Anda di halaman 1dari 61

PEDOMAN PEMETAAN GEOSPASIAL

JARINGAN LISTRIK 20 kV

0
Pengantar

Penyusunan Pedoman Pemetaan Geospasial Jaringan Listrik 20 kV merupakan inisiatif USAID Indonesia
Clean Energy Development II (ICED II) dalam upaya mendukung pemerintah dalam pengembangan energi
daerah menggunakan energi setempat. Pedoman ini dapat digunakan untuk penyusunan peta jaringan
listrik 20 kV dalam membantu perencanaan elektrifikasi daerah.

Buku Pedoman Pemetaan Geospasial Jaringan Listrik 20 kV memberikan informasi tentang proses
penyusunan peta 20 kV berdasarkan pengalaman USAID ICED II yang telah melakukan kegiatan ini di tiga
provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara dan Riau. Pemetaan Jaringan Listrik 20 kV memerlukan keterlibatan
PLN hingga tingkat rayon/ranting guna memperoleh informasi jalur 20 kV serta informasi tambahan yang
lebih detail. Selain itu, buku ini juga menjelaskan tahapan digitasi peta dasar hasil masukan dari PLN
menjadi format digital (data spasial) sehingga peta dapat dimanfaatkan.

Buku Pedoman ini bersifat memberi informasi dan dapat dijadikan referensi dalam perencanaan energi
daerah. Dengan tersusunnya peta jaringan listrik 20 kV, para pemangku kepentingan (KESDM, PLN,
Pemerintah Daerah dan Kementerian Lembaga) dapat memperoleh gambaran kondisi kelistrikan yang
lebih jelas di daerah dengan adanya lokasi jaringan listrik 20 kV

Diharapkan pedoman ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan energi bersih serta
akselerasi elektrifikasi di daerah.

Tim Penyusun

1
Daftar Isi

Pengantar ...................................................................................................................................................... 1
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 2
BAB I: Pendahuluan....................................................................................................................................... 4
1.1. Tujuan Pedoman ....................................................................................................................... 5
1.2. Maksud Pedoman ..................................................................................................................... 5
1.3. Penggunaan Pedoman .............................................................................................................. 5
1.4. Batasan...................................................................................................................................... 5
1.5. Definisi ...................................................................................................................................... 6
1.6. Peraturan, Standard dan Aturan yang Berlaku dalam Pedoman .............................................. 7
BAB II: Metode dan Tahapan ........................................................................................................................ 8
2.1. Metode Umum .......................................................................................................................... 8
2.2. Tahapan Proses: Koordinasi Pemetaan................................................................................... 10
2.3. Tahapan Teknis: Detail Pelaksanaan ....................................................................................... 11
BAB III: Data dan Informasi ......................................................................................................................... 12
3.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik ..................................................................................................... 12
3.2 Komponen pemetaan jaringan 20 kV ............................................................................................... 13
3.2.1 Single Line Diagram (SLD) 20 kV ................................................................................................ 13
3.2.2 Peta Rupa Bumi Indonesia ......................................................................................................... 16
3.3 Penggunaaan Software Pemetaan .................................................................................................... 17
3.3.1 Open Source GIS Software ......................................................................................................... 17
3.3.2 Commercial GIS Software........................................................................................................... 19
BAB IV: Pelaksanaan Pemetaan Jaringan 20 kV .......................................................................................... 20
4.1 Penggambaran Single Line Diagram (SLD) dalam Peta Rupa Bumi (manual) ............................. 20
4.2. Penambahan Atribut pada jaringan 20 kV .................................................................................. 22
4.3 Tahapan Teknis digitasi peta SLD di Peta Rupa Bumi pada QGIS ............................................... 22
4.3.1 Penyiapan Peta .......................................................................................................................... 22
4.3.2. Pemindaian (Scanning) ....................................................................................................... 23
4.3.3. Menggeoreferensikan Hasil Scan (Image Geo Reference) ........................................................ 24
4.3.4. Digitasi 20 kV dalam QGIS (On Screen Digitize) .................................................................. 38
4.3.5 Editing Data Atribute .......................................................................................................... 51

2
4.3.6 Output hasil pemetaan 20 kV ............................................................................................. 54
BAB V: Studi kasus....................................................................................................................................... 56
5.1 Pemetaan jaringan 20 kV Aceh ................................................................................................... 56
5.2 Pemetaan jaringan 20 kV Riau .................................................................................................... 56
5.3 Pemetaan Jaringan 20 kV di Sumatera Utara. ............................................................................ 56
Daftar Pustaka............................................................................................................................................. 58
Lampiran ..................................................................................................................................................... 59

3
BAB I: Pendahuluan

Sistem Informasi Geografis (GIS) telah secara luas digunakan untuk tujuan pemetaan, menganalisa,
mengorganisir, dan semua jenis data yang dapat di-interface-kan secara grafis. Dasar struktur GIS
adalah database konvensional. Namun, tidak seperti database tradisional, GIS diperkaya dengan
atribut spasial (Koordinat Geografis) untuk semua data. Karena setiap record dalam database GIS telah
mempunyai koordinat, data dapat dipetakan ke posisi yang benar pada permukaan bumi dan
dihubungkan dalam format peta.

Salah satu implementasi atau pemakaian GIS yang sangat penting untuk keperluan perencanaan
pengembangan, analisa, perbaikan dan pemeliharaan pada sistem kelistrikan adalah untuk pemetaan
spatial jaringan distribusi dan jaringan transmisi baik itu untuk tegangan rendah 220 kV, tegangan
menengah 20 kV maupun untuk tegangan tinggi hingga mencapai 500 kV.

Perlunya pemetaan spatial jaringan kelistrikan ini adalah untuk keperluan perencanaan
pengembangan kelistrikan tingkat daerah, regional maupun nasional. Karena adanya kebutuhan dan
peningkatan kebutuhan listrik, maka perencanaan yang matang, akurat dan komprehensif untuk
pengembangan sistem kelistrikan harus dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi geografis
jaringan listrik, gardu induk, gardu hubung dan pembangkit yang ada serta rencana lokasi geografis
jaringan listrik, gardu induk, gardu hubung dan pembangkit yang akan dibangun.

Bagi PLN ditingkat Wilayah dan Pemerintah Daerah, adanya peta GIS jaringan kelistrikan dan
pembangkit skala kecil ini akan sangat membantu mereka dalam perencanaan pengembangan
kelistrikan tingkat daerah atau regional. Sedangkan bagi PLN ditingkat pusat dan pemerintah, adanya
peta ini tentu akan sangat membantu mereka didalam menentukan arah dan strategi pengembangan
sistem kelistrikan regional dan nasional. Untuk pengembangan pembangkit listrik yang berbasis energi
terbarukan, peta GIS jaringan kelistrikan ini tentu akan membantu semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) dalam menentukan arah dan strategi pengembangan energi terbarukan regional dan
nasional.

Bagi pengembang infrastruktur energi terbarukan swasta, peta GIS ini tentu akan sangat membantu
memudahkan mereka untuk mengembangkan pembangkit listrik energi terbarukan komersial skala
kecil yang secara teknis dan ekonomis layak dan dapat dintegrasikan dengan jaringan listrik PLN tanpa
memberikan dampak negatif kepada jaringan PLN dan pembangkit itu sendiri. Proses perencanaan
untuk mengintegrasikan pembangkit listrik energi terbarukan komersial skala kecil ke jaringan listrik
harus memperhitungkan beberapa faktor, seperti kapasitas daya yang tersedia/terpasang, teknologi
yang digunakan dalam pembangkit, dampak lingkungan, faktor teknis, ekonomi dan lingkungan.
Karena sifat umum dari sumber energi terbarukan adalah sangat bergantung kepada lokasi dimana
sumber energi terbarukan tersebut tersedia, seperti misalnya tenaga potensial air, tenaga angin,
biomassa, biogas dan panas bumi; maka adanya peta GIS akan dapat memudahkan dalam
perencanaan jalur evakuasi listrik dari sumber energi terbarukan dengan layak secara teknis dan
ekonomis.

Karena peta GIS jaringan 20 kV di Indonesia umumnya belum tersedia, sejauh ini hanya 3 propinsi
yang telah mengembangkannya yaitu propinsi Aceh, Sumatera Utara (termasuk Pulau Nias) , dan Riau,
maka diperlukan pedoman atau arahan yang mudah dan praktis yang dapat membantu pelaku utama

4
perencanaan pengembangan sistem kelistrikan daerah/regional untuk mengembangkan sendiri peta
GIS jaringan listrik.

1.1. Tujuan Pedoman

Pedoman ini dibuat untuk memfasilitasi pelaku utama perencanaan pengembangan sistem kelistrikan
daerah/regional (PLN pusat/PLN regional/wilayah dan pemerintah daerah), dalam mengembangkan
peta GIS jaringan listrik dengan mudah, murah dan praktis namun berdaya guna untuk kepentingan
perencanaan, analisa, pengoperasian dan pemeliharaan sistem kelistrikan yang ada didaerahnya.
Tujuan keseluruhan dari pedoman ini adalah untuk memastikan bahwa setiap pelaku yang terlibat
dalam pengembangan dapat mengimplementasikannya tanpa mengalami kesulitan dengan
menggunakan peralatan sederhana, perangkat lunak yang berbasiskan open source, dan metode yang
tepat.

1.2. Maksud Pedoman

Pedoman ini dimaksudkan untuk: (i) menyediakan prosedur yang efisien kepada pelaku yang terlibat
dalam pengembangan peta GIS sistem kelistrikan, (ii) menyediakan cara yang murah, mudah dan
praktis namun akurat dalam pengembangan peta GIS sistem kelistrikan dengan menggunakan
perangkat lunak yang mudah diproleh di pasaran/di internet.

Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan oleh PLN Pusat/PLN Regional/PLN Wilayah atau Disribusi
dan/atau Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Propinsi). Produk dari pelaksanaan pedoman ini adalah
Peta GIS sistem kelistrikan setempat yang dapat memberikan informasi yang berguna bagi
Pengembang Pembangkit Listrik Komersial yang berbasiskan energi terbarukan untuk merencanakan
lokasi pembangkit yang tepat.

1.3. Penggunaan Pedoman

Pedoman ini digunakan untuk PLN Pusat/PLN Regional/PLN Wilayah atau Disribusi dan/atau
Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Propinsi) untuk merencanakan, menganalisa, mengoperasikan
dan memelihara jaringan distribusi dan kelengkapannya (Gardu Induk, Gardu Hubung, dll.)

1.4. Batasan

Batasan Pedoman ini meliputi:


1. Pedoman ini hanya untuk memetakan Jaringan 20 kV milik PLN serta beberapa kelengkapan
jaringan tersebtu seperti Gardu Induk, Gardu Hubung, dll.
2. Pedoman ini menggunakan perangkat lunak jenis Open Source yang bisa di-download secara
cuma-cuma di internet. Karena itu tingkat akurasi analisa dan pemrosesan peta sangat
bergantung kepada kinerja perangkat lunak yang dipakai. Pedoman ini menggunakan perangkat
lunak QGIS (Quantum GIS).
3. Pedoman ini berlaku efektif sejak tanggal ditetapkan.

5
1.5. Definisi

Fasilitas Penyambungan: Kabel listrik, Tiang Listrik, PMT (Pemutus Tenaga), PMS (Pemisah), dan
peralatan terkait (trafo, switchgear, relai, meter, link komunikasi dan peralatan serta perangkat
lainnya) yang diperlukan PLT EBT untuk penyambungan ke Sistem Distribusi PLN. Fasilitas
penyambungan dapat berada pada kedua sisi Titik Sambung sesuai tujuan dan desainnya. Fasilitas
penyambungan dapat terintegrasi atau disediakan secara terpisah dengan Pembangkit Listrik
Energi Terbarukan.

Jaringan Distribusi: Meskipun sering digunakan secara bergantian dengan istilah Sistem
Distribusi, maksudnya secara spesifik merujuk hanya pada Sistem Distribusi.

Pedoman: Pedoman Pemetaan Jaringan 20 kV (Dokumen ini).

Pembangkit Listrik Energi Terbarukan (PLT EBT): Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Surya, Air,
Biomassa, Panas Bumi atau Sumber Energi Terbarukan lainnya.

Penyambungan atau Sambungan: Penyambungan listrik dari PLT EBT ke Sistem Distribusi PLN.

Pengembang, Produsen atau Pemilik: Perusahaan terdaftar untuk tujuan mengembangkan,


memiliki dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Energi Terbarukan.

Peralatan Paralel: Peralatan listrik, biasanya PMT, yang beroperasi atas kendali fungsi sinkronisasi
(atau oleh operator berkualifikasi), untuk menghubungkan generator bertegangan ke sistem
tenaga listrik bertegangan atau dua sistem tenaga listrik bertegangan satu sama lain.

Peralatan atau Sistem Penyambungan: Bagian dari fasilitas penyambungan yang terdiri dari
peralatan, perangkat, relai terpasang sebagai fungsi proteksi dan control yang diperlukan sesuai
Pedoman, untuk memastikan PLT EBT tidak akan memberikan dampak negatif bagi Sistem
Distribusi PLN.

PLN Pusat: PLN Kantor Pusat yang membawahi semua PLN Wilayah atau Distribusi

PLN Wilayah atau Distribusi: PLN Unit Pelaksana Induk yang meliputi PLN Wilayah dan PLN
Distribusi.

Sistem Distribusi: Bagian dari sistem tenaga listrik PLN yang menyalurkan listrik dari transmisi ke
pelanggan. Ini mencakup, tetapi tidak terbatas pada, trafo, konduktor, kabel, sakelar, sekering
dan PMT yang digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik pada tegangan 20 kV atau lebih
rendah.

Sistem Distribusi Radial: Sistem distribusi dimana penyulang secara radial berasal dari gardu
induk atau gardu distribusi, dan tenaga listrik mengalir ke penyulang utama dan kemudian ke
cabang-cabang penyulang untuk memasok beban pelanggan. Peralatan proteksi dan kontrol

6
harus didesain untuk aliran tenaga listrik radial. PLT EBT yang diusulkan dengan output daya listrik
melebihi beban total pada Sistem Distribusi Radial akan menghasilkan aliran reverse power yang
dapat menyebabkan perangkat kontrol dan proteksi tidak bekerja dengan baik. Sistem Distribusi
yang dimiliki PLN umumnya seperti ini.

1.6. Peraturan, Standard dan Aturan yang Berlaku dalam Pedoman

Permen No. 4/ESDM/2009 tentang Aturan Distribusi Tenaga Listrik, Bab IV –Aturan Penyambungan,
menetapkan persyaratan umum untuk pembangkit listrik skala kecil dan menengah yang dihubungkan
ke Sistem Distribusi. Aturan Penyambungan ini juga menguraikan prosedur umum untuk
penyambungan pembangkit listrik skala kecil dan menengah ke Sistem Distribusi.

Pedoman ini disusun berdasarkan Aturan Distribusi Tenaga Listrik untuk memberikan prosedur
persiapan, review, dan persetujuan aplikasi penyambungan, dan persyaratan teknik yang lebih rinci
untuk Pembangkit Listrik Energi Terbarukan. Untuk standar keamanan dan proteksi yang tidak
tercakup dalam Aturan Distribusi Tenaga Listrik, Standar PLN (SPLN), atau Standar Nasional Indonesia
(SNI), Pedoman mengadopsi dan memodifikasi aturan internasional yang sesuai untuk Sistem
Distribusi PLN. Standar yang digunakan atau diadopsi dalam Pedoman ini meliputi Aturan Distribusi
Tenaga Listrik, SPLN, SNI, Standar Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE), International
Electrotechnical Commission (IEC), Underwriters Laboratories, Inc. (UL), dan California Model Electric
Rule 21, untuk Fasilitas Interkoneksi Pembangkit Listrik.

7
BAB II: Metode dan Tahapan

2.1. Metode Umum

Saat ini, pemetaan jalur transmisi dan distribusi listrik umumnya digambarkan dalam bentuk Diagram
Garis Tunggal (Single Line Diagram). Single Line Diagram sendiri merupakan gambaran rangkaian
sederhana jalur tiga fasa PLN dari sumber listrik (generator) ke beban /pengguna (user). Adanya Single
Line Diagram tentunya sangat membantu untuk mengetahui logika sirkuit listrik melalui rangkaian
komponen pembentuknya. Namun, Single Line Diagram tidak disertai dengan referensi jarak
komponen-komponen sirkuit di dalamnya.

Salah satu komponen sirkuit yang menjadi fokus dalam panduan ini adalah Single Line Diagram 20 kV
yang menjadi jalur distribusi terakhir dari pembangkit ke pengguna (user). Single Line Diagram
mencantumkan posisi jalur 20 kV yang langsung terhubung ke pengguna. Meski secara umum manfaat
peta 20 kV dalam Single Line Diagram dapat dirasakan, namun tanpa referensi jarak yang benar, peta
20 kV kurang bisa dimanfaatkan untuk tujuan- tujuan tambahan. Misalnya: memperhitungkan jarak
potensi pembangkit baru ke jalur transmisi dan distribusi terdekat, memudahkan studi interkoneksi,
maupun memperkirakan biaya elektrifikasi berdasarkan jarak ke jalur 20 kV terdekat.

Dengan menambahkan fitur jarak (geo-reference) serta penambahan atribut (data-data) dari
komponen-komponen yang ada dalam Single Line Diagram, manfaat-manfaat tambahan dapat
diperoleh oleh pengguna peta ini. Peta jalur transmisi dan distribusi 20 kV yang dilengkapi dengan
atribut akan membantu PLN dalam melakukan manajemen aset, database transformasi dan distribusi
termasuk analisis drop tegangan (voltage drop), membantu perencanaan elektrifikasi serta
membantu menentukan titik interkoneksi terdekat yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit baru.

8
Jalur 20 kV 3 fasa

Menyusun Diagram Satu Garis 20 kV

Status: Telah Dilakukan

Geo-Reference 20 kV ke Peta Dasar

Status: Sedang Dilaksanakan

Diagram Satu Garis 20 kV

Peta Dasar

Untuk dapat melakukan pemetaan 20 kV, tentunya diperlukan koordinasi maupun pendekatan
teknis yang tepat, agar peta 20 kV yang disusun dapat memberi manfaat kepada penggunanya.

9
2.2. Tahapan Proses: Koordinasi Pemetaan

Pertemuan FGD Melibatkan Penyampaian


Digitasi Peta
dengan PLN PLN Rayon/ Hasil Kepada
Hasil FGD
Wilayah Ranting PLN Wilayah

Untuk melakukan pemetaan, koordinasi dengan pihak-pihak pemangku kepentingan sangat


diperlukan. PLN Wilayah merupakan pemangku kepentingan utama dalam upaya penyusunan peta 20
kV. Sebagai langkah awal, diperlukan pertemuan awal dengan PLN Wilayah untuk menyampaikan
gambaran kegiatan pemetaan 20 kV. Setelah mendapatkan persetujuan dari PLN Wilayah,
keterlibatan perwakilan PLN Rayon/ Ranting dalam penyusunan 20 kV sangat dibutuhkan, mengingat
bahwa PLN Rayon/Ranting yang mengetahui jalur 20 kV di daerah.

PLN Wilayah dapat melayangkan undangan kepada PLN Rayon/Ranting untuk menghadiri FGD
penyusunan peta 20 kV. FGD ini menghadirkan peserta dari seluruh PLN Rayon/Ranting dalam suatu
Wilayah PLN untuk mulai menggambarkan jalur 20 kV di atas peta dasar (base map) yang telah
disediakan. Setelah pelaksanaan FGD, hasil pemetaan manual di atas peta dasar memasuki tahap
digitasi agar peta dasar tersebut dapat digunakan dapat dikonversi ke pemetaan digital.

10
Hasil pemetaan digital dari peta 20 kV harus diserahkan dan disampaikan kembali kepada PLN
Wilayah beserta PLN Ranting/Rayon. Hal ini dimaksudkan agar para pemangku kepentingan ini
dapat memperoleh gambaran tentang peta 20 kV di daerah masing-masing serta memberi
masukan terhadap hasil digitasi peta 20 kV.

2.3. Tahapan Teknis: Detail Pelaksanaan

Pendekatan umum dalam penyusunan 20 kV yang digunakan ditunjukkan pada gambar berikut:

11
BAB III: Data dan Informasi

3.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik

Secara sederhana, penyaluran tenaga listrik mulai dari pusat pembangkit tenaga listrik sampai ke
konsumen melalui beberapa tahapan, yang dapat dijelaskan dalam gambar di bawah.

Transmisi Distribusi
Pusat Gardu Induk Gardu Induk Beban
Pembangkit

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pusat pembangkit listrik dinaikkan tegangannya oleh gardu induk dan
disalurkan melalui sistem transmisi tegangan tinggi dengan tegangan antara 150-500 kV. Tenaga listrik
kemudian diturunkan tegangannya oleh gardu induk menuju sistem distribusi secara bertahap melalui
jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV dan selanjutnya diturunkan kembali tegangannya melalui
jaringan distribusi tegangan rendah 220/380 V untuk disalurkan ke konsumen/beban.

Dalam upaya pengembangan energi terbarukan menjadi sumber energi primer pembangkit listrik,
kehandalan sistem distribusi dan jaraknya terhadap pembangkit listrik energi terbarukan menjadi hal yang
penting seiring dengan pertumbuhan jumlah pembangkit listrik energi terbarukan yang lokasinya
tersebar. Kondisi ini memerlukan kajian kelistrikan sehubungan dengan beberapa pilihan titik interkoneksi
dan titik jual energi listrik pada sistem jaringan distribusi milik PLN.

Sistem distribusi merupakan wilayah kerja dari PT PLN Regional. Dalam menyalurkan tenaga listrik ke
pusat beban, suatu sistem distribusi harus disesuaikan dengan kondisi setempat dengan memperhatikan
faktor beban, lokasi beban, perkembangan dimasa mendatang, kehandalan serta nilai ekonomisnya.
Informasi lebih detail terkait skema interkoneksi grid PLN dapat dijelaskan dalam Gambar 2.

Berdasarkan tegangan pengenalnya sistem distribusi dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Jaringan tegangan primer atau Jaringan Tegangan Menengah (JTM),
Yaitu berupa saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran Udara Tegangan Menengah
(SUTM). Jaringan ini menghubungkan sisi sekunder trafo daya di Gardu Induk menuju ke Gardu
Distribusi, besar tegangan yang disalurkan adalah 6 kV, 12 kV atau 20 kV hingga 70 kV.
2. Jaringan tegangan sekunder atau Jaringan Tegangan Rendah (JTR),
Yaitu salurannya bisa berupa SKTM atau SUTM yang menghubungkan Gardu Distribusi/sisi
sekunder trafo distribusi ke konsumen. Tegangan sistem yang digunakan adalah 220 Volt dan 380
Volt.

12
3.2 Komponen pemetaan jaringan 20 kV

Dalam melakukan pemetaan jaringan distribusi 20 kV dibutuhkan sedikitnya dua komponen utama
sebagai referensi yaitu Single Line Diagram (SLD) 20 kV dan Peta Rupa Bumi.

3.2.1 Single Line Diagram (SLD) 20 kV

Secara umum, PLN mendefinisikan Single Line Diagram (SLD) sebagai diagram garis tunggal. Terkait
dengan jaringan distribusi 20 kV, maka SLD 20 kV merupakan diagram diagram garis tunggal yang
menunjukkan sistem jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV. Pada umumnya, SLD 20 kV dapat
diperoleh di tingkat PLN Ranting. Contoh SLD 20 kV ditunjukkan dalam gambar di bawah.

13
Single Line Diagram (SLD) 20 kV pada PLN Ranting

Elemen pada Single Line Diagram 20 kV hanya menjelaskan tahapan distribusi tenaga listrik secara
berurutan, tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai ukuran fisik atau posisi di lapangan seperti
yang dapat dilihat pada gambar di bawah.

14
Sampai saat ini, belum tersedia database berbasis spasial dari jaringan distribusi 20 kV PLN di
tingkat propinsi dan/atau kabupaten di luar pulau Jawa yang dimiliki oleh PLN. Dalam
perencanaan listrik, informasi spatial mutlak diperlukan. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan
jaringan distribusi 20 kV berbasis spasial. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengintegrasikan dokumen Single Line Diagram 20 kV dan peta rupa bumi buatan Badan
Informasi Geospatial (BIG/Dahulu Bakosurtanal).

15
3.2.2 Peta Rupa Bumi Indonesia

Menurut Badan Informasi Geospatial, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) merupakan peta topografi
yang menampilkan sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah Indonesia. Unsur-
unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu:
1. Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan
sebagainya
2. Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan
sebagainya
3. Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur
4. Tema 4: Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya lainnya
5. Tema 5: Transportasi dan Utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan
jembatan
6. Tema 6: Batas administrasi: batas negara provinsi, kota/kabupaten, kecamatan dan
desa
7. Tema 7: Toponim: nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat, nama gunung
dan sebagainya

Peta RBI tersedia dalam skala 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000. Skala peta
menunjukkan perbandingan jarak peta dengan jarak yang sebenarnya. Sebagai contoh, dalam
skala 1:50.000, jarak 1 cm pada peta setara dengan 50.000 cm atau 500 meter di lapangan.
Semakin kecil angka yang tertera dalam skala menunjukkan tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
Peta dengan skala 1:50.000 lebih akurat dibandingkan peta skala 1:250.000.

Kegiatan pemetaan jaringan distribusi 20 kV akan optimal dengan menggunakan peta rupa bumi
dalam skala 1:50.000. Sebagai alternatif, dapat juga digunakan peta dengan skala 1:25.000 yang
memiliki tingkat keakuratan lebih tinggi. Pada umumnya, peta di pulau Jawa tersedia hingga skala
1:25.000, sementara peta di luar pulau Jawa tersedia hingga skala 1:50.000. Informasi lengkap
tentang peta rupa bumi dalam skala 1:50.000 dapat dilihat dalam Pedoman SNI 6502.3:2010
tentang spesifikasi penyajian peta rupa bumi skala 1:50.000.

Peta Rupa Bumi Indonesia dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh secara terbuka melalui Badan
Informasi Geospasial (dahulu Bakosurtanal), atau juga dapat diunduh dalam bentuk softcopy
pada situs tanahair.indonesia.go.id.

Peta rupa bumi dengan skala 1:50.000 dalam bentuk hardcopy inilah, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 5, yang akan menjadi dasar dalam melakukan pemetaan jaringan distribusi 20 kV
secara spasial.

16
Peta Rupa Bumi dengan skala 1:50.000 dari Badan Informasi Geospasial

3.3 Penggunaaan Software Pemetaan

Dalam mengolah hasil pemetaan yang diperoleh secara hardcopy menjadi softcopy, diperlukan
penggunaan software pemetaan yang dikenal dengan Geographic Information System (GIS). Secara
umum, terdapat dua jenis pilihan GIS software yang tersedia, yaitu open source GIS software dan
commercial GIS software.

3.3.1 Open Source GIS Software


Open source GIS software merupakan perangkat lunak pemetaan yang dapat diakses secara
terbuka oleh masyarakat umum dan dapat diperoleh secara gratis. Contoh open source GIS umum
digunakan adalah QuantumGIS (QGIS) dan MapWindow.

17
Menurut TechnoGIS Indonesia, kelebihan dan kekurangan open source GIS software dtunjukkan
dalam tabel di bawah.

Kelebihan dan kekurangan open source GIS software


Kelebihan Kekurangan
1. Pengembangan di dukung oleh 1. Fitur yang ditawarkan tidak sebanyak atau
komunitas, sehingga ketika ada secanggih perangkat berbayar.
bug pada software akan segera 2. Tidak jarang banyak pengguna yang kebingungan
di atasi. ketika menggunakan perangkat open source
2. Software yang ditawarkan relatif untuk pertama kali, terlebih bagi pengguna yang
lebih ringan, tools yang tersedia sudah mencoba aplikasi berbayar sebelumnya.
lebih sederhana, dan biasanya 3. Biasanya pengolahan terbatas hanya di vektor
support di instal pada semua atau raster saja. Walaupun ada beberapa
platform. perangkat open source (seperti QGIS) yang dapat
3. Dapat digunakan pada digunakan untuk mengolah kedua jenis data,
banyak device, tidak bergantung namun biasanya masih terfokus ke salah satu
pada lisensi terbatas. (pengolahan vektor lebih stabil dan baik
dibandingkan tool raster atau sebaliknya).
4. Pengguna harus aktif, ketika tool untuk
mengeksekusi tidak tersedia, maka harus mencari
informasi mengenai ekstensi yang dibutuhkan
dan menginstalnya pada perangkat open source.

Dalam pemetaan jaringan distribusi tegangan menengah 20kV, dengan mempertimbangkan


kelebihan serta kemudahan akses, disarankan untuk menggunakan QGIS.

18
3.3.2 Commercial GIS Software

Commercial GIS software merupakan perangkat lunak pemetaan yang hanya dapat diakses
apabila mempunyai lisensi berbayar. Contoh commercial GIS software yang umum digunakan
adalah ArcGIS, Global Mapper, MapInfo, ErMapper.

Menurut TechnoGIS Indonesia, kelebihan dan kekurangan commercial GIS software dtunjukkan
dalam Tabel 1.

Kelebihan dan Kekurangan Commercial Source GIS Software


Kelebihan Kekurangan
1. Memiliki kemampuan yang baik, seperti 1. Harga sangat mahal
perangkat yang ditawarkan memiliki tool 2. Lisensi yang diperoleh dari pembelian
yang lengkap untuk menangani berbagai hanya terbatas untuk satu atau
proses dan di buat seotomatis mungkin. beberapa device saja.
2. Dapat mengolah data vektor maupun raster 3. Jika ada bug pada perangkat, harus
menggunakan satu perangkat, dengan menunggu versi update oleh
proses yang bervariasi dan kompleks perusahaan sehingga tidak dapat
sekalipun. teratasi dengan cepat.
3. Fitur yang dibawa lengkap dan banyak, 4. Biasanya software berbayar tidak selalu
disamping itu interface yang diberikan compatible dengan semua platform.
menarik dan mudah untuk dioperasikan. Misalnya ArcGIS, belum mengeluarkan
versi Linux.

19
BAB IV: Pelaksanaan Pemetaan Jaringan 20 kV

4.1 Penggambaran Single Line Diagram (SLD) dalam Peta Rupa Bumi (manual)

Single Line Diagram 20 kV ialah gambar Jaringan Penyulang (Feeder) yang dimiliki oleh PLN untuk
informasi jaringan dari Gardu Induk. Namun SLD ini belum tergeoreferensi, oleh karenanya perlu
digambarkan secara manual dalam Peta Rupa Bumi (1:50.000 dari Bakosurtanal) dan diberi
referensi geografisnya dan digitasi agar terdapat peta jaringan 20 kV dalam GIS dan dapat
digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.

20
Penggambaran SLD dalam peta rupa bumi 1:50.000 dilakukan secara manual seperti gambar di
bawah. Gambar Single Line Diagram diterjemahkan ke dalam peta dan digambarkan garisnya di
peta oleh pihak PLN dan warnanya disesuaikan dengan feeder (penyulang) dan perlu
ditambahkan data yang lain pelengkap atribut jaringan 20 kV tersebut sesuai kebutuhan.

21
4.2. Penambahan Atribut pada jaringan 20 kV

Atribut/data/informasi pada jaringan 20 kV didapat dari informasi


pada segmen Single Line Diagram (SLD) dan sebaiknya di tambahkan
pada saat penggambaran 20 kV manual di peta Rupa Bumi, namun
hal ini tergantung pada kebutuhan kedalaman informasi 20 kV yang
diinginkan.

Atribut yang mutlak harus ada ialah segmen jaringan tersebut ada di
feeder/penyulang mana dan panjangnya (peyulang dan panjang).
Sedangkan contoh atribut jaringan yang lainnya ialah jenis kabel,
jumlah phasa, asal gardu, dan lainnya seperti contoh di samping.

4.3 Tahapan Teknis digitasi peta SLD di Peta Rupa Bumi pada QGIS

4.3.1 Penyiapan Peta

Peta yang perlu disiapkan ialah Peta Rupa Bumi yang telah digambar Single Line Diagram Jaringan
20 kV nya seperti gambar di bawah.

22
4.3.2. Pemindaian (Scanning)

Siapkan peta rupa bumi yang telah siap untuk proses scan. Metode scan secara lurus dan ukuran
sesuai ukuran peta 1:50.000 tanpa perlu dikompres. Output scanning adalah file .jpg resolusi
tinggi yang memperlihatkan seluruh peta sesuai ukuran asli.
Hasil scan seperti gambar di bawah:

Tahap selanjutnya ialah memproses hasil scan ke dalam QGIS.

23
4.3.3. Menggeoreferensikan Hasil Scan (Image Geo Reference)

Setelah dilakukan pemindaian, kemudian dilakukan georeferensi peta hasil scan tersebut dalam
software GIS. Dalam panduan ini dilakukan pemetaan menggunakan sumber tidak berbayar (Open
Source) yakni aplikaksi Quantum Geographic Information System atau di singkat QGIS. Untuk
menggeoreferensikan hasil scan agar masuk GIS tahapannya ialah sebagai berikut:

Buka QGIS dan pilih New Project pada kolom project.


Kemudian Klik Raster – Pilih Georeferencer – Pilih Georeferencer.

Selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti di bawah:

24
Klik Open Raster:

Selanjutnya muncul kotak dialog seperti di bawah untuk menentukan sistem proyeksi UTM nya.
Klik WGS 84 / UTM Zone 47N. Informasi sistem proyeksi setiap lembar peta dapat di lihat di bagian
kanan bawah peta rupa bumi.

25
Kemudian akan muncul raster yang siap digeoreferensikan.

Untuk menggeoreferensikan gambar peta hasil scan ke dalam GIS ialah melakukan penambahan
titik yang diisi dengan koordinat geografis gambar tersebut sesuai informasi di dalamnya ke GIS.

Klik Add Point:

Letakkan kursor
meletakkan point
disini

26
Sumbu Y
lihat koordinat
meternya

Sumbu X,
lihat koordinat
meternya

Ketik di kotak dialog koordinat (meter) masing masing sumbu X dan Y lalu Klik OK.

Lakukan hal yang sama ke 3 titik lainnya di peta.


Untuk menggeser peta, lakukan dengan tombol ikon tangan, zoom in dan zoom out.

Atau dapat menggunakan scroler yang ada di mouse.

27
Setelah ke empat (4) titik telah ditambahkan georeferensinya maka akan akan muncul ke-4
informasinya seperti di bawah.

Kemudian Klik Settings – Klik Transformation Setting.

28
Pada transfomation type:
pilih Polinomial 1

Pada resampling method:


pilih Cubic

Pada Target SRS: pilih


sistem koordinat WGS 84
/ UTM Zone 47 N.

Pada Output Raster: pilih


lokasi output layer
setelah di georeferensi,
otomatis terisi dengan
nama masukan raster
ditambah dengan
‘modified’

Keterangan Tambahan:
Target CRS: CRS ialah Coordinate Reference System yang akan digunakan untuk mereferensikan
peta yang telah digambar ke dalam sistem GIS. Dalam hal ini, sistem referensi menggunakan
sistem Koordinat WGS 84 dan disesuaikan dengan sistem koordinat UTM dalam peta.
Lihat Peta:

29
Dalam peta 0818-11_TANJUNG LUMBA-LUMBA koordinat yang digunakan ialah dengan Zona
UTM 47N.

Oleh karenanya dalam sistem referensi di GIS menggunakan sistem WGS 84/UTM Zone 47N.

Kemudian Klik OK.

Memilih lokasi penyimpanan raster / peta yang telah di gereferensi.

Dalam Kolom Output Layer, klik pada ikon kotak berisi titik-titik ( ).

30
Klik untuk
memilih lokasi
penyimpanan

Kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah:

Akan otomatis muncul nama hasil georefensi sesuai nama input peta dan file bertipe sebagai
Geotiff.

Kemudian Klik Save.

Jika semua telah terisi kemudian klik OK.

Setelah itu akan kembali kepada dialog Georeferencer dan kemudian Klik File – Klik Start
Georeferencing.

31
Saat proses georeferesi akan muncul progresnya seperti gambar dibawah.

Selanjutnya ialah menyimpan point yang telah dilakukan dengan klik File – Save GCP points as.

32
Kemudian muncul kotak dialog seperti gambar dibawah, lalu klik save.

Kemudian akan kembali lagi ke kotak dialog georeferencer dan tutup kotak dialog tersebut.

33
Akan terlihat peta (raster) .jpg tadi telah masuk kedalam peta. Untuk mengetahui
georeferensinya benar atau tidak, dapat dioverlay dengan basemap. Misal Google Satelite.

Untuk bisa memasukkan basemap tersebut, terlebih dahulu klik Plugin – Manage and Instal
Plugin.

34
Pilih OpenLayer Plugin – kemudian klik install.

Jika sudah terinstal maka klik Close.

35
Untuk memunculkan plugin nya klik pada menu web dan klik Openlayers Plugin.

Kemudian pilih salah satu Plugin, misal dari Google Maps – Google Satellite.

Pada kolom Layers Panel, Drag Basemap Google Satellite ke bawah raster Tanjung Siapi-Api.

36
Peta 0818-11_TANJUNG LUMBA-LUMBA telah tergeoreferensi dan telah masuk ke dalam sistem
GIS dalam aplikasi QGIS.

Lakukan hal yang sama pada semua peta dalam provinsi.

Setelah semua peta masuk maka hasilnya akan seperti dibawah ini:

37
4.3.4. Digitasi 20 kV dalam QGIS (On Screen Digitize)

Setelah semua peta masuk ke dalam software GIS, maka yang tahapan selanjutnya ialah
mendigitasi jaringan 20 kV.

Tahapan digitasi ialah:


Lakukan Zoom In dalam peta untuk mengetahui lokasi 20 kV yang telah digambar manual di peta.

Zoom sampai kedalaman yang nyaman untuk memulai proses digitasi. Digitasi dilakukan mulai
dari Pangkal jaringan atau Gardu Induk (GI) dan dilanjutnya ke feeder (penyulang) yang berasal
dari gardu induk tersebut. Lakukan digitasi per cabang Gardu Induk.

Untuk mendigitasi, sebelumnya perlu mendapatkan data lokasi GI dari PLN (biasanya ada dalam
bentuk koordinat) atau lokasi GI yang berasal dari proses penggambaran single line diagram ke
dalam peta topographi.

File .shp (shapefile) Gardu Induk tersebut dimasukkan ke dalam layer QGIS yang sedang
dikerjakan, caranya dengan pilih lokasi penyimpanan di Browser Panel. Cari lokasi penyimpanan
file .shp terseut kemudian double klik agar masuk dalam layer QGIS.

38
Melihat data/atribut yang ada di layer GI Sumut dengan cara pada kolom layer panel, layer GI
Sumut, klik kanan dan klik open attribute table.

39
Maka akan muncul tabel atribut seperti berikut:

Terdapat keterangan bahwa Gadu Induk (GI) tersebut ialah GI Eksisting dan GI Rencana. Untuk
mendigitasi, hanya gunakan GI eksisting.

Untuk mengetahui di peta GI tersebut merupakan GI eksisting maka pada tabel attribute pilih
hanya eksisting dan tampilannya sebagai berikut.

40
Kemudian tutup tabel tersebut sehingga tampilannya sebagai berikut.

Gardu Induk (GI) yang terpilih merupakan GI eksisting dengan warna kuning menyala. Sedangkan
GI yang berwarna biru, merupakan GI rencana.

Setelah GI eksisting terpilih yang harus dilakukan ialah mulai mendigitasi jaringan 20 kV.
Pertama tama adalah dengan zoom in kepada wilayah pertama yang akan didigitasi.

Contoh wilayah yang


akan didigitasi, mulai
dari GI kemudian lanjut
kepada feeder.

41
Menampilkan label pada layer Gardu Induk (GI)
Hal ini dilakukan untuk mempermudah mendigitasi. Caranya ialah klik kanan pada kolom layer
panel pada layer GI Sumut – kemudian pilih properties.

Kemudian akan muncul kotak dialog properties untuk layer GI Sumut – Pilih kolom Labels.

42
Dalam kolom labels, pada pilihan label, pilih Show Labels For This Layer.
Kemudian kolom yang akan digunakan untuk melabeli pilih label with…. (kolom Gardu_Induk =
nama gardu induk). Kemudian klik Apply dan Klik OK.

Tampilan Gardu Induk terlabeli ialah sebagai berikut:

Contoh wilayah yang


akan didigitasi, mulai
dari Gardu Induk (GI)
Tebing Tinggi

Tahap selanjutnya ialah mendigitasi jaringan 20 kV dari peta yang telah tergeoreferensi
tersebut. Mulai dari GI (Cabang) dan di lanjutnya ke feeder (penyulang) hingga titik terakhir
jaringan tersebut.

43
Untuk mendigitasi adalah menambahkan layer jaringan 20 kV.
Klik layer – Create Layer – New Shapefile Layer.

Akan muncul kotak dialog seperti gambar di bawah.


Pada kolom isian Type, Pilih Line. Pada New Field, pada kolom name perlu ditambahkan atribut
/ informasi dari jaringan 20 kV ini.

Contoh di atas pada new field perlu ditambahkan informasi penyulang (feeder) dari sebuah
segmen garis jaringan 20 kV yang digambar. Kolom Type pilih text data dan length secukupnya.
Kemudian Klik Add to fields list.

44
Kemudian tambahkan informasi panjang segmen dengan menambahkan kolom panjang, dalam
bentuk decimal number dan kemudian juga klik Add fields list.

Dapat ditambahkan informasi atribut lainnya sesuai kebutuhan dengan menambahkan fileds list.

Setelah itu klik OK, dan simpan jaringan 20 kV yang akan dikerjakan.

45
Dalam contoh disarankan menyimpan jaringan 20 kV ini dalam satu file Gardu Induk (GI) agar
mempermudah analisis.

Jaringan peta 20 kV GI tebing tinggi telah terdapat dalam layer GIS dan dapat diisi informasinya.
Pada later 20 kV GI Tebing Tinggi, klik Kanan dan pilih tongle editing untuk mengaktifkan layer.

Pilih Add Feature untuk menambahkan garis di peta dengan mengikuti alur penggambaran 20 kV
secara manual di peta.

46
Kemudian Klik Add feature dan mulai letakkan kursor di peta untuk mendigitasi .

Jaringan 20 KV
pada GI Tebing
Mulai digitasi
Tinggi, feeder A
pada GI

Setelah selesai mendigitasi kemudian klik kanan untuk mengakiri proses digitasi pada segmen
tersebut. Kemudian muncul kotak dialog seperti ini.

Dalam informasi tersebut ditambahkan informasi penyulang nya, misal penyulang A. kemudian
klik OK.

47
Untuk mengetahui apakah digitasi ini sudah tersimpan dapat dilihat dalam tabel attribute, dan
data dihitung panjangnya.

Untuk menghitung panjangnya adalah dengan mengeklik pada kolom panjang.

Kemudian di kolom expression klik dan dihitung panjang nya dengan pilih geometry –
length.

48
Double klik pada kolom length kemudian klik OK.

Maka akan muncul Klik Update All dan akan muncul hitungan panjangnya segmen tersebut
(dalam meter).

Tutup tabel atribut ini dan teruskan mendigitasi semua jaringan 20 kV di provinsi
tersebut dengan cara di atas.

Setelah selesai mendigitasi semua kemudian simpan digitasi dengan mengeklik save layer edits.

Ketika sudah selesai mendigitasi, simpan project ini menjadi 1 bagian agar mudah membuka
kembali. Klik File – Save As atau klik ikon Save As seperti gambar di bawah.

49
Pastikan menyimpan di lokasi yang sama dengan penyimpanan project ini karena bila terpisah
akan sulit mengakses kembali datanya.

Project ini telah tersimpan dengan nama pemetaan jaringan 20 kV Sumatera Utara.

50
4.3.5 Editing Data Atribute

Mengedit data attribute dengan cara menambahkan field pada jaringan 20 kV. Jika di atas ialah
hanya penyulang (feeder) dan panjang segmen, atribut lain bisa ditambahkan seperti tipe kabel,
jenis kabel, asal gardu, jumlah phasa, dll.

Untuk menambahkan/mengedit data atribut cukup dengan memilih di Table Manager. Table
manager ialah sebuah plugin yang perlu diinstal terlebih dahulu. (setings – manage and install
plugin) – pilih Plugin Table Manager.

Setelah itu klik Table manager, makan akan muncul kotak dialog seperti di bawah:

51
Klik Insert, isi sesuai ketentuan di bawah dan klik OK.

Ketik nama field


yang akan
ditambahkan

Pilih Jenis Field


yang akan
ditambahkan

Pilih Panjang isian


informasi Field yang
akan ditambahkan

Field / kolom jenis kabel telah di tambahkan. Kemudian simpan dengan klik save.

52
Akan muncul kotak dialog seperti dibawah kemudian klik yes.

Untuk menambahkan/mengubah field/kolom informasi dapat menggunakan plugin tabel


manager ini.

53
Untuk mengetahui informasi per segmen cukup klik ikon Identify (i) kemudian klik pada
garis yang ingin diketahui informasinya.

4.3.6 Output hasil pemetaan 20 kV

Output dari scaning – georeference – digitasi yang dilakukan ialah tersedianya peta jaringan 20
kV yang tergeoreferensi. Lihat gambar di bawah:

54
Overlay dengan peta olahan data elektrifikasi (podes) ialah sebagai berikut:

Dapat juga di overlay juga dengan:


1. Peta jaringan jalan untuk mengetahui prospek ekspansi jaringan.
2. Peta potensi renewable energi untuk mengetahui potensi pertambahan pasokan energi.
3. Peta tematik permukiman untuk mengetahui permukiman mana yang belum terlayani
listrik dengan baik.
4. Dsb.

55
BAB V: Studi kasus

5.1 Pemetaan jaringan 20 kV Aceh


Pemetaan jaringan distribusi Utama (20 kV) di wilayah kerja PLN Aceh telah dilakukan, melalui
metoda konversi Single Line Diagram ke dalam peta topografi yang meliputi seluruh wilayah
administrasi propinsi Aceh. Proses Konversi data Single Line Diagram dilakukan dengan
mengundang supervisor jaringan untuk setiap rayon atau ranting di Kantor PLN Cabang dan
melakukan proses penggambaran secara bersama-sama, sehingga proses pekerjaan lebih cepat,
karena data pada peta yang bersebelahan dapat di koordinasikan dengan cepat.

Untuk meng-cover wilayah utara Propinsi Aceh, proses penggambaran dilakukan di kantor Cabang
atau Area Langsa, dan untuk meng-cover wilayah tengah dan pesisir selatan aceh di lakukan di
kantor Cabang Meulaboh. Proses konversi untuk masing masing wilayah dilakukan selama 2 (dua)
hari Kerja. Dengan skema kerjasama ICED I, memfasilitasi untuk akomodasi peserta.

Digitalisasi hasil penggambaran single line dilakukan sepenuhnya oleh program ICED I di Jakarta
setelah dilakukan proses scanning peta topografi terlebih dahulu.

5.2 Pemetaan jaringan 20 kV Riau


Untuk wilayah kerja Propinsi Riau Dilakukan dengan hal yang sama seperti di Wilayah kerja Aceh,
pusat kegiatan dilakukan di daerah Rengat untuk wilayah Selatan Popinsi Riau dan di Dumai untuk
wilayah Utara Riau.

5.3 Pemetaan Jaringan 20 kV di Sumatera Utara.


Proses konversi single line diagram di sumatera utara dilakukan dengan metode mendatangi
setiap kantor cabang dan rayon. Dan dilakukan proses konversi di kantor Cabang dan atau Rayon.
Proses ini cukup terkendala dengan kehadiran supervisor jaringan yang tidak bisa hadir di
karenakan oleh pekerjaan yang mendadak dan penting, seperti bila terjadi gangguan listrik di
wialayah kerjanya. Proses seperti ini cukup memakan waktu yang relatif lama.

56
Pada masa program ICED I sudah dilakukan pemetaan jaringan 20 kV di 3 Propinsi yaitu Aceh, Sumatera
Utara dan Riau, sebagai hasil kerjasama antara ICED I dengan PLN wilayah Aceh, Sumut dan Riau. Dan
telah dilakukan training untuk PLN Staff di wilayah untuk mengoperasikan software GIS (ArcGis dengan
licence), ICED memberikan 2 Licence ArcGIS untuk masing-masing PLN wilayah dan 1 licence Untuk PLN
Pusat di PLN EBT serta 1 (satu) licence Untuk ESDM.

Data jaringan distribusi utama (20 kV), berupa data spatial (.shp file) sudah di berikan kepada masing
masing PLN wilayah dan Pusat. Berikut Peta jaringan di 3 (tiga) propinsi hasil kegiatan pada ICED I dalam
periode 3 Tahun (2011 – 2014).

57
Daftar Pustaka

1. PLN. Single Line Diagram. Pusat Pendidikan d Pelatihan PT PLN (Persero).


https://id.scribd.com/document/242702218/1-SINGLE-LINE-DIAGRAM-pdf
2. Badan Informasi Geospasial. Peta Rupa Bumi. http://www.bakosurtanal.go.id/peta-rupabumi/
3. Peta Rupa Bumi Indonesia. http://tanahair.indonesia.go.id/home/
4. Standar Nasional Indonesia. 2010. Spesifikasi Penyajian Peta Rupaa Bumi – Bagian 3: Skala
1:50.000. SNI 6502.3:2010.
http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/sni/SNI/19.%20SNI%206502.3-
2010%20Spesifikasi%20penyajian%20peta%20rupa%20bumi%2050.000.pdf
5. TechnoGIS Indonesia. 2016. Perbandingan Software SIG Berbayar dan Open Source.
http://www.technogis.co.id/perbandingan-software-sig-berbayar-dan-open-source/

58
Lampiran

Petunjuk penggunaan QGIS dapat diakses pada link ini:


http://docs.qgis.org/2.14/en/docs/training_manual/index.html

59
60

Anda mungkin juga menyukai