Anda di halaman 1dari 1559

OPTIMA PREPARATION

SEMINAR-2 BATCH IV 2020


| DR. YOLINA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN |
ILMU PENYAKIT
DALAM
1
• Ny. Rey Hutami, 52 tahun, mengeluh ada benjolan di leher
depan. Awalnya muncul 3 bulan yang lalu, semakin besar sejak
1 bulan yg lalu. Tidak ada keluhan jantung berdebar-debar,
maupun eksoftalmus. Ada keluhan berkeringat banyak dan
tangan gemetar. TD 130/70, suhu 38,4. Pada pemeriksaan
leher terdapat massa berukuran 5x5x5 cm yang ikut bergerak
ketika menelan, berbenjol-benjol, tidak nyeri.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ADENOMA THYROID
JAWABAN:
A. ADENOMA THYROID
• Adanya keluhan benjolan pada leher yang
semakin membesar dengan tanda-tanda
tirotoksikosis  hipertiroidisme 
adenoma tyroid  benjolan pada leher
yang berbenjol-benjol dan tidak nyeri.
• Subakut tiroiditis  ditandai dengan adanya demam dan
nyeri pada kelenjar tiroid yang didahului oleh infeksi virus
seperti ISPA.
• Grave disease  kondisi hipertiroidisme yang disebabkan
autoimun. Pada grave disease dapat ditemui adanya
eksoftalmus, serta pembesaran struma difus.
• Tiroiditis  peradangan pada kelenjar tiroid yang dapat
bersifat akut, subakut atau kronis.
• Ca tiroid  massa pada kelenjar tiroid yang tumbuh
dengan cepat dan dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas. Pada Ca tiroid biasanya tidak menyebabkan
hipertirodisme
Klasifikasi Struma
Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
Nodul Tiroid
• Neoplasma endokrin
paling sering ditemukan.
• Lebih sering pada wanita.
• Berdasarkan tampilan
klinis:
– Nodul soliter
– Nodul multipel
• Berdasarkan fungsi:
– Nodul hiperfungsi
– Nodul hipofungsi
– Nodul berfungsi normal
Karakteristik Nodul
Ganas Jinak
• Keluhan suara serak, susah napas, • Konsistensi lunak, rata, dan tidak
batuk, disfagia. terfiksir
• Konsistensi padat, keras, tidak rata, • Batas tegas.
terfiksir. • 80% nodul soliter bersifat jinak.
• Infiltrasi nodul ke jaringan sekitar. • Riwayat keluarga tiroiditis
• 20% nodul soliter bersifat ganas Hashimoto atau penyakit tiroid
• Muncul tiba-tiba atau cepat autoimun.
membesar. • Riwayat keluarga dengan nodul
• Limfadenopati servikal. tiroid jinak atau goiter.
• Riwayat keganasan tiroid • Gejala hipotiroidisme atau
sebelumnya. hipertiroidisme.
• Riwayat radiasi pengion pada saat • Nyeri dan kencang pada nodul.
kanak-kanak. • Struma multinodular tanpa nodul
dominan dan konsistensi sama.

Buku Ajar IPD Edisi VI.


Nodul Tiroid
• Modalitas diagnostik:
– FNAB
– USG
– Thyroid scan
– CT scan/MRI
– Hormon tiroid dan serum TSH
Thyroid Nodules. American Family Physician.
https://www.aafp.org/afp/2013/0801/p193.html
DD/: Tiroiditis
2
• Tn. Fablo Benua Africa, 45 tahun, datang ke RS dengan
keluhan nyeri perut berulang. Pada pemeriksaan pasien
tampak gelisah. Terdapat riwayat penyakit infeksi saluran
kemih dan batu ginjal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
110/90 mmHg, HR 82x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,5C. Pada
pemeriksaan kalsium darah 10,8 (N: 8.4-10.2) dan paratyroid
hormon 90 (N: 10-65).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HIPERPATIROID PRIMER
JAWABAN:
B. HIPERPARATIROID PRIMER
• Adanya keluhan berupa nyeri abdomen
berulang + peningkatan kadar kalsium
serum dan PTH  hiperparatiroid primer.
• Pada hiperparatiroid primer peningkatan
kadar PTH  hiperkalsemia 
penumpukkan kristal kalsium di ginjal
sehingga menyebabkan timbulnya gejala
batu saluran kemih dan nyeri abdomen.
• Hipoparatyroid  dapat disebabkan karena post tiroidektomi.
Keluhan pasien biasanya berupa lemas dan pada PF akan
ditemukan chovstek dan trosseu sign (+).
• Hiperparatiroid sekunder  merupakan suatu bentuk
kompensasi tubuh terhadap hipokalsemia. Pada hiperparatiroid
sekunder, kadar kalsium serum normal atau rendah.
• Hiperparatiroid tersier  terjadi akibat hiperparatiroidisme
sekunder yang berkepanjangan  kelenjar paratiroid secara
autonomic mengeluarkan hormon terus menerus.
• Hipotiroid  ditandai dengan peningkatan berat badan, tidak
tahan dingin, konstipasi dan penurunan konsentrasi.
Hiperparatiroid
• Hyperparathyroidism is an endocrine disorder caused by
excessive secretion of parathyroid hormone (PTH) from the
parathyroid glands.
Hiperparatiroid
Hiperparatiroid
• Primary hyperparathyroidism
– Usually due to parathyroid adenoma or
hyperplasia. Hypercalcemia, hypercalciuria (renal
stones), polyuria (thrones), hypophosphatemia.
– Most often asymptomatic.
– May present with weakness and constipation
(“groans”), abdominal/flank pain (kidney stones,
acute pancreatitis), neuropsychiatric
disturbances (“psychiatric overtones”).
Hiperparatiroid
• Secondary hyperparathyroidism
– 2° hyperplasia due to decrease Ca2+ absorption
and/or increase PO4,
– most often in chronic kidney disease (causes
hypovitaminosis D and hyperphosphatemia 
decrease Ca2+).

• Tertiary hyperparathyroidism
– Refractory (autonomous) hyperparathyroidism
resulting from chronic kidney disease.
– Increase PTH, Ca2+.
Tatalaksana
• Surgery is the only definitive treatment for symptomatic primary
hyperparathyroidism.
• Avoid medications that precipitate hypercalcemia (e.g., thiazide or
lithium).
• Because inadequate calcium and vitamin status stimulates PTH, it is
not necessary to restrict calcium and vitamin D intake.
• Vitamin D replacement safely improves vitamin D level and
decreases PTH level without significantly increasing serum calcium
level and urinary calcium excretion.
• Encourage physical activity since immobilization increases bone
resorption.
• Recommend adequate hydration (at least 2 L) to minimize the risk
of nephrolithiasis.
3
• Tn. Ignis the Anointed One, 45 tahun, datang dengan keluhan
nyeri pada kaki kanan yang memberat 1 minggu ini. Keluhan
ini telah dirasakan berulang selama 1 tahun. Sebelumnya
pasien mengaku nyeri pada kaki memberat jika beraktivitas
dan berkurang jika istirahat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kaki menghitam, dingin dan pulsasi arteri dorsalis
pedis tidak teraba.

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE
JAWABAN:
D. USG DOPPLER
• Pasien ini kemungkinan mengalami CLI 
claudication intermitten dan menurunnya
pulsasi pada arteri dorsalis pedis.
• Adanya gambaran nekrosis pada kaki pasien 
derajat CLI yang terjadi termasuk kedalam
stage 4 atau disebut juga dengan critical limb
ischemia.
• Untuk pemeriksaan penunjang  USG
doopler untuk melihat aliran darah pada arteri
• CT-Scan dan MRI  kurang tepat karena yang
dilakukan adalah angiografi menggunakan CT
scan dan MRI
• Foto Rontgen  tidak dapat melihat kelainan
pembuluh darah
• Barium meal  tidak dapat melihat kelainan
pembuluh darah
PAD Classification

• Stages III and IV are equivalent to “critical limb


ischaemia“ (CLI)
Tatalaksana
• Antiplatelet : reduce risk of myocardial infarction,
stroke, and vascular death in individuals with
symptomatic PAD  aspirin (75 to 325 mg) or
clopidogrel (75 mg) (Class I) and in asymptomatic
patients (Class IIa).
• No clear benefit has been observed with
combination aspirin and clopidogrel therapy.
• Lipid-lowering therapy  target LDL  <100
mg/dL and possibly <70 mg/dL in high-risk
patients.
• Management of hypertension with a goal of
<140/90 mm Hg or <130/80 mm Hg if the patient
has diabetes or chronic renal disease.
Tatalaksana Klaudikasio
• Olahraga  minimum of 30 to 45 min, in sessions
performed at least three times per week for a
minimum of 12 wk.
• Cilostazol (100 mg bid) is indicated as effective therapy
for enabling pain-free and maximal walking distance
(Class 1).
• Pentoxifylline is approved as second-line alternative
therapy for symptomatic relief of PAD symptoms.
• Naftidrofuryl, a serotonin 5HT2 receptor antagonist,
has favorable vasoactive and rheological properties
with few adverse effects.
4
• Ny. Sephera the Water Ascendant, 65 tahun datang dengan
sesak setelah aktivitas yang memberat 2 jam yg lalu. Pasien
mengaku tidur dengan 3-4 bantal. Terdapat riwayat HT sejak
10 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/90
mmHg, HR 110x/mnt dan RR 30 x/mnt. Pada auskultasi
didapatkan rhonki + kedua lapang paru, gallop +. Pada
pemeriksaan rontgen didapatkan bat wing appearrance.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  EDEMA PARU AKUT
JAWABAN:
E. FUROSEMID
• Pada pasien terdapat DOE yang memberat
secara akut, orthopneu dan riwayat
hipertensi.
• Adanya gambaran ronchi pada kedua
lapang paru, gallop dan bat wing
appearance  edema paru akut.
• Salah satu tatalaksana dari edema paru
akut  pemberian furosemide.
• Clopidogrel, aspirin dan dopamin  bukan
tatalaksana edema paru akut
• Nitrogliserin  dapat diberikan setelah
furosemide untuk mengurangi preload jantung
Edema Paru Akut
• Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh
dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa
dikeluarkan.
• Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung
maupun penyakit di luar jantung ( edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik ).
• Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik
• edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru
• yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein
masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus
Edema Paru Akut
• Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.
Klinis
• Sianosis sentral
• Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus berbuih
• Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi
hampir seluruh lapangan paru; kadang-kadang disertai
ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
• Takikardia dengan gallop S3
• Murmur bila ada kelainan katup
Edema paru

• In pulmonary alveolar edema, fluid presumably spills over from the


interstitium to the air spaces of the lung producing a fluffy, confluent “bat-
wing” like pattern of disease.
Penanganan Edem Paru
• Posisi ½ duduk.
• Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien
makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2
konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
cairan edema secara adekuat), maka dilakukan
intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
• Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor
EKG, oksimetri bila ada.
Penanganan Edem Paru
• Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin
peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan
darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
• Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit,
total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk
menenangkan pasien
• Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus.
• Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) :
Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik
5
• Tn. Xeniel the Immaculate, 48 tahun, datang ke IGD dengan nyeri
perut kanan sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya 5 hari pasien demam,
mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik
didapatkan td 120/80, nadi 100, RR 27, suhu 38.7. Konjungtiva tidak
pucat: sklera ikterik, nyeri abdomen region hipokondria kanan (+),
hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (+). Lab Hb 13; leukosit 15.000; trombosit 350.000;
SGOT 90; SGPT 120; bilirubin indirek 3; bilirubin direk 1.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HEPATITIS AKUT
JAWABAN:
D. HEPATITIS AKUT
• Adanya keluhan nyeri perut kanan dan
demam menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami infeksi.
• Infeksi pada pasien adalah berupa hepatitis
akut  sklera ikterik, nyeri hipokondria
kanan, hepatomegaly, leukositosis dan
peningkatan kadar bilirubin serta enzim
hati.
• Kolesistitis  nyeri perut kanan atas, demam,
murphy sign (+)
• Pankreatitis  pada keadaan akut dapat
ditemukan peningkatan amilase dan lipase,
pada keadaan kronik dapat ditemukan
kalsifikasi pankreas
• Kolelithiasis  kolik abdomen dan terkait faktor
risiko 4F
• Abses hepar  Ludwig sign (+) dan gambaran
hypoechoic pada USG hepar
Hepatitis
• Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab.
• Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat, virus, alkohol,
dan lain-lain.
• Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering disebabkan oleh
virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C, D, E).
• Incubation periods for hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4
weeks), for hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12
weeks), for hepatitis C from 15–160 days (mean, 7 weeks), and for
hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.
Hepatitis
6
• Tn. Lu Bu the Great Warlord, 65 tahun, dibawa ke IGD dengan
keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 hari ini. Keluhan
ini sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan sering hilang
timbul sejak 1 tahun yang lalu. Pasien aktif merokok sejak usia
17 tahun hingga 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan batas jantung kanan pada linea parasternalis
dekstra, irama gallop, distensi vena jugularis, udem perifer.

PATOFISOLOGI…
DIAGNOSIS  COR PULMONALE
JAWABAN:
A. KEGAGALAN JTG KANAN AKIBAT OBSTRUKSI PARU
• Adanya sesak yang memberat sejak 1 hari
dengan riwayat sesak yang hilang timbul
disertai riwayat merokok  mengalami cor
pulmonale.
• Kor pulmonale  gagal jantung kanan yang
disebabkan oleh adanya penyakit pada
parenkim paru yang salah satu
penyebabnya dapat disebabkan oleh
penyakit obstruksi paru seperti PPOK.
• Kegagalan jantung kiri akibat kelainan katup 
pada pasien akan ditemukan tanda-tanda
kelainan katup seperti murmur.
• Gangguan metabolic  penyakit seperti DM
dapat menyebabkan kardiomiopati hingga CHF,
namun pada soal diatas tidak jelas gangguan
metabolic pada pasien.
• Penumpukan plak lipid pada vaskuler 
menyebabkan penyakit jantung coroner.
• Pembentukan thrombus vaskuler 
menyebabkan sindrom coroner akut.
Cor Pulmonale
Definisi Manifestasi Klinis
• Cor pulmonale  kelainan jantung • Sesak napas, sianosis,
kanan berupa hipertrofi dan dilatasi bendungan vena leher, barrel
ventrikel kanan sekunder karena chest,
hipertensi pulmonal sebagai akibat
penyakit parenkim atau vaskuler • Kelainan pemeriksaan fisis
paru sesuai dengan kelainan paru
dan jantung.
Etiologi
• Penyakit obstruktif paru kronis. Pemeriksaan
• Hipoventilasi kronis. • Pemeriksaan EKG didapatkan
• Kelainan pembuluh darah paru. RAD/RVH, artimia
• Kelainan parenkim paru. supraventrikular/ventrikular.
• Dapat didapatkan polisitemia
Gambaran Radiologis Cor Pulmonale

• Didapatkan
dilatasi arteri
pulmonal sentral
dan hipertrofi
ventrikel kanan.
(From Crawford MH et al
[eds]:Cardiology,ed 2, St Louis, 2004,
Mosby.
7
• Tn. Slimz the Trustworthy, 60 tahun, datang ke RS dengan
keluhan sering buang air kecil sejak 1 minggu SMRS.
Pasien mengaku saat buang air kecil terasa nyeri sehingga
tidak lampias dan nyeri tekan suprapubik (+). Pada
pemeriksaan didapatkan TD 110/90 mmHg, HR 82x/menit,
RR 18x/menit, suhu 36,5C.
PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  SISTITIS
JAWABAN:
B. KULTUR URIN
• Pasien mengalami sistitis (sering buang air
kecil, air kecil terasa nyeri, nyeri tekan
suprapubik (+))  ISK bagain bawah.
• Pada sistitis pemeriksaan baku emas  kultur
urin.
• Dimana pada pasien dewasa dapat dilakukan
pemeriksaan urin pancaran tengah.
• Jika ditemukan kuman >10.000 maka
mengarahkan kecurigaan ke arah ISK.
• Urinalisis  merupakan pemeriksaan awal,
dapat melihat peningkatan leukosit, leukosit
esterase dan nitrit.
• USG  tidak dilakukan untuk menegakkan ISK
• Pemeriksaan ginjal  dilakukan jika terdapat
penyulit seperti hidronefrosis
• Foto rontgen  dilakukan jika curiga terdapat
penyulit seperti batu saluran kemih
Pemeriksaan ISK
• Urinalysis with microscopic evaluation of clean-catch urine
for bacteria and pyuria.
• The presence of ≥10 leukocytes/μl of unspun urine from a
midstream catch indicates UTI.
• If urine dipsticks are used, the presence of positive nitrite
and positive leukocyte esterase is indicative of UTI in a
symptomatic patient.
• The role of pretreatment urine culture in the evaluation of
suspected UTI is to confirm the presence of bacteriuria
and to identify and provide antibiotic susceptibility
information on the causative organism
• Complete blood count with differential (shows
leukocytosis)
Pemeriksaan Kultur
• Empiric antimicrobial therapy should be initiated
promptly, taking into account risk factors for drug
resistance
– risk factors for drug resistance including:
• previous antimicrobial use and
• results of recent urine cultures, with subsequent adjustment
guided by antimicrobial susceptibility data.
• Urine culture and susceptibility testing should be
performed in all patients, and the initial empiric
regimen should be tailored appropriately to the
susceptibility profile of the infecting pathogen.
• Results of urine culture and susceptibility testing
should be followed to ensure that the chosen empiric
antimicrobial regimen is appropriate and to guide
selection of definitive therapy.
Infeksi Saluran Kemih
• Traditionally, >100,000 CFU/mL is
used to exclude contamination.
• In women with symptoms of cystitis,
a threshold of >102 bacteria/mL is
more sensitive (95%) & specific
(85%) than a threshold of 105/mL for
the diagnosis of acute cystitis.
• In men, the minimal level indicating
infection appears to be 103/mL.

Smith’s General Urology. 17th ed..


8
• Ny. Preyta the Illest, 47 tahun, datang ke RS untuk kontrol. Pasien memiliki riwayat
hiperkolesterol dan rutin minum statin namun berhenti 6 bulan yang lalu karena
terdapat peningkatan enzim hepar. Tidak terdapat ikterik, nyeri abdomen atau mual.
Pasien memiliki riwayat DM tipe 2 dengan nefropati diabetikum yang stabil. Saat ini
pasien rutin minum metformin dan Lisinopril. Pasien minum alcohol 1 hingga 2 gelas
setiap akhir pekan dan tidak merokok. Tanda-tanda vital dalam batas normal. BMI 33
kg/m2. Pada PF didapatkan hepatomegali ringan. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan albumin 4.0 g/dL, bilirubin total 1.0 mg/dL, SGOT 82 U/L, SGPT 93 U/L, ANA
(-), smooth muscle antibody (-), HBsAg (-), anti HBs (+), Anti HBc (-), Anti HCV (-). Pada
pemeriksaan USG didapatkan gambaran bright liver echo.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  NAFLD
JAWABAN:
D. NON ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
• Pasien kemungkinan mengalami fatty liver non alcohol
yang disebabkan karena hiperkolesterolemia dan saat ini
terdapat peningkatan enzim hepar. Adanya gambaran
bright liver echo menujukkan bahwa pasien mengalami
hepatic steatosis.
• Alcoholic liver disease  terjadi akibat konsumsi alcohol
kronis dimana biasanya ditemukan peningkatan yang
lebih tinggi dari SGOT (SGOT/SGPT ratio 2:1). Selain itu
pada Alkoholic liver disease jarang terjadi pada pasien
yang konsumsi alcohol ringan atau sedang (< 15 kali per
minggu pada laki-laki dan < 10 kali per minggu pada
perempuan) dengan standar minum per kali untuk beer
360 mL dan wine 150 mL.
• Autoimun hepatitis  ANA dan anti smooth
musle antibody merupakan marker untuk
autoimun hepatitis.
• Infeksi hepatitis B kronis  Pada pasien
serologi hepatitis B menunjukkan bahwa pasien
pernah diimunisasi dengan hepatitis B.
• Primary biliary cholangitis  ditandai dengan
destruksi dari saluran empedu intrahepatic
yang menyebabkan stasis bilier dan sirosis.
Gejala klinis meliputi gatal, lelah, peningkatan
alkaline phosphatase dan antimitokondrial
antibodi
Non Alcoholic Fatty Liver Disease

• Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) is a


spectrum of diseases based on
histopathologic findings and representing a
morphologic rather than a clinical diagnosis.
• It is liver disease occurring in patients who do
not abuse alcohol and manifesting
histologically by mononuclear cells and/or
polymorphonuclear cells, hepatocyte
ballooning, and spotty necrosis.
Etiologi

• Insulin resistance is the most reproducible


factor in the development of NAFLD. High
baseline and continuously increasing fasting
insulin levels are independent determinants
for future development of NFLD.
• Risk factors are
– obesity (especially truncal obesity),
– diabetes mellitus,
– hyperlipidemia.
Manifestasi Klinis

• Most patients are asymptomatic.


• Patients may report a sensation of fullness or
discomfort on the right side of the upper
abdomen.
• Nonspecific complaints of fatigue or malaise may
be reported.
• Hepatomegaly is generally the only positive
finding on physical examination.
• Acanthosis nigricans may be found in children
Pemeriksaan
• Diagnosis is usually suspected on the basis of
hepatomegaly, asymptomatic elevations of
transaminases, or “fatty liver” on sonogram of
abdomen in obese patients with little or no alcohol use.
• Liver biopsy will confirm diagnosis and provide
prognostic information. It should be considered in
patients with suspected advanced liver fibrosis.
• Elevated ALT, AST: AST/ALT ratio is usually <1
• Negative serology for infectious hepatitis; generally
normal GGTP and serum alkaline phosphatase.
• Hyperlipidemia (primarily hypertriglyceridemia) may be
present.
• Elevated glucose levels may be present.
Imaging
• Ultrasound generally reveals diffuse increase
in echogenicity as compared with that of the
kidneys; CT scan reveals diffuse low-density
hepatic parenchyma.
9
Ny. Lindis the Sentinel, 25 tahun, datang dengan keluhan bercak
kemerahan di wajah sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya bercak hanya
muncul di hidung kemudian sejak 4 bulan terakhir meluas ke daerah pipi.
Pasien sudah menggunakan krim malam dan siang hari namun bercak
tetap ada dan terkelupas. Pekerjaan sebagai surveyor. Bercak kemerahan
semakin parah ketika terpapar sinar matahari. Pasien menggunakan
kontrasepsi selama 3 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
makuka eritematosa pada daerah malar berbentuk kupu-kupu dan
disertai skuama halus.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  SLE
JAWABAN:
B. REAKSI AUTOIMUN
• Pasien kemungkinan mengalami SLE atas
dasar ditemukannya ruam pada wajah yang
semakin jelas jika terpapar sinar matahari.
• SLE merupakan penyakit sistemik akibat
autoimun yang salah satu manifestasinya
dapat terjadi pada kulit yang disebut
dengan malar rash.
• Penggunaan krim malam dan siang hari, hingga iritasi
 pada pasien krim malam digunakan setelah
timbulnya rash, bukan sebelum rash muncul.
• Akibat terpapar sinar matahari  sinar matahari
hanya memperjelas malar rash pada wajah pasien,
bukan menjadi penyebab.
• Produksi keringat yang banyak di wajah  tidak ada
hubungan dengan malar rash
• Penggunaan kontrasepsi oral  kalainan kulit yang
muncul umumnya adalah melasma, suatu bercak
hiperpigmentasi berukuran macula yang muncul
simetris pada wajah.
SLE
• Merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis  peradangan pada
kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh lainnya
• Kebanyakan mengenai
– wanita : pria 9-14:1
– usia reproduksi, 20 sampai 30 tahun
– kelompok kulit hitam dan Asia.
• Predisposisi yang ada pemicu kacaunya sistem toleransi
imunologis sehingga respon imun melawan antigen diri sendiri.
– Faktor genetik
– imunologik
– hormonal serta
– Lingkungan
(Diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria)
10
• Ny. Payna Faerie Guardian, umur 30 tahun, datang
dengan keluhan sesak 2 hari yang lalu disertai batuk dan
sesak 4 hari yang lalu. Wanita ini merupakan penjual ayam
yang terkenal di pasar inpres. Ayamnya mendadak mati 6
hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan 132/28
mmHg, nadi 133xmnt, RR 33x/mnt dan suhu: 38.8C.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  AVIAN INFLUENZA
JAWABAN:
A. AVIAN INFLUENZA
• Pasien kemungkinan mengalami Avian
influenza karena ditemukan adanya gejala
sesak dan batuk dan riwayat kontak dengan
ayam yang mati mendadak. Avian influenza
merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus H5N1.
• MERS virus  menyebabkan penyakit saluran
napas karena virus corona (Flu onta)
• Flu singapura menyebabkan HFMD
• Rabies  ditularkan melalui gigitan hewan,
dapat menyebabkan koma hingga kematian
• Tetanus  ditandai dengan spasme otot
Infeksi Avian Influenza
• Flu burung (Avian Influenza) merupakan infeksi yang
disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 .
• Pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam ).
• Faktor Resiko
- Kontak erat ( dalam jarak 1 meter)
- Kontak langsung
- Mengkonsumsi produk unggas mentah/ tidak dimasak
dengan sempurna
- Adanya kontak erat dengan binatang lain yang terinfeksi
- Memegang/menangani sample hewan yang terinfeksi
Kasus Suspek Flu Burung
Seseorang yang menderita demam ≥38°c disertai
gejala:
• Batuk
• Pilek
• Sakit tenggorokan
• Sesak nafas
Avian Influenza
Suspected Case
• Close contact (within 1 metre) with a person
• A person presenting (e.g. caring for, speaking with, or touching) who
is a suspected, probable, or confirmed H5N1
with unexplained acute case;
lower respiratory illness • Exposure (e.g. handling, slaughtering,
with fever (>38 ºC ) and defeathering, butchering, preparation for
consumption) to poultry or wild birds or their
cough, shortness of remains or to environments contaminated by
breath or difficulty their faeces in an area where H5N1 infections
in animals or humans have been suspected or
breathing. confirmed in the last month;
• Consumption of raw or undercooked poultry
AND products in an area where H5N1 infections in
animals or humans have been suspected or
confirmed in the last month;
One or more of the • Close contact with a confirmed H5N1 infected
animal other than poultry or wild birds (e.g. cat
following exposures in or pig);
the 7 days prior to • Handling samples (animal or human) suspected
symptom onset: of containing H5N1 virus in a laboratory or
other setting.
Avian Influenza
Probable Case
Probable definition 1 Probable definition 2
• A person meeting the criteria for a • A person dying of an
suspected case
unexplained acute respiratory
AND
illness who is considered to be
One of the following additional epidemiologically linked by
criteria:
– Infiltrates or evidence of an acute time, place, and exposure to a
pneumonia on chest radiograph
plus evidence of respiratory failure
probable or confirmed H5N1
(hypoxemia, severe tachypnea) case.
OR
positive laboratory confirmation of
an influenza A infection but
insufficient laboratory evidence for
H5N1 infection
Avian Influenza
Confirmed Case • Isolation of an H5N1 virus;
• Positive H5 PCR results from tests using
two different PCR targets, e.g. primers
• A person meeting the specific for influenza A and H5 HA;
criteria for a suspected
or probable case • A fourfold or greater rise in neutralization
antibody titer for H5N1 based on testing of
an acute serum specimen (collected 7 days
AND or less after symptom onset) and a
convalescent serum specimen. The
convalescent neutralizing antibody titer
One of the following must also be 1:80 or higher;
positive results
conducted in a national, • A microneutralization antibody titer for
regional or international H5N1 of 1:80 or greater in a single serum
specimen collected at day 14 or later after
influenza laboratory symptom onset and a positive result using
whose H5N1 test results ahorse
different serological assay, for example, a
red blood cell haemagglutination
inhibition titer of 1:160 or greater or an
H5-specific western blot positive result.
TATALAKSANA INFEKSI H5N1

http://www.who.int/influenza/resources/documents/ClinicalManagement07.pdf
Terapi ANTIVIRAL
Pengobatan Profilaksis
• Antiviral harus diberikan secepat mungkin Oseltamivir tidak boleh diberikan pada
begitu pasien didiagnosis suspek flu burung
org yg belum terpajan atau terpajan >
• Obat bekerja sebagai neuramidase seperti
oseltamivir dan zanamivir 7hari.
• Bekerja menghambat M2 protein : Amantadin Kelompok resiko tinggi yg mendapat
(tidak dipakai) dan Rimantadin profilaksis :
• Penggunaan oseltamivir pd wanita hamil
diberikan pada awal pengobatan sambil • Petugas kesehatan yg kontak erat dengan
memantau sampai melahirkan pasien.
• Zanamivir efektif untuk influensa musiman • Anggota keluarga yg kontak erat dengan
dapat diberikan pada bayi dibawah satu tahun
dan dapat diberikan pd wanita hamil dan pasien konfirmasi terinfeksi H5N1
menyusui • Dosis profilaksis yg diberikan :
• Dosis oseltamivir:
1 x 75mg selama 7-10 hari dari pajanan
dewasa >40kg : 75mg 2x/hari
terakhir
> 23-40 kg : 60 mg 2x/hari
> 15-23 kg : 45 mg 2x/hari penggunaan profilaksis jangka panjang
< 15 kg : 30 mg 2x/hari dapat diberikan maksimal hingga 6-
anak > 1tahun : 2mg/kgBB, 2x/hari selama 8minggu
5hari
11
• Tn. The Joker the Clown Prince of Crime, 55 tahun, datang
dengan keluhan utama BAB hitam dan lembek. Keluhan disertai
penurunan nafsu makan. Perut dirasakan membuncit sejak 1
bulan ini. Riwayat penyakit kuning sebelumnya ada. PF : sklera
ikterik, abdomen tampak membesar, venektasi (+), shifting
dullnes (+) Lab darah : Hb 8, leukosit N, trombosit 97.000, urin
bilirubin (+) dan urobilinogen (+).
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SIROSIS HEPATIS
JAWABAN:
C. SIROSIS HEPATIS
• Pasien kemungkinan mengalami melena
karena sirosis hepatis.
• Melena pada pasien kemungkinan disebabkan
karena pecahnya varises esofagus.
• Varises esofagus  karena peningkatan
tekanan vena porta yang disebabkan oleh
sirosis hepatis.
• Pada pasien ini sirosis hepatis ditandai 
sklera ikterik, asites, venektasi, trombositopeni
dan peningkatan kadar bilirubin.
• Hepatitis akut  ditandai dengan demam,
mual, muntah dan ikterik
• Hepatitis kronik  merupakan faktor risiko
terjadinya sirosis hepatis
• Abses hepar  ditandai dengan Ludwig sign
dan gambaran hypoechoic pada USG
• Kista hepar  ditandai dengan gambaran
hypoechoic pada USG
Sirosis Hepatis
• Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik
progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar
dan pembentukan nodul regeneratif.
• Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
– Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis, namun
dapat ditemukan gejala awal mudah lelah, lemas, nafsu
makan berkurang, mual, BB turun
– Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
(komplikasi gagal hati dan hipertensi porta)
• Etiologi:
- Alkohol, hepatitis, biliaris, gagal jantung, metabolik, obat
- Etiologi tersering di Indonesia:Buku
hepatitis B (40-50%)
Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Patofisiologi
12
• Tn. Toro the Bull King, 45 tahun, datang dengan keluhan
nyeri dada. Nyeri dada baru pertama kali dirasakan oleh
pasien. Tidak ada riwayat nyeri dada sebelumnya.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/90 mmHg, HR
155x/menit, RR 28x/menit, suhu 36,5C. Pada pasien
dilakukan pemeriksaan EKG diperoleh hasil atrial fibrilasi.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  ATRIAL FIBRILASI
JAWABAN:
D. KARDIOVERSI
• Pasien kemungkinan mengalami takikardia
berupa atrial fibrilasi yang tidak stabil
karena adanya keluhan berupa nyeri dada.
• Pada tatalaksana takikardia yang tidak stabil
 kardioversi.
• Digoksin, verapamil, propanol  dapat
diberikan pada takikardia yang stabil
• Defibrilasi  diberikan pada takikardia tidak
stabil dengan irama berupa VT polimorfik
Atrial Fibrilasi
Atrial Fibrilasi
• Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
• Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.
2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),
• Kardioversi farmakologis
– Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
– Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.
• Electric cardioversion:
– Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.
3. Pencegahan tromboemboli
• Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0

Pathophysiology of Heart Disease.


13
• Tn. Jinna the Incorruptible, 50 tahun, datang ke IGD dengan keluhan demam dan nyeri
pada perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR
23x/mnt dan suhu 38,3C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada kuadran
kanan atas yang memberat dengan inspirasi dalam. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan batu empedu
multiple dan penebalan kandung empedu disertai cairan perikolesistik. Kultur darah
kemudian dilakukan. Pasien kemudian diberikan terapi intravena piperacilin yang
dikombinasikan dengan tazobaktam.

ALASAN KOMBINASI OBAT…


DIAGNOSIS  KOLESISTITIS
JAWABAN:
A. MENURUNKAN INAKTIVASI PIPERACILIN O/BAKTERI
• Adanya demam, leukositosis dan nyeri perut kuadran kanan atas
dengan murphy sign (+) dan temuan batu empedu, penebalan dinding
dan cairan perikolesistik  kolesistitis akut.
• Antibotik  menghindari infeksi sekunder E.Coli atau Kleibsiella
akibat adanya stasis bilier, terutama pada pasien dengan DM atau
immunodefisiensi.
• Antibiotik golongan penisilin  mengandung cincin beta lactam 
menghambat cross-linking dari peptidoglikan  hancurnya dinding
bakteri.
• Resistensi  adanya beta lactamase yang merupakan enzim bakteri
yang dapat menginaktivasi cincin beta lactam.
• Pemberian beta lactam + beta lactamase inhibitor seperti
tazobactam  mencegah organisme yang memproduksi beta
lactamase untuk menginaktivasi penisilin  memperluas aktivitas
spectrum dari antibiotic tersebut.
• Menurunkan klirens piperacilin di ginjal  dapat
terjadi ketika dikonsumsi dengan probenesid
• Meningkatkan bioavailabilitas dari piperacilin 
piperacillin selalu diberikan IV sehingga
bioavailabilitasnya adalah 100%.
• Memberikan tambahan aktivitas antimikroba  beta
lactamase inhibitor hanya menghambat enzim yang
menghancurkan penisilin. Beta lactamase inhibitor
sendiri tidak punya aktivitas antimikroba.
14
• Seorang laki-laki usia 35 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan lemas.
Pasien mengalami BAB cair lebih dari 10x/hari sejak 2 hari yang lalu.
BAB seperti air cucian beras, berbau amis, tanpa lender dan tanpa
darah. Pasien juga mengeluh mual, muntah sebanyak 10x/hari. Tampak
haus. Pemeriksaan TTV: TD 80/60 mmHg, N 120x/mnt, R 22x/mnt, suhu
37,5. Turgor kulit menurun, mata cekung. Pada feses didapatkan
leukosit 10-15/lpb, amoeba (-), eritrosit (-).

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  KOLERA
JAWABAN:
D. DOKSISIKLIN 1X300 MG
• Diare akut dengan BAB seperti cucian beras
mengarah pada kolera.
• Maka terapi yang diberikan adalah
Doksisiklin 1x 300mg
• Pilihan jawaban lain tidak tepat
Kolera
• Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
– Bakteri anaerobik fakultatif,
– batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
– tidak membentuk spora
– Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
– Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
– Muntah  tidak selalu ada
– Dehidrasi  berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
– Abdominal cramps

Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview


TERAPI
• Rehidrasi sesuai dengan status dehidrasi
pasien
• Antibiotik, diindikasikan pada pasien
dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun.
• Antibiotik yang sensitif untuk strain
vibrio cholerae : Tetrasiklin, doksisiklin,
kotrimoksazol, eritromisin, dan
kloramfenikol
• Erythromycin 12.5 mg/kg/ 6 hours for 3
days.
• azithromycin, 20 mg/kg, in a single dose,
without exceeding 1 g
• Tetrasiklin:
– <8 years: Not recommended
– Single dose: 25 mg/kg PO; not to exceed
1 g/dose
– Multiple dose: 40 mg/kg/day PO divided Sumber: WHO Cholera. 2011. | emedicine | PAHO

q6hr for 3 days; not to exceed 2 g/day


Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics
RECOMMENDATION DOC ALTERNATE DOC FOR SPECIAL
POPULATIONS

Ab for cholera Doxycycline Tetracycline Children <12 yo:


WHO patients with severe 1 x 300 mg 12.5 mg/kg 4 Erythromycin 12.5
dehydration only (single dose) times/day, for 3 mg/kg 4 times/day,
days for 3 days

Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline Ciprofloxacin &
moderate or severe Azithromycin
dehydration doxycycline as
second-line for
children
Ab for severely Erythromycin
dehydrated patients Cotrimoxazole
MSF only Doxycycline Chloramphenico
l
15
• Tn. Ormarr the Frenzy, 35 tahun, dengan perdarahan warna hitam
terjadi 1 jam yang lalu. Sebelumnya pasien mendapatkan pengobatan
hepatitis B. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan sklera ikterk,
konjungtiva anemis, abdomen distensi, spider navi (+), teraba
pembesaran hepar 2 jari d bawah arcus Costa, schufneer 2 , dan
didapatkan edema kedua tungkai, HbsAg (+), HbeAg(+), HBV (+),
peningkatan JPV.

PENYEBAB PERDARAHAN…
DIAGNOSIS  SIROSIS HEPATIS
JAWABAN:
A. PECAHNYA PEMBULUH DARAH ESOFAGUS
• Pasien kemungkinan mengalami hematemesis
yang diakibatkan oleh pecahnya varises
esophagus.
• Adanya gambaran spider nevi, sklera ikterik
hepatosplenomegaly dan HbsAg (+)  sirosis
hepatis.
• Pada sirosis hepatis  hipertensi porta 
pelebaran dari vena esofagus.
• Jika tekanan portal terlalu besar  vena
tersebut akan pecah dan mengakibatkan
hematemesis pada pasien.
• Hepatitis B kronik  pasien kemungkinan
memang mengalami hep B kronik namun ini
bukan etiologi langsung terjadinya PVO.
• Peningkatan vena porta  hematemesis pada
pasien terjadi secara langsung akibat PVO.
• Sirosis hepatis  pada pasien memang terjadi
sirosis namun sebeb langsung hematemesis
adalah PVO.
HIPERTENSI PORTAL &
VARISES ESOFAGUS
• Hipertensi portal
mengakibatkan
varises di tempat
anastomosis
portosistemik:
– Hemoroid di
anorectal junction,
– Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
– Kaput medusa di
umbilikus.
3 Jalur Utama
Kolateral
Portosistemik
pada Sirosis
Hepatis dan
Komplikasinya
PVO (Pecahnya Varises Oesophagus)
• Salah satu komplikasi terbanyak ditemui pada
pasien gangguan hati, terutama sirosis hati
• 25-35% pasien sirosis hati  varises oesophagus
• Diagnosis PVO:
– Tanda2 perdarahan saluran cerna bagian atas, mis:
hematemesis, melena, anemia, penurunan tekanan
darah
– Tanda2 sirosis hati, mis: caput medusae,
gynecomastia, dll.
Kusumobroto H. Penatalaksanaan perdarahan varises esophagus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5.Interna Publising; 2009. h.222-6
Rupture of Esophageal Varices
• Rupture of esophageal varices is dependent on
variceal pressure.
• Increase in intra-abdominal pressure markedly
increases variceal pressure.
– Constipation and vomiting may precipitate
esophageal variceal bleeding.
– Cough is not unusual in liver cirrhosis patients, but
only severe cough can precipitate esophageal variceal
bleeding.
– Heavy alcohol binges may precipitate esophageal
variceal bleeding.
Liau WC, et al. Potential Precipitating Factors of Esophageal Variceal Bleeding: A Case – Control Study. Am J Gastroenterol 2011; 106:96–103
16
• Tn. Alice the Adorable Mystic, 35 tahun, datang ke RS karena
kemerahan pada wajah sejak 3 minggu terakhir. Pasien juga
mengeluh mudah lelah dan nyeri dan bengkak pada jari-jari
tangan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat,
ulkus superfisial pada palatum dan butterfly rash pada wajah.
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal.

TEMUAN LABORATORIUM…
DIAGNOSIS  SLE
JAWABAN:
A. PENURUNAN KADAR KOMPLEMEN C3 DAN C4
• Pada pasien ditemukan gambaran klasik berupa
rash yang fotosensitiv pada area malar wajah,
artritis dan ulkus pada mulut  SLE.
• Pada SLE terdapat produksi antibodi yang
menyerang komponen inti (ANA)/ Autoaintibodi
yang berikatan dengan antigen akan membentuk
imun kompleks  bersirkulasi dan terdeposit pada
berbagai organ serta menyebabkan aktivasi dari
komplemen.
• Aktivasi komplemen  menyebabkan turunnya
kadar serum komplemen.
• Peningkatan titer anti-cyclic citrulinated peptide
anitibody (Anti CCP)  ditemukan pada RA
• Peningkatan titer anti-mitohondrial antibody 
ditemukan pada primary biliary sirosis
• Kultur Neisseria Gonorrhea positif dari sediaan
swab serviks  tidak berhubungan dengan SLE
• Human Leukocyte Antigen-B27 (HLA B27) positif
 terkait dengan seronegative
spondiloartropati sepertii Ankylosing spondilits,
psoriatic artritis.
SLE
• Merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis  peradangan pada
kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh lainnya
• Kebanyakan mengenai
– wanita : pria 9-14:1
– usia reproduksi, 20 sampai 30 tahun
– kelompok kulit hitam dan Asia.
• Predisposisi yang ada pemicu kacaunya sistem toleransi
imunologis sehingga respon imun melawan antigen diri sendiri.
– Faktor genetik
– imunologik
– hormonal serta
– Lingkungan
Patogenesis
• Although the exact etiology of systemic lupus
erythematosus (SLE) remains obscure, it is clear that many
of the clinical manifestations of SLE are mediated directly
or indirectly by antibody formation and the creation of
immune complexes (IC).
• As an example, IC deposition and subsequent complement
activation in the kidney is responsible for much of the
tissue damage of lupus nephritis
• (IC have also been detected (by immunofluorescence
and/or electron microscopy) at the dermal-epidermal
junction in both skin lesions and normal skin, as well as in
the choroid plexus, the pericardium, and the pleural cavity.
Diagnosis
Immunologic Criteria
• ANA
• Anti-dsDNA (>2× laboratory reference range)
• Anti-Smith
• Antiphospholipid antibodies (lupus anticoagulant,
RPR, anti-cardiolipin IgA, IgG,IgM, anti-β2
glycoprotein IgA, IgG, IgM)
• Low complement
• Direct Coombs test in the absence of hemolytic
anemia.
17
• Tn. Wiro 212 Warrior, 40 tahun, datang dengan sesak
yang semakin memberat sejak 1 hari ini. Pasien memilki
riwayat penyakit jantung sejak 10 tahun SMRS dan tidak
teratur minum obat. Pada tanda vital didapatkan TD 80/50
mmHg, HR 80x/mnt dan akral dingin. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan JVP 5+4, rhonki +/+, ada s3 gallop.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  SYOK KARDIOGENIK
JAWABAN:
B. DOPAMIN
• Pasien kemungkinan mengalami syok
kardiogenik yang ditandai dengan adanya
sesak dan riwayat penyakit jantung dengan
pengobatan yang tidak teratur.
• Pada PF pasien mengalami hipotensi dan
akral dingin  TD sistolik 70-90 mmHg dan
tanda syok (+)  pemberian dopamine.
• Dobutamin  diberikan pada syok kardiogenik
dengan TD sistolik 70-90 dan tanda syok (-)
• Norepinefrin  diberikan pada syok
kardiogenik dengan TD sistolik < 70 mmHg
• Adrenalin  diberikan pada algoritma henti
jantung atau syok anafilaktik
• Sulfas Atropin  diberikan sebagai tatalaksana
bradikardia
18
• Tn. Yorn the Hotshot, 35 tahun, datang dengan keluhan
demam sejak 5 hari yang lalu. Demam turun pada pagi hari
dan meningkat pada sore dan malam disertai diare, mual,
muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan td: 120/80mmhg,
nadi: 80x/menit, rr: 20x/menit, suhu 38,5C dan lidah coated
tounge (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 13.000.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  DEMAM TIFOID
JAWABAN:
E. SIPROFLOKSASIN 1G PER HARI 14 HARI
• Dari gejala-gejala seperti demam terutama
pada sore hari, coated tongue dan
leukositosis, pasien kemungkinan
mengalami demam tifoid.
• Tatalaksana demam tifoid adalah dengan
pemberian antibotik.
• Pada pilihan jawaban  antibotik yang
tepat beserta dosisnya  Siprofloksasin 1g
per hari selama 14 hari.
• Kloramphenicol 3x 400 mg p.o selama 5 hari 
diberikan minimal 14 hingga 21 hari
• Cefiksim 1gr iv selama 14 hari  diberikan
2x200 mg 7-14 hari
• Amox 1gr iv selama 14 hari  diberikan 3 x 1
gram PO selama 14 hari
• Ampisilin 1gr iv selama 14 hari  diberikan 4x2
gram IV selama 14 hari
Demam Typhoid
• Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhi atau Salmonella partatyphii
• Gejala dan tanda klinis
– demam naik secara bertangga terutama pada sore dan malam
hari
– sakit kepala
– nyeri otot
– anoreksia, mual, muntah
– obstipasi atau diare, kesadaran berkabut,
– bradikardia relatif
– lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah,
serta tremor),
– hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen,
– roseolae (jarang pada orang Indonesia).
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
19
• Seorang laki-laki berusia 35 tahun, datang berobat dengan
keluhan rasa panas di dada sejak 6 bulan terakhir. Mual dan
muntah tidak ada. Keluhan disertai sering terasa asam dan
pahit pada tenggorokan. Pasien sudah mengonsumsi
omeprazole secara rutin selama 2 bulan namun keluhan masih
ada. Pada pemeriksaan fisis tidak didapatkan kelainan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  GERD
JAWABAN:
A. ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI
• Pasien mengalami GERD yang refrakter,
ditandai dengan keluhan yang masih ada
meskipun sudah mengonsumsi terapi PPI
empiris selama 2 bulan.
• Pada pasien ini terdapat indikasi untuk
dilakukan endoskopi, maka dipilih jawaban
A
• Barium esofagografi lebih diindikasikan pada
pasien dengan keluhan disfagiaapakah
terdapat sumbatan.
Penegakan
Diagnosis
Alarm symptoms
• Progressive dysphagia
• Odynophagia
• Unknown weight loss
• New onset anemia
• Hematemesis and/or
melena
• Familiy history with
malignancy of stomach
and/or esophagus.
• Persistent vomiting
GERD-Q
Frekuensi skor untuk
No. Pertanyaan
gejala
0 2-3 4-7
1 hari
hari hari hari
Seberapa sering Anda mengalami perasaan terbakar di bagian belakang
1. 0 1 2 3
tulang dada Anda (heartburn)
Seberapa sering Anda mengalami naiknya isi lambung ke arah
2. 0 1 2 3
tenggorokan/mulut Anda (regurgitasi)
Seberapa sering Anda mengalami nyeri ulu hati?
3. 3 2 1 0

Seberapa sering Anda mengalami mual?


4. 3 2 1 0

Seberapa sering Anda mengalami kesulitan tidur malam oleh karena rasa
5. 0 1 2 3
terbakar di dada (hearburn) dan/atau naiknya isi perut?
Seberapa sering Anda meminum obat tambahan untuk rasa terbakar di
6. dada (heartburn) dan/atau naiknya isi perut (regurgitasi), selain yang 0 1 2 3
diberikan oleh dokter Anda? (seperti obat maag yang dijual bebas)

• Poin GerdQ < 7  GERD may be unlikely


• Poin GerdQ 8-18  probably GERD

Konsensus Nasional Penatalaksanaan GERD di Indonesia. 2013


Indication for Endoscopy
• Endoscopy in GERD indicated for patients:
– Had alarm symptoms
– The patient does not respond to the PPI empirical
therapy with a dose of 2 times a day.

• Endoscopy in GERD
– The findings of reflux esophagitis has specificity of 90-
95% for GERD.
– Los Angeles or Savary-Miller classification for severity
of esophagitis.

ASGE. Gastrointest Endosc. 2007


Konsensus Nasional Penatalaksanaan GERD di Indonesia. 2013
GERD Classification
• Non-erosive reflux disease/NERD
– 60-70% of GERD
– Normal endoscopy

• Erosive esophagitis
– 20-30% of GERD
– Endoscopy found mucosal break in esophagus
20
• Ny. Lauriel, the Archangel, 40 tahun, datang dengan keluhan
demam sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri
abdomen kuadran kanan atas. Pemeriksaan vital sign
didapatkan tekanan darah 130/90mmHg, suhu 39°C, RR
16kali/menit, Nadi 92kali/menit. Pemeriksaan fisik didapatkan
Murphy sign (+), sklera ikterik (-). Pemeriksaan laboratorium
angka Leukosit 14.000/mm³.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KOLESISTITIS
JAWABAN:
C. KOLESISTITIS
• Pasien kemungkinan mengalami kolesistitis
yaitu peradangan pada kandung empedu
yang ditandai dengan demam, nyeri perut
kanan atas, murphy singn (+) dan
leukositosis.
• Kolelitiasis  batu pada empedu yang
ditandai dengan nyeri kolik.
• Koledokolitiasis  batu pada ductus koledokus
yang dapat menyebabkan kolestasis.
• Abses hepar  ditandai dengan demam dan
adanya Ludwig sign pada PF
• Kolangitis  trias charcot : demam, ikterik dan
nyeri perut kanan atas.
PENYAKIT HEPATOBILIER
Cholecystitis
• Cholecystitis is inflammation of the gallbladder that occurs
most commonly because of an obstruction of the cystic
duct by gallstones arising from the gallbladder
(cholelithiasis).
• Clinical symptoms of acute cholecystitis include abdominal
pain (right upper abdominal pain), nausea, vomiting, and
fever
• Jaundice may be noted in approximately 15% of patients
• Murphy’s sign are the characteristic findings of acute
cholecystitis.
• A positive Murphy’s sign has a specificity of 79%–96% for
acute cholecystitis.
Penyakit Hepatobilier
• Diagnosis kolesistitis:
– Murphy sign atau nyeri tekan
abdomen kanan atas
– Demam, leukositosis, atau
peningkatan CRP
– USG: ditemukan batu (90-95%
kasus), tanda inflamasi kandung
empedu (penebalan
dinding/double rim cairan
perikolesistik, dilatasi duktus
biliaris)

• Temuan lab lainnya:


– aminotransferase meningkat
sedang (biasanya <5 kali batas atas)
– Bilirubin meningkat ringan (<5
mg/dL), bila tinggi kemungkinan
koledokolitiasis

Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill


Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
Penyakit Hepatobilier
• Temuan USG kolesistitis:
– Sonographic Murphy sign
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke arah
kandung empedu)
– Penebalan dinding kandung
empedu (>4 mm)
– Pembesaran kandung
empedu (long axis diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
– Impacted stone,
pericholecystic fluid
collection
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat
Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
21
• Tn. Zill the Tempest, 21 tahun, datang ke RS dengan keluhan
nyeri saat BAK sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh
mengalami demam. Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/90
mmHg, HR 82x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,5C. Pada
pemeriksaan urin didapatkan bakteri gram negatif, tidak
bergerak, tidak berspora, berkapsul, dapat tumbuh dimedia
yang mengandung glukosa dan laktosa.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  URETHRITIS
JAWABAN:
B. E.COLI
• Pasien datang dengan nyeri pada saat BAK dan
ditemukan adanya bakteri pada pemeriksaan
urin.
• Dari gambaran tersebut pasien kemungkinan
mengalami ISK berupa urethritis.
• Bakteri gram negative, tidak bergerdak, tidak
berspora ataupun berkapsul dan dapat
memfermentasi gula  bakteri E.coli
• Kliebsiella  memiliki karakteristik yang sama
dengan E.coli namun biasnaya menyebabkan
ISK nosocomial dan pneumonial
• Pseudomonas  tidak bisa memfermentasi
laktosa, menyebabkan pneumonia, sepsis, ISK
• Streptococcus  gram +, menyebabkan
meningitis, OMA, pneumonia, faringitis,
sinusitis
• Staphylococcus  gram +, menyebabkan infeksi
kulit, pneumonia dan septic arthritis
22
• Seorang pasien perempuan berusia 27 tahun berobat ke poliklinik.
Pasien mengeluh sejak 3 hari yang lalu ia diare, feses berlendir darah.
Pasien suka makan lalap. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital dalam batas normal, jantung, paru tidak ada kelainan. Pemeriksaan
feses didapatkan secara makroskopis feses lendir darah, mikroskopis
ada eritrosit, dan mikroorganisme bulat-bulat kecil berisi eritrosit.
Kristal Charcot Leyden (+).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DISENTRI AMUBA
JAWABAN:
D. DISENTRI AMOEBA OLEH ENTAMOEBA HISTOLYTICA
• Keluhan diare lendir darah dan pada
pemeriksaan feses didapatkan
mikroorganisme bulat kecil berisi eritrosit.
• Mikroorganisme yang dimaksud
kemungkinan besar adalah Entamoeba
hystolitica.
• Kristal Charcot Leyden dapat ditemukan
pada infeksi parasite.
• Sehingga jawaban yang tepat adalah  D.
Disentri amoeba oleh Entamoeba
histolytica
• Entamoeba coli adalah flora normal usus yang
tidak memiliki patogenisitas.
Amoebiasis ec E. Histolitica

AMOEBIASIS AMOEBIASIS
INTESTINAL EKSTRAINTESTINAL
• Masa inkubasi: 8 hari hingga • Abses liver
beberapa bulan
• Kolitis amuba: nyeri perut • Penyakit pleuropulmonal
kuadran bawah, distensi
• Peritonitis
• Tahap Akut • Perikarditis
– Diare dengan epitelium (tanpa
darah, nyeri perut, << BB, flatulens • Abses otak
dan konstipasi
• Penyakit genitourinaria
• Infeksi Berat
– 10-20 hari
– Diare dengan epitelium dan darah,
nyeri perut (mulas), dehidrasi dan
demam
Amoebiasis
ALUR INFEKSI

• Kista infektif (kista


matang, berinti 4)
tertelan  Ekskistasi di
ileum terminal/ kolon
 trofozoit (bentuk
invasif)  penetrasi
dan invasi ke mukosa
kolon  destruksi
jaringan, diare
berdarah, dan kolitis

• Trofozoit juga bisa


menyebar secara
hematogen lewat
sirkulasi portal ke hati
atau organ jauh
http://emedicine.medscape.com/article/212029-overview
Siklus Hidup E. Histolitica

Division of
Excystatiton in
Ingestion of quadrinucleate cyst
small
cysts into 4 and then 8
intestine
trophozoites

Trophozoites
Excretion of
Encystation move to
cysts
colonize colon

Ingestion of
cysts by the
patient
Amoebiasis: Diagnosis
• Laboratorium
– Leukositosis tanpa eosinofilia (80%)
– Peningkatan alkaline phosphatase (80%)
– Peningkatan kadar transaminase dan bilirubin
– Penurunan albumin dan anemia

• Mikroskopik  terlampir

• Feses: adanya bentuk tropozoit dan kista

• Pewarnaan Lugol pada jaringan terinfeksi

• USG
– Abses hati amoeba: lesi bulat hipoekoik homogen soliter di
aspek posterior lobus kanan hati (70-80%)
http://emedicine.medscape.com/article/212029-workup#c7
Amoebiasis: Gambaran Mikroskopik
Kista Imatur Trofozoit dari
Entamoeba Entamoeba histolytica
histolytica (kista
matur memiliki 4
nuklei)

Sel darah Central Kristal Charcot-


merah Karyosome Leyden
23
• Tn. Thane the Legendary Monarch, 45 tahun,
datang untuk cek up ke RS. Saat ini pasien tidak
keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 82x/mnt dan RR 20x/mnt.

PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  VES
JAWABAN:
C. EKOKARDIOGRAFI
• Dari gambaran EKG pasien mengalami
irama berupa ventricular ekstrasistol (VES).
• VES dapat disebabkan oleh gangguan
structural pada jantung  etiologi nya
adalah dengan melihat apakah ada
kelainan struktur jantung  pemeriksaan
ekokardiografi.
• Holter Monitor  merupakan monitoring EKG
24 jam yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosis VES. Pada pasien diatas diagnosis VES
sudah tegak.
• Enzim jantung  dapat diperiksa jika ada
kecurigaan ke arah infark miokard.
• BNP  untuk membantu diagnosis gagal
jantung kongestif
• CT scan  tidak perlu jika tidak ada indikasi
PVC/VES

• PVCs are ectopic impulses originating from an area distal to the His
Purkinje system.
• Most common ventricular arrhythmia.
• Significance of PVCs is interpreted in the context of the underlying
cardiac condition.
• Ventricular ectopy leading to ventricular tachycardia (VT), which, in
turn, can degenerate into ventricular fibrillation, is one of the
common mechanisms for sudden cardiac death.
• The treatment paradigm in the 1970s and 1980s was to eliminate
PVCs in patients after myocardial infarction (MI).
PVC
Pathophysiology
• Three common mechanisms exist for PVCs:
• Automaticity : The development of a new site of
depolarization in non-nodal ventricular tissue.
• Reentry circuit : Reentry typically occurs when
slow conducting tissue (post-infarction
myocardium) is present adjacent to normal
tissue.
• Triggered activity : After depolarization can occur
either during (early) or after (late) completion of
repolarization.
.
Etiologi
Cardiac Causes Non-cardiac Causes
• Acute myocardial infarction • Electrolyte disturbances
• Valvular heart disease, (hypokalemia, hypomagnesemia, or
especially mitral valve hypercalcemia)
• prolapse • Medications (eg, digoxin, tricyclic
• Cardiomyopathy (ischemic, antidepressants, aminophylline,
dilated, hypertrophic, amitriptyline, pseudoephedrine,
• infiltrative) fluoxetine)
• Myocardial stretch • Other drugs (eg, cocaine,
• Cardiac contusion amphetamines, caffeine, alcohol)
• Bradycardia • Anesthetics
• Tachycardia (high- • Surgery
catecholamine state)
• Infection
• Stress
PVC
Clinical Presentation Physical Examination
• Variable or decreased intensity of heart
• Palpitations sounds.
• Lightheadedness • The augmented beat following a
• Fatigue dropped beat (pause) heard frequently.
• The follow-up beat after a VPC is
• Sustained stronger due to the post-extra systolic
tachycardia is not compensatory pause, allowing greater
uncommon left ventricular (LV) filling, causing
• True syncope is greater intensity of that beat.
infrequently seen • Conversely, the VPC itself may be
underperfused and consequently not
perceived by radial pulse, resulting in a
spurious documentation of bradycardia
PVC
Classification
• PVCs may be uniform (same form) or multiform (different forms).
• Classification according to frequency:
 Frequent - 10 or more PVCs per hour (by Holter monitoring) or 6 or
more per minute
 Occasional - Fewer than 10 PVCs per hour or fewer than 6 per
minute
• Classification according to relationship to normal beats:
 Bigeminy - Paired complexes, VPC alternating with a normal beat
 Trigeminy - VPC occurring every third beat (2 sinus beats followed
by VPC)
 Quadrigeminy - VPC occurring every fourth beat (VPC following 3
normal beats)
 Couplet - 2 consecutive PVCs
Evaluasi
• focus on documenting their presence or
absence with an electrocardiogram (ECG) or
some form of ambulatory cardiac monitoring.
• Once VPBs have been identified, an additional
evaluation should be performed focusing on
the presence or absence of underlying
structural heart disease.
Evaluasi
For patients in whom otherwise unexplained VPBs have been
identified, the following evaluation should be performed:
• 24-hour ambulatory (Holter) monitor to quantify the
frequency of VPBs and determine if they are monomorphic
or multimorphic.
• Echocardiography to assess cardiac structure and function.
• Exercise treadmill stress test to evaluate the response of
the VPBs to exercise, determine the VPB morphology,
determine if sustained or nonsustained ventricular
tachycardia (VT) can be induced with exercise, as well as to
screen for underlying ischemia.
Tatalaksana
Absence of structural heart disease
 Asymptomatic = require no therapy.
 Symptomatic PVCs = patient education and reassurance, avoidance
of aggravating factors , and anxiolytic drugs if needed
 Beta-blockers and non-dihydropyridine calcium channel blockers
 Anti-arrhythmic therapy is only used to prevent symptoms.

Presence of underlying heart disease


 Treatment of transient ischemia.
 Optimal treatment for congestive heart failure (CHF), CAD, or both
should be instituted.
 Maintain electrolyte balance.
 Blood pressure control
24
• Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke UGD dengan
keluhan muntah darah hitam seperti aspal. Pemeriksaan
fisik didapatkan spider naevi (+). Dilakukan endoskopi dan
ditemukan varises esofagus. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan SGOT 150, SGPT 153. Serologi
Hbsag (-) anti HAV (+) anti HCV (+).
ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  HEPATITIS C
JAWABAN:
C. HEPATITIS C
• Pasien muntah darah dengan ditemukan
spider nevi dan varises esofagus yang
merupakan stigmata dari sirosis hepatis.
• Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh
berbagai macam hal, pada pasien
kemungkinan  hepatitis C  didapatkan
anti HCV positif.
• Pilihan jawaban lain tidak tepat
Sirosis Hepatis
• Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik
progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodul regeneratif.
• Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
– Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis, namun
dapat ditemukan gejala awal mudah lelah, lemas, nafsu
makan berkurang, mual, BB turun
– Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
(komplikasi gagal hati dan hipertensi porta)
• Etiologi:
- Alkohol, hepatitis, biliaris, gagal jantung, metabolik, obat
- Etiologi tersering di Indonesia: hepatitis B (40-50%)

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


Patofisiologi
Hepatitis
Hepatitis C
 90% transfusion,
50% IDU
 Little evidence of
sexual or perinatal
transmission
 Incubation 1-5 (2)
mo
 Acute infection:
 75% subclinical
 25% jaundice
 Chronicity
 50%
 Cirrhosis: 20% of
chronic
25
• Ny. Violet the Pistol Assassin, 47 tahun, datang
dengan keluhan mual dan nyeri ulu hati sejak 1
bulan terakhir. Pasien rutin mengonsumsi asam
mefenamat untuk keluhan nyeri lututnya. Pasien
teratur makan 3x/hari dan tidak suka konsumsi
makanan pedas ataupun asam.

PENYEBAB KELUHAN…
DIAGNOSIS  GASTROPATI NSAIDS
JAWABAN:
E. EFEK SAMPING
• Pasien kemungkinan mengalami gastropati
NSAIDS akibat konsumsi asam mefenamat.
• Asam mefenamat merupakan COX 1 inhibitor
yang dapat menghambat produksi
prostaglandin sehingga dapat mengurangi
nyeri.
• Akan tetapi obat ini juga memiliki  efek
samping ke gaster karena menghalangi
produksi prostaglandin yang berguna untuk
melapisi gaster.
• Toleransi  konsep farmakologis yang
menggambarkan reaksi yang berkurang dari subyek
terhadap obat setelah penggunaannya yang
berulang
• Toksisitas  kemampuan bahan obat untuk
menyebabkan kerusakan/injuri jika dosisnya
berlebihan
• Interaksi  perubahan efek obat ketika dikonsumsi
bersamaan dengan obat lain atau dengan makanan
dan minuman tertentu.
• Resistensi  ketika mikrorganisme tidak bisa
dieradikasi dengan antibiotik tertentu
Gastropati NSAID
• Patogenesis gastropati NSAID
inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang
merupakan gastroprotektif  menghambat produksi
mukus pada gaster
permeabilisasi membran  disrupsi pertahanan
epitelial
produksi mediator proinflamatorik

• Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat


bermanifestasi sebagai ulkus peptikum
Gastropati NSAID
26
• Tn. Chaugnar Herald of the Void , 45 tahun, datang dengan keluhan
batuk-batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk disertai dahak warna
kuning, terkadang ada bercak darah, terdapat penurunan BB 3 kg
dalam 1 bulan terakhir, nafsu makan menurun. Keluhan disertai
demam saat malam hari dan keringat malam hari. Pasien belum
pernah mendapatkan terapi. Pada pemeriksaan didapatkan TD 120/90
mmHg, HR 78x/menit, RR 24x/menit, S37C. Pemeriksaan fisik paru
ditemukan rhonki +/-, wheezing +/-.

MONITORING…
DIAGNOSIS  TB PARU
JAWABAN:
C. PADA AKHIR FASE INTENSIF, AKHIR BULAN KE 5,
AKHIR PENGOBATAN TB
• Pasien mengalami Tuberkulosis atas dasar
batuk-batuk lama, BB turun dan keringat
malam.
• Pada pengobatan TB dengan OAT, evaluasi
dapat dilakukan pada akhir fase intensif,
akhir bulan ke 5, akhir pengobatan TB
• Pilihan jawaban lain tidak tepat
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
Tuberculosis
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada

Nasional 2016
TB MDR XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
27
• Tn. Chaugnar Herald of the Void, 30 tahun, datang dengan keluhan
demam sejak ± 5 hari yang lalu. Keluhan demam muncul mendadak
pasien juga mengeluhan BAK sedikit dan berwarna kecoklatan. Tanda
vital 110/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 30x/mnt, suhu 39C, sklera ikterik
(+), injeksi konjungtiva (+), nyeri pada M. gastrocneminus dextra (+).
Pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis, hyperbilirubinemia dan
peningkatan cratinin kinase.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  WEIL DISEASE
JAWABAN:
B. L.INTERORGANS
• Pasien kemungkinan mengalami
leptospirosis yang ditandai dengan adanya
demam, ikterik dan nyeri gastrocnemius.
• Ikterik leptospirosis atau disebut juga
dengan Weil Disease merupakan bentuk
berat dari infeksi kuman  Leptospira
Interogans.
• M. Leprae  menyebabkan kusta
• E.coli  penyebab ISK dan diare
• N. Meningiditis  dapat menyebabkan
meningitis
• L. Pneumophila  menyebabkan pneumonia
atipikal
Leptospirosis
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs

Multiplication can cause:


• Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
• Uremia & bacteriuria in the kidney
• Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
• Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Leptospirosis
• Anicteric leptospirosis (90%), • Icteric leptospirosis or Weil's
follows a biphasic course: disease (10%), monophasic
– Initial phase (4–7 days): course:
• sudden onset of fever,
• severe general malaise, – Prominent features are renal and
liver malfunction, hemorrhage
• muscular pain (esp calves), and impaired consciousness,
conjunctival congestion,
• leptospires can be isolated from – The combination of a direct
most tissues. bilirubin < 20 mg/dL, a marked 
in CK, &  ALT & AST <200 units is
– Two days without fever follow. suggestive of the diagnosis.
– Second phase (up to 30 days): – Hepatomegaly is found in 25% of
• leptospires are still detectable in cases.
the urine.
• Circulating antibodies emerge, – Therapy is given for 7 days :
meningeal inflammation, uveitis & • Penicillin (1.5 million units IV
rash develop. or IM q6h) or
– Therapy is given for 7 days: • Ceftriaxone (1 g/d IV) or
• Doxycycline 2x100 mg (DOC) • Cefotaxime (1 g IV q6h)
• Amoxicillin 3x500 mg
• Ampicillin 3x500 mg
Pemeriksaan
• Serological tests are used most frequently for diagnosis of
leptospirosis. Assays include the microscopic agglutination
test, macroscopic agglutination test, indirect
hemagglutination, and enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA).
• MAT is considered a reference standard for development
of other assays.
• Culture — Leptospirosis can be confirmed by culture of the
organism from clinical specimens in appropriate media if
antibiotic therapy has not been administered before
samples are taken. Blood and CSF specimens are generally
positive during the first 10 days of the illness. Blood culture
is insensitive; isolation of the organism is successful in 5 to
50 percent of cases and may take several weeks
28
• Tn. Lumburr the Elemental, 38 tahun, datang ke RS dengan keluhan
nyeri pada perut dan diare sejak 1 tahun terakhir. Pasien mengatakan
BB turun 10 kg walau nafsu makan normal. Pasien memiliki kebiasan
makan dengan diet seimbang yang terdiri dari buah, sayur, daging,
gandum dan produk susu. Pasien gemar mengkonsumsi alcohol jika
sedang nongkrong dengan teman-temannya. Pada pemeriksaan tanda-
tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan elektrolit, darah
rutin dan fungsi tiroid dalam batas normal.

PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  MALABSORBSI
JAWABAN:
E. ANALISA FESES DENGAN PEWARNAAN SUDAN III
• Pasien kemungkinan malabsorbsi  berat badan turun walaupun
asupan makanan cukup.
• Malabsorbsi  gangguan sekresi pancreas (pankreatitis kronis,
gangguan mukosa usus (celiac disease, IBD) atau infeksi parasite
(Giardiasis).
• Lemak  makronutrient yang proses pencernaannya kompleks
sehingga jika terjadi malabsorbsi maka penyerapan lemak akan
terpengaruh lebih dulu.
• Adanya gangguan absorbsi lemak akan mengakibatkan steatorea 
dideteksi pada feses dengan pewarnaan sudan III.
• Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang cepat dan mudah
untuk menkonfirmasi adanya gangguan penyerapan lemak sehingga
diagnosis malabsorbsi dapat ditegakkan.
• USG abdomen  untuk melihat tanda-tanda ke
arah pankreatitis kronik
• Kolonoskopi  untuk melihat IBD
• Biopsi jejunum  untuk menegakkan diagnosis
celiac disease
• Analisa feses untuk melihat telur dan parasite
 jika curiga ke arah infeksi giardia atau
Cryptosporidium
Sindrom Malabsorbsi
LOSS OF INGESTED MATERIALS IN STOOL

BOWEL DISEASE ORAL INTAKE OF SUBSTANCES


Normal nutrients THE BOWEL CANNOT ABSORB
not absorbed Magnesium
Sorbitol
Lactulose

Either process may generate diarrhea if:


1. Enough osmotically active molecules reach the
colon
2. Malabsorbed molecules stimulate colon/SB ion
secretion (long-chain fatty acids, bile acids)
Clinical Clues to Nutrient Malabsorption
Steatorrhea
Normal digestion:
a play in 3 acts

• Luminal digestion (pancreatic enzymes)


• Mucosal digestion (small bowel brush border
enzymes)
• Mucosal absorption (small bowel mucosa,
lymphatics)
Examples of Malabsorption

• Luminal Maldigestion: Fat


– Chronic pancreatitis
• Mucosal Maldigestion: Disaccharide
– Lactase deficiency
• Mucosal Maldigestion/Malabsorption:
– Celiac sprue
– Bacterial overgrowth
Luminal Digestion of Fat
• Requires pancreatic lipases

• Requires conjugated bile acids (salts) from the


liver

• No small intestinal back-up available


Tests of Malabsorption
• Screening tests – simple, cheap, fast
– Stool smear with fat stain
– CBC for evidence of anemia
– Cholesterol/carotene blood levels
– Stool osmotic gap for carbohydrates
– Weight loss/clinical clues
American Gastroenterological Association
29
• Tn. Y'bneth the Old Growth, 52 tahun, datang ke RS dengan keluhan demam,
sesak dan penurunan nafsu makan sejak 2 minggu smrs. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan TD 140/80 mmHg, HR 110x/mnt dan suhu 39C. Pasien
memiliki riwayat murmur jantung berupa murmur ejeksi sistolik pada ICS 2
kanan. Saat ini terdengar murmur baru berupa murmur diastolic pada ICS 3
garis parasternal kiri. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,3 g/dL
dan leukosit 16.500/mm3. Pada kultur darah ditemukan Streptococcus
gallolyticus (S. Bovis).

KONDISI YANG BERKAITAN…


DIAGNOSIS  ENDOKARDITIS INFEKTIF
JAWABAN:
A. CA COLON
• Adanya demam, sesak dan penurunan nafsu makan, yang
disertai dengan murmur ejeksi sistolik pada ICS 2 kanan,
peningkatan kadar leukosit serta ditemukannya
Streptococcus gallolyticus pada kultur darah 
endocarditis infektif.
• Streptocococcus gallolyticus  organisme normal di
saluran cerna dan bacteremia atau endocarditis yang
disebabkan oleh S gallolyticus  berhubungan dengan
kanker colon pada 25% kasus.
• Setiap pasien dengan bakteremia oleh S gallolyticus harus
diperiksa kemungkinan adanya keganasan saluran
gastrointestinal
• Penggunaan obat-obatan Intravena  biasanya
menyebabkan right sided endocarditis akibat
Staphlococcus aureus
• Ca Paru dan ISK  tidak berhubungan dengan
endocarditis infektif
• Infeksi pada mulut  berhubungan dengan
Streptococcus viridans
Endokarditis Infektif
• Infeksi mikroba pada permukaan endotel jantung
• Endokarditis infektif berisiko pada pasien dengan
– Katup prostetik atau materi prostetik untuk repair
katup jantung
– Riwayat EI sebelumnya
– Penyakit jantung kongenital
– Menjalani prosedur tertentu khususnya prosedur
pada daerah gigi dan mulut
Endokarditis Bakterialis
Endokarditis infektif
• Fever, possibly low-grade and intermittent, is present in
90% of patients with IE.
• Heart murmurs are heard in approximately 85% of patients.
• One or more classic signs of IE are found in as many as 50%
of patients. They include the following:
– Petechiae: Common, but nonspecific, finding
– Subungual (splinter) hemorrhages: Dark-red, linear lesions in
the nail beds
– Osler nodes: Tender subcutaneous nodules usually found on the
distal pads of the digits
– Janeway lesions: Nontender maculae on the palms and soles
– Roth spots: Retinal hemorrhages with small, clear centers; rare

http://emedicine.medscape.com/article/216650-overview
30
• Tn. Mganga the Unspeakable, 20 tahun, mengalami penurunan kesadaran. Wajah dan
badan pasien penuh dengan cairan muntahan. Sekitar 4 jam sebelumnya masih normal
• TD 120/80 mmHg, RR 26x/mnt, HR 102x/mnt dan suhu 36,8C.
• Pasien sulit untuk dibangunkan dan tidak menjawab pertanyaan. Pemeriksaan kardio
dan paru, abdomen tidak didapatkan kelainan. Tidak ada deficit neurologis fokal
• Na 136 mEq/L, Cl 91 mEq/L, bikarbonat 6 mEq/L, ureum 92 mg/dL, creatinine 1,9
mg/dL, GDS 80 mg/dL, asam laktat normal, osmolaritas serum 380 mOsm/kg, pada
analisis gas darah didapatkan pH 7.19, PO2 110 mmHg, PCO2 20 mmHg.
• Terdapat riwayat penggunaan alcohol berat.
• Pasien dicurigai mengalami intoksikasi dan diberikan antidotum yang sesuai.

MEKANISME KERJA ANTIDOTUM…


DIAGNOSIS  INTOKSIKASI ALKOHOL
JAWABAN:
C. MENURUNKAN KONVERSI RACUN MJD METABOLIT YG
TOKSIK
• Pasien mengalami gangguan kesadaran, AKI,
metabolic asidosis dengan riwayat peminum
alcohol.
• Pasien  mengalami intoksikasi alcohol
dalam bentuk ethanol walapun keracunan
methanol juga belum dapat disingkirkan.
• Ethanol dan methanol dapat menjadi
metabolic toksik saat dimetabolisme tubuh.
• Fomepizole merupakan inhibitor kompetitif
dari alcohol dehydrogenase, sehingga menjadi
antidotum pilihan pada intoksikasi alcohol.
• Fomepizol dapat menurunkan konversi
alcohol menjadi metabolit beracun dalam
tubuh.
• Berikatan dengan racun yang ada di dalam
darah  cara kerja dari deferoxamine
• Berikatan secara kompetitif dengan receptor
pada permukaan sel  cara kerja dari naloxone
• Mencegah penyerapan racun di
gastroinstestinal  merupakan kerja dari arang
aktif (activated charcoal)
• Meningkatkan detoksifikasi racun di hepar 
cara kerja dari N asetilsistein
ILMU BEDAH
31
• Anak laki-laki, 5 tahun, keluhan tidak bisa BAK sejak
1 hari yang lalu
• PF: anak rewel dan ttv dbn
• Status lokalis: penis tampak membengkak
kemerahan dan preputium tidak dapat ditarik
kearah proksimal
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  BALANITIS
JAWABAN:
E. BALANITIS
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah
Balanitis, atas dasar adanya:
– Anak laki-laki, 5 tahun, keluhan tidak bisa BAK
sejak 1 hari yang lalu
– PF: anak rewel dan ttv dbn
– Status lokalis: penis tampak membengkak
kemerahan dan preputium tidak dapat ditarik
kearah proksimal
• Balanitis yang merupakan salah satu
komplikasi dari fimosis
• Pada fimosis tidak didapatkan keluhan tidak
bisa BAK, yang biasa dikeluhkan adalah saat
BAK penis tampak menggelembung
• Pada parafimosis, preputium tidak dapat ditarik
kembali ke arah distal, sehingga menjepit glans
penis
• Pada Epispadia, OUE pada bag. Dorsal penis
• Pada Hipospadia, OUE pada bag. Ventral penis
Balanitis
Definisi
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
• Balanitis (inflammation of
the glans)
• Posthitis (inflammation of
the foreskin)
• More likely to affect boys
under four years of age
• Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
• Complication:
– Often causes later adhesions
or phimosis
Phimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
koronarius
• Komplikasiinfeksi
• Gawat darurat bila
– Balanitis
– Obstruksi vena
– Postitis superfisial  edema dan
– Balanopostitis nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6 • Treatment
weeks) for spontaneous – Manual reposition
retraction – Dorsum incision
– Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi
Fimosis
• Prepusium penis yang tidak
dapat diretraksi ke proksimal
sampai korona glandis.

• Dialami sebagian besar bayi


karena terdapat adhesi
alamiah antara prepusium
dengan glans penis. Adhesi
tersebut mulai terpisah seiring
bertambah usia.

• Bila tidak ada keluhan, masih


dapat dianggap fisiologis
hingga usia 3-4 tahun.
Komplikasi Fimosis &
Tatalaksana Fimosis
Patofisiologinya
• Steroid topikal selama 1-2
• Ujung prepusium bulan
menyempit, • Dorsal slit (sudah tidak
– Smegma >>  benjolan banyak dipakai)
lunak di ujung penis. • Sirkumsisi
– Pancaran urin kecil  urin
terkumpul di sakus
• Retraksi paksa tidak
prepusium  penis boleh dilakukan  risiko
tampak menggelembung infeksi dan sikatriks
saat BAK.
– Higiene berkurang 
infeksi prepusium
(postitis), infeksi glans
(balanitis), balanopostitis.
Forceful Retraction
PAIN

Glans
becomes raw
with bleeding

Now…Mom has to retract


2-3/day to prevent adhesions

Real Adhesions will form


So…Mom will stop retracting
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
32
• Laki-laki, 54 tahun, keluhan nyeri perut bawah disertai kencing
bercampur darah sejak 30 menit yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas.
• TTV: TD 100/90 mmHg, FN 100x/menit, FP 28x/menit, dan S 37,5°C
• PF: hematom area suprapubik dan nyeri tekan
• CT sistografi: gambaran laserasi sepanjang 3 cm yang menyebabkan
ekstravasasi kontras antara lumen usus dan fasia pararenal anterior

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TUMOR BULI TIPE IV
JAWABAN:
D. TUMOR BULI TIPE IV
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah
Tumor Buli tipe IV, atas dasar adanya:
– Laki-laki, 54 tahun, keluhan nyeri perut bawah disertai
kencing bercampur darah post KLL
– TD 100/90 mmHg, FN 100x/menitTanda-tanda syok
– PF: hematom area suprapubik dan nyeri tekan
– CT sistografi: gambaran laserasi sepanjang 3 cm yang
menyebabkan ekstravasasi kontras antara lumen usus
dan fasia pararenal anterior
• Tipe I
– HematomKontusio, hematom intramural
– LaserasiPartial thickness
• Tipe II  Laserasi
– Ekstraperitoneal laserasi dinding vesika < 2cm
• Tipe III Laserasi
– Ekstraperitoneal (> 2cm)
– Intraperitoneal dinding vesika (<2cm)
• Tipe V
– Intraperitoneal atau ekstraperitoneal dinding vesika
yang meluas sampai ke bladder neck atau ureteral
orifice (trigone)
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
33
• Wanita, 33 tahun, dengan benjolan di payudara kiri
sejak 1 tahun kadang terasa nyeri.
• Benjolan nyeri terutama saat menjelang haid
• PF: massa, konsistensi lunak, berbatas tegas, dapat
digerakkan, nyeri tekan (+), tidak terdapat ulserasi

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FIBROCYSTIC DISEASE
JAWABAN:
C. FIBROCYSTIC DISEASE
• Pasien mengeluh adanya Massa payudara
dengan konsistensi lunak, berbatas tegas
dan dapat digerakan menunjukkan tumor
bersifat jinak.
• Tumor jinak payudara dengan ciri khas nyeri
terutama saat haid ialah fibrocyctic
disease.
• Pilihan DTerdapat nipple discharge
• Pilihan E Pertumbuhan tumor yang sangat
cepat membesar, dan asimetris
Fibrocystic Disease
• Dikenal juga sebagai mammary displasia
• benjolan payudara yang sering dialami oleh
sebagian besar wanita.
• Benjolan ini harus dibedakan dengan
keganasan.
• Umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50
tahun (>50%).
• Ditandai penambahan jaringan fibrous dan
glandular.
Gejala dan Tanda
• benjolan fibrokistik biasanya multipel dan keras
• adanya kista, fibrosis,
• benjolan konsistensi lunak, terdapat penebalan
• Nyeri payudara siklikperubahan hormon
estrogen dan progesteron.
• Biasanya payudara teraba lebih keras dan membesar
sesaat sebelum menstruasi
• Menghilang seminggu setelah menstruasi selesai.
• Benjolan biasanya menghilang setelah wanita
memasuki fase menopause.
Diagnosis
• Evaluasi harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan.
• Apabila didapatkan benjolan difus (tidak memiliki
batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar
payudara tanpa ada benjolan yang dominan,
• Diperlukan pemeriksaan USG, mammogram dan
pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi
berikutnya.
• Apabila keluar cairan dari puting, baik bening,
cair, atau kehijauan, sebaiknya diperiksakan
tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan.
• USG:
– Multiple cysts
– Well circumscribed
thins walls
– Increased fibrous
stroma
• Mammogram
– Gambaran
kista dengan
penambahan
jaringan
fibrosa.
The Breast Lump
34
• Wanita, 26 tahun, dengan nyeri perut memberat sejak 1 jam yang lalu
• disertai demam terutama sore dan malam hari sejak 2 minggu yang lalu
• disertai diare sejak satu minggu terakhir ini
• TTV: TD 110/70 mmHg, nadi 80x/ menit, RR 24x/ menit, dan suhu 38OC.
• PF: pekak hati yang menghilang
• Hasil foto polos abdomen: udara bebas antara hati dan diafragma

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PERFORASI USUS
JAWABAN:
C. PERFORASI USUS
• Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah
Perforasi Usus, atas dasar adanya:
– Nyeri perut memberat sejak 1 jam yang lalu
– demam terutama sore dan malam hari sejak 2 minggu
yang lalu
– disertai diare sejak satu minggu terakhir ini
– suhu 38OC.
– PF: pekak hati yang menghilang
– Hasil foto polos abdomen: udara bebas antara hati dan
diafragmaPneumoperitoneum
• Pelvic inflammatory disease
• Appendisitis
• Abses Hepar
• Penyakit Chrons

• Dari Pilihan jawaban diatas, tidak memberikan


gambaran pneumoperitoneum pada hasil RO,
sehingga dapat disingkirkan
Pneumoperitoneum
• Udara bebas intraperitoneum atau ekstraluminer
• Causa :
- Robeknya dinding saluran cerna (trauma, iatrogenik, kelainan
di saluran cerna),
- Tidakan melalui permukaan peritoneal (transperitoneal
manipulasi, endoscopic biopsy, abdominal needle biopsy)
- Intraperitoneal ( gas forming peritonitis, ruptur abses )
Gambaran Radiologi : • Biasanya menggunakan
• Cupula sign 2 proyeksi foto :
• Foot ball sign - FPA supine
- X Torak erect atau left
• Double wall sign /Rigler lateral decubitus
sign
• Ligamentum falciforum
sign
• Umbilical sign
• Urachus sign
Falciform Ligament
Sign

Cupula sign

Cupula sign Football sign


35
• Laki-laki, berusia 30 tahun, datang setelah kecelakaan.
• Pasien kesakitan pada tungkai kiri karena terbentur
aspal.
• TTV dalam batas normal
• PF: tungkai didapatkan adduksi dan endorotasi tungkai
kiri.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DISLOKASI PANGGUL POSTERIOR
JAWABAN:
A. DISLOKASI PANGGUL POSTERIOR
• Diagnosis pada kasus ini adalah dislokasi
panggul posterior karena
• posisi dari panggul pasien adduksi disertai
dengan endorotasi tungkai kiri,
• dengan riwayat kecelakaan lalu lintas
sebelumnya.
• Posisi pada dislokasi panggul anterior: panggul
abduksi dan eksorotasi tungkai
– Secara epidemiologis dislokasi panggul anterior juga
jarang terjadi.
• Fraktur pada kasus ini dapat disingkirkan karena
tidak adanya deformitas dari tungkai dan tidak
ditemukan krepitasi.
• Ankle sprain  tidak sesuai dengan posisi
anatomis dari gejala yang ada pada soal.
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
• Nyeri pada sendi
panggul
• Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
• The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
36
• Perempuan, 37 tahun, dengan keluhan nyeri seluruh perut sejak 3 hari
yang lalu
• Nyeri dimulai di ulu hati kemudian menyebar ke seluruh perut
• Pasien tampak berkeringat dan letargi
• Dia selalu mengonsumsi aspirin untuk sakit kepalanya.
• TTV: TD 110/80 mmHg, nadi 100 kali/ menit, dan suhu 38,4OC.
• PF: nyeri tekan, nyeri lepas dan kram otot abdomen. Perut kembung
dan bising usus menurun. Batas paru – hepar menghilang

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  PERITONITIS
JAWABAN:
B. SECONDARY PERITONITIS
• Perempuan, usia 37 tahun, dengan keluhan
nyeri seluruh lapang abdomen sejak 3 hari
yang lalu. PF: nyeri tekan dan nyeri lepas,
kram otot perut (mungkin maksudnya defans
muskular). Batas paru hepar menghilang.
• Dengan adanya gejala dan tanda diatas
diagnosis  peritonitis sekunder akibat
perforasi gaster dengan etiologi gastritis erosif
yang disebabkan pemakaian aspirin jangka
panjang.
• Primary peritonitis/ spontan peritonitis 
peritonitis dengan absen-nya tanda-tanda infeksi
bakteri intra-abdomen.
• Faecal peritonitis  peritonitis yang disebabkan
masuknya feses ke dalam rongga peritoneum dari
lumen usus.
• Chemical peritonitis  peritonitis yang disebabkan
oleh non-infectious agent, mis: antibiotik, larutan
dialisis, massa tumor/ kista yang lisis saat
pembedahan.
• Foreign body peritonitis  peritonitis yang
disebabkan oleh benda asing yang masuk kedalam
rongga peritoneum. Mis: serpihan peluru, alat
bedah yang tertinggal di rongga peritoneum, dsb.
Peritonitis
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a) adanya kekaburan pada cavum abdomen
b) preperitonial fat dan psoas line menghilang
c) adanya udara bebas subdiafragma atau
d) adanya udara bebas intra peritoneal
37
• Bayi laki-laki berusia 4 minggu, muntah menyemprot sejak 1 minggu
yang lalu
• Setiap habis menyusui, bayi bersendawa dengan keras dan disertai
sedikit cairan susu
• Bayi tampak selalu haus
• Bayi kurang bulan, berat badan cukupnamun menurut ibu berat
badan bayi dirasakan menurun.
• PF abdomen: massa pada epigastrium dan olive sign.

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  STENOSIS PILORUS HIPERTROFI
JAWABAN:
D. BARIUM MEAL
• Diagnosis pada kasus ini adalah stenosis pilorus hipertrofi
karena
– Bayi laki-laki berusia 4 minggu, muntah menyemprot sejak 1 minggu
yang lalu
– Setiap habis menyusui, bayi bersendawa dengan keras dan disertai
sedikit cairan susu
– Bayi tampak selalu hausBB dirasakan menurun.
– PF abdomen: massa pada epigastrium dan olive sign.
• Pilihan pemeriksaan penunjang yang utama USG
– sensitifitas dan spesifisitas di atas 95% stadium awal penyakit
– Hasil USG penebalan pylorus ≥3mm dan panjang >13mm, dapat
juga ditemukan “donut sign”
• Pilihan pemeriksaan penunjang keduaFluoroscopic upper
gastrointestinal series/ Barium meal
– apabila diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik
atau USG karena penggunaan radiasi yang cukup besar
– Hasil: “string sign”
• Oleh karena pada pilihan jawaban tidak ada pilhan USG maka
dipilih jawaban D. Barium Meal.
• Foto polos abdomen  pada beberapa literatur
tidak menjadi standard pemeriksaan oleh
karena sensitifitas dan spesifisitas X-Ray
Abdomen pada kasus stenosis hipertrofi pilorus
sangat rendah
– Gambaran single bubble hany dapat ditemukan
pada kasus obstruksi berat.
• Pemeriksaan lain pada pilihan jawaban tidak
memiliki peranan dalam diagnosis Hipertrofi
pilorus stenosis
https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/abd_webpages/abdominal15b.html

Hipertrofi Pilorik Stenosis


• Foto Polos Abdomen: • Barium Meal:
– Dapat ditemukan gambaran – Mushroom sign
“single bubble”
– String sign
• Dilatasi dari gaster akibat
udara usus yang tidak dapat – Double tract sign
melewati pilorus
– Gambaran “Caterpillar sign”
• Terjadi akibat hiperparistaltik
pada gaster
The ‘donut’ sign demonstrated by the arrow.

Point-of-care ultrasound performed by a pediatric emergency physician accurately identifying


the pyloric wall thickness and length that meets criteria for pyloric stenosis diagnosis.
38
• Laki-laki, usia 19 tahun, dengan keluhan nyeri pada
pergelangan kaki kiri
• Cedera saat bermain futsal satu jam yang lalu
• Bengkak dan kaku pada pergelangan kaki kiri
• Pasien pernah mengalami hal serupa 6 bulan yang lalu.
• Inspeksi didapatkan edema dan palpasi perabaan hangat.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ANKLE SPRAIN
JAWABAN:
A. ANKLE SPRAIN
• Diagnosis pada kasus ini adalah stenosis
pilorus hipertrofi karena
– Laki-laki, usia 19 tahun, dengan keluhan nyeri pada
pergelangan kaki kiri
– Cedera saat bermain futsal satu jam yang lalu
– Bengkak dan kaku pada pergelangan kaki kiri
– Pasien pernah mengalami hal serupa 6 bulan yang lalu.
– Inspeksi didapatkan edema dan palpasi perabaan
hangat
• Calcaneus spur  osteofit pada Ps. Calcaneus, salah satu faktor yang
memperberat plantar fascitis.
• Tarsal tunnel syndrome  mempengaruhi saraf di antara tabung
metatarsal
– menyebabkan sensasi terbakar pada pergelangan kaki dan kaki bagian
bawah
– mirip dengan carpal tunnel syndrome.
• Plantar fascitis  kondisi di mana kaki mengalami inflamasi (bengkak)
yang menyebabkan nyeri tumit
– Fasia telapak kaki merupakan sekumpulan jaringan seperti karet
gelang di bawah tulang kaki.
– Fasia ini menempel dengan ujung tulang dekat tumit dan jari kaki.
– Saat fasia telapak kaki meradang, pasien akan merasakan nyeri tajam
dekat tumit, khususnya saat berjalan di pagi hari.
• Ganglion cyst  benjolan atau tumor jinak yang tumbuh di area
sendi.
– Benjolan ini juga dapat tumbuh pada jaringan yang menghubungkan otot
dengan tulang (tendon).
– Benjolan yang berisi cairan sendi ini paling sering tumbuh di tangan atau
pergelangan tangan
Sprain Ankle
Strain vs Sprain
39
• Pasien laki-laki, 20 tahun, nyeri lutut sebelah kiri sejak 1
jam yang lalu
• Pasien terjatuh pada pertandingan bola basket.
• Pemeriksaan status lokalis: lutut kiri nyeri, bengkak,
ngilu, dan terdengar bunyi klik saat dilakukan tes Apley
Grind.
PEMERIKSAAN PENUNJANG PALING BAIK…
DIAGNOSIS  CEDERA MENISKUS
JAWABAN:
B. MRI
• Diagnosis pada kasus ini adalah Cedera Meniskus
karena
– Pasien laki-laki, 20 tahun, nyeri lutut sebelah kiri sejak 1 jam
yang lalu
– Pasien terjatuh pada pertandingan bola basket.
– Pemeriksaan status lokalis: lutut kiri nyeri, bengkak, ngilu,
dan terdengar bunyi klik saat dilakukan tes Apley Grind.
• Pada olahraga basket banyak terjadi gerakan pivoting/
memutar sendi lutut salah satu patomekanisme
cedera meniskus.
• Pada soal tidak ditemukan adanya gangguan
pergerakan ataupun instabilitas sendi yang signifikan
pada sendi lutut  kemungkinan cedera ligamen
lebih kecil
• Tindakan radiologi yang tepat untuk mendiagnosis
kasus tersebut di atas adalah MRI.
• EMG  deteksi neuropati perifer
• CT Scan  dibandingkan MRI akurasi kurang
• USG  sangat bergantung dari pemeriksa,
akurasi tidak sebaik MRI
• Foto polos genue AP/Lat  dapat digunakan
sebagai penunjang tambahan untuk
menyingkirkan kemunginan adanya fraktur
atauun arthritis
Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Pemeriksaan Penunjang
• X Ray:
– tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus
– pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture
meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.
• USG:
– memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena
struktur meniscus terletak sangat dalam.
– Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG
memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%.
– Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.
• MRI:
– merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture
meniscus.
– MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari
meniscus.
– MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam
mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil.

https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-the-
knee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1
USG
USG
40
• Perempuan, 36 tahun, dengan keluhan tidak dapat berjalan sejak 6 bulan yang
lalu
• Diawali dengan kesemutan dan rasa berat di kedua tungkai bawah
• Disertai adanya nanah yang keluar dari pinggang kanan-nya
• Riwayat didiagnosis infeksi paru-paru tiga tahun yang lalu
• Minum obat rutin setiap hari selama dua bulan namun kemudian berhenti
karena merasa sembuh
• PF: motorik ektremitas bawah 3/3, hipesthesi di dermatom Thorakal 12 ke
bawah

TANDA KHAS…
DIAGNOSIS  SPONDILITIS TB
JAWABAN:
A. GIBBUS DI VERTEBRA
• Diagnosis pada kasus ini adalah Spondilitis TB
karena
– Perempuan, 36 tahun, dengan paraparesis sejak 6
bulan yang lalu  tidak dapat berjalan, kesemutan dan
rasa berat di kedua tungkai bawah
– disertai keluarnya nanah dari pinggang kanan
– Infeksi Paru dgn pengobatan tidak teratur TB, riwayat
minum OAT namun tidak tuntas
– PF: motorik ektremitas bawah 3/3, hipesthesi di
dermatom Thorakal 12 ke bawah.
• Tanda khas yang ditemukan pada spondilitis TB
adalah A. Gibbus di vertebrae.
• Colaps corpus vertebrae dapat pula ditemukan
pada kasus spondilitis TB, begitu pula dengan
abses psoas (dalam bentuk cold abscess).
• Namun kedua tanda tersebut banyak
ditemukan pada kasus selain spondilitis TB
(tidak khas).
• Pembesaran KGB Leher dan axilla  Tanda
pada limfadenopati
• Deviasi trakea ke arah lateralpneumothoraks
Spondilitis TB
41
• Wanita, 24 tahun, dengan nyeri punggung bawah sejak 1
minggu yang lalu
• Nyeri menjalar dari punggung hingga paha kiri belakang
• BAB dan BAK normal
• PF: Tanda Lasegue (+)
• Pemeriksaan X-Ray: tampak garis fraktur pada “neck of
scotty dog” dengan pergeseran vertebra

KELAINAN YANG ADA PADA PASIEN…


DIAGNOSIS  SPONDILOLISTESIS
JAWABAN:
C. SPONDILOLISTHESIS
• Diagnosis pada kasus ini adalah
Spondilolisthesis karena
– Wanita, 24 tahun, dengan nyeri punggung bawah sejak
1 minggu yang lalu
– Nyeri menjalar dari punggung hingga paha kiri
belakang
– BAB dan BAK normal
– PF: Tanda Lasegue (+)
– Pemeriksaan X-Ray: tampak garis fraktur pada “neck of
scotty dog” dengan pergeseran vertebra
• Spondilosis/ spondiloartrosis: deg.enerasi pada sendi
tulang belakang.
• Spondilolisis: defect fracture pada pars interartikularis
vertebra; X-ray “neck of scotty dog” tanpa pergeseran
vertebra.
• HNP  kondisi ketika bantalan atau cakram di antara
vertebrata (tulang belakang) keluar dari posisi semula
dan menjepit saraf yang berada di belakangnya.
KELAINAN VERTEBRA
• Spondylolisthesis
• pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang
lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra
ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars
interartikularis.
• Spondylolisy
• interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis,
namun dapat terjadi juga dibagian lateral.
• Spondilitis
• Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas.
Spondylolysis
• Spondylolysis
– Also known as pars defect
– Also known as pars fracture
– Dengan atau tanpa
spondylolisthesis
– Fraktur atau defek pada
vertebra, biasanya pada
bag.posterior, paling sering
pada pars interarticularis
42
• Laki-laki, 47 tahun, adanya benjolan di bawah kulit pada
lengan kanan.
• Benjolan dirasakan tidak nyeri dan dirasakan muncul
perlahan.
• PF: massa sebesar telur puyuh, berbatas tegas, tidak
nyeri, mobile dan dengan pseudo fluktuatif (+).
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  LIPOMA
JAWABAN:
B. LIPOMA
• Diagnosis pada kasus ini adalah Lipoma karena
– Laki-laki, 47 tahun, adanya benjolan di bawah
kulit pada lengan kanan.
– Benjolan dirasakan tidak nyeri dan dirasakan
muncul perlahan.
– PF: massa sebesar telur puyuh, berbatas tegas,
tidak nyeri, mobile dan dengan pseudo
fluktuatif (+).
• Atheromatumor sewarna kulit dengan adanya
puctum kehitaman pada puncak kubah
• Ganglionkista yang sering muncul di sendi
pergelangan tangan
• Verukatumor dengan karakteristik berjonjot,
disebabkan oleh HPV
• Kista Dermoidtumor sewarna kulit, mengandung
folikel rambut, kelenjar pilosebasea, dan kelenjar
keringat, serta mengandung keratin
– Biasanya pada anak-anak, terletak di superonasal atau
temporolateral
Lipoma
43
• Bayi laki-laki berusia 2 bulan dengan keluhan ketika
berkemih kencing keluar dari punggung penis
• PF: orifisium urethtra eksternum berada di dorsal penis
dn tidak ditemukan adanya tanda peradangan

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  EPISPADIA
JAWABAN:
A. EPISPADIA
• Diagnosis pada kasus ini adalah Epispadia
karena
– Bayi laki-laki berusia 2 bulan berkemih kencing
keluar dari punggung penis
– PF: orifisium urethtra eksternum berada di
dorsal penis dn tidak ditemukan adanya tanda
peradangan
• Hipospadia  OUE terdapat pada ventral penis.
• Mikropenis  ukuran penis lebih kecil dari
ukuran normal.
• Chordae jaringan ikat abnormal pada bagian
ventral penis yang mengakibatkan
melengkungnya penis ke arah ventral
• Fistulasaluran abnormal yang
menghubungkan dua rongga yang dilapisi epitel
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
http://emedicine.medscape.com/article/1015227
Hipospadia

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
44
• Laki-laki, 27 tahun, dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri.
• Nyeri sudah dirasakan sejak lama, kurang lebih sudah 1 tahun
• Pasien pernah menjalani operasi pasang pen pada cruris sinistra.
• Sejak 1 tahun yang lalu, sering keluar nanah dari luka bekas
operasi tersebut, namun karena keterbatasan dana pasien tidak
rutin berobat

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  OSTEOMYELITIS
JAWABAN:
D. OSTEOMYELITIS
• Diagnosis pada kasus ini adalah Osteomyelitis
karena
– Laki-laki, 27 tahun, dengan keluhan nyeri pada tungkai
kiri sejak kurang lebih sudah 1 tahun
– Pasien pernah menjalani operasi pasang pen pada
cruris sinistra.
– Sejak 1 tahun yang lalu, sering keluar nanah dari luka
bekas operasi tersebut
• Erisipelasditandai dengan adanya kemerahan
pada kulit yang berbatas tegas
• Selulitisditandai dengan adanya udem difus
dengan batas tidak jelas, dan tidak terdapat pus
– Pada erysipelas dan selulitis, tidak didapatkan Riwayat
fraktur dan pasang pen
– Faktor risiko pada erysipelas dan selulitis adalah adanya
luka pada kulit yang tidak ditangani dgn baik
• Tumor tulangtidak menyebabkan keluarnya
nanah
• Arhtritis kronikditandai dengan nyeri pada sendi
yang kronik
Osteomyelitis
• Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an
infecting organism.
• It may remain localized, or it may spread through the
bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and
soft tissue surrounding the bone.
• Based on the duration and type of symptoms:
Chronic osteomyelitis
• If any of sequestrum, abscess cavity, sinus tract
or cloaca is present. (Dead bone is present)

• Hematogenous infection with an organism of


low virulence may be present by chronic onset.
– Infection introduced through an external wound
usually causing a chronic osteomyelitis.
– It is due to the fact that the causative organism can lie
dormant in
– avascular necrotic areas occasionally becoming
reactive from a flare up.
45
• Seorang ibu dengan keluhan darah menetes dari anus,
BAB nyeri, dan feses bercampur darah.
• Keluhan baru pertama kali terjadi, pasien sering makan
pedas dan jarang konsumsi serat
• Status lokalis terdapat benjolan pada anal verge,
tampak kemerahan, dan terasa nyeri.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HEMOROID EKSTERNA
JAWABAN:
C. HEMOROID EKSTERNA
• Diagnosis pada kasus ini adalah Hemoroid
Eksterna karena
– darah menetes dari anus, BAB nyeri, dan feses
bercampur darah.
– Status lokalis terdapat benjolan pada anal
verge, tampak kemerahan, dan terasa nyeri.
– Faktor risiko pada pasien: sering makan pedas
dan jarang konsumsi serat
• Tumor colonditandai dengan perubahan pola defekasi,
BAB dapat berdarah atau tidak, bentuk feses dapat
berubah spt feses kambing
• Hemoroid internaditandai dengan adanya BAB dgn
darah menetes, dengan benjolan yang berada diatas anal
verge
• Polipbiasanya tidak bergejala,adanya benjolan yang
bertangkai, biasanya ditemukan saat
endoskopi/kolonoskopi
• Abses perianalnyeri pada daerah anus disertai dengan
demam, dan pada PF didapatkan adanya abses, massa dgn
fluktuasi +, dapat terlihat adanya pus
Hemoroid Eksterna
• Merupakan pelebaraan dan
penonjolan pleksus hemoroidalis
inferior, terdapat di sebelah distal
garis mukokutan di dalam
jaringan di bawah epitel anus
(anal verge)
• Ada 3 bentuk hemoroid eksterna
yang sering dijumpai :
– Bentuk hemoroid biasa tapi
letaknya distal linea pectinea.
– Bentuk trombosis atau benjolan
hemoroid yang terjepit
– Bentuk skin tags.
Hemoroid
• Hemoroid eksterna atau skin
tags
• biasanya tetap asimptomatik
sampai terjadi trombosis.
• Kadang disertai pruritus
• diterapi dengan perbaikan higiene
anus dan krim kortikosteroid
• Jika trombosis tampak sebagai
benjolan yang nyeri pada anal
verge dapat disertai dengan
perdarahan.
• Terapi:
• Awal dengan pemberian
analgesik, sitz baths, dan pelunak
feses.
• Nyeri yang paraheksisi di
bawah anestesi lokal
46
• Laki-laki berusia 15 tahun, dengan keluhan nyeri di perut kanan bawah sejak 6 hari
• Awalnya 3 hari yang lalu penderita merasakan nyeri di perut kanan bawah, nyeri
berkurang saat penderita diam dan memberat saat penderita bergerak
• disertai mual dan muntah
• TTV: suhu 39,7°C
• PF abdomen: distensi tidak ada, defans muscular positif di bagian kanan bawah,
nyeri tekan positif di regio iliaka dekstra, teraba massa di regio iliaka dekstra,
fluktuasi positif.
• RT: nyeri tekan arah jam 9-11
• Lab: Hb 13 g/dl, leukosit 17.300/μL, trombosit 240.000 mm3

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  APPENDISITIS ABSES
JAWABAN:
C. APPENDISITIS ABSES
• Laki-laki berusia 15 tahun, keluhan nyeri di
perut kanan bawah sejak 6 hari , disertai mual
dan muntah, demam dengan suhu 39,7°C.
• PF: abdomen distensi tidak ada, defans
muscular positif di bagian kanan bawah, nyeri
tekan positif di regio iliaka dekstra, teraba
massa di regio iliaka dekstra, fluktuasi positif.
• RT: nyeri tekan arah jam 9-11.
• Laboratorium Hb 13 g/dl, leukosit 17.300/μL,
trombosit 240.000 mm3.
• Gejala dan tanda tersebut sesuai dengan
diagnosis appendisitis abses.
• Pielonefritis akut  nyeri umum pada area
flank
• Liver Absces  nyeri pada bagian kanan atas.
• Appendisitis Akut  disingkirkan  karena
pada soal ditemukan massa saat palpasi
abdomen.
• Kolitis infeksi  gejala diare disertai darah dan/
atau nanah.
Appendisitis Abses
• Apendisitis abses terjadi
bila massa lokal yang
terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari
sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal.
• Merupakan komplikasi
dari appendisitis yang
mengalami ruptur dan
membentuk abses di
sekitarnya.
47
• Laki-laki, usia 38 tahun, datang nyeri dada sebelah kanan, setelah
jatuh dari ketinggian kurang lebih 3 meter dan merasa dada
kanannya terkena benda yang keras
• PF: TD 130/80 mmHg , FN 96x/menit, FP 28x/ menit
• Status lokalis: jejas pada hemithorax kanan dan pada perabaan
terdapat krepitasi serta suara napas paru kanan menurun.
Pernapasan paradoksal (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  FLAIL CHEST
JAWABAN:
B. RONTGEN FOTO THORAKS
• Diagnosis pada kasus ini adalah Flail Chest
karena
– Laki-laki, usia 38 tahun, datang nyeri dada sebelah
kanan, setelah jatuh dari ketinggian kurang lebih 3
meter
– PF: TD 130/80 mmHg , FN 96x/menit, FP 28x/ menit
– Status lokalis: jejas pada hemithorax kanan dan pada
perabaan terdapat krepitasi serta suara napas paru
kanan menurun. Pernapasan paradoksal (+).
• Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah rontgen thorax untuk
menunjukan adanya fraktur segmental
pada beberapa os. Costae.
• Darah perifer lengkap
• Ct scan thorax
• Bronkoskopi
• Pemeriksaan Gas darah

• PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi • Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks • Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.

Simple Trauma tumpul • Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan


pneumotoraks spontan udara bocor ke dalam rongga dada.
• Nyeri dada, dispneu, takipneu.
• Suara napas menurun/ menghilang, perkusi
dada hipersonor
Open Luka penetrasi di • Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar
pneumotoraks area toraks masuk ke rongga pleura.
• Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis.
• Suara napas menurun/menghilang
• Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi
• Sucking chest wound
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Tension Udara yg terkumpul • Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,
pneumotoraks di rongga pleura tidak • Dispneu, takipneu, takikardia, distensi
dapat keluar lagi vena jugular, hipotensi, deviasi trakea.
(mekanisme pentil) • Penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas menghilang, perkusi
hipersonor.
Flail chest Fraktur segmental • Nyeri saat bernapas
tulang iga, • Pernapasan paradoksal
melibatkan minimal 3
tulang iga.
Efusi pleura CHF, pneumonia, • Sesak, batuk, nyeri dada, yang
keganasan, TB paru, disebabkan oleh iritasi pleura.
emboli paru • Perkusi pekak, fremitus taktil menurun,
pergerakan dinding dada tertinggal
pada area yang terkena.
Pneumonia Infeksi, inflamasi • Demam, dispneu, batuk, ronki
http://emedicine.medscape.com/

Treatment Flail Chest


ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation  rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
48
• Laki-laki, berusia 20 tahun dengan keluhan nyeri dan bengkak pada
buah zakar sejak 3 hari yang lalu
• Satu minggu sebelumnya diketahui pasien terserang penyakit
gondongan
• TTV: TD 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 18x/ menit, dan
suhu 37,8OC
• PF: skrotum tampak membengkak, hiperemis, dan terasa nyeri. Nyeri
dirasakan berkurang saat skrotum diangkat.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  EPIDIDIMO-ORKITIS
JAWABAN:
B. EPIDIDIMO-ORKITIS
• Diagnosis pada kasus ini adalah Epididimo-
orkitis karena
– Laki-laki, berusia 20 tahun dengan keluhan
nyeri dan bengkak pada buah zakar sejak 3 hari
yang lalu
– Riwayat penyakit gondongan
– suhu 37,8OC
– PF: skrotum tampak membengkak, hiperemis,
dan terasa nyeri. Nyeri dirasakan berkurang
saat skrotum diangkatPhren test (+)
• Torsio testis  nyeri muncul tiba-tiba, tinggi
testis asimetris, dan phren sign (-).
• Tumor testis  berupa massa padat pada
skrotum, jarang memberikan rasa nyeri.
• Hidrocele  massa kistik dengan hasil tes
transluminasi (+), tidak menyebabkan rasa
nyeri.
• Varicocele  jarang menyebabkan nyeri, massa
seperti cacing di aspek superior skrotum. Dapat
menyebabkan infertilitas.
Epididymo-Orchitis
• Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
• Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
• Dapat disebabkan Bakteri dan virus
• Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
• Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
• Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
• Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta
merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
• Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran kemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
• Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
49
• Laki-laki, 42 tahun, dengan luka tusuk di dada kanan,
sesak
• TD; 80/60, nadi 160x/mnt, RR: 33x/menit
• PF: JVP meningkat, hemithorax kanan tertinggal
fremitus kanan lemah, hipersonor, terdengar suara
seperti menghisap
TINDAKAN YANG SEGERA DILAKUKAN…
DIAGNOSIS  OPEN PNEUMOTHORAKS DGN TENSION
PNEUMOTHORAKS
JAWABAN:
D. NEEDLE THORAKOSINTESIS
• Luka tusuk di dada kanan, sesak, hemithorax
kanan tertinggal fremitus kanan lemah,
hipersonor, terdengar suara seperti
menghisapOpen Pneumothoraks
• TD; 80/60 (hipotensi), nadi 160x/mnt, JVP
meningkattanda-tanda tension
• Tindakan yang harus dilakukan segera adalah
needle thoracocentesis
• Kemudian pasang isolasi dengan perekat 3
sisi, dengan maksud mengubah mekansime
menjadi simple pneumothorax.
• Pasang WSD kananDilakukan pada efusi pleura
atau hematothoraks
• Isolasi dengan perekat 3 sisidilakukan setelah
needle decompression, pada pasien dengan tanda-
tanda tension
• Pasang ETTbila setelah needle decompression,
masih terjadi hipoksia, maka dapat
dipertimbangkan pemasangan ETT
• Foto rontgenTension pneumothoraks adalah
diagnosis klinis, foto RO dapat dilakukan setelah
needle decompression, sebagai konfirmasi
diagnosis
Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi • Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks • Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.

Simple Trauma tumpul • Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan


pneumotoraks spontan udara bocor ke dalam rongga dada.
• Nyeri dada, dispneu, takipneu.
• Suara napas menurun/ menghilang, perkusi
dada hipersonor
Open Luka penetrasi di • Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar
pneumotoraks area toraks masuk ke rongga pleura.
• Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis.
• Suara napas menurun/menghilang
• Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi
• Sucking chest wound
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Tension Udara yg terkumpul • Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,
pneumotoraks di rongga pleura tidak • Dispneu, takipneu, takikardia, distensi
dapat keluar lagi vena jugular, hipotensi, deviasi trakea.
(mekanisme pentil) • Penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas menghilang, perkusi
hipersonor.
Flail chest Fraktur segmental • Nyeri saat bernapas
tulang iga, • Pernapasan paradoksal
melibatkan minimal 3
tulang iga.
Efusi pleura CHF, pneumonia, • Sesak, batuk, nyeri dada, yang
keganasan, TB paru, disebabkan oleh iritasi pleura.
emboli paru • Perkusi pekak, fremitus taktil menurun,
pergerakan dinding dada tertinggal
pada area yang terkena.
Pneumonia Infeksi, inflamasi • Demam, dispneu, batuk, ronki
NEEDLE DECOMPRESSION

MID AXILLARY
LINE sela iga
IV-V
50
• Laki-laki 40 tun dengan keluhan nyeri di kedua
tungkai.
• Tampak deformitas di kedua tungkai pasien.
• Dari pemeriksaan radiologi ditemukan adanya
penebalan tulang dengan serabut ireguler.
DIAGNOSIS?
DIAGNOSIS  PAGET’S DISEASE
JAWABAN:
E. PAGET’S DISEASE
• Radiologi khas dari paget’s disease adalah
penebalan tulang dengan serabut
irregular.
• Biasanya tidak ada gejala.
• Gejala yang dapat ditemukan antara lain
nyeri tulang atau adanya deformitas.
• Pada pasien ini terdapat nyeri dan
deformitas pada tulang disertai pada RO
terdapat penebalan tulang dengan serabut
ireguler
• Osteonekrosis  Avascular necrosis  merupakan
suatu kondisi ketika terdapat jaringan tulang mati
karena kurangnya pasokan darah, sehingga
menyebabkan kerusakan tulang, bahkan
kehancuran tulang.
• Osteomielitis  infeksi jaringan tulang.
• Osteomalasia  kondisi di mana tulang tidak dapat
mengeras, sehingga rentan untuk bengkok atau
bahkan patah.
– Kondisi ini terjadi akibat kekurangan vitamin D, kalsium,
atau fosfor, yang dibutuhkan untuk proses pengerasan
tulang.
• Osteoporosis  ondisi berkurangnya kepadatan
tulang. Hal ini menyebabkan tulang menjadi
keropos dan mudah patah.
Paget’s Disease
• Kelainan tulang, non metabolik kronik
• Karakteristikresorpsi, formasi, dan remodeling tulang
yang agresifmenyebabkan ketidakseimbangan proses
pembentukan tulang.
• Menyebabkan: deformitas tulang, kelemahan
struktural, mengganggu biomekanika sendi.
• Patofisiologi:
– Abnormalitas osteoklas, baik kuantitas, ukuran, aktivitas,
jumlah nuclei.
– Resorpsi tulang agresifpembentukan kavitas tulang yang
besarrekrutmen dan peningkatan aktifitas
osteoblasformasi tulang yang cepat dan tidak teratur.
Patophysiology
Manifestasi Klinik
• Biasanya asimtomatik
• Nyeri tulang
• Deformitas tulang/
ekstrimitas
• Fraktur
• Arthropaty
• Peningkatan suhu
• Gejala neurologis
• Transformasi maligna
• hiperkalsemia
Clinical Presentation
• Pathologic fractures
– because of the increased vascularity of
the involved bone
– bleeding is a potential danger
Irregular
• Alkaline phosphatase levels bone
– markedly elevated as the result of osteoblast activity.
• Serum calcium are normal except with generalized
disease or immobilization
• Gout and hyperurecemia
– as a result of increased bone activity, which causes an
increase in nucleic acid catabolism.
• Radiograph
– Radiolucent areas in the bone, typical of increased bone resorption
– Deformities & fractures may also be present
Treatment
• Goals
– to relieve pain & prevent fracture & deformities.
• Pharmacologic agentsused to suppress osteoclastic
activity
– Bisphosphonates & calcitonin are effective agents to decrease
bone pain & bone warmth & also relieve neural decompression,
joint pain & lytic lesions
– analgesics & NSAIDs
• Assistive devices, including cane, walker.
51
• Laki-laki, 60 tahun, dengan keluhan BAK berdarah sejak
1 bulan yang lalu
• tidak disertai nyeri
• KU: lemas dan pucat
• Rectal Toucher: prostat membesar, keras, berbenjol-
benjol, dan nyeri tekan (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  KARSINOMA PROSTAT
JAWABAN:
A. PSA
• Diagnosis pada kasus ini adalah Karsinoma
Prostat karena
– Laki-laki, 60 tahun, dengan hematuria
– tidak disertai nyeri
– KU: lemas dan pucat
– Rectal Toucher: prostat membesar, keras, berbenjol-
benjol, dan nyeri tekan (-).

• Pemeriksaan laboratorium yang dpaat


digunakan untuk membantu diagnosis
kanker prostat adalah PSA (Prostate
spesific Antigen).
• CA-125  tumor marker kanker ovarium  tidak
cukup spesifik.
• CEA  Carcino Embryonic Antigen, Glikoprotein
yang dibentuk di saluran gastro-intertinal dan
pancreas sebagai antigen pada permukaan sel yang
selanjutnya di sekresikan ke dalam cairan tubuh.
CEA sebagai petanda tumor untuk kanker
kolorektal, oesofagus, pankreas, lambung, hati,
payudara, ovarium dan paru-paru.
• CA 19-9  tumor marker untuk kanker pankreas.
• AFP  Digunakan untuk deteksi dan pemantauan
cancer hati, testis dan ovarium. Lebih dari 95 %
hepatome menunjukkan kenaikan kadar AFP.
DIAGNOSIS Kanker Prostat
• Pria berusia > 50 tahun dianjurkan
– Pemeriksaan PSA total setiap setahun
sekali
– Pemeriksaan Digital Rectal Examination
– Bila ada keluarga yang menderita kanker prostat,
skrining dianjurkan sejak usia 40 tahun
• Digital rectal examination:
• konsistensi yang keras
• adanya nodul (benjolan di permukaan)
• pembesaran prostat yang tidak simetris.
• Tes darah. antigen khusus prostat (PSA).
– tidak konklusif
– Pada tahap pengobatan, penurunan kadar PSA
menandakan efektivitas terapi yang dijalankan.
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
• Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
• PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
• Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
52
• Laki-laki, 42 tahun, dengan keluhan nyeri hebat pada
kemaluannya
• penisnya tegak sudah hampir 6 jam
• Riwayat anemia sel sabit
• PF: rigiditas pada seluruh bagian penis, kulit tampat
merah gelap, terdapat nyeri dengan atau tanpa
penekanan.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PRIAPISMUS
JAWABAN:
B. PRIAPISMUS LOW-FLOW
• Diagnosis pada kasus ini adalah Priapismus Low-
Flow karena
– Laki-laki, 42 tahun, dengan keluhan nyeri hebat
pada kemaluannya
– penisnya tegak sudah hampir 6 jam
– Riwayat anemia sel sabit
– PF: rigiditas pada seluruh bagian penis, kulit
tampat merah gelap, terdapat nyeri dengan atau
tanpa penekanan.
• Low-Flow  Darah terperangkap di dalam
erection chamber
– Nyeri dengan ereksi rigid
– Terjadi iskemia pada korpus
– Tidak ada riwayat trauma
– Faktor risiko: Penyakit sel sabit, leukemia, malaria
• High-Flow  Ruptur arteri sekitar penis atau perineum
– Tidak nyeri
– Timbul episodik
– Aliran arteri adekuat kopus teroksigenasi baik
– Riwayat trauma
• Penyakit Peyronie  terbentuknya jaringan fibrosa pada
penis akibat injuri berulang, terutama akibat aktivitas
seksual atau aktivitas fisik lain  penis melengkung dan
nyeri saat ereksi.
• Balanitis  peradangan pada glans penis, seringkali
beruhubungan dengan infeksi dengan faktor risiko
terbanyak pada pria yang tidak disunat.
• Parafimosis  prepusium yang tidak dapat kembali ke
posisi semula setelah ditarik.
Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism
• Ischemic priapism (low-flow)
– a persistent erection marked by pain and rigidity of
the corpora cavernosa, with little or no cavernous
arterial inflow.
– Etiology: sickle cell disease, malignancy, drugs, etc.
– Stuttering priapism/ recurrent priapism: the term has
traditionally described recurrent prolonged and
painful erections in men with SCD (sequential
compression device).
• Nonischemic priapism (arterial, high-flow)
– a persistent erection caused by unregulated
cavernous arterial inflow.
– The corpora are tumescent but not rigid, and the
erection is not painful.
– Etiology: penile trauma.
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening

Peyronie’s disease juga dapat terjadi karena terbentuknya


jaringan fibrosa pada penis akibat injuri berulang,
terutama akibat aktivitas seksual atau aktivitas fisik lain 
penis melengkung dan nyeri saat ereksi
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
53
• Perempuan 20 thn dengan keluhan ujung-ujung jari tangan kanan
dan kiri menjadi kebiruan sejak 1 jam lalu. Keluhan hilang timbul,
dan terutama jika cuaca dingin.
• Tidak ada riwayat penyakit jantung ataupun penyakit autoimun,
dan pasien tidak merokok.
• PF: terdapat sianosis pada ujung jari kedua tangan kanan dan kiri,
tidak terasa nyeri pada penekanan, dan tidak terdapat Iuka.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PENYAKIT RAYNAUD
JAWABAN:
B. PENYAKIT RAYNAUD
• Diagnosis Penyakit Raynaud, ditegakkan
atas dasar:
– Perempuan 20 thn dengan keluhan ujung-
ujung jari tangan kanan dan kiri menjadi
kebiruan sejak 1 jam lalu. Keluhan hilang
timbul, dan terutama jika cuaca dingin.
– Tidak ada riwayat penyakit jantung ataupun
penyakit autoimun, dan pasien tidak merokok.
– PF: terdapat sianosis pada ujung jari kedua
tangan kanan dan kiri, tidak terasa nyeri pada
penekanan, dan tidak terdapat Iuka.
• Buerger’s disease  terjadi peradangan pada arteri-arteri distal,
sehingga mengakibat terbentuknya gangrene dan ulkus pada
ujung-ujung jari kaki dan tangan, secara eksklusif terjadi pada
perokok. Raynaud phenomenon dapat terjadi pada penderita
Buerger’s Disease.
• Radang dingin (Frostbite)  kondisi dimana jaringan tubuh
membeku dan rusak akibat paparan suhu rendah.
• Aterosklerosis  Timbunan plak kolesterol di dinding arteri yang
menyebabkan terhalangnya aliran darah. Jika pecah, gumpalan
plak menyebabkan oklusi akut arteri.
• Aterosklerosis sering tidak memiliki gejala sampai plak pecah atau
penumpukannya cukup parah sehingga menghalangi aliran darah.
• Arteritis Takayasu  merupakan penyakit sistemik yang cukup
langka, di mana kondisi ini menyebabkan peradangan yang
merusak pembuluh darah. Gangguan ini biasanya menyasar
cabang pembuluh darah besar aorta.
Raynaud’s Disease
• Raynaud’s disease (Primary): Intermittent arteriolar
vasoconstriction that results in coldness, pain, and
pallor of finger tips or toes.
• Raynauds’ phenomenon (Secondary): localized
intermittent episodes of vasoconstriction of small
arteries os the feets and hands that cause color and
temperature changes; Generally unilateral; Progressive.
• Karaktersitik tiga fase perubahan warna :
1. Memucat karena aliran darah terhambat.
2. Sianosis akibat akumulasi lokal hemoglobin terdesaturasi
3. Memerah akibat kembalinya aliran darah
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
https://www.orthobullets.com/hand/6098/raynauds-syndrome
https://www.researchgate.net/figure/Treatment-algorithm-for-Raynauds-phenomenon_fig2_43227518
Tatalaksana
• Hindari lingkungan dingin , gunakan pakaian
hangat
• Antivasospasme : calcium channel brocker, α-
adrenergik bloker (kondisi berat)

1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
54
• Laki-laki 15 thn, mengalami traum dada saat mengendarai
motor
• Pasien setengah sadar, mengeluh sesak
• Tanda vital: TD 70/40 mmHg, RR: 30x/menit
• PF: terlihat distensi vena jugular, jejas di dada sebelah kiri,
perkusi sonor, suara nafas vesikuler, bunyi jantung menjauh

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  TAMPONADE JANTUNG
JAWABAN:
D. PERICARDIOCENTESIS
• Diagnosis Tamponade Jantung ditegakkan,
atas dasar:
– Adanya riwayat trauma di area dada
– Pasien setengah sadar, mengeluh sesak
– Ditemukan adanya Beck’s Triad: hipotensi (TD
70/40 mmHg), distensi vena jugular, dan bunyi
jantung menjauh
• Tatalaksana yang tepat untuk tamponade
jantung adalah Pericardiocentesis.
• Needle thoracocentesis  tatalaksana tension
pneumothorax
• Torakotomi  dilakukan setelah
pericardiocentesis
• WSD  tatalaksana untuk pneumothorax/
hematothorax
• Foto rontgen  tidak diperlukan pada kondisi
mengancam nyawa
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration"


bayangan pembesaran jantung
yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
55
• Tn Mandalika, berusia 30 tahun dengan keluhan sangat nyeri di area
perut kuadran kiri bawah bawah yang semakin memberat dari
sebelumnya sejak 1 bulan
• Terkadang benjolan muncul hingga skrotum kiri yang timbul saat pasien
mengangkat barbel dan galon air untuk dipasang ke dispenser
• Saat ini benjolan tersebut terasa sangat nyeri dan pasien mengaku sulit
BAB sejak 1 minggu terakhir.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HERNIA INGUINALIS LATERAL
STRANGULATA
JAWABAN:
A. HERNIA INGUINALIS LATERAL STRANGULATA
• Diagnosis Hernia inguinalis Lateral strangulate
ditegakkan, atas dasar:
– Riwayat benjolan muncul hingga skrotum kiri yang
timbul saat pasien mengangkat barbel dan galon
air untuk dipasang ke dispenserhernia inguinalis
lateralis
– Keluhan sangat nyeri di area perut kuadran kiri bawah
bawah yang semakin memberat dan sulit BAB sejak 1
minggu terakhirObstruksi pasase usus dan obstruksi
vascularstrangulate
• Maka, pilihan jawaban yang tepat adalah
Hernia Ingunalis Lateralis strangulata
• Hernia inguinalis lateral inkarseratasudah
terdapat tanda-tanda gangguan
pasaseterdapat gejala ileus obstruktif
• Divertikulitis radang pada divertikel, tidak
disertai dengan benjolan hilang-timbul
• Epididimitis tidak menyebabkan obstruksi
• Peritonitis nyeri seluruh abdomen dan ada
defans muskular
HERNIA

HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
INGUINAL HERNIA
• Most common
• Most difficult to understand
• Congenital ~ indirect
• Acquired ~ direct or indirect
• Direk • Indirek
• usually no peritoneal sac • has peritoneal sac
• medial to epigastric vessels • lateral to epigastric vessels
• Timbul karena adanya defek atau kelemahan • mengikuti kanalis inguinalis
pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach • Karena adanya prosesus vaginalis persistent
• segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh • The processus vaginalis outpouching of
• Inferior : ligamentum inguinale, peritoneum attached to the testicle that trails
• Lateral: pembuluh darah epigastrika behind as it descends retroperitoneally into the
inferior scrotum.
• Medial : tepi otot rectus
Tipe Hernia Definisi
Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum
Reponible
secara manual atau spontan

Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum


Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
Inkarserata
hernia
Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia
Strangulata
 tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam
http://emedicine.medscape.com/article/

Gambaran klinik
jenis Reponibel nyeri obstruksi sakit toksik
Reponibel/ + - - - -
bebas
Ireponibel/ - - - - -
akreta
Inkarserata - + + + -
Strangulata - ++ + ++ ++
56
• Wanita, berusia 35 tahun dalam keadaan tidak sadar
• TTV: TD 90/70 mmHg, nadi 130 kali/ menit, frekuensi
napas 24 kali/ menit, dan suhu 36OC
• PF: luka terbuka di dahi dan paha kanan, masih keluar
darah, jejas di perut atas, retraksi suprasternal dan
epigastrium
• Pasien diberikan cairan infus RL.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  SYOK HEMORAGIK
JAWABAN:
E. PASIEN SADAR
• Berdasarkan gejala dan tanda pasien
berupa adanya takikardi dan hipotensi,
disertai dengan adanya multiple injury,
maka diagnosis pasien ini adalah Syok
hemoragik
• Pasien diberikan cairan infus RLEvaluasi
resusitasi cairan yang tepat pada kasus ini
adalah jawaban E. Pasien sadar.
• Jawaban A, B, dan C sirkulasi pasien memang
sudah ada, dengan nadi 130x/ menit.
• Jawaban D  pasien bernapas spontan 24x/
menit.
Klasifikasi Syok
Penyebab syok dapat diklasifikasikan • Syok obstruktif (gangguan kontraksi
sebagai berikut: jantung akibat di luar jantung):
• Syok kardiogenik (kegagalan kerja • (a) Tamponade jantung;
jantungnya sendiri)
• (b) Pneumotorak;
• (a) Penyakit jantung iskemik, seperti
infark • (c) Emboli paru.
• (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; • Syok distributif (berkurangnya tahanan
• (c) Gangguan irama jantung. pembuluh darah perifer)
• Syok hipovolemik (berkurangnya • (a) Syok neurogenik;
volume sirkulasi darah):
• (b) Cedera medula spinalis atau batang
• (a) Kehilangan darah, misalnya
perdarahan; otak;
• (b) Kehilangan plasma, misalnya luka • (c) Syok anafilaksis;
bakar; • (d) Obat-obatan;
• (c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang • (e) Syok septik;
(misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah- • (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa
muntah, fistula, obstruksi usus dengan gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya
penumpukan cairan di lumen usus). tahanan pembuluh darah perifer.
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Evaluasi Resusitasi Cairan
• Kembalinya nilai normal tekanan darah,
kekuatan nado, dan laju nadi.
• Perbaikan dari status neurologis (pasien
sadar), dan sirkulasi kulit.
• Urin output: 0,5 – 1,0 ml/ jam (dewasa).
• Evaluasi CVP
• Acid base balance.
ILMU PENYAKIT
MATA
57
• Mata kanan merah, nyeri dan mata silau
• Riwayat mata kemasukan tanaman 1 minggu yang lalu
saat berkebun
• Penurunan visus dan konjungtiva hiperemi
• Pemeriksaan slit lamp didapatkan gambaran lesi satelit

TERAPI TOPIKAL DIBERIKAN…


DIAGNOSIS  KERATITIS/ULKUS KORNEA AKIBAT JAMUR
JAWABAN:
D. AMFOTERISIN B
• Mata merah + silau + nyeri + penurunan
visus + riwayat mata kemasukan
tanaman  kemungkinan suatu keratitis
atau ulkus kornea akibat jamur
• Pemeriksaan slit lamp didapatkan
gambaran lesi satelit  ditemukan pada
infeksi jamur
• Terapi topikal  antifungal 
amfoterisin B
• Acyclovir  antiviral
• Gentamisin  antibacterial
• Kloramfenikol  antibacterial
• Betametason  kortikosteroid
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Ulkus Kornea Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


58
• Gangguan penglihatan pada mata kirinya sejak beberapa
hari yang lalu
• Petan
• Matanya tertutup daging yang tumbuh pada bola matanya
• Massa putih yang berbentuk segitiga yang besar

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PTERYGIUM DERAJAT 4
JAWABAN:
C. PTERYGIUM DERAJAT 4
• Massa yang berbentuk segitiga menutupi
mata  pterygium
• Pterigium yang menyebabkan gangguan
penglihatan  pterygium grade 4
• Pterygium grade 4  pertumbuhan
pterigium sudah melewati pupil  ganggu
penglihatan pada pasien
• Pterygium 3A dan 3B  tidak terbagi derajat
A/B, pterygium derajat 3 sudah lewati tepi
limnus namun tidak melewati pinggiran pupil
• Pterygium derajat 5  tidak ada
• Pterygium derajat 2  melewati tepi limbus,
namun tidak lebih dari 2 mm
Deskripsi Grading Pterygium
• Grade I : Pterigium terbatas pada limbus kornea
• Grade II : Pterigium sudah melewati tepi limbus
kornea, tapi tidak lebih dari 2 mm
• Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus
lebih dari 2 mm, tapi tidak melewati
pinggiran pupil dalam keadaan cahaya normal (Ø
pupil 3-4 mm)
• Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah
melewati pupil sehingga sudah ada
gangguan penglihatan
Penanganan Pterygium
• UV radiation merupakan factor resiko utama,
maka pasien harus memakai pelindung mata
dari sinar UV.
• Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah

Hirst, L. W. Ophthalmology 2008;115(10):1663–1672.


59
• Anak 6 bulan, keluhan mata sering berair
• Ibu pasien memiliki kucing sebagai hewan
peliharaan saat hamil
• Ukuran kornea 16 mm

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GLAUKOMA CONGENITAL
JAWABAN:
C. GLAUKOMA CONGENITAL
• Anak usia 6 bulan + mata berair (epifora) +
megalokornea + faktor resiko memelihara
kucing  curiga glaukoma kongenital pada
anak
• Glaukoma kongenital  abnormalitas anatomi
trabeluar meshwork  penumpukan cairan
aqueous humor  peninggian tekanan
intraokuler  karena jaringan mata anak
masih lembek, seluruh mata membesar 
bisa ada megalokornea (kornea menipis
sehingga kurvatura kornea berkurang)
• Ambliopia  penurunan tajam penglihatan
umumnya unilateral, dimana setelah dikoreksi
pun dibawah 20/20
• Peters anomaly  suatu penyakit dimana terjadi
opasitas kornea akibat disgenesis segmen
anterior ketika perkembangan, bisa sebabkan
amblyopia berat pada anak
• Retinoblastoma  tumor ganas intraocular, ada
leukocoria
• Katarak kongenital  perubahan kebeningan
struktur lensa muncul pada bayi atau segera
setelah lahir, akan tampak lensa keruh
GLAUKOMA KONGENITAL
• 0,01% diantara 250.000 • Klasifikasi lainnya:
penderita glaukoma – Glaukoma kongenital primer
• 2/3 kasus pada Laki-laki dan anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
2/3 kasus terjadi bilateral meshwork.
• 50% manifestasi sejak lahir; – Glaukoma kongenital
70% terdiagnosis dlm 6 bln sekunder: kelainan kongenital
pertama; 80% terdiagnosis mata dan sistemik lainnya,
dalam 1 tahun pertama kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.
• Klasifikasi menurut Schele:
– Glaukoma infantum: tampak
waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
– Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Etiologi
• Barkan suggested incomplete • Primary congenital glaucoma appears
resorption of mesodermal tissue led to result from developmental
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle  anomaly of the anterior segment
Barkan's membrane. structures derived from the
– The existence of such a membrane embryonic neural crest cells causing
has not been proved by light or outflow obstruction to aqueous by
electron microscopy.
• Maumenee & Anderson several mechanisms.
demonstrated abnormal anterior • Developmental arrest may result in
insertion (high insertion) of ciliary anterior insertion of iris, direct
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma. insertion of the ciliary body onto the
– Longitudinal and circular fibers of the trabecular meshwork and poor
ciliary muscles inserted directly onto structural development of the scleral
the trabecular meshwork rather than spur.
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
– due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.

R Krishnadas, R Ramakrishnan. Congenital Glaucoma-A Brief Review. Journal of Current


Glaucoma Practice
Patogenesis
 Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan
cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler 
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang

 Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi


penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, • Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme
kongenital tahap lanjut
• Terjadi pengeruhan kornea
dengan mendapati:
• Penambahan diameter
kornea (megalokornea; – Megalokornea
diameter ≥ 13 mm) – Robekan membran
• Penambahan diameter bola descement
mata (buphtalmos/ ox eye) – Pengeruhan difus kornea
• Peningkatan tekanan
intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos

http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
60
• Anak 1 bulan, kedua mata berair sejak lahir
• Keluhan kotoran pada mata dan mata merah
disangkal
• VODS blink (+), sekret (-), refluks (+) pada
palpebra inferior
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DAKRIOSTENOSIS
JAWABAN:
B. DAKRIOSTENOSIS
• Kedua mata berair sejak lahir  epiphora
• Keluhan kotoran pada mata dan mata
merah disangkal  menyingkirkan
konjungtivitis neonatorum
• VODS blink (+), sekret (-), refluks (+) pada
palpebra inferior  Dakriostenosis karena
adanya obstruksi pada ductus lakrimal yang
bersifat kongenital
• Dakriosistitis  ada tanda inflamasi karena infeksi
akibat obstruksi total/parsial ductus nasolacrimal,
biasanya ada eirtema, bengkak, dan nyeri regio
inframedial
• Keratitis  bisa ada penurunan visus, nyeri, fotofobia,
serta temuan defek pada permukaan kornea atau ada
infiltrat
• Atresia punctum lakrimal  biasanya ada obstruksi
akibat sumbatan pada katup Hasner distal, sering
sebabkan infeksi berulang sistem lakrimalis
• Glaukoma kongenital  epifora, namun bisa
ditemukan hal lain seperti megalokornea, pengeruhan
kornea, blefarospasme, dan lainnya
ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Congenital Nasolacrimal Duct
Obstruction (CNDO)
• Embriology
– This condition affects nearly 20 % of all newborns
– The development of the lacrimal drainage system begins at
approximately 6 weeks of gestation
– Communication between the lacrimal drainage system and
the nose occurs at the end of the sixth month.
– Tears are normally produced a few weeks after birth;
hence nasolacrimal duct (NLD) obstruction may not be
recognised until several weeks after birth.

• Etiology :
– Most commonly, this is due to the presence of a
membrane at the level of the valve of Hasner, which is
present at the nasal opening of the nasolacrimal duct
Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2
Blink test
• Prinsip: kelopak mata menggerakkan air mata
pada matamata terlubrikasi
• Drainase air mata terletak pada ductus
nasolacrimal menuju hidung
• Saat berkedip  kantong lakrimal
tertekanmemaksa air mata keluar ke duktus
nasolacrimal
• Jika terdapat obstruksi pada ductus nasolacrimal
air mata akan refluks dan mata tampak sangat
berair  epiphora blink test (+)
Congenital nasolacrimal duct obstruction

Epiphora and matting Infrequently acute dacryocystitis


Treatment
• one third: bilateral
• Role out congenital glaucoma 
fotophobia
• Conservative management by
massage can be done safely upto 1
year of age;
• the reason being most of the cases
(96 %) will resolve within the first
year of life
• Massage of nasolacrimal duct: 10
strokes 4 times a day
• antibiotic drops 4 times daily for
mucopurulent discharge
• If no improvement - probe at 12
months
• Results - 90% cure by first probing
, 6% by repeated probing
61
• Keluhan lapang pandang semakin menyempit
• Obesitas, hipertensi dan dyslipidemia
• Tidak didapatkan injeksi, visus ODS 6/20
• Funduskopi papil pucat dengan batas tegas, Cup Disc Ratio
0.8 dengan Bayonetting Sign (+), TIO OD 30 mmHg dan OS
27 mmHg
PENYEBAB KELUHAN PENGLIHATAN…
DIAGNOSIS  GLAUKOMA KRONIK
JAWABAN:
B. ATROFI PAPIL KARENA GLAUKOMA
• Pada pasien  papil pucat dengan batas tegas
+ Cup Disc Ratio 0.8 dengan Bayonetting Sign
(+)  menandakan atrofi papil
• Penyebab  Glaucoma kronik  ditandai
dengan gejala penurunan lapang pandang,
dengan TIO OD 30 mmHg dan OS 27 mmHg
• Glaucoma  peningkatan tekanan intraocular
 sebabkan atrofi papil  penurunan
penglihatan (lapang pandang menyempit)
• Papil edema  akibat peningkatan tekanan
intracranial seperti tumor intracranial, dapat juga
terjadi pada retinopati hipertensi, yaitu pada
grade IV (opsi C dan D disingkirkan)
• Atrofi papil terjadi bukan karena hipertensi pada
pasien, namun akibat glaucoma dialami (opsi A
tidak dipilih)
• Retinitis pigmentosa  mata tenang visus turun
perlahan, biasanya funduskopi ditemukan deposit
bercak kehitaman dan spikula
Atrofi Papil dan Papiledema
Papil Atrophy Papil Edema

Columbia University Department of Opthalmology


Bayonetting Sign

Columbia University Department of Opthalmology


Retinopati Hipertensi

https://westjem.com/articles/grade-iii-or-grade-iv-hypertensive-retinopathy-with-
severely-elevated-blood-pressure.html
Retinopati Hipertensi Grade IV
62
• Keluhan mata merah, bengkak, nyeri, berair
dengan sekret disertai penurunan visus sejak 5
hari yang lalu
• Sering memakai kontak lens, namun malas
melepaskannya
ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  KERATITIS AKIBAT LENSA KONTAK
JAWABAN:
D. STAPHYLOCOCCUS AUREUS
• Adanya mata merah, nyeri berair, secret, disertai
dengan penurunan visus + riwayat menggunakan
lensa kontak  curiga infeksi mata, paling sering
keratitis
• Etiologi tersering penyebab keratitis pada pasien
dengan menggunakan lensa kontak  bakteri
Staphylococcus aureus
• Acantamoeba disingkirkan karena tidak ada
spesifik dijelaskan penggunaan lensa kontak saat
berenang yang jadi faktor resiko
• Acanthamoeba  faktor risiko Infeksi mikroorganisme
ini adalah memakai kontak lens pada saat berenang
atau mandi, dan membersihkan kontak lens tidak
memakai cairan steril pembersih kontak lens
• Fusarium  bisa sebabkan keratitis fungal akibat lensa
kontak, sering di wilayah subtropic atau tropis
• Giardia lamblia  tidak sebabkan keratitis, biasanya
parasite sebabkan infeksi saluran cerna
• Listeria monocytogenes  sebabkan listeriosis
biasanya infeksi melalui makanan terkontaminasi, tidak
sebabkan keratitis
Contact Lens Related Eye Infection
• Keratitis is the most • Risk Factor :
serious complication of – Extended wear lenses
contact lens wear – Sleeping in your contact
• Approximately 90% of lenses
MK in CL wearers is – Reduced tear exchange
associated with bacterial under the lens
infection – Enviromental factor poor
hygiene
• Symptomps
– Blurry vision, unusual
redness of the eye, pain in
the eye, tearing or
discharge from eye,
fotofobia, foreign body
sensation
Microbacterial keratitis related contact
lens wear
• Etiology :
– The most common bacterial
pathogens associated with MK :
Staphylococcus and Pseudomonas
species  more frequent in
temperate climate regions.
– Fungal keratitis  is more
frequent in tropical or sub-tropical
climates. Fusaria are the most
common fungal pathogen
associated with CL related fungal
keratitis.
– Acanthamoeba keratitis seems to
be a growing clinical problem in CL
wearers,
– viral keratitis is poor understood

Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis  fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome

Diagnosis Microscopic observation CL associated Fusarium Corneal scraping and CL


of corneal scraping using keratitis include central solution  cyst and
stained smears is useful lesions, paraxial lesions, and trophozoyte
for diagnosis of bacterial the peripheral lesions in the
keratitis. eye [31]. Patients with
Candida infections were
reported to have a severe
visual outcome
63
• Anak 15 tahun nyeri pada kedua mata sejak 1 bulan,
penglihatan kabur, mata berair dan merah
• Sudah lama menderita nyeri pada kedua lutut, sekitar dari
6 bulan yang lalu
• Konjungtiva hiperemis, keratik presipitat, terdapat cell dan
flare pada COA
PEMERIKSAAN MENEGAKKAN ETIOLOGI DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  UVEITIS
JAWABAN:
B. TITER ANTIBODI ANA
• Pada uveitis yang disebabkan oleh arthritis,
etiologi tersering adalah Juvenile Idiopatik
Arthritis (JIA) dan Spondylosing Ankylosis
• Pada pasien merupakan seorang anak
perempuan usia <16 tahun, dan menderita
nyeri pada kedua lutut, sehingga diagnosis
lebih mengarah ke JIA  marker untuk JIA
adalah antibody ANA
• Histokompatibilitas HLA B27  untuk mendiagnosis
Spondylosing Ankylosis
• MMP-9  dapat ditemukan pada beberapa proses
patologis, pada kasus arthritis biasa meningkat karena
RA
• VDRL  untuk sifilis
• Rontgen  tidak spesifik tegakkan etiologi
Pemeriksaan Lab pada JIA
Pemeriksaan yang biasa dilakukan
• ANA - Autoantibodies, dapat 80% positif pada pasien dengan
keterlibatan mata
• Rheumatoid Factor – dapat positif atau negative, lebih ditemukan
pada orang dewasa dengan penyakit rheumatoid arthritis
• ESR atau CRP – untuk mendeteksi inflamasi

Lainya:
• HLA-B27 untuk mengeksklusi arthritis lainnya yang terutama
mempengaruhi tulang belakang (ankylosing spondylitis)
• Analisis cairan sendi untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi pada
sendi
• Kultur darah untuk mengeksklusi infeksi.

American Association of Clinical Chemistry. Juvenile Idiopathic Arthritis. 2017


64
• Gangguan penglihatan pada kedua matanya sejak
beberapa hari yang lalu
• Menderita penyakit multiple sclerosis dan sedang dalam
pengobatan
• Penglihatan kedua mata menurun, sering menabrak orang
atau benda
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HEMIANOPSIA HOMONYM DEXTRA
JAWABAN:
A. HEMIANOPSIA HOMONYM DEXTRA
PEMERIKSAAN PERIMETRI
• Gangguan penglihatan kedua mata, sering
menabrak orang + hasil perimetri tampak
hilang penglihatan sisi temporal mata
kanan dan sisi nasal mata kiri 
hemianopsia homonim dextra
• Faktor Resiko: Multiple Sclerosis
• Pada hemianopsia homonim sinistra, yang
hilang penglihatan sisi temporal mata kiri
dan sisi nasal mata kanan
Ini adalah
Hemianopsia
Homonim Dextra OS OD
• Tidak ada istilah hemianopsia binocular (opsi
D dan E salah)
• Hemianopsia bitemporal  hilang
penglihatan sisi temporal kedua mata
65
• Penglihatan kabur sejak 2 minggu yang lalu
• Visus OD: visus 6/10 pada S +1 koreksi 6/6
• OS: visus 6/12 pada S+2 koreksi 6/6

PATOMEKANISME KONDISI…
DIAGNOSIS  HIPERMETROPIA
JAWABAN:
A. KURVATURA KORNEA LANDAI DARI NORMAL
• Berdasarkan pemaparan soal  pasien visus
menurun terkoreksi dengan lensa sferis positif
 kasus hypermetropia
• Patofisiologi terjadinya hipermetropia yaitu:
– Ukuran sumbu aksial bola mata lebih
pendek dibandingkan ukuran normal
– Kurvatura kornea lebih landai
• Patofisiologi miopia:
– Kurvatura kornea lebih cembung dari normal (opsi B)
– Sumbu aksial bola mata lebih panjang dibandingkan
ukuran normal
– Indeks bias atau refraksi lebih besar dari normal (opsi
D)
• Kurvatura irregular  penyebab astigmatisme (opsi C)
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana
sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina (di
belakang makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata
(hipermetropia refraktif) misal akibatlengkung kornea
yang terlalu landai
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit
kepala, silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
66
• Wanita 40 tahun mata buram saat melihat jarak
dekat, namun tidak ada keluhan saat melihat jauh
• Visus mata OD 6/20 dengan lensa S+1.00 menjadi
6/6, OS 6/20 dengan lensa S+1.25 menjadi 6/6

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HIPERMETROPIA
JAWABAN:
B. HIPERMETROP ODS
• Mata buram saat melihat jarak dekat,
namun tidak ada keluhan saat melihat jauh
 gejala klinis hypermetropia
• Visus mata OD 6/20 dengan lensa S+1.00
menjadi 6/6, OS 6/20 dengan lensa S+1.25
menjadi 6/6  membaik dengan lensa
sferis positif  hipermetropia
• Miopia  keluhan umumnya sulit melihat
jauh, terkoreksi dengan lensa sferis negatif
• Presbiopi  daya akomodasi berkurang
dipengaruhi usia
• Emetrop  mata normal
• Ametropia  sekelompok gangguan
penglihatan karena kelainan kekuatan refraksi
mata
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropiaaksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar– teknik Pemeriksaandalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensasferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuhdi retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yangmemberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakangretina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
67
• Pasien 43 tahun penyandang sindroma metabolic, konsumsi obat anti
kolesterol, asam urat, anti hipertensi dan obat gula darah
• Keluhan selain buram tidak ada
• Tidak didapatkan injeksi konjungtiva, kornea intak, COA dalam dan
jernih
• Gambaran pembuluh darah yang menipis dan berwarna pucat
kecoklatan dan AV nicking

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  RETINOPATI HIPERTENSI
JAWABAN:
E. RETINOPATI HIPERTENSI
• Pasien keluhan mata buram + riwayat
sindrom metabolic dengan pengobatan 
bisa merupakan komplikasi sindrom
metabolic dialami
• Temuan Copper Wiring dan AV Nicking 
menandakan retinopati hipertensi stadium
awal
• Tidak dipilih Retinopati DM karena
gambarannya harusnya venous beading
• Tidak ada istilah retinopati dyslipidemia
• Pada retinitis pigmentosa akan terdapat
deposit bercak kehitaman (pigmentasi) di
retina bagian perifer
Retinopati Hipertensi

https://westjem.com/articles/grade-iii-or-grade-iv-hypertensive-retinopathy-with-
severely-elevated-blood-pressure.html
Retinopati Hipertensi

Pembuluh darah yang menjadi tipis dan memucat dinamakan copper


wiring, sementara
Vena yang menipis dan tampak terputus oleh arteri dinamakan AV
nicking
68
• Keluhan pandangan buram
• Visus OD 6/18, OS 6/24
• Koreksi dengan pinhole didapatkan visus OD 6/9, OS 6/12
• Koreksi dengan lensa spheris -0,5D ODS 6/9, -1,00D ODS
6/6, -1,25D ODS 6/6, -1,5D ODS 6/9

KEKUATAN LENSA DIBERIKAN…


DIAGNOSIS  MIOPIA
JAWABAN:
C. -1.00 D
• Pandangan buram  gangguan refraksi
• Visus OD 6/18, OS 6/24  Koreksi dengan
pinhole didapatkan visus OD 6/9, OS 6/12
 kelainan refraksi non organik
• Koreksi dengan lensa spheris -0,5D ODS
6/9, -1,00D ODS 6/6, -1,25D ODS 6/6, -1,5D
ODS 6/9  lensa pilihan adalah -1.00 D dan
-1.25 D  karena visus bisa mencapai 6/6
• Prinsip pemilihan lensa pada myopia 
yang terlemah  sehingga dipilih S -1.00 D
• Koreksi dengan kekuatan lensa terlemah untuk
capai visus 6/6  opsi lain tidak tepat
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• MIOPIA  bayangan difokuskan di • Normal aksis mata 23 mm (untuk
depan retina, ketika mata tidak setiap milimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira
dalam kondisi berakomodasi
lebih miopik 3 dioptri)
(dalam kondisi cahaya atau benda
• Normal kekuatan refraksi kornea
yang jauh) (+43 D) (setiap 1 mmpenambahan
• Etiologi: diameter kurvatura kornea, mata
– Aksis bola mata terlalu panjang
lebih miopik 6D)
miopia aksial • Normal kekuatan refraksi lensa
– Miopia refraktif  media refraksiyang (+18D)
lebih refraktif dari rata-rata: • People with high myopia
kelengkungan kornea terlalu besar – more likely to have retinal detachments
and primary open angle glaucoma
• Dapat ditolong dengan
– more likely to experience floaters
menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• Miopia secara klinis :
– Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
– Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
– Ringan (lavior) : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
– Sedang (moderate): lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
– Berat (grandior): lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
• Miopia berdasarkan umur :
– Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
– Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
– Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
– Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
69
• Mata merah 2 hari
• Penurunan penglihatan (-), mata berair, rasa menganjal
• Kontak dengan kakak yang mengalami gejala yang sama
• Edema palpebra, folikel cairan serous, injeksi konjungtiva

TERAPI SUPORTIF…
DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS VIRUS
JAWABAN:
D. ARTIFICIAL TEARS
• Mata merah dengan tidak adanya penurunan
penglihatan  mata merah visus normal
• Mata berair, rasa menganjal  kemungkinan
konjungtivitis
• Riwayat kontak dengan kakak yang mengalami
gejala yang sama  transmisi antar manusia,
paling sering karena virus
• Pemeriksaan fisik edema palpebra, folikel
cairan serous, injeksi konjungtiva 
konjungtivitis virus
• Terapi pada konjungtivitis virus bersifat
suportif  artificial tears
• Gentamisin dan tobramisin bila infeksi bakteri
• Pilokarpin  miotik
• Betametason  steroid, tidak perlu untuk
kondisi infeksi virus
Viral Conjunctivitis
• Etiology : Adenovirus (65-90% of • Viral conjunctivitis secondary to
cases) adenoviruses  highly contagious,
– produce 2 of the common clinical and the risk of transmission 10% -
entities associated with viral 50%
conjunctivitis : • The virus spreads through direct
1. pharyngoconjunctival fever contact via contaminated fingers,
• Abrupt onset of high fever, medical instruments, swimming pool
pharyngitis, bilateral water,or personal items
conjunctivitis and • Incubation and communicability are
periauricular lymphnode estimated to be 5 to 12 days and 10
enlargement to 14 days, respectively
2. epidemic keratoconjunctivitis • Treatment
• More severe and presents – artificial tears, topical
with watery discharge, antihistamines, or cold
hyperemia, chemosis, and compresses  alleviating some
ipsilateral lymphadenopathy of the symptoms
– Available antiviral medications
are not useful and topical
antibiotics are not indicated
70
• Keluhan berdebar-debar, suka berkeringat, dan
gemetaran
• Benjolan di leher sejak 6 bulan
• Penonjolan mata keluar dari orbita, dan massa difus
berukuran 5x6x4 cm yang ikut bergerak ketika
menelan dan tidak terasa nyeri
PEMERIKSAAN UKUR KEPARAHAN KOMPLIKASI…
DIAGNOSIS  GRAVES OPTHALMOPATHY
JAWABAN:
B. HERTEL EKSOFTALMOMETER
• Gejala hipertiroidisme 
berdebar-debar, mudah
berkeringat  akibat
pembesaran difus pada
kelenjar tiroid  mungkin
graves disease
• Komplikasi graves disease 
graves opthalmopathy 
diukur menggunakan hertel
eksoftalmometer
• Gonioskopi adalah pemeriksaan untuk melihat
kedalaman anterior chamber
• Schiotz Tonometri untuk mengukur tenakan
intraokuler
• Ocular Coherence Tomography adalah pemeriksaan
untuk memfoto retina secara cross section, memiliki
fungsi yang lebih baik daripada funduskopi
• Amsler Grid untuk melihat defek scotoma pada kasus
age related macular degeneration
Gejala pada Graves Opthalmopathy
• Gejala merupakan kombinasi dari retraksi dan
spasme kelopak mata, proptosis, myopati
ekstraokuler dan neuropati optik
Eksoftalmometer
Eksoftalmometer adalah instrument untuk
mengukur derajat dysplasia eksoftalmos
Alat ini mengukur jarak pergeseran dari orbital
rim lateral ke depan kornea
Ada beberapa tipe:
• Hertel
• Naugle
• Luedde
Naugle dan Luedde Exopthalmometer

Naugle Luedde
NEUROLOGI
71
• Laki-laki dengan keluhan tidak dapat menggerakkan
kedua tungkai setelah kecelakaan sepeda motor
• Tidak ada gangguan BAB BAK pada pasien
• Tidak ada gangguan lain selain motorik pada kedua
ekstremitas bawah pasien
SKOR ASIA…
DIAGNOSIS  TRAUMA MEDULA SPINALIS
JAWABAN:
C. ASIA GRADE C
• Diagnosis pada kasus adalah Trauma medula
spinalis, karena terdapat keluhan paraplegi
(kedua kaki tidak dapat digerakkan)
• Dari data yang diberikan, kemungkinan Skor
Asia pada pasien adalah ASIA Grade C, atas
dasar:
– tidak dapat menggerakkan kedua tungkai
Paraplegi inferior, kekuatan motoric 0
– Tidak ada gangguan BAB BAK pada pasien dan
tidak ada gangguan lain  Kemungkinan tidak
ada gangguan pada sensorik dan tidak ada
gangguan BAK dan BAB (Segmen S4-5)
• Tidak dipilih opsi B karena pada opsi B, fungsi
sensorik masih baik dan motorik terganggu di
bawah level neurologis hingga segmen S4-5,
sehingga akan didapatkan temuan gangguan
motoric dan sensorik pada anus (gangguan BAB
dan BAK)
• Sementara itu pada Grade D, fungsi motoric utama
terganggu minimal dengan skala kekuatan >3
• Grade Etidak ada kelainan pada fungsi motoric
dan sensorik
• Grade ATIDAK ADA fungsi motoric dan sensorik
Klasifikasi Trauma Medula Spinalis
• Berdasarkan Impairment Scale menggunakan “American
Spinal Injury Association/International Medical Society of
Paraplegia (ASIA/IMSOP)”
Grade Impairment Deskripsi

A Komplit TIDAK ADA fungsi motorik dan sensorik sampai S4 – S5

B Sensori Fungsi sensorik masih baik tetapi fungsi motoric


Inkomplit terganggu sampai segmen sakral S4 – S5
C Motor Fungsi motorik terganggu di bawah level neurologis,
inkomplit namun otot motorik utama masih punya kekuatan skala
<3
D Motor Fungsi motorik terganggu di bawah level, namun otot
inkomplit motorik utama masih punya kekuatan skala >3
E Normal Sensorik dan motorik normal
American Spinal Injury Association. International Standards for Neurological Classifications of Spinal Cord Injury. revised ed. Chicago, Ill:
American Spinal Injury Association; 2000. 1-23.
72
• Wanita usia 20 tahun penurunan kesadaran perlahan sejak 3
hari disertai kelemahan sesisi tubuh
• Nyeri kepala berdenyut serta demam kurang lebih 1 minggu
• kesadaran somnolen, GCS E3M4V5 suhu 380C
• tanda rangsang meningeal (+)
• hemiparese dextra

PEMERIKSAAN PENUNJANG?
DIAGNOSIS  MENINGOENSEFALITIS
JAWABAN:
C. LUMBAL PUNGSI
• Diagnosis pada kasus adalah Meningoensefalitis,
karena terdapat :
– Penurunan kesadaran perlahan sejak 3 hari
– Nyeri kepala berdenyut serta demam kurang lebih 1
minggu, suhu 380C
– Defisit Neurologis:
• kesadaran somnolen, GCS E3M4V5
• tanda rangsang meningeal (+)
• hemiparese dextra
• Pemeriksaan penunjang yang tepat dilakukan
adalah C. Lumbal Fungsi
– untk menegakkan diagnosis etiologi sehingga pilihan
terapi yang digunakan lebih tepat guna sehingga
mendapatan outcome terapi yang baik.
• CT scan dengan kontras tidak dapat memberi
informasi ttg etiologi kuman meningoensefalitis
pd psn
• Foto kepala dan PET Scantidak digunakan
kasus meningoensefalitis
• Kultur darah dilakukan pada kasus sespsis
Meningitis Bakterialis
73
• Wanita, 35 tahun dengan kejang berulang sejak 1 jam yang lalu.
• Kejang dialami sudah sekitar 10 kali, per periode durasi kejang 2
menit.
• Kejang seluruh tubuh tampak kaku dan kemudian menghentak.
• Pada saat kejang pasien tidak sadar dan diantara kejang pasien juga
tidak sadar.
• Pasien memiliki riwayat epilepsi dan tidak rutin meminum obat anti
epilepsi.
• Demam disangkal. Saat anda periksa pasien kembali kejang.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  STATUS EPILEPTIKUS
JAWABAN:
B. DIAZEPAM
• Diagnosis pada kasus adalah Status epileptikus,
karena terdapat :
– Wanita, 35 tahun dengan kejang berulang sejak 1 jam
yang lalu.
– Kejang dialami sudah sekitar 10 kali, per periode
durasi kejang 2 menit.
– Kejang seluruh tubuh tampak kaku dan kemudian
menghentak.
– Pada saat kejang pasien tidak sadar dan diantara
kejang pasien juga tidak sadar.
• Saat diperiksa pasien kembali kejang, maka
tatalaksana awal pada psn adalah B.Diazepam
– 10 mg IV bolus lambat selama 5 menit atau stop bila
kejang berhenti.
• Fenitoin dan atau fenobarbital (2nd line)
– bisa diberikan pada stadium 3 kejang (0-60 menit) atau
untuk maintenance cegah kejang berulang kemudian.
• Bila pasien masuk stadium 4 (30-90 menit) masih
kejang, pertimbangkan knock down pasien dengan
anestesi umum misalnya midazolam (opsi 4)
– midazolam bisa diberikan pada kejang awal andaikan
tidak stop dengan diazepam atau tidak ada akses IV
(namun midazolam berikan secara IM yang tidak
diperjelas opsi diatas)
• Magnesium sulfattidak dipakai pd tatalaksana
status epileptikus
Status Epileptikus
• Definisi konseptual: bangkitan berlangsung le bih dari
30 menit, atau ada dua bangkitan/lebih dimana
diantara bangkitan tersebut tidak ada pemulihan
kesadaran
• Definisi operasional & kriteria diagnosis status
epilepticus (SE) konvulsif
– Ada bangkitan durasi >5 menit, atau bangkitan berulang 2
kali atau lebih tanpa pemulihan kesadaran diantara
bangkitan
• Etiologi SE: putus obat antiepilepsi, CVD, konsumsi
ethyl alcohol, anoksia, metabolic, perdarahan, trauma,
tumor, infeksi

Sumber: .
PPK Neurologi 2017
Konsensus Epilepsi. Perdossi. 2014
Tatalaksana status epileptikus
• Stadium 1 (di RS, 0-10 menit)
– Umum: primary survey dan stabilisasi ABC (pertahankan patensi jalan napas dan
resusitasi), O2, pasang infus
– Hentikan kejang: Diazepam IV 10 mg bolus lambat selama 5 menit, stop bila kejang
berhenti, atau Lorazepam IV 0.1 mg/kgBB (max 4 mg). Bila masih kejang bisa ulang
Diazepam 1x lagi atau beri Midazolam 0.2 mg/kgBB IM
• Stadium 2 (0-30 menit)
– Monitor pasien, pertimbangkan kemungkinan kondisi non-epileptic, pemeriksaan
laboratorium
– Beri D5% 50 ml dan atau thiamine 250 mg IV bila ada curiga penggunaan alcohol
hingga defisiensi nutrisi
– Terapi asidosis bila ada asidosis berat
• Stadium 3 (0-60 menit)
– Pastikan etiologic, siapkan rujuk ke ICU
– Phenytoin IV 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit dan atau
bolus Phenobarbital 10-15 mg/kgBB IV dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit
• Stadium 4 (30-90 menit)
– Pindah ICU
– Pertimbangkan anestesi umum bila masih kejang dengan propofol 1-2 mg/kgBB bolus
lanjut maintenance 2-10 mg/kg/jam atau Midazolam 0.1-0.2 mg/kgBB bolus lanjut
maintenance 0.05-0.5 mg/kgBB/jam
74
• Laki-laki, 28 tahun, dgn tangan kiri nyeri sejak 1 bulan
• Memberat 1 minggu ini
• Bekerja sebagai petugas administrasi, mengetik sehari
dapat selama 6 jam.
• PF: Nyeri pada pergelangan tangan kiri dan parestesia sisi
lateral tangan kiri.

TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  CARPAL TUNNEL SYNDROME
JAWABAN:
B. SPLINTING PERGELANGAN
• Diagnosis pada kasus adalah Carpal tunnel
syndrome, karena terdapat :
– Laki-laki, 28 tahun, dgn tangan kiri nyeri sejak 1
bulan
– Bekerja sebagai petugas administrasi, mengetik
sehari dapat selama 6 jam.
– PF: Nyeri pada pergelangan tangan kiri dan
parestesia sisi lateral tangan kiri.
• Tatalaksana awal pada psn adalah B. Splint
pergelangan
• Operasi eksplorasiistilah tidak tepat, operasi
yang dilakukan pada CTS adalah operasi
dekompresi untuk mengurangi tekanan pada
terowongan karpal
• Hidrocodonetidak ada di indonesia
• Back sling dan Back brace  untu menyangga
punggung
Carpal Tunnel Syndrome
CTS merupakan kelainan neuropati perifer lokal yang sering terjadi akibat
tertekannya nervus medianus.

Viera A. Management of Carpal tunnel Syndrome. Am Fam Physician 2003:68:265-72, 279-80


http://www.gponline.com/common-conditions-hand/musculoskeletal-
disorders/article/1219687
Gejala

• Nyeri, kesemutan dan perasaan geli


pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus medianus
• Nyeri memberat pada malam hari
dan dapat membangunkan pasien
dari tidur.
• Nyeri dan parastesi dapat menjalar
ke lengan bawah, siku hingga bahu
• Kekuatan menggenggam berkurang
• Atrofi otot tenar
• Untuk mengurangi gejala biasanya
pasien akan mengguncang –
guncang kan tangannya seperti saat
memegang termometer (flicktest)
Terapi Konservatif
• Istirahatkan pergelangan tangan
• Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan.
• Bidai dapat dipasang terus-menerus atau
hanya pada malam hari selama 2-3 minggu
• lnjeksi steroid dexametason atau
metilprednisolon ke dalam terowongan karpal
• Fisioterapi.
• Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan
Terapi Operatif
• Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan.
• Operasi hanya dilakukan:
• pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif
• bila terjadi gangguan sensorik yang berat
• adanya atrofi otot-otot thenar.
75
• Pasien laki-laki, 60 tahun, pasca stroke hemoragik.
• Saat ini pasien mengalami gangguan komunikasi.
• Pasien lancar dalam mengucapkan kata-kata
• namun tidak mengerti pembicaraan orang lain, dan tidak
mampu mengikuti perintah yang diberikan
• Pasien mampu menirukan kata/ kalimat lawan bicara

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  AFASIA TRANSKORTIKAL SENSORIK
JAWABAN:
A. AFASIA TRANSKORTIKAL SENSORIK
• Diagnosis pada kasus adalah Afasia
transkortikal sensorik, karena terdapat gejala :
– lancar dalam mengucapkan kata-kata
– namun tidak mengerti pembicaraan orang lain,
dan tidak mampu mengikuti perintah yang
diberikan
– Pasien mampu menirukan kata/ kalimat lawan
bicara
• Ciri khas pada afasia transkortikal sensorik
adalah kemampuan pasien dalam
mengulang/ menirukan kata/ kalimat lawan
bicara.
• Afasia sensorik/ Wernickelancar mengeluarkan
isi pikirannya, namun tidak mengerti pembicaraan
orang lain atau mengikuti perintah
• Afasia transkortikal campuran tidak dapat bicara,
tidak dapat mengerti perintah dapat mengulang
kata-kata
• Afasia motorictidak dapat bicara, tapi dapat
mengerti perintah, tidak dapat mengulang kata-
kata lawan bicara
• Afasia globaltidak dapat bicara, tidak mengerti
dan tidak dapat mengulang kata-kata.
• Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.

• Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia


transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal
campuran.

• Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan


sesuai dengan penamaannya namun
penderita mampu mengulangi kata/ kalimat
lawan biacaranya.
Summary of Aphasias
Type of Spontaneous
Paraphasias Comprehension Repetition Naming
Aphasia speech

Broca’s Nonfluent - Good Poor Poor

Global Nonfluent - Poor Poor Poor

Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor

Wernicke’s
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory

Conduction Fluent + Good Poor Poor

Anomic Fluent + Good Good Poor


28/02/2006
76
• Seorang wanita diantar oleh keluarganya karena tidak sadar
setelah kecelakaan motor
• Setelah kecelakaan pasien sempat tidak sadarkan diri, tetapi
kemudian bisa membawa motornya untuk pulang
• namun ketika sampai rumah, 1 jam kemudian pasien alami
penurunan kesadaran

PEMERIKSAAN UNTUK MENEGAKKAN DIAGNOSIS…


DIAGNOSIS  TRAUMA KAPITIS E.C SUSP. EDH
JAWABAN:
A. CT SCAN KEPAL KEPALA NON KONTRAS
• Diagnosis pada kasus adalah Trauma kapitis
e.c susp. EDH, karena terdapat gejala :
– Tidak sadar setelah kecelakaan, kemudian
pasien sadar Kembali dan dapat pulang, namun
kemudian pasien tidak sadarinterval lucid
• Untuk memastikan diagnosis, maka
dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala non
kontras
 MRI  dapat digunakan untuk kasus perdarahan
intracranial, namun MRI memiliki waktu pemeriksaan yang
lebih lama dibandingkan CT Scan Non Contrast sehingga
jawaban CT Scan non Contrast lebih tepat pada kasus
trauma kepala.
 CT Scan Kepala dengan Kontras  digunakan pada kasus
peradangan/ infeksi ataupun kasus tumor/ keganasan.
 CT Angiography  digunakan untuk evaluasi penyakit
pembuluh darah seperti penyumbatan ataupun aneurisme.
 Foto Schedel: Foto polos tulang tengkorak hanya untuk
melihat adanya fraktur tulan tengkorak.
EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara
tengkorak dg duramater.
Biasanya berasal dari arteri yg
pecah oleh karena ada fraktur
atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
 Diagnosis akurat dg CT scan
kepala : perdarahan bikonveks
atau lentikulerdi daerah
epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • SDH akut : kurang dari • Kaku kuduk


• Kesadaran makin 72 jam • Nyeri kepala
menurun • SDH subakut : 3-21 hr • Bisa didapati
• Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi • SDH khronis : > 21 • Akibat pecah
• Pupil anisokor hari. aneurisme berry
• Babinsky (+) • Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
• Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
77
• Wanita, 38 tahun, dengan sakit kepala memberat disertai dengan
muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu
• lengan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan sejak 3 bulan
yang lalu
• Riwayat sakit kepala sejak 2 tahun yang lalu yang semakin lama
semakin memberat
• PF: TD 130/80, FN 80x/m, RR 20x/m, reflek cahaya (+). Pupil
anisokor kiri lebih lebar dari yang kanan.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TRAUMA KAPITIS E.C SUSP. EDH
JAWABAN:
A. CT SCAN KEPAL KEPALA NON KONTRAS
• Adanya Riwayat nyeri kepala kronik yang makin
berat (sejak 2 tahun), disertai dgn adanya deficit
neurologis (hemiparese kanan) dan tanda
peningkatan TIK (muntah dan pupil anisokor),
mengarahkan ke Lesi desak ruang (SOL)
 Migrain: sakit kepala dengan intentistas berdenyut/ tertusuk-
tusuk. Sakit kepala berlangsung 4-72 jam tidak menimbulkan
defisti neurologis
 Lesi vascular  tanda dan gejala lesi vascular terjadi secara
mendadak. Defisit neurologis tergantung letak lesi.
 Regangan otot misal tension headache, sifat nyeri kepala
berat atau tertarik. Nyeri berlangsung 30 menit – 7 hari.
Intensitas naik turun dantidak disertai deficit neurologis.
 Reaksi inflamasi  bermacam-macam penyakit inflamasi yang
menimbulkan sakit kepala dapat berupa infeksi, autoimun, dsb.
Keadaan tersebut pasati terdapat gejala lain yang menyertai.
Seperti demam, kejang, akku kuduk, dsb.
Lesi Desak Ruang
Definisi
• Suatu proses penambahan massa intrakranial
• Peningkatan TIK

Etiologi
• Hematoma (Subdural & epidural hematom)
• Neoplasma (tumor intrakranial)
• Abses serebri
• Tuberkuloma
Gejala Klinis
• Tanda umum peningkatan TIK :
– Sakit kepala
– Mual & muntah
– Kejang
– Penurunan kesadaran
• Gejala fokal :
– Hemianopsia homonim, tidak bisa
melokalisir
– Perubahan status mental & sensasi
– Perubahan fungsi hormonal
• Tumor intra kranial dapat
menyebabkan herniasi:
– Herniasi falk
– Herniasi trans tentorial
– Herniasi tonsilar
– Herniasi uncal
Tumor Intrakranial
Tumor otak primer adalah penyakit yang jarang ditemui, insidensnya hanya sekitar 2% dari
populasi di USA
Tumor lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, dengan umur yang paling sering
terkena adalah 69 – 75 tahun

Chandhana S, Singh T. Primary Brain Tumors in Adult. (Am Fam Physician. 2008;77(10):1423-1430.
Diagnosis of Primary
Brain Tumors

https://www.aafp.org/afp/2016/0201/p21
1.html#afp20160201p211-f1
Tanda dan gejala tumor otak primer

Tanda dan Gejala Persentase %


1. Nyeri kepala 56
2. Hilangnya memori 35
3. Perubahan kognitif 34
4. Defisit motorik 33
5. Defisit bahasa 32
6. Kejang 32
7. Perubahan kepribadian 23
8. Gangguan penglihatan 22
9. Perubahan kesadaran 16
10. Mual dan muntah 13
11. Defisit sensoris 13
12. Papiledema 5

Chandhana S, Singh T. Primary Brain Tumors in Adult. (Am Fam Physician. 2008;77(10):1423-1430.
Pemeriksaan Penunjang

• Foto polos Schaedel


– Erosi bagian posterior dorsum sella
– Ballooning sella
– Impression digitate
• Angiografi
• CT Scan
• MRI
78
• Laki-laki, berusia 25 tahun datang ke Poliklinik dengan
keluhan nyeri di pinggang sejak 2 minggu yang lalu
• Dua minggu yang lalu pasien terjatuh dengan posisi
terduduk saat memanjat pohon kelapa
• PF: saddle anestesi dan kekuatan motoric tungkai bawah
3333/ 4444
• Tidak ditemukan gangguan BAB dan BAK

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SINDROM KAUDA EKUINA
JAWABAN:
B. SINDROM KAUDA EKUINA
• Adanya keluhan nyeri pinggang sejak 2 minggu
yang lalu, riwayat terjatuh dalam posisi terduduk,
PF: saddle anestesi dan paraparese asimetris
(kekuatan motoric tungkai bawah 3333/ 4444)
dan tidak ditemukan gangguan BAB dan BAK
sesuai dengan sindrom cauda equine.
• Pada sindrom cauda equine gejala yang khas
adalah adanya saddle anestesi, paresis tipe LMN
kedua tungkai yang asimetris kiri dan kanan, serta
gangguan sensorik setinggi lesi.
• HNP Lumbal  diagnosis pasti ditegakkan dengan MRI
yang menunjukkan adanya penyempitan medulla spinalis
akibat penonjolan diskus
– Gejala berupa defisit neurologis simetris setinggi lesi.
• Radikulopati lumbal  disfungsi akar saraf di area
lumbal  menimbulkan nyeri radikular sesuai dermatom
dari letak lesi tersebut.
• Syringomyelia  tumbuhnya kista berisi cairan (syrinx) di
dalam sumsum tulang belakang
– Gejala yang ditimbulkan antara lain kelemahaan otot, atrofi
otot, hilangnya reflex, dan sensitivitas sesuai dengan letak
lesi.
• Mielopati  istilah u/ menggambarkan setiap defisit
neurologis yang berhubungan dengan sumsum tulang
belakang, baik karena kelainan bawaan, trauma, ataupun
HNP.
Cauda Equina Syndrome
Etiologies
– Disc herniation
• Cauda equina is the collection – Disc fragment migration
of nerve containing nerve – Iatrogenic epidural hematoma
roots from L1-L5 and S1-S5. • Post LP or spinal anesthesia

• Most centrally located nerve Postoperatively
– Infection
roots are from most caudal
segments. – Tumor
– Trauma
• Lesions give rise to lower
motor neurons symptoms. Symptoms
• Radicular pain is prominent • Back pain
and symptoms are usually • Radicular pain
unilateral. • Bilateral
• Bladder dysfunction with a • Unilateral
• Motor loss
decrease in perianal sensation • Sensory loss
• Urinary dysfunction
• Overflow incontinence
• Inability to void
• Inability to evacuate the bladder completely
• Decrease in perianal sensation
Sindrom kauda
equina
• Diagnosis
– Klinis dan dikonfirmasi
dengan MRI atau CT
scan
• Terapi tergantung
penyebabnya
– Herniasi diskus, trauma,
tumor, atau abses 
dekompresi surgical
– Abses  penggunaan
antibiotic
– Degeneratif 
pengobatan
antiinflamatorik dan
kortikosteroid
Conus Medullaris Syndrome Cauda Equina Syndrome

Vertebral level: L1-L2 Vertebral level: L2-sakrum


Spinal level: Segmen sacral Spinal level: Lumbosacral
cord and roots nerve roots
Tiba-tiba Gradual
Bilateral Unilateral

Nyeri radikuler tidak parah Nyeri radikuler lebih parah


LBP nyeri Jarang LBP

Motorik: simetris, paresis Motorik: paraplegia arefleks


hiperrefleks distal tungkai asimetris lebih dominan,
bawah tidak begitu dominan, atrofi, tanpa fasikulasi
fasikulasi Refleks: lutut dan ankle jerks
Refleks: hanya ankle jerks
Sensori: localized numbness Sensori: localized numbness
perianal, simetris, bilateral “saddle area”, asimetris,
unilateral
Disfungsi berupa inkontinensia Disfungsi sfingter muncul
sfingter urin dan feses di awal belakangan
Impotensi (+) Impotensi jarang
Trauma Medula Spinalis
79
• Seorang perempuan berusia 23 tahun dengan keluhan mukanya
miring ke arah kanan.
• Pasien mengatakan setiap hari pergi bekerja dengan
menggunakan sepeda motor.
• Riwayat Demam disertai batuk dan pilek dengan ingus encer 3
hari yang lalu.
• PF: mulut tidak dapat mencucu (asimetris), kerut dahi sebelah
kanan menghilang dan tidak dapat menggembungkan pipi
PERNYATAAN YANG BENAR…
DIAGNOSIS  BELLS PALSY
JAWABAN:
E. PADA PEMERIKSAAN MATA DAPAT DIJUMPAI
LAGOFTALMUS DAN DRY EYE.
• Pada kasus di atas didapatkan Bell’s palsy, karena terdapat
gejala
– mukanya miring ke arah kanan
– hasil pemeriksaan neurologis didapatkan mulut tidak dapat mencucu
(asimetris), kerut dahi sebelah kanan menghilang dan tidak dapat
menggembungkan pipi
– Faktor risiko pada Pasien adalah bekerja dengan menggunakan
sepeda motor dan infeksi virus sebelumnya (demam, batuk dan pilek
3 hari yang lalu)
• Pada bells palsy, manifestasi klinis lain yang didapatkan
– kelumpuhan otot wajah unilateral
– gangguan pada telinga (hyperacusis, otalgia)
– gangguan pada mata (nyeri, mata kering oleh karena menurunnya
produksi air mata, lagoftalmus, penglihatan kabur)
– gangguan sensoris (rasa tebal pada pipi dan mulut)
• Maka pilihan jawaban yang tepat adalah E. Pada pemeriksaan
mata dapat dijumpai lagoftalmus dan dry eye.
• Pada pemeriksaan telinga dapat didapatkan tuli
sensoris
• Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai
konjungtivitis vernalis
• Pada pemeriksaan pengecapan pasti tidak
didapatkan kelainan
• Pada pemeriksaan telinga pasti tidak
didapatkan kelainan

• PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK BENAR


Bell’s Palsy

• Selain itu, yang banyak diperdebatkan adalah


iritasi terus-menerus dalam durasi yang cukup
lama menyebabkan pembengkakan nervus
fasialis sehingga terjepit diduga juga sebagai
penyebab Bell’s palsy
Bell’s palsy
• Klinis
• Pemeriksan fisik:
– Paralisis N VII (facialis) tipe LMN, menyebabkan
kelemahan satu sisi wajah (atas dan bawah) 
lipatan datar di dahi dan lipatan nasolabial pada
sisi lumpuh
– Diminta tersenyum  distorsi dan lateralisasi
pada sisi berlawanan dengan yang lumpuh. Saat
diminta angkat alis  sisi dahi tampak datar

Sumber: .
PPK neurologi 2017
80
• Wanita berusia 54 tahun dengan keluhan sering muncul gerakan
berulang ulang pada jari dan tangan kiri, seperti bermain piano.
• Keluhan sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu
• Pasien tampak cemas dan iritabel
• Riwayat depresi yang telah berlangsung selama beberapa tahun
• Di keluarga, ayahnya terdapat riwayat penyakit dengan gejala serupa
• Pemeriksaan tanda vital: TD 130/80 mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas
16x/ menit, dan suhu afebris.

LETAK KELAINAN…
DIAGNOSIS  HUNTINGTON DISEASE
JAWABAN:
A. PUTAMEN
• Wanita 54 tahun, sejak 6 bulan mengalami chorea
(gerakan berulang ulang pada jari dan tangan kiri
seperti bermain piano). Pasien tampak cemas dan
iritabel, dari anamnesis lebih lanjut, pasien
memiliki riwayat depresi yang telah berlangsung
selama beberapa tahun. Di keluarga, ayahnya
terdapat riwayat penyakit dengan gejala serupa
• Dari gejala dan tanda yang ada diagnosis pada
kasus ini mengarah pada Huntington disease
• Struktur otak yang dominan mengalami kerusakan
adalah putamen
• Ventrolateral hipothalamus  berperan dalam
rasa lapar, takut, termoregulasi, dan aktfitas
seksual.
• Cortex cerrebri  bagian yang berevolusi secara
lanjut pada manusia, memiliki banyak fungsi sesuai
lobus.
• Globus pallidus  bersamaan nucleus caudatus
dan putamen membentuk bangsal ganglia.
Beberapa literatur menyebutkan pada Huntington
disease juga dapat mengalami atrofi, namun
memang yang dominan adalah putamen dan
nucleus caudatus.
• Cerebellum  berperan sebagai pusat
keseimbangan.
Huntington’s Disease symptoms:
 An autosomal dominant, heritable disease causing
uncontrolled movement of the arms, legs, head,
face, and upper trunk.

 Cognitive impairments in reasoning skills,


memory, concentration, judgment, and
organization ability

 Mood changes, especially depression, anxiety, and


anger/irritability

 Frequently, obsessive-compulsive disorder (OCD)


develops

from alz.org
Chorea: irregular, jerky movements; uncontrolled, dance-like
motion of twisting or writhing (from the Greek word “dance”)
HD patient
 Jerky, uncontrollable movements of limbs, trunk, and face
 Attempt to conceal involuntary movements by adding voluntary
movements
 Lesions mainly involves the central nervous system, with atrophy
of the caudate and putamen (the neostriatum) being most
prominent.
 HD: excessive DA signaling in the basal ganglia
 Normal movement is dependent on balance between
direct/indirect motor pathways
81
• Tn Popon, 25 tahun, dirujuk dari Puskesmas dengan keluhan
paraplegia
• Pasien terjatuh dari gedung lantai 2
• Pasien mati rasa pada kedua tungkai bawah.
• Rangsang nyeri dan suhu terganggu, rangsang proprioseptif dan
vibrasi masih (+).
• Dari pemeriksaan kekuatan motorik 0 dan Refleks Babinski (+).
LETAK KELAINAN PENYEBAB KELAINAN MOTORIK…
DIAGNOSIS  ANTERIOR CORD SYNDROME
JAWABAN:
C. TRAKTUS KORTIKOSPINAL
• Pasien mengalami paraplegia akibat terjatuh dari
lantai 2 sebuah gedung disertai adanya parestesia dan
mati rasa pada kedua tungkai. Pada pemeriksaan
kekuatan motoric 0 dan reflex Babinski (+)
• Pasien mengalami paraplegia tipe UMN disertai
adanya gangguan sensorik pada rasa nyeri dan suhu
diagnosis pada kasus ini adalah Anterior Cord
Syndrome
• Jaras yang menyebabkan gangguan motorik adalah
kerusakan pada traktus kortikospinalis
– berperan pada gerakan motoric halus dan traktus
spinotalamikus anterior yang berperan dalam rangsang raba
dan tekanan.
 Traktus spinotalamikus lateral  jaras sensorik berupa
nyeri dan suhu.
 Fasiculus gracillis dan cuneatus  jaras proprioseptif,
discriminative touch dan getaran.
 Radiks spinal  kelumpuhan bersifat LMN  tidak
ditemukan reflex patologis pada lesi radiks spinal.
 Column posterior  terdiri dari Fasiculus gracillis dan
cuneatus  gejala gangguan proprioseptif
discriminative touch dan getaran.
Main Somatosensory Pathway
(Ascending Tract)
• Pain and
tempereature
pathway (Lateral
Spinothalamic Tract)
• Touch & pressure
pathways (Anterior
Spinothalamic Tract)
• Pathway for:
– Conscious
proproception.
– Discriminative touch
– Vibratory sense.

(Fasciculus gracillis &


cuneatus)
Descending Tract
• Segregated bundles of nerve fibres in the white
matter of the spinal cord descending from the
supraspinal centres referred to as upper motor
neurons ( UMN ) are concerned with somatic and
visceral motor activity.
• Cells of origin lie in cerebral cortex and brain stem
regulate the LMN activity
• Corticospinal Tract –
for fine skilled
movement.
GEJALA KLINIK
• Anterior Cord Syndrome
– Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
• Posterior cord syndrome
– Jarang ada, kelemahan dr
batas lesi kebawah
Gangguan proprioseptik
82
• Laki-laki, 40 tahun, dengan keluhan nyeri kepala seperti
terikat, terasa dari dahi hingga ke bagian belakang
kepala
• Mual, muntah, dan fotofobia disangkal
• Pasien mengeluh sering sakit kepala seperti ini dan
timbul pada waktu yang sama setiap harinya.
MEKANISME TIMBULNYA KELUHAN PASIEN…
DIAGNOSIS  TENSION TYPE HEADACHE
JAWABAN:
C. KETEGANGAN OTOT-OTOT LEHER BELAKANG
• Adanya keluhan nyeri kepala seperti terikat, terasa dari
dahi hingga ke bagian belakang kepala dan timbul pada
waktu yang sama setiap harinya, mengarahkan diagnosis
pada Tension Type headache
• Pada tension type headache, mekanisme yang terjadi
adalah kontraksi menetap otot- otot kulit kepala, dahi,
dan leher yang disertai dengan vasokonstriksi
ekstrakranium
 Kelainan pada neurotransmitter serotonin
 Kelainan pada neurotransmitter GABA
 Vasodilatasi pembuluh darah
 Kelainan pada neurotransmitter dopamine

 PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK BENAR


Tension type headache
• (TTH) adalah sakit kepala yang terasa seperti
tekanan atau ketegangan di dalam dan disekitar
kepala.
• Nyeri kepala karena tegang yang menimbulkan
nyeri akibat kontraksi menetap otot- otot kulit
kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan
vasokonstriksi ekstrakranium.
• Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita di
sekitar kepala dan nyeri tekan didaerah
oksipitoservikalis.
• Menurut International Headache Society Classification, TTH terbagi atas 3
yaitu:
– Episodik tension-type headache,
– Chronik-tension type Headache, dan
– Headache of the tension type not fulfilling above criteria

• Etiologi
– Tension (keteganggan) dan stress.
– Tiredness (Kelelahan).
– Ansietas (kecemasan).
– Lama membaca, mengetik atau konsentrasi (eye strain)
– Posture yang buruk.
– Jejas pada leher dan spine.
– Tekanan darah yang tinggi.
– Physical dan stress emotional
Diagnosis TTH
• Diagnosis nyeri kepala sebahagian besar didasarkan atas keluhan, maka
anamnesis memegang peranan penting.
• Dari anamnesis, biasanya gejala terjadinya TTH terjadi setiap hari dan
terjadi dalam 10 kali serangan dalam satu hari.
• Durasi atau lamanya TTH tersebut dapat terjadi selama antara 30 menit
sampai dengan 7 hari.
• Nyerinya dapat bersifat unilateral atau bilateral, dan pada TTH tidak
adanya pulsating pain serta intensitas TTH biasanya bersifat ringan.
• Pada TTH pun terdapat adanya mual, muntah dan kelaian visual seperti
adanya fonofobia dan fotofobia
• Pemeriksaan tambahan pada TTH adalah pemeriksaan umum seperti
tekanan darah, fungsi cirkulasi, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan neurologi (pemeriksaan saraf cranial, dan intracranial
particular), serta pemeriksaan lainnya, seperti pemeriksaan mental status.
• Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi (foto rontgen, CT Scan), Elektrofisiologik (EEG, EMG)
83
• Perempuan, dengan keluhan pusing dan mual setelah
naik kereta api
• Pasien baru datang dari kampung dan merasa sehat saat
berangkat dari kampung
• Demam dan riwayat penggunaan obat ototoksik tidak
ada
TERAPI…
DIAGNOSIS  MOTION SICKNESS
JAWABAN:
B. DIMENHYDRINATE
• Pasien mengalami motion sickness (pusing dan
mual saat naik kereta api)
• Oleh karena itu tatalaksana yang tepat adalah
dimenhydrinate.
• Dymenhidrinate merupakan senyawa
klorteofilinat dari difenhidramin
– digunakan khusus untuk mabuk perjalanan oleh karena
efek anti-emetik & anti-vertigo yang lebih kuat
dibandingkan difenhidramin
 Difenhidramin antihistamin H-1 blocker generasi
pertama yang memiliki sifat sedative (akibat pengaruhnya
terhadap SSP), antikolinergik, spasmolitik, anti-emetik, &
anti-vertigo
 Omeprazole obat golongan PPI
 menurunkan produksi asma lambung.
 Metoclopramide & domperidonememiliki anti-emesis
oleh karena efek prokinetik terhadap gastrointestinal
 Dalam kasus motion sickness, mual muntah yang terjadi
diakibatkan gangguan keseimbangan
 oleh karena itu, jawaban lebih dipilih dimenhidrinate yang
memiliki karakteristi difenhidramin (spasmolitik, anti-emetik, &
anti vertigo) yang memiliki efek anti-emetik dan anti-vertigo yang
lebih kuat.
Motion Sickness
• Motion sickness atau kinetosis,
juga dikenal sebagai Penyakit
ini merupakan gangguan yang
terjadi pada telinga bagian
dalam (labirin) yang mengatur
keseimbangan, dan disebabkan
karena gerakan yang berulang,
seperti gerak ombak di laut,
pergerakan mobil, perubahan
turbulensi udara di pesawat,
dll.
• Otak kita secara terus menerus mengumpulkan dan
menganalisis data dalam hal orientasi (arah) tubuh
saat ini, gerakan, keseimbangan, dan penglihatan.
• Data-data ini dikumpulkan oleh otak melalui 3 jalur
pada sistem saraf, yaitu: telinga bagian
dalam/Inner Ear Keseimbangan bergantung pada
empat sistem berbeda(Sistem vestibular),
Rangsang proprioseptif, Penglihatan, Batang otak
dan serebelum
Motion Sickness ada 3 macam berdasarkan ketidak
seimbangan inputnya, yaitu:
• Gerakan yang terasa tetapi tidak terlihat
• Gerakan yang terlihat tetapi tidak terasa
• Gerakan yang terlihat dan terasa tetapi tidak
cocok/sejalan satu sama lain
84
• Wanita usia 40 tahun keluhan tidak sadarkan diri setelah jatuh dari motor dan
kepalanya terbentur aspal 15 menit SMRS
• Pasien tidak membuka mata meskipun dicubit, tangan ekstensi pada
perangsangan nyeri, pasien mengerang
• PF: TD140/100 mmHg, nadi 100x/mnt, nafas 30x/mnt.
• Pupil anisokor, pupil kanan 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
(+), pupil kiri 5 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+)
• Setelah dirawat selama 24 jam TD menjadi 180/100 mmHg, nadi 120x/mnt,
respirasi 28x/mnt.

PENYEBAB KENAIKAN TEKANAN DARAH…


DIAGNOSIS  CEDERA KEPALA BERAT
JAWABAN:
D. KOMPENSASI TUBUH UNTUK MENGATASI TIK
• Wanita usia 40 tahun keluhan tidak sadarkan diri Post KLL
• GCS: E1 (tidak membuka mata meskipun dicubit), M2 (tangan
ekstensi pada perangsangan nyeri), V2 (pasien mengerang)
– GCS: E1M2V2 CKB
• Pupil anisokor (pupil kanan 3 mm, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung (+), pupil kiri 5 mm, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung (+))Tanda-tanda peningkatan TIK
• Setelah dirawat selama 24 jam TD menjadi 180/100 mmHg,
nadi 120x/mnt, respirasi 28x/mntTrias Cushing
• Untuk mengkompensasi kenaikan TIK, tubuh akan melakukan
mekanisme yaitu meningkatkan tekanan darah
– agar otak masih mendapatkan suplai darah dan oksigen
• Tekanan darah meningkat, nadi serta pernafasan turuntrias
cushing
 Vasokonstriksi sistemik
 Peningkatan frekuensi denyut nadi
 Peningkatan stress hormon
 Hipertensi esensial

 PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK BENAR


Herniasi Otak
Tekanan Intra Kranial
• Isi ruang intrakranial
terdiri dari :
– Otak 87 % (air 77 %).
– Darah 4 %.
– Cairan Serebro Spinal 9 %.
• Normal 10-15 mmHg.
• TIK >20 mmHg 
kerusakan otak.
• Berlaku hukum Monro-
Kellie.
• Volume intraktranial selalu konstan
• Bila ada suatu massa seperti hematoma akan menyebabkan tergesernya
cairan dan darah vena dari ruang intracranial dengan volume yang sama,
TIK akan tetap normal.
• Bila mekanisme kompensasi ini terlampaui, maka jumlah massa yang
sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam.
• Tekanan perfusi otak : pertukaran oksigen dan nutrisi
dari pembuluh darah ke jaringan otak.

Tekanan Perfusi Otak =


Tekanan Arteri Rata-Rata – Tekanan Intrakranial.

Tekanan intrakranial > 30 mmHg


Tekanan arteri rata-rata < 90 mmHg
Tekanan perfusi otak < 50 mmHg

Morbiditas dari penderita.
Macam-macam Herniasi Otak
ILMU PSIKIATRI
85
• Laki-laki, 35 tahun, datang ke praktek dokter dengan
keluhan akhir-akhir ini sering terbangun pada tidur
malam karena mimpi menyeramkan.
• Menurut pasien dapat bangun kapan saja, setelah bangun
pasien sadar sepenuhnya dan mampu mengenali
lingkungannya.
DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  NIGHTMARE
JAWABAN:
B. MIMPI BURUK
• Pada soal dikatakan pasien sering
terbangun pada tidur malam karena mimpi
menyeramkan.
• DI soal tidak dikatakan apakah pasien ingat
mimpinya atau tidak. Tapi pasien masih
dapat mengenali lingkungannya dan sadar
penuh sehingga dipilih nightmare
A. Teror tidur  Pada Sleep Terror akan
ditemukan gejala ketakutan hebat, tidak
ingat apa mimpi dan disorientasi ruang ketika
bangun
B. Somnabulisme  Sleepwalk
C. Middle insomnia  Sering terbangun malam
hari, tetapi bukan karena mimpi buruk
D. Late insomnia  Terbangun lebih awal dan
tidak bisa tidur lagi
Nightmare

Mimpi menyeramkan Terbangun dari tidur

• Sadar penuh • Cemas


• Responsif terhadap lingkungan • Agitasi
• Tidak responsive terhadap lingkungan

Nightmare
Night terror
F51.4 Teror tidur (night terrors)
• Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 – 10 menit.
• Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
• Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
– Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada
sepertiga awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
– Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti
takikardi, bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
– Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan
disaat episode.
– Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
– Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan
ketidak seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
– Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
• Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang
berulang dengan ingatan terperinci yang hidup akan
mimpi menakutkan.
• Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk
diagnosis secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
– Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan
dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali
secara terperinci dan jelas (vivid),
– Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu
segera sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
– Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan
metode pengobatan paling efektif.
86
• Seorang laki-laki, 24 tahun, dibawa oleh keluarga
dengan kejang sejak 30 menit yang lalu. Pasien
merupakan pengguna narkoba jenis suntik.
• Tekanan darah pasien rendah, nadi rendah,
frekuensi napas rendah, dan pupil pin point.
DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  INTOKSIKASI OPIOID
JAWABAN:
D. INTOKSIKASI OPIOID
• Kejang pada pasien merupakan pengguna nar
Koba jenis suntik kemungkinan intoksikasi
Obat psikoaktif
• Tekanan darah pasien rendah, nadi rendah,
frekuensi napas rendah, dan pupil pin point 
aktivasi tonus parasimpatis  intoksikasi dep
resan atau withdrawal stimulant
• Pada soal tidak disebutkan bahwa pasien sem
pat putus obat  bukan withdrawal, melaink
an intoksikasi
• Yang tergolong depressant: opioid (morphine)
• Sindroma Putus Opiod  Menimbulkan gejala
withdrawal berupa gelisah, agitasi
• Sindroma Putus Amfetamin  Menimbulkan g
ejala withdrawal berupa depresi, lemah, lesu
• Intoksikasi Alkohol  Dapat berupa gejala agit
asi atau somnolen, dengan gangguan keseimb
angan, slurred speech dan nistagmus
• Intoksikasi Amfetamin  Menimbulkan agitasi
/euphoria, dengan peningkatan simpatis (HR,
RR, diaphoresis)
Intoksikasi golongan depresan
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics,
opioids, and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
• Contoh:
– Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid
drugs such as heroin, morphine, and methadone.
– Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
– Relief of tension, mental stress and anxiety
– Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well
as physical distress
– Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious
individual
87
• Pasien Ny. Olanzapine, usia 30 tahun, datang dengan
keluhan tidak dapat orgasme selama 5 bulan ke belakang.
• Pasien telah 2 tahun menikah dengan suaminya dan
sebelum timbul keluhan ini mampu orgasme.
• Pasien mengaku memiliki dorongan seksual yang cukup
tinggi.
DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  GANGGUAN ORGASME
JAWABAN:
A. GANGGUAN ORGASME SEKUNDER
• Adanya dorongan seksual yang tinggi
namun tidak dapat orgasme setelah 2
tahun menikah mengarahkan pada
gangguan orgasme.
• Pasien pada soal tidak dapat mengalami
orgasme terutama bila memikirkan
pekerjaannya sehingga yang lebih tepat
adalah gangguan orgasme sekunder.
• Gangguan Vaginismus  Nyeri akibat tegang
otot vagina
• Gangguan bangkitan seksual  disebut juga
gangguan hipoaktif seksual atau tidak nafsu
berhubungan
• Gangguan dismorfik tubuh  Preokupasi
cacat minor
• Gangguan orgasme primer  bila wanita tidak
pernah merasakan orgasme sama sekali dalam
kondisi apapun.
Sexual Dysfunction
• Sexual desire disorders
– Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD);
• Persistently or recurrently deficient (or absent) sexual
fantasies and desire for sexual activity
– Sexual Aversion Disorder (SAD)
• Persistent or recurrent extreme aversion to, and avoidance of,
all (or almost all) genital sexual contact with a sexual partner.
• Sexual arousal disorders
– Female Sexual Arousal Disorder (FSAD)
• Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until
completion of the sexual activity, an adequate lubrication-
swelling response of sexual excitement.
– Male Erectile Disorder
• Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until
completion of the sexual activity, an adequate erection.
Sexual Dysfunction
• Orgasmic disorders
– Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm)
– Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm): sometimes called
inhibited orgasm or retarded ejaculation, a man achieves ejaculation
during coitus with great difficulty
– Premature Ejaculation
• Sexual pain disorders
– Dyspareunia: recurrent or persistent genital pain associated with sexual
intercourse.
– Vaginismus: involuntary muscle constriction of the outer third of the
vagina that interferes with penile insertion and intercourse.
• Sexual dysfunction due to general medical condition
• Substance-Induced Sexual Dysfunction
– With impaired desire/With impaired arousal/With impaired orgasm/With
sexual pain/With onset during intoxication
88
• Pasien laki-laki berumur 60 tahun, datang dibawa oleh
keluarganya ke praktik dokter umum dengan keluhan
gangguan konsentrasi dan suka lupa terutama informasi baru
yang diberikan.
• Namun pasien masih dapat mengurus dirinya sendiri.
• Riwayat HT selama 10 tahun tetapi tidak berobat secara
teratur. Riwayat DM, dyslipidemia tidak ada. PF dan neurologis
semua dalam batas normal.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
JAWABAN:
A. MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
• Pasien ini usia tua datang dengan keluhan
gangguan konsentrasi dan suka lupa
terutama informasi baru yang diberikan,
namun masih dapat mengurus dirinya
sendiri.
• Diagnosis lebih dipikirkan ke arah mild
cognitive impairment (MCI) dibandingkan
dengan demensia karena gangguan
memori yang terjadi pada pasien belum
bersifat mengganggu activity daily living
(masih dapat mengurus dirinya sendiri.
• Demensia Alzheimer
• Demensia vaskuler
• Demensia Frontotemporal
Pada demensia, gangguan memorinya sudah
mengganggu activity daily living sehingga butuh
bantuan orang lain untuk perawatan sehari-hari,
misalnya lupa cara mengancing baju, lupa letak
tempat tinggalnya, dsb.

Parkinson  Pada Parkinson akan didapatkan


keluhan kaku dan cogwheel phenomenon, dan juga
dapat ditemukan demensia
DEMENSIA
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
• Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
• Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
• Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan
Deteksi Dini MCI Dan Demensia
• Dengan menggunakan mini mental state
examination (MMSE)/ Folstein test.

• Interpretasi skor MMSE:


– 24-30: kognitif normal
– 19-23: mild cognitive impairment
– 10-18: moderate cognitive impairment
Demensia
– <=9: severe cognitive impairment

Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia,


J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382
Mild Cognitive Impairment (MCI)
dan Demensia

Mild cognitive impairment (MCI)merupakan permulaan dari


terjadinya demensia. Pada MCI, gangguan umumnya pada analisa
dan pengambilan keputusan sehingga belum mengganggu kegiatan
sehari-hari seperti mandi, makan, memakai sepatu dll seperti yang
terdapat pada demensia.
MCI - Demensia
89
• Seorang pria Tn. Muhammad Abdinegara Nugraha, 24 tahun,
datang ke dokter umum dekat rumahnya dengan keluhan
hidupnya sangat terganggu karena ia mempunyai keinginan
kuat untuk mencuri padahal barang tersebut tidak ia
butuhkan.
• Keinginan ini selalu muncul saat berjalan-jalan di mall atau
supermarket.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS 
JAWABAN:
C. KLEPTOMANIA
• Pasien ini kemungkinan mengalami
Kleptomania karena terdapat keluhan ingin
mencuri barang-barang yang tidak dia
butuhkan
• Kleptomania merupakan salah satu gangguan
pengendalian impuls yang ditandai dengan sulit
menahan impuls untuk mencuri barang-barang
yang tidak diperlukan untuk pemakaian pribadi
atau yang memiliki arti ekonomi, benda-benda
yang diambil sering kali dibuang, dikembalikan
secara rahasia, atau disembunyikan.
• Piromania merupakan keinginan untuk
membakar
• Wanderlust merupakan keinginan yang tidak bisa
ditahan untuk bepergian.
• Histeria bukan merupakan suatu diagnosis
GANGGUAN PENGENDALIAN
IMPULS (DSM-IV)
Penyakit Karakteristik
Intermittent explosive Ditandai dengan episode perilaku impulsif yang mengakibatkan
disorder kerusakan serius baik kepada orang atau properti, dimana tingkat
agresivitas tidak proporsional dengan keadaan atau provokasi.

Kleptomania Sulit menahan impuls untuk mencuri barang-barang yang tidak


diperlukan untuk pemakaian pribadi atau yang memiliki arti ekonomi,
benda-benda yang diambil sering kali dibuang, dikembalikan secara
rahasia, atau disembunyikan
Piromania Dorongan yang tidak dapat ditolak untuk melakukan pembakaran.
Muncul perasaan puas atau lega saat api mulai membakar.

Judi patologis Adanya kebutuhan untuk mempertaruhkan uang dalam jumlah yang
semakin banyak dari waktu ke waktu dan timbul gejala gelisah ketika
berusaha berhenti (withdrawal).

Trikotilomania Adanya dorongan untuk mencabuti rambut sendiri dari bagian tubuh
yang manapun, termasuk rambut di kulit kepala, alis dan bulu bulu
tangan.
90
• Seorang laki – laki, 26 tahun, datang ke klinik untuk
konsultasi agar berhenti merokok. Pasien sudah
merokok selama 4 tahun. Dokter menawarkan untuk
memberikan obat yang bisa membantu
menghentikan kebiasaan merokok. Terapi yang
digunakan untuk pasien adalah….

TULIS PERTANYAANYA…
DIAGNOSIS 
JAWABAN:
A. BUPROPION
• Penatalaksanaan pada kasus nicotine
addiction adalah pemberian nicotine
replacement therapy atau medikamentosa
non-nicotine seperti buproprion.
• Buproprion bekerja dengan mengurangi
gejala nicotine withdrawal, termasuk
depresi.
• Paroxetine  Anti Depresan
• Diazepam  Benzodiazepine untuk kejang,
tidak terlalu dipakai di psikiatri
• Risperidon  Anti psikotik
• Amitriptilin  Anti depresan
Smoking cessation medication
• Nicotine replacement medicine
– Nicotine chewing gum
– Nicotine patch
– Nicotine spray (dengan resep dokter)
• Non-nicotine medicine
– Buproprion (Zyban®, Wellbutrin®, Wellbutrin SR®
and Wellbutrin XL®)
– Varenicline (Chantix®)

http://www.heart.org/HEARTORG/HealthyLiving/QuitSmoking/QuittingSmoking/Medicines-That-Can-Help-You-Quit-
Smoking_UCM_307921_Article.jsp#.Wf1HbrBx3IU
Buproprion (Zyban®, Wellbutrin®,
Wellbutrin SR® and Wellbutrin XL®)
• The first non-nicotine based drug for smoking
cessation was licensed in the United States of
America (US) in 1997 and in the United
Kingdom (UK) in 2000 for smoking cessation in
people aged 18 years and over.
• Bupropion is a potent inhibitor of cytochrome
p450 and reduces the clearance of drugs
metabolised by this enzyme.
• Buproprion anti depressan drug

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2528204/
91
• Pasien laki-laki, 45 tahun, datang ke puskesmas dengan
keluhan sering mengantuk di siang hari bahkan saat membawa
kendaraan, padahal setiap hari tidur 8-10 jam.
• Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
membuat pasien kurang berenergi, lambat dalam berpikir dan
kurang selera makan.
• Riwayat gangguan jiwa lain disangkal. Pf dan neurologis tidak
ada kelainan.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  HIPERSOMNIA
JAWABAN:
C. HIPERSOMNIA
• Sering mengantuk di siang hari bahkan saat
membawa kendaraan  bisa karena
insomnia atau hypersomnia
• Setiap hari tidur 8-10 jam  tidur cukup,
sehingga tidak mungkin suatu insomnia.
– Pasien masih merasakan ngantuk dan tidak ada
episode tertitur tiba-tiba  bukan narkolepsi
– Sleep apnea  periode apnea saat tidur, bisa terjadi
pada pasien dengan OSA
– Gangguan siklus tidur  Terjadi perubahan siklus
tidur jaga dibandingkan orang di lingkungannya
– Sleep walking  Somnabulisme
Gangguan tidur
• Gangguan tidur non organik mencakup :
– Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan pada jumlah,
kualitas atau waktu tidur
•  insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal
tidur
– Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama tidur. Pada masa kanak
ada hubungan dengan perkembagan anak, pada orang dewasa
berupa
•  somnabulisme, night terror, nightmare
F51.1 Hipersomnia non organik
• Hipersomnia adalah bertambahnya waktu tidur sampai 25% dari pola tidur
yang biasa.
• Gejala :
a) Rasa kantuk siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur dan
atau transisi yang memanjak dari saat mulai bangun hingga sadar penuh.
b) Terjadi setiap hari, lebih dari 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu
lebih pendek.
c) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukan gejala rasa
kantuk pada siang hari.
92
• Seorang perempuan dibawa suaminya ke dokter karena
tidak mau menyentuh bayi yang baru dilahirkannya.
• Suami mengatakan pasien suka berdiam diri dan
mengurung diri di kamar. Pasien juga sering kehilangan
kesadaran.
• Riwayat persalinan 3 minggu yang lalu.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  POST PARTUM DEPRESSION
JAWABAN:
E. POST PARTUM DEPRESSION
• Ibu post partum berdiam diri dan
mengurung diri di kamar gejala depresi
• Gangguan psikiatri post partum:
Masih mau mengurus anak dan kembali
normal <2 minggubaby blues syndrome
Tidak mau mengurus anak dan bisa
berlangsung lamapost partum
depression
Pasien tidak mau menyentuh Riwayat persalinan 3 minggu
bayi yang baru dilahirkannya yang lalu
A. Depresi  Pada post partum dinamakan post
partum depression
B. Gangguan psikotik  Tidak ada waham atau
halusinasi
C. Skizofrenia  Sama seperti gangguan psikotik
D.Baby blues syndrome  Pada kasus ini pasien
masih merawat anaknya
GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM
• Post partum blues
– Sering dikenal sebagai baby blues
– Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
– Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab yang
pasti dan mengalami kecemasan
– Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2 minggu
tanpa penanganan khusus
– Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu
GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM
• Post partum Depression
– Kondisi yang lebih serius dari baby blues
– Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru
– Mengalami perasaan sedih, emosi yang meningkat,
tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa bersalah, cemas dan
tidak mampu merawat diri dan bayi
– Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai setahun
sejak melahirkan
– Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan
93
• Seorang wanita bernama Ny. Zelmiera Cinta Akbar, 45 tahun,
datang ke praktek dokter umum untuk berkonsultasi karena
keluhan susah tidur. Pasien merupakan seorang guru.
• Pasien mengatakan tengah malam suka terbangun dan sulit
memulai tidur kembali. Tiga minggu yang lalu, pasien
mengalami stroke.

TERAPI NON FARMAKO…


DIAGNOSIS  INSOMNIA MIDDLE
JAWABAN:
B. TERAPI BEHAVIOR
• Pasien di atas mengalami insomnia karena terdapat
keluhan sulit tidur dan sering terbangun saat
malam
• Terapi utama insomnia adalah Cognitive
Behavioral Therapy (CBT), yang terdiri dari:
– Edukasi sleep hygiene: mengurangi kafein/ alkohol di
malam hari, tidak nonton TV/melihat hp di tempat
tidur
– Terapi kognitif: memperbaiki pemahaman yang salah
dan kekhawatiran terhadap tidur.
– Terapi relaksasi
– Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur
hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak berbaring
sebelum mengantuk
– Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari.
• Terapi suportif  Psikoterapi suportif tidak
bermanfaat di kasus ini
• Diskinesia  Bukan terapi
• Terapi music  dapat digunakan sebagai
terapi relaksasi untuk tidur, tapi hanya
merupakan salah satu bagian, perlu kombinasi
terapi pada penanganan insomnia
• Alprazolam  tidak digunakan sebagai obat
tidur
INSOMNIA
 Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-
restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan
gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu.

 The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia


sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi
minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan

 Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia


adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa
tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.
Klasifikasi Insomnia
• Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu
kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan
ini sering berkaitan dengan gangguan cemas.

• Middle insomnia (sleep maintenance insomnia), merupakan


kesulitan untuk mempertahankan tidur. Gangguan ini ditandai
dengan seringnya terbangun di malam hari dan suliit memulai tidur
lagi, dan sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan
gangguan depresi.

• Terminal insomnia (late insomnia/ early morning wakening


insomnia) ditandai dengan bangun lebih pagi dari yang diperlukan
secara terus menerus. Gangguan ini berkaitan dengan depresi.
Klasifikasi Insomnia Berdasarkan Waktu

Insomnia Akut Insomnia Kronik

• Terjadi pada 1 malam • Terjadi pada 3 malam


dalam beberapa dalam seminggu,
minggu. terjadi selama
• Penyebab yang minimal 1 bulan .
sering: stres (stres • Penyebab yang
dalam pekerjaan, sering: gangguan
putus cinta, dll), jet cemas, depresi, stres
lag kronik, nyeri kronik
Tatalaksana Insomnia
• Terapi utama: Cognitive Behavioral Therapy (CBT),
yang terdiri dari:
– Edukasi sleep hygiene: mengurangi kafein/ alkohol di
malam hari, tidak nonton TV/melihat hp di tempat tidur
– Terapi kognitif: memperbaiki pemahaman yang salah dan
kekhawatiran terhadap tidur.
– Terapi relaksasi
– Terapi kontrol stimulus: menggunakan tempat tidur hanya
untuk tidur dan aktivitas seksual, tidak berbaring sebelum
mengantuk
– Terapi restriksi tidur: membatasi waktu berbaring di
tempat tidur mulai dari 5 jam per hari.

American Academy of Sleep Medicine (AASM), 2008


94
• Laki-laki, 45 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan
merasa nyeri ulu hati sejak 6 bulan yang lalu.
• Dokter mengatakan dari pemeriksaan lab darah dan endoskopi
dalam keadaan normal.
• Tapi pasien tidak mau mendengar dan yakin bahwa dirinya
menderita kanker lambung. Pasien sudah berpindah-pindah
dokter.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  HIPOKONDRIASIS
JAWABAN:
A. GANGGUAN HIPOKONDRIASIS
• Laki-laki 45 tahun merasa nyeri ulu hati
sejak 6 bulan yang lalu.  lab darah dan
endoskopi dalam keadaan normal
menyingkirkan kelainan organik.
• Pasien tidak mau mendengar dan yakin
bahwa dirinya menderita kanker lambung
keyakinan terhadap suatu diagnosis =
hipokondriasis
Hipokondriasis
“Excessive preoccupation or worry about illness that persists even after
evaluation by a physician is negative. Fears that minor symptoms are indicative
of a serious condition”
A. Gangguan nyeri somatoform menetap 
Gangguan nyeri pada satu atau lebih bagian
tubuh yang persisten
B. Gangguan dismorfik tubuh  Preokupasi
cacat minor
C. Gangguan somatisasi  memiliki gangguan
nyeri berbagai tempat dan gangguan GI serta
seksual
D.Gangguan waham menetap  Predominan
waham selama 3 bulan atau lebih
Illness anxiety disorder
previously known as hypochondriasis
The DSM-5 criteria for illness anxiety disorder are as follows:
• The individual is preoccupied with having or acquiring a serious
illness.
• Somatic symptoms are not present or, if present, are only mild in
intensity. If another medical condition is present or there is a high
risk for developing a medical condition (eg, strong family history is
present), the preoccupation is clearly excessive or
disproportionate.
• The individual has a high level of anxiety about health, and is easily
alarmed about personal health status.
• The individual performs excessive health-related behaviors or
exhibits maladaptive avoidance.
• The individual has been preoccupied with illness for at least 6
months.
• The individual's preoccupation is not better explained by another
mental disorder.
95
• Seorang laki-laki usia 30 tahun datang diantar keluarganya
dengan keluhan sering mematung sejak kurang lebih 2
bulan terakhir.
• Jika berdiri atau duduk, pasien akan mempertahankan
posisi atau tidak bergerak, bisa sampai 2 jam.
• Status psikiatri afek tidak serasi, bicara terbatas dan arus
pikir irelevan.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  SKIZOFRENIA KATATONIK
JAWABAN:
B. SKIZOFRENIA KATATONIK
• Seorang laki-laki sering mematung sejak
kurang lebih 2 bulan terakhir katalepsi
• Jika berdiri atau duduk, pasien akan
mempertahankan posisi atau tidak
bergerak, bisa sampai 2 jam katalepsi
• Status psikiatri afek tidak serasi, bicara
terbatas dan arus pikir irelevan
gangguan arus piker
• Kombinasis gejala katalepsi dan gangguan
arus piker ini disebut skizofrenia katatonik
A. Skizofrenia paranoid  Ada waham +
halusinasi dengan afek yang sesuai
B. Skizoafektif  Ada waham + halusinasi
dengan peningkatan atau penurunan mood
C. Skizofrenia hebefrenik  Ada waham +
halusinasi dengan afek yang tidak sesuai atau
gangguan arus piker (disorganized)
D. Skizofrenia tak terinci  skizofren yang tidak
dapat digolongkan ke golongan skizofrenia
lainnya
Skizofrenia katatonik (DSM V)
A. Criteria for catatonia are the same throughout the
manual, independent from the initial diagnosis:
psychotic, bipolar, depressive, medical disorders or an
unidentified medical condition. In order to facilitate
the recognition, catatonia is defined by the presence
of at least 3 symptoms from a list of 12.
B. The catatonic subtype of schizophrenia is deleted
(along with all other schizophrenia subtypes) and
catatonia becomes a specifier for schizophrenia as for
major mood disorders.
C. Catatonia becomes a specifier for four additional
psychotic disorders: 1. Brief psychotic disorder; 2.
Schizo phreniform disorder; 3. Schizoaffective
disorder; 4. Substance-induced psychotic disorder.
D. A new residual diagnostic category: “Catatonia not
otherwise specified-NOS” is added, to facilitate the
diagnosis in patients with psychiatric conditions other
than schizophrenia and mood disorders or when the
underlying general medical condition is not
immediately recognized.
96
• Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun datang diantar ibunya ke
poliklinik dengan keluhan sering melakukan kegiatan yg diulang-ulang,
dengan gerakan yang cepat dan tidak memiliki tujuan.
• Pasien sering tersandung dan berteriak, pasien sering mengeluarkan
kata yang tidak memiliki arti. Keluhan dirasakan muncul ketika anak
sedang istirahat.
• Keluhan muncul kira-kira 4 bulan yang lalu, pada pemeriksaan
neurologis tidak di dapatkan kelainan.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  TIC DISORDER
JAWABAN:
B. TRANSIENT TIC DISORDER
• Pada pasien ini mengalami tic vocal
(mengeluarkan kata yang tidak memiliki arti)
dan tic motor (gerakan cepat dan tidak
memiliki tujuan)
• Gejala ini baru berlangsung 4 bulan (kurang
dari 1 tahun), sehingga pasien dikategorikan
sebagai transient tic disorder.
• Tourette syndrome merupakan diagnosis
banding pada pasien ini, namun pasien belum
memenuhi kriteria diagnosis yaitu paling tidak
telah berlangsung selama 1 tahun atau lebih.
A. Chorea syndenham  Gerakan seperti
menari yang ditemukan pada demam rematik
C. Gangguan obsesif kompulsif  Terdapat
obsesi dan kompulsi yang menyertainya
E. Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)  gangguan pemusatan perhatian
pada anak-anak
Kriteria Diagnosis
Tourette syndrome
A. Both multiple motor and one or more vocal tics
have been present at some time during the illness,
although not necessarily concurrently.
B. The tics may wax and wane in frequency but have
persisted for more than 1 year since first tic onset.
C. Onset is before age 18 years.
D. The disturbance is not attributable to the
physiological effects of a substance (e.g., cocaine)
or another medical condition (e.g., Huntington’s
disease, postviral encephalitis).

https://tourette.ca/wp-content/uploads/2016/10/DSM-5_Tic_Disorders.pdf
Kriteria Diagnosis
Persistent (Chronic) Motor or Vocal Tic Disorder
A. Single or multiple motor or vocal tics have been
present during the illness, but not both motor and
vocal.
B. The tics may wax and wane in frequency but have
persisted for more than 1 year since first tic onset
C. Onset is before age 18 years.
D. The disturbance is not attributable to the
physiological effects of a substance (e.g., cocaine) or
another medical condition (e.g., Huntington’s disease,
postviral encephalitis).
E. Criteria have never been met for Tourette’s disorder.
https://tourette.ca/wp-content/uploads/2016/10/DSM-5_Tic_Disorders.pdf
Kriteria Diagnosis
Provisional/ Transient Tic Disorder
A. Single or multiple motor and/or vocal tics.
B. The tics have been present for less than 1 year since
first tic onset.
C. Onset is before age 18 years.
D. The disturbance is not attributable to the
physiological effects of a substance (e.g., cocaine) or
another medical condition (e.g., Huntington’s disease,
postviral encephalitis)
E. Criteria have never been met for Tourette’s disorder
or persistent (chronic) motor or vocal tic disorde

https://tourette.ca/wp-content/uploads/2016/10/DSM-5_Tic_Disorders.pdf
97
• Wanita, 30 tahun, datang dibawa keluarganya ke RS dengan keluhan
merasa sulit untuk diam tenang karena tangan dan kaki terasa harus
bergerak.
• Pasien juga dikeluhkan sering duduk sambil menggoyangkan kaki dan
berdiri dan sering berjalan bolak-balik tidak tentu arah.
• Pasien merupakan penderita skizofrenia tipe paranoid dan mendapat
terapi neuroleptik.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  AKATISIA
JAWABAN:
A. AKATISIA AKUT
• Gejala ekstrapiramidal dapat berupa:
– Akatisia ditandai dengan pasien yang gelisah dan
merasa perlu bergerak terus. Pasien sering
menggerakkan kaki mengetuk lantai (foot tapping atau
toe tapping).
– Distonia ditandai dengan kontraksi otot yang terus-
menurus sehingga mengakibatkan gerakan repetitif
dan twisting atau postur yang abnormal.
– Gejala parkinsonism antara lain adalah kesulitan berdiri
dari posisi duduk, postur tidak seimbang, muka topeng.
– Tardive dyskinesia sering ditandai dengan adanya
gerakan mulut mencucu, gerakan mengunyah, dan
lidah menjulur.
• Oleh karena itu gejala pasien di atas lebih tepat ke
arah akatisia akut.
• Sindrom neuroleptik maligna ditandai dengan
adanya demam, rigiditas otot, penurunan
kesadaran, dan gangguan syaraf otonom

– Distonia akut
– Parkinsonism
– Tardive dyskinesia
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Gejala Ekstrapiramidal
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk lantai (foot
tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau pada posisi berbaring.
Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.

Dystonia Kelainan neurologis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus sehingga
mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang abnormal. Dapat
melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah, rahang, dan laring. Bisa
terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan menggerakkan leher.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan konvergen,
menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari leher dan dengan
mulut terbuka atau rahang terkunci.

Parkinsonism Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh dan
ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak seimbang, muka
topeng.
Tardive dyskinesia Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah. Lebih
jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut mencucu,
gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak menimbulkan nyeri, namun
menyebabkan penderitanya malu di depan umum.

http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology
98
• Seorang laki-laki 19 tahun di antar orang tua ke puskesmas
karna sikap congkak, tidak empati, menghalalkan segala
cara untuk mendapatkan keinginan, ambisius, haus pujian,
memperlakukan teman seperti budak, merasa berteman
dengannya eksklusif.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  NARSISISTIK
JAWABAN:
D. GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISISTIK
• Adanya sikap congkak, tidak empati,
menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keinginan, haus pujian
mengarahkan pada kondisi gangguan
kepribadian narsistik.
• Gangguan kepribadian skizoid  gejalanya:
suka menyendiri, introvert
• Gangguan kepribadian anankastik  gejala:
perfeksionis dan sangat taat aturan
• Gangguan kepribadian histrionik  gejala:
berlebihan menanggapi banyak hal
• Disosiatif bukan gangguan kepribadian
GANGGUAN KEPRIBADIAN
Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian

Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang


eksentrik):
• Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk
• Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis
• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):


• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah
• Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive
• Histrionik: ‘drama-queen’
• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati

Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):


• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain
• Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain
• Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan
KULIT & PARASIT
99
• Anak perempuan, 6 tahun, keluhan nyeri di daerah kemaluannya, keputihan
dan sulit buang air kecil.
• Sejak seminggu belakangan anak sering terbangun saat tidur malam karena
daerah anusnya gatal sehingga digaruk.
• Pada suatu malam ibunya pernah menemukan benda putih kecil seukuran
kelapa parut di daerah perianal.
• Dari pemeriksan kulit perianal diperoleh kemerahan dan luka karena di
garuk.
• Apusan perianal telur cacing berbentuk asimetris berisi larva.

PENYEBAB KEPUTIHAN…
DIAGNOSIS  ENTEROBIASIS
JAWABAN:
C. MIGRASI CACING BETINA KE VAGINA MENIMBULKAN
VAGINITIS
• Anak sering terbangun tidur malam karena
anus gatal + benda putih kecil spt kelapa parut
di perianal + telur cacing berbentuk asimetris
berisi larva  infeksi cacing Enterobius
(Oxyuris) vermikularis/ cacing kremi
• Keputihan pada anak perempuan ini terjadi
karena cacing betina gravid bisa mengembara
dan dapat bersarang di vagina dan tuba fallopii
sehingga menyebabkan radang di saluran telur
dan vulvovaginitis pada anak perempuan
prapubertas.
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
– Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB
2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama
Manifestasi Klinis
• Cacing betina yang gravid umumnya • Perasaan gatal sering terjadi pada
pada malam hari akan turun ke malam hari sehingga pasien
bagian bawah kolon dan keluar terganggu tidurnya, anak menjadi
melalui anus. lemah, dan iritabel, (tidur tidak pulas)
• Telur akan diletakkan di perianal dan atau mimpi yang menakutkan
di kulit perineum, kadang- kadang (nightmare), sehingga kelopak mata
cacing betina dapat bermigrasi ke bawah tampak bayangan kulit gelap.
vagina. • Cacing betina gravid mengembara
• Gejala klinis yang mencolok dan dapat bersarang di vagina dan
disebabkan iritasi di sekitar anus, tuba fallopii sehingga menyebabkan
perineum, dan vagina oleh cacing radang di saluran telur dan
betina gravid yang bermigrasi ke vulvovaginitis pada anak perempuan
daerah anus dan vagina  pruritus prapubertas.
lokal, anak menggaruk kulit di sekitar • Juga diketahui merupakan penyebab
anus, berakibat terjadinya iritasi + potensial enuresis sekunder dan
bisa infeksi bakteria sekunder. infeksi saluran kemih.
100
• Seorang pasien datang dengan keluhan adanya koreng di lipat
paha.
• Koreng awalnya berupa benjolan yang lama-lama melunak dan
pecah menjadi koreng.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan papul dan ulkus di
sepanjang lipatan paha. Tidak didapatkan adanya nyeri. Ulkus
memiliki tepi yang menggaung dengan dasar mukopurulen.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SKROFULODERMA
JAWABAN:
B. SKROFULODERMA
• Keluhan awal berupa benjolan di lipat paha
yang mnelunak kemudian pecah, sesuai
dengan pathogenesis scrofuloderma yaitu
infeksi tuberculosis pada kelenjar getah
bening ynag kemudian menjalar ke kulit,
didukung oleh penampakan lesi berupa
ulkus menggaung, purulen dan tidak nyeri
• Tuberkulosis kutis tidak dipilih karena
mencakup manifestasi selain scrofuloderma,
misalnya TB chancre dan eritema induratum
• subcutaneous lupus erythematosus bukan
terminologi yang tepat (seharusnya subacute
cutaneous lupus)
Tuberkulosis kutis
• Penyebaran infeksi tuberkulosis ke kulit
• Etiologi utama Mycobacterium tuberculosis (91,5%)
• TB kutis diklasifikasikan berdasarkan 2 kriteria:
- Rute infeksi: eksogen, endogen, limfogen, dan heamtogen
- Banyaknya BTA: multibasiler dan pausibasiler

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Skrofuloderma
• Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)
• Lokasi
– Leher: dari tonsil atau paru
– Ketiak: dari apeks pleura
– Lipat paha: dari ekstrimitas bawa  KGB inguinal lateral
• Perjalanan Penyakit
– Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut)
– Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar
– Perlunakan tidak serentak  cold abses  pecah
– Fistel  memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus
seropurulen  sikatrik  skin bridge
• Diagnosis Banding
– Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV
Periadenitis
Limfadenitis TB

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Cold Abses
Fistel Sikatrik → skin bridge

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Skrofuloderma
Histopatologi
Skrofuloderma
Perjalanan Penyakit
Jenis TB kutis Gambaran Klinis

TB inokulasi - Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB


primer sebelumnya
(Tuberculous - Predileksi: wajah, tangan, dan kaki
chancre) - Lesi: papul/nodul2-3 minggu: ulkus keras, dangkal, tidak
nyeri
- Limfadenopati tidak nyerikompleks primer/Gohn
Skrofuloderma - Infeksi pada struktur di bawah kulit, terutama kelenjar limfe
superfisial
- Berawal dari limfadenitis TB
multipelberkonfluensiperlunakan (cold
abcess)pecahterbentuk fistelulkus memanjang dan
tidak teratur, sekitarnya berwarna kebiruan (livid), dinding
bergaung, dasar jaringan granulasi tertutup pus seropurulen

Tuberkulosis - Predileksi: orifisium


orifisialis - Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya karena kontak langsung
dengan sputum (anus kontak dengan feses, OUE kontak
dengan urin)
- Tersering pada pasien imunodefisiensi
- Lesi: nyeri dengan tepi tidak rata (punched out), dasar
tertutup pseudomembran fibrin dan mudah berdarah,
mukosa sekitar edema dan mengalami inflamasi.

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Jenis TB kutis Gambaran Klinis

Tuberkulosis - Lesi: makula eritema dan papul eritema multipel, ukuran kecil <5 mm
miliaris akut - Penyebaran hematogen, dapat mencapai meninges
- Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
- Sering pada AIDS

TB Gumosa - Lesi: infiltrat subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, dan bersifat destruktif.
- Predileksi: ekstremitas dan badan karena penyebaran hematogen

TB verukosa - Reinfeksi pada individu yang pernah terinfeksi


kutis - Predileksi: daerah yang sering terkena trauma (ekstremitas)
- Lesi: plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak
nyeri, permukaan kulit mengalami fisura, eksudat, dan krusta
- Tepi lesi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

Lupus vulgaris - TB kutis tersering


- Penyebaran hematogen dan limfogen
- Lesi: soliter atau bisa multipel, berupa papul atau plak merah kecoklatan,
berbatas tegas.
- Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
- Ulkus/nodul hiperkeratosis
Tuberkulid - Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri
- Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberculin (+)
- Lesi: Eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid
papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Tuberculous Chancre

• Afek primer : papul,


pustule, ulkus indolen,
menggaung,
disekitarnya livide
• Masa tunas: 2-3 minggu
Limfangitis, limfadenitis
setelah afek primer
• (tuberculin positif)
Semua di atas: komplek
primer
Ulkus dengan indurasi
TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA
• Berbeda dgn skrofuloderma,
penjalaran tipe verukosa terjadi secara
eksogen
• Kuman masuk melalui kulit pada
orang yang sudah terinfeksi TB
(primer)
• Predileksi : punggung tangan, tungkai
bawah, kaki (tempat yang lebih sering
terkena trauma)
• Gambaran klinisnya khas sekali:
Bentuk bulan sabit akibat penjalaran
serpiginosa
• Papul lentikuler diatas kulit yang
eritematosa
• Dapat pula menjalar ke perifer
sehingga terbentuk sikatriks di tengah
101
• Pasien, 33 tahun, laki-laki mengeluhkan demam naik turun sejak 2 minggu
yang lalu.
• Pasien pernah tinggal di Maluku. Keluhan disertai badan pegal-pegal, nafsu
makan terganggu.
• TD 100/80 mmHg, nadi 120x/menit, Suhu 39oC, napas 22x/menit. Hb 9 g/d.
• Gambaran darah: sel darah merah lebih besar dari ukuran normal, didapatkan
schuffner dots dan trophozoite dengan bentuk amuboid pada sel darah merah.

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  MALARIA VIVAX
JAWABAN:
B. P. VIVAX
• Pada kasus ini terdapat keluhan berupa demam yang naik turun
dan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria. Pada
pemeriksaan apusan darah tepi yang menunjukkan adanya
schuffner dots mengarahkan ke malaria vivax atau ovale.
• Pada infeksi P. vivax dan P. ovale, eritrosit memang mebesar
pada keduanya, perbedaannya hanyalah pada infeksi P.vivax
eritrosit membesar 11/2 kali, sedangkan pada infeksi P. ovale
eritrosit membesar hanya sampai 11/4.
• Perbedaan lainnya adalah eritrosit pada infeksi P.vivax biasanya
mengalami distorsi, sedangkan pada infeksi P. ovale
gambarannya berupa multiinfeksi dalam satu sel.
• Adanya bentuk amuboid dari trofozoit dalam eritrosit lebih
mengarahkan diagnosis kasus ini pada P. vivax. Terlebih lagi, dari
epidemiologinya, infeksi P. vivax lebih banyak dari P.ovale.
P. Vivax or P. Ovale?
• Eritrosit yang diinfeksi oleh P. vivax
dapat membesar hingga 11/2 kali
ukuran normal dan bentuknya
mengalami distorsi
• Eritrosit yang diinfeksi ovale hanya Eritrosit normal
dapat membesar hingga 11/4 kali
ukuran normal
• Akan tetapi gambaran multi infeksi
dalam satu eritrosit hanya ditemukan
di infeksi P. ovale, pada infeksi P.
vivax tidak pernah ada
• Selain itu, dari epidemiologinya
infeksi P. vivax lebih banyak daripada
P. ovale
102
• Seorang pria berusia 50 tahun datang ke RS dengan
keluhan tidak sadar dan demam tinggi secara kontinu.
• Pada urin bag terlihat urin berwarna agak kehitaman.
• Hb = 5,5 gr/dL dan pada pemeriksaan SADT
didapatkan multiple ring form pada eritrosit yang tidak
membesar.
PENYEBAB URIN KEHITAMAN…
DIAGNOSIS  BLACK WATER FEVER
JAWABAN:
D. HEMOLISIS INTRAVASCULAR YANG MASIF
• Demam tinggi dan urine kehitaman, pada
pemeriksaan darah tepi tampak multiple
ring, mengarahkan diagnosis pada malaria
falciparum bentuk khusus yakni black water
fever
• Patofisiologi terjadinya kehitaman pada
urine adalah hemolysis intravascular yang
massif sehingga pigmen eritrosit keluar
lewat urine
Acute Hemoglobinuria
• Definition:
– The presence of free hemoglobin in the urine,
which make the urine look darker.
– One of the manifestations of severe malaria
• Acute hemoglobinuria indicates massive
intravascular hemolysis
• It can be caused by a variety of factors in
patients with P. falciparum infestation,
including classic blackwater fever (BWF)

https://malariajournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1475-2875-11-336
Blackwater fever (BWF)
• Definition:
– Severe, acute intravascular hemolysis with hemoglobinuria and
a dramatic fall in hemoglobin value, but scant or absent
parasitemia, that occurred in a patient (a European expatriate)
who had lived in an area of malarial endemicity for several
years, during which amino-alcohol drugs (quinine, halofantrine,
mefloquine) were taken in an irregular fashion for prophylaxis
and treatment. (WHO,1990)
– A severe clinical syndrome, characterized by intravascular
hemolysis, hemoglobinuria, and acute renal failure that is
classically seen in long-term residents in Plasmodium falciparum
endemic areas and irregularly taking quinine
– This syndrome became less frequent when chloroquine was the
drug of choice for malaria from 1950 until the 1990s

http://cid.oxfordjournals.org/content/32/8/1133.full
Clinical Feature
• Characterized by severe intravascular hemolysis and
anemia producing dark urine in patients with severe
malaria
– Massive hemolysis parasitised and non parasitised
RBCsdifficult to find parasitised (scant or absent
parasitemia)
• Fever, chills
• Abdominal pain
• jaundice
• Hepatosplenomegaly
• Vomiting
• Renal failure
http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/11/7/pdfs/04-1237.pdf
103
• Wanita berusia 42 tahun datang dengan keluhan di kulit terdapat
nodul gelap, ireguler, warna tidak homogen dan sedikit meninggi
dengan ukuran 1,2 cm pada pinggang kiri bawah.
• Dokter melakukan pemeriksaan biopsi kulit. Hasil biopsi
menunjukkan adanya sel atipikal berisi pigmen cokelat yang
menginvasi hingga dermis.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MELANOMA MALIGNA
JAWABAN:
A. MELANOMA MALIGNA
• Pada kasus ini didapatkan seorang perempuan yang mengeluh adanya
nodul gelap, ireguler, dan sedikit meninggi pada pinggang kiri bawah.
Dari gambaran ini dapat diduga kemungkinan ini adalah suatu nevus
pigmentosus atau bisa juga suatu melanoma maligna. Hasil biopsi
menunjukkan adanya sel-sel tumor dengan pigmen coklat yang invasif
mengarahkan kasus ini sebagai suatu melanoma maligna.
• Tanda utama yang perlu dicurigai sebagai suatu melanoma maligna
adalah lesi hiperpigmentasi yang berubah ukuran, bentuk, atau
warna. Hal ini dikarenakan tahi lalat yang normal tidak akan menjadi
bertambah besar, sedangkan melanoma maligna justru bertambah
besar dengan pigmentasi yang bervariasi pada satu lesi. Gejala dan
tanda spesifiknya dirangkum sebagai ABCDE (Asymmetry, Border
irregularity, Color variation, Diameter, Evolution)
• Tanda lannya dapat berupa pigmen yang meluas dari batas lesi,
perubahan sensasi menjadi gatal atau nyeri, atau permukaan tahi lalat
berubah menjadi bersisik, berdarah, atau tampak sebagai sebuah
benjolan. Pilihan lain:
• Nevus pigmentosus: memiliki gambaran klinis serupa namun hasil
histopatologi menunjukkan gambaran sel yang tidak bersifat invasif
• Karsinoma sel basal (KSB): berupa papul/nodus, mengkilap spt lilin,
berpigmen, biasanya ada telangiectasia dan secara histopatologis
menunjukkan massa tumor berupa sel basaloid dgn tepi tersusun palisade
yang secara makroskopik terlihat seperti berkilat (pearly border)
• Karsinoma sel skuamosa (KSS): berasal dari keratinosit, klinis berupa
plak/tumor padat, dapat berbentuk verukosa atau berbenjol, berulkus, dan
secara histopatologis menunjukkan massa sel tumor yang tumbuh ke dermis
yang terdiri atas sel skuamosa normal dan atipik
• Actinic keratosis: lesi prakanker berkrusta dan berskuama, biasanya multipel
berukuran kecil-kecil
Melanoma Maligna
Definisi
Keganasan kulit yg berasal dari melanosit.

Epidemiologi
Umum terjadi pada kulit putih
17.2/100.000

Faktor risiko
Kulit putih, red hair, light eyes, dan
riwayat keluarga.

Weller R, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology. 5th edition. Wiley. 2015. Oxford
Melanoma Maligna

Pemeriksaan
• Dermoskopi
• Biopsi Kulit

Tatalaksana
• Eksisi
• Eksisi KGB
• Adjuvant terapi 
interferon alfa

Brown RG, Harman K, Johnston G. Dermatology Lecture Notes. 11th edition. Willey Blackwell. 2017. Oxford
Malignant melanoma
• Predominance of single cell
melanocytes over nests of
• melanocytes along the
dermoepidermal junction
• Pagetoid (upward)
migration of single cell
melanocytes
• Confluent spread of
melanocytes
• Cellular dyscohesion
• Lack of uniform melanin
distribution
DD/: Actinic Keratosis
Pre-cancer lesions of SCC
• Irritated skin
• Itching or burning
• Rough, dry, scaly patch of
skin
• Flat to slightly raised
patch or bump on the top
layer of skin
• Hard, wart-like patch
• Color ranging from pink
to red to brown or even
flesh colored
104
• Keluhan BAB cair disertai berlendir dan tampak
berlemak, mual dan kembung perut
• Mengonsumsi air di pegunungan tanpa dimasak
• Tinja pemeriksaan makroskopis

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  GIARDIASIS
JAWABAN:
C. METRONIDAZOLE
• Keluhan BAB cair + disertai berlendir dan
tampak berlemak + mual dan kembung
perut + konsumsi air tidak dimasak
(tercemar?)  curiga infeksi parasite
• Pemeriksaan tinja makroskopis 
trofozoit pear shaped dengan sepasang
nucleus  Giardia lamblia
Giardiasis
• Etiologi: protozoa  Giardia lamblia
• Gejala klinis
– Dapat asimtomatik
– Diare dengan gambaran ekskresi lemak meningkat (steatorrhea)
• Akut  berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah
dalam tinja
• Kronis  nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, penurunan
berat badan
• Diagnosis:
– Pemeriksaan feses untuk memeriksa stadium kista atau trofozoit
apabila sampel segar
– Bila sulit dilakukan, dapat menggunakan pemeriksaan imuno-
enzim feses untuk mendeteksi Antigen Giardia
• Terapi:
– DOC: Metronidazole 3x250 mg atau 2x500 selama 5-7 hari (anak
3x15 mg/kgBB selama 5 hari)
– Alternatif: Tinidazole 2 g PO SD (anak 50 mg/kgBB PO SD)
Giardiasis
Anerior membulat

Trofozoit
Kista

Trofozoit:
- Pear shaped
Flagel Inti - Sepasang
nukleusseperti mata
- Pada bagian ventral
Posterior tajam terdapat alat
isapuntuk menempel
di mukosa usus
105
• Ibu membawa anaknya, 10 tahun, dengan
keluhan gatal pada rambut sejak 1 bulan yang
lalu.
• Terdapat rambut juga mudah rontok.
• Pada PF ditemukan telur pada batang rambut.
ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  PEDIKULOSIS KAPITIS
JAWABAN:
A. PEDIKULOSIS HUMANUS VER KAPITIS
• Pada soal didaptkan keluhan gatal dan telur
pada rambut sehingga dipikirkan infestasi
parasit
• Parasit yang sering ada di rambut adalah
pilihan jawaban A
• Jawaban B, C dan E adalah jamur sehingga tidak
meninggalkan telur
• Jawaban D scabies adalah infestasi parasite
pada kulit dan bukan pada scalp
Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena
garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-
abu/mengkilat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis

• First line: Permethrin lotion atau shampoo 1%


• Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu
dengan sempurna.
• Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4%
shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5%
lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo
1% (not recommended as a first–line treatment)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang
mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk
menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• DOC: Permetrin 1%,
• Gameksan 1%,
• benzil benzoat 25%
• Malathion 0,5%
• pakaian direbus/setrika

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot
cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis


Pubis
Nits
Nits

• Merupakan telur dari


parasite
• Lebih banyak ditaruh
oleh ibu kutu di
basis/pangkal rambut
sehingga sering sulit
dibedakan dengan
ketombe
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Prinsip Tatalaksana
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
106
• Wanita, usia 26 tahun belum menikah datang dengan keluhan
adanya benjolan di sekitar kemaluan sejak sekitar satu minggu.
• Benjolan tersebut terletak di kulit di atas vagina.
• Pada pemeriksaan tampak adanya massa berpus di mons
pubis, hiperemis, teraba hangat, nyeri (+). Keputihan (-), gatal
di vagina (-).
• Pasien belum pernah mengalami keluhan ini sebelumnya.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FURUNKEL
JAWABAN:
B. FURUNKEL
• Diagnosis pasien ini adalah Furunkel karena
terdapat keluhan adanya benjolan kulit di
atas vagina dan tampak adanya massa
berpus di mons pubis, hiperemis, teraba
hangat, nyeri (+)
• Maka jawaban yang tepat adalah B.
Furunkel
• Pilihan Adisingkirkan karena massa berpus
hanya 1 buah, tidak berkonfluens
• Pilihan C, D, Edisingkirkan karena massa yang
ditemukan pada pasien berada di mons pubis,
bukan pada vagina
Pioderma
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan
oleh bakteri piogenik, yang tersering adalah S. aureus dan
Streptokokus β-hemolitik grup A antara lain S. Pyogenes.

• Pioderma superfisialis, lesi • Pioderma profunda,


terbatas pada epidermis mengenai epidermis dan
– Impetigo nonbulosa dermis
– Impetigo bulosa – Erisipelas
– Ektima – Selulitis
– Folikulitis – Flegmon
– Furunkel – Abses multiplel kelenjar
– Karbunkel keringat
– Hidradenitis
Pioderma
• Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.

• Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan


jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul
perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa
nyeri.

• Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

• Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak.
Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
107
• Tn. Y, 23 tahun, mengeluhkan demam. Demam dirasakan beberapa hari
ini bersifat hilang timbul dan badan juga terasa sakit.
• Pasien juga mengalami nyeri kepala dan nyeri sendi.
• Sebelumnya Tn. Y bepergian ke daerah sudan untuk bertugas.
• Pada pemeriksaan kulit didapatkan adanya ulkus di area lengan yang
terasa nyeri, rash kulit berupa makula kemerahan di tubuh. KGB leher
posterior membesar, mobile, tetapi tidak nyeri.

VEKTOR PEMBAWA PENYAKIT…


DIAGNOSIS  TRYPANOSOMIASIS
JAWABAN:
A. TSE TSE FLY
• Pada kasus ini ditemukan demam yang disertai
nyeri pada tubuh dan memiliki riwayat bepergian
ke daerah sudan sehingga kemungkinan besar
kasus ini bersifat endemis pada daerah-daerah
tertentu. Adanya demam dan riwayat bepergian
ke daerah afrika kemungkinan merupakan suatu
trypanosomiasis.
• ulkus di area lengan yang terasa nyeri, rash kulit
berupa makula kemerahan di tubuh. KGB leher
posterior membesar, mobile, tetapi tidak nyeri 
gejala African trypanosomiasis
• Penyakit ini berasal dari vector lalat tse-tse.
• Aedes aegypti dan albopictus merupakan
vektor dari virus dengue, trypanosoma cruzi
merupakan penyebab penyakit chagas.
African Trypanosomiasis:
Sleeping disease
• Atau lebih tepatnya sleeping sickness
• Disebabkan oleh parasit, yaitu Trypanosoma brucei
• Penyebaran di afrika barat dan afrika timur
• Transmisi melalui lalat tse-tse
• Gejala klinis utama berupa demam intermitten, nyeri kepala,
pembesaran KGB selama 1-2 minggu
- Jika terinfeksi Trypanosoma brucei rhodensiense: progresi
gejala cepat dan cepat menginvasi CNS lethal
- Jika terinfeksi Trypanosoma brucei gambiense: progresi gejala
klinis cenderung lebih lambat + gejala neurologis berupa paralisis
parsial dan gangguan berjalan dan keseimbangan
African Trypanosomiasis: Symptoms
• Symptoms of stage 1 (early or hemolymphatic stage):
– Painful skin chancre that appears about 5-15 days after the bite,
resolving spontaneously after several weeks (less commonly seen in T
brucei gambiense infection)
– Intermittent fever (refractory to antimalarials), general malaise,
myalgia, arthralgias, and headache; usually 3 weeks after the bite
– Generalized or regional lymphadenopathy - Posterior cervical
lymphadenopathy (Winterbottom sign) is characteristic of T brucei
gambiense African trypanosomiasis
– Facial edema (minority of patients)
– Transient urticarial, erythematous, or macular rashes 6-8 weeks after
onset
– Trypanids (ill-defined, centrally pale, evanescent, annular, or blotchy
edematous erythematous macules on the trunk)
African Trypanosomiasis: Symptoms
• Symptoms of stage 2 (late or neurologic
stage):
– Persistent headaches (refractory to analgesics)
– Daytime somnolence followed by nighttime
insomnia
– Behavioral changes, mood swings, and, in some
patients, depression
– Loss of appetite, wasting syndrome, and weight
loss
– Seizures in children (rarely in adults)
African Trypanosomiasis: Physical Findings

• Stage 1 (early or hemolymphatic stage):


– Indurated chancre at bite site
– Skin lesions (trypanids) in light-skinned patients
– Lymphadenopathy - Axillary and inguinal lymphadenopathy are
more common in East African trypanosomiasis, and cervical
lymphadenopathy is more common in the West African form; the
classic Winterbottom sign (ie, enlarged, nontender, mobile
posterior cervical lymph node) is clearly visible
– Fevers, tachycardia, irregular rash, edema, and weight loss
– Organomegaly, particularly splenomegaly (T brucei gambiense)
African Trypanosomiasis: Physical
Findings
• Stage 2 (late or neurologic stage):
– CNS manifestations
• Onset is slower in West African trypanosomiasis (months to a year),
and manifestations may include irritability, tremors, increased
muscle rigidity and tonicity, occasional ataxia, and hemiparesis, with
overt meningeal signs being rare;
• East African trypanosomiasis usually has a faster onset (weeks to a
month) and does not exhibit a clear distinction between the 2 stages
– Kerandel sign (delayed pain on compression of soft tissue)
– Behavioral changes consistent with mania or psychosis,
speech disorders, and seizures
– Stupor and coma (giving rise to the name sleeping sickness)
– Psychosis
– Sensory disorders
African Trypanosomiasis: Medication
Medications
Type of Trypanosomiasis Stage 1 (Early or Stage 2 (Late or Neurologic
Hemolymphatic Stage) Stage)

East African Melarsoprol 2-3.6 mg/kg/day IV


Suramin 100-200 mg IV test
trypanosomiasis (caused by for 3 days; after 1 week, 3.6
dose, then 1 g IV on days 1,
Trypanosoma brucei mg/kg/day for 3 days; after 10-
3, 7, 14, 21
rhodesiense) 21 days, repeat cycle

Nifurtimox-eflornithine
combination therapy (NECT):
Pentamidine isethionate 4 Nifurtimox 5 mg/kg PO q8h for
West African mg/kg/day IM for 10 days 10 days and eflornithine 200
trypanosomiasis (caused by or mg/kg IV q12h for 7 days
Trypanosoma brucei Suramin 100-200 mg IV test or
gambiense) dose, then 1 g IV on days 1, Eflornithine 400 mg/kg/day IV in
3, 7, 14, 21 2 divided doses for 14 days
or
Melarsoprol IV for 10 days
108
• Keluhan nyeri pada kaki ketika lama berdiri
• Terasa gatal
• Riwayat varises pada kedua kaki
• Bercak hiperpigmentasi pada kulit tungkai bawah
sisi medial, dengan skuama dan beberapa plak
eksematosa
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DERMATITIS STASIS
JAWABAN:
D. EKSEMA VENOSUS
• Nyeri saat berdiri + eksem kemerahan pada
kaki, yang kemudian berubah warna
menjadi gelap dan gatal + riwayat varises
pada kedua kaki  etiologi kemungkinan
besar berasal dari masalah varises
• Kondisi insufisiensi vena  backflow aliran
darah dan pooling darah dalam vena
superfisial  eksema venosus atau disebut
juga dermatitis stasis
• Liken simplek kronik (neurodermatitis
sirkumskripta) = sama dengan liken Vidal
– Berupa lesi tunggal, menebal berskuama,
likenifikasi, ekskoriasi, dan hiperpigmentasi 
predileksi di scalp, tengkuk, leher, ekstensor lengan,
pubis, vulva, skrotum, perianal, lutut, tungkai, dan
punggung kaki  merasa semakin gatal ketika
stress sehingga menggaruk daerah lesi, lesi menjadi
semakin tebal
• Liken vaskulosa dan eritema vaskulosa: tidak
ada terminologinya
Dermatitis stasis
• Kondisi inflamasi kulit pada ekstermitas bawah,
biasanya merupakan sekuel dari kondisi Chronic
Venous Insufficiency, berhubungan dengan varicose
veins, dependent chronic edema, hiperpigmentasi,
lipodermatosklerosis, dan ulserasi
• Etiologi: adanya venous hypertension karena aliran
retrograde akibat katup vena yang tidak berfungsi
dengan baik/rusak/ada obstruksi vena  backflow
darah dari system vena dalam ke superfisial disertai
venous hypertension  ekstravasasi sel darah merah
 proses inflamasi dimediasi metalloproteinase
• Predileksi: ekstremitas bawah
• Komplikasi: selulitis, ulkus, lipodermatosklerosis
medscape
Dermatitis stasis
Dermatitis stasis
Tanda dan gejala Pemeriksaan penunjang
• Eritematosa, skuama, plak
eksematosa di ekstremitas bawah • Pemeriksaan hematologic
(sering di medial ankle)  kondisi
• Pruritus  bisa jadi likenifikasi hiperkoagulabilitas
karena garukan berulang • Pemeriksaan doppler 
• Discoloration  sebabkan merah evaluasi DVT
kecoklatan pada kulit akibat deposit
hemosiderin akibat ekstravasasi
eritrosit  bercak hiperpigmentasi
• Dapat timbul ulkus
• Edema
• Tanda CVI:
– Varises, lymphedema sekunder,
atrophie blanche, selulitis sekunder,
ulserasi
Medscape, uptodate
Ulkus varikosum
• Sinonim: ulkus venosum
• Ulkus pada tungkai bawah akibat gangguan aliran darah vena
• Etiologi: kelainan vaskular pada vena berupa trombosis,
tromboflebitis, kelainan katup vena, dan kelainan lain yang
menyebabkan obstruksi pada vena sehingga terjadi trombosis
(tumor, kehamilan, dsb)
• Predileksi: proksimal dari malleolus medialis, yaitu area sekitar
vena safena magna, atau di malleolus lateral di area sekitar
vena safena parfa
Patogenesis dan patofisiologi
Tromboflebitis kerusakan katup vena edema

Peningkatan tekanan kapiler vena

Jaringan fibrotik

Eritrosit keluar

Iskemia

Purpura
Nekrotik

Berubah menjadi kehitaman


Ulkus
Ulkus Venosum
109
• Pasien datang dengan keluhan buang air besar berlendir dan berdarah.
Keluhan dirasakan sejak 1 minggu terakhir.
• Selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya terasa mulas.
• Setelah dilakukan pemeriksaan feses, didapatkan gambaran kista yang
besamya 10 -20 mikron, berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding
kista dan ada inti sebuah. Selain itu didapatkan endoplasma yang
mengandung banyak vakuola yang banyak mengandung eritrosit.

PARASIT PENYEBAB…
DIAGNOSIS  DISENTRI AMUBA
JAWABAN:
A. ENTAMOEBA HISTOLYTICA
• Pada soal didapatkan keluhan disentri dan
didapatkan kista serta endoplasma yang
terdapat eritrosit di dalamnya
• Parasit yang sesuai adalah E. hystolytica
• Shigella adalah bakteri yang tidak memiliki
bentuk kista
• Entamoeba coli tidak mencerna jaringan tubuh
sehingga tidak memiliki eritrosit dalam vakuol
• Balantidium coli khas memiliki dua inti makro
dan mikro
Amoebiasis: Diagnosis
• Laboratorium
– Leukositosis tanpa eosinofilia (80%)
– Peningkatan alkaline phosphatase (80%)
– Peningkatan kadar transaminase dan bilirubin
– Penurunan albumin dan anemia

• Mikroskopik  terlampir

• Feses: adanya bentuk tropozoit dan kista (lihat slide selanjutnya)

• Pewarnaan Lugol pada jaringan terinfeksi

• USG
– Abses hati amoeba: lesi bulat hipoekoik homogen soliter di aspek
posterior lobus kanan hati (70-80%)

http://emedicine.medscape.com/article/212029-workup#c7
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya
memiliki ciri-ciri morfologi :
– Ukuran 10 – 60 μm
– Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda
penting untuk diagnosisnya
– Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
– Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Amoebiasis: Stadium Trofozoit

Sel darah
merah
Amoebiasis: Stadium Kista

Uninucleated cyst Binucleated cyst

Quadrinucleated cyst
Amoebiasis vs Infeksi Pencernaan Lain
P E N YA K I T ETIOLOGI GEJALA KLINIS T E L U R / K I S TA
Psedoupodium
Entamoeba
AMOEBIASIS Diare berdarah, nyeri perut, tenesmus dengan sel darah
histolytica
didalamnya
Anemia (hidup di sekum- colon Tempayan dengan
Tricuris
TRICURIASIS asendens) gejala diare-disentri atau penonjolan pada
trichuria
tanpa gejala kedua kutubnya
Berdinding tebal,
Balantidium
BALANTIDIASIS Sindroma disentri bervakuola,
coli
makronukleus
Telur dibungkus
T. Solium/ T. Nyeri ulu hati, mual, muntah,
TAENIASIS embriofor yang
Saginata mencret, obstipasi dan pusing
bergaris radial

Aktif: berflagel, In
Giardia aktif: oval, dinding
GIARDIASIS Diarrhea, Malodorous, greasy stools
intestinalis tipis dan kuat, berinti
2-4
110
• Pasien, laki-laki, 29 tahun, datang dengan keluhan timbul
bercak-bercak di tubuh disertai sedikit rasa gatal. Mula-mula
bercak hanya timbul satu di dada, berwarna merah muda
dengan sisik di bagian tepinya, kemudian meluas ke seluruh
tubuh. PF: eritem disertai gatal, herald patch +, patch eritem,
squama halus mengkilat, collarets mengikuti garis lipatan
tubuh.

PENGOBATAN…
DIAGNOSIS  PITIRIASIS ROSEA
JAWABAN:
B. ANTIHISTAMIN
• Pada kasus ini didapatkan bercak-bercak di tubuh yang disertai
dengan asa gatal. Bercak ini awalnya diketahui hanya berada di dada
dan berjumlah satu, namun kemudian meluas ke seluruh tubuh.
Gambaran seperti ini biasanya merupakan gambaran dari ptiriasis
rosea, karena lesi tunggal tersebut biasanya berupa suatu herald
patch dan kemudian berkembang menjadi lebih banyak dengan pola
penyebaran seperti pohon cemara terbalik.
• Pemeriksaan lesi yang menunjukkan herald patch +, patch eritem,
squama halus mengkilat, collarets di lipatan tubuh menunjukkan
bahwa kasus ini memang suatu ptiriasis rosea.
• Ptiriasis rosea merupakan self limiting disease, sehingga dapat
sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa gatal yang dikeluhkan
pasien yaitu antihistamin oral.
Pitiriasis Rosea
• Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting
• Gejala klinis:
1. Gatal ringan
2. Pitiriasis (skuama halus)
3. Lesi khas
Lesi yang pertama muncul:
Herald Patch
• Lokasi di badan
• Soliter
• Oval dan annular
• Diameter ± 3 cm
• Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya
• Gambaran lesi seperti lesi pertama
hanya lebih kecil dan semakin banyak
• Susunan sejajar costae seperti pohon
cemara terbalik
• Timbul serentak atau dalam beberapa
hari 4-10 hari setelah lesi pertama:
• Predileksi: badan, lengan atas
proksimal, dan paha atasseperti
Pohon cemara terbalik
pakaian renang wanita jaman dahulu Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Ptiriasis Rosea: Pemeriksaan
• Pemeriksaan
– Laju endap darah >>
– KOH  untuk membedakan dgn
tinea korporis
– VDRL untuk membedakan dengan
sifilis II

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8
Ptiriasis Rosea: Tatalaksana
• Umumnya dapat sembuh spontan
• Topikal (bila gatal mengganggu):
– Larutan anti pruritus seperti calamine lotion (B1)
– Kortikosteroid topikal (C3)
• Sistemik:
– Apabila gatal mengganggu: antihistamin misalnya setirizin 1x10 mg p.o (B1)
– Kortikosteroid sistemik (C3)
– Eritromisin oral 4x250 mg selama 14 hari (A1)  walau grade A1 berdasarkan
1 systematic review dan 1 RCT (subyek sedikit), penelitian lanjutan (clinical
trial tanpa blinding dengan subyek yang lebih banyak) tidak menemukan
adanya perbedaan  conflicting findings,
– Asiklovir 3x400 mg p.o selama 7 hari (indikasi bila awal perjalanan penyakit
disertai flu-like symptoms atau keterlibatan kulit yang luas) (B1)  tidak rutin
disarankan dan data penelitian terbatas
– Fototerapi: narrowband UV-B dengan dosis tetap sebesar 250 mJ/cm3 (B1) 
tidak rutin disarankan dan data penelitian terbatas

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8 | Uptodate 2019
111
• Laki-laki, Tn. Pasya Akbar Susanto, 33 tahun, datang diantar
isinya ke IGD RS dengan keluhan diare berdarah sejak 3 hari
disertai demam.
• Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hepatomegali.
• Dari pemeriksaan feses rutin didapatkan telur cacing,
berbentuk bulat, memiliki duri di lateral, berisi mirasidium,
tidak ada operculum.

TERAPI…
DIAGNOSIS  SCHISTOSOMIASIS
JAWABAN:
B. PRAZIKUANTEL
• Diagnosis pasien ini adalah schistosomiasis
karena terdapat gejala sindrom disentri
(diare berdarah ), demam, hepatomegaly
didapatkan telur cacing, berbentuk bulat,
memiliki duri di lateral, berisi mirasidium,
tidak ada operculum
• Terapi yang dapat diberikan adalah B.
Prazikuantel
Schistosomiasis
• Etiologi: Schistosoma japonicum (Danau Lindu),
Schistosoma haematobium (Afrika dan timur
tengah)
• Stadium infektif  serkaria (melalui kulit)
• Stadium diagnostik  telur pada feses/urin
– berbentuk oval
– Transparan atau kuning pucat
– Tanpa operculum
– Terdapat spina
(kecil pada S. japonicum)
Daur Hidup Schistosoma sp.
Schistosomiasis
• Gejala
– Sindrom disentri
– Demam katamaya (fever, an urticarial rash,
enlarged liver and spleen, and bronchospasm)
– Fibrosis periportal, hipertensi portal, hipertensi
portal, granuloma pada otak
• Tatalaksana  Prazikuantel
– S. japonicum  3 x 20 mg/kg selama 1 hari
– S. haematobium  2 x 20 mg/kg selama 1 hari
112
• Seorang perempuan, Nn. Ailee Syafa Azarina, usia 16 tahun
datang ke Puskesmas Az-Zahra Medika, dengan keluhan
muncul papul di wajah sejak 1 minggu yang lalu.
• Pasien sudah membeli salep klindamisin dan sulfur di apotek.
Keluhan menghilang.
• Namun, 3 hari ini pasien datang dengan keluhan muncul papul
di wajah.

EDUKASI…
DIAGNOSIS  EFEK SAMPING OBAT
JAWABAN:
C. TIDAK MEMBELI SALEP ANTIBIOTIK SEMBARANGAN
• Wanita usia 16 tahun dengan keluhan awal papul pada wajah,
kemungkinan diagnosis acne vulgaris, walaupun tidak dijelaskan
adanya lesi khas (komedo)
• Keluhan awal ini menghilang dengan penggunaan obat topical.
Setelah beberapa lama penggunaan, muncul keluhan papul pada
wajah
• Kemungkinan kelainan papul ini berbeda dengan kelainan awal,
karena baru muncul setelah penggunaan obat, sehingga diperkirakan
akibat dari efek samping obat
• Dari kedua obat topical yang dipakai, kemungkinan besar yang
menyebabkan keluhan adalah clindamycin
• Pemberian sulfur tidak menyebabkan kelainan papul, yang dapat
terjadi adalah kering, kemerahan dan gatal
• Sehingga saran yang tepat adalah C. tidak membeli salep antibiotik
sembarangan
Topical agents adverse effects
• Clindamycin • Sulfur
– Maculopapular – dryness and itching of
Exanthema the skin
– folliculitis, – Rash
– photosensitivity • Salicylic acid
– reaction, – concentrations of 2% or
– pruritus, higher: can cause local
– erythema, skin peeling and
– dry skin, discomfort
– peeling
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29782303
https://www.aad.org/practicecenter/quality/clinical-guidelines/acne/prescribing-
information-for-acne-treatments
• Benzoyl peroxide • Azaleic Acid
– Hypersensitivity reactions, – Pruritus, burning, stinging,
contact sensitization tingling, erythema,
reactions, excessive dryness, rash, peeling,
erythema, peeling irritation, dermatitis,
• Tretinoin contact dermatitis
– Dry skin, peeling, scaling, • Adapalene
flaking, burning sensation, – Erythema, scaling, dry skin,
erythema, pruritus, pain of burning/stinging, skin
skin, sunburn, hyper/hypo- discomfort, pruritus,
pigmentation desquamation, sunburn,
allergic/hypersensitivity
reactions, face/eyelid
edema, lip swelling,
angioedema
ILMU KESEHATAN
ANAK
113
• Anak 10 tahun demam selama 5 hari
• Nyeri pada sendi yang berpindah-pindah
• Demam 38oC, Sendi lutut kiri dan siku kanan teraba
hangat dan edema, tonsil membesar T3/T3 dengan
detritus (+)
• Bising pansistolik 4/6 di apex
KATUP YANG BERMASALAH…
DIAGNOSIS  DEMAM REUMATIK
JAWABAN:
A. MITRAL DAN AORTA
• Anak 10 tahun  demam + migratory
polyarthritis + temuan murmur + infeksi
pada saluran nafas atas (sering disebabkan
oleh streptococcus, tonsil yang membesar
dengan detritus)  kemungkinan demam
rematik
• Kriteria Jones 1 minor (demam) + 2 mayor
(polyarthritis + carditis)
• Katup yang sering bermasalah pada krditis
reumatik  mitral dan aorta.
• Katup mitral (76%),
• Katup aorta (13%),
• Katup mitral + aorta (97%)  opsi dipilih
• Trikuspid dan pulmonal lebih jarang terdampak
Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat GABHS
(Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis GABHS
setelah 1-5 minggu
• Pengobatan:
– Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
– Dalam kasus demam rematik:
• Antibiotik: penisilin/eritromisin
• Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
• Untuk kasus korea: Antikonvulsan/neuroleptik (asam
valproat/fenobarbital/haloperidol/klorpromazin)
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview Behrman
RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
Physical Findings
• Migratory Polyarthritis • Characteristic murmurs of acute
– is the most common symptom carditis include
– (polyarticular, fleeting, and – the high-pitched, blowing,
involves the large joints) holosystolic, apical murmur of mitral
– frequently the earliest regurgitation;
manifestation of acute – the low-pitched, apical, mid-
rheumatic fever (70-75%). diastolic, flow murmur (Carey-
• Carditis: Coombs murmur);
– (40% of patients) – and a high-pitched, decrescendo,
diastolic murmur of aortic
– and may include cardiomegaly, regurgitation heard at the aortic
new murmur, congestive heart area.
failure, and pericarditis, with or – Murmurs of mitral and aortic
without a rub and valvular stenosis are observed in chronic
disease. valvular heart disease.
• Valvulitis merupakan tanda utama
karditis reumatik :
– katup mitral (76%),
– katup aorta (13%),
– dan katup mitral+ aorta (97%).
Physical Findings
• Subcutaneous nodules (ie, Aschoff bodies):
– 10% of patients and are edematous, fragmented collagen fibers.
– They are firm, painless nodules on the extensor surfaces of the wrists,
elbows, and knees.
• Erythema marginatum:
– 5% of patients.
– The rash is serpiginous and long lasting.
• Chorea (also known as Sydenham chorea and "St Vitus dance"):
– occurs in 5-10% of cases
– consists of rapid, purposeless movements of the face and upper
extremities.
– Onset may be delayed for several months and may cease when the
patient is asleep.
114
• Anak 10 tahun kejang beberapa jam yang lalu
• Riwayat digigit oleh monyet liar 2 minggu yang
lalu
• Sulit menelan dan muntah
• Tanda vital meningkat dan napas 30x/menit

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  RABIES
JAWABAN:
B. RABIES
• Anak dengan riwayat digigit moyet liar 
resiko penularan penyakit dari hewan
(monyet)
• Riwayat gigitan monyet liar + tanpa proses
pembersihan luka gigitan dengan air sabun +
kejang dan sulit menelan (gejala neurologis) 
mengarahkan pada diagnosis rabies
• Tetanus: dari luka kotor yang terkontaminasi
Clostridium tetani, gejala mulai dari trismus, disfagia,
opistotonus, hingga gangguan otonom
• Toxoplasmosis: biasanya menjadi simtomatik pada
imunodefisiensi seperti HIV basanya bermanifestasi
sebagai toxoplasma ensefalitis
• Abses otak: organisme bisa masuk akibat perluasan dr
infeksi struktur sekitas seperti OMSK, ataupun trauma
kranial. Biasanya begejala berupa demam, gejala
neurologis fokal, dan nyeri kepala
• Botulisme: riwayat makan makanan kaleng sebelum
mengalami diare yang berlanjut dengan gangguan
neurologis
Rabies
• Rabies adalah penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf
Pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus rabies, dan
ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies
terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar.
• Penyakit rabies atau penyakit anjing gila, merupakan
penyakit yang bersifat fatal atau selalu diakhiri
dengan kematian bila tidak ditangani dan diobati
dengan baik.
• Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesia
ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 persen akibat
gigitan kucing dan kera.
Gejala Klinis
• Stadium Prodromal
– Gejala tidak spesifik, demam dan di lokasi
– gigitan terasa gatal, nyeri, dan kesemutan. Berlangsung beberapa hari, tidak
lebih dari seminggu.
• Stadium Neurologik Akut
– Ensefalitik (more common, 80% cases): hiperaktif, bingung, halusinasi,
gangguan saraf kranial (III, VII, VIII), stimulasi otonom (hipersalivasi,
hiperlakrimasi, hiperhidrosis, dilatasi pupil, tekanan darah labil,hilang kontrol
suhu),spasme/ kejang akibat rangsang taktil, visual, suara, penciuman
(fotofobia: cahaya, aerofobia: udara, hidrofobia: air).
– Paralitik: bersifat ascending, umumnya lumpuh dari ekstremitas yang digigit
lalu ke seluruh tubuh dan otot pernapasan. Gejala klinis mirip dengan sindrom
Guillain-Barre (GBS) (ascending paralysis)
• Stadium Koma
– Terjadi 1-2 minggu setelah fase neurologis akut. Umumnya kematian terjadi
akibat aritmia atau miokarditis
Tatalaksana
• Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani
dengan cepat dan sesegera mungkin.
• Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan
air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau deterjen selama 10-15
menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat
merah dan lain-lain).
• Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan
secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya
disuntikan secara intra muskuler.
• Dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti
tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian
analgetik.
Bila ada indikasi pengobatan :
1. Terhadap luka resiko rendah diberi Vaksin Anti Rabies (VAR) saja
• Jilatan pada kulit luka
• garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi)
• luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.
2. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR
• Jilatan/luka pada mukosa
• luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher)
• luka pada jari tangan/kaki, genetalia
• luka yang lebar/dalam
• luka yang banyak (multipel).
3. Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau
penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak,
maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
4. Sedangkan apabila kontak dengan air liur pada kulit luka yang tidak berbahaya,
maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak
dengan air liur pada luka berbahaya.
115
• Anak 7 tahun kondisi gangguan kesadaran
• Setelah anak menelan pil dalam jumlah banyak
• Kesadaran pasien menurun cepat
• SGOT 850 mg/dL, SGPT 1.050 mg/dL

KEMUNGKINAN PIL YANG DIMINUM…


DIAGNOSIS  INTOKSIKASI ACETAMINOPHEN
JAWABAN:
A. ACETAMINOPHEN
• Anak alami penurunan kesadaran setelah
minum pil  kemungkinan akibat intoksikasi
obat
• Peningkatan SGOT dan SGPT + riwayat
menelan pil  kemungkinan terjadi intoksikasi
asetaminofen
• Intoksikasi asetaminofen  acute liver failure
 peningkatan transaminase dan juga dapat
menyebabkan penurunan kesadaran
• Intoksikasi aspirin  memiliki 3 fase dengan gejala
berbeda mulai dari hiperventilasi yang
mengakibatkan alkalosis respiratorik hingga
terjadinya dehidrasi yang berujung pada asidosis
metabolic. Ingin tahu lebih lengkap? Cek
pembahasan.
• Penicillin dan sulfamethoxazole jarang
menyebabkan toksisitas kecuali jika dikombinasikan
dengan obat lain.
• Codeine  termasuk golongan opioid dan memiliki
efek intoksikasi yang sama seperti intoksikasi opioid.
Intoksikasi Paracetamol
• Paracetamol is the most common single agent involved
in poisonous ingestions in young children.
• While there is potential for serious liver damage if a
large dose is ingested, in practice, it is rare for a child to
achieve toxic blood levels by ingesting paracetamol
elixir (syrup).
• Resuscitation :
– Immediate threats to airway, breathing and circulation are
RARE in isolated paracetamol poisoning.
– Resuscitation should take priority over decontamination or
antidote administration.

Starship Children’s Health Clinical Guideline


116
• Anak 3 tahun sesak nafas dan demam sejak 3 hari
yang lalu
• Sekitar 1 minggu sebelumnya anak makan biskuit
dan alami tersedak
• RR 59x/menit, terdapat nafas cuping hidung, retraksi
intercostal dan subcostal
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PNEUMONIA ASPIRASI
JAWABAN:
A. PNEUMONIA ASPIRASI
• Anak 3 tahun  RR 59x/menit, ada
retraksi dan napas cuping hidung 
sesak napas
• Sesak + demam sejak 3 hari  curiga
pneumonia pada anak
• Riwayat tersedak saat makan biscuit 
aspirasi 1 minggu lalu  saat ini
pneumonia  anak dicurigai alami
pneumonia aspirasi saat ini
• Asma bronchial  akan ada sesak napas disertai temuan
wheezing, batuk, sifatnya berulang, kronik, reversibel
• Efusi pleura  akan ditemukan suara napas vesicular
menurun dibasal pada pemeriksaan karena ada cairan rongga
pleura
• Emboli paru  sesak napas umumnya muncul mendadak dan
memberat, cukup jarang di anak dibadningkan kasus dewasa,
bisa pada anak dengan faktor resiko misalnya kanker,
pemasangan akses sentral, trombofilia, dan lainnya
• Emphysema  keluhan sesak, bersifat kronik, terjadi
kerusakan alveolus, pada anak bisa dialami pada kondisi
defisiensi alfa-1-antitripsin
Pneumonia
• Peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
• Peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
• Bronchopneumoia merupakan inflamasi yang tidak hanya melibatkan alveolus dan
bronkiolus, melainkan juga bronkus dan melibatkan >1 lobus yang terjadi terutama
pada anak usia ≤ 2 tahun.
Etiologic Agents Grouped By Age Of The Patient
Age group Frequent Pathogens (In order of Frequency)
Neonates (<3 wk) Group B streptococcus, Escherichia coli, other gram negative bacilli, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae (type b)
3 wk-3 mo Respiratory syncytial virus, other respiratory viruses (parainfluenza viruses, influenza
viruses, adenovirus), S. pneumoniae, H. influenzae (type b); if patient is afebrile,
consider Chlamydia trachomatis

4 mo- 4 yr Respiratory syncytial virus, other respiratory viruses (parainfluenza viruses, influenza
viruses, adenovirus), S. pneumoniae, H. infl uenzae (type b), Mycoplasma pneumoniae,
group A streptococcus
≥5 yr M. pneumoniae, S. pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, H. influenzae (type b),
infl uenza viruses, adenovirus, other respiratory viruses, Legionella pneumophila

Sumber : Kllegman RM, Staton BF, Schor N,et all. Nelson Texbook of Pediatrics. 19th edition. New York : Saunders; 2011.
Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Pediatric Aspiration Pneumonia
• Aspiration is defined as the inhalation of either
oropharyngeal or gastric contents into the lower airways,
that is, the act of taking foreign material into the lungs.
• There are four types of aspiration syndromes.
– Aspiration of gastric acid causes a chemical pneumonitis which
has also been called Mendelson's syndrome.
– Aspiration of bacteria from oral and pharyngeal areas causes
aspiration pneumonia.
– Aspiration of oil (eg, mineral oil or vegetable oil) causes
exogenous lipoid pneumonia, an unusual form of pneumonia.
– Aspiration of a foreign body may cause an acute respiratory
emergency and, in some cases, may predispose the patient to
bacterial pneumonia.
Pediatric Airway Foreign Body
Complications
• The most common complications among children in whom the diagnosis
was delayed were croup, pneumonia, pneumothorax, atelectasis, stricture,
and perforation (multicenter study, Reilly et. al)
• The pathogenesis of pulmonary infection which is related to either partial
or complete obstruction of the airway that results in retained secretions
and subsequent bacterial overgrowth.
• Consider the diagnosis of foreign body aspiration in all children who have
unexplainable pulmonary pathology, such as persistent lung infections
(recurrent pneumonia or lung abscess), bronchiectasis, or new-onset
asthmatic symptoms.
• In these instances, the use of flexible bronchoscopy may aid in the
diagnosis.
• Less common complications of chronic aspiration of a foreign body include
perforation of the bronchial tree and fistula formation.
Pediatric Aspiration Pneumonia
Treatment
• Empiric antibiotic regimens for community-
acquired aspiration pneumonia must cover oral
anaerobes. Appropriate antibiotic regimens for
hospitalized children include:
– Ampicillin-sulbactam 150 to 200 mg/kg per day of the
ampicillin component IV in four divided doses;
maximum 8 g/day of the ampicillin component, or
– Clindamycin 30 to 40 mg/kg per day IV in three or
four divided doses to a maximum of 1 to 2 g/day if
MRSA etiology is suspected.
117
• Anak 13 tahun keluhan batuk dan sesak nafas sejak 1 hari yang
lalu
• Berulang 1-2 kali pada malam hari seminggu
• Ibu menderita rinitis alergi, ayah seorang perokok
• Pernafasan cuping hidung dan wheezing
• Radiologis tampak hiperlusen dan peningkatan corakan
bronkovaskular

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ASMA BRONKIAL
JAWABAN:
D. ASMA BRONKIAL
• Anak dengan keluhan sesak berulang dan
terutama pada malam hari (kronik residif) +
wheezing + riwayat atopi di keluarga  klinis
asma bronkial
• Gambaran radiologis hiperlusen  gambaran
penyakit asma bronkial
• Diagnosis  asma bronkial
• PPOK  penyakit obstruktif kronik irreversibel
yang biasanya menyerang dewasa
• Bronkitis  peradangan pada bronkus yang
sifatnya nonspesifik
• Bronkiolitis  peradangan bronkiolus,
gambaran seperti obstruktif, pada anak< 2
tahun
• Bronkiektasis  batuk produktif 3 lapis,
gambaran Rokistik/ honeycomb
Gambaran Radiologis
DISEASE RADIOGRAPHY

Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The


Pneumonia opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly
lobaris there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a
consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent


lobularis/ patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response
bronko to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or
pneumonia reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most


characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
Asthma
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
bronkiolitis Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
118
• Anak 8 tahun batuk dan sesak yang memberat selama 2
hari
• Dirasakan kambuh-kambuhan tiap bulan dengan durasi 1-
2 hari terutama malam hari
• Ibu riwayat rhinitis alergi, ayah perokok berat
• Napas 36x/menit, wheezing pada seluruh lapang paru

TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  ASMA EKSASERBASI AKUT
JAWABAN:
B. INHALASI BETA 2 AGONIS
• Batuk dan sesak yang semakin memberat,
serta hilang timbul setiap bulan  asma
• Riwayat atopi keluarga  kemungkinan
besar anak juga mengalami suatu atopi 
asma
• Sesak + takipnea + wheezing pada seluruh
lapang paru  asma eksaserbasi akut
• Tatalaksana awal  bronkodilator 
inhalasi beta 2 agonis
• Antibiotik sistemik spektrum luas  biasanya
digunakan pada pasien kondisi infeksi bakteri,
bukan tatalaksana serangan asma di awal
• Teofilin IV  sediaan injeksi dalam bentuk
aminofilin IV, bukan tatalaksana awal asma
eksaserbasi akut, kecuali tidak respon dengan
inhalasi beta 2 agonis, dapat diberikan pada
serangan asma berat (bronkodilator)
• Mukolitik dan antitusif  suportif, bukan
tatalaksana awal
Tatalaksana serangan asma
pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Tatalaksana serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Beberapa pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami serangan asma yang
dapat mengancam nyawa. Resiko tersebut adalah pasien dengan riwayat:
 Serangan asma yang mengancam nyawa
 Intubasi karena serangan asma
 Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum
 Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama
 Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti)
 Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit (RS) karena asma dalam
setahun terakhir
 Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
 Berkurangnya persepsi tentang sesak napas
 Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
 Alergi makanan
• Untuk pasien dengan risiko tinggi tersebut, steroid sistemik (oral atau
parenteral) perlu diberikan pada awal tata laksana meskipun pada penilaian
awal serangannya masih ringan sedang.
Tatalaksana serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

Sediaan steroid untuk serangan asma


Nama generik Sediaan Dosis
Metilprednisolone Tablet 4mg, 8 mg 0.5-1 mg/kgBB/hari tiap 6
jam
Prednison Tablet 5 mg 0.5-1 mg/kgBB/hari tiap 6
jam
Metilprednisolone suksinat Vial 125 mg, 500 mg 30 mg dalam 30 menit tiap 6
injeksi jam
Hidrokortison suksinat injeksi Vial 100 mg 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam
Deksametasine injeksi Ampul 0.5-1 mg/kgBB bolus
kemudian dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam
Betametasone injeksi Ampul 0.05-0.1 mg/kgBB tiap 6 jam
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Agonis β2 kerja pendek
 Diberikan 2 kali dengan interval 20 menit, jika di rumah keadaan pasien belum juga membaik harus segera
dibawa ke fasilitas layanan kesehatan terdekat
 Bila pemberian 2 kali sudah dilakukan di fasyankes maka pemberian ketiga dipertimbangkan kombinasi
dengan ipratropium bromida
 Contoh agonis β2 kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan prokaterol
 Pada serangan asma, agonis β2 kerja pendek diberikan secara inhalasi diberikan lewat DPI, MDI
dengan/tanpa spacer, atau nebulizer dengan dosis sesuai beratnya serangan dan respons pasien
 Harus diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi terkecil
• Ipratropium bromida
 memberikan efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran
napas
• Aminofilin intravena
 Penambahan aminofilin pada terapi awal (inhalasi agonis β2 dan steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6
jam pertama, tetapi tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama rawat inap
 Pemberian aminofilin intravena harus sangat berhati-hati dan dipantau secara ketat karena efek
sampingnya yang cukup berat (mual, muntah, takikarsi, agitasi, aritmia, hipotensi, dan kejang
 Dosis : inisial bolus pelan 6-8 mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan pemberian rumatan
secara drip 1 mg/kg/jam.
 Loading 1 mg/kg akan meningkatkan kadar aminofilin serum 2 mcg/mL.
 Untuk efek terapi yang maksimal, target kadar amonifilin serum adalah 10-20 ug/mL. Oleh karena itu kadar
aminofilin serum seharusnya diukur 1-2 jam setelah loadingdose diberikan
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

• Steroid sistemik
o Pemberian steroid sistemik per oral sama efektifnya dengan
pemberian secara intravena
o Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk
memberikan perbaikan klinis
o Pemberian IVjika pasien tidak bisa menelan obat
o Steroid sistemik berupa prednison atau prednisolon diberikan per
oral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum
sampai 40 mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama
pemberian 3-5 hari tanpa tapperingoff
o Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan
serangan dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan
untuk diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan,
steroid oral diberikan dalam 1 jam pertama.
Obat-obatan serangan asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
• Adrenalin
o Terapi tambahan pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan
angioedema
o Dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis maksimal
500 ug (0.5 ml)
• Magnesium sulfat -->tidak rutin dilakukan
• Steroid inhalasi
– Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400 ug budesonide) dapat
digunakan untuk serangan asma (dalam dosis tinggi karena steroid nebulisasi
dosis rendah tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan asma)
– terbatas pada pasienHpasien yang memiliki kontraindikasi terhadap steroid
sistemik.
• Mukolitik
• Antibiotik hanya jika terbukti disebabkan infeksi bakteri
• Obat sedasi
• Antihistamin
119
• Bayi usia 3 minggu keluhan kaki bengkok sejak
lahir
• Deformitas pedis bengkok ke arah dalam seperti
pada gambar

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TALIPES EQUINOVARUS
JAWABAN:
B. TALIPES EQUINOVARUS
• Bayi 3 minggu kaki bengkok sejak lahir 
deformitas kongenital
• Kaki bengkok dengan bentuk kaki
equinus, varus, adduksi, dan supinasi 
talipes equinovarus/clubbing foot
Club Foot (TEV)
Definisi Tipe
• Club foot / Talipes Equinovarus • Idiopatik : tidak ada kelainan
(TEV)  Deformitas kongenital kongenital yang lain, paling umum
yang rigid  fiksasi kaki pada terjadi.
posisi adduksi, supinasi dan varus. • Postural : deformitas dapat
• 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran dikoreksi oleh pemeriksa.
hidup. • Sindromik: berkaitan dgn kelainan
• Pria : Wanita  2 : 1 kongenital e.g. Arthrogryposis,
Etiologi Diastrophic dwarfism.
• Tidak diketahui. • Kondisi neuromuskular:
• Muskular, neurogenik, genetik dan myelomeningocele, CP
connective tissue.

Sumber : Abdelgawad A, Naga O. Pediatric Orthopedics A Handbook for Primary Care Physicians. New York: Springer; 2014.
Club Foot (TEV)

Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis


• Deformitas harus rigid (tidak Komponen lain:
dapat diperbaiki oleh pemeriksa). • Cavus of the foot (high arch foot).
• 3 deformitas utama: • Internal tibial torsion of the leg.
 Ankle dan foot equines (plantar • Ukuran kaki dan betis lebih kecil
fleksi dari ankle dan foot). jika dibandingkan sisi
 Hindfoot varus (tumit deviasi ke kontralateral.
arah dalam).
 Forefoot adduction (forefoot Tatalaksana : Ponseti method,
deviasi ke arah dalam jika operatif
dibandingkan dgn hindfoot).

Sumber : Abdelgawad A, Naga O. Pediatric


Orthopedics A Handbook for Primary Care
Physicians. New York: Springer; 2014.
Berbagai spektrum abnormalitas pada kaki neonatus Newborn Foot Abnormalities Newborn Foot Abnormalities
Condition Major Features Condition Major Features

Talipes : a deformity in which the foot is twisted out of normal


position T. Equinovalgus combination
between t. equinus
T. Cavus abnormally high
and t. valgus
longitudinal arch

T. Calcaneovalgus combination
between t.
T. Calcaneus dorsiflexion calcaneus dan t.
valgus
T. Equinovarus combination
(Club Foot) between t. equinus
T. Equinus plantar flexion and t. varus

T. Cavovarus combination
T. Valgus (flat abducted and between t. cavus
foot) everted and t. varus

T. Calcaneocavus combination
between t.
T. Varus abducted and calcaneus and t.
inverted
cavus

T. Equinovalgus combination
between t. equinus
and t. valgus Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers. New York : Saunders ;2007
Berbagai spektrum abnormalitas pada kaki neonatus Newborn Foot Abnormalities

Condition Major Features

Claw toes/claw foot Lesser toe with dorsiflexion of the


proximal phalanx on the lesser
metatarsophalangeal (MTP) joint and
concurrent flexion of the proximal
interphalangeal (PIP) and distal
interphalangeal (DIP) joints

Bean shaped foot/metatarsus • Forefoot is adducted


adductus
• Lateral foot border is convex instead
Disebabkan oleh kelainan posisi di of straight
intrauterine atau komplikasi jangka • a medial soft-tissue crease indicates
panjang dari Congenital Talipes a more rigid deformity
Equinovarus (CTEV) yang tidak • normal hindfoot and subtalar
dikoreksi segeraclavus
meningkatbean shaped foot
motion
120
• Anak usia 12 tahun keluhan sulit menelan
• Massa pada leher sisi lateral kiri di tepi anterior
SCM, teraba fluktuatif, sewarna kulit, mengeluarkan
secret bening (+), transiluminasi (+)
• Benjolan tidak terasa nyeri, Demam disangkal

ETIOLOGI GANGGUAN…
DIAGNOSIS  BRANCHIAL CYSTS
JAWABAN:
A. KELAINAN KONGENITAL
• Anak 12 tahun  dysphagia + massa leher kistik fluktuatif
(transiluminasi positif) di leher lateral kiri tepi anterior ,
mengeluarkan secret bening, tidak nyeri  kemungkinan
kista kongenital daerah leher  sering branchial cysts
• Kecurigaan penyebab  kista branchial berdasarkan lokasi
di leher sisi lateral sinistra tepi depan SCM
• Bisa diawal asimptomatik  kemudian sebabkan keluhan
disfagia, dyspnoe, hingga komplikasi abses atau fistula
• Diagnosis banding  hygroma hingga kista duktus
tiroglossus
• Tidak ada keluhan demam atau penurunan
berat badan drastis yang mungkin arahkan pada
opsi keganasan dan infeksi
• Tidak pula dinyatakan adanya riwayat trauma
sebelumnya.
Branchial cysts
• Suatu kelainan kongenital akibat involusi inkomplit dari struktur
branchial cleft, salah satu kelainan kongenital berupa massa leher
yang umum ditemukan pada anak atau dewasa muda
• Klinis: umumnya asimptomatik, bisa ada cairan (watery discharge)
keluar bisa lesi berhubungan dengan sinus tract. Bisa bergejala
menimbulkan efek desakan seperti disfagia, dispnea, stridor akibat
kompresi kista ke saluran napas atas. Tampak adanya massa fluktuatif
unilateral atau bilateral. Paling sering di 1/3 bawah batas
anteromedial muskulus sternocleidomastoideus.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499914/
https://www.sciencedirect.com/topics/pharmacology-toxicology-and-
pharmaceutical-science/branchiogenic-cyst
Kista duktus tiroglossus
• Suatu kelainan kongenital akibat obliterasi tidak sempurna dari duktus
tiroglossus. Salah satu kista paling umum ditemukan di regio leher.
• Klinis: tanpa nyeri, lesi kistik, mobile, fluktuatif, massa di leher dekat
tulang hyoid, sering pada anak anak, pada kista cukup besar dapat
ditemukan pemeriksaan transiluminasi positif. Biasanya massa
ditengah. simptomatik: nyeri (bila ada komplikasi infeksi kista),
dyspnoea, dysphagia. Bisa ada watery discharge dari fistula. TDC akan
bergerak ketika menelan atau menjulurkan lidah.

Indian J Surg (January–February 2011) 73(1):28–31


121
• Anak datang dengan kondisi syok hipovolemik
dan dehidrasi berat, mengakibatkan gangguan
fungsi ginjal
• EKG dan ditemukan aritmia, T tall, dan prolonged
PR
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  HIPERKALEMIA
JAWABAN:
E. NATRIUM BIKARBONAT
• Kasus anak alami dehidrasi berat yang menyebabkan syok
hipovolemik  menurunnya volume intravaskular  gangguan
perfusi ke ginjal  gagal ginjal akut.
• Gambaran EKG aritmia dengan T tall dan PR interval memanjang
 ditemukan pada kelainan elektrolit hiperkalemia
• Tatalaksana medikamentosa hiperkalemia 
– Mencegah terjadinya aritmia dengan menstabilisasi membran
jantung  memberikan kalsium glukonas
– Menurunkan kadar kalium  pemberian insulin dan D40%,
nebulasi dengan beta2 agonis, maupun medikamentosa seperti
kayexalate
• Natrium bikarbonat  menginduksi pergeseran sementara dari
kalium ekstraselular ke dalam intraselular  biasanya kondisi
hiperkalemia dengan asidosis metabolik.
• Bila hiperkalemia tanpa asidosis metabolic  natrium
bikarbonat IV bisa digunakan, tapi tidak seefektif pada kondisi
asidosis metabolik
Electrolyte: kalium
• K has important role in resting membrane potential & action
potentials.

• The level of K influences cell depolarization


– the movement of the resting potential closer to the threshold 
more excitability & hyperpolarization
– decreased resting membrane potential to a point far away from
the threshold  less excitability.

• The most critical aspect of K, it affects:


– Cardiac rate, rhythm, and contractility
– Muscle tissue function, including skeletal muscle and muscles of the
diaphragm, which are required for breathing
– Nerve cells, which affect brain cells and tissue
– Regulation of many other body organs (intestinal motility)
Johnson JY. Fluids and Electrolytes demystified. 2008
Hiperkalemia
• Kadar kalium darah melebihi batas normal
• The range in children & infants is age-dependent, whereas the range
for adults is approximately 3.5-5.5 mEq/L
• The upper limit may be considerably high in young or premature
infants, as high as 6.5 mEq/L.
• Potassium is the primary intracellular cation; more than 95-98% of the
total body potassium is found in the intracellular space, primarily in
muscle.
• Patofisiologi:
– Keluarnya K+ dari intrasel  ekstrasel
– Berkurangnya ekskresi K+ melalui ginjal
– Meningkatnya intake K + ke dalam tubuh via oral/intravena
• Gejala terutama timbul bila kadar K+ >7 mEq/L atau peningkatan
terjadi dalam waktu yang cepat.
– Gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot , paralisis sehingga
pasien merasa sesak nafas.
EKG pada hiperkalemia
• Gelombang T
yang tinggi,
pemanjangan
inetrval PR,
Pelebaran QRS
kompleks yang
dapat mengarah
ke VF dan
asistol.
Tatalaksana
• Batasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel
– Calcium gluconate 1 g = 90 mg (4.5 mEq) of elemental calcium.
– Calcium chloride 1 g = 270 mg (13.5 mEq) of elemental calcium.
• Tingkatkan ambilan K+ ke dalam sel
– Insulin dlm glukosa 40% bolus i.v  Although effect is almost immediate,
it is temporary, and, therefore, should be followed by therapy that actually
enhances potassium clearance
– Natrium bikarbonat IV  IV infusion helps shift K+ into cells, further
lowering serum K+ levels. Can be considered in treatment of hyperkalemia
even in absence of metabolic acidosis (but less effective). Also increases
sodium delivery to the kidney
– β2 agonis, nebulisasi maupun intravena  Albuterol and other beta-
adrenergic agents induce the intracellular movement of potassium via the
stimulation of the sodium/potassium–adenosine triphosphate (Na+/K+ -
ATP) pump.
• Keluarkan kelebihan K+
– Diuretik kuat seperti furosemide disertai NaCl.
– Resin penukar ion dapat diberikan oral maupun per rektal (Sodium
polystyrene sulfonate (Kayexalate))
– Dialisis
122
• Anak 7 tahun keluhan demam sejak 3 hari yang
lalu, nyeri lutut dan sendi
• Riwayat sebelumnya sembuh dari sakit radang
tenggorokan 3 minggu lalu
• Suhu 39,9oC, nadi 110x/menit, napas 24x/menit

TEMUAN PEMERIKSAAN PENUNJANG…


DIAGNOSIS  DEMAM REUMATIK AKUT
JAWABAN:
B. LED MENINGKAT
• Demam + Arthralgia  2 kriteria minor Jones
• Riwayat adanya radang tenggorokkan
(kecurigaan infeksi streptokokus pyogenes)
• Perlu evaluasi lebih lanjut dengan kriteria
JONES untuk memastikan diagnosis demam
reumatik
• LED/CRP meningkat bisa ditemukan pada
kasus (opsi B)
Temuan lain bisa ditemukan pada demam
reumatik:
• Pemanjangan PR interval (pilihan A salah)
• Leukositosis (pilihan C salah)
• Titer ASTO yang tinggi dari normal (pilihan E
salah)
Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat GABHS
(Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis GABHS
setelah 1-5 minggu
• Valvulitis merupakan tanda utama karditis reumatik :
• katup mitral (76%),
• katup aorta (13%),
• dan katup mitral+ aorta (97%)
• Penyakit jantung rematik: sekuelae demam reumatik akut yang tidak
di-tx adekuat. Manifestasi 10-30 th pasca DRA
– MS: fusi komisura  fish mouth
– AI + MS Chin TK. Pediatric rheumatic fever.
http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview Behrman RE. Nelson’s
Ket: ASO=ASTO
Upper limit of normal (80th centile) for serum
streptococcal antibody titers in children and adults in
tropical settings where group A Streptococcus disease
is endemic

ASO titer
Age group (years) Upper limit of normal
(international units/mL)
1 to 4 170
5 to 14 276
15 to 24 238
25 to 34 177
≥35 127
123
• Sesak nafas sudah sejak 3 hari semakin
memberat
• Foto radiologi terlihat gambaran "Valeculla sign"

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  EPIGLOTITIS
JAWABAN:
C. EPIGLOTITIS
• Anak sesak nafas + radiologi vallecula sign
 mengarah pada epiglotitis
• Epiglotitis  infeksi bakteri pada saluran
napas di daerah epiglotis disebabkan oleh
H. influenza tipe B (Hib)  epiglotis
bengkak dan edema (thrumprint sign) dan
vallecula menjadi datar (valeculla sign)
serta pica aryepiglotic menebal
• Bronkopneumonia  sesak, bisa ada batuk dan
keluhan demam, serta radiologis ditemukan
bercak infiltrate
• Bronkiektasis  batuk produktif 3 lapis,
gambaran Rokistik/ honeycomb
• Asma  sesak, sifat kronik residif, bisa
ditemukan wheezing, radiologis bisa ditemukan
hiperinflasi
• Faringitis  batuk, biasanya tidak keluhan
sesak, ditemukan faring hiperemis pada
pemeriksaan
Epiglotitis
• Life-threatening, medical emergency due to infection with edema
of epiglottis and aryepiglottic folds
• Organism: Haemophilus influenzae type B: most common (bacil
gram (-), needs factor X and V for growth)
• Location
– Purely supraglottic lesion
• Associated subglottic edema in 25%
– Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor
• Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory)
• Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor, Sore
throat, Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice
• Older child may have neck extended and appear to be sniffing due
to air hunger
Tripod sign
• Pt appears anxious
• Leans forward with
support of both
forearms
• Extends neck in an
attempt to maintain an
open airway
X-ray soft tissue neck
• Lateral view taken in erect
position only (Supine
position may close off
airway)
– Enlargement of epiglottis
(thumb sign)
– Absence of well defined
vallecula (Vallecula sign)
– Thickening of aryepiglottic
folds (cause for stridor)
– Circumferential narrowing of
subglottic portion of trachea
during inspiration (25%
cases)
– Ballooning of hypopharynx Red arrow = enlarged epiglottis
Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds
X-ray diagnosis?
2-year-old boy with
fever, stridor, tripoding
and NO cough.

Epiglottitis P
E V
• Epiglottis (E) –
wide (thumb-
like)
C
• Vallecula -
shallow Epiglottis (E)
• Trachea - Vallecula (V)
normal Vocal cords (C)
• Prevertebral Trachea (T)
T
soft tissue - Prevertebral soft
normal tissue (P)
124
• Anak 4 tahun, pucat dan terdapat bintik-bintik
perdarahan
• Limfadenopati supraklavikular dan servikal serta
splenomegaly
• Hb 7,4 gr%, leukosit 74.200/mm3, trombosit
34.000/mm3
PEMERIKSAAN PENUNJANG TEGAKKAN DIAGNOSIS..
DIAGNOSIS  LEUKEMIA AKUT
JAWABAN:
D. PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG
• Anak 4 tahun  pucat + bintik-bintik perdarahan +
limfadenopati supraklavikular dan servikal +
splenomegaly  curiga kondisi berkaitan dengan
keganasan
• Anemia (Hb 7,4) + leukositosis 74200/m3 +
trombositopenia  leukemia
• Gejala klinis yang jelas + usia pasien  umumnya
leukemia akut
• Pemeriksaan penunjang  pada leukemia akut 
pemeriksaan sumsum tulang
• Pemeriksaan hapus darah tepi bukan merupakan
pemeriksaan gold standard pada leukemia
125
• Anak 9 tahun benjolan di leher sebelah kanan, timbul sejak
usia 2 tahun, membesar secara perlahan, tidak nyeri
• Berdebar-debar, penurunan berat badan, mata menonjol
disangkal
• Adanya nodul kistik pada regio tiroid dextra dengan ukuran
5x4x3 cm, nyeri tekan dan hiperemis tidak ada, ikut bergerak
saat menelan

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  STRUMA NODOSA NON TOKSIK
JAWABAN:
E. STRUMA NODOSA NON TOKSIK
• Adanya massa nodul kistik pada regio tiroid
yang bergerak pada saat menelan  struma
• Membesar secara perlahan  kemungkinan
bukan ke arah keganasan tiroid
• Tanpa adanya tanda-tanda hipertiroid 
struma nodosa non-toksik
• Struma non-toksik berupa kistik bisa
disebabkan karena adenoma tiroid, kista
duktus tiroglosal, kista hidatid (akibat infeksi
echinococcus)
• Kista brankialis  konsistensi memang kistik, tetapi dari
lokasi tidak sesuai (biasanya anterior SCM atau mandibula)
dan tidak terkait dengan menelan
• Tiroiditis  tiroiditis biasanya bersifat difus dan tidak
memiliki konsistensi kistik
• Abses submandibular  massa biasanya di area
submandibular, bisa ada gejala sistemik seperti demam dan
nyeri pada benjolan
• Karsinoma laring  disingkirkan karena pada pasien tidak
ada keluhan mengarah pada keganasan
Klasifikasi Struma
Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Hashimoto Konsumsi Adenoma toksik,


Grave’s Disease goitrogen : PTU
Tiroidiitis, Iodium Plummer’s Disease
Defisiensi (Early), atau litihium dan
Paparan radiasi Iodium defisiensi
(late stage)
Cystic Thyroid Nodules
• Thyroid Adenoma & Cancer
– The majority of cystic thyroid nodules are benign,
degenerating thyroid adenomas; they can be toxic
or non toxic.
– Purely cystic lesions rarely contain cancer, but the
likelihood of cancer in complex (cystic and solid)
nodules approaches that of solid nodules
– Among the thyroid cancers that are associated
with cysts, papillary thyroid cancer is most
common
Cystic Thyroid Nodules
• Thyroglossal duct cysts
– The thyroid gland originates in the fetus in the foramen
cecum at the base of the tongue and migrates caudally in
the midline to its normal position in the anterior neck
below the cricoid cartilage.
– This migration results in formation of the thyroglossal duct,
which initially connects the floor of the pharynx to the
thyroid gland.
– The thyroglossal duct normally disappears, but persistence
of the duct can give rise to cystic masses.
– Over 90 percent of thyroglossal duct cysts are midline, but
some may be displaced slightly.
– Most occur below the hyoid bone
• Hydatid cysts — Primary echinococcal cysts of the
thyroid have been reported but are extremely rare
Thyroglossal Duct Cysts
126
• Anak 10 tahun BAK berwarna merah seperti air cucian daging
sejak 3 hari
• Riwayat nyeri tenggorokan 2 minggu yang lalu
• TD 140/95 mmHg, RR 26×/mnt, suhu 36,8oC, edema minimal
pretibial
• Urin dipstick di dapatkan BJ 1.035, darah +4, protein +2, gross
hematuria

ETIOLOGI DASAR PENYAKIT…


DIAGNOSIS  GNAPS
JAWABAN:
D. DEPOSIT KOMPLEKS ANTIGEN-ANTIBODI
• Anak alami gross hematuria, hipertensi, edema
pretibial, proteinuria  gejala sindrom nefritik
• Riwayat nyeri tenggorokan 2 minggu lalu 
curiga post infeksi Streptokokkus
• Diagnosis  glomerulonephritis akut pasca
infeksi streptokokus (GNAPS)
• Patofisiologi dasar  kerusakan glomerolus
akibat deposit imun-kompleks yang diperantarai
oleh hipersensitivitas tipe 3 (opsi D)
• Pilihan A (retensi natrium akibat GFR turun) merupakan
penyebab terjadinya edema pada sindrom nefritik:
– kelanjutan dari kerusakan oleh imun kompleks yang menyebabkan
proliferai sel-sel kapiler yang menyebabkan penyempitan lumen
 GFR turun  aktivasi Renin Aldosteron  retensi natrium 
retensi air  hidrostatik meningkat  edema
• Hipoalbuminemia akibat proteinuria massif (opsi B) bisa
terjadi pada sindrom nefrotik. Akibat proteinuria maka
sebabkan tekanan onkotik menurun (opsi E) sehingga terjadi
edema pada pasien
Mekanisme GNAPS
• Terdapat 4 mekanisme yang mungkin menimbulkan
GNAPS:
1. Adanya kompleks imun dengan antigen streptokokal
yang bersirkulasi dan kemudian terdeposisi.
2. Deposisi dari antigen streptokokus pada membrane
basal glomerulus yang berikatan dengan antibody
sehingga terbentuk kompleks imun.
3. Adanya antibody terhadap antigen streptokokal yang
bereaksi terhadap komponen glomerulus yang
menyerupai antigen streptokokus (molecular mimicry)
4. Adanya proses autoimun
• Dari keempat mekanisme tersebut, mekanisme kedua
adalah mekanisme pathogenic yang paling banyak
ditemukan.
Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection

Aktivasi komplemen Komplemen serum turun

Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun

GFR turun Reabsorbsi natrium distal

oliguria
Retensi air dan natrium

Volume darah meningkat

Edema dan hipertensi


127
• Anak usia 7 tahun wajah sembab
• Kaki edema, rambut merah dan mudah dicabut,
lemak bawah kulit tidak ada, pantat keriput
(baggy pants)

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  MARASMUS-KWARSHIORKOR
JAWABAN:
C. FORMULA 75
• Anak tampak malnutrisi dengan gejala:
• Wajah sembab, kaki edema, rambut merah dan
mudah dicabut  klinis kwarshiorkor
• Lemak subkutan yang tidak ada, dan baggy
pants  klinis marasmus
• Diagnosis  marasmus kwarshiorkor
• Tatalaksana pada kasus malnutrisi berat 
inisiasi pemberian F-75
• Pada malnutrisi berat diberikan dahulu F75, lalu
baru berlanjut ke F100 nantinya (diawal jadi
dipilih opsi C dibanding opsi D)
• Makanan TKTP dan diet lunak sebaiknya tidak
diberikan dulu diawal agar tidak timbul
refeeding syndrome
Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
• Dibagi menjadi 3:
– Overnutrition (overweight, obesitas)
– Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
– Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
– MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
– MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
– Marasmus
– Kwashiorkor
– Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and


adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Emergency Signs in Severe
Malnutrition
• Dibutuhkan tindakan resusitasi
• Tanda gangguan airway and breathing :
– Tanda obstruksi
– Sianosis
– Distress pernapasan
• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL.
Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
• Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
– Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


Pemberian makan
Fase stabilisasi
– Porsi kecil, osmolaritas rendah, rendah laktosa  F75
– Peroral/NGT
– Energi: 80-100 kkal/kgBB/hari
– Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
– Cairan: 130 mL/kgbb/hari
– Lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan
8. Mencapai kejar-tumbuh
– Target peningkatan berat badan >10 g/kg/hari

Bila kenaikan berat badan <5g/kgBB/hari, lakukan penilaian ulang apakah target
asupan makanan memenuhi kebutuhan dan cek tanda-tanda infeksi
128
• Sering merasa lemas dan kurang konsentrasi belajar
• Konjungtiva pucat
• Hb 8, MCV 66, MCH 24, serum iron turun, dan TIBC
meningkat
• Ibu memberikan Fe bersamaan dengan susu supaya
anak mau minum obat
INTERAKSI FE DENGAN SUSU…
DIAGNOSIS  ANEMIA DEFISIENSI BESI
JAWABAN:
C. ABSORBSI FE MENURUN
• Sering lemas dan kurang konsentrasi belajar +
konjungtiva yang pucat  klinis anemia
• Hb yang rendah + MCV dan MCH yang turun
 anemia mikrositik hipokrom
• Turunnya SI dan meningkatnya TIBC  anemia
defisiensi besi
• Diberikan Fe bersamaan dengan susu 
kandungan kalsium dalam susu akan
menghambat penyerapan Fe (opsi C)
Polypohenols present in tea, coffee and wine,
Phosphates and phosphoproteins present in
egg yolk, bovine milk

LUMINAL
IRON ABSORPTION

BASOLATERAL SURFACE
Penggunaan Besi
dalam Tubuh
Penyimpanan Besi
Besi Oral
• Aman, murah, dan efektif
• Beberapa makanan dan obat menghambat
penyerapan
– Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa
antibiotik, teh, kopi, suplemen kalsium, susu. (besi
diminum 1 jam sebelum atau 2 jam setelahnya)
– Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam
setelah antasida (kondisi lambung yang basa akan
menghambat absorbsi besi)
– Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam 
konsumsi bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk
meningkatkan penyerapan
Tatalaksana
• Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
• Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi
dapat dilakukan pada saat makan atau segera
setelah makan meskipun akan mengurangi
absorbsi obat sekitar 40%-50%
• Efek samping:
– Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
– Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam
(reversibel)
129
• Anak 5 tahun BAB cair sejak 1 minggu, frekuensi sebanyak 3-
5x/ hari, 2-3 sendok makan per BAB., warna kuning berbau
busuk
• Tidak ada darah pada tinja
• Mual ada, muntah tidak ada
• Hasil mikroskop eritrosit 25-30 /lpb, leukosit 15-20 /lpb
• Mikroskopik tinja didapat gambaran (slide berikut)

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  AMOEBIASIS
JAWABAN:
E. ENTAMOEBA HISTOLYTICA
• Anak alami diare berbau busuk + hasil tinja
didapatkan adanya leukosit dan eritrosit +
kista dengan nukleus berinti 4  disentri
amoebic
• Etiologi  kista nucleus berinti 4 
Entamoeba histolytica
• Diare karena E coli (EIEC dan EHEC) bisa
menyebabkan disentri dengan temuan bakteri
batang gram negatif
• Shigella  menyebabkan disentri basiler, bentuk
bakteri batang gram negatif
Amoebiasis ec E. Histolitica

AMOEBIASIS AMOEBIASIS
INTESTINAL EKSTRAINTESTINAL
• Masa inkubasi: 8 hari hingga • Abses liver
beberapa bulan
• Kolitis amuba: nyeri perut • Penyakit pleuropulmonal
kuadran bawah, distensi
• Peritonitis
• Tahap Akut • Perikarditis
– Diare dengan epitelium (tanpa
darah, nyeri perut, << BB, flatulens • Abses otak
dan konstipasi
• Penyakit genitourinaria
• Infeksi Berat
– 10-20 hari
– Diare dengan epitelium dan darah,
nyeri perut (mulas), dehidrasi dan
demam
Amoebiasis
ALUR INFEKSI

• Kista infektif (kista


matang, berinti 4)
tertelan  Ekskistasi di
ileum terminal/ kolon
 trofozoit (bentuk
invasif)  penetrasi
dan invasi ke mukosa
kolon  destruksi
jaringan, diare
berdarah, dan kolitis

• Trofozoit juga bisa


menyebar secara
hematogen lewat
sirkulasi portal ke hati
atau organ jauh
http://emedicine.medscape.com/article/212029-overview
Amoebiasis: Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
– Leukositosis tanpa
eosinofilia (80%)
– Peningkatan alkaline
phosphatase (80%)
– Peningkatan kadar
transaminase dan
bilirubin
– Penurunan albumin dan
anemia Uninucleated cyst Binucleated cyst
• Mikroskopik feses: adanya
bentuk tropozoit dan kista
• Pewarnaan Lugol pada
jaringan terinfeksi
• USG
– Abses hati amoeba: lesi
bulat hipoekoik homogen
soliter di aspek posterior
lobus kanan hati (70-80%)
Quadrinucleated cyst
http://emedicine.medscape.com/article/212029-workup#c7
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya
memiliki ciri-ciri morfologi :
– Ukuran 10 – 60 μm
– Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda
penting untuk diagnosisnya
– Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
– Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.

Sel darah
merah
130
• Anak 10 tahun sesak 3 hari yang lalu, demam
dan dahak kental berwarna kehijauan
• RR 20x/menit, suhu 37.8 derajat C, ronkhi basah
kasar di paru kiri

OBAT TIDAK DIANJURKAN…


DIAGNOSIS  PNEUMONIA PADA ANAK
JAWABAN:
C. LEVOFLOKSASIN
• Anak 10 tahun  sesak sejak 3 hari + demam +
dahak kental kehijauan + rhonki basah kasar di paru
kiri  klinis pneumonia
• Tatalaksana  pneumonia didasarkan pada kondisi
klinis ringan atau berat
• Pada anak tidak tampak napas cepat 
kemungkinan kasus yang ringan  kotrimoksazole
atau amoksisilin
• Bila kasus berat  amoksisilin/ampisilin, dan dapat
dikombinasikan dengan kloramfenikol atau
gentamisin, alternative ceftriaxone
• Obat yang tidak boleh diberikan  levofloksasin 
golongan fluorokuinolon dapat menyebabkan
kerusakan pada lempeng epifisis/lempeng
pertumbuhan pada anak
Pneumonia
• Hubungan antara diagnosis klinis dan
Klasifikasi-Pneumonia (MTBS)

Diagnosis (Klinis) Klasifikasi (MTBS)


Pneumonia berat (rawat inap)
• Tanpa gejala hipoksemia
Penyakit sangat berat
• Dengan gejala hipoksemia
(Pneumonia berat)
• Dengan komplikasi

Pneumonia ringan (rawat jalan)


Pneumonia

Infeksi respiratori akut atas Batuk: bukan pneumonia

Sumber :WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di
Kabupaten/Kota.
Pneumonia Ringan
• Dx  disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
• Napas cepat:
• pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit
• pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
• Tx  rawat jalan, beri antibiotik : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.

Pneumonia Berat
• Dx  Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
• Kepala terangguk-angguk
• Pernapasan cuping hidung
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
• Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi)
• Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
• Napas cepat
• Suara merintih (grunting) pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar : Crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara
pernapasan bronkial
• Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai: Tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya, Kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat.
Sumber :WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di Kabupaten/Kota.
Tatalaksana
Pneumonia Berat

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus


dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik
maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah
sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif, beri
seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari.

Sumber :WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di Kabupaten/Kota.
Fluoroquinolone

• Obat-obatan yang tergolong dalam fluoroquinolone ini merupakan


salah satu antibiotik spektrum luas yaang superior, dan menjadi salah
satu pilihan antibiotik untuk pneumonia pada dewasa
• Penggunaan obat ini diketahui memiliki efek samping terutama pada
muskuloskeletal di anak
• Obat ini diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada lempeng
epifisis, yang merupakan lempeng pertumbuhan pada anak, sehingga
menghambat pertumbuhan pada anak
Kline JM, Wietholter JP, Kline VT, Confer J. Pediatric Antibiotic Use: A Focused Review of Fluoroquinolones and Tetracyclines. US Pharm. 2012;37(8):56-59
Goldman JA, Kearns GL. Fluoroquinolone Use in Paediatrics: Focus on Safety and Place in Therapy . 18th Expert Committee on the Selection and Use of Essential Medicines , 2011
Summary: Quinolones In Pediatric
• Systemically administered fluoroquinolones are not recommended for
routine use in children <18 years of age because studies in immature
animals have demonstrated the development of arthropathy with
erosions of the cartilage in weight-bearing joints.
• Ciprofloxacin has been approved by the FDA for use in children with
complicated urinary tract infections and pyelonephritis due to Escherichia
coli.
• Ciprofloxacin and levofloxacin have been FDA approved for use in children
for postexposure prophylaxis against inhalational anthrax and treatment
and prevention of plague.
• The American Academy of Pediatrics recommends that the use of
systemic fluoroquinolones in children be limited to the treatment of
infections for which no safe and effective alternative exists.
Uptodate.2017
131
• Anak 4 tahun, saat ini mengalami kejang dan telah
diberikan diazepam melalui dubur oleh ibunya, kejang
tidak berhenti
• Di RS diberi diazepam suppositoria dan diazepam IV,
kejang tidak berhenti
• Riwayat batuk 4 hari, pilek, demam

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS KEJANG AKUT PADA ANAK
JAWABAN:
C. PHENOBARBITAL IV LOADING DOSE DOSIS 300 MG
• Anak usia 4 tahun  kejang tidak kunjung
berhenti  sudah diberikan diazepam
rectal hingga intravena
• Tatalaksana lanjut  atasi kejang 
phenobarbital atau phenytoin loading dosis
masing-masing 20 mg/kg BB
• Perkiraan berat badan anak  2n+8 
(2x4)+8 = 16 kg (perkiraan berat badan)
• Dosis yang diperoleh paling tidak 320 mg 
dipilih fenobarbital loading dose 300 mg IV
• Dosis fenitoin opsi terlalu rendah
Kejang dan Status Epileptikus pada Anak
• Seizure — A seizure represents the clinical expression of
abnormal, excessive, synchronous discharges of neurons residing
primarily in the cerebral cortex.
• Sampai saat ini, belum terdapat keseragaman mengenai definisi
status epileptikus (SE) karena International League Againts
Epilepsy (ILAE) hanya menyatakan bahwa SE adalah kejang yang
berlangsung terus-menerus selama periode waktu tertentu atau
berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran diantara kejang.
• Kekurangan defnisi menurut ILAE tersebut adalah batasan lama
kejang tersebut berlangsung.
• Oleh sebab itu, sebagian para ahli membuat kesepakatan
batasan waktunya adalah selama 30 menit atau lebih.
Tatalaksana kejang akut
• Pertahankan fungsi vital (airway, breathing,
circulation)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor
presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang
• Evaluasi tanda vital serta penilaian airway,
breathing, circulation (ABC) harus dilakukan
seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan.
• Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan
pada tata laksana SE sangat bervariasi antar
institusi.
Tatalaksana kejang akut
Keterangan
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
• Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan
yang sama
• Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis
yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan
kelompok usia;
– 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
– 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
– 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
– 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
• Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan
kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
• Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit
• Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak
kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan
pemberian rumatan bila diperlukan.
Fenitoin & Fenobarbital
• In surveys of pediatric emergency providers
and neurologists, phenytoin or fosphenytoin
remain the most-used anti-seizure
medications if status epilepticus persists after
administration of benzodiazepines.
• Phenobarbital's major disadvantages are that
it significantly depresses mental status and
causes respiratory difficulty.

Emedicine | J. Clin. Med. 2016, 5, 47; doi:10.3390


132
• Batuk lebih 1 bulan, disertai demam, keringat di
malam hari, penurunan berat badan 3 kg
• Ayah pasien pengobatan TB
• Status gizi pasien baik
• Pembesaran KGB tidak ditemukan
• Foto rontgen thoraks dbn, Mantoux 12 mm
SKOR TB…
DIAGNOSIS  TUBERKULOSIS
JAWABAN:
D. 7
• Skoring TB pada soal:
– Batuk > 3 minggu 1
– Demam > 2minggu 1
– Mantoux >= 10 mm  3
– Kontak TB (laporan keluarga)  2
• TOTAL 7
Sistem Skoring TB
133
• Bayi usia 1 minggu keluhan muntah setiap kali
diberikan ASI
• Dilakukan pemasangan NGT, namun kemudian
NGT terhenti dan tidak bisa di lanjutkan lagi

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  ATRESIA ESOFAGUS
JAWABAN:
B. FOTO TORAKS
• Neonatus keluhan muntah setiap kali diberikan
ASI  pasang NGT tidak dapat dilanjutkan
hingga lambung  curiga abnormalitas pada
struktur esofagus  etiologi paling sering
adalah atresia esofagus
• Pemeriksaan penunjang yang pertama kali
dikerjakan  foto thorax  memastikan
bahwa NGT memang tidak masuk ke lambung
+ melihat apakah terdapat udara lambung atau
tidak  tentukan tipe atresia esofagus
Atresia Esofagus
Definisi Etiologi
• Kelainan kongenital dari • Belum diketahui
esofagus yg mengalami
diskontinuitas  obstruksi • Terkait dgn abnormalitas lain
esofagus proksimal.  VACTERL syndrome
(vertebral anomalies, anal
atresia, cardiac,
Epidemiologi
tracheoesophageal, renal, limb)
• 1 : 4000 neonatus
• >90% terkait dengan
• Slight male predominance
trachoesophageal fistula (TEF)

Faktor risiko
• Advanced maternal age, European ethnicity, obesity, tobacco
smoking, infants weighing < 1.500 g at birth
Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
Atresia Esofagus
Presentation
• Prenatal – polyhydramnios, absent Management
stomach bubble, associated • Decompression of the proximal
abnormalities. esophageal pouch
• Birth onwards – frothing of oral • Upright prone position 
secretions, drooling, choking or and minimize GER and prevent
sianosis. aspiration
• Thoracotomy  repair
Investigations
• Unable to pass wide - bore
orogastric tube; confirmed on chest
• X - ray, shows tube in esophageal
pouch. Air in the stomach indicates
a fistula is present.

Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
Radiologi
• Chest radiography (see the
images below) is mandatory
and should be performed as
soon as possible if
esophageal atresia is
suspected.
• Plain chest X-ray with a NGT:
coiled NGT at upper pouch
(the tube has not reached the
stomach)
• Type E can’t be diagnosed
with Chest radiograph
The Gasless
Abdomen
• Absence of gas in the
abdomen suggests
that the patient has
either atresia
without a fistula or
atresia with a
proximal fistula only
134
• Anak usia 3 hari kepala selalu miring ke kiri, bayi
menangis kesakitan saat ibu berusaha
membenarkan posisi
• Tampak leher sebelah kiri lebih pendek
• Teraba benjolan di area sternocleidomastoideus
• Persalinan bahu sulit lahir
PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  TORTICOLLIS
JAWABAN:
B. USG LEHER
• Kepala pasien yang selalu miring ke kiri dan
terdapat massa di musculus
sternocleidomastoideus  spasme dan
kontraksi dari otot tersebut  arah
diagnosis torticollis
• Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
torticollis  USG leher  melihat
ketebalan dan visualisasi potongan
melintang dari otot yang spasme tersebut
Torticollis
• USG cukup jelas untuk
membedakan torticollis
kongenital dan postural
dengan tumor
sternomastoid
• MRI direkomendasikan
ketika gejala tidak membaik
dalam 12 bulan atau ada
presentasi atipik pada USG.
• Penanganan pada torticollis
bersifat fisioterapi suportif
dan pembedahan dilakukan
jika anak berusia >1 tahun
dan tidak ada perbaikan

Tatli B., et al. Congenital muscular torticollis: evaluation and classification. Pediatric Neurology. 2006;34: 41-44
135
• Bayi lahir usia kehamilan 38 minggu secara
spontan dengan lilitan tali pusat 1 kali
• Bayi tidak menangis, tonus otot buruk

HAL PERTAMA DIKERJAKAN…


DIAGNOSIS  NCB SMK
JAWABAN:
C. LETAKKAN BAYI DI PENGHANGAT DAN KERINGKAN
• Bayi baru lahir usia kehamilan 38 minggu (cukup
bulan) + tidak menangis dan tonus otot yang
buruk  masuk algoritma resusitasi neonates
• Bayi lahir:
– 1. Meletakkan bayi di penghangat
– 2. Posisikan
– 3. bersihkan jalan napas jika perlu
– 4. Keringkan
– 5. Stimulasi agar menangis
• Disebutkan pertama kali  meletakkan bayi di
penghangat  dipilih C
Resusitasi
Neonatus
Rekomendasi utama untuk resusitasi
neonatus:
• Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.
• Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian
warna kulit tidak dapat diandalkan.
• Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan
dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
• Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.
• Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya
pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi.
• Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit
untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup
untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat
pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Pemberian Oksigen
• Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target.
• Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi
dimulai dengan udara kamar.
• Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah
90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Teknik Ventilasi dan Kompresi

• Ventilasi Tekanan Positif (VTP)


– Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
• Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
– Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
VTP
• Peralatan yang digunakan untuk VTP adalah:
– Self inflating bag (balon mengembang sendiri)
– Flow inflating bag (balon tidak mengembang sendiri)
– T-piece resuscitator
• Dalam 30 detik dilakukan VTP 20-30 kali,
mengikuti pernafasan bayi 40-60x/menit
• Pada permulaan resusitasi, oksigen tidak
dibutuhkan secara rutin. Namun bila terjadi
sianosis selama resusitasi  boleh ditambahkan
oksigen
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Kompresi dada
– Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari
60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30
detik. Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk
masing-masing).
– Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai
secara periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai
frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
– Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman
1/3 dari diameter antero-posterior dada.
– Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari
melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik
kompresi dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian
punggung
– Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum
kompresi berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak
boleh meninggalkan posisi di dada.
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
136
• Bayi usia 3 bulan sudah 2 bulan BAB dempul terus
menerus
• Sempat kuning 5 hari di usia 1 minggu kemudian
menghilang tetapi kuning muncul kembali usia 1
bulan hingga sekarang
• Ikterus (+) dan abdomen membesar
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ATRESIA BILIER
JAWABAN:
A. ATRESIA BILIER
• Anak usia 3 bulan  kuning dan BAB
dempul  ikterus obstruktif
• Kondisi paling mungkin  obstruksi post
hepatic yaitu atresia bilier, karena tidak
terdapat urobilinogen yang dikeluarkan
melalui feses sehingga feses berwarna
seperti dempul
• Ikterik yang datang 2 kali  tipe atresia
bilier yang dialami ialah perinatal
• Hepatitis A  akut, jarang di bayi, penularan
fekal oral, tidak sebabkan BAB dempul di bayi
• Hepatitis B  biasanya pada infeksi perinatal,
diawal tidak bergejala dan bisa mucul gejala 5-
15% pada anak usia 1-5 tahun
• Neonatal jaundice  istilah umum untuk ikterik
dialami neonates, tidak sesuai karena saat ini
anak usia 3 bulan masih kuning
• Infeksi TORCH  tidak ada spesifik klinis
mengarahkan pada TORCH
Ikterus Obstruktif – Fisiologis
• Pada neonatus – bedakan ikterus fisiologis atau patologis.5

Ikterus Mencapai
Onset
Puncak Menghilang
fisiologis Usia 30-72
Usia 4-5 Usia 7-10 hari
bayi aterm jam
hari

Nilai bilirubin tidak melebihi 12 mg/dL

Ikterus
fisiologis Onset Usia Mencapai
di atas 24 Puncak Menghilang
bayi jam lebih Usia 5-6 Usia 8-14 hari
preterm dini hari

Nilai bilirubin tidak melebihi 15 mg/dL


Ikterus Obstruktif – Patologis

Kondisi yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut karena


kecurigaan adanya proses patologis, apabila kondisi ikterus
pada bayi disertai dengan kondisi:

03
01 02
Kadar bilirubin serum
Ikterus pada 24 jam Ikterus pada bayi yang
meningkat dengan
pertama kehidupan terlihat sakit.
cepat

04 05 06
Prolonged Jaundice - Kadar bilirubin direk Feses berwarna
Ikterik menetap >2 >1 mg/dL (17mol/L)4 dempul dan urin
minggu (bayi aterm) berwarna gelap6
dan >3 minggu (bayi
prematur)6
Atresia Bilier
Definisi
Penyakit kolangiopati fibro-obliteratif yang mengenai
panjang tertentu duktus biliaris intra dan
ekstrahepatika
Secara umum mencapai end-stage pada usia 9-18
bulan
Gejala Atresia Bilier
• Persistent, ikterik patologis 2 minggu
kehidupan  harus curiga obstruksi bilier
akibat atresia bilier atau kista koledokus atau
proses kolestatik akibat beberapa kelainan
• Ikterik progresif  bilirubin direk
• Feses berwarna pucat / acholic stool
• Tanda penyakit hati tahap akhir: teraba
hepatomegali, splenomegaly, gagal tumbuh
(failure to thrive), malnutrisi
Klasifikasi Atresia Bilier
Klasifikasi
Fenotipik oleh BA splenic malformation syndrome (BASM)
Marc Davenport Cystic biliary atresia
CMV-associated biliary atresia
Isolated BA

• Secara klinis dibagi menjadi dua: tipe embrionik dan tipe


perinatal.
• Bentuk perinatal - mayoritas dari seluruh kasus (65 - 90%).
Mekonium pertama biasanya berpigmen dan rata-rata
mempunyai BB yang baik. Ikterus obstruktif timbul pada usia
2 - 8 minggu.
• Bentuk embrionik terjadi 10 - 35%. Gejala ikterus obstruktif
timbul sejak lahir dan 10 - 20% terkait dengan kelainan
kongenital lainnya.
Diagnosis Atresia Bilier
• Ikterus persisten (ikterus lebih dari 14 hari pada
neonatus aterm dan lebih dari 21 hari pada neonatus
premature)
• Terdapat feses yang pucat atau berwarna dempul,
urin berwarna tua
• Terdapat peningkatan kadar bilirubin direk, kadar
glutamyltranspeptidase (Gamma GT) dan alkaline
phosphatase
• Tipikal pasien atresia biliaris lahir dengan berat
badan lahir normal
Patofisiologi Atresia Bilier
• Proses inflamasi hati akan terus berlangsung.
• Pada kondisi lanjut, pasien akan mengalami sirosis
sebagai penyakit hati tahap akhir (end stage liver disease)
• Histologi: perubahan struktur lobular normal hati menjadi
regenerasi nodular difus dikelilingi septa fibrosa padat,
menyebabkan distorsi struktur parenkim dan vaskular
hepar  SIROSIS

Peningkatan Hipertensi porta


Distorsi struktur resistensi aliran dan disfungsi
darah vena porta hati

++ asites, pruritus, malnutrisi defisiensi vitamin, failure to thrive akibat


malabsorpsi lemak rantai panjang
Pemeriksaan Diagnostik Atresia Bilier
• USG: pembesaran hati, tidak ada dilatasi bilier,
panjang kandung empedu < 1,5 cm, kolaps
tidak berlumen atau tidak terlihat. Selain itu
kontraktilitas kandung empedu rendah atau
tidak ada kontraksi, yang dinilai setelah puasa
4 jam, triangular cord sign
• Kriteria diagnostic: TC sign dengan ketebalan >
4 mm. Selain itu pada atresia biliaris tipe kistik
dapat dilihat adanya kista pada porta hepatis
Pemeriksaan Diagnostik Atresia Bilier
• Biopsi hati
• HIDA Scan (Hepatobiliary
scintigraphy)digunakan untuk menilai fungsi
sistem hepatobilier dan menganalis fungsi dari
keduanya.
• ERCP, PTC
• Gold standard: kolangiografi intraoperatif
Biliary Atresia - Treatment
• Kasai’s portoenterostomy: Once biliary atresia is suspected, surgical
intervention in the form of intraoperative cholangiogram and Kasai
portoenterostomy is indicated.

• This procedure is not usually curative, but ideally does buy time until the child
can achieve growth and undergo liver transplantation

• A considerable number of these patients, even if Kasai portoenterostomy has


been successful, eventually undergo liver transplantation

• Post operative medication:


– Methylprednisolone should be given for it’s anti-inflammatory

– Ursodeoxycholic acid has also been shown to enhance bile flow.

– Antibiotic prophylaxis in order to prevent cholangitis postoperatively


137
• Anak 6 bulan, diare sejak 2 bulan yang lalu
• Diare tanpa lendir dan darah, pantat merah
• Diberikan susu formula
• BAB cair dan asam, perut terasa kembung, bayi
banyak flatus
• PH feses asam, reaksi benedict +
MEKANISME KEMBUNG…
DIAGNOSIS  INTOLERANSI LAKTOSA
JAWABAN:
D. LAKTOSA MASUK KE KOLON DAN DIFERMENTASI
BAKTERI
• Diare yang berkepanjangan + area anus/pantat
kemerahan/eritema natum (mungkin akibat iritasi dari
feses yang bersifat asam) + pH feses yang asam 
mengarahkan pada intoleransi laktosa
• Reaksi benedict (+) menandakan adanya sisa
karbohidrat yang tidak tercerna
• Pasien diberikan susu formula  susu mengandung
karbohidrat laktosa  laktosa tidak dicerna  benedict
positif  buktikan diagnosis intoleransi laktosa
• Laktosa yang tidak dicerna dan diserap usus halus 
masuk usus besar bertemu dengan bakteri dan
difermentasi  menghasilkan asam (pH asam, anus
iritasi dan kemerahan) dan gas (pasien kembung dan
flatus)
Patogenesis Intoleransi Laktosa
• Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon 
menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya
seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat 
Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan
kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
• Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon  menghasilkan beberapa
gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida  distensi
abdomen, nyeri perut, dan flatus.
• Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum
dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan
melalui sistem pernapasan.
• Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga
berbau busuk.
138
• Anak 2 tahun demam, sesak nafas dan batuk
seperti menggonggong
• Tampak gelisah
• Nadi 136x/menit, RR 44x/menit, terdapat stridor
inspirasi

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS YANG DIPERLUKAN…


DIAGNOSIS  CROUP
JAWABAN:
C. FOTO RO NECK SOFT TISSUE LATERAL
• Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan
sesak nafas, gelisah, takipnea, stridor
inspirasi, retraksi epigastrik + batuk seperti
menggonggong  CROUP
• Pemeriksaan radiologis croup  mencari
steeple/pencilpoint/ wine bottle sign 
terlihat dari foto polos (rontgen) jaringan
lunak leher AP
• Foto Ro neck soft tissue Lateral  untuk kasus
epiglotitis
• MRI leher, USG leher, dan CT scan leher tidak
diperlukan
Pemeriksaan Penunjang Croup
• Croup is primarily a clinical diagnosis
• Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
• Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
– The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign or
wine bottle sign), which signifies subglottic narrowing
– Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration
• Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the
course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest
an underlying anatomic or congenital disorder)
Steeple sign
ILMU OBSTETRI &
GINEKOLOGI
139
HINTS

• Wanita 21 thn dengan keluhan bengkak dan nyeri pada


payudara kanannya. Saat ini pasien sedang menyusui.
• PF: didapatkan Suhu 38,5OC. Didapatkan massa di kuadran
kanan bawah, konsistensi kistik dan keras di sekitarnya,
fluktuasi (+), warna kulit lebih hiperemi dari kulit
sekitarnya.

TULIS PERTANYAANYA…
DIAGNOSIS 
JAWABAN:
ISI JAWABAN YANG TEPAT
• Ibu menyusui mengeluhkan bengkak dan
nyeri di payudara kanan. pemeriksaan fisik
ditemukan massa kistik dan keras
disekitarnya, hiperemis, dan fluktuasi (+).
• Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini
adalah abses mammae.
• Selulitis  infeksi bakteri di kulit dan lapisan yang ada di
bawahnya.
– Kondisi ini dapat menyebabkan kulit terlihat kemerahan,
bengkak, terasa lembut atau lembek, dan sakit saat ditekan.
• Galaktokel  berupa benjolan yang menyebabkan
penyumbatan pada muara saluran susu, dapat terasa
lunak, dapat digeser, dan jarang menimbulkan nyeri.
• Tumor mammae  benjolan di area payudara bisa
bersifat ganas ataupun jinak.
• Fibroadenoma mammae  tumor jinak
pada payudara perempuan yang terbentuk karena
adanya kelainan pertumbuhan jaringan.
– Pembentukan fibroadenoma mammae terjadi oleh jaringan
fibrous stroma dan proliferasi epitel lobulus.
http://emedicine.medscape.com/

Abses Mammae
• Kasus yang jarang terjadi
• komplikasi dari mastitis • Epidemiologi:
• dapat terjadi selama menyusui • 5-11% wanita menyusui
• biasanya pada primipara. dengan mastitis terinfeksi.
• Gejala klinis: • Etiologi
• Rubor, calor, dolor, functio • Dominan Staphylococcus
laesa. aureus
• Pemeriksaan penunjang • Staphylococcus epidermidis
menyerupai Ca • Proteus mirabilis.
• Diagnosis: • Risiko meningkat pada orang-
– Edema payudara, eritema, orang dengan Diabetes
hangat (biasanya unilateral) mellitus
– Riwayat infeksi payudara
sebelumnya
– Dapat disertai demam,
mual/muntah, discharge dari
massa/puting
– Riwayat menyusui
– Massa fluktuatif pada palpasi
Pemeriksaan Radiologi
• USG mammae
• pemeriksaan initial
• dapat juga digunakan untuk evaluasi terapi.
• Karakteristik abses mammae:
– hypoechoic collecition, mostly multiloculated
– no vascularity within the collection
– accoustic enhancement due to fluid content
– an echogenic, vascular rim
• Mammography
• jarang digunakantidak spesifik
• Direkomendasikan bila ada kecurigaan kemungkinan
keganasan pada non-puerpural abscesses.
Patofisiologi

• Stasis ASI
• ↑ Tekanan di dalam duktus
• Tegangan alveoli >>
• Sel epitel datar dan tertekan
• Produksi ASI melambat
• Akumulasi ASI
• Respon inflamasi dan media pertumbuhan bakteri
Tatalaksana Abses Payudara
• Sangga payudara dengan adekuat
• Analgetik: ibuprofen atau parasetamol
• Pengosongan payudara
• Tahap awal abses (indurated mass)  antibiotik
• Abses matur/massa fluktuatif  antibiotik +
drainase
• Drainase:
– Aspirasi jarum (18-19G)
– Insisi drainase untuk abses diameter > 5 cm
MASTITIS
• Inflamasi atau infeksi payudara
• Klinis:
– Payudara (biasanya unilateral) nyeri, kemerahan
– Dapat disertai demam > 38 C
– Umumnya minggu ke 3-4 postpartum, namun bisa terjadi kapan
saja selama menyusui
• Predisposisi:
– Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
– Puting yang lecet
– Menyusui pada satu posisi  drainase payudara tidak sempurna
– Bra terlalu ketat  menghambat aliran ASI
– Riwayat mastitis sebelumnya
Tatalaksana Mastitis
Tatalaksana Umum
• Tirah baring & >> asupan cairan
• Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas

Tatalaksana Khusus
• Berikan antibiotika :
– Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU
– Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari
• Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Bila payudara yang
sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk
mengeluarkan isinya.
• Kompres dingin untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
• Berikan parasetamol 3x500mg PO
• Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
140
HINTS

• Ny. Jambalaya Yesterday, perempuan berusia 24 tahun, G1P0A0 hamil


28 minggu datang ke poliklinik dokter kandungan di RSUD Hanya
Harapan.
• Pasien ingin memeriksakan diri dan kontrol kehamilan. Dari data
anamnesis, diketahui ibu pasien memiliki riwayat DM sehingga dokter
menyarankan untuk melakukan pemeriksaan skrining diabetes.
• Hasil pemeriksaan TTGO GDP 102 mg/dL, GD2jam post TTGO 144
mg/dL.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DIABETES GESTASIONAL
JAWABAN:
C. DIABETES GESTASIONAL
• G1P0A0 hamil 28 minggu (berada di masa
trimester 2-3) + TTGO (usia 24-28 mggu)
GDP antara 92-125 (pada pasien 102
mg/dL) atau GD2jam post TTGO 153-199
(pada pasien 144 mg/dL) memenuhi
kriteria diabetes gestasional.
• Pada penderita DM tipe 2 yang terdiagnosis
saat hamil (berarti termasuk ke DM
pregestasional), GDP >=126 atau 2 jam
TTGO >=200
DM pada Kehamilan
• Hiperglikemia yang terdeteksi pada kehamilan
harus ditentukan klasifikasinya sebagai salah
satu di bawah ini: ( WHO 2013, NICE update
2014)
– DM yang sebelumnya dikenal dan kemudian
menjadi hamil (Pregestational Diabetes
Mellitus) dan
– Diabetes yang baru diidentifikasi selama
kehamilan (Gestational Diabetes
Mellitus/GDM/DMG)
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Gestasional
Gestasional
Diagnosis dan

Diabetes Melitus
Penatalaksanaan
DM Pregestasional
Terutama utk mendeteksi

Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional


dr. Arietta Pusponegoro, SpOG (K) Dept. Obstetri Ginekologi FKUI/RSUPN-CM
Disampaikan pada: Pelatihan Manajemen DMG di Fasyankes Primer 06-07 Sept. ‘17 di R.
Rapat 1 (R. Mochtar) Gd. IKK FKUI
Diagnosis Diabetes Gestasional
• Penegakan diagnosis DM gestasional menurut American
Diabetes Association 2016: Menggunakan tes toleransi
glukosa oral dengan pembebanan 75 gram glukosa. Gula
darah diperiksaa saat puasa, dan diperiksa lagi 1 dan 2 jam
setelah mengkonsumsi glukosa.

TTGO

Diabetes pregestasional Diabetes gestasional


GDP >=126 mg/dl, atau GDP 92-125 mg/dl, atau
GD 2 jam pp >=200 mg/dl, atau GD 2 jam pp >= 153 mg/dl, atau
GDS >=200 mg/dl GDS 153-199 mg/dl
Managemen Diabetes Gestasional
• Penatalaksanaan diabetes pada Managemen gaya hidup
kehamilan Diimplementasikan • Pengaturan diet:
sebagai pendekatan terpadu oleh:
– Spesialis Penyakit dalam, – Bb ideal : 90% x (TB-100)
– SpesialisObsgin – Kebutuhan kalori : BB ideal x
– Ahli gizi 25 + Tingkat aktivitas (10%-
30%) + 300 kalori untuk ibu
– Spesialisanak hamil
• Tujuan penatalaksanaan – 20%-30% tergantung status
mengurangi morbiditas dan nutrisi ibu
mortalitas ibu hamil dan perinatal
– Protein : 1-1.5 g/kgbb
• Penatalaksanaan diabetes pada
kehamilan meliputi: • Olahraga  150 menit /
– Medical nutrition therapy  tx minggu
utama • Pengaturan berat badan
– Aktivitas fisik
• Rutin evaluasi: tinggi fundus,
– Edukasi
USG, FDJP
– Terapi insulin bila diet tidak bisa
mencapai target kontrol glukosa
darah (Insulin  aman bagi ibu dan
janin). Alternatif adalah metformin
GLYCEMIC
GESTATIONAL DIABETES TARGET

American Diabetes Association

Pregestational Diabetes GDM


Fasting ≤ 90 mg/dl ≤ 95 mg/dl
1 hr postprandial ≤ 130-140 mg/dl ≤ 140 mg/dl
2 hr postprandial ≤ 120 mg/dl ≤ 120 mg/dl
A1C 6-6.5% recommended
<6% may be optimal

Achieve without hypoglycemia

American Diabetes Association. Diab Care.2016; 39:S1-106


141
HINTS

• Wanita, 34 tahun, G2P1A0 datang dengan keluhan


batuk 3 minggu yang lalu, berdahak. Gejala lainnya yang
dialami ialah demam meringa dan penurunan nafsu
makan selama sebulan terakhir.
• Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA (+). Dokter
merencanakan pemberian obat antituberkulosis.

REGIMEN YG DIHINDARI…
DIAGNOSIS  TB PARU PADA KEHAMILAN
JAWABAN:
E. STREPTOMISIN
• Adanya keluhan batuk 3 minggu, berdahak,
demam, penurunan nafsu makan, dan hasil
BTA (+) pada ibu hamil mengarahkan
diagnosis ada penyakit tuberkulosis.
• Pemberian obat tuberkulosis pada ibu
hamil mengikuti regiman OAT seperti biasa,
kecuali streptomisin karena memiliki efek
ototoksik pada fetus.
TB Pada kehamilan
• Obat antituberkulosis harus tetap diberikan kecuali streptomisin,
dapat menembus barrier plasenta  efek samping streptomisin pada
gangguan pendengaran janin (ototoksik)
• Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi
konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
• Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB
dengan rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi
hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan
efektivitas obat kontrasepsi hormonal berkurang.
• Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan
142
HINTS

• Pasien, 27 tahun G2P1A0 hamil 10 minggu, mual,


muntah hingga 5-10x sehari, sulit untuk makan
dan semakin lemas.
• BB turun >5% dibandingkan kunjungan terakhir
• Vital sign dalam batas normal. Merasa lemas.

TERAPI…
DIAGNOSIS  HIPEREMESIS GRAVIDARUM
JAWABAN:
E. PROMETAZIN
• Mual dan muntah 5-10 x/hari setiap makan
dan minum, TV dalam batas normal pada
wanita G2P1A0 hamil 12 minggu + BB turun
> 5% dari kunjungan terakhir 
hiperemesis gravidarum.
• Obat lini pertama yang dapat digunakan
pada emesis gravidarum adalah
antihistamin 1  promethazine
• Domperidon dan metoclopramide
digunakan sebagai lini kedua dari terapi
hyperemesis gravidarum.
Emesis Gravidarum
• Emesis gravidarum (nausea and vomiting of
pregnancy /NVP)
– NVP should only be diagnosed when onset is in the first
trimester of pregnancy and other causes of nausea and
vomiting have been excluded.
– Nausea and vomiting of varying severity usually
commence between the first and second missed menstrual
period and continue until 14 to 16 weeks’ gestation

• Hiperemesis gravidarum
– protracted NVP with the triad of more than 5%
prepregnancy weight loss, dehydration and electrolyte
imbalance.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• NVP without complication, frequency is usually <5 x/day
• 70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week
• 60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks

Hyperemesis gravidarum (no universally accepted definition)


• NVP with complications:
– dehydration,
– hyperchloremic alkalosis,
– ketosis

Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
The initial management of NVP and HG
• Women with mild NVP should be managed in the
community with antiemetics.
• Ambulatory daycare management should be used for
suitable patients when community/primary care measures
have failed and where the PUQE score is less than 13.
• Inpatient management should be considered if there is at
least one of the following:
– continued nausea and vomiting and inability to keep down oral
antiemetics
– continued nausea and vomiting associated with ketonuria
and/or weight loss (greater than 5% of body weight), despite
oral antiemetics
– confirmed or suspected comorbidity (such as urinary tract
infection and inability to tolerate oral antibiotics)
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Therapeutic options for NVP and HG
• Antiemetics
– There are safety and efficacy data for first-line antiemetics such as
antihistamines (H1 receptor antagonists) and phenothiazines and they should
be prescribed when required for NVP and HG
– Combinations of different drugs should be used in women who do not
respond to a single antiemetic.
– For women with persistent or severe HG, the parenteral or rectal route may be
necessary and more effective than an oral regimen. Women should be asked
about previous adverse reactions to antiemetic therapies.
– Metoclopramide is safe and effective, but because of the risk of
extrapyramidal effects it should be used as second-line therapy.
– There is evidence that ondansetron is safe and effective, but because data are
limited it should be used as second-line therapy
– Drug-induced extrapyramidal symptoms and oculogyric crises can occur with
the use of phenothiazines and metoclopramide. If this occurs, there should be
prompt cessation of the medications.

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Pilihan Terapi
• Pada pasien dengan hyperemesis gravidarum rute pengobatan lebih dipilih secara IV
atau IM karena intake oral sulit

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Tatalaksana Hiperemesis gravidarum
• Sedapat mungkin, pertahankan kecukupan nutrisi ibu, termasuk suplementasi
vitamin dan asam folat di awal kehamilan.
• Anjurkan istirahat yang cukup dan hindari kelelahan
• Bila perlu, berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg vitamin B6
hingga 4 tablet/hari (misalnya 2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi, dan 1
tablet saat siang).
• Bila masih belum teratasi, tambahkan dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau
supositoria, 4-6 kali sehari (maksimal 200 mg/hari bila meminum 4 tablet
doksilamin/piridoksin), ATAU prometazin 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria.
• Bila masih belum teratasi, tapi tidak terjadi dehidrasi, berikan salah satu obat di
bawah ini:
– Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-6 jam
– Proklorperazin 5-10 mg per oral atau IM atau supositoria tiap 6-8 jam
– Prometazin 12,5-25 mg per oral atau IM tiap 4-6 jam
– Metoklopramid 5-10 mg per oral atau IM tiap 8 jam
– Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam
Tatalaksana Hiperemesis gravidarum
• Bila masih belum teratasi dan terjadi dehidrasi, pasang
kanula intravena dan berikan cairan sesuai dengan
derajat hidrasi ibu dan kebutuhan cairannya, lalu:
– Berikan suplemen multivitamin IV
• Berikan dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml NaCl 0,9% IV selama 20
menit, setiap 4-6 jam sekali. Bila perlu, tambahkan salah satu obat
berikut ini:
– Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6 jam
– Proklorperazin 5-10 mg IV tiap 6-8 jam
– Prometazin 12,5-25 mg IV tiap 4-6 jam
– Metoklopramid 5-10 mg tiap 8 jam per oral
– Bila perlu, tambahkan metilprednisolon 15-20 mg IV tiap 8
jam ATAU ondansetron 8 mg selama 15 menit IV tiap 12
jam atau 1 mg/jam terus-menerus selama 24 jam.
143
HINTS

• Perempuan 25 tahun, datang ke IGD RSIA Bentang Alam


dengan keluhan keluar air-air dari kemaluannya sejak 3
jam yang lalu. Pasien hamil 36 minggu sebelumnya rutin
kontrol ke bidan. Dari anamnesis didapatkan keterangan
keluar air-air kurang lebih 1 gelas (250 ml) tidak disertai
darah. Tidak dirasakan nyeri dan mulas pada perut.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  PPROM
JAWABAN:
A. ANTIBIOTIK + OKSITOSIN
• Pasien hamil 36 minggu dengan keluhan keluar air-air dari
kemaluannya, tidak disertai mulas atau nyeri perut
mengarahkan pada diagnosis ketuban pecah dini preterm
(PPROM).
• Untuk ketuban pecah dini pada usia kehamilan >34
minggu tatalaksana yang tepat adalah pemberian
antibiotik (untuk mencega infeksi) dan induksi dengan
oksitosin.
• Kortikosteroid untuk pematangan paru diberikan pada
KPD di usia kehamilan 24 hingga <34 minggu. Di atas usia
34 minggu, kortikosteroid tidak perlu diberikan lagi.
Ketuban Pecah Dini
• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung)
• PPROM (Preterm Premature Rupture of
Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan
< 37 minggu
• PROM (Premature Rupture of Membranes): usia
kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis :
– Usia kehamilan > 20 minggu
– Keluar cairan ketuban dari vagina
– Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE
– Kertas nitrazin menjadi biru
– Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban,


menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin
dan letak plasenta)
KPD: Tatalaksana
KETUBAN PECAH DINI

MASUK RS
• Antibiotik
• Batasi pemeriksaan dalam
• Observasi tanda infeksi & fetal distress

PPROM
• Observasi:
PROM
• Temperatur
• Fetal distress
• Kelainan Obstetri
Kortikosteroid
• Fetal distress
Letak Kepala
• Letak sungsang
• CPD
• Riwayat obstetri buruk Indikasi Induksi
• Grandemultipara • Infeksi
• Elderly primigravida • Waktu
• Riwayat Infertilitas
• Persalinan obstruktif

Berhasil
• Persalinan pervaginam
Gagal
Sectio Caesarea • Reaksi uterus tidak ada
• Kelainan letak kepala
• Fase laten & aktif memanjang
• Fetal distress
• Ruptur uteri imminens
• CPD
Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana
• Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis
• DOC: Penisilin dan makrolida
• Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250
mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari
• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari
• Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat
memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans

• Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu


– Selama perawatan 2 hari dilakukan:
• Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim,
sekret vagina purulen, takikardi janin)
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• USG menilai kesejahteraan janin
– Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan
segera.
– Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12
mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
– Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
– Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu,
bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa
paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi
preterm).
Tatalaksana Khusus
• <24 minggu:
– Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan
janin.
– Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan
mungkin menjadi pilihan.
– Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana
korioamnionitis
• >34 minggu:
– Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada
kontraindikasi.
– Tidak perlu diberikan kortikosteroid untuk pematangan
paru, bila usia kehamilan sudah >34 minggu
144
HINTS

• Pasien, 23 tahun P1A0, perdarahan Postpartum setelah


melahirkan bayinya.
• Telah dilakukan manual plasenta, tetapi perdarahan tetap
berlangsung
• KU: pasien lemah, tanda vital: TD 80/40, nadi > 100x/mnt.
TFU 2 JBP. Keluar darah dari OUE, robekan jalan lahir (-).

PENATALAKSANAAN SETELAH RESUSITASI CAIRAN…


DIAGNOSIS  PERDARAHAN POST PARTUM EC
GANGGUAN KONTRAKSI UTERUS
JAWABAN:
B. BIMANUAL KOMPRESI
• Adanya tanda syok, perdarahan dari OUE
pasca melahirkan  HPP.
– Etiologi HPP terdiri atas 4 T yaitu tonus, tissue,
tear dan trombin.
• Sudah dilakukan manual plasenta dan tidak
terdapat robekan pada jalan lahir 
etiologi tissue dan tear sudah dapat
disingkirkan.
• Kemungkinan besar penyebab yang harus
dipikirkan  gangguan kontraksi uterus 
tindakan selanjutnya yang harus dilakukan
adalah melakukan kompresi bimanual.
• Pilihan A  Transfusi darah dilakukan pada
tahap akhir fase resusitasi.
• Pilihan D  Pemberian faktor pembekuan dan
asam traneksamat dilakukan untuk mengatasi
etiologi trombin, namun gangguan pembekuan
ini baru dapat dipikrikan setelah gangguan
kontraksi uterus sudah dapat disingkirkan.
Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) • Palpasi uterus


• Tone (tonus) – atonia – Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
uteri • Memeriksa plasenta dan ketuban:
• Trauma – trauma – lengkap atau tidak.
traktus genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk
• Tissue (jaringan)- mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
retensi plasenta
– Robekan rahim.
• Thrombin – – Plasenta suksenturiata.
koagulopati • Inspekulo :
• Inversio Uteri – untuk melihat robekan pada serviks, vagina
dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi

• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum:
Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum:
Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Atonia Uteri: Faktor Risiko
• Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar,
hidramnion atau bekuan darah)
• Induksi persalinan
• Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
• Persalinan lama
• Korioamnionitis
• Persalinan terlalu cepat
• Riwayat atonia uteri sebelumnya

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit

Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
Infus oksitosin dalam NS** • Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
• Hematoma
parametrial
Tidak berhasil • Ruptur uteri
• Inversio uteri
• Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna **Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml
Berhasil Kompresi aorta abdominalis larutan NaCl 0,9%/Ringer
Tekan segmen bawah atau aorta Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.

Terkontrol Ligasi a. uterina & ovarika Perdarahan masih

Transfusi Rawat & Observasi HISTEREKTOMI Transfusi


Atonia Uteri: Terapi
• Atonia Uteri - Bimanual Massage
145
HINTS

• Perempuan, 50 tahun, datang dengan keluhan haid tidak


teratur. Siklus haid pasien dirasa semakin memanjang,
yang awalnya bisa 1 bulan sekali dan teratur, saat ini
menjadi 2-4 bulan sekali. Pasien juga merasa menjadi
mudah marah padahal hanya karena masalah sepele.
Pasien juga mengalami kesulitan tidur, sering berkeringat
pada malam hari, dan rasa panas di wajah.
PASIEN DALAM FASE…
DIAGNOSIS  PERIMENOPAUSE
JAWABAN:
A. PERIMENOPAUSE
• Pada kasus ini pasien berusia 50 tahun
disertai gejala-gejala haid tidak teratur yang
memanjang dan menjadi mudah marah,
yang merupakan gejala dari
perimenopause.
• Tatalaksana yang bisa diberikan pada masa
ini adalah pil KB untuk menormalisasi siklus
mens sekaligus membantu meredakan
gejala perimenopause.
• Premenopause biasanya siklus menstruasi
teratur, kecuali mungkin pada akhir masa
premenopause akan mengalami pemendekan
siklus karena fase folikular yang memendek
• Istilah klimakterium bukan istilah yg umum
dipakai (masa yang bermula dari akhir masa
reproduksi sampai awal masa senium dan
terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun.)
Menopause
• Natural menopause is defined as the permanent cessation of
menstrual periods, determined retrospectively after a woman
has experienced 12 months of amenorrhea without any other
obvious pathological or physiological cause.
• Median age of 51.4 years in normal women and is a reflection
of complete, or near complete, ovarian follicular depletion,
with resulting hypoestrogenemia and high follicle-stimulating
hormone (FSH) concentrations.
• Menopause before age 40 years is considered to be abnormal
and is referred to as primary ovarian insufficiency (premature
ovarian failure).
• The menopausal transition, or perimenopause, occurs after the
reproductive years, but before menopause, and is
characterized by irregular menstrual cycles, endocrine changes,
and symptoms such as hot flashes.
Menopause PNPK POGI 2010
The Stages of Reproductive Aging Workshop +10 staging system for
reproductive aging in women

www. Uptodate.com FMP: final menstrual period


Late Reproductive Years
(Premenopause)
• Menstrual cycles are ovulatory, but the
follicular phase (the first half of the menstrual
cycle before ovulation occurs) begins to
shorten (eg, 10 versus 14 days)
• Serum inhibin B begins to decrease, serum
follicle-stimulating hormone (FSH) increases
slightly, estradiol levels are preserved, but
luteal phase progesterone levels decrease as
fertility potential begins to decline
Perimenopause
• The change in bleeding pattern, which is accompanied by hormonal
fluctuations and a variety of symptoms, is referred to as the menopausal
transition, or perimenopause, and occurs on average at age 47 years.
• Early perimenopause:
– Women typically first notice a lengthening in the intermenstrual interval (in
contrast to the shortening that occurs in the late reproductive years).
– Normal intermenstrual interval during the reproductive years is 25 to 35 days;
during the menopausal transition, this may increase to 40 to 50 days.
– Early follicular phase FSH levels are high but variable
• Late Perimenopause
– After the initial lengthening of intermenstrual interval, women then develop
more dramatic menstrual cycle changes with skipped cycles, episodes of
amenorrhea, and an increasing frequency of anovulatory cycles.
– typically lasts for one to three years before the FMP
– The more irregular cycles are accompanied by more dramatic fluctuations in
serum FSH and estradiol concentrations
Menopause & Postmenopause
• After the years of menstrual irregularity,
women eventually experience permanent
cessation of menses.
• Twelve months of amenorrhea is considered
to represent clinical menopause and is
termed "postmenopause”
• Marker Menopause
– >> FSH (penanda kegagalan ovarium) dan << estradiol dan
inhibin
Gejala Perimenopause-Menopause-Postmenopause
• Hot flashes — The most common symptom during the menopausal transition and menopause are
hot flashes (also referred to as vasomotor symptoms or hot flushes)
– When hot flashes occur at night, women typically describe them as "night sweats.”
– Hot flashes typically begin as the sudden sensation of heat centered on the upper chest and face that rapidly
becomes generalized. The sensa
– tion of heat lasts from two to four minutes, is often associated with profuse perspiration and occasionally
palpitations, and is sometimes followed by chills and shivering, and a feeling of anxiety.
• Gangguan tidur
• Depression — A number of reports indicate that there is a significant increased risk of new-onset
depression in women during the menopausal transition compared with their premenopausal
years. The risk then decreases in the early postmenopause.
• Vaginal dryness
– Estrogen <<  epitelium vagina menjadi memerah karena epitel menipis dan kapiler lebih terlihat 
atrofi epitel vagina  vagina memucat dan rugae <<  vaginitis atrophic  dispareunia
– Uterus mengecil
– Efek urogenital: << pH urin  perubahan flora bakteri  keputihan yang berbau dan gatal
• Sexual function — Estrogen deficiency leads to a decrease in blood flow to the vagina and
vulva. This decrease is a major cause of decreased vaginal lubrication and sexual dysfunction
in menopausal wome
• Long-term consequences of estrogen deficiency: bone loss, cardiovascular disease, skin
changes (desreased cutaneous collagen)
146
HINTS

• Seorang PSK datang berkonsultasi untuk melakukan


pemasangan kontrasepsi. Wanita tersebut memilih AKDR
sebagai metode kontrasepsi yang diinginkan. Hal ini
karena AKDR tidak menyebabkan kegemukan dan dia
masih tetap dapat menstruasi.
• Dokter mengedukasi mengenai kontraindikasi dari
pemasangan AKDR.
DARI PILIHAN, KONTRAINDIKASI UTAMA AKDR…
DIAGNOSIS  KONTRASEPSI
JAWABAN:
C. SEDANG HAMIL
• Beberapa kontraindikasi penggunaan AKDR
adalah hamil, riwayat infeksi menular seksual atau
penyakit radang panggul dalam 3 bulan terakhir,
dan memiliki risiko IMS. Karena yang ditanyakan
adalah kontraindikasi utama maka jawaban yang
tepat adalah pilihan C.
• Risiko infeksi menular seksual menjadi
kontraindikasi bila terjadi dalam tiga bulan
terakhir, bukan hanya riwayat infeksi menular
seksual saja sehingga pilihan B tidak dipilih.
KB: Metode IUD
• Cara Kerja
– Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
– Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
– Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

• Efek Samping
– Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

• Kontra Indikasi
• Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
Mekanisme Kerja
• Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR:
– Timbulnya reaksi radang radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang
telah dibuahi terganggu.
– Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.
– Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri serta merusak sperma

• Copper IUDs work by disrupting sperm motility and damaging sperm (Copper
acts as a spermicide within the uterus)
• The presence of copper increases the levels of copper ions, prostaglandins, and
white blood cells within the uterine and tubal fluids.
• Ova from copper IUD users were distinctive for being without vitellus
(abnormal) and surrounded by macrophages
• Copper can also alter the endometrial lining, this alteration can prevent
implantation
Yang tidak bisa memakai AKDR
Sebagian besar ibu tidak bisa memakai AKDR, jika:

• Jika ragu, pakai daftar periksa pada Tambahan 1 atau lakukan tes
Kemungkinan hamil kehamilan.
Baru saja melahirkan • Pemasangan AKDR hanya boleh dilakukan sebelum 48 jam dan
(2 – 28 hari pasca persalinan) setelah 4 minggu pasca persalinan.

Mereka yang berisiko terinfeksi IMS/HIV mencakup mereka:


Memiliki risiko IMS (termasuk HIV) • Yang mempunyai lebih dari 1 pasangan tidak selalu memakai
kondom;
• Yang memiliki pasangan dengan HIV/IMS dan tidak selalu memakai
kondom;
• Memakai jarum suntik bersama, atau pasangan memakai jarum
suntik bersama (hanya untuk HIV tetapi tidak untuk IMS)

Menstruasi yang tak biasa • Menstruasi tak biasa harus diases sebelum memasang AKDR.
Infeksi atau masalah dengan organ
• Setiap infeksi harus diobati sepenuhnya sebelum AKDR dipasang.
kewanitaan:
— IMS atau Penyakit Radang Panggul dalam 3 • Obati penyakit radang panggul ataupun IMS dan tunggu 3 bulan
bulan terakhir? sebelum memasang AKDR. Anjurkan agar pasangan juga diobati.

— HIV atau AIDS? • Jika HIV atau AIDS pakai AKDR hanya jika tidak ada metode lain
yang cocok.
— Infeksi setelah melahirkan atau keguguran
— Kanker pada organ kewanitaan atau TB • Jangan memasang AKDR jika klien memiliki kanker rahim,
panggul endometrium atau kanker indung telur; penyakit tropoblas jinak
atau ganas; tbc panggul.
147
HINTS

• Perempuan 27 tahun, keluhan nyeri haid yang lebih


berat dari biasanya sejak 3 bulan terakhir.
• Pasien menikah 1 tahun.
• Pemeriksaan ginekologi: vagina normal, porsio
tertarik ke belakang uterus terfiksir, teraba massa
kistik terfiksir di adneksa kanan berukuran 7 cm

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KISTA ENDOMETRIOSIS
JAWABAN:
D. KISTA ENDOMETRIOSIS
• Adanya nyeri haid yang berat sejak 3 bulan
terakhir, uterus terfiksir ke arah belakang,
massa kistik di adneksa kanan berukurang 7
cm  mengarahkan diagnosis pada kista
endometriosis.
• Pilihan A  Tidak dipilih jawaban A karena
pada ISK keluhan yang muncul berkaitan
dengan BAK.
• Pilihan B & E  Pada vulvovaginitis dan infeksi
serviks akan ditemukan keluhan keputihan,
gatal pada vagina dan akan terdapat kelainan
pada vagina, sedangkan pada soal ini hal
tersebut tidak ditemukan
• Pilihan C  tidak dipilih karena pada ovulasi
tidak akan ditemukan nyeri.
Endometriosis
• Endometriosis
– Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan
endometrium di luar kavum uteri
• Endometriosis interna / Adenomiosis
– Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium

• Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan


adenomyosis uteri pada 2–24% kasus, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua
kelainan ini
Patogenesis Endometriosis
“ kesalahan cleaning service “

darah haid yang fibrosis dan


membalik nyeri
Sel Endometrium

aktivasi sistem sekresi


imun prostaglandin dan
estrogen

pertumbuhan sel
penempelan dan vaskularisasi dan anti
invasi apoptosis
Yen and Jaffe. Reproductive Endocrinology and Infertility, 2009
KELUHAN ENDOMETRIOSIS

INFERTILITAS NYERI

NYERI PADA ENDOMETRIOSIS

Nyeri pelvik merupakan keluhan


tersering
• Dismenorea
• Dispareunia
• Diskezia
• Disuria
Dysmenorrhea
• Nyeri berat, kram pada abdomen bagian bawah dan bisa
diikuti oleh berkeringat, takikardia, sakit kepala,
mual/muntah, diare

• Primer: tanpa kelainan patologis, onset < 20 tahun


• Sekunder: berhubungan dengan kelainan pelvis
Endometriosis: Faktor Risiko
• Faktor genetik:
Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita
endometriosis

• Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan menstruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi

1154
Endometriosis: Gejala Klinik
• Dismenore
– Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

• Subfertilitas/infertilitas

• Dispareunia

• Abortus spontan
– Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

• Keluhan lain
– Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
– Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
1155
Endometriosis: Pemeriksaan
• Umumnya tidak menunjukkan kelainan

• Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan


kavum douglas

• Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran


ovarium unilateral (kistik)

• Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan


ovarium dan tuba terbatas

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Pemeriksaan
• Laparoskopi : untuk biopsi lesi
• USG, CT scan, MRI

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
Endometriosis: Terapi
1. Operatif
2. Non-Operatif
– Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine)
– Hormonal
• Pil KB
• Levonorgestrel-releasing intrauterine system
(LNG-IUS)
• Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
analogues
• Progestogens (medroxyprogesterone acetate)

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx
148
HINTS

• Seorang pasien wanita berusia 32 tahun G4P1A3 hamil 33 minggu datang ke


IGD diantar oleh suaminya oleh karena kejang. Kejang terjadi selama 15 menit,
seluruh tubuh, dan pasien tidak sadar.
• Keluarga pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi pada kehamilan
sebelumnya, riwayat hipertensi saat tidak hamil, maupun riwayat epilepsi.
• Tekanan darah 190/120 mmHg, frekuensi nadi 116 kali per menit, frekuensi
napas 25 kali per menit, dan refleks patela +.
• Hasil pemeriksaan penunjang berupa protein kualitatif +4, trombosit
72.000/mm3, dan serum kreatinin 1,4 mg/dl.

TERAPI MEDIKAMENTOSA AWAL…


DIAGNOSIS  EKLAMPSIA
JAWABAN:
D. MAGNESIUM SULFAT 4 GRAM INTRAVENA DENGAN
DOSIS RUMATAN 6 GRAM SELAMA 6 JAM
• Pasien hamil 33 minggu mengalami kejang seluruh tubuh
dan tidak sadar, tekanan darah 190/120 mmHg,
proteinuria, trombositopenia, dan gangguan fungsi ginjal
(peningkatan kreatinin). Pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi sebelum hamil. Berdasarkan data-data tersebut
dapat disimpulkan pasien mengalami eklampsia.
• Pada eklampsia, tatalaksana yang diberikan untuk
menangani kejang adalah MgSO4 4 gram intravena selama
20 menit sebagai dosis awal, dan dilanjutkan dengan 6
gram selama 6 jam sebagai rumatan.
Eklamsia
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya
epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan
meningitis)
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia  untuk tatalaksana kejang
– PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
149
HINTS

• Perempuan dengan usia 27 tahun, G1P0A0 hamil 39


minggu datang ke kamar bersalin RSIA Bakti Berkah
Berkat dengan keluhan keluar lendir darah dan perut
terasa kencan-kencang yang telah dirasakan sejal
kurang lebih 8 jam yang lalu.
• Pada pemeriksaan VT didapatkan pembukaan 8 cm.

BUKAAN MJD LENGKAP DALAM…


DIAGNOSIS  HAMIL ATERM INPARTU KALA 1 AKTIF
JAWABAN:
B. 2 JAM
• Pada kasus ini pasien sudah berada di pembukaan 8
yang berarti sudah masuk ke dalam kala I fase aktif.
Pada kala I fase aktif diharapkan pasien mengalami
pembukaan dari 4 cm sampai 10 cm dalam waktu 6
jam, yang berarti paling tidak 1 cm/jam.
• Pada multipara pembukaan serviks per jam bekisar
1,5 cm dan nulipara 1,2 cm.
• Pasien ini merupakan nullipara dan sudah
mengalami pembukaan 8 cm, yang berarti kurang 2
cm lagi sehingga diharapkan dalam 2 jam sudah
lengkap.
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9
cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap
(+ 10 cm).
• Pada nulipara kemajuan pembukaan 1 cm/jam, sedangkan pada
multipara bisa lebih cepat yaitu 2 cm/jam
Pada multipara pembukaan serviks per jam bekisar 1,5 cm dan nulipara 1,2 cm
Sehingga untuk penilaian pembukaan serviks pada partograf yang dilakukan tiap 4
jam harus dimodifikasi bila: Pembukaan serviks pada multipara di atas 6 cm
150
HINTS

• Perempuan, berusia 20 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu rujukan


bidan dengan hipertensi dan edema. Tiga jam yang lalu ketuban
pecah warna kuning jernih. Pada pemeriksaan fisk didapatkan
tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 104x/menit, edema pretibial
+/+, proteinuria +2. Pada pemeriksaan VT didapatkan
pembukaan lengkap, kepala di HIII-IV.

TINDAKAN YANG DILAKUKAN…


DIAGNOSIS  KALA 2 DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT
JAWABAN:
D. FORCEP
• Pasien hamil 38 minggu dirujuk dengan kondisi tekanan
darah 170/110, nadi 104 x/menit, edema pretibial +/+,
proteinuria +2, yang mengarahkan pada diagnosis
preeklampsia berat.
• Tatalaksana definitive dari PEB adalah terminasi
kehamilan.
• Pada pasien ini pembukaan sudah lengkap, kepala di
hodge III-IV, sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan
ekstraksi forcep.
• Ekstraksi vakum tidak dipilih karena masih memerlukan
tenaga ibu untuk meneran. Sedangkan pada terminasi ps
dengan PEB, sebaiknya dilakukan dengan stress fisik yang
seminimal mungkin pada ibu
Pre Eklampsia Berat
Route of delivery in Severe Preeclampsia

• Preeclampsia with features of severe disease (formerly


called severe preeclampsia) is generally regarded as an
indication for delivery.
• Delivery minimizes the risk of development of serious
maternal and fetal complications, such as
– cerebral hemorrhage,
– hepatic rupture,
– renal failure,
– pulmonary edema,
– seizure,
– bleeding related to thrombocytopenia,
– abruptio placentae, or fetal growth restriction
• The route of delivery is based on standard
obstetrical indications
• Prolonged induction and inductions with a low
likelihood of success are best avoided. For
example,
– cesarean delivery may be recommended for women
with preeclampsia with severe features who are less
than 32 weeks of gestation and have an unfavorable
cervical examination, given the relatively high
frequency of abnormal intrapartum fetal heart rate
tracings and low likelihood of a successful vaginal
delivery (less than 30 percent)
151
HINTS

• Pasien wanita, 57 tahun, nyeri saat melakukan


hubungan seksual sejak sebulan terakhir.
• Pap smear: tampak sel-sel anaplasia, biopsi
serviks ditemukan sel anaplastik yang menutupi
seluruh lapisan epitel serviks.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CIN 3
JAWABAN:
C. CIN 3
• Hasil pap smear menunjukkan sel
anaplastik yang menutupi seluruh lapisan
epitel serviks termasuk dalam CIN III.
Kanker Serviks
Tanda dan Gejala Diagnosis
• Perdarahan pervaginam • IVA
• Perdarahan menstruasi • Sitologi servikal (Pap Test)
lebih lama dan lebih banyak • Kolposkopi
dari biasanya • Biopsi serviks
• Perdarahan post
menopause atau keputihan
>>
• Perdarahan post koitus
• Nyeri saat berhubungan
• Keputihan (terutama
berbau busuk + darah)
• Massa pada serviks, mudah
berdarah

Gynecology Illustrated.; http://www.aafp.org


Deteksi Lesi Pra Kanker
• Deteksi Lesi Pra Kanker
– Pelayanan Primer: IVA, VILI (Visual inspection with
Lugol's iodine (VILI), a.k.a Schiller's test), sitologi
pap smear
– Pelayanan Sekunder: Liquid base cytology
– Pelayanan Tersier: DNA HPV
Deteksi Lesi Prakanker: Pap Smear
Pap Smear
• Sampel sel-sel diambil dari luar serviks dan dari liang serviks dengan
melakukan usapan dengan spatula yang terbuat dari bahan kayu atau
plastik
• Setelah usapan dilakukan, sebuah cytobrush (sikat kecil berbulu halus,
untuk mengambil sel-sel serviks) dimasukkan untuk melakukan usapan
dalam kanal serviks
• Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass (kaca objek) dan
disemprot dengan zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol
yang mengandung zat pengawet, kemudian dikirim ke laboratorium
untuk diperiksa
Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tata Laksana
(Program Skrining Pap Smear)
ASC-H: atypical squamous cells cannot exclude high grade
ASC-US: atypical squamous cells of undetermined significance

Papsmear

Accuracy of the Papanicolaou Test in Screening for and Follow-up of Cervical Cytologic Abnormalities: A
Systematic Review
Kavita Nanda, MD, MHS; Douglas C. McCrory, MD, MHSc; Evan R. Myers, MD, MPH; Lori A. Bastian, MD, MPH; Vic
Hasselblad, PhD; Jason D. Hickey; and David B. Matchar, MD
Pemeriksaan
Lower 1/3 of Epithelium Middle 1/3 of Epithelium > 2/3 of Epithelium

Bethesda (NCI) squamous


LSIL HSIL HSIL
intraepithelial lesion

Cervical intraepithelial
CIN1 CIN2 CIN3
neoplasia

Reagan terminology mild moderate severe/CIS (dysplasia)


152
HINTS

• Ny. Zubaedah Halimah, perempuan, berusia 25 tahun,


hamil 14 minggu datang untuk kontrol kehamilannya.
Menstruasi terakhir 11-17 januari 2020, pasien
menstruasi teratur dengan siklus 28 hari.
• Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan TFU 1 jari di atas simpisis.

