Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY F. B.

DENGAN DIAGNOSA MEDIS KATARAK


DI RUMAH SAKIT S.K.LERIK KOTA KUPANG

OLEH
IMELDA LASA

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
KUPANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan (Nurarif & Kusuma, 2015).Operasi katarak dapat menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dapat terjadi dalam waktu beberapa hari setelah operasi hingga beberapa
bulan setelah operasi. Insiden komplikasi bervariasi, tergantung laporan dari tempat
yang berbeda. Umumnya, komplikasi ini membutuhkan tindakan bedah untuk
memperbaiki salah satu efek samping tersering dari operasi katarak adalah robeknya
kapsul posterior (Simanjuntak, 2012). Adanya komplikasi akan menimbulkan
kecemasan pada pasien. Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik
yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kecemasan berkaitan dengan perasaan yang
tidak pasti dan tidak berdaya (Zuchra, 2012). Hal ini dapat melibatkan dukungan
keluarga karena keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan.“Stage Of The
Arts”Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah sosial yang cukup
besar di Indonesia. WHO memperkirakan pada tahun 2014 terdapat 45 jutapenderita
kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dengan pertambahan
jumlah penduduk duniadan peningkatan umur harapan hidup maka jumlah kebutaan
akan meningkat paling sedikit 1 juta orang pertahun. (WHO,2014)
Prevalensi kebutaan diIndonesia mencapai 1,5% dari jumlah penduduk di Indonesia
menurut hasil rvey pada tahun 2014. Berdasarkan angkatersebut, katarak merupakan
penyebab utama kebutaan di Indonesia dengan presentase sebesar 0,78% walaupun
katarakumumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami
oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54tahun. Terjadinya katarak diduga karena
proses multi faktor, yang terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ektrinsik. Faktorintrinsik
seperti jenis kelamin dan umur sedangkan faktor ektrinsik seperti diabetes mellitus,
kekurangan nutrisi, penggunaanobat, rokok, alkohol, sinar matahari (Riskesdas,
2013).Tingginya angka kebutaan di Indonesia menempatkan Indonesia pada urutan
pertama di Asia dengan tingkat kebutaan yang tertinggi, dengan perbandingan angka
kebutaan 3 juta orangbuta diantara 210 juta penduduk Indonesia, sedangkan didunia
Indonesia menempatkan diri pada posisi kedua setelahnegara-negara di Afrika Tengah
dan sekitar Gurun Sahara yang masalah utama kasus kebutaan disebabkan oleh
katarak.Berdasarkan data survei kesehatan indera penglihatan tahun 2009-2014
menunjukkan bahwa di Indonesia angkakebutaan mencapai 1,5% penyebab kebutaan di
Indonesia adalah katarak yaitu memberikan andil terbesar 0,78%diakibatkan oleh
katarak dan akan terus meningkat angka kebutaan karena katarak kejadiannya
diperkirakan 0,1 % atau(sekitar 210.000/ tahun).
BAB II
TINAJAUAN TEORI

A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan (Nurarif & Kusuma, 2015).Katarak merupakan keadaan dimana terjadi
kekeruhan pada serabut ataubahan lensa didalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu
keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau
denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolism normal
lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat
perkembangan serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses
degenerasi (Ilyas, 2014)

B. Etiologi
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi pada
usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor
lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya, trauma. Katarak bisa
disebabkan oleh: cedera mata penyakit metabolik (misalnya diabetes), obat-obatan
tertentu (misalnya kortikosteroid) (Nurarif & Kusuma, 2015). Katarak pada dewasa
biasanya berhubungan dengan proses penuaan. Adapun faktor lain yang dapat
mempengaruhi katarak meliputi :
1. Umur
2. Jenis kelamin
4. Merokok.
5. Perkerjaan
C. Klasifikasi Katarak
Menurut penelitian Ilyas, 2014) katarak dapat diklasifikasikan ke dalam golongan
sebagai berikut:
1. Katarak degenerative.
2. Katarak congenital, juvenile dan senile.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatic.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat di golongkan sebagai berikut:
1. primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolism.
2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
3. Komplikasi penyakit.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam golongan berikut:
1. Katarak congenital yaitu katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
2. Juvenile yaitu katarak yang terlihat pada usia 1 tahun dan dibawah usia 40
tahun.
3. Katarak persenil yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun.
4. Katarak senile yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) Katarak pada dewasa dikelompokkan menjadi:
1. Katarak immature: lensa masih memiliki bagian yang jernih.
2. Katarak matur: lensa sudah seluruhnya keruh.
3. Katarak hipermatur: bagian permukaan lensa yang sudah
merembes
melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur mata
lainnya.

D. Tanda dan Gejala


1. Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur, buram.
2. Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti asap.
3. Kesulitan melihat ketika malam hari.
4. Mata terasa sensitif bila terkena cahaya.
5. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.
6. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau
beraktifitas lainnya.
7. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak
nyaman
menggunakannya.
8. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat,
misalnya
cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning.
9. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya terlihat
ganda.

E. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.Perubahan
fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
F. PATHWAY

Usia lanjut dan Congenital atau cedera mata Penya


proses penuaan bisa diturunkan. (mi

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi


Defisiensi coklat kekuningan
Pengetahuan

Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus


Tidak multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier Kurang
mengenal kesekitar daerah lensa)
sumber ter
informasi informa
Hilangnya tranparansi
lensa prosedu
pemb
Risiko Cedera Perubahan kimia dlm protein lensa

Cemas
Gangguan koagulasi
penerimaan
sensori/status mengabutkan pandangan
organ indera

Terputusnya protein lensa disertai prosed


influks air kedalam lensa penga
Menurunnya
ka
ketajaman
penglihatan Usia meningkat
Risiko

Penurunan enzim menurun


Gangguan

Degenerasi pd lensa
F. Pemeriksaan penunjang
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler: mungkin terganggua dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang penglihatan: penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi: TIO (12 –25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi: membedakan sudut terbuka dan sudur tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif: menentukan adanya/tipe glukoma.
6. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optic,
papilledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED: menunjukan anemi sistemik / infeksi
8. EKG, kolesterol serum, lipid, tes toleransi glukosa: Kontrol DM
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan
strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah- buahan yang banyak
mengandung vit. C ,vit. B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk mengurangi
pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.

2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik pembedahan yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur
mata selama pembedahan. Prosedur inimeliputi pengambilan kapsul
anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal
lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan k apsula
posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada
ek strasi ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat
ultrason frekwensi tinggiuntuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi
partikel yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama yang
juga memberikan irigasi kontinus. 
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan
lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada
kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula
lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat secara
lembut. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang
dilakukan.Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa
kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus mata.
Koreksi optikal yang dapatdilakukandiantaranya:
1) Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran25 % - 30 % menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial,
membuat benda- benda nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis
lurus menjadi lengkung. memerlukan waktu penyesuaian yang lama
sampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan,memperkirakan jarak,
dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
2) Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini
memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka yang
mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa
kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensakontak menjadi sulit, karena
kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan,sehingga pasien
memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
3) Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke
dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran
normal, karena IOL mampumenghilangkan efek optikal lensa apakia.
Sekitar 95 % IOL di pasang di kamera posterior, sisanya di kamera
anterior. Lensa kamera anterior di pasang pada pasien yang menjalani
ekstrasi intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa
sengaja selama prosedur ekstrakapsuler

I. Konsep Dasar Keperawatan.


A. Pengkajian
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pasien diambil untuk menemukan masalah primer
pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau
hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah
masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama
pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting.
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit
apa yang terakhir diderita pasien.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah pasien
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan
dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
6. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan
pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan
tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau
subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular
posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat
ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi
sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya
(James, 2005).
7. Perubahan pola fungsi. Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut
(gordon) adalah sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau
perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2=
perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4=
tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui : Aktifitas 0 1 2 3
4
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun. 
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa
yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah
sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan
muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan
terakhir.
e. Pola eliminasi       
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk
BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti
harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan
gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit
hingga setelah sakit.
i. Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan
adakah masalah saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem
pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan
keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
B. Diagnosa Keperawatan 
a. pre operasi
1. resiko jatuh b/d gangguan visual
2. kecemasan b/d perubahan status kesehatan penglihatan
b. post operasi
1. nyeri akut b/d agen cedera fisik (prosedur bedah)
C.Intervensi Keperawatan
DX 1 :Resiko jatuh b/d gangguan visual
Goal : Diharapakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak
mengalami resiko jatuh.
Objektif :Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
Kriteria hasil : diharapkan setelah mendapatkan perawatan selama 1x24 jam
pasien mampu menunjukan hasil : (5)
Intervensi :
NOC :
1) Jatuh saat berdiri
2) Jatuh saat berjalan
3) Jatuh saat duduk
4) Jatuh dari tempat tidur
5) Jatuh saat dipindahkan
NIC : Pencegahan jatuh
1) Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat
meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu
2) Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
3) Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh (misalnya, lantai yang licin dan tangga terbuka)
4) Sarankan perubahan dalam gaya berjalan kepada pasien
5) Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat pembantu
berjalan
6) Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau brankar selama transfer
pasien
7) Memantau kemampuan untuk mentransfer dari tempat tidur ke kursi
dan demikian pula sebaliknya
8) Instruksikan keluarga pada pentingnya pegangan tangan untuk kamar
ke mandi, naik tangga, dan berjalan di atas trotoar
DX2 : Kecemasan b/d Perubahan besar (status kesehatan penglihatan)
Goal : Diharapakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien terbebas dari
rasa cemas
Objektif :Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan status kesehatan
penglihatan pasien membaik.
Kriteria : diharapkan setelah mendapatkan perawatan selama 1x24 jam pasien
menunjukan hasil : (5) Tidak cemas
Intervensi :
NOC : kontrol kecemasan :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Mengidentifikasi, menunjukan, mengungkapkan teknik untuk
mengontrol cemas
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal
4) Postur tubuh, expresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas,
menunjukan berkurangnya kecemasan.
NIC : pengurangan Kecemasan :
1) Identifikasi tingkat kecemasan
2) Gunakan pendekatan yang menyenangkan
3) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pasien
4) Monitor tanda-tanda vital
5) Temani pasien untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa
takut
6) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis dan tindakan
prognosis
7) Bantu pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
8) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Dx 3: Nyeri akut b/d Agen cedera fisik (prosedur bedah )
Goal : Diharapakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien terbebas dari
nyeri akut
Objektif : Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi
pada prosedur operasi
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kriteria
hasil yang diharapkan : (5) tidak nyeri
NOC 1: kontrol nyeri
1) Pasien mampu mengontrol nyeri.(tahu penyebab nyeri,mampu
menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,mencari
bantuan. (5)
2) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,frekuensi,dan tanda nyeri) (5)
3) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
(5)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang (5)
5) Tanda-tanda vital dalam batas normal (5)
6) Tidak mengalami gangguan tidur (5)
NIC : Manajemen nyeri :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2) Ajarkan tentang teknik non farmakologi : nafas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/dingin.
3) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
4) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.
8) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyaman dari prosedur.
9) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
10) Tingkatkan istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Herdman heather, 2018, aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa


keperawatan & Nanda Noc-Nic, Edisi 10 2018-2020. Jakarta : EGC

Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta. 2015.

Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013, Dalam:


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesd
s%202013.pdf.

Mansjoer, Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.Jakarta,


MediaAesculapius. Fakultas Kedokteran UI

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2015. aplikasi asuhan


keperawatn berdasarkan diagnosa medis & nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid
2, Cetakan 1. Jogjakarta: MediAction
 Simanjuntak, 2012. Reimplantasi Lensa Setelah Komplikasi Operasi Katarak

Smeltzer, Suzanne C. 2001. BukuAjar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth.Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta: EGC
 
World Health Organization, Global Inititive For The Elimination Of Avoidable
Blindness, Geneva.2014 

Yogiantoro M, Suparjadi J, Dkk. 2013 Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Ilmu


Penyakit Mata RSUP Dr. Soetomo, Edisi 1. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai