Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PERADABAN ISLAM

Makalah Disusun Guna Memenuhi Matkul Agama Islam

Dosen Pengampu : Sawaluddin.M.Pd

Nama : Viola Prihandhini

Nim : 2005111353

PRODI PENDIDIKAN OLAHRAGA

FAKULTAS KEPERGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini yang materi membahas “Peradaban Islam”. Salawat serta salam marilah kita limpahkan
kepada baginda kita yakni Nabi Besar Muhammad Saw, yang mana telah membawa kita dari
zaman kebodohan hingga zaman penuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita rasakan
saat ini.

Dengan kehadiran makalah ini mudah-mudahan dapat membantu dalam proses


belajar mengajar dalam bermakna bagi kita semuanya Amin. Akhirnya saya ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah serta saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah yang akan
datang.

Pekanbaru , Juni 2021

Penyusun Makalah,

viola

Viola Prihandhini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................2
A. Peradaban Islam............................................................................................................................2
1. Pengertian Peradaban dan Tamaddun...................................................................................3
2. Hubungan Peradaban dan Kebudayaan.................................................................................6
3. Keistimewaan Peradaban Islam.............................................................................................8
4. Peran Aqidah Dalam Peradaban Islam.................................................................................10
5. Ilmu Pengetahuan dan Peradaban.......................................................................................11
B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan Teologis Konstribusi Islam Bagi
Peradaban Dunia.................................................................................................................................15
C. Membangun Argumen Tentang Kontribusi Islam Bagi Peradaban Dunia................................16
D. Islam dan Masyarakat Melayu.................................................................................................17
1. Islam dan Pengaruhnya Terhadap Budaya Melayu..............................................................18
2. Internalisasi Nilai-Nilai Islam dan Tamaddun Melayu..........................................................19
BAB III..................................................................................................................................................23
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................................................23
A.Kesimpulan...................................................................................................................................23
B.Saran............................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................24

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedatangan Islam di Nusantara membawa aspek-aspek peradaban dalam dimensi yang
sangat luas, termasuk sistem politik, ekonomi, budaya, bahasa, dan aksara. Mengikuti
pendapat Koentjaraningrat, yang diikuti pula oleh Badri Yatim, peradaban sering dipakai
untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni
rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks . Peradaban Islam
adalah peradaban umat Islam yang lahir dari ruh ajaran Islam dan mewujud dalam berbagai
bentuk.

Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam, terutama wujud idealnya, sehingga
aspek-aspek yang dijangkau oleh peradaban Islam pun meliputi tujuh aspek kebudayaan.
Ketujuh aspek tersebut ialah sistem religi, sistem ilmu pengetahuan, organisasi
kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan
peralatan. Sementara itu, kebudayaan Islam lahir dari realisasi semangat tauhid yang
bersumber pada Al Qur’an. Jadi, peradaban Islam tidak lain dari hasil manifestasi nilai-nilai
Al Qur’an dalam seluruh bidang kehidupan umat Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Peradaban Islam
2. Menggali Sumber Historis,Sosiologis,Filosofis, dan Teologis Kontribusi Islam Bagi Peradaban
Dunia
3. Membangun Argumen Tentang Konstribusi Islam Bagi Peradaban Dunia
4. Islam dan Masyarakat Melayu

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah peradaban islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradaban Islam
Eksistensi peradaban manusia dapat menentukan kemajuan atau kemunduran sebuah
peradaban itu sendiri. Kemajuan atau kemunduran tersebut dapat dilihat dan dianalisa dari
berbagai aspek sudut pandang. Salah satu faktor yang menjadi unsur pembentuk sebuah
peradaban yaitu sudut pandang yang dapat berupa sumber daya manusia, pemimpin, dan
gaya kepemimpinan yang digunakan untuk mengatur segala urusan masyarakatnya di dalam
wilayah kekuasaannya. Peradaban yang diartikan sebagai sesuatu yang merupakan bukan
bagian dari kebutuhan pokok, melainkan halhal yang berada di luar kebutuhan pokok
manusia. Merujuk pada apa yang ditulis oleh Koentjaraningrat, peradaban adalah bagian-
bagian yang halus dan indah seperti seni masyarakat yang telah maju dalam kebudayaan
tertentu berati memiliki peradaban yang tinggi.

Penggunaan istilah peradaban sendiri sering kali digunakan utuk menamai suatu
aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan kebudayaan manusia yang bersifat baik,
indah, luhur, serta memiliki manfaat bagi manusia sebagai pemilik kebudayaan tersebut.
Berawal dari hal ini, pemahaman mengenai peradaban berangkat dan berkembang bahwa
yang dimaksud dengan peradaban adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas
manusia didalamnya, yang bukan merupakan hal pokok, dan mengandung estetika serta
budaya masyarakat

setempat. Dan berbicara tentang peradaban, terdapat beberapa klasifikasi atau


pengelompokan peradaban. Salah satunya yaitu sejarah peradaban Islam yang menjadi
salah satu penyumbang sejarah terbesar di dunia. Selain itu, beberapa sejarawan
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 H (13M) ketika unsur-unsur
India mencapai Sumatera. Menurut mereka, Islam masuk ke Indonesia tidak dibawa olah
para pedagang Arab, melainkan para pedagang Gujarat, India.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya nisan pada makam Sultan Malik As-Saleh,
Sultan yang pertama memerintah Kerajaan Samudera Pasai, di Timur laut Sumatera,
berangka tahun 1297 M (Ramadhan 696 H). Ketika agama Islam mulai disebarkan,
masyarakat Indonesia telah menganut agama Hindu-Buddha yang hidup saling
berdampingan. Para pendatang yang tiba di wilayah Nusantara umumnya telah menganut
agama Islam, selain berdagang mereka juga menyebarkan agama Islam.

2
1. Pengertian Peradaban dan Tamaddun
Peradaban sering digunakan sebagai istilah lain "budaya" di kalangan akademis. Dalam
pengertian umum, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk
pertanian dan budaya kota. Hal ini karena peradaban awal terbentuk ketika orang mulai
berkumpul di pemukiman perkotaan di berbagai belahan dunia.

Tidak dipungkiri bahwa Islam adalah agama dan peradaban, namun istilah untuk
menggambarkan makna Islam sebagai peradaban masih merupakan kontroversi, meskipun
tidak mengakibatkan perselisihan yang serius. Dalam tradisi intelektual Islam terdapat
istilah-istilah seperti tamaddun, hadârah, tsaqâfah, ‘umrân, dan sebagainya yang secara
etimologis berbeda antara satu dengan lainnya. Kontroversi itu barangkali disebabkan oleh
adanya persepsi dalam memahami substansi peradaban.

Ada yang hanya meninisbatkan peradaban dengan bangunan masjid-masjid, candicandi,


gedung-gedung, dan sebagainya. Ada pula yang menekankan pada ilmu pengetahuan
rasional-empiris saja dan ada pula yang hanya menekankan pada agama saja atau agama
dan ilmu pengetahuan sekaligus. Namun, jika ditelusuri lebih mendalam sejarah peradaban
Islam itu sejatinya merupaan kombinasi dari aktivitas ibadah kepada Allah dan hidup
bermasyarakat dalam sistim kehidupan yang diatur oleh syariat Islam.