TAKSIRAN PERSALINAN…
DIAGNOSIS  TAKSIRAN PERSALINAN
JAWABAN:
A. 18 OKTOBER 2020
• HPHT pada pasien ini adalah 11 Januari
2019 sehingga taksiran persalinannya
(11+7) (1-3) (2020+1)
• Karena bulan HPHT januari sehingga sulit
dihitung dengan rumus tersebut, bisa
digunakan rumus modifikasi (untuk bulan
Jan-Maret): (tgl +7) (bulan +9) (tahun + 0)
 (11+7) (1+9) (2020+0)  18 Oktober
2020
Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir)
• Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi
terjadi pada hari ke 14
• Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari
• Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari  perkiraan kelahiran
• Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun
tetap
– HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan – 3, Tahun + 1
• Bila siklus menstruasi > 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7)
perlu ditambahkan dengan selisih (siklus mens ps – 28 hari)
• Mis: Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus Naegele maka
taksiran tanggal persalinannya yaitui tgl HPHT +7 +7 menjadi tgl HPHT +14 hari
bukan 7
• Bila siklus menstruasi < 28 hari, perhitungan tanggal setelah rumus asli (+7)
perlu dikurangi dengan selisih (28 hari - siklus mens ps)
• wanita dengan siklus menstruasi 21 hari maka taksiran tanggal persalinannya, yaitu
tgl HPHT +7 -7 menjadi tgl HPHT +0 bukan 7
153
HINTS

• Wanita, 23 tahun hamil 30 minggu G2P1A0, sesak nafas,


disertai mengi, hanya bisa mengucapkan kata-kata.
• Dua hari lalu batuk dan pilek. 1 bulan yang lalu memiliki
riwayat keluhan serupa.
• Pemeriksaan: RR 28x/menit, HR 110x/mnt
• Pemeriksaan thorax: wheezing diseluruh lapang paru.

PENATALAKSANAAN…
DIAGNOSIS  SERANGAN ASMA AKUT PADA KEHAMILAN
JAWABAN:
C. SALBUTAMOL INHALASI
• Keluhan sesak nafas disertai mengi, riwayat
keluhan serupa 1 bulan yang lalu serta
ditemukan wheezing di seluruh lapang paru
 serangan asma akut.
• Tatalaksana serangan asma akut pada
pasien hamil hampir sama dengan pasien
tidak hamil  pemberian salbutamol
inhalasi.
Asma dan Kehamilan

Pengaruh kehamilan pada asma:


•  hormon estrogen: kongesti kapiler hidung
(terutama trimester ketiga)
•  hormon progesteron: peningkatan laju
pernapasan, bronkodilatasi
•  hormon kortisol bebas: << gejala asma
• prostaglandin (terutama trimester III):
bronkokonstriktor (Nelson and Piercy, 2001)
Asma pada Kehamilan
• Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing, batuk
berdahak, ronkhi)
• The recommended agents for management of acute asthma exacerbations in
pregnant patients are the same as for asthma exacerbations in nonpregnant adults
and adolescents (inhaled short-acting beta agonists, inhaled anticholinergic agents,
oral or intravenous glucocorticoids, and, if appropriate, intravenous magnesium
sulfate)
• Tatalaksana pada kehamilan
– O2 dan pasang kanul IV.
– Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
– Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
– Salbutamol via nebulizer
– Metilprednisolon IV 40-60 mg/ 6 jam, ATAU hidrokortison IV 2 mg/kgBB/ 4 jam atau
setelah loading dose 2 mg/kgBB dilanjutkan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
– Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
– Rujuk ke fasilitas yang memadai. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto thoraks,
laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif bilamana perlu.
– Konsultasi dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam dan dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
• Bila harus dilakukan persalinan: Jangan beri prostaglandin analog group 2 (PG E2).
Untuk mencegah perdarahan pascasalin, beri oksitosin 10 unitIM atau ergometrin 0,2
mg IM. Misoprostol (PG E1) boleh diberikan pada pasien asma.
Current guidelines emphasize the
following points:
• Albuterol (salbutamol) is recommended as the short-acting beta agonist of choice.
• For patients with mild persistent or more severe asthma, inhaled glucocorticoids
reduce exacerbations during pregnancy and cessation of inhaled glucocorticoids
during pregnancy increases the risk of an exacerbation.
– Budesonide has been the preferred inhaled glucocorticoid for use during pregnancy, as more
published gestational human data are available for that medication.
– However, other inhaled glucocorticoids could be continued if the patient was well-controlled
on one of these medications prior to pregnancy.
• Salmeterol has been recommended as the inhaled long-acting beta agonist of
choice in the United States due to the longer duration of clinical experience with
this agent compared with formoterol.
– However, retrospective cohort studies provide reassuring data for both salmeterol and
formoterol.
• Montelukast or zafirlukast could be considered as alternative but NOT preferred
therapy for mild persistent asthma or as add-on therapy to inhaled glucocorticoids,
especially for patients who have shown a uniquely favorable response prior to
pregnancy.
Komplikasi Asma pada
Kehamilan
• Bagi Ibu:
– Preeklampsia, hipertensi, hiperemesis gravidarum,
perdarahan pervaginam, induksi, komplikasi
kehamilan

• Bagi Janin
– Kematian perinatal, IUGR, kehamilan preterm,
hipoksia neonatal, BBLR
154
HINTS

• Wanita, Ny. Kelana Pilantes, 35 tahun, baru saja


melahirkan bayi, dimana ditemukan kondisi bayi tersebut
pada saat lahir berupa kulit bewarna keabuan, sianosis
terlihat mukosa bibir, muntah, dan hipotensi.
• Diketahui pada saat kehamilan menjelang persalinan ibu
mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter karena diduga
sakit tifoid.
ANTIBIOTIK PENYEBAB…
DIAGNOSIS  GRAY BABY SYNDROME
JAWABAN:
C. KLORAMFENIKOL
• Kondisi bayi yang tampak keabuan, sianosis, dan hipotensi
mengarahkan pada kondisi gray baby syndrome.
• Penyakit ini disebabkan karena konsumsi antibiotik
kloramfenikol saat kehamilan.
• Kloramfenikol merupakan obat lini pertama yang sering
digunakan untuk penatalaksanaan demam tifoid.
• Namun, obat tersebut tidak disarankan untuk dikonsumsi
ibu hamil karena dapat melewati sawar darah plasenta
dan bersifat teratogen.
• Selain kloramfenikol, antibiotik lain yang tidak disarankan
untuk ibu hamil (termasuk kategori C, D, dan X) adalah
tetrasiklin dan kotrimoksazol.
Using Antibiotics During Pregnancy
A few guidelines should be followed before prescribing an
antibiotic to a pregnant patient, include:
• Only use antibiotics if no other treatment option will
suffice.
• Avoid prescribing antibiotics during the first trimester
when possible.
• Choose a safe medication (typically an older antibiotic
tested on pregnant women).
• Choose single prescriptions over polypharmacy when
possible.
• Dose at the lowest possible amount proven effective.
• Advise patients not to use over the counter
medications during antibiotic treatment.
Some of the antibiotics that may be prescribed
safely during pregnancy include:
• Amoxicillin
• Ampicillin
• Clindamycin
• Erythromycin
• Penicillin
• Gentamicin
• Ampicillin-Sulbactam
• Cefoxitin
• Cefotetan
• Cefazolin
Penatalaksanaan Demam tifoid dalam
Kehamilan
• Pelayanan kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan
2013 :
– Berikan sefotaksim 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi
menjadi 3-4 dosis, ATAU seftriakson 100 mg/kgBB IV per 24
jam (maksimal 4 g/24 jam) dibagi menjadi 1-2 dosis.

• PPK dokter umum di Faskes Primer


– Obat lini pertama : kloramfenikol (pregnancy risk C),
Ampisilin atau Amoxicilin (Aman u/kehamilan),
Kotrimoksazol (pregnancy risk C/D)
– Obat Lini kedua : Seftriakson (Aman u/kehamilan), Sefiksim
(Aman u/kehamilan), Kuinolon (pregnancy risk C)
– Obat lini kedua digunakan bila lini pertama tidak efektif
Kloramfenikol dalam Kehamilan
• Kloramfenikol dapat melewati plasenta dan
konsentrasi obat akan mendekati konsentrasi
plasma ibu.
• Peningkatan resiko teratogenisitas tidak
terkait dengan penggunaan kloramfenikol
dalam kehamilan.
• Penggunaan kloramfenikol perlu diwaspadai
bila diberikan pada ibu hamil yang mendekati
masa persalinan
Gray Baby Syndrome
• Merupakan komplikasi yang fatal pada neonatus akibat
penggunaan kloramfenikol dosis tinggi.
• Gejala dan tanda :
– Bayi tampak pucat kebiruan, tidak mau menyusu, akral dan
tubuh dingin
– Paling sering terjadi pada beberapa hari pertama setelah
dilahirkan
• Faktor resiko :
– Penggunaan kloramfenikol pada neonatus (biasanya pada 3 hari
pertama setelah lahir) tanpa pengawasan yang baik dan ketat
– Bayi prematur dan BBLR
– Ibu hamil yang menggunakan kloramfenikol pada saat
mendekati persalinan (1 minggu sebelum bersalin)
155
HINTS

• Pasien perempuan 35 tahun, hamil 38 minggu,


keluhan mulas sejak 2 jam lalu.
• Presentasi sungsang. Saat bokong sudah lahir,
terlihat spina bifida. Kepala masih belum lahir.

YANG TERJADI PADA PASIEN…


DIAGNOSIS  NEURAL TUBE DEFECT
JAWABAN:
B. HIDROSEFALUS
• Pada pasien ini dipikirkan bayi mengalami
neural tube defect yaitu spina bifida. Selain
pada tulang belakang, neural tube defect
juga dapat terjadi pada bagian kepala yaitu
dalam bentuk anencephaly, meningocele,
hidrosefalus dll.
• Karena janin memiliki spina bifida 
kemungkinan besar janin juga dapat
mengalami hidrosefalus yang pada
akhirnya akan menyebabkan CPD.
• Pilihan A  ditandai dengan perdarahan saat
kehamilan, terutama di trimester kedua
• Pilihan C  retensi fetus dalam uterus lebih
dari masa normal
• Pilihan D  CPD adalah komplikasi yang dapat
timbul dalam persalinan ini.
Spina bifida
• Spina bifida merupakan malformasi spinal cord yang
disebabkan oleh defek dari neural tube
• Penutupan neural tube berlangsung
sejak usia gestasi 17 hari dan sudah
menutup sempurna sebelum 30 hari
• Etiologimultifaktorial
 Genetik
 Faktor lingkungan (radiasi, teratogen)
 Nutrisi: defisiensi asam folat
 DM tipe 2 dan DM gestasional
 Obesitasi maternal
 Hipertermia
 Obat antiepilepsi selama kehamilan (as
valproat dan carbamazepine)as. Valproat
lebih teratogen dibandingkan CBZ
Tipe spina bifida

Terdapat 3 bentuk paling umum dari spina bifida, yaitu


1. Myelomeningocele
Merupakan bentuk paling berat dari spina bifida, karena selain meninges, spinal cord dan
cabang-cabang nervus ikut masuk ke dalam kantung dan mengalami cedera sehingga anak
akan mengalami disabilitas sedang hingga berat
2. Meningocele
Hanya meninges yang masuk ke dalam kantung
3. Spina bifida occulta
Bentuk paling ringan, hanya berupa gap pada area tulang belakang tanpa adanya
suatu kantung
Hydrocephalus & Neural Tube Defect
• Hydrocephalus is defined as excess cerebrospinal fluid
(CSF) accumulation in the head.
• Hydrocephalus is caused by either increased production
of CSF or impaired circulation and absorption.
• Although there are a number of causes of infantile
hydrocephalus, the condition is most associated with the
congenital anomalies spina bifida and aqueductal
stenosis.
• Hydrocephalus (from the Greek words hydor "water"
and kephale "head") occurs in 15-25% of children with
open myelomeningocele (a form of spina bifida) at birth.
156
HINTS

• Wanita, 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada perut sejak 1


minggu lalu.
• Nyeri dirasakan semakin memberat pada saat menstruasi. Perut
dirasakan tidak nyaman seperti penuh.
• Berat badan dirasakan naik dan perut dirasakan membesar. Menstruasi
lancar seperti biasa, ganti pembalut 3-4x/hari. Dari
• USG didapatkan adanya massa pada kavum uteri dengan ukuran 4x3x3
cm dengan tangkai.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PEDUNCULATED SUBMOCOSAL MYOMA
JAWABAN:
B. MIOMA UTERI
• Pasien 30 tahun dengan keluhan nyeri
perut yang memberat saat menstruasi,
berat badan naik, perut membesar, dan
pada USG tampak massa pada kavum uteri
dengan uk 4x3x3 cm mengarahkan pada
diagnosis mioma uteri.
• Kanker ovarium  perut terasa begah dan penuh, massa
pada abdomen, penurunan berat badan, peningkatan ca
125
• Endometriosis  nyeri perut terutama saat haid,
pemeriksaan USG: massa kistik dengan intensitas echo
rendah
• Infeksi saluran kemih  nyeri perut bawah, tidak lampias
setelah buang air kecil, urin tampak keruh, demam
• Kanker serviks  perdarahan per vaginam, tanda
keganasan: penurunan berat badan, sesak napas (bila
sudah terdapat metastasis ke paru)
Mioma Uteri
• Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma
• Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
• Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
• Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

• 4 Tipe Mioma Uteri


• Subserosa
• Tumbuh dilapisan luar uterus dan
kearah luar
• Intramural
• Tumbuh didalam dinding uterus
• Submukosa
• Dibawah lapisan kavum uteri 
polimenorrhea, infertilitas,
keguguran
• Pedunculated
• Memiliki tangkai http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html
Mioma Uteri
Gejala dan Tanda:
• Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid
• Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi rahim
• Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ
panggul lain  gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul,
gangguan ginjal
• Infertilitas karena terjadi penekanan pada saluran indung telur
• Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.

Pada kehamilan
• Membesar pada trimester pertama karena pengaruh estrogen
• Degenerasi merah pada masa hamil atau nifas
• Torsio dengan tanda akut abdomen

Faktor Predisposisi
• Nulipara, infertilitas, riwayat keluarga

Diagnosis
• Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-)
• USG abdominal/ transvaginal Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Mioma Uteri: Tatalaksana
• Pemeriksaan Berkala
– Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah  bila stabil  observasi setiap
3-4 bulan

• Terapi Hormonal
– Preparat progestin atau GnH  efek hipoestrogen

• Terapi Operasi
– Miomektomi
• Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak
– Histerektomi
• Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh
dengan terapi
– Miolisis
• Koagulasi laparoskopik dengan neodymium
– Embolisasi arteri uteri
Mioma Geburt
• Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai

• Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina


melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan
157
HINTS

• Perempuan berusia 25 tahun, mengaku telah menikah


selama 5 bulan, datang untuk berkonsultasi dengan dokter
kandungan karena telat haid selama 1,5 bulan. Pasien
telah melakukan tes dan dari hasil tes pack (+).
• Dari pemeriksaan dokter didapatkan portio lunak
sehingga uterus mudah difleksikan.

INI MERUPAKAN TANDA…


DIAGNOSIS  TANDA TIDAK PASTI KEHAMILAN
JAWABAN:
D. TANDA MCDONALD
• Adanya keluhan berupa terlambat
menstruasi, dan dari hasil testpack
didapatkan hasil (+) mengarah kepada
kehamilan.
• Portio yang lunak sehingga uterus yang
mudah fleksi (ditekuk) pada saat
pemeriksaan bimanual merupakan salah
satu tanda kehamilan, yaitu tanda Mc
Donald.
Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan (Presumptive/Probable Signs)
• Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign)
• Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti hidung berubah menjadi
lunak seperti bibir) (Goodell’s sign)
• Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign)
• Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus
• Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit dengan jari, korpus uteri
seakan-akan terpisah dari serviks
• McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa ditekuk
• Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s sign/ vonFernwald’s sign)
• Tanda Hartman: perdarahan spotting akibat implantasi dari blastula pada
endometrium
• Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu)
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
158
HINTS

• Wanita, 23 tahun, G1P0 hamil 4 minggu datang dengan keluhan


lemas. Dari anamnesis ditemukan pasien mengalami mual-
muntah sejak 1 minggu ini.
• Pasien tidak nafsu makan dan sulit minum karena mual.
• Pemeriksaan fisik compos mentis, TD 100/80, nadi 105x/menit,
pernafasan 18x/menit. Kencing masih ada, 120 cc dalam 2 jam
terakhir.

PENYEBAB KONDISI PASIEN…


DIAGNOSIS  SUSPEK HIPEREMESIS GRAVIDARUM
JAWABAN:
C. TINGGINYA KADAR HCG
• Kondisi mual muntah, lemas, tidak nafsu
makan, TD 100/80, nadi 105 x/menit, pada
pasien hamil 4 minggu mengarahkan pada
kondisi hyperemesis gravidarum derajat I.
• Sejauh ini, penyebab hyperemesis
gravidarum masih belum diketahui jelas,
tetapi diduga berhubungan dengan
peningkatan kadar b-HCG.
Emesis Gravidarum
• Emesis gravidarum (nausea and vomiting of
pregnancy /NVP)
– NVP should only be diagnosed when onset is in the first
trimester of pregnancy and other causes of nausea and
vomiting have been excluded.
– Nausea and vomiting of varying severity usually
commence between the first and second missed menstrual
period and continue until 14 to 16 weeks’ gestation

• Hiperemesis gravidarum
– protracted NVP with the triad of more than 5%
prepregnancy weight loss, dehydration and electrolyte
imbalance.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• NVP without complication, frequency is usually <5 x/day
• 70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week
• 60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks

Hyperemesis gravidarum (no universally accepted definition)


• NVP with complications:
– dehydration,
– hyperchloremic alkalosis,
– ketosis

Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
The initial management of NVP and HG
• Women with mild NVP should be managed in the
community with antiemetics.
• Ambulatory daycare management should be used for
suitable patients when community/primary care measures
have failed and where the PUQE score is less than 13.
• Inpatient management should be considered if there is at
least one of the following:
– continued nausea and vomiting and inability to keep down oral
antiemetics
– continued nausea and vomiting associated with ketonuria
and/or weight loss (greater than 5% of body weight), despite
oral antiemetics
– confirmed or suspected comorbidity (such as urinary tract
infection and inability to tolerate oral antibiotics)
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Therapeutic options for NVP and HG
• Antiemetics
– There are safety and efficacy data for first-line antiemetics such as
antihistamines (H1 receptor antagonists) and phenothiazines and they should
be prescribed when required for NVP and HG
– Combinations of different drugs should be used in women who do not
respond to a single antiemetic.
– For women with persistent or severe HG, the parenteral or rectal route may be
necessary and more effective than an oral regimen. Women should be asked
about previous adverse reactions to antiemetic therapies.
– Metoclopramide is safe and effective, but because of the risk of
extrapyramidal effects it should be used as second-line therapy.
– There is evidence that ondansetron is safe and effective, but because data are
limited it should be used as second-line therapy
– Drug-induced extrapyramidal symptoms and oculogyric crises can occur with
the use of phenothiazines and metoclopramide. If this occurs, there should be
prompt cessation of the medications.

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
159
HINTS

• Perempuan 34 tahun, G2P3A0 hamil 40 minggu, partus tidak


maju.
• Pernah melahirkan spontan anak pertama 3700 gram, anak
kedua 3300 gram
• Pemeriksaan obstetri: tinggi fundus 33 cm, HIS 1-2x setiap
sepuluh menit, selama 20 detik, teratur, DJJ 140x/menit
reguler.
• VT : Porsio lunak, pembukaan 5 cm, ketuban (+) Kepala HII.

PENYEBAB PERSALINAN TIDAK MAJU…


DIAGNOSIS  PERSALINAN LAMA
JAWABAN:
D. ADANYA HYPOTONIC UTERINE CONTRACTION
• Pada soal didapatkan G2P3A0 hamil 40
minggu kala I fase aktif dengan partus tak
maju.
• Pada soal didapatkan His 1-2x/10 menit
selama 20 detik menunjukkan bahwa his
inadekuat  diagnosis hipotonik uterine
contraction
• Pilihan A  dapat disingkirkan karena Dari data
– data yang ada disebutkan bahwa pasien
pernah melahirkan anak pertama 3700 g dan
kedua 3300 g
• Tidak ada istilah pilihan B
• Pilihan C  Pada incoordinated and hypertonic
uterine contraction terjadi peningkatan tonus
basal atau distorsi gradien kontraksi.
• Pilihan E  tidak dipilih karena presentasi janin
berupa kepala.
Uterine Dysfunction
• His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus dan disertai
relaksasi yang merata
• Faktor predisposisi disfungsi uterus
– Primigravida, terutama primi tua
– Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
– Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

1. Hypotonic uterine dysfunction


 more common
 no basal hypertonus
 uterine contractions have a normal gradient pattern
 the slight rise in pressure during a contraction is insufficient to dilate the cervix

2. Hypertonic uterine dysfunction or Incoordinate uterine contraction


 either basal tone is elevated or the pressure gradient is distorted
 complete asynchronism of the impulses originating in each cornu or a combination of these
two
Treatment
1. Oxytocin infusion
2. Glucose infusion
3. Mobilization
4. Cervix dilatation
– Prostaglandins
– Drotaverin + Opiates
– Paracervical block
– Epidural analgesia
5. Perineal relaxation
– Pudendal block
– Epidural analgesia
– Spinal analgesia
160
HINTS

• Seorang wanita usia 25 tahun, hamil G2P0A1, dengan usia gestasi 18


minggu, mengeluh jantung berdebar selama 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
• Keluhan tambahan mata melotot dan berkeringat, penurunan BB tidak
diketahui, dan belum pernah merasakan seperti ini sebelumnya.
• Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, nadi 120x/menit.

TERAPI YANG TEPAT…


DIAGNOSIS  GRAVE’S DISEASE
JAWABAN:
B. METIMAZOL
• Pada kasus ini ditemukan keluhan
berdebar-debar disertai mata melotot,
berkeringat, dan BB turun yang menjadi
gejala hipertiroid akibat penyakit graves
(ditandai dengan adanya eksoftalmus)
• Pada ibu hamil trimester II-III dengan
hipertiroid pilihan obat yang tepat ialah
metimazol.
Hipertiroid pada Kehamilan: Tatalaksana
• Rawat inap dan tirah baring untuk mengontrol kadar hormon tiroid.
• Pemberian obat antitiroid: Tionamid (PTU/Metimazole), Larutan
yodium (Lugol) 3 tetes dalam segelas air putih diminum 1x/hari
selama 1-2 minggu.
• Propanolol  mengurangi manifestasi simpatetik, 40-80 mg/hari,
dalam 3-4 dosis.
• Kontra Indikasi: penyakit paru obstruktif, blokade jantung,
dekomp kordis, DM
• Tiroidektomi dapat dipertimbangkan ketika kondisi hipertiroid telah
teratasi lewat pengobatan.
• Setelah bayi lahir, periksa kadar hormon tiroidnya untuk
menyingkirkan kemungkinan hipotiroidisme pada bayi akibat
pengobatan selama ibu hamil.
Hipertiroid pada Kehamilan
• DOC (PTU dan methimazole)
– PTU (utama pada trimester I) (pregnancy class D)
• PTU 300-450 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis. Bila FT4 dan FT3 sudah
normal  dosis pemeliharaan 50-300 mg/hari, dalam dosis terbagi.
• Efek teratogenik <<
• Efek samping: Hipotiroid pada janin
– Methimazole (trimester II dan III) (pregnancy class D)
• efek teratogenik berupa sindrom teratogenik ‘embriopati metimazole’
yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal

• Β blocker (propanolol)
– Mengurangi gejala akut hipertiroid
– Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada
neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam
– Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15 mg
per hari)

Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
Methimazole: Dosis dan Efek Samping
Indikasi Pembedahan
• Dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU >450 mg atau methimazole >300 mg)
• Timbul efek samping serius penggunaanobat
anti tiroid
• Struma yang menimbulkan gejala disfagia,
atau obstruksi jalan napas
• Tidak dapatmemenuhi terapi medis (misalnya
pada pasien gangguan jiwa)
161
HINTS

• Pasien wanita bernama Pandora Nedeliva, G2P1A0 dengan


usia kehamilan 30 minggu dengan keluhan keluar cairan
dari kemaluan sejak seminggu ke belakang.
• Cairan berwarna keabuan, homogen, encer, berbau amis.
• Pemeriksaan penunjang dengan pewarnaan gram
didapatkan clue cell (+).

KOMPLIKASI…
DIAGNOSIS  BACTERIAL VAGINOSIS
JAWABAN:
D. KELAHIRAN PRETERM
• Pasien pada soal sedang hamil 30 minggu
dan mengeluhkan keluar cairan dari
kemaluan, berwarna keabuan, berbau amis,
dan terdapat clue cell (+) pada pemeriksaan
penunjang sehingga mengarahkan pada
diagnosis bacterial vaginosis.
• Komplikasi tersering dari bacterial vaginosis
pada kehamilan adalah persalinan
prematur karena adanya korioamnionitis.
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina

• Etiologi
– Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella,
Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae

• Gejala klinis
– Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni

• Faktor risiko
– Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
– Didapatkan clue cell (sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil)
– pH > 4,5
– Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
– Whiff test + (pemeriksaan KOH 10%
didapatkan fishy odor sebagai akibat dari
pelepasan amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri)
Bakterial Vaginosis: Tatalaksana
• Pada infeksi asimtomatik tidak perlu diberikan terapi
• Pada infeksi simtomatik: antibiotik merupakan pilihan utama
• Pilihan obat:
• Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari
• Metronidazole gel 0.75%, one full applicator (5 g) intravaginally, once a day
for 5 days
• Clindamycin cream 2%, one full applicator (5 g) intravaginally at bedtime
for 7 days
• Alternative regiment
– Tinidazole 2 g orally once daily for 2 days
– Tinidazole 1 g orally once daily for 5 days
– Clindamycin 300 mg orally twice daily for 7 days
– Clindamycin ovules 100 mg intravaginally once at bedtime for 3 days
• Perempuan hamil: 2 x 500 mg selama 7 hari atau 3 x 250 mg selama 7
hari atau Klindamisin 2 x 300 mg selama hari
http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm
Bakterial Vaginosis: Komplikasi
• Komplikasi Umum
– Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis
paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi
paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV
dan IMS lain

• Komplikasi obstetrik
– Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan
dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
162
HINTS

• Perempuan, 20 tahun, G1P0A0 hamil 16 minggu datang ke


poliklinik obstetri dan ginekologi untuk kontrol kehamilan.
• Sebelumnya psien memeriksakan kehamilannya di bidan secara
teratur, tapi sekarang dirujuk oleh bidan tersebut karena ternyata
memiliki riwayat Grave's disease dengan pengobatan yang
adekuat.
• Saat ini masih mengkonsumsi obat PTU.

KEMUNGKINAN YG AKAN TERJADI…


DIAGNOSIS  HIPERTIROID DALAM PENGOBATAN PTU
JAWABAN:
B. HIPOTIROID KONGENITAL
• Pada kasus ini diketahui pasien wanita
hamil ini sedang menjalani pengobatan
hipertiroid. Pada ibu hamil yang sedang
dalam pengobatan hipertiroid memiliki
resiko melahirkan anak dengan hipotiroid
kongenital akibat efek samping dari PTU
atau methimazole yang dikonsumsi oleh
ibu.
• Hipotiroid kongenital akibat golongan
thionamide ini biasanya bersifat transient
Congenital Hypothyroidism
• Thyroid Function: • The fetal pituitary-thyroid axis is
– normal brain growth and myelination believed to function independently
and for normal neuronal of the maternal pituitary-thyroid
connections. axis.
– The most critical period fis the first
few months of life. • The contributions of maternal
thyroid hormone levels to the fetus
• The thyroid arises from the fourth are thought to be minimal, but
branchial pouches.
maternal thyroid disease can have
• The thyroid gland develops between a substantial influence on fetal and
4 and 10 weeks' gestation. neonatal thyroid function.
• By 10-11 weeks' gestation, the fetal – Immunoglobulin G (IgG)
thyroid is capable of producing autoantibodies, as in autoimmune
thyroid hormone. thyroiditis, can cross the placenta
• By 18-20 weeks' gestation, blood and inhibit thyroid function
levels of T4 have reached term levels. (transient)
T – Thioamides (PTU) can block fetal
thyroid hormone synthesis
(transient)
– Radioactive iodine administered to
a pregnant woman can ablate the
fetus's thyroid gland permanently.
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
Pathology: Congenital Hypotyroidism

http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg
• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


163
HINTS

• Seorang pasien dirujuk dari puskesmas setelah dibawa


oleh dukun ke puskesmas. Ibu 32 tahun G5P0 dalam kala II
persalinan, sudah dipimpin meneran selama 1 jam di
dukun.
• Namun bagian terbawah bayi ada di station +3. Ibu sudah
kelelahan dan tidak mempunyai tenaga untuk meneran
lagi. DJJ janin 140x/menit.
MANAJEMEN YG TEPAT…
DIAGNOSIS  KALA II MEMANJANG
JAWABAN:
A. FORCEP
• Pasien multipara sudah dipimpin meneran
selama 1 jam, kepala bayi di station +3
sehingga mengarah pada persalinan kala II
memanjang.
• Kondisi ibu yang sudah Lelah dan tidak
mampu meneran lagi menjadi indikasi
untuk dilakukan ekstraksi forceps.
• Ekstraksi vakum dapat dilakukan bila ibu masih
mampu meneran.
• Induksi oksitosin diberikan bila terdapat
gangguan kontraksi.
• Operasi caesar dilakukan bila sudah ada indikasi
gawat janin.
Persalinan Lama
• Definisi: Waktu persalinan memanjang karena kemajuan
persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:


– Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis bertindak/ sudah memotong garis bertindak,
ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang: Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea.
b. Tatalaksana Khusus
– Tentukan penyebab persalinan lama.
• Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
kontraksinya <40 detik)
• Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
• Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
• Gabungan dari faktor-faktor di atas
– Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi.
– Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan Passenger
dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
persalinan
– Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea.
– Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24
jam) jika ditemukan:
• Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU
• Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
• Usia kehamilan <37 minggu
Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum
Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Kelelahan ibu  masih kooperatif – Ibu dengan resiko tinggi ruptur
dan dapat mengejan uteri
– Partus tak maju – Kondisi ibu tidak boleh
– Toksemia gravidarum mengejan
– Ruptur uteri iminens – Panggul sempit (CPD)
– Memperpendek persalinan kala II, • Janin
penyakit jantung kompensasi, – Bayi prematur (belum memiliki
penyakit fibrotik moulage yang baik  kompresi
• Janin forceps  perdarahan
periventrikular)
– Adanya gawat janin (ringan)
– Letak lintang, presentasi muka,
• Waktu presentasi bokong, kepala janin
– Kala persalinan lama menyusul
Persalinan dengan Vakum
Syarat
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge III+
• Kontraksi baik/ terdapat his
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk
mengedan
Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps
• Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
• Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Sama dengan ekstraksi vakum, – Sama seperti pada ekstraksi
hanya ibu sudah tidak mampu
vakum
mengejan/ his tidak adekuat

• Janin • Janin
– Adanya gawat janin – Sama seperti pada ekstraksi
vakum
• Waktu
– Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
– Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
Persalinan dengan Forcep
Syarat:
• Presentasi belakang kepala atau
muka dengan dagu di depan
atau kepala menyusul pada
sungsang
• Pembukaan lengkap
• Selaput ketuban sudah pecah
• Penurunan kepala minimal St 0
(= Hodge 3)
– Head is engaged (at least 0/5
cm station).Forceps should
never be used when the head is
not engaged.
• Kontraksi baik dan ibu tidak
gelisah The fetus is at -2 station signifying that the
• Ketuban sudah pecah leading bony edge of the presenting part is 2
centimeters above the ischial spines. The head is
• Dilakukan di rumah sakit rujukan engaged at 0 station.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
EKSTRAKSI VAKUM VS EKSTRAKSI FORCEPS

KEUNGGULAN VAKUM KERUGIAN VAKUM

• Tehnik pelaksanaan relatif lebih • Proses persalinan


mudah membutuhkan waktu yang
• Tidak memerlukan anaesthesia lebih lama
general • Tenaga traksi pada ekstraktor
• Ukuran yang akan melewati vakum tidak sekuat ekstraksi
jalan lahir tidak bertambah cunam
(cawan penghisap tidak • Pemeliharaan instrumen
menambah ukuran besar ekstraktor vakum lebih rumit
bagian anak yang akan melwati • Ekstraktor vakum lebih sering
jalan lahir) menyebabkan icterus
• Trauma pada kepala janin relatif neonatorum
rendah
164
HINTS

• Perempuan berusia 28 tahun, datang berkonsultasi ke dokter


Obgyn mengenai kecemasannya akan mendapatkan kehamilan.
• Pasien baru menikah dan ingin tidak punya anak selama 2 tahun
pertama. Akan tetapi, saat berhubungan dengan suaminya,
kondom suami ternyata robek.
• Kejadian ini telah terjadi 4x24 jam yang lalu.

TERAPI YANG DIBERIKAN…


DIAGNOSIS  KONTRASEPSI DARURAT
JAWABAN:
B. AKDR
• Pada kasus di atas, seorang wanita
mendapati bahwa kondom suaminya robek
saat berhubungan seksual 4 hari
sebelumnya sehingga ia cemas akan terjadi
kehamilan. Kondisi tersebut berkaitan
dengan penggunaan kontrasepsi darurat.
• Pilihan kontrasepsi darurat untuk kasus ini
adalah AKDR, karena sudah lebih dari 3x24
jam.
• Pil kombinasi dosis tinggi dan progestin dapat
berfungsi sebagai kontrasepsi darurat bila
digunakan dalam waktu 3 hari pasca sanggama.
Kontrasepsi Darurat
• kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan setelah
senggama tanpa pelindung atau tanpa pemakaian kontrasepsi yang
tepat dan konsisten sebelumnya
• Indikasi penggunaan kontrasepsi darurat misalnya:
– Perkosaan
– Sanggama tanpa menggunakan kontrasepsi
– Pemakaian kontrasepsi tidak benar atau tidak konsisten:
• Kondom bocor, lepas atau salah digunakan
• Diafragma pecah, robek, tau diangkat terlalu cepat
• Sanggama terputus gagal dilakukan sehingga ejakulasi terjadi di vagina atau
genitalia eksterna
• Salah hitung masa subur
• AKDR ekspulsi (terlepas)
• Lupa minum pil KB lebih dari 2 tablet
• Terlambat suntik progesti lebih dari 2 minggu atau terlambat suntik kombinasi
lebih dari 7 hari
• Kontrasepsi darurat dapat bermanfaat bila
digunakan dalam 5 hari pertama, namun lebih
efektif bila dikonsumsi sesegera mungkin.
Kontrasepsi darurat sangat efektif, dengan
tingkat kehamilan <3%.
• Efek samping:
– mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama
sesudah minum pil pertama atau kedua, berikan
dosis ulangan), perdarahan/bercak.
Mekanisme kerja Kondar
• Kontrasepsi darurat hormonal kombinasi ataupun
progestin levonorgestrel memiliki mekanisme
kerja utama yaitu :
– Mencegah atau menunda ovulasi  mekanisme kerja
yang terpenting. Sangat berperan bila diminum pada
hari – hari sebelum terjadi ovulasi.
– Menghambat kemampuan endometrium untuk
menerima implantasi dari hasil konsepsi
– Mengganggu fungsi korpus luteum
– Mengentalkan lendir servix  sperma terperangkap
– Mengubah dan menghambat transportasi di tuba,
sehingga ovum sulit untuk bertemu sperma
Editorial: Mechanism of action of Emergency contraceptive pills. Elsevier 2006
Kontrasepsi Darurat
ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS & FORENSIK
165
• Puskesmas merupakan Pelayanan Kesehatan Strata Primer
yang disediakan oleh pemerintah untuk memberikan
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.
• Di kecamatan dimana Puskesmas Selalu Ceria berada,
mempunyai luas wilayah sebesar 244,8 Km2 dan jumlah
penduduk sebanyak 53.484 jiwa.

JUMLAH PUSKESMAS…
DIAGNOSIS  PUSKESMAS
JAWABAN:
B. 2 PUSKESMAS
• Berkaitan INPRES kesehatan No 5 Th 1974,
Nomor 7 tahun 1975 dan nomor 4 tahun
1976, sejak pelita III maka konsep wilayah
puskesmas diperkecil yang mencakup suatu
wilayah yang mempunyai jumlah
penduduk 30.000 jiwa  di soal jumlah
penduduk sebanyak 53.484 jiwa  perlu 2
puskesmas kecamatan
Puskesmas
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI
No.128/Menkes/SK/II/2004).

Dasar-dasar puskesmas. Kemenkes RI. 2013


Wilayah Kerja Puskesmas
• Berkaitan INPRES Kesehatan No 5 thn 1974
sejak pelita III maka konsep puskesmas
mencakup satu wilayah yang mempunyai
penduduuk 30.000 jiwa

• Untuk wilayah dengan jumlah penduduk


30.000 jiwa dikoordinasi dengan 2 puskesmas.
Salah satu sebagai puskesmas induk dan salah
satu enjadi puskesmas pembantu
Puskesmas
• Satu dokter sebagai kepala puskesmas dapat
merangkap sebagai dokter di poliklinik dan 1
dokter bertugas di puskesmas pembantu

• Rasio dokter-penduduk bervariasi mulai


1:5000 sampai 1:2500 (rata rata 1:4000)
166
• Ny. Ulala Kemalasari, 30 tahun, G1P0A0, datang ke puskesmas untuk
melakukan pemeriksaan antenatal. Saat ini usia kehamilan 7 bulan.
Pasien tidak mengalami keluhan yang berarti. Ibu dan keluarganya
merupakan peserta BPJS mandiri.
• Sang ibu kuatir jika anaknya mengalami kelainan ketika dilahirkan dan
memerlukan perawatan ia tidak bisa mem iayai biaya pengobatannya.
Bagaimana cara agar bayi yang nanti dilahirkan bisa dijamin oleh BPJS
kesehatan?

CARA BAYI DIJAMIN BPJS…


DIAGNOSIS  PENDAFTARAN BPJS
JAWABAN:
B. BAYI DIDAFTARKAN DALAM 28 HARI SETELAH LAHIR
• Peserta Mandiri yang saat ini sedang
mengandung atau hamil tidak perlu
mendaftarkan bayi yang ada di dalam
kandungan.
• Dalam pasal Perpres no 82 thn 2018
disebutkan Pendaftaran bayi harus
dilakukan selambat-lambatnya dalam 28
hari setelah bayi lahir selam
• Bayi harus didaftarkan atas nama bapak bayi
tersebut
• Bisa langsung didaftarkan saat hamil, dokter
harus membuat surat bahwa ada detak jantung
bayi
• Bayi didaftarkan setelah usia 1 bulan
• Bayi secara otomatis menjadi peserta BPJS
Kesehatan

 YANG LAIN TIDAK TEPAT


Pendaftaran Kepesertaan
BPJS Bagi Bayi (aturan Baru)
• Dalam Peraturan BPJS No 23 Tahun 2015 peserta Mandiri dapat mendaftarkan bayi
dalam kandungan menjadi peserta BPJS selambat-lambatnya 14 hari sebelum
dilahirkan atau usia kehamilan 7-8 bulan.
• Namun peraturan tersebut sudah tidak berlaku sejak adanya Peraturan Presiden
no.82 tahun 2018, dimana pendaftaran bayi dalam kandungan sudah tidak berlaku
lagi  namun harus mendaftarkan bayi selambat-lambatnya 28 hari setelah bayi
lahir
• Peserta Mandiri yang saat ini sedang mengandung atau hamil tidak perlu
mendaftarkan bayi yang ada di dalam kandungan. Sehingga jika orangtua ingin
mendaftarkan bayi nya maka pendaftaran bayi dapat dilakukan setelah bayi lahir.
• Diberikan batas waktu 3×24 jam hari kerja sejak kelahiran bayi atau sebelum
peserta pulang dari rumah sakit, perwakilan anggota keluarga dalam 1 KK datang
ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan untuk mendaftarkan bayi yang sudah lahir.

https://www.panduanbpjs.com/bayi-dalam-kandungan/
Pendaftaran Kepesertaan
BPJS Bagi Bayi (aturan Baru)
• Persyaratan Mendaftarkan Bayi Baru Lahir :
– KTP suami-istri asli dan foto copy,
– KK asli dan foto copy,
– Kartu JKN KIS,Surat keterangan lahir,
– Buku tabungan rekening salah satunya Bank Mandiri, BNI, BRI
dan BCA
• Bayi akan terdaftar di kelas yang sama dengan orangtua,
sehingga jika orangtua terdaftar di kelas 2 maka bayi juga
akan masuk ke kelas 2 dan memiliki kewajiban yang sama
untuk membayar iuran sebesar Rp51.000 per bulan.
• Sehingga apabila bayi yang baru lahir membutuhkan
perawatan medis maka tetap akan ditanggung BPJS
Kesehatan, dengan syarat pihak keluarga telah mengurus
pendaftaran bayi tersebut sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
https://www.panduanbpjs.com/bayi-dalam-kandungan/
167
• Di sebuah desa bernama Desa Dedemit Kendes terdapat peningkatan
kejadian malaria sebanyak 2 kali lipat sejak 2 bulan terakhir.
• Perangkat desa melakukan rapat gabungan dengan pihak puskesmas
untuk melakukan tindakan pencegahan guna menghentikan
penyebaran transmisi malaria lebih lanjut.
• Kepala puskesmas meminta kepada petugas kesehatan untuk
membagikan kelambu insektisida.

TINDAKAN PENCEGAHAN INI…


DIAGNOSIS  5 LEVEL PREVENTION
JAWABAN:
B. SPECIFIC PROTECTION
• Petugas kesehatan melakukan pencegahan
pada kelompok yang belum sakit agar tidak
menjadi sakit (pencegahan primer).
Tindakan yang dilakukan adalah
membagikan kelambu insektisida yang
merupakan perlindungan spesifik,
sehingga jawaban yang tepat adalah B.
• Health promotion  contohnya penyuluhan
• Early diagnosis and prom treatment 
contohnya screening
• Disability limitation  contohnya penanganan
DM/HT untuk mencegah komplikasi
• Rehabilitation  contohnya rehab pasca stroke
FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan

• Dilakukan pada orang sehat


Specific • Mencegah terjadinya kesakitan
protection • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

• Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & • Tujuannya kuratif
prompt treatment • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

• Dilakukan pada orang sakit


Disability • Membatasi kecacatan
limitation • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
• Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Primordial Prevention &
Quartenary Prevention
Primordial prevention Quartenary prevention
• consists of actions to minimize future • Action taken to identify patient at risk
hazards to health and hence inhibits of over-medicalization, to protect
the establishment of factors which him from new medical invasion, and
are known to increase the risk of to suggest him interventions ethically
disease. acceptable.
• It addresses broad health
determinants rather than preventing • For example:
personal exposure to risk factors, – the avoidance of screening without
which is the goal of primary foundation, such as in prostate cancer
prevention. – The appropriate use of antibiotics in
upper respiratory tract infections
• The difference with primary
prevention:
– Primary prevention seeks to prevent the
onset of specific diseases via risk
reduction by altering behaviors or
exposures that can lead to disease or by
enhancing resistance to the effects of
exposure to a disease agent.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/
168
• Tn. Yoyok Basuki Oncom, laki-laki berusia 70 tahun merupakan
seorang pensiunan pegawai departemen keuangan kabupaten
Kendal Jawa Tengah.
• Suatu hari pasien mengalami diare akut berdarah dan
mengalami dehidrasi berat.
• Setelah mendapatkan penanganan awal di FKTP pasien dirujuk
ke RS yang menggunakan fasilitas BPJS.

JENIS BPJS…
DIAGNOSIS  BPJS
JAWABAN:
B. NON PBI TIDAK BEKERJA
• Pasien adalah seorang pensiunan, sehingga
status kepesertaan BPJSnya adalah non-
PBI tidak (bukan) bekerja.
• PBI tidak bekerja  bagi masyarakat tidak
mampu, biasanya hanya dikategorikan PBI,
tidak pakai kata tidak atau bekerja
• PBI penerima upah  tidak ada keanggotaan
ini
• Non-PBI pemerima upah  tidak ada
keanggotaan ini, disebut biasanya pegawai
penerima upah
• PBI  bagi masyarakat tidak mampu
KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
169
• Laki-laki dibawa ke IGD, di antar dengan atasannya
karena terkena mesin, di diagnosis dokter vulnus
laseratum digiti 2,3,4 kemudian di jahit dokter.
• Atasan meminta kuitansi untuk diganti oleh
perusahaan. Metode pembayaran yang digunakan
adalah…
METODE PEMBAYARAN…
DIAGNOSIS  METODE PEMBAYARAN JAMKES
JAWABAN:
E. REIMBURSEMENT
• Pasien membayar sendiri biaya
pengobatannya, lalu akan meminta
penggantian dari kantornya.
• Metode pembayaran yang dilakukan adalah
reimbursement.
• Kapitasi  Pembayaran BPJS di faskes primer
• Ina CBG  Pembayaran BPJS di faskes sekunder
• Fee for service  Pembayaran sesuai tagihan
RS/pkm/klinik oleh pasien
• Non kapitasi  Pembayaran BPJS di faskes
sekunder untuk terapi dan pemeriksaan yang
bersifat kontinu, seperti terapi kemo untuk
kanker atau HD
Sistem Pembayaran Kesehatan
Fee for service Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan
pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian dijumlahkan
dan ditagihkan kepada pasien
Case payment Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak
berdasarkan item
Daily charge Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan rawat
inap
Bonus payment Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global) bagi tipe
pelayanan yang diberikan
Capitation Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung jawab
dokter (tiap tahun)
Salary Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya pelayanan
yang diberikan
Reimbursement Pembayaran dilakukan oleh pasien kemudian biaya tersebut digantikan oleh
pihak ketiga (asuransi/perusahaan/dll)
Global budget Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang untuk
menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan pemanfaatan
dana secara fleksibel dalam batas tertentu
170
• Anak laki-laki, 7 tahun, berobat ke klinik dokter
umum, didiagnosis faringitis, dan diberikan
pengobatan.
• Karena anak itu terdaftar di BPJS dokter tidak
menyuruh bayar.

METODE PEMBAYARAN BPJS DI SINI…


DIAGNOSIS  METODE PEMBAYARAN BPJS
JAWABAN:
A. KAPITASI
• Anak berobat ke klinik dokter
umum yang merupakan fasilitas
layanan primer.
• Metode pembayaran untuk kasus
faringitis pada layanan primer
adalah kapitasi.
• Reimbursement  Pembayaran penggantian
biaya yang dibayarkan pasien oleh pihak
asuransi
• Ina CBG  Pembayaran BPJS di faskes sekunder
• Fee for service  Pembayaran sesuai tagihan
RS/pkm/klinik oleh pasien
• Non kapitasi  Pembayaran BPJS di faskes
sekunder untuk terapi dan pemeriksaan yang
bersifat kontinu, seperti terapi kemo untuk
kanker atau HD
Sistem Pembayaran Kesehatan
Fee for service Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan
pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian dijumlahkan
dan ditagihkan kepada pasien
Case payment Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak
berdasarkan item
Daily charge Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan rawat
inap
Bonus payment Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global) bagi tipe
pelayanan yang diberikan
Capitation Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung jawab
dokter (tiap tahun)
Salary Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya pelayanan
yang diberikan
Reimbursement Pembayaran dilakukan oleh pasien kemudian biaya tersebut digantikan oleh
pihak ketiga (asuransi/perusahaan/dll)
Global budget Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang untuk
menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan pemanfaatan
dana secara fleksibel dalam batas tertentu
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
171
• Seorang petugas cold chain sebuah puskesmas, menemukan
suhu di lemari es tempat penyimpanan vaksin hepatitis
B mencapai -5 derajat celsius pada pemeriksaan pagi. Pada
pemeriksaan sore hari sebelumnya suhu lemari es masih dalam
kisaran normal.
• Petugas kemudian melapor kepada dokter kepala puskesmas
untuk segera ditindak lanjuti.

TINDAKANNYA…
DIAGNOSIS  PENANGANAN VAKSIN
JAWABAN:
D. MELAKUKAN UJI KOCOK VAKSIN
• Vaksin disimpan seharusnya pada suhu + 2
ºC s/d + 8 ºC. Pada soal vaksin disimpan
pada suhu -5 derajat sehingga
kemungkinan vaksin beku.
• Untuk memeriksa apakah vaksin benar
beku atau tidak, perlu dialkukan uji kocok
vaksin.
• Mengembalikan vaksin ke dinas kesehatan
kabupaten  Pastikan dulu rusak/tidak
• Mengubah suhu lemari es ke kisaran normal 
Iya, tapi yang lebih penting memastikan vaksin
di dalamnya dulu
• Menyatakan vaksin sudah rusak  harus dites
dulu
• Membuang vaksin  harus dites dulu
PENYIMPANAN VAKSIN
• Vaksin hidup
– Polio oral, BCG, campak, MMR, varicella
– Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di atas itu,
vaksin akan mati.

• Vaksin mati
– DPT, Hib, PCV, tifoid, IPV
– Sebaiknya disimpan di suhu 2-8 derajat celcius. Di bawah
itu, vaksin akan rusak.

• Syarat penyimpanan: disimpan di lemari es,


transportasi dalam kontak dingin tertutup rapat,
terlindung dari sinar matahari langsung, ada indikator
suhu berupa vaccine vial monitor.
Alat Pemantau Suhu Untuk
Mengetahui Kondisi Vaksin
• Vaccine Vial Monitor (VVM)
• Termometer Muller
• Freeze Watch
• Freeze Tag
Vaccine Vial Monitor (VVM)
• Fungsinya memantau suhu vaksin selama dalam
perjalanan maupun dalam penyimpanan.

• VVM ditempelkan pada setiap vial vaksin.

• Semua vaksin dilengkapi dengan VVM, kecuali


BCG.

• Kekurangan VVM: Tidak bisa memantau suhu


paparan dingin dibawah 0 °C.
Contoh VVM Vaksin Hepatitis B Dan Interpretasinya
Termometer Muller:
Suatu alat pengukur suhu biasa
tanpa menggunakan sensor
pengukur

Freeze Watch & Freeze Tag:


• suatu alat pemantau suhu
dingin dibawah 0 °C.
• Sensor akan berubah bila
suhu di bawah 0 °C.
• Freeze watch akan
menjadi berwarna biru
bila suhu terlalu rendah.
• Freeze tag akan
menampilkan tanda x bila
suhu terlalu rendah.
Jika Vaksin Disimpan Terlalu Dingin:
UJI KOCOK VAKSIN
• Dilakukan untuk meyakinkan apakah vaksin tersangka beku masih layak
digunakan atau tidak.
• Cara melakukan uji kocok:
– Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
utamakan dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri
label ”Tersangka Beku”. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang
sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label
”Dibekukan”.
– Biarkan contoh ”Dibekukan” dan vaksin ”Tersangka Beku” sampai mencair
seluruhnya.
– Kocok contoh ”Dibekukan” dan vaksin ”Tersangka Beku” secara bersamaan.
– Amati contoh ”Dibekukan” dan vaksin ”Tersangka Beku” bersebelahan untuk
membandingkan waktu Pengendapan (umumnya 5-30 menit)
– Bila terjadi: a) Pengendapan vaksin ”Tersangka Beku” lebih lambat dari contoh
”Dibekukan”: vaksin dapat digunakan. b) Pengendapan vaksin ”Tersangka
Beku” lebih cepat dari contoh ”Dibekukan”: vaksin jangan digunakan, vaksin
sudah rusak.
Gambar : Uji kocok untuk Vaksin Vial
Penanganan Vaksin Rusak
• Vaksin yang rusak dikeluarkan dari lemari es,
kemudian dilaporkan kepada atasan petugas.
Jika sedikit dapat dimusnahkan sendiri oleh
Puskesmas, tetapi bila banyak dapat
dikumpulkan ke Dinkes Kabupaten/Kota
dengan dibuat berita acara pemusnahan.
172
• Seorang dokter ingin meneliti tentang hubungan
kepribadian dengan hipertensi. Kepribadian yang
diamati ada 4 kepribadian.
• Hipertensi dikelompokkan menjadi hipertensi
dan tidak hipertensi.

UJI HIPOTESISNYA…
DIAGNOSIS  UJI DIAGNOSTIK
JAWABAN:
E. UJI CHI SQUARE
• Pada soal, variable bebas adalah jenis
kepribadian.
• Jenis kepribadian merupakan data katergorikal
dan terbagi menjadi 4 kelompok.
• Penyakit hipertensi juga merupakan data
kategorikal yang dibagi menjadi 2 kelompok.
• Sehingga dipilihlah uji chi square sebagai uji
hipotesis yang paling tepat.
• Uji chi square berguna untuk menguji
hubungan atau pengaruh dua buah variabel
nominal dan mengukur kuatnya hubungan
antarvariabel (C= coefficient of contingency)
• Uji spearman  Pengganti uji pearson jika
distribusi data tidak normal
• Uji ANOVA one way untuk uji kategori (>2
grup) dengan numerik
• Uji T  untuk uji kategori (2 grup) dengan
numerik
• Uji regresi  Lanjutan uji pearson
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
173
• Seorang dokter yang bernama dokter Tanoto Roni
ingin melakukan penelitian pada binatang coba
mencit untuk mengetahui efektivitas ekstrak kulit
manggis terhadap penurunan kadar gula darah.
• Terdapat 6 kelompok mencit pada percobaan yang
diberikan ekstrak dengan konsentrasi berbeda.
UJI STATISTIKNYA…
DIAGNOSIS  UJI STATISTIK
JAWABAN:
C. ANOVA
• Variabel yang diteliti pada penelitian
tersebut adalah variable kategorik (ekstrak
kulit manggis) terhadap variable numerik
(penurunan kadar gula darah). Karena
terdapat lebih dari 2 kelompok variable
kategorik (6 ekstrak kulit manggis dengan
konsentrasi berbeda), uji hipotesis yang
tepat adalah uji Anova.
• Chi Square  Untuk uji variable kategorik x
kategorik
• Kruskall Walis  Pengganti uji one way anova
bila distribusi data tidak normal
• Mann whitney  Pengganti uji independent t
test
• Paired T  Uji kategorik 2 data berpasangan
dengan variable numerik
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
174
• Seorang pasien laki-laki bernama Jojon Gogon baru saja pindah
ke Surabaya. Ia dirawat di sebuah RS di Surabaya karena
serangan jantung, tetapi setelah didaftarkan ternyata BPJSnya
tidak berlaku di rumah sakit tersebut karena keanggotaan
BPJSnya dari Jakarta.
• Keluarga pasien diminta untuk mengurus masalah ini ke kantor
BPJS.

PRINSIP BPJSNYA…
DIAGNOSIS  PRINSIP BPJS
JAWABAN:
A. PORTABILITAS
• Menurut prinsip portabilitas BPJS, jaminan
kesehatan tetap berlaku meskipun pasien
berpindah domisili selama masih berada
dalam wilayah NKRI.
• Nirlaba: penggunaan hasil pengembangan dana iuran
BPJS untuk memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
seluruh peserta
• Gotong royong: kewajiban setiap peserta untuk
membayar iuran (baik sakit maupun sehat) sehingga
antar peserta menanggung beban biaya jaminan sosial
secara kebersamaan
• Dana amanat: iuran dari peserta merupakan dana
titipan dari peserta dan hanya digunakan untuk
kepentingan peserta
• Akuntabilitas: pengelolaan keuangan yang akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan
Prinsip BPJS
(UU No. 40 Thn 2004 pasal 4)
Kegotong- • prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban
biaya jaminan sosial  kewajiban setiap peserta membayar
royongan iuran sesuai dengan tingkat gaji/tingkat penghasilan.

• prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan


Nirlaba hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya dari seluruh peserta.

• prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan


Keterbukaan jelas bagi setiap peserta.

Kehati-hatian • prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip BPJS
(UU No. 40 Thn 2004 pasal 4)
• prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat
Akuntabilitas
dan dapat dipertanggungjawabkan.

• prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta


Portabilitas berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

• prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan


Kepesertaan Bersifat Wajib
sosial.

• iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta


Dana Amanat untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan
sosial.

Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial


dipergunakan seluruhnya untuk • hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk
pengembangan program dan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
sebesar besar kepentingan peserta
175
• Indonesia memiliki sistem kesehatan nasional berupa BPJS.
Dalam BPJS, Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL)
memiliki sistem pembiayaan berbeda dengan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
• Faskes tersebut berdasar pada pasal 1 PMK no. 69 tahun 2013
dan prinsip cara klinis dengan biaya yang sama/mirip.

SISTEM PEMBAYARAN…
DIAGNOSIS  SISTEM PEMBAYARAN BPJS
JAWABAN:
A. CASE BASED GROUP
• Pembiayaan BPJS pada faskes lanjutan
dilakukan berdasarkan diagnosis/kasus
yang diderita oleh pasien.
• Sistem pembiayaan tersebut disebut case
based group.
• Fee for service: sistem pembayaran di mana pasien
membayar sesuai dengan pelayanan yang ia terima.
Misalnya membayar untuk pemeriksaan dokter, lab,
dan obat
• Kapitasi: sistem pembayaran di faskes primer di mana
faskes primer menerima pembayaran dari BPJS untuk
setiap orang dalam wilayah faskes primer tersebut,
baik individu yang bersangkutan berobat ataupun tidak
• Bonus payment: Pembayaran langsung sejumlah yang
disepakati (biasanya global) bagi tipe pelayanan yang
diberikan
• Per die/daily charge: Pembayaran langsung dengan
jumlah tetap per hari bagi pelayanan rawat inap
Sistem Pembayaran Kesehatan (WHO)
Fee for service Pembayaran per item pelayanan (pemeriksaan, terapi, pelayanan
pengobatan/tindakan diidentifikasi satu persatu) kemudian
dijumlahkan dan ditagihkan kepada pasien
Case payment Pembayaran bagi paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak
berdasarkan item
Daily charge Pembayaran langsung dengan jumlah tetap per hari bagi pelayanan
rawat inap
Bonus payment Pembayaran langsung sejumlah yang disepakati (biasanya global)
bagi tipe pelayanan yang diberikan
Capitation Pembayaran berdasarkan jumlah orang yang menjadi tanggung
jawab dokter (tiap tahun)
Salary Pendapatan per tahun tidak berdasarkan beban kerja atau biaya
pelayanan yang diberikan
Global budget Seluruh anggaran pelaksanaan ditetapkan di awal yang dirancang
untuk menyediakan pengeluaran tertinggi, tetapi memungkinkan
pemanfaatan dana secara fleksibel dalam batas tertentu
PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tarif Kapitasi
• Tarif Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf a diberlakukan pada FKTP yang melakukan
pelayanan:
a. administrasi pelayanan;
b. promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif;
e. obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pratama.
Tarif Non Kapitasi
• Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di
luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
a. pelayanan ambulans
b. pelayanan obat program rujuk balik;
c. pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
d. pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk
pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
e. rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
f. jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh
bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya; dan
g. pelayanan Keluarga Berencana di FKTP
Penyakit yang Termasuk dalam
Program Rujuk Balik

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/4238e7d5f66ccef4ccd89883c46fcebc.pdf
Pembayaran BPJS di Faskes
Sekunder & Tersier (Rumah Sakit)
• Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan
yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan prosedur.

• Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk


beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu
kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis,
CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim
dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016


176
• Seorang kepala daerah di kabupaten X baru terpilih lewat
pilkada. Kepala kabupaten tersebut merupakan calon
independen yang sebelumnya merupakan pegawai swasta.
• Setelah menjadi kepala daerah kabupaten ia
mendapatlan fasilitas kesehatan yang dipotong lewat
gajinya.

YANG MEMBAYAR IURAN KESEHATAN BELIAU…


DIAGNOSIS  BPJS
JAWABAN:
C. PEMERINTAHAN KABUPATEN
• Kepala daerah adalah pejabat negara yang
termasuk pekerja penerima upah, sehingga
iuran BPJS dibayar dari upah yang diterima,
yaitu berasal dari pemerintah daerah
(APBD)
• Dalam soal ini disebutkan bahwa yang
terpilih adalah bupati, sehingga
pembayaran BPJS, berasal dari APBD
pemerintah kabupaten
• Pemerintahan pusat  untuk iuran
DPR/Presiden Menteri/Makhamah
• Pemerintahan provinsi  Untuk iuran
Gubernur/ DPRD
• Dinas Kesehatan  Dinkes tidak dibiayai
melainkan dibiayai BPJSnya oleh APBN
• Dibayarkan secara mandiri oleh dirinya
sendiri  Kalau peserta mandiri
KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
Peserta BPJS (1)
• Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): Fakir
miskin dan orang tidak mampu, penetapan peserta sesuai
ketentuan perundang-undangan
• Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non
PBI) terdiri dari
– Pekerja Penerima Upah dan anggota keluaraganya
• Pegawai Negeri Sipil
• Anggota TNI
• Anggota Polri
• Pejabat Negara
• Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri
• Pegawai Swasta
• Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima upah
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
Peserta BPJS (2)
• Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan
• Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a. Investor
b. Pemberi kerja
c. Penerima Pensiun, terdiri dari
• Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
• Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pension
• Pejabat negara yang berhenti dengan hak pension
• Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pension yang mendapat hak
pension
• Penerima pension lain
• Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pension lain yang mendapat hak
pensiun

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
177
• Pada sebuah penelitian terhadap suatu penyakit didapatkan 40 responden.
Sebanyak 22 pasien dirujuk untuk dilakukan pembedahan sebagai terapi
utama. 18 pasien dilakukan terapi farmakologis sebagai terapi utama.
• Ternyata hasil terapi kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa
pembedahan sedikit lebih baik daripada farmakologis.
• Selain itu, yang mendapatkan terapi pembedahan usia pasiennya lebih muda
daripada yang mendapat terapi farmakologis.

BIAS TERJADI DI SINI…


DIAGNOSIS  BIAS PENELITIAN
JAWABAN:
C. SELECTION BIAS
• Pada soal dikatakan yang terapi
pembedahan usia pasiennya lebih muda
daripada yang mendapat terapi
farmakologis. Sehingga meningkatkan
keberhasilan terapi pada kelompok bedah
• Bias subjek seperti ini dinamakan selection
bias
• Observer bias  Bias pengamat, yang
mengamati kedua grup berbeda
• Measurement bias  Bias pengukur, alat yang
dipakai untuk mengukur kedua grup beda
• Loss to Follow Up bias  Bias dropout dimana
subjek penelitian hilang lebih dari 10% total
subjek
• Ascertainment bias  Bias dimana tidak
dilakukan blinding penelitian
Bias Penelitian
• Definisi: keselahan sistematis dalam metode pemilihan
subjek, pengumpulan data, pelaksanaan penelitian,
atau analisis penelitian yang menyebabkan kesalahan
taksiran efek paparan dan risiko mengalami penyakit,
atau efek intervensi terhadap variabel hasil.

• Macam-macam bias penelitian:


– Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek penelitian
– Bias pengukuran
• Secara umum
• Pada uji klinis
Apa Saja Bias dalam Penelitian
Kedokteran?
• Ada puluhan macam bias dalam penelitian kedokteran,
namun secara umum, bias dibagi menjadi 3 jenis:
– Selection bias (bias seleksi): Bias yang berhubungan
dengan seleksi subyek penelitian sehingga sampel tidak
representatif
– Information/misclassification/measurement bias (bias
informasi/pengukuran): kesalahan dalam pengukuran
paparan
• Secara umum
• Pada uji klinis
– Confounding factor (faktor perancu): distorsi/
penyimpangan hubungan antara paparan-penyakit oleh
faktor lain (confounder/perancu)
Bias yang berhubungan dengan seleksi
subyek
• Bias prevalens/insidens (Neyman’s bias)
– insidens dan prevalens suatu penyakit sangat jauh berbeda sehingga yang diteliti tidak
sesuai dengan kenyataan di populasi.
– Terjadi apabila subyek penelitian mencakup pasien dengan penyakit dengan mortalitas
tinggi pada fase awal, dan angka kematiannya menurun dengan perjalanan waktu, atau
– Pasien yang onset penyakit atau kelainan faktor risikonya sulit dideteksi.
– Contoh: studi tentang penyakit jantung bawaan, kemungkinan melibatkan pasien
dengan kelainan berat seperti TGA yang mortalitasnya tinggi dalam bulan-bulan pertama
kehidupan. Jika penelitian mencakup subjek yang usianya lebih dari 1 tahun,
kemungkinan pasien dengan PJB berat tidak mempunyai kesempatan untuk dipilih
sebagai subjek.
– Contoh lainnyanya,penelitian untuk meneliti efektivitas obat A terhadap kanker paru.
Dalam kenyataan, kebanyakan pasien baru terdiagnosis kanker paru saat stadium IV
sehingga cepat meninggal dan tidak dapat menjadi subyek penelitian. Sehingga
mayoritas yang menjadi subyek penelitian adalah pasien kanker paru stadium awal, dan
memiliki respon baik terhadap obat A. kesimpulan penelitian tersebut sulit untuk
diterapkan di populasi, karena insidens kanker paru lebih tinggi pada stadium IV
sebenarnya tetapi pasiennya tidak bertahan hidup lama (prevalensnya rendah).
– Cara untuk mengurangi bias: melakukan studi insidensi, jadi hanya pasien baru saja yang
diikutkan. Dalam penelitian tentang PJB, subjek penelitian direkrut sejak lahir.
Bias yang berhubungan dengan seleksi
subyek
• Admission rate/referral bias (Berkson’s fallacy)
– Terjadi pada studi (terutama case control) yang menggunakan subjek
yang dirawat di rumah sakit  mempengaruhi kesetaraan antar
kelompok subjek yang diteliti (kasus dan kontrol) karena perbedaan
indikasi rawat.
– Hal ini terjadi karena adanya kombinasi eksposure dan outcome pada
subyek meningkatkan kemungkinan hospital admission yang lebih
tinggi, sehingga rate eksposure pada kasus akan lebih tinggi
dibandingkan pada kontrol
– Contoh: studi tentang penyakit gagal jantung dengan infeksi
pneumonia dengan subjek dari rumah sakit. Orang dengan penyakit
gagal jantung DAN pnemonia memiliki kemungkinan masuk rawat
inap di RS yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan org yg gagal
jantung TANPA pneumonia, orang yang pneumonia TANPA gagal
jantung, ataupun orang yang TIDAK gagal jantung DAN TIDAK
pneumonia  hasilnya seakan-akan gagal jantung berhubungan
dengan pneumonia, padahal tidak.
– Cara mengurangi bias: menghimpun kelompok (subjek sehat, subjek
dengan penyakit ringan, sedang, berat). Kelompok kontrol yang lebih
dari satu juga dapat mengurangi bias ini.
Bias yang berhubungan dengan seleksi
subyek
• Bias non-respons atau bias relawan
– Terjadi bila subjek yang terpilih sebagai sampel menolak ikut penelitian, atau
bila studi memperbolehkan relawan.
– Contoh: dalam studi obat anti alergi, pasien dengan kelainan ringan, atau
berat namun responsif terhadap obat yang ada akan merasa tidak perlu ikut
serta dalam penelitian, sementara pasien dengan penyakit berat yang non
responsif terhadap obat yang ada akan bersedia menjadi relawan.

• Membership bias
– Bila pada kelompok studi terdapat satu atau lebih hal yang berhubungan
dengan efek, sedangkan pada kelompok kontrol tidak.
– Contoh: studi tentang efek rokok terhadap kanker  tidak mungkin dibuat uji
klinis, maka beberapa ahli menduga mungkin bukan hanya rokoknya yang
berbahaya, namun juga faktor lain yang terdapat pada perokok yang tidak bisa
disingkirkan.

• Procedure selection bias


– Bila pemilihan subjek berdasarkan pada karakteristik tertentu yang membuat
kedua kelompok menjadi tidak seimbang.
– Contoh: uji klinis efektivitas obat dibandingkan plasebo, apabila tidak
dilakukan randomisasi, peneliti akan cenderung memberikan obat pada subjek
yang sakit
178
• Seorang dokter ingin melakukan penelitian berbentuk randomized
controlled trial. Ia ingin membandingkan efek pemberian probiotik pada
ibu hamil dan kelompok yang tidak diberi probiotik.
• Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu ibu hamil yang diberi
probiotik dan ibu hamil yang diberi placebo.
• Pada saat anak dari subjek sudah berumur 3 bulan, dokter tersebut
mengukur kadar Th 2 pada anak dari kedua kelompok penelitian.

ANALISIS STATISTIKNYA…
DIAGNOSIS  ANALISA STATISTIK
JAWABAN:
B. INDEPENDENT T TEST
• Peneliti melakukan penelitian yang
menghubungkan data kategorik (diberi
probiotik dan diberi placebo) terhadap data
numerik (kadar Th2), maka uji statistic yang
digunakan adalah uji T.
• Kelompok yang diteliti merupakan
kelompok yang berbeda dan tidak
disebutkan perlakuan matching subjek
penelitian, sehingga uji T yang digunakan
adalah uji T tidak
berpasangan/independent.
– Paired t test  kategorik (2 subjek
berpasangan) x numerik
– ANOVA  Jika terdapat > 2 kategori
– Pearson correlation  uji numerik x numerik
– Chi square  Uji kategorik x kategorik
Langkah Menentukan Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
179
• Seorang laki-laki mengalami kecelakaan lalu
lintas. Ia ingin mengklaim BPJS.
• Ternyata BPJS hanya membayar selisih dari
pengobatan yang telah dibayarkan jasa jaminan
kecelakaan lalu lintas.

PEMBAYARANNYA…
DIAGNOSIS  PEMBAYARAN BPJS
JAWABAN:
C. COORDINATION OF BENEFIT
• Berdasarkan keterangan pada soal,
pembiayaan pasien dengan melibatkan 2
atau lebih perusahaan asuransi (BPJS dan
Asuransi Jasa Jaminan Kecelakaan) demi
manfaat asuransi kesehatan yang sama
disebut sebagai Coordination of benefit.
• Cost sharing  Ketentuan polis yang membutuhkan pemegang
asuransi untuk membayar, melalui deductible dan co-insurance
sebagian pengeluaran asuransi kesehatan mereka.
– Deductible  Jumlah pengeluaran yang tercakup yang harus diajukan &
dibayarkan oleh pemegang asuransi sebelum manfaat bisa diperoleh.
– Co-insurance  Perjanjian antara perusahaan asuransi dg pemegang
asuransi untuk menanggung persentase tertentu, kerugian yang
ditanggung setelah deductible dibayar (biasanya berupa persentase)
• Capitation  besaran pembayaran perbulan yang dibayar di muka
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan
jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
• Istilah Uncoverage service tidak lazim dipakai dalam istilah
pembiayaan asuransi.
Pembiayaan Asuransi
• Contoh pembiayaan cost sharing yang lazim pada
asuransi:
– Deductible  Jumlah pengeluaran yang tercakup yang harus
diajukan & dibayarkan oleh pemegang asuransi sebelum
manfaat bisa diperoleh.
• Contoh: Klaim pelayanan kesehatan 1 juta, pasien harus membayar
biaya deductible sebesar 50.000 dahulu kepada pihak asuransi
sebelum ditanggung biayanya.
– Co-insurance  Perjanjian antara perusahaan asuransi dg
pemegang asuransi untuk menanggung persentase tertentu,
kerugian yang ditanggung setelah deductible dibayar
(biasanya berupa persentase)
• Contoh: Klaim pelayanan kesehatan 1 juta, biaya deductible 50.000,
dan perjanjian dengan pihak asuransi hanya dapat menanggung 70%
(700.000) dari biaya deductible yang dikeluarkan pasien.
Thabrany, Hasbullah. Asuransi kesehatan di Indonesia. Pusat kajian ekonomiKesehatan. FKMUI. 2001.
180
• Seorang wanita muda berusia 20 tahunan, tidak dikenal
ditemukan meninggal tergantung di kamarnya.
• Dari keterangan sementara para penghuni kosan, korban
dikenal sebagai orang yang tertutup, tidak pernah bergaul
ataupun memperkenalkan diri ketika datang 2 minggu lalu.
• Polisi menduga kasus ini disebabkan oleh pembunuhan.
Menurut pemeriksaan, korban digantung setelah meninggal.

HASIL YANG MENDUKUNG…


DIAGNOSIS  ASFIKSIA
JAWABAN:
B. TAK ADA RESAPAN DARAH DI KULIT LEHER
• Jika korban meninggal karena digantung, maka akan
timbul tanda kematian akibat asfiksia, berupa:
– Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku
– Lebam mayat yang gelap dan luas
– Perbendungan pada bola mata
– Busa halus pada lubang hidung, mulut, saluran
pernapasan, dan perbendungan pada alat-alat dalam
– Bintik perdarahan (Tardieu’s spot) pada konjungtiva
bulbi, mukosa usus halus, epikardium, subpleura
visceralis
– Perbendungan sistemik
• Tanda intravitalitas dari hanging adalah adanya
resapan darah di kulit leher.
• Terdapat bintik-bintik di mata
• Terdapat bendungan (kongesti) organ-organ
• Terdapat biru-biru di ujung jari

Pilihan lain ini merupakan tanda asfiksia yang


menyatakan bahwa korban mungkin meninggal
digantung

Apabila tidak ditemukan, maka akan mendukung


pernyataan korban digantung setelah meninggal.
Biru-biru di punggung bisa saja merupakan tanda
kekerasan sehingga tidak dipilih opsi E.
ASFIKSIA
• Definisi:
kondisi yang disebabkan adanya hambatan respirasi
atau kurangnya oksigen pada udara yang dihirup,
sehingga organ dan jaringan mengalami deprivasi
oksigen (disertai gangguan eliminasi karbon
dioksida)  pingsan atau kematian.
ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS
POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS
POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
181
• Anak, 17 tahun, dibawa oleh orang tuanya
karena tertawa berlebihan dan terlihat sangat
bahagia sebelumnya terlihat murung dan
mengurung diri dikamar.
• Saat akan diperiksa dokter pasien menolak.

YANG DILAKUKAN DOKTER…


DIAGNOSIS  INFORMED CONSENT
JAWABAN:
A. MEMINTA PERSETUJUAN ORTU SEBELUM MEMERIKSA
• Pasien adalah seorang anak berusia < 21
tahun, dan tidak disebutkan status
pernikahan sehingga dianggap belum
menikah.
• Pada kondisi tersebut, hak-hak pasien
dipegang oleh orang tuanya.
• Merujuk ke rumah sakit  Belum jelas apakah
pasien perlu dirawat atau tidak
• Merujuk ke spesialis jiwa  Sama belum jelas
apa penyakit pasien
• Meminta pendapat bapak pasien  Bapak
pasien sudah datang membawa anak untuk
diperiksa
• Menolak untuk memeriksa pasien  Tidak bisa
karena anak usia 17 tahun belum bisa
memberikan inform consent
INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
– Saudara kandung
182
Dokter IGD sedang menangani pasien post KLL dengan
diagnosis fraktur antebrachii. Tanda vital stabil.
Kemudian datang pasien hamil dengan diagnosis
eklampsi, namun dokter IGD tersebut tetap
menangani pasien KLL sehingga ibu hamil dengan
eklampsi meninggal.
KAIDAH BIOETIK YANG DILANGGAR…
DIAGNOSIS  KAIDAH BIOETIK
JAWABAN:
A. NON MALEFICIENCE
• Pada kasus, dokter IGD tidak
mengutamakan pasien eklamsia yang
kondisinya lebih gawat darurat hingga
akhirnya pasien tersebut meninggal dunia.
• Hal tersebut berlawanan dengan prinsip
non maleficence.
• Jika prinsip diterapkan, seharusnya dokter
menangani pasien yang lebih gawat terlebih
dahulu.
• Beneficience  Yang terbaik bagi pasien, tapi
bukan dalam konteks life saving
• Veracity  Turunan autonomy, yaitu memberi
informasi yang jelas kepada pasien hingga
mengerti
• Autonomy  mengutamakan keinginan pasien
• Justice  Semua pasien sama tanpa
memandang status sosial
KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
183
• Ny. Mulan Kwok Kong, seorang perempuan, 30 tahun,
datang ke dokter dengan keluhan sakit perut. Pasien minta
dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam /bedah.
• Tapi dokter merujuk pasien ke psikiatri, karena dari hasil
pemeriksaan tidak didapatkan kelainan. Dokter menduga
kelainan tersebut diakibatkan psikologis.

KAIDAH BIOETIKNYA…
DIAGNOSIS  KAIDAH BIOETIK
JAWABAN:
A. BENEFICIENCE
• Dokter merujuk pasien ke psikiatri sesuai
dengan pertimbangan hal yang terbaik
untuk pasien. Hal ini sesuai dengan prinsip
beneficence yang mementingkan kebaikan
untuk orang lain, dalam hal ini ialah
pasien.
• Jika dokter menerapkan prinsip autonomy,
dokter akan mengikuti keinginan pasien
untuk dirujuk ke spesialis penyakit dalam
atau bedah.
• Non- maleficence  Tidak membahayakan
pasien dan tidak membiarkan pasien meninggal
• Justice  Semua pasien statusnya sama di
pandangan dokter
• Autonomy  mengutamakan kepentingan
pasien
• Profesional  Bukan kaidah dasar moral
KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
184
• Tn. Lampard, 35 tahun, dibawa ke IGD karena mengalami
KLL dan kehilangan banyak darah sehingga harus dilakukan
transfusi darah.
• Tetapi keluarga pasien menolak karena alasan
bertentangan dengan aliran kepercayaan agama.
• Dokter tetap ingin melakukan tindakan transfusi agar
pasien selamat.

DILEMA BIOETIKNYA…
DIAGNOSIS  PRIMA FACIE
JAWABAN:
B. NON MALEFICENCE - AUTONOMY
• Pada kasus, terdapat dilemma etik karena
dokter ingin melakukan tindakan
penyelamatan nyawa pasien, sementara
pasien menggunakan haknya untuk menolak
tindakan tersebut.
• Penyelamatan nyawa pasien termasuk dalam
kaidah non-maleficence, sementara
menghormati hak pasien merupakan prinsip
autonomy.
 dilemma yang terjadi yaitu antara prinsip non
maleficence dan autonomy
• Beneficience  mengutamakan yang terbaik
bagi pasien
• Justice  Semua pasien statusnya sama di
pandangan dokter
• Profesional  Bukan kaidah dasar moral
KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
185
• Seorang pasien yang merupakan supir truk perusahaan Fedex dibawa oleh
atasannya ke dokter perusahaan karena nyeri kepala kronis.
• Setelah di CT Scan dokter mendiagnosis pasien dengan Astrocytoma.
• Pasien meminta dokter merahasiakan ini karena pasien masih ingin bekerja.
• Kemudian dokter memberitahukan pada atasan jika pasien saat ini tidak fit
untuk melakukan pekerjaan dan membutuhkan penatalaksanaan lebih lanjut
sehingga ia diberhentikan, akibatnya pasien marah.

SIKAP DOKTER TERSEBUT…


DIAGNOSIS  RAHASIA MEDIS
JAWABAN:
A. SDH TEPAT MENYAMPAIKAN KETIDAKLAYAKAN KERJA
PS KRN DPT MEMBAHAYAKAN DLM PEKERJAAN &
KESELAMATAN PS + ORANG LAIN
• Pada soal didapatkan pasien dengan astrocytoma
(tumor otak) yang beresiko mengalami kejang dan
nyeri kepala, double vision hingga penurunan
kesadaran yang seharusnya tidak layak untuk
menyetir
• Dokter perusahaan wajib memberitahukan
kelayakan kerja pasien kepada pihak yang
berkepentingan, dalam hal ini adalah atasannya
tanpa perlu memberitahukan diagnosis atau hasil
pemeriksaan (kecuali atas izin pasien) karena
merupakan rahasia medis.
• Tidak tepat karena dokter harus meminta persetujuan
pasien terlebih dahulu
• Harusnya melaporkan pasien ke polisi karena
membahayakan kepentingan umum
• Tetap merahasiakan dan membiarkan pasien bekerja
karena sudah kewajiban dokter
• Membiarkan saja karena bila terjadi kecelakaan itu
salah pasien bukan salah dokter

 Pilihan jawaban lain kurang tepat


Astrocytoma

• Merupakan malignansi dari astrosit otak yang menyebabkan tumor


intracerebral dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
Etika Kesehatan Kerja
• Ketentuan etika bagi dokter perusahaan:
– Dokter perusahaan adalah profesi mandiri yang menjadi penasihat
perusahaan
– Rekam medis harus dirahasiakan oleh petugas kesehatan dan pasien
perorangan
– Rekam medis harus disimpan secara aman dan terkunci di klinik
perusahaan
– Sertifikat layak kerja atau tidak layak kerja yang diterbitkan untuk
manajemen tidak boleh mengandung rincian pemeriksaan medis, kecuali
terdapat persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan
– Hasil uji monitoring biologi harus dijelaskan kepada pekerja secara
perseorangan, namun hasil pemeriksaan secara kelompok boleh diberikan
pada manajemen dan serikat pekerja, tanpa nama pekerja yang
bersangkutan
– Tanggung jawab dokter kepada pekerja yang terpajan bahaya lebih tinggi
daripada perhatian manajemen mengenai kepentingan komersial
– Penelitian yang dilakukan harus atas persetujuan pekerja secara
perseorangan, tidak bisa berdasarkan persetujuan manajemen atau serikat
pekerja

Harrington JM, Gill FS. Kesehatan Kerja. Edisi 3. 2005.


186
• Seorang dokter sedang bertugas di IGD RS menerima pasien yang harus
dilakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawanya. Pasien datang
dalam keadaan tidak sadar dan tidak memiliki identitas apapun untuk
mengenali dirinya dan menghubungi keluarga.
• Pasien diantar oleh masyarakat yang kebetulan menemukan pasien
sudah dalam keadaan tidak sadar.
• Dokter ingin melakukan tindakan medis sesuai kompetensinya namun
terkendala persetujuan tindakan kepada pihak yang berwenang.

TINDAKAN YANG DILAKUKAN DOKTER…


DIAGNOSIS  PRESUMED CONSENT
JAWABAN:
A. TETAP MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS
• Segala tindakan medis harus dilakukan
berdasarkan persetujuan pasien atau
keluarganya apabila pasien tidak mampu
memberikan persetujuan.
• Namun terdapat pengecualian dalam
kondisi gawat darurat, dokter
diperbolehkan untuk melakukan tindakan
penyelamatan nyawa
• Menunggu keluarga pasien datang  Tidak
sempat
• Menunggu pasien sadar  Tidak
memungkinkan
• Meminta persetujuan kepada masyarakat yg
mengantar  Tidak memiliki wewenang
• Melapor ke pihak polisi  Polisi juga tidak bisa
memberikan inform consent
TANGGUNG JAWAB DOKTER
PADA KASUS KEGAWATDARURATAN

KODEKI 2012
• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily
assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes /
PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat
dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus
dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan (
Ayat 2 ).

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi


sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran
adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter
harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
187
• Seorang laki-laki usia 30 tahun ditemukan di
tempat dalam keadaan meninggal.
• Pada leher didapatkan lingkaran melingkari leher
namun tidak komplit. Tidak ada memar di bagian
tubuh lain.
CARA KEMATIANNYA…
DIAGNOSIS  ASFIKSIA
JAWABAN:
B. GANTUNG DIRI
• Korban ditemukan pada kondisi meninggal
dengan jejas melingkari leher  meninggal
karena jeratan atau penggantungan.
• Jejas melingkar namun tidak komplit 
kemungkinan akibat penggantungan.
(sebab kematian)
• Tidak adanya tanda kekerasan fisik lainnya
menunjukkan kemungkinan korban bunuh
diri. Yang merupakan cara kematian
• Mekanisme kematian: asfiksia
• Penjeratan  Sebab kematian lebih ke arah
gantung diri karena tidak ada tanda perlawanan
• Pembunuhan  Kemungkinan bukan karena
tidak ada tanda perlawanan
• Pembekapan  Tidak ada bekasnya harusnya
apabila menggunakan bantal
• Keracunan  Perlu pemeriksaan toksikologi
untuk membuktikan
PENGGANTUNGAN (HANGING)
• Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat
yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau
sebagian.

• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan


sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada
leher. Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi
hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi
akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.
Tipe Penggantungan
• Suicidal hanging (gantung diri)
– Paling banyak ditemui
– Korban bunuh diri
• Accidental hanging
– Lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun.
Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan
dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang
tua.
– Pada orang dewasa, bisa terjadi akibat pelampiasan nafsu seksual yang
menyimpang.
• Homicidal hanging
– Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.
– Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya
lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban
sedang tidur.
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
188
• Seorang dokter yang baru saja mengetahui dari
pengumuman online jika dirinya lulus UKMPPD ketika ia
sedang berada di daerah asalnya di kampung.
• Selama beberapa minggu ke belakang ketika berada di
kampung, dokter tersebut tersebut mulai mendapatkan
kunjungan warga setempat yang ingin berobat.

LANGKAH DOKTER…
DIAGNOSIS  STR SIP SERKOM
JAWABAN:
B. MENGURUS SERTIFIKAT KOMPETENSI
• Pada soal disebutkan dokter tersebut baru
saja menerima pengumuman lulus
UKMPPD, maka langkah selanjutnya ialah
mengurus sertifikat kompetensi untuk
kemudian menjadi salah satu syarat
mengitkuti internship
• Mengurus Surat Ijin Praktek (SIP)  Setelah
memiliki STR
• Mengurus Surat Penugasan (SP)  Untuk
program penugasan khusus seperti PTT
• Mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) 
Setelah selesai internship
• Mengurus Surat Ijin Gangguan Usaha (HO) 
Biasa bagi perusahaan untuk meminta dana
bantuan pada kondisi krisis ekonomi
Serkom, SIP, STR
• Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kemampuan seorang dokter untuk menjalankan praktek
kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi,
dikeluarkan oleh Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia
(KDDKI).
• Surat Tanda Registrasi adalah surat yang dikeluarkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai tanda bahwa seorang dokter
tercatat secara resmi telah memiliki sertifikat kompetensi dan
diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
• Surat Izin Praktek: surat ziin untuk praktek di tempat tertentu
yang dikeluarkan oleh pemda setempat. Sesuai UU Praktik
Kedokteran tahun 2004, setiap dokter hanya diperbolehkan
praktik di 3 tempat.
• Untuk praktik di suatu tempat, seorang dokter
harus memiliki SIP.
• Untuk bisa memproses SIP, setiap tenaga
kesehatan wajib memiliki STR.
• Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan
harus memiliki ijazah dan sertifikat
kompetensi.
Urutan Pengurusan

Lulus STR SIP

Ijazah Serkom
189
• Seorang perempuan datang untuk melakukan
aborsi.
• Dia depresi karena hamil hasil dari pemerkosaan.

ABORSI BOLEH DILAKUKAN SAAT…


DIAGNOSIS  ABORTUS PROVOKATUS
JAWABAN:
A.DALAM 6 MINGGU SEJAK HPHT
• Sebetulnya, untuk menentukan tindakan
abortus harus dilakukan berdasarkan
keputusan tim kelayakan aborsi.
• Kemungkinan pada soal tersebut, tindakan
abortus diperbolehkan karena terdapat
trauma psikologis pada korban akibat
kehamilan dari suatu perkosaan.
• Menurut undang-undang, usia kehamilan yang
diperbolehkan untuk dilakukan aborsi adalah
hingga usia kehamilan 6 minggu berdasarkan
HPHT.
ABORTUS PROVOKATUS
• Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
– Abortus spontan
– Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Indikasi Medis Abortus Provocatus
• Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai
dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal
(missed abortion).
• Mola Hidatidosa
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
• Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau
jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk
penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
• Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
• Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan
jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia
gravidarum yang berat.
• Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
• Epilepsi yang luas dan berat.
• Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum.
• Trauma psikologis pada korban perkosaan.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:


– indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
– kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.

3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 76
• Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan :
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri
Tim Kelayakan Aborsi
Tim
Kelayakan
Aborsi

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
TAHUN 2016
190
• Seorang wanita datang ke praktek dokter dengan keluhan perdarahan
dari jalan lahir. Kemudian dokter merujuk pasien ke rumah sakit yang
tidak jauh dari tempat prakteknya tersebut. Tetapi pasien menolak
untuk dirujuk karena pasien merasa dokter yang tau penyakitnya dan
bisa menyembuhkannya karena pasien telah berobat dengan dokter
tersebut sejak kecil. Dokter menghargai pilihan pasien tersebut. Apa
yang menjadi profesionalisme dokter?

ASAS PROFESIONALISME DOKTER…


DIAGNOSIS  PROFESIONALISME DOKTER
JAWABAN:
B. RESPECT
• Salah satu aspek profesionalisme dokter,
yaitu respect for others, berarti menghargai
dan menghormati otonomi,pilihan, harkat
dan martabat seseorang. Dokter
menyarankan pasien untuk dirujuk namun
pasien menolak dan disebutkan bahwa
dokter menghargai pilihan pasien tersebut,
hal ini menunjukkan aspek profesionalisme
respect for others.
• Honour  Menjunjung tinggi profesionalisme
dokter dan tidak menyimpan
• Alturism  Mengutamakan kepentingan orang
lain
• Excellent  Belajar seumur hidup
• Responsibility  Menghargai harkat dan
martabat seseorang
Profesionalisme Dokter
• Alturisme : Kepentingan orang lain dari kepentingan
sendiri
• Accountability: Bersedia mempertanggung jawabkan
berbagai kegiatan profesionalismenya kepada orang
lain atau publik; Selalu mengembangkan ilmu
pengetahuan dg prinsip-prinsip dasar etika.
• Excellence: Berkomitmen untuk belajar seumur hidup
sesuai dg profesinya sebagai dokter, dimulai sejak hari
pertama masuk pendidikan sbg mhs Fakultas
kedokteran.
• Duty: Membuktikan komitmennya sbg dokter
mengutamakan kesehatan pasien atau komunitasnya,
bahkan tanpa memandang mereka mampu membayar
atau tidak.
Profesionalisme Dokter
• Honor & integrity: Ditunjukkan melalui perilaku dg standar
tertinggi, tidak melakukan penyimpangan penyimpangan-
penyimpangan personal maupun profesional dan ini
merupakan esensi humaniora,terutama pd klien,pasien, mhs,
subjek penelitian, teman sejawat dan bahkan komunitas yg
lebih luas.
• Respect for others: Berarti menghargai dan menghormati
otonomi,pilihan, harkat dan martabat seseorang.
• Personal commitment: Dapat ditunjukkan dg belajar
sepanjang hayat, melaksanakan tugas tanggung jawabnya dg
kualitas tertinggi thdp majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi yg sangat cepat berkembang, sbg seorang scientist
ILMU THT-KL
191
• Pria, 20 tahun, nyeri menelan 3 hari yang lalu,
terdapat demam, nyeri saat membuka mulut,
nafas bau, suara sengau. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan trismus 2 cm, tonsil kanan T2, kiri
T4, uvula edema, terdorong ke kanan.

PENYEBAB TRISMUS…
DIAGNOSIS  ABSES PERITONSIL
JAWABAN:
E. IRITASI M. PTERIGOID INTERNA
• Gejala pada pasien ini (nyeri
tenggorokan,demam, suara sangau, uvula
terdorong, trismus) mengarahkan pada
adanya abses peritonsil.
• Tonsil yang tidak ditangani dengan baik,
maka akan menyebabkan penyebaran
infeksi pada jaringan sekitar. Hal ini dapat
berakhir pada iritasi pada muskulus
ptrygoid dan menyebabkan trismus.
• Jawaban: E. Iritasi m. Pterigoid interna
• Pembesaran KGB, uvula, tonsil dan iritasi nervus
kranialis tidak menyebabkan trismus
Tonsillitis
• Acute tonsillitis:
– Viral: similar with acute rhinitis +
sore throat
– Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
• Detritus → follicular tonsillitits
• Detritus coalesce → lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin

• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar  widened
crypt, filled by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsillitis
• Komplikasi tonsillitis akut:
 Pada anak sering menimbulkan otitis media
akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat),
abses parafaring, bonkitis, glomerulonefritis
akut, miokarditis, artritis serta septikemia.
 Hipertrofi tonsil menyebabkan pasien bernapas
lewat mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur
karena obstructive sleep apnea.
• Komplikasi tonsilitis kronik:
 Komplikasi ke daerah sekitar, berupa rhinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara
perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen & limfogen: endokiarditis, artritis,
miositis, nefritis, uveitis, dermatitis, urtikaria.
 Abses peritonsillar, parafaring, retrofaring

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Abses Peritonsil (Quinsy)
Abses Peritonsilar
Tonsilitis yang tidak diobati dengan adekuat  penyebaran infeksi  pembentukan pus di peritonsil

Gejala dan Tanda


Nyeri hebat + penjalaran ke sisi telinga yang sama (otalgia)
Odinofagia & disfagia  drooling
Iritasi pada m. pterifoid interna  trismus
Uvula bengkak  terdorong kesisi kontralateral

Terapi
Aspirasi jarum  bila pus (-)  selulitis  antibiotik.
Bila pus (+)  abses
Bila pus ada pada aspirasi jarum  disedot sebanyak mungkin
Infiltrat Peritonsil Abses Peritonsil
Waktu (setelah tonsilitis akut) 1-3 hari 4-5 hari
Trismus Biasanya kurang/tidak ada Ada

• Untuk memastikan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan di


tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil).
 Jika pus (+): abses
 Jika pus (-): infiltrate

Terapi Abses Peritonsil


Stadium Infiltrasi Stadium Abses
• Antibiotika dosis tinggi penisilin • Antibiotik
600.000-1.200.000 unit atau • Bila telah terbentuk abses, dapat
ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 dilakukan needle aspiration atau insisi
mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 drainase.
mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg). • Kemudian dianjurkan operasi
• Obat simtomatik . tonsilektomi , paling baik 2-3 minggu
• Kumur-kumur dengan air hangat dan sesudah drainase abses.
kompres dingin pada leher.
Komplikasi Abses Peritonsil
• Abses pecah spontan
– Menyebabkan Perdarahan, aspirasi, piemia
• Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring
– Terjadilah abses parafaring
– Dapat berlanjut ke mediastinummediastinitis
• Bila terjadi penjalaran ke intracranial
– Trombus sinus kavernosus
– Meningitis
– Abses otak
192
• Seorang anak usia 8 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan
keluar cairan dari kedua telinga. Pasien sering dikorek
kupingnya dan senang berenang. Pasien mengeluh nyeri pada
saat membuka mulut dan mengunyah. Pada pemeriksaan
otoskopi ditemukan sekret pada liang telinga yang hiperemis,
membrana timpani dalam batas normal.

MEKANISME PENYAKIT…
DIAGNOSIS  OTITIS EKSTERNA DIFUS
JAWABAN:
C. MASERASI AKIBAT BERENANG
• Pasien ini mengalami otitis eksterna difusa
karena terdapat nyeri pada telinga saat
mengunyah, liang telinga merah dan MT dalam
batas normal
• Pada otitis eksterna difusa, dapat keluar
secret.
• Mekaniseme yang terjadi adalah Air yang
masuk ke telinga saat berenang menyebabkan
lembab dan maserasi sehingga mudah
terinfeksi. Terkait faktor risiko tersebut, otitis
eksterna difus disebut juga dengan swimmer’s
ear.
• Jawaban: C. maserasi akibat berenang
• Pilihan jawaban lain tidak tepat
Otitis Externa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)


– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan
(+), eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
193
• Seorang laki-laki usia 12 tahun datang ke UGD RS dengan
keluhan mimisan yang banyak dari lubang hidung kiri.
Keluhan disertai hidung kiri sumbat sejak 3 bulan yang
lalu. Tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan
rhinoskopi posterior didapatkan benjolan berwarna
kebiru-biruan dengan permukaan rata.

PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILE
JAWABAN:
C. CT SCAN UNTUK MELIHAT BENJOLANNYA
• Pada pasien didapatkan adanya mimisan yang
banyak dari lubang hidung kiri disertai dengan
hidung tersumbat. Pada rhinoskopi posterior
ditemukan adanya benjolan berwarna kebiru-
biruan dengan permukaan rata. Dari
anamnesis dan PF pasien kemungkinan
mengalami angiofibroma nasofaring juvenile.
• Pada angiofibroma nasofaring juvenile,
pemeriksaan awal yang dilakukan adalah
pemeriksaan CT scan untuk mengetahui luas
benjolan.
• Tidak dipilih angiografi karena pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang dilakukan
sebelum dilakukan operasi untuk melihat
feeding vessel dan dilakukan tindakan
embolisisasi.
Angiofibroma nasofaring tipe
juvenile
• Angiofibroma juvenile:
– Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
– Etiologi: masih belum diketahui, namun diduga berasal dari dinding
posterolateral atap rongga hidung
– Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun
– Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang yang
masif
– Obstruksi  sekret tertimbun  rinorea kronik  gangguan menghidu
– Bila menutup tuba  tuli, otalgia, bila ke intrakranial  sefalgia hebat

• Rinoskopi posterior:
– Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
– Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi

• Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat mendestruksi tulang
Diffuse swelling (arrow) is seen in the
molar region on the right side of the face.

Well-circumscribed, ovoid swelling


(arrow) is seen in the midline of the soft
palate.
• Macroscopic
well defined, mucosalised, red/purple
lobulated mass arising in the nasopharynx
from the lateral wall, posterior tomiddle
turbinate
Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma – Work Up
• Paranasal plain radiograph:
– Bowing of posterior wall of maxillary sinus and
maxillary sinus opacification
– Bukan pemeriksaan utama untuk JNA
• CT scan:
– Penting untuk dilakukan di awal untuk
mengetahui luasnya tumor
• MRI:
– Demonstrate extent of tumor, especially in cases
of intracranial involvement
• Angiografi:
– To find feeding vessels, needed for embolization
treatment Sebelum embolisasi Sesudah embolisasi
– Dilakukan sebagai persiapan pre operasi untuk
menghindari perdarahan berlebih pada operasi
• Histopatologi:
– Massa tumor berkapsul terdiri atas jaringan
vaskular dan stroma fibrosa (dominan fibroblas)
dengan serat kolagen kasar dan halus. Vaskular
berdinding tipis.
X-Ray
• Plain lateral view skull x-ray –
Anterior bowing of the posterior wall of the
maxillary sinus can be seen, called Holman-miller
sign/ Antral sign  pathognomonic
of angiofibroma, but also seen in slow growing
tumor like neurofibroma
• X-ray paranasal opacification of the sphenoid sinus
which may spread to also include the maxillary and
ethmoid sinuses.
• Now-a-days, the diagnosis is based on the CT and
MR appearances that are sometimes confirmed by
angiography.
• Biopsy is contra-indicated because of brisk
haemorrhage.
CT Scan
• The exact extent or stage of the tumour can
only be determined by a combination of CT
and MR imaging and this is vital for planning
the surgical resection.
• CT is excellent for bone detail.
• Both plain and contrast (lesion enhances) CT
should be done.
• CT reveals the extent of the lesion and helps
in staging of the disease.
• CT scan best ilustrate an anterior bowing to
the posterior maxillary sinus wall (Holman
Miller sign) in cross sectional (axial/ sagittal)
imaging due to tumor in the pterygomaxillary
space on axial CT
Angiography
• Diagnostic angiography is
performed to identify the feeder
vessel and to embolise it pre-
operatively.
• Supply of these tumours is usually
via:
– external carotid artery: majority
• internal maxillary artery
• ascending pharyngeal artery
• palatine arteries
– internal carotid artery: less
common, usually in larger tumours
• sphenoidal branches
• ophthalmic artery
Treatment
• Radiotherapy
– Stereotactic radiotherapy (ie, Gamma Knife) delivers a lower dose of radiation
to surrounding tissues.
– Conformal radiotherapy in extensive juvenile nasopharyngeal angiofibroma
(JNA) or intracranial extension provides a good alternative to conventional
radiotherapy
• Surgery
– A lateral rhinotomy, transpalatal, transmaxillary, or sphenoethmoidal route is
used for small tumors
– The infratemporal fossa approach is used when the tumor has a large lateral
extension.
• Preoperative embolization
• Hormonal therapy
– The testosterone receptor blocker flutamide was reported to reduce stage I
and II tumors to 44%. Despite tumor reduction with hormones, this approach
is not routinely used.
194
• Laki-laki, 55 tahun, datang dengan keluhan mulut mencong
sejak 6 jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri pada telinga.
Keluhan bertambah parah ketika daun telinga ditarik dan
keluar cairan kuning kental dari telinga. Pasien memiliki
riwayat DM tipe 2. Pemeriksaan fisik pinna lunak, CAE radang
dan edema. Otoskop : membran timpani buram dan kaku.
Pemeriksaan laboratorium leukosit 5000.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  OE MALIGNA
JAWABAN:
C. OE MALIGNA
• Pada pasien ini didapatkan keluhan mulut
mencong, nyeri pada telinga, disertai dengan
keluar cairan dari telinga. Pasien diketahui
memiliki riwayat DM.
• Pada pemeriksaan didapatkan pinna lunak,
terdapat peradangan dan edema pada saluran
telinga luar atau CAE/canalis auricularis
externum, serta membrane timpani tampak
buram dan kaku.
• Pada pasien ini kemungkinan mengalami suatu
OE maligna dimana sering terjadi pada pasien
dengan DM atau imunokompromais dengan
infeksi meluas dan terdapat neuropati.
• OMK  ditandai dgn adanya sekret pd telinga >
3 bulan
• OMA  ditandai dgn demam, nyeri pada
telinga
• Bells palsy  ditandai dengan sudut bibir jatuh
dan dahi tidak dapat dikerutkan
• Kolesteatoma  ditandai dgn adanya
penumpukkan epitel pada telinga bagian
tengah yang bersifat destruktif
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.

– OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,


osteomielitis  neuropati kranial.

– Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah


tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang (Santorini's fissures), di 1/3 dalam.

– Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri (cenderung


pada malam hari, s.d TMJ  nyeri saat mengunyah),
sekret (+), & pembengkakan liang telinga.

– Th/: antibiotik sistemik (siprofloksasin 3x400 mg IV


atau 2x750 mg PO)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
• Otitis externa may extend
distally to the pinna and
proximally to the tympanic
membrane
• Otitis externa can cause
tympanic membrane
erythema, murky and
rigidity due to
inflammation
– pneumatic otoscopy or
tympanometry should be
used to differentiate it from
otitis media

http://www.aafp.org/afp/2012/1201/p1055.html
195
• Anak, 7 tahun, mengeluh ada benjolan di belakang
telinga kanan. Awalnya pasien terkena infeksi saluran
napas bagian atas dan nyeri tenggorokan yang membaik
dengan obat paracetamol. Pada pemeriksaan otoskopi di
temukan kanalis externa dalam batas normal, membran
timpani perforasi. Benjolan di belakang telinga dan nyeri.

MEKANISME YANG MENDASARI…


DIAGNOSIS  MASTOIDITIS AKUT
JAWABAN:
D. PROSES INFLAMASI DARI ANTRUM MASTOID
• Pasien datang dengan benjolan pada belakang
telinga kanan dengan riwayat ISPA sebelumnya
dan terdapat temuan MT perforasi, yang
menandakan telah terjadi OMA.
• Kemungkinan pasien ini telah mengalami
komplikasi OMA, yaitu mastoiditis akut, karena
Adanya benjolan yang nyeri dibelakang telinga
• Mastoiditis akut terjadi akibat proses inflamasi
pada antrum mastoid.
• Jawaban: D. Proses inflamasi dari antrum
mastoid
• Proses inflamasi dari auricular  selulitis
aurikular
• Proses inflamasi dari kanalis acusticus internus
 OMA
• Proses inflamasi dari cavum timpani  OMA
• Proses inflamasi dari kanalis acusticus eksternus
 OME
Mastoiditis
• Mastoiditis merupakan infeksi yang meluas ke tulang
berongga di belakang telinga. Peradangan terjadi pada
mukosa antrum mastoid.
• Mastoid merupakan salah satu komplikasi otitis media
akut.
• Etiologi: Streptococcus pneumonia, streptococcus
pyogenes, staphylococcus aureus dan haemophilus
influenza.
• Gejala: umumnya pasien mengeluh nyeri tekan
mastoid dan pembengkakan mastoid. Tulang eritem
terlihat kemerahan. Gejala demam juga dan sakit
kepala juga akan dikeluhkan pasien.
Mastoiditis
• Diagnosis mastoiditis berdasarkan gejala klinis
pasien. Selain itu, pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan seperti CT scan atau MRI.
• Pengobatan mastoiditis meliputi pemberian
antibitoik empiris sebelum ada kultur antibiotik
(broad spectrum antibiotic seperti ceftriaxone
dapat digunakan).
• Apabila mastoiditis tidak berespon dengan
pengobatan, dapat dipertimbangkan
mastoidektomi (pengambilan tulang mastoid).
Mastoiditis – Tatalaksana
• Initiated with IV antibiotics directed against the common organisms S.
pneumoniae and H. influenzae.Useful agents are amoxicillin/ clavulanate,
ceftriaxone, and cefotaxime or combination penicillinase-resistant
penicillin and aminoglykosida. If a patient is allergic to penicillin (history
of anaphylaxis), clindamycin can be considered instead.
• If the disease in the mastoid has had a prolonged course, coverage for S.
aureus with gram-negative enteric bacilli may be considered for initial
therapy until results of cultures become available. Add vancomycin if
MRSA suspected or nafcillin/oxacillin if culture is positive for S. aureus,
methicillin susceptible.
• Antibiotics continued until all signs of mastoiditis have resolved Directed
against enteric gram-negative organisms and anaerobes in chronic
mastoiditis
• Indications for mastoidectomy:
1. Failure to improve after 72 hr of therapy
2. Persistent fever
3. Imminent or overt signs of intracranial complications
4. Evidence of a subperiosteal abscess in the mastoid bone
196
• Tn. Nagata, datang dengan keluhan bersin-bersin
sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengeluh bersin-
bersin lebih sering ketika terpapar debu. Ibu pasien
memiliki riwayat asma. Keluhan terjadi 1 sampai 2
hari dalam seminggu. Saat sedang kambuh, pasien
harus menghentikan kegiatannya.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  RHINITIS ALERGI
JAWABAN:
D. RINITIS ALERGI INTERMITTEN SEDANG-BERAT
• Keluhan bersin bila terpapar debu dengan
riwayat atopi pada keluarga mengarahkan
diagnosis rhinitis alergi
• Frekuensi 1-2 hari dalam seminggu sesuai
klasifikasi termasuk intermitten, derajat
sedang berat karena mengganggu aktivitas
(D)
• Rinitis alergi persisten ringan  tdk
mengganggu aktivitas
• Rinitis alergi persisten sedang-berat  terjadi
lebih dari 4 hari dalam seminggu
• Rinitis alergi intermiten ringan tdk
mengganggu aktivitas
• Rinitis alergi intermitten ringan-sedang  tidak
ada klasifikasi ini
Rhinitis Alergi
Deskripsi
• Rhinitis
Diagnosis alergi
Anamnesis: adalah
Serangan bersinpenyakit inflamasi
berulang terutama yang
bila terpajan alergen
disebabkan oleh
disertai rinore reaksi
yang encer alergihidung
dan banyak, pada pasien
tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
atopiPF yang sebelumnya
dan Rinoskopi anterior: Mukosa sudah
edema, tersensitisasi
basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen yang sama serta
geographic tongue, cobblestone appearance
dilepaskannya
Penunjang: Darahsuatu mediator
tepi: eosinofil meningkat,kimia ketika
IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test
terjadi paparan berulang.
Terapi • Hindari faktor pencetus
• Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan, kortikosteroid topikal,
sodium kromoglikat)
• Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior) bila konka
inferior hipertrofi berat.
• Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah tidak
responsif dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG
blocking antibody dan penurunan IgE.
Rhinitis alergi
Rinitis Alergi
New Guidelines on Allergic Rhinitis &
Impact on Asthma 2016
• Rekomendasi ARIA 2016 ditujukan pada pasien
dengan moderate-severe AR.
• Untuk mild AR  less applicable.
• Allergic rhinitis (AR) dahulunya diklasifikasikan
mejadi seasonal (SAR) , dan perennial (PAR).
• Seasonal allergic rhinitis (SAR)  disebabkan oleh
alergen outdoor seperti pollens atau molds.
• Perennial allergic rhinitis (PAR)  disebabkan
indoor allergens seperti dust mites, molds,
cockroaches, dan animal dander.
Rekomendasi ARIA 2016
Seasonal allergic rhinitis (SAR) Recommendation Perennial allergic rhinitis (PAR)
Question
1. OAH + INCS or INCS alone OAH + INCS vs INCS 1. INCS

2. INCS + INAH or an INCS INCS + INAH vs INCS 2. INCS + INAH or an INCS alone
alone
3. INCS + INAH rather than an INCS + INAH vs INAH -
INAH alone
4. LTRA or OAH LTRA vs OAH 4. OAH rather than a LTRA
5. INCS rather than INAH INAH vs INCS 5. INCS rather than INAH
6. either an INAH or OAH INAH vs OAH 6. Either INAH or OAH
Intranasal corticosteroid (INCS)
Oral H1-antihistamine (OAH)
Intranasal H1-antihistamine (INAH)
Leukotriene receptor antagonist (LTRA)
197
• Seorang wanita, 24 tahun, mengeluh nyeri pada
pangkal hidung. Keluhan diawali keluar ingus
berbau. Pemeriksaan fisik nyeri tekan kantus.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SINUSITIS
JAWABAN:
D. SINUSITIS ETHMOIDALIS AKUT
• Pasien dengan keluhan nyeri pada pangkal
hidung dengan diawali ingus yang berbau,
diperkirakan infeksi pada sinus paranasal
• Secara anatomis yang paling dekat dengan
pangkal hidung adalah sinus ethmoid
• Rhinitis akut  ditandai dengan hidung berair,
bersin-bersin, hidung tersumbat
• Sinusitis frontalis akut  nyeri pada dahi
• Sinusitis maxillaris akut  nyeri pada kedua pipi
• Sinusitis sphenoidalis akut  nyeri kepala
Anatomi sinus
Ethmoid Sinuses
• Within lateral masses of Symptoms:
ethmoid bone • pain between the eyes
• eyelid swelling
• Three groups: • loss of smell, and
– Anterior, middle & posterior • pain when touching the sides of the nose

• Anterior & middle


– 2-8 cells
– Drains into middle nasal
meatus

• Posterior
– 2-6 cells
– Drain into superior nasal
meatus

• In children the inflammation


of ethmoid cells is most
common.
http://www.fulspecialista.hu/en/nose/maxillary-sinusitis
Copyright © 2005, Mosby, Inc
Maxillary Sinuses
• Largest sinuses
– 3.5 cm high
– 2.5 – 3 cm wide

• Within maxilla
– Above upper teeth

• Paired & symmetric

• Communicates with middle nasal


meatus

• Clinically, in adults the most


commonly affected sinuse
followed by the ethmoid cells,
the frontal sinus, and finally Symptoms:
the sphenoidal sinus. • pain in the cheeks, under the eyes, or in the
upper teeth and jaw.
http://www.fulspecialista.hu/en/nose/maxillary-sinusitis
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Frontal Sinuses
• Second largest sinuses
– 2 – 2.5 cm

• Normally:
– Between tables of vertical
plate in frontal bone
– Can extend beyond frontal
bone inot the orbital
plates

• Rarely symmetrical

• Number varies Symptoms:


(occassionally absent) • pain in the forehead and
• pain that gets worse when lying on your
• Drain into middle nasal back.
meatus
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Sphenoid Sinuses

• Below sella turcica


– Extends between
dorsum sellae and post
clinoid processes

• Can be single or paired


– Usually no more than
two

• Drains into Symptoms:


sphenoethmoidal recess • earaches,
• neck pain or
of nasal cavity • headache at the top of the head or deep
behind the forehead
Copyright © 2005, Mosby, Inc
Osteomeatal complex – coronal view
• Pathways of communication
– Frontal, ethmoid and
maxillary

• 2 key passageways
– Infundibulum
– Middle nasal meatus
198
• Tn. Delta, 60 tahun, datang ke klinik dengan keluhan pusing
berputar tiba-tiba setelah bangun tidur 3 jam yang lalu.
Pusing terutama dirasakan terutama jika menoleh ke kiri.
Tidak ada gangguan pendengaran, nyeri telinga, ataupun
telinga berdenging. Riwayat trauma dan penggunaan obat
disangkal. Pada pemeriksaan, nistagmus (+) horizontal.

TERAPI DEFINITIF…
DIAGNOSIS  BPPV
JAWABAN:
D. CANALITH REPOSITIONING PROCEDURE (CRP)
• Pada pasien ini didapatkan keluhan pusing berputar yang
tiba-tiba setelah bangun tidur. Pusing dirasakan jika
menoleh.
• Tidak didapatkan gangguan pendengaran, nyeri telinga
maupun telinga berdenging sehingga mengeksklusi
penyakit Meniere ataupun penyakit yang berasal dari
telinga luar atau telinga tengah. Pada pemeriksaan
didapatkan nystagmus.
• Sehingga kemungkinan pasien ini mengalami BPPV.
Nistagmus yang dialami oleh pasien ini bergerak kearah
horizontal sehingga masih ada kemungkinan BPPV pada
kanal horizontal. Pada kanal posterior, nystagmus yang
dialami upbeating dan torsional.
• Sehingga tatalaksana yang tepat adalah canalith reposition
procedure atau CRP (istilah terapi berupa manuver untuk
mengembalikan kanalith ke posis yang normal)
• Manuver epley dilakukan pada pasien dengan
BPPV posterior sedangkan pada pasien ini
belum dapat disingkirkan kemungkinan BPPV
horizontal sehingga paling tepat adalah CRP
yang merupakan istilah terapi BPPV secara
umum, baik posterior maupun horizontal
Vertigo of Central Origin
CONDITION D E TA I L S

Migraine Vertigo may precede migraines or occur concurrently

Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar syndrome


Vascular disease
can affect brainstem or cerebellum function

Demyelination disrupts nerve impulses which can


Multiple sclerosis
result in vertigo

Vertigo resulting from focel epileptic discharges in the


Vestibular epilepsy
temporal or parietal association cortex

Cerebellopontine
Benign tumours in the interal auditory meatus
tumours
Vertigo of Peripheral Origin
CONDITION D E TA I L S
Brief, position-provoked vertigo episodes caused by
BPPV
abnormal presence of particles in semisircular canal

An excess of endolymph, causing distension of


Meniere’s disease endolymphatic system (vertigo, tinnitus, sensorineural
deafness)

Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus

Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection

Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine

Labyrinthine concussion Damage after head trauma


Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage
Perylimnph fistula
into middle ear
BPPV
• Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) is the most common
disorder of the inner ear’s vestibular system, which is a vital part of
maintaining balance.
• The vertigo is benign, paroxysmal and positional, meaning it occurs
suddenly and with a change in head position
• BPPV occurs as a result of otoconia
– tiny crystals of calcium carbonate that are a normal part of the inner
ear’s anatomy, detaching from the otolithic membrane in the utricle
and collecting in one of the semicircular canals
• Subtypes of BPPV are distinguished by the particular semicircular
canal involved and whether the detached otoconia are free floating
within the affected canal (canalithiasis) or attached to the cupula
(cupulothiasis).
• 81-90% cases  canalithiasis in the posterior semicircular canal.
BPPV Diagnosis
• Key importance in BPPV is the sudden onset and
intense nature of vertigo
• Specific types of movements, can precipitate an
attack
• Presence of Tinnitus or Otalgia does not rule out
BPPV
– 19,3% BPPV patients reported tinnitus
• However, one must consider other diagnosis if
there is hearing loss and pressure associated
symptoms
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/73/diagnosis/step-by-step.html
http://www.tinnitusjournal.com/articles/benign-paroxysmal-positional-vertigo-and-tinnitus.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24995895
Diagnosis BPPV
• BPPV is diagnosed based on medical history, physical
examination, the results of vestibular and auditory
(hearing) tests, and possibly lab work to rule out other
diagnoses.
• Vestibular tests include the Dix-Hallpike maneuver and
the Supine Roll test.
– These tests allow a physician to observe the nystagmus
elicited in response to a change in head position. The
problematic semicircular canal can be identified based on
the characteristics of the observed nystagmus.
• Dix-Hallpike (also referred to as the Nylen-Barany)
manoeuvre is the definitive diagnostic test for
posterior canal BPPV
International Tinnitus Journal, Vol. 16, No 2 (2011) www.tinnitusjournal.com

Dix Hallpike Maneuver


• Pemeriksaan gold standar untuk
BPPV dengan otolit pada kanalith
semisirkularis posterior
Horizontal Canal BPPV
• Supine head turn
maneuver to
determine the
presence and
affected side of
horizontal canal
benign paroxysmal
positional vertigo
(Pagnini-McClure
maneuver/ supine
roll test)
BPPV
• Nistagmus
Canalith repositioning maneuver
BPPV posterior:
– Epley, harus dengan operator
– Brandt-Daroff bisa dilakukan sendiri oleh pasien
– Semont maneuver/ liberatory maneuver

BPPV Horizontal:
– The Gufoni method
– Vannuchi-Asprella method
– barbecue roll/ log roll method
Tatalaksana:
Epley
maneuver
Maneuvers for posterior canal
BPPV
• The most common type of BPPV
• The canalith repositioning procedure (CRP)/Epley
Manuver or the modified liberatory maneuver is the most
common and empirically proven treatment for posterior
canal BPPV.
– involves sequential movement of the head into four positions,
with positional shifts spaced roughly 30 seconds apart (Figure
2a and 2b).
• The Semont maneuver involves a procedure whereby the
patient is rapidly moved from lying on one side to lying on
the other.
– Although many physicians have reported success treating
patients with the Semont maneuver and support its use 
12

need more studies are required to determine itseffectiveness


199
• Seorang pasien laki-laki bernama Tn. Tambiyen Nguyen Tung, usia 50
tahun, datang dengan keluhan penurunan pendengaran sejak 1 bulan
yang lalu. Selain itu, pasien juga mengalami pusing berputar dan
tinitus yang muncul secara hilang timbul. Riwayat keluar cairan dari
telinga maupun demam disangkal. Riwayat trauma ataupun minum
obat-obatan disangkal oleh pasien. Pasien memiliki kebiasaan merokok.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MENIERE DISEASE
JAWABAN:
C. MENIERE DISEASE
• Pasien datang dengan keluhan penurunan
pendengaran disertai dengan pusing
berputar atau vertigo serta tinnitus.
• Berdasarkan keluhan tersebut kemungkinan
pasien ini mengalami penyakit Meniere
dimana gejala pada pasien sesuai dengan
trias Meniere.
• Labirinitis  karena infeksi virus/bakteri, sering
merupakan komplikasi dari otitis media
• Neuritis vestibular  peradangan pada
ganglion n. VIII bagian bestibular  vertigo
perifer mendadak tanpa gangguan
pendengaran
Meniere Disease
• Gejala & tanda: Vertigo episodik (beberapa jam), Tuli sensorineural yang
berfluktuasi, tinnitus telinga terasa penuh
Meniere Disease
• Pemeriksaan penunjang:
– MRI dengan kontras gadolinium  untuk eksklusi
kelainan retrokoklear (neuroma vestibular), &
dipertimbangkan pada pasien tuli asimetrik
• EEG  tidak ada kelainan gelombang otak
• EMG  tidak ada kelainan otot
• Audiometri  tuli sensorineural
Rekomendasi Terapi
• Diet rendah garam < 1500 gr/hari
• Diuretik
– Menurunkan tekanan hidrostatik di telinga dalam
– Membantu mencegah terjadinya gejala namun tidak memiliki efek setelah gejalanya muncul
– Contoh: HCT, asetazolamide
• Histamin agonis
– Contoh: Betahistin
– Menurut penelitian, penggunaan betahistin lebih unggul daripada flunarizine
• Vestibulocochlear supresant agent
– AntihistaminMeclizine
– Obat penenanglorazepam, alprazolam
– Calsium channel blockerFlunarizine
– Hanya dipakai bila dibutuhkan, karena pemakaian jangka lama dapat mengurangi kemampuan
kompensasi vestibular sehingga akan menyebabkan gangguan keseimbangan
• Steroid untuk penyebab autoimun atau alergi
• VasodilatorNiasin
– Memperbaiki alian darah dan pertukaran cairan

Menner. A Pocket Guide to the Ear. Thieme 2003


Betahistine dihydrochloride versus flunarizine. A double-blind study. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1763646
http://emedicine.medscape.com/article/1159069-treatment
Betahistin in vertigo
Increase in cochlear blood
flow (H3 pre-synaptic
heteroreceptor antagonism)

Decrease resting discharge


in labyrin hair cells (H3 Vestibular compensation
antagonist and H1 agonist)

Inhibition of firing activity of


vestibular nuclei (H3
receptor antagonis)
200
• Seorang perempuan datang ke Puskesmas dengan keluhan
hidung tersumbat sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan
dirasakan hilang timbul. Riwayat berobat ke dokter
dengan keluhan serupa dan mendapatkan obat
oxymetazoline. Pasien kemudian sering menggunakan
obat tersebut tanpa kontrol ke dokter terlebih dahulu.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  RHINITIS MEDIKAMENTOSA
JAWABAN:
C. RINITIS MEDIKAMENTOSA
• Pasien dengan keluhan hidung tersumbat
dan sering menggunakan sendiri obat
semprot hidung
• Penggunaan obat dekongestan dapat
memicu terjadinya rhinitis, disebut rhinitis
medikamentosa
• Rinitis alergika  ditandai dgn adanya allergic
crease, allergic salute, allergic shinner
• Rinitis vasomotor  ditandai dengan hidung
tersumbat berpindah-pindah
• Sinusitis  nyeri pada kepala, pipi atau mata
• Asma alergika  sesak napas
Rinitis medikamentosa
• Kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor
akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga
menyebabkan sumbatan menetap  terjadi rebound
dilatation dan rebound congestion
• Anjuran: pemakaian obat topikal sebaiknya tidak lebih dari 1
minggu
• PF: edema/hipertrofi konka dengan sekret berlebihan. Apabila
diberi tampon, edema tidak berkurang
• Tatalaksana: hentikan obat topikal hidung, steroid oral dosis
tinggi jangka pendek dan tappering off, dekongestan oral

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Rhinitis Medikamentosa
• Patofisiologi rhinitis medikamentosa tidak diketahui sepenuhnya.
• Diduga karena penurunan produksi norepinefrin endogen oleh mekanisme
feedback. Pada pemakaian dekongestan jangka panjang/penghentian pemakaian,
saraf simpatis tidak bisa menjaga vasokonstriksi karena produksi norepinefrin
tersupresi.
Rinitis Medikamentosa
Tatalaksana
 Pada minggu pertama: pemberian kortikosteroid
intranasal sambil pasien diedukasi untuk
menghentikan penggunaan vasokonstriktor secara
perlahan.
 Solusio garam buffer dpt diberikan untuk irigasi untuk
melembabkan.
 Dekongestan sistemik.
 Kortikosteroid oral  tidak selalu diberikan.
 Operasi  jika terdapat polip atau deviasi septum.
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai