui atau bahkan kejahatannya dibenci. Ia
menurunkan hujan bagi orang tidak benar. Tapi apakah itu berarti Tuhan menyetujui
ketidakbenarannya? Jelas tidak! Orang yang tidak benar itu dikasihi dengan pemberian hujan
kepadanya tapi ketidakbenarannya sama sekali tidak disetujui oleh Tuhan. Jadi terlihat bahwa
Tuhan bertoleransi kepada orangnya tapi tidak kepada pandangan, pikiran , perbuatannya.
Dalam konteks iman Kristen mengenai toleransi

1. Tuhan itu baik bagi semua orang (Mazmur 145:9)

2. Barangsiapa tidak mencintai ia tidak menyembah Allah (1 Yohanes 4:8)

3. Gereja mengecam setiap diskriminasi

4. Gereja mengecam penganiayaan berlandaskan warba kulit, status sosial, ajaran yang
berbeda.

Kasih sebagai dasar toleransi beragama

1. Matius 22:39

2. I Korintus 13: 4-7

Dasar toleransi umat beragama


1. Kesamaan harkat dan martabat manusia sebagai gambar dan rupa Allah. (Kejadian
1:26)

2. Persaudaraan yang universal (Roma 10:12 ;Galatia 3:28)

3. Keselamatan universal terwujud dalam Yesus Kristus, diperuntukkan bagi semua orang
dan semua bangsa.

Cara membangun toleransi umat beragama

1. Membangun kesadaran bahwa antar agama memiliki titik temu pada persoalan-
persoalan etika dan moral

2. Mengembangkan sikap dasar untuk saling terbuka, mengakui dan menghargai, serta 
berdialog satu sama lainnya

3. Meningkatkan pemahaman pihak lain melalui studi  bersama dan saling tukar
informasi

4. Menghindari cara-cara yang merusak kerukunan.

5. Melakukan program bersama

–       Doa bersama

–       Studi tentang praktik keagamaan

–       Pembinaan bersama

–       Karya amal bersama.

Umat Kristiani diajarkan untuk saling menghargai, mengasihi sesama dan berbuat baik pada
mereka serta menolong mereka ketika dalam kesusahan, tapi menyetujui apa yang mereka
pahami, menerima apa yang mereka katakan sebagai kebenaran, apalagi menyesuaikan ajaran
agama Kristen dengan ajaran agama mereka sama sekali tidak dapat dilakukan. Kalau melakukan
hal itu, itu bukanlah lagi toleransi namanya melainkan kompromi.
Alkitab menjadi sumber dasar bagi kehidupan umat Kristiani yang bertoleransi dengan orang-
orang beragama lain. Dengan demikian seorang Kristen haruslah orang yang bisa hidup
bertoleransi dan rukun dengan kelompok-kelompok lain yang berbeda keyakinan / agama
dengannya bahkan harus berbuat baik kepada mereka.

Dalam pandangan agama Kristen, St. Paus Yohanes Paulus II, pada tahun 2000, mengeluarkan
Dekret Dominus Jesus Penjelasan ini, selain menolak paham Pluralisme Agama, juga
menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus  adalah satu-satunya pengantara keselamatan Ilahi
dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.

Pluralisme Agama berkembang pesat dalam masyarakat Kristen-barat disebabkan setidaknya


oleh tiga hal: yaitu

1. Trauma sejarah kekuasaan Gereja di Abad Pertengahan  dan konflik Katolik-Protestan


2. Problema teologis Kristen
3. Problema Teks Alkitab

Dalam tradisi Kristen, dikenal ada tiga cara pendekatan atau cara pandang teologis terhadap
agama lain.

 eksklusivisme, yang memandang hanya orang-orang yang mendengar dan menerima


Alkitab yang akan diselamatkan. Di luar itu, ia tidak selamat.
 inklusivisme, yang berpandangan, meskipun Kristen merupakan agama yang benar, tetapi
keselamatan juga mungkin terdapat pada agama lain.
 pluralisme, yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju inti
dari realitas agama. Dalam pandangan Pluralisme Agama, tidak ada agama yang dipandang
lebih superior dari agama lainnya. Semuanya dianggap sebagai jalan yang sama-sama sah
menuju Tuhan

Pluralisme Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama.
Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan
dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual respect), dan sebagainya.
Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada,
istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam
studi agama agama (religious studies).

Sama halnya dengan relativisme, pluralisme pun menolak keras kebenaran mutlak. Penganut
falsafah atau pandangan ini sangat mengakui dan menerima adanya berbagai ragam kebenaran.
Aspirasi mereka bahkan lebih jauh dari usaha penganut relativisme; mereka berupaya
mempersatukan agama-agama agar kebenaran-kebenaran yang beragam tersebut dapat saling
mengisi dan melengkapi. Dalam konteks Indonesia, ajaran semacam ini sangat relevan untuk
diperhatikan dalam arti diwaspadai mengingat negara kita memang memiliki keberagaman
budaya dan mengakui adanya beberapa aliran kepercayaan sebagai agama resmi. Bagi pemeluk
pluralisme keberagaman atau kemajemukan agama tersebut bisa dipandang sebagai akar
perpecahan, karena itu potensi perpecahan sebagai akibat perbedaan itu harus dihilangkan
dengan cara menolak serta menghapuskan keunikan dan kemutlakan setiap ajaran atau
pengakuan terhadap suatu realitas kebenaran. Pluralisme mengajarkan suatu sikap dengan asumsi
pandangan bahwa agama adalah respons kebudayaan atau kesadaran akan adanya realitas ilahi.
Setiap bangsa dan masyarakat memang mempunyai cara yang berbeda untuk mengalami dan
merefleksikan kontak ilahi. Dalam upaya penyatuan itulah justru setiap agama budaya dapat
saling melengkapi.

Iman Kristen menolak pluralisme karena dua alasan. Pertama, iman Kristen tidak mengenal
istilah "realitas ilah" karena hal ini bertentangan dengan kepribadian Allah. Kita tidak pernah
dapat mempercayai bahwa manusia dengan rasionya dapat mengenal Allah secara sempurna
serta kemudian merefleksikannya dalam bentuk agama-agama (1Kor 1:21). Kita dapat mengenal
Allah hanya karena Dia, dalam kasihNya, mau menyatakan diriNya terlebih dahulu kepada
manusia. Kedua, adanya dua sikap yang amat berbahaya di dalam pluralisme: kesatu, sikap
orang-orang yang secara memaksa berusaha melenyapkan perbedaan dengan menyatukan nilai-
nilai yang amat berbeda, padahal sikap inilah yang nantinya justru menimbulkan perpecahan.
Selain itu adalah sikap semau-maunya membiarkan semua orang hidup menurut norma masing-
masing (laissez faire). Sikap ini juga berbahaya sebab tidak semua norma bisa bersesuaian satu
dengan yang lain. Pluralisme sepertinya ingin mempersiapkan "dunia globalisasi" menempuh
jalan sinkretisme demi kesatuan seluruh umat manusia.
PENUTUP

Sebagai umat Kristen, sudah seharusnya bagi kita untuk saling bertoleransi antar umat yang
berbeda keyakinan dengan kita. Di negara Indonesia misalnya, mau tidak mau, suka tidak suka,
orang Kristen hidup berdampingan dengan orang-orang dari berbagai agama dan kepercayaan.
Dalam kondisi semacam ini adalah penting bagi orang Kristen untuk memikirkan bagaimana
relasinya dengan orang-orang berkepercayan lain. Jika tidak maka semua itu berpotensi untuk
mengakibatkan banyak gesekan, bentrokan, kekacauan, bahkan kerusakan yang akan
mengganggu ketentraman dan kedamaian hidup bersama. Pada saat Yesus hidup di dunia ini,
dunia sementara dikuasai oleh imperium Romawi. Itu jelas suatu negara yang tidak bersifat
teokrasi. Dan karena itu Yesus pun tidak melakukan Civil Law sebagaimana yang diperintahkan
hukum Taurat. Misalnya : Yesus tidak menghukum ahli Taurat yang mengajarkan ajaran sesat,
Yesus tidak menghukum mati orang-orang kafir yang Ia temui, Ia juga tidak memerintahkan
hukuman mati bagi perempuan yang kedapatan berzinah (Yohanes 8:5), padahal jelas Taurat
memerintahkan itu (Imamat 20:10). Kalau Ia melakukan semua itu jelas Ia menyalahi hukum
Romawi saat itu yang tidak bersifat teokrasi. Karena itu juga adalah salah jika hidup dalam
negara yang bersifat demokrasi tapi menerapkan hukum non toleransi beragama seperti negara
teokrasi Israel. Oleh karena itu, selama kita masih diberikan kesempatan, marilah berbuat baik
kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan seiman. Dalam Galatia 6:10
mengatakan bahwa haruslah berbuat baik kepada semua orang dan adanya kata-kata “terutama
kepada kawan-kawan seiman” menunjukkan bahwa kata-kata “semua orang” itu termasuk di
dalamnya adalah orang-orang yang tidak seiman. Jadi orang yang tidak seiman pun layak untuk
mendapatkan perbuatan baik kita sekalipun mereka bukanlah yang terutama.
Daftar Pustaka

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/06/170000769/tujuan-dan-manfaat-toleransi?page=all

https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme#:~:text=Pluralisme%20sosial,membuahkan%20hasil%20tanpa
%20konflik%20asimilasi.

https://www.qureta.com/post/pentingnya-pluralisme-untuk-indonesia-1

http://majalahdidik.com/2018/04/toleransi-dalam-pandangan-kristen/#:~:text=Toleransi%20berasal
%20dari%20kata%20Latin,yang%20seharusnya%20tidak%20ia%20pikul.&text=Sehingga%20kata%20ini
%20memiliki%20arti,%2C%20kepercayaan%2C%20atau%20agama%20lain.

https://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=348&res=jpz

Anda mungkin juga menyukai