Pengertian itu terintegrasikan dalam trilogi iman, ilmu, dan amal yang tidak hanya
memancarkan ilmu pengetahuan yang sangat luas, tapi juga menghasilkan amal-amal yang
sangat tinggi dan bermanfaat bagi umat manusia. Itu semua merupakan pancaran dari din
yang sempurna, dan oleh sebab itu terminologi yang paling tepat untuk menggambarkan
peradaban Islam yang eksklusif adalah tamadun. Makalah ini memaparkan bagaimana Islam
sebagai tamadun berkembang dari dîn yang mengkaji alQur’an menjadi tradisi keilmuan dan
kemudian berkembang menjadi peradaban ilmu yang tetap berbasis pada dîn dan didukung
oleh kekuatan politik.

Istilah untuk merujuk kepada peradaban dalam tradisi intelektual Islam sedikitnya ada
empat yaitu hadârah, tsaqâfah, ‘umrân, dan tamaddun. Kata hadârah akar katanya adalah
kata kerja tsulâtsi “hadara” yang berarti hadir bertempat tinggal, kebalikan dari nomad
(orang yang selalu mengembara) atau badâwah. Dalam istilah hadârah ini, tidak terdapat
unsur agama atau kepercayaan, dan karena itu dapat digunakan untuk makna kebudayaan
yang bukan Islam. Adapun tsaqâfah, berarti aktivitas atau perbuatan yang berkaitan dengan
dan mengarah kepada ketrampilan. Terkadang dikaitkan dengan masalah keilmuan,
sehingga kata mutsaqqaf berarti terpelajar atau berilmu. Selain tsaqâfah, terdapat pula
istilah yang diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun sebagai ‘umrân. ‘Umrân adalah sekelompok
orang yang bekerja sama dan mengorganisir diri mereka agar dapat tetap bertahan hidup.
Bertahan hidup tidak harus dimaknai sebagai suatu jalan agar seseorang dapat memenuhi
kebutuhan dasar mereka, namun sebagai keinginan untuk dapat berdiri sendiri. Dari kerja
sama masyarakat itulah tercipta ‘umrân. Seperti halnya hadârah dan tsaqâfah, ‘umrân juga
tidak mengharuskan adanya unsur agama atau kepercayaan.

3
Namun, baik tsaqâfah maupun ‘umrân ditandai dengan wujud dan berkembangnya ilmu
pengetahuan. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan
maju mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori
‘umrân Ibnu Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin
hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban
atau suatu ‘umrân harus dimulai dari suatu “komunitas kecil”, dan ketika komunitas itu
membesar maka akan lahir ‘umrân besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau
bahkan membentuk suatu kota.

Teori Ibnu Khaldun ini berdasarkan pengamatannya terhadap kelahiran negara dari
sebuah kota. Dari kota terbentuk masyarakat yang memiliki berbagai kegiatan kehidupan
yang darinya timbul suatu sistem kemasyarakatan dan akhirnya lahirlah suatu negara.
Contoh yang diberikan adalah kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota Samara,
kota Kairo, dan lain-lain yang asalnya hanya sebuah komunitas di kota dan berkembang
menjadi negara. Selain ilmu pengetahuan di antara tanda hidupnya suatu ‘umrân bagi Ibnu
Khaldun adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan/arsitektur),
kegiatan eknomi, tumbuhnya praktik kedokteran, kesenian (kaligrafi, seni, sastra, dan
sebagainya). Sudah tentu perkembangan itu juga diikuti oleh lahir dan tumbuhnya
komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan

Selain teori di atas terdapat pula suatu teori yang menekankan faktor agama sebagai
bagian terpenting dalam suatu peradaban. Artinya agama atau kepercayaan selalu ada
dalam proses kelahiran suatu peradaban, namun di antaranya ada yang dominan dan ada
yang marginal. Jika diasumsikan bahwa agama, keyakinan, dan kepercayaan termasuk
ideologi yang merupakan asas bagi setiap peradaban, maka hal itu dapat diterima dan
sangat beralasan, sebab kepercayaan dasar (basic belief) manusia, baik percaya pada Tuhan
ataupun atheis, animistis, sekuler, atau liberal merupakan asas perilaku dalam kehidupan
sosialnya atau tindakan nyatanya atau manifestasi lahiriahnya.

Sebaliknya, aktivitas manusia itu akhirnya dapat dilacak dari atau dapat direduksi
menjadi kepercayaan dasar atau pandangan hidupnya. Sejalan dengan teori ini, Muhammad
Abduh menyatakan bahwa agama atau keyakinan adalah asas segala peradaban. Alasannya,
bangsa-bangsa kuno seperti Yunani, Mesir, India, dan sebagainya, membangun peradaban
mereka dari sebuah agama, keyakinan, atau kepercayaan.Arnold Toynbee juga mengakui
bahwa kekuatan spiritual (batiniiah) memungkinkan seseorang untuk memanifestasikannya
dalam bentuk lahiriah (outward manifestation) yang kemudian disebut sebagai peradaban
itu. Dalam konteks Islam, Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber
peradaban. Keimanan yang dimaksud bukan sekadar kepercayaan kepada Tuhan, akan
tetapi telah menjadi kombinasi antara prinsip kepercayaan kepada Tuhan dan kemanusiaan.

4
Maka dari itu prinsip-prinsip peradaban Islam menurutnya adalah ketakwaan kepada Tuhan,
keyakinan kepada keesaan Tuhan (tawh}îd), dan supremasi kemanusiaan di atas segala
sesuatu yang bersifat material; pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, penjagaan dari
keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, dan sadar akan fungsinya sebagai
khalifah Allah di bumi berdasarkan petunjuk dan perintah-Nya (syariat).

Teori ini tampaknya lebih sesuai untuk menggambarkan peradaban Islam yang bermula
dari agama atau dîn. Oleh sebab itu, seperti yang akan dibuktikan sesudah ini, terminologi
yang sesuai untuk menggambarkan peradaban Islam adalah tamaddun.iah) memungkinkan
seseorang untuk memanifestasikannya dalam bentuk lahiriah (outward manifestation) yang
kemudian disebut sebagai peradaban itu. Dalam konteks Islam, Sayyid Qutb menyatakan
bahwa keimanan adalah sumber peradaban. Keimanan yang dimaksud bukan sekadar
kepercayaan kepada Tuhan, akan tetapi telah menjadi kombinasi antara prinsip
kepercayaan kepada Tuhan dan kemanusiaan.

Maka dari itu prinsip-prinsip peradaban Islam menurutnya adalah ketakwaan kepada
Tuhan, keyakinan kepada keesaan Tuhan (tawh}îd), dan supremasi kemanusiaan di atas
segala sesuatu yang bersifat material; pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, penjagaan
dari keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, dan sadar akan fungsinya sebagai
khalifah Allah di bumi berdasarkan petunjuk dan perintah-Nya (syariat). Teori ini tampaknya
lebih sesuai untuk menggambarkan peradaban Islam yang bermula dari agama atau dîn.
Oleh sebab itu, seperti yang akan dibuktikan sesudah ini, terminologi yang sesuai untuk
menggambarkan peradaban Islam adalah tamaddun.

Istilah tamaddun dapat dilacak dari kata dîn. Al-Qur’an menyebut Islam sebagai dîn (QS.
Ali Imran [3]:19, 85) dan istilah itu sejatinya merupakan konsep seminalnya yang
mengandung makna peradaban. Asumsi dasar yang ingin ditawarkan di sini adalah, bahwa
Islam adalah agama dan peradaban, sebab al-Qur’an, sebagai kitab suci agama Islam, tidak
hanya mengajarkan doktrin teologis dan ritual keagamaan saja, tapi juga memproyeksikan
suatu pandangan hidup rasional yang kaya dengan berbagai konsep seminal (khususnya
tentang ilmu pengetahuan) yang menjadi asas kehidupan baik individu maupun sosial
sehingga berkembang menjadi suatu peradaban. Artinya, Islam adalah sebuah dîn yang
telah berkembang menjadi tamaddun atau peradaban.

2. Hubungan Peradaban dan Kebudayaan


Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan mempunyai 3 wujud yaitu:

5
 Wujud Ideal Yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ideide, gagasan, nilai-
nilai, norma- norma, peraturan-peraturan dll
 Wujud Kelakuan Yaitu kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
 Wujud Benda Yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.

Hubungan antara kebudayaan dan peradaban menurut pendapat Oswald Spingler


yang dikutip dari Samuel P Hungtingson bahwa:. Kebudayaan adalah untuk menunjukan
upaya manusia yang masih terus berlanjut,sedangkan peradaban untuk menunjukan titik
akhir dari kegiatan. Peradaban mengandung pengertian yang lebih luas sebagaimana
puncak, spirit keseluruhan, dan bersifat universal, sebagai karakter umum dari sebuah
zaman dan titik akhir dari berbagai proses kebudayaannya.

Kebudayaan Sebagai Peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di


Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini
merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-
daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban"
sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan
kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari
kebudayaan lainnya. Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh
Edgar Degas.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang
"elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik
klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitasaktivitas di atas.

Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik
yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap
sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia
adalah orang yang sudah "berkebudayaan".

Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan
menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini,
seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan"
disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari
kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan
para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature).

6
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan
tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi
pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan
dan menyimpangkan sifat dasar manusia.

Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)
dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik
klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara


kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan
"kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang
tidak dapat diperbandingkan.

Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer


(popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan
dikonsumsi oleh banyak orang.

Ada yang menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari
"alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

7
3. Keistimewaan Peradaban Islam
Berbicara soal peradaban, Islam pun tidak kalah dalam hal membawa sebuah peradaban
yang terjadi dan pernah ada di dunia ini. Dan satu hal yang sangat penting untuk diketahui,
bahwa karakteristik peradaban Islam begitu mulia dan istimewa. Bahkan saking
istimewanya, peradaban Islam yang pernah ada tak bisa ditandingi sama sekali dengan
seluruh peradaban lain di dunia yang pernah ada.

Beberapa keistimewaan dari karakteristik peradaban Islam yang terjadi di dunia


memang cukup terlihat dari beberapa ciri yang nampak. Contohnya saja pada saat kondisi
dunia sudah mulai banyak kerusakan yang terjadi yang disebabkan karena rusaknya
pemikiran dari banyak manusia, justru peradaban Islam lah yang datang dan membawakan
solusi. Masih ingat dengan zaman jahiliyah yang terjadi di Arab bukan? Bisa dibayangkan
betapa rusaknya kondisi peradaban manusia pada saat itu.

Sudah tidak terhitung lagi mungkin banyaknya kerusakan-kerusakan yang dibuat oleh
manusia kala itu. Kita mungkin sudah tidak kuat meski hanya membayangkan saja, apalagi
jika sampai mengalami. Disanalah makin nampak hebatnya peradaban Islam. Dimana kala
itu Islam datang dan dibawa oleh Nabi Muhammad. Darisana, sudah jelas terlihat bahwa
peradaban Islam telah banyak menghapuskan kerusakan-kerusakan yang ada, yang telah
ditimbulkan pada zaman jahiliyah. Kita pasti sering mendengar pada zaman jahiliyah wanita
seakan tidak memiliki nilai dan harga sama sekali.

Wanita tak lebih difungsikan sebagai pemuas nafsu laki-laki. Bahkan tak jarang bayi
perempuan kala itu dibunuh hidup karena orang tuanya tak senang memiliki anak
perempuan yang dianggapnya hina. Dan apa yang terjadi setelah islam datang? Justru Islam
begitu memuliakan sekali seorang wanita. Itu baru contoh kecil saja ya. Masih banyak
contoh lain yang menjadi bukti betapa istimewa serta mulianya peradaban Islam. Bahkan
kemuliaan serta keistimewaan dari peradaban Islam tak hanya berhenti sampai zaman Nabi
Muhammad saja. Bahkan di zaman Khulafaur Rasyidin hingga dinasti-dinasti kesultanan
setelahnya, masih cukup banyak bukti yang dapat menunjukkan betapa luar biasanya
peradaban Islam. Islam datang dengan mengusung kebaikan sejak awal.

Karena agama Islam sendiri adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT, dan tentuk
saja Allah itu maha baik dan menyukai kebaikan. Selain itu, Islam juga disampaikan oleh
perantara terbaik Allah berupa seorang malaikat. Dan juga diemban oleh manusia terbaik
yang pernah ada, telah menunjukkan keteladanan yang sempurna dalam setiap aktivitasnya,
dan menjadi contoh yang sempurna untuk umatnya. Sosok itu tak lain adalah Rasulullah
Muhammad SAW. Darisanalah makin membuat kita bisa menyadari jika Islam memang
datang sebagai rahmatan lil alamin. Pada saat zaman Rasulullah, telah berhasil diterapkan
sebuah institusi penerap Alquran yang pertama.

8
Kemudian diteruskan oleh para khulafaur rasyidin dengan manhajnya, dan kemudian
sampai diemban oleh khalifah-khalifah setelahnya sampai keruntuhan Turki Utsmani di
tahun 1924. Namun dengan izin Allah, insyaaAllah Islam akan kembali berjaya dan
peradabannya pun dapat kembali menguasai dunia. Berbicara soal bukti istimewa dan
mulianya peradaban Islam, salah satunya bisa kita lihat dari terciptanya ribuan lebih judul
buku yang bermula dari pemikiran cedas para ulama.

Ini makin menggambarkan betapa Islam benar-benar pernah berjaya dalam kurun waktu
belasan abad lamanya. Dalam kurun waktu tersebut, sudah tak terhitung pula jumlah karya
dari para cendekiawan sebagai saintis Islam. Hal tersebut juga menjadi bukti sungguh Islam
telah mendorong kemajuan, terlebih lagi kemajuan berpikir. Bukti lainnya juga dapat terlihat
dari bermacam-macam karya arsitektur yang telah menggambarkan betapa kemuliaan Islam
begitu sempurna dalam memperhatikan urusan rakyatnya.

Sampai-sampai tulisan yang diungkapkan dalam berbagai buku sejarah juga tak akan
cukup mengilustrasikan keistimewaan peradaban Islam serta keagungan hokum Islam.
Sungguh tidak ada yang dapat menyamai hal ini. Kejayaan peradaban Islam yang dibentuk
dari keagungan hukum Islam bukanlah sebatas dongeng atau cerita rakyat semata.

Hal ini betul-betul ada dan nyata, dan merupakan bukti historis yang telah berhasil
ditunjukkan pada dunia dari berbagai bukti yang ada. Semoga keistimewaan serta kemuliaan
peradaban Islam dapat kembali kita rasakan dan keagungan hukum Islam dapat kembali
ditegakkan dengan kembali berjayanya Islam di muka bumi ini atas izin Allah.

9
4. Peran Aqidah Dalam Peradaban Islam
Aqidah ialah salah satu ilmu yang wajib diajarkan kepada anak-anak sejak dini. Bila Anda
sebagai orang tua sibuk bekerja hingga tak memiliki banyak waktu luang untuk
mengajarkannya sendiri kepada anak Anda, jangan resah. Saat ini banyak lembaga
pendidikan seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), KB (Kelompok Bermain) hingga Taman
Kanak-kanak yang memberikan pengajaran ilmu aqidah.

Ketika anak-anak sudah mengerti sedikit banyak tentang akidah sedari Taman Kanak-
kanak maka ia akan mudah mengikuti di jenjang pendidikan selanjutnya. Mengapa anak-
anak perlu mempelajari akidah? Akidah memiliki fungsi dan peran yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Bukan hanya sekedar ilmu, akidah juga menentukan kualitas agama
dan masa depan seseorang. Mereka yang enggan memahami ilmu akidah tidak jarang
memilih jalan yang sesat. Jalan sesat tersebut yang dapat membawa pada masalah-masalah
dalam hidup. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan akidah pada anak sejak
dini.

Sebagai orang tua, Anda harus bisa membimbing anak pada jalan yang diridhai Allah
subhanahu wa ta’ala. Fungsi dan Peran Akidah dalam Kehidupan Berikut ini beberapa fungsi
dan peran akidah dalam kehidupan.

 Sebagai petunjuk hidup yang tepat sehingga dapat membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk.
 Melindungi diri agar tidak terjerumus pada jalan yang sesat.
 Menumbuhkan semangat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
 Menentramkan dan sebagai penenang jiwa.
 Memahami dan mengikuti sunah-sunah rasul-Nya.
 Memurnikan niat ibadah hanya untuk mencari ridha Allah subhanahu wa ta’ala.
 Mengokohkan keimanan terhadap Islam.
 Mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Peran Akidah dalam Perkembangan atau peradaban Agama Islam Akidah tidak hanya
berperan dalam kehidupan seseorang, tetapi juga berpengaruh dalam perkembangan
agama Islam. Simaklah ulasannya berikut ini. Pondasi yang kokoh dalam membangun tiang
Agama Islam. Awal dari pembentukan akhlak yang mulia. Seseorang yang berakidah tentu
melaksanakan ibadah dengan tertib, sehingga akan tertanam dalam dirinya akhlak yang
baik. Dasar penciptaan manusia ialah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
sehingga ilmu akidah wajib untuk dipelajari setiap umat Islam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56).

10
5. Ilmu Pengetahuan dan Peradaban
Saat ini, manusia didominasi oleh satu peradaban Brat modern yang berlandaskan pada
paham sekularisme, rasionalisme, utilitarianisme, dan materialisme. Per adaban ini
mendekatkan manusia ke ambang kehancuran. Memang tidak menutup mata berbagai
keberhasilan dan kemajuan dihasilkan oleh peradaban ini. Namun juga tidak dapat di
pungkiri peradaban modern ini juga telah menghasilkan penjajahan, perang
berkepanjangan, ketimbangan sosial, kerusakan lingkungan, keterasingan (alienasi) dan
anomie (berkurangnya adat sosial atau standar etika dalam diri individu atau masyarakat).
Tidak terdapat keseimbangan dan ketertiban di masyarakat.

Ilmu yang berkembang di dunia saat ini berdasarkan pada rasio dan panca indera, jauh
dari wahyu dan tuntunan Ilahi. Meskipun telah menghasilkan tek nologi yang bermanfaat
bagi ma nusia, Ilmu Barat modern telah pula mela hirkan bencana baik kepada
kemanusiaan, alam dan etika. Akibat paham ma terialisme maka terjadi penjajahan dan
kolonisasi. Ribuan bahkan jutaan nyawa manusia melayang. Perbudakan terjadi dan
kekayaan alam dieksploitasi. Harun Yahya dalam bukunya The Disas ters Darwinism Brought
to Humanity meng gambarkan berbagai bencana kemanusiaan yang ditimbulkan akibat Dar
winisme, di antaranya berupa rasisme dan kolonialisme.

Peradaban Barat modern sebagai mana ditulis oleh sejarawan Marvin Perry, adalah
sebuah peradaban besar, tetapi sekaligus sebuah drama yang tragis (a tragic drama).
Peradaban ini penuh kontradiksi. Satu sisi, ia memberi sumbangan besar bagi kemajuan ilmu
pe ngetahuan dan teknologi, yang mem buat berbagai kemudahan fasilitas hi dup, tapi pada
sisi lain peradaban ini memberi kontribusi yang tidak kecil kepada penghancuran alam
semesta. (Mar vin Perry, Western Civilization : A Brief History, Boston New York : Hough ton
Mifflin Company, 1997, hlm. xxi.)

Dalam dunia kedokteran modern, misalnya, dikenal praktik vivisection (arti harfiah
"memotong hidup-hidup") yaitu cara menyiksa hewan hidup karena dorongan bisnis untuk
menguji obatobatan agar dapat mengurangi daftar panjang segala jenis penyakit manusia.
Praktik ini selain tidak beretika keilmuan dan tidak "berperikemanusiaan" juga menyisakan
pertanyaan intrinsik tentang asumsi atas tingkat kesamaan uji laboratorium hewan dan
manusia yang mengesahkan eksplorasi hasil klinis dari satu ke lainnya.

(Pietro Croce, Vivisection or Science : An Investigation into Testing Drugs and


Safeguarding Health, London : Zed Books, 1999.). Dunia pertanian modern yang sangat
berlebihan dalam penggunaan bahanbahan kimia seperti luasnya penggunaan pestisida,
herbisida, pupuk nitrogen sintetis dan seterusnya, telah meracuni bumi, membunuh
kehidupan margasatwa bahkan meracuni hasil panen dan mengganggu kesehatan para
petani. Pertanian yang semula disebut dengan istilah agriculture (kultur, suatu cara hidup
saling menghargai, timbal balik komunal, dan kooperatif, bukan kompetitif) berkembang
lebih populer dengan istilah agribusiness, sebuah sistem yang memaksakan tirani korporat
untuk memaksimalkan keuntungan dan menekan biaya, menjadikan petani/penduduk lokal

11
yang dahulu punya harga diri dan mandiri lalu berubah menjadi buruh upahan di tanah
sendiri. Kehi dupan sosial yang kooperatif pun ber ganti menjadi kompetitif tanpa nurani.
(Adi Setia, Three Meanings of Islamic Science Toward Operasionalizing Isla mization of
Knowledge, Center for Islam and Science : Free online Library, 2007).

Ilmu tidak netral Daftar kerusakan peradaban modern tersebut tentu saja masih
panjang. Itu berakar dari konsep ilmu pengetahuan yang sudah terbaratkan itu
(westernized) dan tersekulerkan. Dalam kaitan inilah, gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan
kontemporer (Islamization of Contem porary Knowledge) atau Islamisasi sains (Islamization
of Science), masih sangat relevan dan mendesak. Gagasan ini tidak lepas dari konsep dasar
ilmu menurut pandangan Islam. Di antara syarat membahas Islami sasi ilmu pengetahuan
yaitu menerima sifat bahwa ilmu itu tidak netral atau tidak bebas nilai (value free). Ilmu
terikat dengan nilai-nilai tertentu (value laden) yang berupa paradigma, ideologi atau
pemahaman seseorang. Suatu kenyataan yang janggal seseorang membahas Isla misasi ilmu
pengetahuan namun ia berpendapat bahwa ilmu itu bebas nilai.

Ibn Taimiyyah mendefinisikan ilmu sebagai sebuah pengetahuan yang berdasar pada
dalîl (bukti). Dalil yang di maksud bisa berupa penukilan wahyu de ngan metode yang benar
(al-naql almushaddaq), bisa juga berupa penelitian ilmiah (al-bahts al-muhaqqaq). Sedang
yang dimaksud dengan "ilmu yang bermanfaat" adalah yang bersumber dari Rasul saw:
Sesungguhnya ilmu itu ada lah yang bersandar pada dalil, dan yang bermanfaat darinya
adalah apa yang dibawa oleh Rasul. Maka sesuatu yang bisa kita katakan ilmu itu adalah
penukilan yang benar dan penelitian yang akurat. (Taqiy al-Din Ahmad ibn ‘Abd al-Halim ibn
Taimiyyah, Majmû’ Fatâwâ Syaikh al-Islâm Ahmad ibn Taimiyyah, editor ‘Abd al-Rahman ibn
Muhammad ibn Qasim al-’Ashimi al-Najdi al- Hanbali, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1418
H/1997 M, jilid 6, hlm. 388.) Ibn Taimiyyah menegaskan, jika sesuatu yang dikatakan ilmu itu
pada kenyataannya tidak berdasar pada dalîl seperti disebutkan di atas, maka ia ibarat
sebuah tembikar yang terlihat bagus dari luarnya saja (khazaf muzawwaq).

Mak sudnya, kelihatan sebagai sebuah ilmu yang bagus tapi sebenarnya ia bukan ilmu.
Atau kalau tidak, menurut Ibn Tai miyyah, yang disangka ilmu tersebut ada lah sesuatu yang
jelas-jelas batal (bâtil mutlaq), yakni bukan ilmu sama sekali. Di sini jelas bahwa dalam Islam,
wahyu merupakan sumber ilmu. Se dangkan dalam pandangan Barat, wah yu tidak
termasuk ilmu karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Di sinilah salah satu perbedaan
yang menyolok antara definisi ilmu dalam Islam dengan ilmu dalam pandangan Barat.
Sebagaimana sudah dikemukakan di depan, ilmu dalam pandangan Islam juga mensyaratkan
telah diuji kebenarannya berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan tidak hanya berdasarkan
praduga atau asumsi. Dengan kata lain, ilmu memiliki kriteria yang dimiliki oleh sains
sebagai pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi.

12
Ilmu dalam pandangan Islam berbe da dengan sains dalam pandangan Barat. Sains Barat
(atau menurut istilah Her man Suwardi disebut SBS – Sains Barat Sekular) hanya dibatasi
pada bidangbidang empiris-positivis sedangkan ilmu dalam pandangan Islam melampauinya
dengan memasukkan tidak hanya bi dang-bidang empiris, tetapi juga nonempiris, seperti
matematika dan metafisika. Sejak awal 1970-an, Prof. Syed Muham mad Naquib Al-Attas
mengemukakan pandangan bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Pada tahun 1973, dia
mengingatkan umat Islam mengenai hal ini di dalam bukunya berbahasa Melayu, Risalah
untuk Kaum Muslimin : Kita harus mengetahui dan menyadari bahwa sebenarnya ilmu
pengetahuan tidak bersifat netral; bahwa setiap kebudayaan memiliki pemahaman yang
berbeda-beda mengenainya –meskipun di antaranya terdapat beberapa persamaan.

Antara Islam dan kebudayaan Barat terbentang pemahaman yang berbeda mengenai
ilmu, dan perbedaan itu begitu mendalam sehingga tidak bisa dipertemukan. Ilmu telah
diresapi elemen-elemen pandangan hidup, agama, kebudayaan, dan peradaban seseorang.
Selain itu, se ring pendapat dan spekulasi yang merefleksikan unsur-unsur kepribadian, aga
ma, dan kebudayaan dianggap seba gai ilmu pengetahuan. Dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan itu tidak bebas nilai (neutral) karena ilmu adalah sifat manusia.

Segala sesuatu yang berada di luar akal pikiran bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan
fakta dan informasi yang se muanya adalah objek ilmu pengetahuan. Ilmuwan muslim yang
lebih muda pun, seperti Ziaudin Sardar menyuarakan hal yang sama. Ia menyatakan, "Jika
sains itu sendiri netral, maka sikap kita dalam mendekati sains itulah yang menjadikan sains
itu sekular atau Islami. Pendekatan Islam mengakui keterbatasan otak dan akal manusia,
serta mengakui bahwa semua ilmu pengetahuan itu berasal dari Tuhan." (Lihat Hamid Fahmi
Zarkasy, "Makna Sains Islam", Majalah Islamia Volume III No. 4, 2008 hlm. 6.).

Akhirnya permasalahan ini dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan Islam, ilmu itu
tidak bebas nilai. Se dangkan sains Barat atau sains modern yang saat ini berkembang di
dunia Barat maupun di dunia Islam menyatakan bahwa sains itu netral atau bebas nilai.
Pada kenyataannya, ilmu itu tidak bebas nilai karena ilmu dari waktu ke waktu mengalami
naturalisasi, yaitu diadaptasi berdasarkan budaya, agama, paradigma dan cara pandang
tertentu. Ide islamisasi ilmu pengetahuan mun cul dari premis bahwa ilmu penge ta huan
kontemporer tidak bebas nilai (value-free), tapi sarat nilai (value laden).

Ilmu pengetahuan yang tidak netral ini telah diinfus ke dalam praduga-praduga agama,
bu daya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi kesadaran dan pengalaman
manusia Barat. Jadi, ilmu pengetahuan modern harus diislamkan. Mengislamkan ilmu
bukanlah pekerjaan mudah seperti labelisasi. Selain itu, tidak semua dari Barat berarti
ditolak, karena terdapat sejumlah persamaan dengan Islam. Oleh sebab itu, seseorang yang
mengislamkan ilmu, perlu meme nuhi pra-syarat, yaitu ia harus mampu mengidentifikasi
pandangan-hidup Islam (the Islamic worldview) sekaligus mampu memahami peradaban
Barat Gagasan Islamisasi tidak bisa lepas dari peran pemikiran Syed Muhammad Naquib al-
Attas, sebagai penggagas awal ide Islamisasi ilmu pengetahuan.

13
Al-Attas menurut Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud telah menemukan tiga di antara
temuan ilmiah terpenting dunia Islam abad ini yaitu problem terpenting yang dihadapi umat
Islam saat ini adalah masalah ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan modern tidak bebas nilai
(netral), umat Islam perlu mengislamkan ilmu pengetahuan masa kini. Penjelasan lebih
gamblang tentang teori Islamisasi al-Attas telah dikompilasikan dalam karyanya berjudul
Islam and Secularism dan dilanjutkan pada buku Prolegomena to The Metaphysics of Islam.
Islamisasi menurut al-Attas adalah pembebasan manusia dari unsur magic, mitologi,
animisme dan tradisi kebudayaan kebangsaan serta dari penguasaan sekular atas akal dan
ba ha sanya. Ini berarti pembebasan akal atau pemikiran dari pengaruh pandangan hidup
yang diwarnai oleh kecenderungan sekular, primordial dan mitologis.

Jadi Islamisasi ilmu pengetahuan adalah program epistemologi dalam rangka


membangun peradaban Islam. Bukan masalah "labelisasi" seperti Islamisasi teknologi, yang
secara peyoratif dipahami sebagai Islamisasi kapal terbang, pesawat radio, hand phone,
internet dan sebagainya. Bukan pula Islamisasi dalam arti konversi yang terdapat dalam
pengertian Kristenisasi. Al-Attas mengemukakan idenya di depan umum dalam Persidangan
Se dunia Pertama mengenai Pendidikan Is lam di Mekkah tahun 1977 yang dihadiri oleh 313
sarjana dan pemikir Islam dari seluruh pelosok dunia. Gagasan ini se karang terus bergulir
dan semakin ber kembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

14
B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan Teologis
Konstribusi Islam Bagi Peradaban Dunia
Mulyadi Kartanegara dalam Reaktulisasi Tradisi Ilmiah Islam menuliskan bahwa ada tiga
faktor yang mendorong perkembangan ilmu di dunia islam pada saat kejayaan umat
islam.Ketiga faktor tersebut adalah

 faktor agama dan ramifikasinya,


 apresiasi masyarakat terhadap ilmu, dan
 patronase (perlindungan daan dukungan) para dermawan dan penguasa
terhadap kegiatan ilmiah.

1. Menggali Sumber Historis

Banyak peradaban yang hancur (mati) karena “bunuh diri” bukan karena benturan
dengan kekuatan luar. Peradaban hancur karena peradaban tersebut tidak dibangun di atas
nilai-nilai spiritualisasi yang kokoh. Berbeda dengan peradaban lainnya, peradaban Islam
saat itu tumbuh berkembang dan dapat tersebar dengan cepat dikarenakan peradaban
Islam memiliki kekuatan spiritualitas. Umat Islam kala itu bekerja kelas untuk melahirkan
peradaban baru dengan semangat spiritual tinggi untuk membangun reruntuhan peradaban
lama. Oleh karena itu, aspek spiritual memainkan peran sentral dalam mempertahankan
eksistensi peradaban Islam.

2. Menggali Sumber Sosiologis

Islam yang berkembang pada masa Bani Umayyah melalui ekspansi besar-besaran
dilanjutkan pada masa Al-Walid ibn Abdul Malik pada tahun 711 M., kemudian terus
berlanjut pada masa Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah di Spanyol , akhirnya sampai di
Spanyol. Dari peradaban Islam yang ada di Spanyol, Islam mampu memberikan pengaruh
besar kepada dunia Barat yang turut serta mempelajari ilmu pengetahuan yang ada di
dunia Islam.

3. Menelusuri Sumber Filosofis dan Teologis

Semangat para filsuf dan ilmuwan Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak
lepas dari semangat ajaran Islam, yang menganjurkan para pemeluknya belajar segala hal,
sebagaimana perintah Allah Swt. Dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad. Ini menjadi
dasar teologis yakni dengan melakukan pengkajian yang lebih sistematis akan sumber-
sumber ajaran agama dan penghargaan yang lebih baik, namun tetap kritis kepada warisan
kultural uamt, dan pemahaman yang lebih tepat akan tuntutan zaman yang semakin
berkembang secara cepat.

15
C. Membangun Argumen Tentang Kontribusi Islam Bagi Peradaban
Dunia
Optimalisasi potensi akal merupakan salah satu kunci yang memungkinkan Islam
memberikan kontribusinya bagi peradaban dunia.Tuhan telah menganugerahi manusia
dengan potensi akal dan hati/kalbu.Kedua potensi itu bisa dimiliki oleh seseorang dalam
kadar yang seimbang,namun dapat pula salah satu potensi dalam kadar yang seimbang,
namun dapat pula salah satu potensi lebih berkembangdaripada lainnya. Orang yang sangat
berkembang potensi akalnya,sangat senang menggunakan akalnya itu untuk memecahkan
sesuatu.Orang demikian ini lebih senang melakukan olah rasio daripada olah rasa dalam
pencarian kebenaran sejati dan sangat berbakat menjadi pemikir atau filosof.Sementara itu
orang yg sangat berkembang potensi hati atau kalbunya, sangat senang mengeksplorasi
perasaannya untuk memecahkan suatu masalah. Orang demikian ini amat suka melakukan
olah rasa daripada olah rasio, untuk menemukan kebenaran sejati dan sangat berbakat
menjadi seniman atau ahli tasawuf.

Bila kita menekankan pada sebab normatif, maka kesimpulan yang akan ditarik adalah
bahwa kemampuan komunitas islam klasik kala itu tidak lain diilhami oleh ajaran-ajaran
profetik islam yang dibawa itu adalah Muhammad.Dengan kata lain, progresivitas komunitas
islam klasik adalah inheren dalam ajaran islam yang paling autentik, yakni Al-Quran dan As-
Sunnah.Namun akan menjadi timpang jika kita tidak menelisik sebab-sebab
historisnya.Karena bagaimana pun, komunitas islam klasik kala itu, yang tidak bisa disebut
sedikit menerima ilham dari Al-Quran dan As-Sunnah, hanyalah satu pihak dari berbagai
pihak yang bekerja sama dalam mengembangkan peradaban yang maju.Dipihak lain, kita
tidak bisa menutup mata dari adanya ilham-ilham lain berupa khazanah-khazanah ilmu yang
datang dari luar komunitas islam.Inilah yang disebut ‘ulum al-awa’il (ilmu-ilmu orang
terdahulu), yang tercakup didalamnya warisan-warisan berharga dari Yunani, Romawi, China
,Persia dan India. Jika kita bicara tentang peradaban, apalagi peradaban dalam konteks yang
amat modern, maka kita sedang berhadapan dengan “binatang” yang amat besar dan
kompleks. Untuk itu, kita memeras dan mrngambil sari dari peradaban itu, yang darinya kita
akan selidiki, peran islam sebagai komunitas dan ajaran mampu berkontribusi untuk
mengembangkannya.

Perlu kita ketahui, bahwa salah satu faktor penyelamat bagi Eropa dan Barat menuju
kegemilangan sains adalah ketika belenggu gereja terlepas dari mereka.Dahulu,ortodoksi
agama yang diwakili oleh gereja katolik begitu menakutkan dan mencekam bagi para
ilmuwan dan para pemikir bebas.Hal ini karena gereja yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan.Maka dari itu, tidak aneh jika Copernicus dan Galileo Galilei harus bersedia
menjadi martir (syahid) dihadapan gereja, karena pendapat-pendapat dan tesis-tesis ilmiah
mereka dianggap menyalahi fatwa gereja.

16
D. Islam dan Masyarakat Melayu
Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah. Makna pepatah melayu itu adalah adat
yang ditopang syariat Islam harus berdasarkan alquran dan hadits. Pepatah itu lazim
didengungkan sebagai falsafah kehidupan masyarakat Melayu di Sumatera bagian timur.
Yakni kawasan yang dulunya mendapat pengaruh dari Kesultanan Melayu yang mulai
berkembang pada abad ke-13. Salah satu kawasan bekas peninggalan dari kejayaan
Kesultanan Melayu adalah Riau.

Jadi, tak usah heran kalau melancong ke Riau senantiasa melihat orang Melayu gesit ke
masjid, tak ingin melalaikan kewajiban salat, dan mengaji. Bagi orang Melayu, baik “Riau
Daratan” maupun “Riau Kepulauan”, beribadah sudah seperti nafas dalam kehidupan
Mereka pantang melanggar kewajibannya dalam Islam. Jika melanggar, apalagi
meninggalkan Islam alias murtad, maka tidak dianggap lagi sebagai orang Melayu. Kendati
demikian, warga di sini amat terbuka bagi para pendatang yang mencari peruntungan.
Sebagaimana karakter khas masyarakat Melayu yang ramah menerima tamu.

Pertumbuhan ekonomi Riau yang cukup pesat memang dapat diibaratkan "gula" yang
mengundang para "semut" datang dari berbagai daerah di Indonesia. Tak pelak lagi, arus
deras migrasi para pencari kerja kemari telah mendorong Riau menjadi menjadi salah satu
provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia. Setidaknya, fenomena
ini sudah terjadi sejak 30 tahun terakhir. Demografi Riau sangat majemuk, tidak akan sulit
menjumpai etnik lain yang tinggal di Bumi Lancang Kuning ini.

Tetapi, seperti pepatah di mana bumi dipijak di situlah langit dijunjung, para pendatang
di Riau tetap harus beradaptasi dengan norma-norma sosial kebudayaan Melayu. Menurut
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Riau, Isjoni, tidak sedikit komunitas suku selain
Melayu berkembang pesat di Riau, terutama di kawasan perkotaan. Kebanyakan dari
mereka pun turut menunaikan nilai-nilai kemelayuan di Riau.

Nah, inilah uniknya di Riau, masyarakat dari etnik manapun akan dianggap juga sebagai
orang Melayu asalkan ia seorang muslim. Misalnya, jika Anda bersuku Batak dan beragama
Islam, maka Anda disebut Melayu-Batak. Demikian pula pada orang Sunda yang beragama
Islam disebut Melayu-Sunda, orang Bugis beragama Islam disebut Melayu-Bugis, dan lain
sebagainya. “Jadi, di sini banyak orang-orang luar yang sudah menjadi orang Melayu.
Makanya banyak perkumpulan seperti Melayu-Minang, Melayu-Jawa, dan macam-macam,
semua bisa mendapat hak yang sama,” ujar Isjoni dalam perbincangan dengan medcom.id di
FKIP Universitas Riau, Pekanbaru, Kamis 15 Juni 2017.

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman berkomitmen untuk menjadikan daerah yang


dipimpinnya sebagai pusat kebudayaan Melayu di kawasan Asia Tenggara. Visi tersebut
secara eksplisit sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau Nomor 36
tahun 2001.

17
1. Islam dan Pengaruhnya Terhadap Budaya Melayu
Laju perkembangan pemikiran Islam seiring dengan pergantian masa dan meluasnya
wilayah-wilayah yang memeluk agama Islam yang notabene telah memiliki corak dan
karakter peradaban tersendiri. Interaksi pemikiran Islam dengan peradaban lokal setempat
melahirkan dinamika pemikiran Islam yang kemudian dapat mempengaruhi dinamika
peradaban Islam itu sendiri. Luasnya wilayah Islam yang pada masing-masing wilayah
memiliki karakteristik peradaban sendiri membuat hazanah pemikiran dan peradaban Islam
semakin kaya dan variatif (M.Abdul Karim, 2009: 37-48).

Termasuk wilayah Islam yang memiliki corak pemikiran dan karakteristik peradaban
adalah wilayah Melayu di kepulauan Nusantara. Berangkat dari pernyataan di atas, perlu
diadakan penelitian lebih mendalam untuk mengungkap masalah integrasi pemikiran Islam
dan peradaban Melayu, agar dapat ditemukan kenyataannya, setelah penetrasi Islam ke
dalam Dunia Melayu menjadikan peradaban Melayu tidak dapat dipisahkan dengan tradisi
Islam. Oleh sebab itu, penelitian ini akan membahas tentang integrasi pemikiran Islam dan
peradaban Melayu serta bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan peradaban
Melayu Nusantara. Sejarah telah membuktikan bahwa perkembangan pemikiran yang
terjadi di Dunia Islam berpengaruh signifikan terhadap perkembangan peradaban Melayu
Islam. Integrasi pemikiran Islam dan Dunia Melayu melahirkan semangat dan fanatisme
keislaman bagi masyarakat Melayu, kenyataan tersebut masih diperdebatkan di antara
mereka (Mahyudin Almudra, 2008: 13).

Ditinjau dari akar historisnya, perkembangan pemikiran dalam Islam sudah dimulai sejak
zaman klasik awal, pada masa Nabi Muhammad Saw. Bahkan kedudukan pemikiran
dijadikan sebagai sumber ajaran Islam ketiga setelah al-Qur'an dan al-Sunnah (Nasruddin
Razak, 1989: 108). Hal ini telah diindikasikan dalam sebuah dialog antara Nabi Jabal yang
saat itu diangkat sebagai gubernur Yaman.1 Kemudian pemikiran Islam lebih berkembang
lagi setelah dunia Islam berinteraksi dengan dunia luar, seperti Persia dan Romawi,
terutama Yunani, sehingga menghasilkan perkembangan ilmu pengetahuan yang
berimplikasi pada perkembangan peradaban Islam zaman klasik, pertengahan dan modern,
kemudian meluas ke seluruh penjuru Dunia Islam termasuk wilayah Melayu Nusantara.

Jika Dunia Melayu dilihat secara komprehensif dalam rentang masa, dapat diketahui
bahwa sebelum datangnya Islam bangsa Melayu sudah ada, bahkan sejak zaman pra Hindu-
Buddha di Nusantara, kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, terutama di
Malaysia, Sumatera, Kalimantan dan sekitarnya. Dalam perspektif kesamaan sejarah dan
budaya, secara umum identitas bangsa Melayu hingga saat ini terdiri dari empat fase pilar
sejarah, yaitu; fase pra Hindu-Buddha, fase Hindu-Buddha, fase Islam dan fase kolonialisme
(Mahyudin Almudra, 2008: 6-14). Namun hingga saat ini, pengaruh Islam pada suku bangsa
Melayu sangat kuat dan dominan dari pada yang lainnya.

18
2. Internalisasi Nilai-Nilai Islam dan Tamaddun Melayu
Tamadun Melayu sering disinonimkan dengan Islam. Ia bagaikan dua entitas yang tidak
dapat dipisahkan karena orang Melayu sudah lama menganut agama Islam. Alam Melayu
adalah kawasan yang menerima pengaruh Hindu dan Buddha akan tetapi dengan
kedatangan Islam ia telah berjaya merubah kawasan ini kepada pusat perkembangan Islam
sehingga dikatakan kebangkitan tamadun Melayu ini sejalan dengan berkembangnya Islam
di Nusantara. Islam di Alam Melayu sebenarnya berlangsung dalam jangka waktu yang
panjang dan melalui berbagai peristiwa.

Hubungan Islam dengan orang Melayu menarik perhatian pihak bangsa luar dan timbul
perasaan iri hati terhadap kemakmuran orang Islam sehingga bangsa Eropah datang
memasuki kawasan Nusantara guna mengambil kekayaan alamnya. Sistem sosial
masyarakat Nusantara sebelum kedatangan Islam dipengaruhi oleh sistem kasta Hindu yang
melahirkan dua kelompok yang sangat jauh berbeda. Perbedaan tersebut sangat
menentukan status sosial masyarakat dan perbedaan inilah yang terkikis habis dengan
kedatangan Islam yang mengajarkan bahwa manusia itu sama dan yang membedakannya
adalah iman. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini melihat sejauh mana
implementasinya terhadap perilaku sosial masyarakat Melayu Riau pada waktu sekarang.

Orang Melayu sebelum disentuh oleh Islam telah diwarnai oleh Hindu-Buddha yang
memiliki karakter yang berbeda dengan Islam terutama pada struktur sosial yang
diimplementasikan dalam sistem kasta. Sistem sosial masyarakat Melayu pada masa
tersebut terbagi menjadi dua golongan yakni golongan raja serta bangsawan sebagai
pemerintah dan golongan rakyat biasa sebagai yang diperintah. Keadaan ini berlangsung
lebih kurang 13 abad di Alam Melayu dan selama itu pula perilaku sosial masyarakat Melayu
diwarnai oleh tamadun India yang Hinduisme tersebut.

Namun sebelum Hinduisme berkembang di Alam Melayu, orang Melayu telah


mempunyai kepercayaan tersendiri yakni animisme dan dinamisme. Animisme meyakini
bahwa setiap benda mempunyai jiwa atau roh dan mempunyai kepribadian tersendiri.
Sedangkan dinamisme bermaksud jiwa bukan saja berada di mana-mana akan tetapi juga
mempunyai tenaga dan kekuatan yang dapat memberikan akibat baik dan buruk. Kedua-dua
konsep ini merupakan kepercayaan primitif orang Melayu yang berkembang melalui mitos
dan legenda.

Proses Islamisasi di Alam Melayu telah merubah tatanan kehidupan orang Melayu dalam
berbagai aspek kehidupan. Kedatangan agama Islam telah mengalihkan arah pusat-pusat
tamadun Melayu ke daerah-daerah seperti Melaka, Jambi, Aceh, Perlak, Pasai, Patani dan
lainnya. Hal ini dikarenakan penyebaran Islam di dalam masyarakat Melayu terjadi secara
damai.Di dalam sejarah masuknya Islam ke Alam Melayu yang dulu dikenal dengan istilah
Nusantara, tidak diperoleh satupun catatan yang menunjukkan masuknya Islam secara
kekerasan dan paksaan kepada masyarakat Melayu. Yang pasti kejayaan penyebaran Islam
di Alam Melayu berdasarkan kepada berbagai faktor seperti perdagangan, perkawinan dan

19
faktor ajaran Islam itu sendiri yang sangat sesuai dengan alam pikiran masyarakat Melayu.
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa kedatangan agama Islam mendatangkan sebuah
kesan yang positif terhadap pembangunan dan pembinaan tamadun Melayu bagi orang
Melayu di Nusantara. Akhirnya, segala aspek kehidupan orang Melayu diwarnai oleh Islam
sehingga muncul sebuah pandangan yang mengatakan ‘Melayu identik Islam’. Perilaku
masyarakat mencerminkan keIslaman. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari peranan para
para ulama, umara, kiyai, guru, mursyid, syeh, tokoh adat, dan lainnya dalam menata dan
membina religiulitas masyarakat sehingga perilaku sosial masyarakat tidak keluardari
koridor agama Islam.

Itu dulu, namun kondisi tersebut apakah berlangsung hingga sekarang terutama bagi
masyarakat Melayu Riau yang sedang mengalami pancaroba ke arah globalisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini mencoba menguak kembali sejauh mana
internalisasi nilai Islam dan tamadun Melayu terutama yang terimplementasi kepada prilaku
sosial masyarakat Melayu Riau sekarang ketika menjalani kehidupan bersama.Orang Melayu
Riau sekarang sedang menuju ke satu era dimana perilaku sosial masyarakatnya telah
diwarnai oleh warna lain yang keluar dari warna dasarnya yakni merah kuning hijau sebagai
lambang dasarnya. Riau yang letaknya di posisi strategis sangat terbuka peluang ke arah
perubahan tersebut karena mendapat masukan warna lain yang mengakibatkan perilaku
masyarakat Melayu Riau mengalamai perubahan pula.

20
21
22
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah
satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya di
negara-negara Islam lain. Islam di Indonesia ternyata mampu berinteraksi dengan budaya
lokal, seperti bentuk masjid dan tata cara yang mengiringi ritual keagamaan. Ketika Islam
datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang bersumber
kebudayaan asli pengaruh dari peradaban Hindu-Budha dari India, yang penyebaran
pengaruhnya tidak merata. Di Jawa telah mendalam, di Sumatera merupakan lapisan tipis,
sedang dipulau-pulau lain belum terjadi. Walaupun demikikan, Islam dapat cepat menyebar.
Hal itu disebabkan Islam yang dibawa oleh kaum pedagang maupun para da’i dan ulama’,
mereka semua menyiarkan suatu rangkaian ajaran dan cara serta gaya hidup yang lebih
maju dari pada peradaban yang ada. Dalam bidang kehidupan masyarakat tanpa kasta, juga
dalam dalam sufisme Islam lebih maju dan lebih mendasar dari pada mistik pribumi yang
dipengaruhi mistik HinduBudha.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih sebanyak banyaknya
kepada para pembaca, dan semoga apa yang disampaikan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Dan pembaca di harapkan bisa memberikan komentar yang
bersifat membangun dalam penyusunan makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Abdul.2009.Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.Yogyakarta: Pustaka BOOK


Publisher

Mudji Sutrisno, 2008, Filsafat Kebudayaan- Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan Pertama, Jakarta:
Hujan Kabisat.

Mulyana, Deddy.2006.Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-


Orang Berbeda Budaya.Bandung: Remaja Rosdakarya

Acikgence, Alparslan. 1981. Islamic Science Towards Definition. Kuala Lumpur: ISTAC.

Izutsu, Toshihiko. 2002. God and Man in The Qur’an, Semantic of the Qur’anic
Weltanschauung. Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, New Edition

Abdul Aziz (10 April 2016) . 2015 .


https://abdulaziz96.wordpress.com/2015/03/22/pengertiankebudayaan/

Abdullah, Taufik, 1987, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES.
Abdullah, Yusril Abdul Ghani, Historiografi Islam dari Klasik hingga Modern, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, Cet.I, 2004.

Ahmad, Zainal Abidin (ZA'BA), 1960, Persuratan Melayu 3, Ed. AI-Edrus, Qalam: Singapura.
Almudra, Mahyudin, 2008, Redefinisi Melayu, Upaya Menjebatani Perbedaan Konsep
Kemelayuan Bangsa Serumpun, Yogyakarta: Balai Pengkajian dan Pengembangan Budaya
Melayu

24

Anda mungkin juga menyukai