Anda di halaman 1dari 20

1 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No.

1, hal 1 - 20

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia


Volume 15 Nomor 1, Juni 2018

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP


KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD): PERSEPSI PEGAWAI
PEMERINTAHAN DAERAH KOTA BOGOR
(Determinants of Fraudulent Tendencies: Perception from Employees of Government
Agencies in the City of Bogor)

Didi
Universitas Pancasila
didi.juniardy@yahoo.co.id

Indra Cahya Kusuma


Universitas Djuanda
indracahyasmatibo84@yahoo.co.id

Abstract

This study aims to examine the effect of distributive justice, procedural justice, internal control,
enforcement of regulations, organizational commitment and organizational culture on the fraudulent
tendencies. Variables are developed based on Donald Cressey’s fraud triangle theory (1953). The
population in this study is the government agencies in the city of Bogor. Research sample is
determined using a quota sampling method with the criteria of employees responsible for the
financial management of each agency. The data in this research is obtained by distributing
questionnaires to 143 respondents on 34 government agencies in the city of Bogor. The results prove
that the internal control and enforcement of regulations influence fraudulent tendencies. Meanwhile,
distributive justice, procedural justice, organizational commitment and organizational culture have
no significant effect on fraudulent tendencies.

Keywords: fraud, fraud triangle theory, local government agencies

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural,
pengendalian internal, penegakan peraturan, komitmen organisasi, dan budaya organisasi terhadap
kecenderungan kecurangan. Variabel-variabel dikembangkan berdasarkan teori fraud triangle
Donald Cressey (1953). Populasi dalam penelitian ini adalah organisasi pemerintahan daerah (OPD)
di Kota Bogor. Penentuan sampel penelitian ini menggunakan metode quota sampling dengan
kriteria pegawai yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan instansi masing-masing.
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 143 responden pada
34 OPD di Kota Bogor. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengendalian internal dan
penegakan peraturan berpengaruh terhadap kecenderungkan kecurangan. Sementara itu, keadilan
distributif, keadilan prosedural, komitmen organisasi, dan budaya organisasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.

Kata kunci: kecurangan, teori segitiga kecurangan, organisasi pemerintahan daerah


Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 2

PENDAHULUAN vertikal merupakan korupsi yang terjadi dari


struktur pemerintahan pusat hingga
Krisis ekonomi tahun 1998 dituding pemerintahan daerah (provinsi dan kabupaten/
sebagai dampak maraknya praktik-praktik kota).
fraud dalam pemerintahan. Hal ini juga yang Indikator praktik fraud di Indonesia
mendorong muncul desakan masyarakat luas dapat dilihat dari hasil berbagai survei, baik
untuk penyelenggaraan pemerintahan yang yang dilakukan oleh institusi internasional
transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi. maupun nasional. Data yang dipublikasikan
Di Indonesia, korupsi merupakan istilah oleh Transparency International (TI)
asosiasi untuk menggambarkan praktik- menunjukkan bahwa Indonesia masih
praktik fraud yang dilakukan oleh pejabat dan digolongkan sebagai negara korupsi dengan
aparatur pemerintahan. Namun, dalam literasi tingkat cukup tinggi di dunia. TI mengukur
fraud auditing, korupsi bukan bersifat umum peringkat negara-negara di dunia berdasarkan
melainkan hanya salah satu dari bentuk fraud CPI (Corruption Perception Index). Rentang
di samping penyimpangan atas aset (assets CPI terdiri dari 0 sampai 10, dimana indeks 0
misappropriation) dan pernyataan atau dipersepsikan negara terkorup dan indeks 10
pelaporan yang menipu atau dibuat salah dipersepsikan negara terbersih. CPI Indonesia
(fraudulent statement). Namun, istilah ini seperti terlihat pada Gambar 1 menunjukkan
sudah terbakukan secara legal dalam Undang- bahwa upaya pemberantasan korupsi dari
Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang- tahun ke tahun belum berhasil maksimal. Hal
Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang ini terlihat dari CPI yang belum menembus
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Fraud indeks 5 sebagai indeks netral.
dalam sektor pemerintahan tidak hanya
terbatas pada korupsi, melainkan harus 4
CPI, 3.4
dipahami sebagai tindakan pejabat publik, baik 3
politisi maupun pegawai negeri, serta pihak 2
lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
1
secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang 0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
dikuasakan pada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak (Fitrawansyah 2014).
Usaha pemberantasan korupsi yang telah Gambar 1
dilakukan pemerintah selama 16 tahun terakhir CPI Indonesia 2001-2014
belum menunjukkan hasil yang berarti. Sumber: Transparency International (2001-2014)
Semakin banyaknya kasus korupsi yang
terungkap menunjukkan bahwa praktik Sementara itu, merujuk pada data yang
korupsi berbanding lurus dengan usaha dipublikasikan oleh Dirjen Otonomi Daerah
pemberantasannya. Davia et al. (2006) dalam Kementerian Dalam Negeri, sejak adanya
Soepardi (1999) mengemukakan bahwa Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 jo.
diperkirakan 40% dari keseluruhan kasus fraud Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tidak pernah terungkap. Fenomena ini dikenal tentang Otonomi Daerah, 291 dari 524 kepala
dengan fenomena gunung es. Penting untuk daerah terlibat masalah korupsi (Indopos
dipahami bahwa pada tingkat tertentu, korupsi 2014). Hal ini menunjukkan bahwa korupsi
selalu ada dalam negara dan masyarakat. tersebar secara vertikal dari pusat ke daerah.
Secara garis besar, korupsi di sektor Sejalan dengan hal itu, berdasarkan data yang
pemerintahan dapat dibedakan menjadi dua, dipublikasikan oleh Komisi Pemberantasan
yaitu korupsi horizontal dan vertikal (Tempo Korupsi (KPK) yang mengelompokkan
2005). Korupsi horizontal merupakan korupsi korupsi menurut demografi wilayah, selama 10
yang dilakukan oleh penyelenggara negara tahun yaitu dari tahun 2004-2010, terdapat tiga
dalam lembaga tinggi, baik eksekutif, legislatif daerah yang dikategorikan sering terjadi kasus
maupun yudikatif. Sementara itu, korupsi korupsi. Daerah tersebut antara lain: Jawa
Barat 44 kasus, DKI Jakarta 28 kasus, serta
3 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

Riau dan Kepulauan Riau 26 kasus (ACCH Najahningrum (2013) menemukan bahwa
KPK 2014). semakin adil keadilan prosedural dalam suatu
Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas 18 instansi, maka semakin rendah kecenderungan
kabupaten dan 9 kota berpotensi besar fraud yang mungkin terjadi. Hasil penelitian
terjadinya korupsi. Salah satunya adalah ini bertolak belakang dengan hasil penelitian
kasus-kasus korupsi yang terjadi pada Pemkab Pristiyanti (2012), yang menemukan bahwa
dan Pemkot Bogor. Contoh-contoh kasus keadilan prosedural tidak dapat menekan
korupsi tersebut antara lain: kasus mark up pegawai untuk melakukan fraud, karena di
dana seragam Linmas di Kantor Kesbang Kota Indonesia, perusahaan maupun pemerintahan
Bogor (Info Korupsi 2004), korupsi dana tidak memiliki sistem kompensasi yang
penunjang kegiatan anggota DPRD Kota mendeskripsikan secara jelas hak dan
Bogor (Info Korupsi 2013), kasus suap yang kewajiban, ukuran prestasi dan kegagalan
melibatkan Bupati Bogor periode 2013-2018 dalam mengelola organisasi, serta ganjaran
(Kompas 2014) dan kasus korupsi yang dan pinalti yang dapat menghindarkan
melibatkan 3 OPD, yaitu Bapeda, BPLH, dan organisasi dari kecenderungan kecurangan
Kesbangpol berupa penyalahgunaan perizinan (Pristiyanti 2012).
(Antara Bogor 2014). Sementara itu, dimensi opportunity atau
Teori yang menjelaskan penyebab peluang merupakan dorongan seseorang untuk
seseorang melakukan fraud relatif bermacam- melakukan fraud setelah melihat kemampuan
macam. Salah satu teori yang sering digunakan yang dimiliki serta situasi yang ada. Menurut
adalah fraud triangle theory. Fraud triangle Wilopo (2006), terciptanya peluang atau
theory terdiri atas tiga komponen yaitu: opportunity disebabkan oleh lemahnya sistem
pressure (tekanan), opportunity (peluang), dan pengendalian internal organisasi. Selain itu,
rationalization (pembenaran) (Cressey 1953 opportunity juga tercipta dari lemahnya
dalam Priantara 2013). Pressure atau tekanan penegakan peraturan yang dilakukan oleh
merupakan dorongan keuangan yang instansi sehingga tidak menimbulkan efek jera.
menyebabkan individu melakukan fraud. Pada Variabel proksi opportunity yang pertama
pegawai yang bekerja dalam suatu organisasi, adalah pengendalian internal. Sampai saat ini,
tekanan keuangan berkaitan dengan pengendalian internal merupakan salah satu
kompensasi yang dipengaruhi oleh keadilan cara yang paling ampuh untuk menekan
distributif dan keadilan prosedural terjadinya fraud. Hal itu dibuktikan dengan
(Najahningrum 2013). Variabel proksi hasil penelitian yang dilakukan oleh Faisal
pressure yang pertama adalah keadilan (2013), Najahningrum (2013), Pramudita
distributif. Keadilan distributif berkaitan (2013), Zulkarnain (2013), Wilopo (2006),
dengan bagaimana penghargaan/kompensasi Pristiyanti (2012), dan Herman (2013) yang
didistribusikan dalam organisasi. Hasil menemukan bahwa pengendalian internal yang
penelitian Najahningrum (2013), Pramudita diimplementasikan oleh organisasi dapat
(2013), dan Zulkarnain (2013) menemukan menekan terjadinya fraud. Sementara itu,
bahwa semakin adil keadilan distributif maka variabel proksi opportunity yang kedua adalah
semakin rendah kecenderungan pegawai untuk penegakan peraturan. Berbeda dengan hasil
melakukan fraud. Temuan tersebut bertolak penelitian pengendalian internal yang efektif
belakang dengan hasil penelitian Faisal (2013), dapat menekan terjadinya fraud, berkaitan
Wilopo (2006), dan Pristiyanti (2012) yang dengan penegakan peraturan hanya penelitian
menemukan bahwa walaupun kompensasi yang dilakukan oleh Najahningrum (2013)
telah didistribusikan secara adil, hal ini tidak yang menemukan bahwa penegakan peraturan
dapat menekan pegawai untuk melakukan dapat mempersempit peluang bagi pegawai
fraud. Sementara itu, variabel proksi pressure untuk melakukan fraud. Hal itu, bertolak
yang kedua adalah keadilan prosedural, yang belakang dengan hasil penelitian Pramudita
berkaitan dengan bagaimana metode atau cara (2013) dan Zulkarnain (2013) yang
yang digunakan untuk menentukan menemukan bahwa semakin tinggi persepsi
penghargaan/kompensasi. Hasil penelitian penegakan peraturan di pemerintahan, maka
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 4

belum tentu dapat menekan tingkat terjadinya yang terdiri atas: 2 sekretariat, 12 dinas, 6
fraud di sektor pemerintahan. badan, 6 kantor, 6 kecamatan, dan 2 lembaga
Rationalization atau pembenaran teknis (inspektorat dan satuan polisi pamong
merupakan faktor pemicu fraud yang paling praja). Tujuan dilakukannya penelitian ini
sulit dipahami karena berkaitan dengan adalah untuk: (1) mengetahui pengaruh
penalaran subjektif seseorang yang keadilan distributif, keadilan prosedural,
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. pengendalian internal, penegakan peraturan,
Menurut Najahningrum (2013), budaya komitmen organisasi, dan budaya organisasi
organisasi dan komitmen organisasi secara simultan terhadap kecenderungan
merupakan faktor yang diduga dijadikan kecurangan (fraud); (2) mengetahui pengaruh
alasan pembenaran pegawai melakukan fraud. keadilan distributif, keadilan prosedural,
Variabel proksi rationalization yang pertama pengendalian internal, penegakan peraturan,
adalah komitmen organisasi. Komitmen komitmen organisasi, dan budaya organisasi
organisasi menggambarkan kesetiaan anggota secara parsial terhadap kecenderungan
untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kecurangan (fraud); serta (3) mengetahui
yang disertai dengan penerimaan seseorang variabel yang berpengaruh dominan terhadap
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. kecenderungan kecurangan (fraud).
Najahningrum (2013) dan Pristiyanti (2012)
menemukan bahwa komitmen organisasi
anggota dapat menekan terjadinya fraud. Hal TELAAH LITERATUR DAN
itu bertolak belakang dengan hasil penelitian PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pramudita (2013) yang menemukan bahwa
walaupun komitmen organisasi pegawai Agency Theory
pemerintahan tinggi, tetapi hal ini tidak dapat Teori keagenan (agency theory) pertama
menekan terjadinya fraud. Sementara itu, kali dikemukakan oleh Jensen dan Meckling
variabel proksi rationalization yang kedua pada tahun 1976. Teori ini merupakan salah
adalah budaya organisasi, yang berkaitan satu teori dasar dalam ilmu akuntansi (Halim,
dengan sistem tata nilai yang disepakati dan Abdullah 2006) yang menganalisis
bersama oleh anggota organisasi. Pramudita hubungan antara prinsipal (principal) sebagai
(2013) dan Pristiyanti (2012) menemukan pemilik sumber daya dengan agen (agent)
bahwa budaya organisasi yang baik tidak akan sebagai pengelola sumber daya. Prinsipal
membuka peluang sedikitpun bagi individu mendelegasikan wewenang kepada agen
untuk melakukan korupsi karenakan budaya dengan harapan agen akan bertindak sesuai
organisasi yang baik akan membentuk para dengan kepentingan prinsipal. Pendelegasian
pelaku organisasi mempunyai sense of wewenang tersebut menimbulkan masalah
belonging atau rasa ikut memiliki dan sense of keagenan (agency problem) yang dimulai dari
indentity atau rasa bangga (Pristiyanti 2012). ketidakseimbangan informasi atau asimetri
Walaupun demikian, hasil penelitian tersebut informasi (asymmetric information) yang
bertolak belakang dengan temuan hasil memicu terjadinya konflik.
penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum Asimetri informasi dimulai ketika agen
(2013), Faisal (2013), dan Zulkarnain (2013) sebagai pengelola menguasai informasi secara
yang menemukan budaya organisasi tidak maksimal (full information), sedangkan
dapat menekan terjadinya fraud di sektor prinsipal yang tidak ikut dalam pengelolaan
pemerintahan. tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh
Penelitian ini merupakan replikasi agen. Dalam kondisi demikian, agen akan
penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum cenderung bersikap oportunis dengan
(2013). Perbedaan penelitian ini dengan mengutamakan kepentingannya atau agent self
penelitian sebelumnya terletak pada lokasi dan interest (Halim dan Abdullah 2006).
unit analisis yang digunakan. Lokasi penelitian Sementara itu, di sisi lain, prinsipal memiliki
ini yaitu di lingkungan Pemda Kota Bogor keunggulan kekuasaan (discretionary power)
dengan unit analisis seluruh OPD Kota Bogor, yang digunakan untuk mengintervensi perilaku
5 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

agen. Oleh karena itu, kedua belah pihak ini anak cabang, yaitu penyimpangan aset kas dan
sama-sama memiliki kepentingan pribadi (self non kas. Yang tergolong penyimpangan aset
interest) yang berpotensi terjadinya konflik. kas yaitu skimming (penjarahan kas sebelum
Sebagai konsep universal teori keagenan masuk ke perusahaan), larceny (pencurian kas
tidak hanya dapat diimplementasikan pada setelah masuk ke perusahaan), dan fraudulent
sektor privat, tetapi juga pada sektor publik. disbursements (penggelapan kas perusahaan).
Lane (2000) menyatakan bahwa praktik negara Sementara itu, yang tergolong penyimpangan
demokrasi modern didasarkan pada aset non kas yaitu penyalahgunaan aset
serangkaian hubungan prinsipal agen. Lebih perusahaan untuk kepentingan pribadi
lanjut, Bergman dan Lane (1990) dalam Halim (misuse) dan pencurian aset non kas milik
dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa perusahaan.
rerangka hubungan prinsipal agen merupakan Cabang kedua dari fraud taxonomy
suatu pendekatan yang sangat penting dalam adalah asersi yang menipu (fraudulent
menganalisis berbagai komitmen kebijakan statement). Jenis fraud ini tergolong sebagai
publik. Pembuatan dan implementasi blue collar crime karena dilakukan oleh
kebijakan publik berkaitan dengan masalah- eksekutif yang membuat laporan keuangan.
masalah kontraktual, seperti asimetri Sama halnya penyimpangan aset, asersi
informasi, moral hazard, dan adverse menipu juga terbagi atas dua anak cabang yaitu
selection. Menurut Moe (1984), implementasi keuangan dan non keuangan. Yang tergolong
teori keagenan terlihat pada hubungan antara asersi menipu dalam hal keuangan yaitu:
pemilih dengan legislatif, legislatif dengan menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi
eksekutif, pimpinan dengan pengguna dari yang sebenarnya (assets/revenue
anggaran, perdana menteri dengan birokrat, overstatements) dan menyajikan asset atau
dan pejabat dengan pemberi layanan. pendapatan lebih kecil dari yang sebenarnya
(assets/revenue under statements). Sementara
Fraud Taxonomy itu, yang tergolong asersi menipu non
Association of Certified Fraud Examiner keuangan bertujuan untuk menyajikan laporan
(ACFE) mengklasifikasikan fraud ke dalam keuangan lebih bagus dari sebenarnya
tiga cabang besar, yaitu penyimpangan atas sehingga menyesatkan bagi pemakai laporan
aset (asset misappropriation), asersi yang keuangan.
menipu (fraudulent statement), dan korupsi Cabang terakhir dari fraud taxonomy
(corruption) (Priantara 2013). Masing-masing adalah korupsi (corruption). Jenis fraud ini
cabang dapat dirinci kembali menjadi ranting- biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki
ranting yang mencerminkan berbagai modus jabatan/kewenangan dalam pengambilan
operandi fraud yang umum terjadi di keputusan strategis. Yang tergolong anak
lingkungan kerja. Pengelompokan berdasarkan cabang dari jenis fraud ini yaitu benturan
analogi cabang dan ranting inilah yang kepentingan (conflict of interest), penyuapan
menyebabkan pengklasifikasian fraud ini (bribery), gratifikasi ilegal (illegal gratuities),
dinamakan fraud tree atau fraud taxonomy. dan pemerasan oleh pejabat (economic
Fraud tree atau fraud taxonomy sendiri extortion). Dari ketiga cabang jenis fraud yang
pertama kali diperkenalkan oleh ACFE pada ada, korupsi merupakan jenis fraud yang
tahun 2008 dalam Report the Nations on paling banyak dijumpai pada sektor publik.
Occupational Fraud and Abuse. Dalam
perkembangan selanjutnya, konsep fraud tree Fraud Triangle Theory
banyak digunakan karena dapat Motivasi seseorang melakukan fraud
mengindentifikasi fraud secara kontekstual. relatif bermacam-macam. Salah satu teori yang
Cabang pertama dari fraud taxonomy menjelaskan tentang motivasi seseorang
adalah penyimpangan aset (assets melakukan fraud adalah fraud triangle theory
misappropriation). Jenis fraud ini seharusnya yang dikemukakan psikolog Donald Cressey
paling mudah untuk dideteksi karena mudah (1953). Menurutnya, terdapat tiga dimensi
teramati. Penyimpangan aset terbagi atas dua untuk menjelaskan mengapa seseorang
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 6

melakukan fraud, yaitu: tekanan (pressure), Najahningrum (2013) juga melakukan


peluang (opportunity), dan pembenaran/ penelitian terhadap 128 pegawai yang bekerja
justifikasi (rationalization). Ketiga dimensi pada sub bagian keuangan dinas Provinsi DIY
tersebut saling berkaitan antara satu dengan dengan menggunakan kuesioner. Penelitian
yang lain sehingga membentuk konsep yang Najahningrum (2013) bertujuan menganalisis
aggregate untuk menjelaskan faktor-faktor pengaruh penegakan peraturan, keefektifan
fraud secara komprehensif. pengendalian internal, asimetri informasi,
Beberapa peneliti telah melakukan keadilan distributif, keadilan prosedural,
penelitian tentang fraud. Wilopo (2006) komitmen organisasi, dan budaya organisasi
melakukan penelitian terhadap direktur dan terhadap fraud. Hasil penelitian menunjukkan
manajer keuangan di 330 perusahaan terbuka adanya pengaruh negatif penegakan peraturan,
dan 147 BUMN di Indonesia dengan metode keefektifan pengendalian internal, keadilan
pengumpulan data menggunakan kuesioner. distributif, keadilan prosedural, dan komitmen
Penelitian Wilopo (2006) bertujuan untuk organisasi terhadap fraud, adanya pengaruh
menganalisis pengaruh asimetri informasi, positif asimetri informasi terhadap fraud, dan
ketaatan aturan akuntansi, kesesuaian tidak terdapat pengaruh budaya etis organisasi
kompensasi, perilaku tidak etis, dan terhadap fraud.
keefektifan pengendalian internal terhadap Selain itu, Faisal (2013) melakukan
kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitian terhadap 118 pegawai instansi
penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pemerintahan di Kabupaten Kudus. Penelitian
keefektifan pengendalian internal, ketaatan Faisal (2013) bertujuan untuk menganalisis
aturan akuntansi, asimetri informasi, dan pengaruh sistem pengendalian intern,
perilaku tidak etis terhadap kecenderungan kesesuaian kompensasi, kultur organisasi,
kecurangan akuntansi, dan tidak terdapat perilaku etis, dan gaya kepemimpinan terhadap
pengaruh kesesuaian kompensasi terhadap fraud. Faisal (2013) menemukan bahwa
kecenderungan kecurangan akuntansi. terdapat pengaruh negatif kepatuhan sistem
Sementara itu, Pristiyanti (2012) pengendalian intern dan gaya kepemimpinan
melakukan penelitian terhadap 172 PNS di terhadap fraud, tidak terdapat pengaruh kultur
dinas se-Kota dan Kabupaten Semarang. organisasi terhadap fraud, dan terdapat
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh positif perilaku tidak etis terhadap
pengaruh keadilan distributif, keadilan fraud.
prosedural, sistem pengendalian internal, Pramudita (2013) melakukan penelitian
kepatuhan pengendalian internal, budaya etis terhadap 111 pegawai dinas Kota Salatiga.
organiasi, dan komitmen organisasi terhadap Pramudita (2013) menganalisis pengaruh gaya
fraud. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan, keefektifan sistem
tidak terdapat pengaruh keadilan distributif pengendalian intern, komitmen organisasi,
dan keadilan prosedural terhadap fraud, serta kesesuaian kompensasi, budaya etis
terdapat pengaruh negatif dari sistem organisasi, dan penegakan hukum terhadap
pengendalian internal, kepatuhan fraud. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
pengendalian internal, budaya etis organisasi, pengaruh negatif gaya kepemimpinan,
dan komitmen organisasi terhadap fraud. keefektifan pengendalian internal, kesesuaian
Penelitian lainnya yaitu Herman (2013) kompensasi, dan budaya etis organisasi
yang melakukan penelitian terhadap 714 terhadap fraud, serta tidak terdapat pengaruh
karyawan kantor cabang bank pemerintah di komitmen organisasi dan penegakan hukum
Kota Padang. Herman (2013) menganalisis terhadap fraud.
pengaruh keadilan organisasi dan sistem Sementara itu, Zulkarnain (2013)
pengendalian intern terhadap fraud. Hasil melakukan penelitian terhadap 155 pegawai
penelitian menunjukkan bahwa terdapat instansi pemerintahan di Kota Surakarta untuk
pengaruh negatif dari keadilan organisasi dan menganalisis pengaruh keefektifan sistem
sistem pengendalian intern terhadap fraud. pengendalian internal, kesuaian kompensasi,
kultur organisasi, perilaku tidak etis, gaya
7 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

kepemimpinan, sistem pengendalian internal, Keadilan Distributif dan Kecenderungan


dan penegakan hukum terhadap fraud. Kecurangan (Fraud)
Zulkarnain (2013) menemukan bahwa terdapat Keadilan distributif adalah persepsi
pengaruh negatif keefektifan sistem orang-orang terhadap keadilan mengenai
pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, bagaimana penghargaan dan hasil yang
gaya kepemimpinan, dan sistem pengendalian bernilai lainnya didistribusikan dalam
internal terhadap fraud, tidak terdapat organisasi (Moorhead dan Grifin 2013). Dalam
pengaruh kultur organisasi dan penegakan praktiknya, keadilan distributif berkaitan
hukum terhadap fraud, dan terdapat pengaruh dengan persepsi kesesuaian kompensasi.
positif perilaku tidak etis terhadap fraud. Semakin tinggi persepsi pegawai terhadap
keadilan organisasi, maka hal ini dapat
Perumusan Hipotesis menekan terjadinya fraud. Teori ini didukung
Tekanan (pressure) adalah motivasi oleh Pramudita (2013), Najahningrum (2013)
individu untuk bertindak fraud yang dan Zulkarnain (2013). Namun, teori dan hasil
disebabkan adanya tekanan finansial. Tekanan tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian
(pressure) yang muncul disebabkan fraudster Wilopo (2006), Pristiyanti (2012), dan Faisal
mempunyai kebutuhan keuangan yang (2012). Umumnya, mereka mengemukakan
mendesak, sedangkan di sisi lain ia tidak dapat kesesuaian kompensasi tidak dapat menekan
berbagi (sharing) dengan orang lain fraud dikarenakan adanya faktor keserakahan
(Tuanakotta 2007). Konsep ini disebut (greedy) yang dimiliki oleh setiap individu.
perceived non shareable financial need. Berdasarkan uraian di atas, maka
Berdasarkan dimensi tersebut, peneliti hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
memproksikan tekanan (pressure) ke dalam H1: Keadilan distributif berpengaruh
dua variabel faktor pemicu munculnya tekanan negatif terhadap kecenderungan
keuangan, yaitu: keadilan distributif dan kecurangan (fraud).
keadilan prosedural. Dimensi ini tidak dapat
sepenuhnya dikendalikan oleh instansi karena Keadilan Prosedural dan Kecenderungan
tekanan dipengaruhi oleh persepsi dan reaksi Kecurangan (Fraud)
pegawai terhadap kebijakan kompensasi dan Keadilan prosedural adalah persepsi
prosedur kompensasi yang diberlakukan. individu mengenai keadilan untuk menentukan
Dalam beberapa penelitian, terdapat berbagai hasil (Moorhead dan Grifin 2013).
empat variabel proksi yang sering dikaitkan Dalam praktiknya, keadilan prosedural
dengan tekanan (pressure), yaitu: keadilan berkaitan dengan persepsi sistem penilaian
distributif (Najahningrum 2013; Pramudita sebagai dasar penentuan kompensasi. Semakin
2013; Zulkarnain 2013; Faisal 2013; tinggi persepsi pegawai terhadap keadilan
Pristiyanti 2012; Wilopo 2006), keadilan prosedural, maka hal tersebut dapat menekan
prosedural (Najahningrum 2013; Pristiyanti terjadinya fraud. Teori ini didukung dengan
2012), keadilan organisasi (Herman 2013), dan hasil penelitian Najahningrum (2013). Namun,
gaya kepemimpinan (Pramudita 2013; teori dan hasil tersebut tidak sesuai dengan
Zulkarnain 2013; dan Faisal 2013). Penelitian hasil penelitian Pristiyanti (2012), yang
ini memproksikan dimensi pressure dengan mengemukakan bahwa keadilan prosedural
dua variabel yaitu: keadilan distributif dan tidak dapat menekan fraud dikarenakan di
keadilan prosedural. Hal ini dikarenakan kedua Indonesia belum ada sistem kompensasi yang
variabel tersebut berkaitan erat dengan mendeskripsikan secara jelas hak dan
penghargaan atau kompensasi yang akan kewajiban, serta ukuran prestasi dan kegagalan
diterima oleh pegawai. Jika kompensasi yang yang dapat menghindarkan organisasi dari
diterima oleh pegawai dirasa tidak sesuai atau kecenderungan kecurangan.
tidak adil, hal ini akan menyebabkan terjadinya Berdasarkan uraian di atas, maka
tekanan (pressure) yang dapat memicu hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
pegawai untuk melakukan kecurangan (fraud).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 8

H2: Keadilan prosedural berpengaruh pemerintahan, pengendalian internal sebagai


negatif terhadap kecenderungan upaya pencegahan penyimpangan telah diatur
kecurangan (fraud). oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Peluang (opportunity) adalah peluang Pemerintahan yang wajib dimplementasikan
yang memungkinkan terjadinya fraud. oleh instansi pemerintahan dari pusat sampai
Sebelum memanfaatkan peluang yang ada, daerah.
fraudster harus memastikan bahwa aktivitas Semakin tinggi persepsi pegawai
fraud-nya tidak akan terdeteksi oleh organisasi terhadap pengendalian internal, maka dapat
(Priantara 2013). Tidak terdeksinya fraud menekan terjadinya fraud. Teori ini didukung
biasanya disebabkan oleh lemahnya sistem hasil penelitian Faisal (2013), Wilopo (2006),
pengendian internal yang ada dan kurangnya Pristiyanti (2012), Herman (2013), Pramudita
penegakan peraturan sehingga tidak (2013), Najahningrum (2013), Faisal (2013),
menimbulkan efek jera. Berdasarkan dimensi dan Zulkarnain (2013). Sebagai konsep yang
tersebut, peneliti memproksikan opportunity paling mungkin dikendalikan, tidak ada hasil
ke dalam dua variabel yang dapat memicu penelitian yang tidak sesuai dengan teori ini.
terjadinya opportunity, yaitu: sistem Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis
pengendalian internal pemerintahan dan yang diajukan adalah sebagai berikut:
penegakan peraturan. H3: Sistem pengendalian intern pemerintah
Dimensi ini sepenuhnya dapat berpengaruh negatif terhadap
dikendalikan oleh instansi karena instansi kecenderungan kecurangan (fraud).
mempunyai otorisasi mengeluarkan kebijakan
untuk menekan peluang terjadinya fraud. Penegakan Peraturan dan Kecenderungan
Dalam beberapa penelitian, terdapat tiga hal Kecurangan (Fraud)
yang sering dikaitkan dengan peluang Penegakan peraturan adalah kegiatan
(opportunity) yaitu sistem pengendalian menserasikan hubungan nilai-nilai yang
internal (Pristiyanti 2012; Herman 2013; terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap
Wilopo 2006; Najahningrum 2013; Pramudita dan pengejawantahan dari sikap atau tindakan
2013; Faisal 2013; Zulkarnain 2013), sebagai penjabaran nilai tahap akhir, untuk
penegakan peraturan (Pramudita 2013; memelihara dan mempertahankan pergaulan
Najahningrum 2013; Zulkarnain 2013), dan hidup (Soekanto 2011). Sebagai kejahatan
asimetri informasi (Najahningrum 2013). Pada yang berhubungan dengan orang, fraud tidak
penelitian ini, peneliti memproksikan dimensi dapat dihilangkan dan selalu terjadi menurut
peluang (opportunity) dengan Sistem kadar dan proporsi tertentu. Untuk menjaga
Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) dan kestabilan tersebut, perlu dilakukan penegakan
penegakan peraturan. peraturan secara konsisten dan tegas bagi
pelanggar peraturan yang bertujuan agar
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah pelanggaran tersebut tidak terulang sekaligus
dan Kecenderungan Kecurangan (Fraud) memberikan efek jera. Semakin tinggi persepsi
Pengendalian internal adalah proses pegawai terhadap penegakan peraturan, maka
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dapat menekan terjadinya fraud. Teori ini
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan didukung oleh hasil penelitian Najahningrum
dan seluruh pegawai untuk memberikan (2013). Namun, teori dan temuan tidak
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan didukung dengan hasil penelitian Pramudita
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan (2013) dan (Zulkarnain 2013). Umumnya,
efisien, keandalan pelaporan keuangan, mereka mengemukakan bahwa penegakan
pengamanan aset negara, dan ketaatan peraturan tidak dapat menekan fraud yang
terhadap peraturan perundang-undangan disebabkan para pejabat cepat tanggap dalam
(Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor menangani pelanggaran instansi sehingga
60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian penangganan pelanggaran instansi tepat pada
Intern Pemerintahan). Dalam sektor waktunya (Zulkarnain 2013).
9 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

Berdasarkan uraian di atas, maka Namun, teori ini tidak sesuai dengan hasil
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: penelitian Pramudita (2012), yang menyatakan
H4: Penegakan peraturan berpengaruh bahwa komitmen organisasi tidak dapat
negatif terhadap kecenderungan menekan fraud karena kurangnya kesetiaan
kecurangan (fraud). pegawai terhadap instansi menyebabkan
pegawai tidak perduli keadaan instansi
Pembenaran (rationalization) adalah termasuk ancaman kecurangan.
sikap seseorang sebelum atau setelah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
melakukan fraud. Rationalization berkaitan diajukan hipotesis sebagai berikut:
dengan penalaran fraudster untuk H5: Komitmen organisasi berpengaruh
membenarkan aktivitas yang mengandung negatif terhadap kecenderungan
fraud (Priantara 2013). Karena berkaitan kecurangan (fraud).
dengan penalaran fraudster sebagai anggota
organisasi, maka rationalization berkaitan Budaya Organisasi dan Kecenderungan
dengan budaya organisasi dan komitmen Kecurangan (Fraud)
organisasi, sebagai dua hal yang akan Budaya organisasi pemerintahan
berpengaruh terhadap sikap atau cara berfikir. (goverment organizational culture) adalah
Sama halnya dengan dimensi pressure, sistem tata nilai bersama yang mewujudkan
dimensi ini sepenuhnya tidak dapat integrasi internal serta adaptasi eksternal
dikendalikan instansi karena rationalization dalam mendorong terwujudnya motivasi dan
sangat berkaitan dengan sikap etis dari perilaku serta kinerja organisasi pemerintah
seseorang atau sekelompok orang. Dalam terutama dalam bidang pelayanan, pengaturan,
beberapa penelitian, terdapat empat hal yang dan pemberdayaan masyarakat (Sembiring
sering dikaitkan dengan pembenaran 2012). Semakin tinggi persepsi pegawai
(rationalization), yaitu budaya organisasi terhadap budaya organisasi dapat menekan
(Najahningrum 2013; Pramudita 2013; terjadinya fraud. Teori ini sesuai dengan hasil
Zulkarnain 2013; Faisal 2013; Pristiyanti penelitian Pristiyanti (2012) dan Pramudita
2012), komitmen organisasi (Najahningrum (2013). Namun, teori ini tidak sesuai dengan
2013; Pramudita 2013; Pristiyanti 2012; Faisal hasil penelitian Faisal (2013), Najahningrum
2013), perilaku tidak etis (Zulkarnain 2013; (2013), dan Zulkarnain (2013). Umumnya,
Faisal 2013), dan penegakan hukum mereka mengemukakan bahwa budaya
(Pramudita 2013). organisasi tidak dapat menekan fraud karena
tidak adanya sense of belonging dan sense of
Komitmen Organisasi dan Kecenderungan indentity sehingga tidak ada kepedulian
Kecurangan (Fraud) terhadap kelangsungan hidup instansi.
Komitmen organisasi adalah keputusan Beradasarkan uraian di atas, maka dapat
dari sebagian anggota untuk tetap menjadi diajukan hipotesis sebagai berikut:
anggota organisasi (Colquitt et al. 2009). H6: Budaya organisasi berpengaruh negatif
Pegawai yang memiliki komitmen organisasi terhadap kecenderungan kecurangan
yang tinggi cenderung memiliki kepedulian (fraud).
terhadap kelangsungan hidup organisasi yang
dibarengi dengan rasa ikut memiliki organisasi
serta rasa bangga sebagai bagian dari METODE PENELITIAN
organisasi. Kondisi demikian menyebabkan
tidak ada alasan bagi anggota organisasi untuk Desain Penelitian
melakukan pembenaran terhadap aktivitas Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini
yang mengandung fraud. Semakin tinggi digolongkan sebagai penelitian kuantitatif
persepsi pegawai terhadap komitmen (conclusive research design). Data yang
organisasi dapat menekan terjadinya fraud. digunakan adalah data primer yang
Teori ini sesuai dengan hasil penelitian dikumpulkan melalui kuesioner. Data diolah
Pristiyanti (2012) dan Najahningrum (2013). dengan bantuan software SPSS 21.0 for
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 10

Windows, yang digunakan untuk menguji data Netral (N), skala 4 = Setuju (S), dan skala 5 =
dan hipotesis. Sangat Setuju (SS).

Populasi dan Sampel Variabel Dependen


Populasi dalam penelitian ini adalah Dalam penelitian ini, fraud merupakan
seluruh pegawai yang bertanggung jawab variabel dependen. Pengukuran variabel
dalam pengelolaan laporan keuangan OPD menggunakan sembilan item pernyataan yang
Kota Bogor dan pimpinan OPD Kota Bogor dikembangkan oleh ACFE dalam Tuanakotta
yang terdiri dari kepala dinas, kepala badan, (2007). Variabel diukur dengan menggunakan
kepala kantor, sekretaris daerah, sekretaris indikator tipologi fraud dalam fraud taxonomy
dewan, inspektur, dan camat. Pemilihan menurut ACFE, yang terdiri dari
sampel pegawai pada bagian keuangan penyimpangan atas aset atau asset
didasarkan atas pertimbangan karena bagian misappropriation, pernyataan/pelaporan yang
keuangan memiliki potensi fraud dalam menipu atau dibuat salah atau fradulent
bentuk manipulasi pencatatan laporan statements, serta korupsi atau corruption.
keuangan dan pencatatan manipulasi aset. Masing-masing indikator diukur dengan tiga
Sementara itu, pemilihan sampel pimpinan item pertanyaan.
organisasi didasarkan atas pertimbangan
bahwa korupsi cenderung dilakukan oleh Variabel Independen
orang yang memiliki kewenangan atau Penelitian ini menguji enam variabel
kekuasaan untuk memengaruhi atau independen, yaitu keadilan distributif, keadilan
mengambil keputusan. prosedural, pengendalian internal, penegakan
Jumlah OPD sebanyak 34 merujuk pada peraturan, komitmen organisasi, dan budaya
Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2010 organisasi. Variabel keadilan distributif
tentang Organisasi Pemerintahan Daerah. Ke- (distributive justice) diukur menggunakan
34 OPD tersebut terdiri atas: 12 dinas, 6 badan, empat item pernyataan yang dikembangkan
6 kantor, 6 kecamatan dan 4 lembaga lain dari penelitian Colquitt (2001). Variabel ini
(Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, diukur dengan menggunakan empat indikator
Inspektorat, dan Satuan Polisi Pamong Praja). berdasarkan teori keadilan distributif menurut
Pengambilan sampel menggunakan teknik Colquitt (2001), yang terdiri atas: outcome
quota sampling sehingga memperoleh 182 yang diterima sesuai dengan usaha, outcome
responden. Dari jumlah tersebut, terdapat yang diterima sesuai dengan jenis pekerjaan,
kuesioner yang tidak kembali sebanyak 23 outcome yang diterima sesuai dengan
(12,6%), sedangkan kuesioner yang kembali kontribusi atau pengabdian, dan outcome yang
sebanyak 159 (87,4%). Kuesioner yang diterima sesuai dengan kinerja.
kembali tersebut diseleksi kembali sehingga Sementara itu, variabel keadilan
diperoleh kuesioner yang tidak terisi prosedural (procedural justice) diukur
sempurna/rusak sebanyak 14 (7,7%) sehingga menggunakan tujuh item pernyataan yang
jumlah kuesioner yang dapat dipakai dan terisi dikembangkan oleh peneliti dari prinsip-
sempurna sebanyak 143. Oleh karena itu, prinsip penilaian prestasi kerja menurut
response rate dalam penelitian sebesar 78,6%. Undang-Undang Nomor 46 tahun 2011
tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
Metode Pengumpulan Data Negeri Sipil. Variabel ini diukur dengan
Data penelitian dikumpulkan melalui menggunakan lima indikator, yang terdiri atas:
pendistribusian kuesioner yang berisi objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan
pernyataan-pernyataan tentang variabel- transparan.
variabel yang diteliti. Kuesioner disusun Variabel pengendalian internal (internal
berdasarkan skala Likert berdimensi lima yang control) diukur menggunakan lima item
terdiri atas: skala 1 = Sangat Tidak Setuju pernyataan yang dikembangkan peneliti dari
(STS), skala 2 = Tidak Setuju (TS), skala 3 = unsur-unsur pengendalian internal menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008
11 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

tentang Sistem Pengendalian Intern HASIL PENELITIAN DAN


Pemerintah. Variabel ini diukur dengan PEMBAHASAN
menggunakan lima indikator, yaitu lingkungan
pengendalian (control environment), penilaian Data Demografis Responden
risiko (risk assessment), kegiatan Tabel 1 menunjukkan data demografi
pengendalian (control activity), informasi dan responden berdasarkan unit organisasi, umur,
komunikasi (information and communication), jenis kelamin, jabatan, golongan dan ruang,
serta pengawasan (monitoring). masa kerja, serta pendidikan terakhir. Jumlah
Sementara itu, pengukuran variabel responden menurut unit organisasinya terdiri
penegakan peraturan (rule enforcement) atas: badan 22 responden (16,5%), dinas 59
menggunakan lima item pernyataan yang responden (41%), kantor 17 responden (12%),
dikembangkan peneliti dari teori Soekanto kecamatan 26 responden (18%), dan lembaga
(2006) dalam Sudrajat (2010) tentang lima pilar lain 19 responden (13%). Sementara itu,
hukum/peraturan berjalan dengan baik. jumlah responden berdasarkan umur
Variabel diukur dengan menggunakan lima responden yaitu: 14 responden (10%) berumur
indikator, yaitu: instrumen peraturan yang baik, 21-30 tahun, 56 responden (39%) berumur 31-
aparat penegak peraturan yang tangguh, 40 tahun, 41 responden (29%) berumur 41-50
peralatan/sarana yang memadai, anggota tahun, dan 32 responden (22%) berumur diatas
organisasi yang sadar akan peraturan, dan 50 tahun. Sebanyak 62 responden (43%)
birokrasi yang mendukung. merupakan responden laki-laki, dan sisanya
Variabel komitmen organisasi yaitu 81 responden (57%) merupakan
(organizational commitment) diukur dengan responden perempuan. Jabatan responden
sembilan item pernyataan yang dikembangkan terdiri dari: kepala 8 responden (6%),
dari penelitian Luthans (1992) dalam Pristiyanti sekretaris 5 responden (3%), kabag/kasubag 32
(2012). Variabel diukur dengan menggunakan responden (22%), dan staf keuangan 98
tiga indikator klasifikasi komitmen organisasi responden (69%). Untuk golongan dan
menurut Luthans (1992) yang dikembangkan ruangan, terdapat 44 responden (31%) dengan
Meyer dan Allen (2005) dalam Sutrisno (2013) IIA-IID, 74 responden (52%) dengan IIIA-
yang membagi komitmen organisasi ke dalam IIID, dan 25 responden (17%) dengan IVA-
tiga komponen, yaitu: keinginan yang kuat IVD. Sementara itu, untuk masa kerja, 46
menjadi anggota, kemauan atau usaha yang responden (32%) memiliki masa kerja 1-10
tinggi, serta penerimaan terhadap nilai-nilai dan tahun, 48 responden (34%) memiliki 11-20
tujuan organisasi. tahun, 34 responden (24%) memiliki 21-30
Sementara itu, variabel budaya organisasi tahun, dan 15 responden (10%) memiliki lebih
(organizational culture) diukur dengan lima dari 30 tahun. Dalam hal pendidikan terakhir,
item pernyataan yang dikembangkan oleh SMU/sederajat 35 responden (25%), D3 20
peneliti dari pendapat Sembiring (2012) tentang responden (14%), S1 59 responden (41%), dan
dimensi budaya organisasi pemerintahan. S2 29 responden (20%).
Variabel diukur dengan menggunakan lima
indikator, yang terdiri atas: iman dan taqwa, Pengujian Instrumen
profesionalisme, orientasi masyarakat, orientasi Sebelum data diolah lebih lanjut,
kinerja, serta orientasi kesejahteraan anggota. terlebih dahulu data yang dikumpulkan melalui
penyebaran kuesioner yang menggunakan
skala Likert ditransformasi menjadi skala rasio
dengan cara menjumlahkan setiap item
jawaban/indikator berdasarkan kelompok
variabelnya. Hal ini diperlukan agar data dapat
dianalisis menggunakan regresi linear
berganda.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 12

Tabel 1
Data Demografis Responden
Responden
Karakteristik
Jumlah (%)
Unit Badan 22 16 %
Organisasi Dinas 59 41 %
Kantor 17 12 %
Kecamatan 26 18 %
Lembaga Lain 19 13 %
Total 143 100%
Umur 21 s/d 30 tahun 14 10 %
31 s/d 40 tahun 56 39 %
41 s/d 50 tahun 41 29 %
Lebih 50 tahun 32 22 %
Total 143 100%
Jenis Laki-Laki 62 43 %
Kelamin Perempuan 81 57 %
Total 143 100%
Jabatan Kepala 8 6%
Sekretaris 5 3%
Kabag/Kasubag 32 22%
Staff Keuangan 98 69%
Total 143 100%
Golongan & IA - ID 0 0%
Ruang IIA - IID 44 31%
IIIA - IIID 74 52%
IVA - IVD 25 17%
Total 143 100%
Masa Kerja 01 s/d 10 tahun 46 32%
11 s/d 20 tahun 48 34%
21 s/d 30 tahun 34 24%
Lebih 30 tahun 15 10%
Total 143 100%
Pendidikan SMU/Sederajat 35 25%
Terakhir D3 20 14%
S1 59 41%
S2 29 20%
Total 143 100%

Uji Validitas Uji Reliabilitas


Uji validitas dilakukan dengan Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat
menghitung korelasi antar butir pernyataan nilai Cronbach’s Alpha dari masing-masing
dengan skor total pada masing-masing item setiap variabel dan dikonfirmasi menurut
variabel. Nilai ini dibandingkan dengan nilai judgement ahli. Pengambilan keputusan
rtabel, dengan kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada kategori nilai Cronbach’s
didasarkan pada nilai rhitung (Corrected Item Alpha dengan batas penerimaan yang
Total Correlation) > rtabel sebesar 0,1642, disyaratkan George dan Mallery (2010) nilai
untuk df = 143-2 = 141; α = 0,05 (uji dua sisi) alpha minimal 0,7 (α > 0,7). Berdasarkan hasil
tersebut valid dan sebaliknya. Uji validitas pengujian reliabilitas, semua variabel memiliki
menggunakan rumus korelasi Product nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,7 sehingga
Momentum Pearson. Semua item pernyataan dapat disimpulkan bahwa instrumen yang
memiliki validitas di atas 0,1642 dan taraf digunakan reliabel. Hal ini juga didukung
signifikansi mencapai 0,000, yang berarti dengan dua variabel yang memiliki predikat
bahwa semua item pernyataan valid. Adapun sempurna (excellent), yaitu variabel keadilan
hasil uji validitas item-item pertanyaan distributif dan kecenderungan kecurangan,
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. serta empat variabel yang memiliki predikat
baik (good), yaitu variabel keadilan
13 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

prosedural, SPIP, penegakan peraturan, dan diterima (acceptable), yaitu variabel budaya
budaya organisasi. Sementara itu, hanya satu organisasi. Hasil uji reliabilitas tersebut dapat
variabel yang memiliki nilai cukup atau dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2
Hasil Uji Validitas Instrumen
Item Pernyataan Nilai Pearson
Variabel 2 tailed Status
Ke Coleration
KD01 0,888 0,1642 Valid
Keadilan KD02 0,894 0,1642 Valid
Distributif KD03 0,891 0,1642 Valid
KD04 0,891 0,1642 Valid
Keadilan KP05 0,747 0,1642 Valid
Prosedural KP06 0,828 0,1642 Valid
KP07 0,838 0,1642 Valid
KP08 0,713 0,1642 Valid
KP09 0,815 0,1642 Valid
KP10 0,715 0,1642 Valid
KP11 0,609 0,1642 Valid
SPIP IC12 0,760 0,1642 Valid
IC13 0,859 0,1642 Valid
IC14 0,822 0,1642 Valid
IC15 0,772 0,1642 Valid
IC16 0,738 0,1642 Valid
Penegakan PP17 0,673 0,1642 Valid
Peraturan PP18 0,803 0,1642 Valid
PP19 0,781 0,1642 Valid
PP20 0,797 0,1642 Valid
PP21 0,826 0,1642 Valid
Komitmen KO22 0,703 0,1642 Valid
Organisasi KO23 0,785 0,1642 Valid
KO24 0,641 0,1642 Valid
KO25 0,628 0,1642 Valid
KO26 0,793 0,1642 Valid
KO27 0,727 0,1642 Valid
KO28 0,710 0,1642 Valid
KO29 0,789 0,1642 Valid
Budaya BO30 0,723 0,1642 Valid
Organisasi BO31 0,765 0,1642 Valid
BO32 0,698 0,1642 Valid
BO33 0,699 0,1642 Valid
BO34 0,715 0,1642 Valid
Kecenderungan KK35 0,668 0,1642 Valid
Kecurangan KK36 0,699 0,1642 Valid
KK37 0,817 0,1642 Valid
KK38 0,831 0,1642 Valid
KK49 0,846 0,1642 Valid
KK40 0,807 0,1642 Valid
KK41 0,775 0,1642 Valid
KK42 0,770 0,1642 Valid
KK43 0,783 0,1642 Valid

Tabel 3
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Nilai Cronbach’s Status Menurut George
Variabel
Alpha dan Mallery (2010
Keadilan Distributif 0,913 Sempurna (Excellent)
Keadilan Prosedural 0,868 Baik (Good)
SPIP 0,849 Baik (Good)
Penegakan Peraturan 0,827 Baik (Good)
Komitmen Organisasi 0,866 Baik (Good)
Budaya Organisasi 0,759 Diterima (Acceptable)
Kecurangan 0,915 Sempurna (Execllent)
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 14

Uji Asumsi Klasik Pengujian ini menggunakan metode One


Uji asumsi klasik merupakan pengujian Sample Kolmogorov Smirnov. Kriteria
kuantifikasi yang menggunakan regresi pengambilan keputusan sebagai berkut: (1)
berganda (multiple regression) sebagai alat jika asymp.sig. > 0,05 berarti data sampel
analisisnya. Model regresi berganda disebut diambil terdistribusi normal; dan (2) jika
sebagai model yang baik, jika model tersebut asymp.sig.< 0,05 berarti data sampel diambil
memenuhi kriteria BLUE (Best Linear tidak terdistribusi normal.
Unbiased Estimator). Kriteria tersebut tercapai Berdasarkan hasil pengujian normalitas
apabila model regresi lolos uji asumsi klasik dengan metode One Sample Kolmogorov
yang terdiri dari uji normalitas, uji Smirnov pada Tabel 4, nilai sigfinikansi atau
multikolinearitas, uji heteroskesdastisitas, dan asymp.sig. untuk uji dua arah adalah 0,712 atau
uji linearitas. lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat
dikatakan data residual pada model regresi
Uji Normalitas berdistribusi normal.
Pengujian ini untuk mengetahui apakah
data residual terdistribusi normal atau tidak.

Tabel 4
Hasil Uji Normalitas dengan One Sample Kolmogorov Smirnov
Unstd. Residual
N 143
Mean 0,000
Normal Parameters
Std. Deviation 3,753
Absolute 0,059
Most Extreme Differences Positive 0,055
Negative -0,059
Kolmogorov-Smirnov Z 0,700
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,712

Uji Multikolinearitas VIF < 5 berarti tidak terjadi multikolinearitas,


Uji multikolinearitas bertujuan untuk jika VIF > 5 berarti terjadi multikolinearitas.
mendeteksi ada tidaknya gejala korelasi yang Berdasarkan hasil uji multikolinearitas dengan
signifikan antara variabel bebas. Model regresi metode VIF pada Tabel 5, keenam variabel
yang baik mensyaratkan tidak terjadinya independen memiliki nilai VIF lebih kecil dari
korelasi antara variabel bebas (non 5. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak
multikolinearitas). Pengujian ini menggunakan terjadi gejala multikolinearitas pada model
metode VIF (Variance Inflation Factors). regresi.
Kriteria pengambilan keputusan adalah jika

Tabel 5
Hasil Uji Multikolinearitas dengan Metode VIF
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
Keadilan Distributif 0,752 1,330
Keadilan Prosedural 0,584 1,711
SPIP 0,596 1,678
1
Penegakan Peraturan 0,533 1,878
Komitmen Organisasi 0,499 2,004
Budaya Organisasi 0,381 2,623

Uji Heteroskedastisitas pada model regresi. Pengujian ini


Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menggunakan metode Glejser. Kriteria untuk
mendeteksi ada tidaknya gejala ketidaksamaan pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi
varian dari residual untuk semua pengamatan antara variabel independen terhadap absolute
15 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi bahwa signifikansi keenam variabel
heteroskedastisitas, dan jika signifikansi independen terhadap absolute residual-nya
variabel independen terhadap absolute lebih besar dari 0,05 (sig > 0,05). Dengan
residual lebih kecil dari 0,05 maka terjadi demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hasil pengujian dengan heteroskesdastistas pada model regresi.
metode Glejser pada Tabel 6 menunjukkan

Tabel 6
Hasil Uji Heteroskestastistas dengan Metode Glejser
Unstd. Coefficients Std. Coefficients
Model t Sig.
B Std. Error Beta
(Cons.) 0,681 1,978 0,344 0,731
KD -0,025 0,072 -0,033 -0,341 0,734
KP -0,094 0,066 -0,153 -1,410 0,161
1 SPIP 0,033 0,101 0,035 0,322 0,748
PP 0,134 0,098 0,155 1,364 0,175
KO -0,106 0,076 -0,165 -1,397 0,165
BO 0,258 0,131 0,265 1,966 0,051

Uji Linearitas 0,05, maka dua variabel tidak mempunyai


Uji linearitas bertujuan untuk hubungan linear. Berdasarkan hasil uji
mengetahui apakah dua variabel mempunyai linieritas dengan metode sig. of linearity pada
hubungan yang linear. Pengujian ini Tabel 7, keenam variabel memiliki nilai sig. of
menggunakan test of linearity, dengan kriteria linearity lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat
keputusan jika sig. of linearity lebih kecil dari dikatakan semua variabel independen
0,05, maka dua variabel mempunyai hubungan berhubungan linear dengan variabel dependen.
linear, dan jika sig. of linearity lebih besar dari

Tabel 7
Hasil Uji Linearitas dengan Metode Sig. of linearity
Variabel Independen Nilai Sig. of Linearity
Keadilan Distributif 0,000
Keadilan Prosedural 0,000
SPIP 0,000
Penegakan Peraturan 0,000
Komitmen Organisasi 0,000
Budaya Organisasi 0,000

Tabel 8
Statistik Deskriptif Variabel
N Min Max Mean Std. Deviation
KD 143 7 20 13,90 3,185
KP 143 11 35 25,86 3,923
SPIP 143 13 25 20,27 2,551
PP 143 11 25 19,31 2,774
KO 143 22 40 30,82 3,707
BO 143 14 25 19,34 2,455
KK 143 9 27 18,68 4,861
Valid N (listwise) 143

Statistik Deskriptif sekitar rata-rata hitungnya sehingga rata-rata


Tabel 8 menunjukkan bahwa ketujuh yang ada dapat dideskripsikan berdasarkan
variabel memiliki rata-rata yang lebih besar kategorinya. Dari statistik deskriptif tersebut,
dari standar deviasi. Hal ini menunjukkan dapat diketahui bahwa nilai rata-rata variabel
bahwa nilai sampel dominan berkumpul di KD sebesar 13,90 yang masuk kategori
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 16

“sesuai”, nilai rata-rata variabel KP sebesar Fhitung lebih besar dari Ftabel dan probabilitas <
25,86 yang masuk kategori “adil”, nilai rata- taraf signifikansi 0,05, maka H0 ditolak dan Ha
rata variabel SPIP sebesar 20,27 yang masuk diterima. Sementara itu, jika Fhitung lebih kecil
kategori “efektif”, nilai rata-rata variabel PP dari Ftabel dan probabilitas > taraf signifikansi
sebesar 19,31 yang masuk kategori “tegak”, 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
nilai rata-rata variabel KO sebesar 30,82 yang Dengan menggunakan tingkat keyakinan
masuk kategori “berkomitmen”, nilai rata-rata 95%, Tabel 9 menunjukkan hasil bahwa
variabel BO sebesar 19,34 yang masuk keadilan distributif, keadilan prosedural,
kategori “etis”, dan nilai rata-rata variabel KK penegakan peraturan, SPIP, komitmen
sebesar 18,68 yang masuk kategori “jarang organisasi, dan budaya organisasi mempunyai
terjadi”. pengaruh signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
Pengujian Hipotesis Fhitung sebesar 15,35 lebih besar dari Ftabel
sebesar 2,17 dengan taraf probabilitas 0,000
Uji F yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05.
Uji F digunakan untuk mengetahui Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
seberapa besar pengaruh variabel independen model regresi dapat digunakan untuk
terhadap variabel dependen secara simultan. mengetahui dan memprediksi pengaruh
Kriteria pengambilan keputusan adalah jika terhadap kecenderungan kecurangan.

Tabel 9
Hasil Uji F (Uji Simultan)
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
Regression 1354,744 6 225,791 15,350 0,000
1 Residual 2000,458 136 14,709
Total 3355,203 142

Uji t berarti hipotesis yang diajukan diterima.


Uji t digunakan untuk mengetahui Sementara itu, jika thitung < ttabel atau -thitung > -
seberapa besar pengaruh variabel independen ttabel dan probability > 0,05, maka H0 diterima
terhadap variabel dependen secara parsial. dan Ha ditolak, yang berarti hipotesis yang
Kriteria pengambilan keputusan adalah jika diajukan ditolak. Hasil uji t untuk masing-
thitung > ttabel atau -thitung < -ttabel dan probability masing variabel disajikan pada Tabel 10.
< 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang

Tabel 10
Hasil Uji t (Uji Parsial)
Unstd. Coefficients Std. Coefficients
Model t Sig.
B Std. Error Beta
(Cons.) 46,280 3,200 14,462 0,000
KD -0,164 0,117 -0,107 -1,403 0,163
KP 0,031 0,107 0,025 0,293 0,770
1 IC -0,827 0,163 -0,434 -5,060 0,000
PP -0,422 0,159 -0,241 -2,651 0,009
KO -0,132 0,123 -0,100 -1,071 0,286
BO 0,146 0,212 0,074 0,686 0,494

Pembahasan mempunyai pengaruh signifikan terhadap


kecenderungan kecurangan. Hal tersebut
Keadilan Distributif dan Kecenderungan ditunjukkan dengan nilai probabilitas 0,163
Kecurangan (Fraud) (lebih besar dari 0,05) sehingga hipotesis
Berdasarkan hasil analisis statistik pada pertama (H1) ditolak.
Tabel 10, ditemukan bahwa keadilan Temuan ini tidak sesuai dengan teori,
distributif, walaupun bersifat negatif, tidak tetapi konsisten dengan hasil penelitian
17 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

Wilopo (2006), Pristiyanti (2012), dan Faisal pengendalian internal diatur dengan Peraturan
(2013). Hal ini menunjukkan adanya persepsi Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang
bahwa manusia tidak pernah merasa puas, Standar Pengendalian Intern Pemerintah
memberikan asumsi bahwa adil atau tidak sehingga pengendalian internal tersebut
adilnya suatu keadilan distributif, pegawai memilki standar, ukuran, dan struktur yang
akan tetap melakukan fraud. Temuan ini jelas. Temuan ini diperkuat dengan pendapat
diperkuat dengan pendapat Bologna (1993) Mulyadi (2008) yang menyatakan bahwa
dalam Priantara (2013) yang menyatakan struktur organisasi, metode, dan ukuran-
bahwa tindakan fraud tetap saja dapat terjadi ukuran pengendalian internal diperlukan untuk
karena adanya faktor keserakahan (greedy) mencapai tujuan tertentu yang diharapkan.
yang dimiliki setiap individu. Standar, ukuran, dan struktur ini pula yang
pada akhirnya akan menentukan keefektifan
Keadilan Prosedural dan Kecenderungan pengendalian internal (Mulyadi 2008). Jadi,
Kecurangan (Fraud) jika sistem pengendalian internal dalam
Tabel 10 menunjukkan bahwa keadilan instansi sudah berjalan efektif, maka
prosedural tidak mempunyai pengaruh yang kecenderungan fraud yang terjadi akan
signifikan terhadap kecenderungan semakin kecil.
kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai
probabilitas 0,770 yang lebih besar 0,05 Penegakan Hukum dan Kecenderungan
sehingga hipotesis kedua (H2) ditolak. Kecurangan (Fraud)
Temuan ini tidak sesuai dengan teori, Hasil analisis statistik pada Tabel 10
tetapi konsisten dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan peraturan
Pristiyanti (2013). Hal ini menunjukkan mempunyai pengaruh signifikan negatif
adanya persepsi bahwa sistem penilaian terhadap kecenderungan kecurangan. Hal ini
pegawai hanya bersifat formalitas karena tidak ditunjukkan dengan nilai probabilitas 0,009
memiliki standar dan ukuran yang jelas, yang lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis
memberikan asumsi bahwa adil atau tidak keempat (H4) diterima.
adilnya keadilan prosedural, pegawai tetap saja Hal ini sesuai dengan teori dan konsisten
akan melakukan fraud. Temuan ini diperkuat dengan hasil penelitian Najahningrum (2013).
dengan pendapat Wilopo (2006) yang Keefektifan penegakan peraturan ditentukan
mengemukakan bahwa belum ada sistem dari komitmen dan keseriusan pejabat yang
kompensasi yang mendeskripsikan secara jelas berwenang untuk menegakkan peraturan. Hal
hak dan kewajiban, ukuran prestasi dan itu ditunjukkan oleh Pemda Kota Bogor
kegagalan dalam mengelola organisasi, serta melalui berbagai upaya, misalnya bekerja
ganjaran dan pinalti yang dapat sama dengan KPK dalam hal LHKPN
menghindarkan organisasi dari perilaku tidak (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
etis yang dilakukan pengelolanya. Negara) pimpinan instansi serta didorongnya
proses hukum bagi pejabat yang terlibat kasus
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah korupsi. Temuan ini diperkuat pendapat
dan Kecenderungan Kecurangan (Fraud) Juwono (2006) dalam Sudrajat (2010) yang
Berdasarkan Tabel 10, SPIP mempunyai menyatakan bahwa lemahnya penegakan
pengaruh signifikan negatif terhadap peraturan disebabkan oleh lemahnya sumber
kecenderungan kecurangan, yang ditunjukkan daya yang dimiliki aparatur penegak peraturan.
dengan nilai probabilitas 0,000 (lebih kecil dari Sumber daya aparatur yang kuat dicerminkan
taraf signifikansi 0,05). Oleh karena itu, melalui keseriusan dan komitmen yang tinggi
hipotesis ketiga (H3) diterima. untuk menegakkan peraturan. Jadi, semakin
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori tinggi penegakan peraturan yang
dan konsisten dengan hasil penelitian Wilopo diimplementasikan oleh suatu instansi, maka
(2006), Pristiyanti (2012), Herman (2013), kecenderungan fraud yang terjadi akan
Pramudita (2013), Najahningrum (2013), dan semakin kecil.
Zulkarnain (2013). Pada sektor pemerintahan,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 18

Komitmen Organisasi dan Kecenderungan SIMPULAN


Kecurangan (Fraud)
Tabel 10 menunjukkan bahwa komitmen Penelitian ini bertujuan untuk menguji
organsiasi, walaupun bersifat negatif, tidak pengaruh keadilan distributif, keadilan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prosedural, SPIP, penegakan peraturan,
kecenderungan kecurangan. Hal ini komitmen organisasi, dan budaya organisasi
ditunjukkan dengan nilai probabilitas 0,286 terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).
yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 Dengan menggunakan sampel sebanyak 143
sehingga hipotesis kelima (H5) ditolak. responden yang menangani keuangan dan
Temuan ini tidak sesuai dengan teori, pembuatan kebijakan di 34 OPD di kota
tetapi konsisten dengan hasil penelitian Bogor, penelitian ini menghasilkan temuan
Pramudita (2013). Hasil ini menunjukkan bahwa internal control dan penegakan
hampir tidak adanya turnover baik karena peraturan memiliki pengaruh terhadap fraud,
pengunduran diri, pemecatan, maupun sedangkan keadilan distributif, keadilan
perampingan instansi pemerintah, memberikan prosedural, komitmen organisasi, dan budaya
asumsi rendah atau tingginya komitmen organisasi tidak memiliki pengaruh terhadap
organisasi yang dimiliki, pegawai tetap saja fraud. Keempat variabel yang tidak memiliki
akan berada dalam instansi. Kondisi demikian pengaruh merupakan variabel-variabel yang
menyebabkan rendahnya tanggung jawab sepenuhnya tidak dapat dikendalikan oleh
sehingga pegawai cenderung tetap berprilaku organisasi. Hal ini karena variabel-variabel
tidak etis dengan menyalahgunakan tersebut berkaitan dengan moralitas dan
kekuasaan, kedudukan, serta sumber daya integritas yang dimilki sumber daya manusia.
instansi tanpa takut diberhentikan. Dalam hal ini, perlu dipahami konsep bahwa
pemberantasan korupsi bukan terletak pada
Budaya Organisasi dan Kecenderungan “alat” tetapi “orang yang menggunakan alat
Kecurangan (Fraud) tersebut” (it is not the gun but the man behind
Berdasarkan analisis statistik pada Tabel the gun).
10, ditemukan bahwa budaya organisasi tidak Implikasi praktis dari penelitian ini
mempunyai pengaruh signifikan terhadap diharapkan dapat memberikan pertimbangan
kecenderungan kecurangan. Hal ini ditunjukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dengan nilai probabilitas 0,494 yang lebih (Walikota dan Inspektorat) bahwa dalam
besar dari 0,05 sehingga hipotesis keenam (H6) perumusan dan implementasi kebijakan
ditolak. pencegahan fraud yang efektif, tidak hanya
Hasil ini tidak sesuai dengan teori, tetapi berfokus berdasarkan aspek represif
konsisten dengan hasil dari penelitian (penindakan dan pengendalian), tetapi juga
Najahningrum (2013), Faisal (2013), dan meminimalisir aspek pemicu yang berkaitan
Zulkarnain (2013). Hasil ini menunjukkan dengan kompensasi (keadilan distributif dan
belum adanya standar dan ukuran jelas yang prosedural). Selain itu, yang terlebih penting
mengatur sistem tata nilai bersama yang adalah membangun kultur organisasi yang
menjadi acuan dari instansi pemerintahan tidak memberikan ruang bagi tumbuh dan
dalam penjabaran visi dan pencapaian misi berkembangnya berbagai jenis fraud.
instansi. Hal ini berakibat pada rendahnya Penelitian ini memiliki beberapa
standar etika yang dimiki individu dan keterbatasan. Pertama, hanya dua dari enam
kelompok. Temuan ini diperkuat dengan variabel yang diteliti yang memiliki pengaruh
pendapat Wilopo (2006) yang menjelaskan signifikan. Oleh karena itu, penelitian yang
bahwa instansi dengan standar etika yang akan datang disarankan dapat menggunakan
rendah akan cenderung memiliki risiko metode riset campuran dengan desain
kecurangan akuntansi yang tinggi. sekuensial eksplanatif untuk menggali lebih
dalam alasan yang menyebabkan variabel tidak
berpengaruh serta dapat mengembangkan
variabel-variabel lain di luar variabel yang
19 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20

telah diteliti. Kedua, penelitian ini membatasi Herman, L. A. 2013. Pengaruh Keadilan
populasi penelitian hanya pada kepala OPD Organisasi dan Sistem Pengendalian
sebagai pejabat Pengguna Anggaran dan Internal terhadap Kecurangan. Working
pegawai pada bagian keuangan sebagai pejabat Paper, Universitas Negeri Padang.
Penatausahaan Keuangan OPD, tanpa Indopos. 2014. 318 Kepala Daerah Terlibat
menyertakan pejabat Pelaksana Teknis Kasus Korupsi. Diakses tanggal 17
Kegiatan yang terlibat langsung dalam September 2014, http://www.jpnn.com/
penggunaan anggaran. Oleh karena itu, read/2014/02/15/216728/318-Kepala-
penelitian selanjutnya disarankan dapat Daerah-Terjerat-Korupsi#.
menyertakan pejabat Pelaksana Teknis Info Korupsi. 2004. Kepala Kantor Kesbang
Kegiatan untuk mengetahui fraud dalam hal Kota Bogor Ditahan. Diakses tanggal 17
penyimpangan penggunaan anggaran. September 2014,
http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?a
c=982&l=kepala-kantor-kes-kota-
DAFTAR PUSTAKA bogor-ditahan.
Info Korupsi. 2013. Korupsi APBD, 32 Eks
Antara Bogor. 2014. Kejari Tahan Tiga Anggota DPRD Kota Bogor Divonis
Tersangka Korupsi Ijin Hotel. Diakses Satu Tahun. Diakses tanggal 17
tanggal 20 November 2014, September 2014,
http://bogor.antaranews.com/berita/102 http://infokorupsi.com/id/ korupsi.
88/kejari-tahan-tiga-tersangka-korupsi- php?ac= 6822&l=korupsi-dana-apbd-
izin-hotel. 32-eks anggota-dprd-kota-bogor-
Anti Coruption Clearing House (ACCH) KPK. divonis-setahun.
2014. Rekapituasi Penindakan Pidana Kompas. 2014. Bupati Bogor Minta KPK
Korupsi. Diakses tanggal 4 September Tetapkan Petinggi PT BJA Jadi
2014, http://acch.kpk.go.id/statistik- Tersangka. Diakses tanggal 17
penanganan-tindak-pidana-korupsi- September 2014,
berdasarkan-tahun. http://nasional.kompas.com/read/2014/0
Colquitt, J. A. 2001. On the Dimensionality of 8/08/21034631/Bupati.Bogor.Minta.KP
Organizational Justice: A Construct K.Tetapkan.Petinggi.PT.BJA.Jadi.Tersa
Validation of a Measure. Journal of ngka.
Applied Psychology, 86 (3), 386-400. Lane, J. E. 2000. The Public Sector: Concepts,
Colquitt, J. A., J. A. Lepine, and M. J. Weeson. Models and Approaches. London: Sage
2009. Organizational Behavior Publications.
Improving Perfomance and Commitment Moe, T. M. 1984. The New Economics of
in the Workplace. New York: MC Graw- Organization. American Journal of
Hill. Political Science, 28 (4), 739-777.
Faisal, M. 2013. Analisis Fraud di Sektor Moorhead, G. dan R. W. Griffin. 2013.
Pemerintahan Kabupaten Kudus. Organizational Behavior Managing
Accounting Analysis Journal, 2 (1), 67- Human Resources and Organizations,
73. 9th edition, diterjemahkan oleh D.
Fitrawansyah. 2014. Fraud & Auditing. Angelica “Perilaku Organisasi
Jakarta: Mitra Wacana Media. Manajemen Sumber Daya Manusia dan
George, D. and M. Mallery. 2010. SPSS for Organisasi”. Jakarta: Salemba Empat.
Windows Step by Step: A Simple Guide Mulyadi. 2008. Sistem Akuntansi. Jakarta:
and Reference. Boston: Pearson. Salemba Empat.
Halim, A., dan S. Abdullah. 2006. Hubungan Najahningrum, A. F. 2013. Faktor-Faktor yang
dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Mempengaruhi Fraud: Persepsi Pegawai
Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Dinas Provinsi DIY. Accounting
Anggaran dan Akuntansi. Jurnal Analyisis Journal, 2 (3), 259-267.
Akuntansi Pemerintahan, 2 (1), 53-64.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2018, Vol. 15, No. 1, hal 1 - 20 20

Pramudita, A. 2013. Analisis Fraud di Sektor Sutrisno, E. 2013. Budaya Organisasi. Jakarta:
Pemerintahan Kota Salatiga. Accounting Kencana Primadamedia Group.
Analysis Journal, 2 (1), 37-43. Tempo. 2005. Membangun Zona Bebas
Priantara, D. 2013. Fraud Auditing & Korupsi. Diakses tanggal 4 September
Investigation. Jakarta: Mitra Wacana 2014,
Media. https://nasional.tempo.co/read/63017/m
Pristiyanti, I. R. 2012. Persepsi Pegawai embangun-zona-bebas-korupsi.
Instansi Pemerintahan Mengenai Faktor- Transparency International. 2013. Corruption
Faktor yang Mempengaruhi Fraud di Perception Index 2013. Diakses tanggal
Sektor Pemerintahan. Accounting 4 September 2014,
Analysis Journal, 1 (1), 1-13. http://www.ti.or.id/index.php/publicatio
Sembiring, M. 2012. Budaya & Kinerja: n/2013/12/03/corruption-perception-
Perspektif Organisasi Pemerintah. index-2013.
Bandung: Fokus Media. Tuanakotta, T. 2007. Akuntansi Forensik &
Soekanto, S. 2011. Faktor-Faktor yang Audit Investigatif. Jakarta: Lembaga
Mempengaruhi Penegakan Hukum. Penerbit FEUI.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wilopo. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang
Soepardi, E. M. 1999. Pendekatan Berpengaruh terhadap Kecenderungan
Komprehensif dalam Upaya Kecurangan Akuntansi: Studi pada
Pencegahan dan Pemberantasan Perusahaan Publik dan Badan Usaha
Korupsi di Indonesia. Paper Milik Negara di Indonesia. Paper
dipresentasikan pada acara Pengukuhan dipresentasikan pada acara Simposium
Guru Besar Universitas Pakuan Bogor. Nasional Akuntansi 9, Padang.
Sudrajat, T. 2010. Aspirasi Reformasi Hukum Zulkarnain, R. M. 2013. Analisis Faktor yang
dan Penegakan Hukum Progresif Mempengaruhi Terjadinya Fraud pada
Melalui Media Hakim Perdamaian Desa. Dinas Kota Surakarta. Accounting
Jurnal Dinamika Hukum, 10 (3), 291- Analysis Journal, 2 (2), 125-131.
300.

Anda mungkin juga menyukai