Anda di halaman 1dari 80

PETUNJUK 

PRAKTIKUM 
 
KIMIA DASAR UMUM 
 
 
 
 
 
 
 
OLEH : 

Dra. Tritiyatma H., M.Si 

Dr. Yusmaniar, M.Si 

Dr. Erdawati, M.Si 

LABORATORIUM KIMIA 
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 
 
TATA TERTIB PRAKTIKUM
LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

A. Bila hendak praktikum, praktikkan diwajibkan :


1. Datang tepat waktu. Keterlambatan 15 menit tanpa alas an yang sah dianggap
tidak hadir dan tidak diizinkan mengikuti praktikum.
2. Menyiapkan laporan awal, bagan prosedur percobaan dan laporan praktikum.
3. Menyimpan tas pada tempat yang telah disediakan (dibawah meja kerja).
4. Mengisi form kehadiran tiap kali mengikuti praktikum.
5. Membawa alat-alat yang diperlukan selama praktikum berlangsung (handuk
kecil, untuk lap, gunting, lem, korek api, sabun cuci tangan).
6. Meminjam dan memeriksa ulang alat kaca yang diperlukan selama praktikum
kepada laboran, jika terdapat ketidaklengkapan dan kerusakan, maka praktikan
diberikan waktu minimal satu jam untuk menukarnya.

B. Selama praktikum berlangsung, praktikan diwajibkan :


1. Berpakaian sopan dan memakai jas laboratorium.
2. Tidak makan, minum, dan merokok di dalam laboratorium.
3. Tidak bercanda dan bertindak yang dapat menimbulkan kecelakaan terhadap
orang lain.
4. Tidak mereaksikan sembarang bahan kimia tanpa ada petunjuk praktikum yang
jelas dan tanpa seizin dosen dan asisten dosen.
5. Tidak membuang sampah atau bahan sisa percobaan ke dalam wastafel.
6. Menjaga kebersihan, ketertiban, dan keamanan laboratorium secara bersama.

C. Setelah praktikum selesai, praktikan diwajibkan :


1. Mencuci dan membersihkan semua alat kaca yang digunakan selama praktikum
dengan sabun cair/tepol yang telah disediakan.
2. Memeriksa kembali kelengkapan dan keutuhan alat yang dipinjam kemudian
mengembalikannya kepada laboran.

i
3. Memberihkan meja praktikum masing-masing tanpa mengandalkan mahasiswa
yang piket.
4. Lapor diri apabila selama praktikum memecahkan alat kaca.
5. Menyerahkan data/laporan sementara kepada asisten dosen untuk di paraf
oleh dosen pembimbing.
6. Meninggalkan laboratorium dengan seizin dosen pembimbing atau asisten
dosen.

Jakarta, Agustus 2014


Kepala Laboratorium Kimia

Drs. Zulhipri, M.Si.


NIP. 19580703 198903 1 001

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Tata Tertib Praktikum i

Daftar Isi iii


Percobaan 1
I. Keterampilan Dasar Di Laboratorium 1
II. Label dan Penyimpanan Bahan Kimia 10
III. Syarat-syarat Penyimpanan Bahan 13
IV. Bahan-bahan Kimia “Incompatible” 16
V. P3K dalam Laboratorium 18
VI. Beberapa Petunjuk Cara Bekerja dalam Laboratorium 21
Percobaan 2
Stoikhiometri 25
Percobaan 3
Reaksi Kimia 28
Percobaan 4
Massa Zat-zat Pada Reaksi Kimia 34
Percobaan 5
Pengaruh Perubahan Konsentrasi Pada Sistem
Kesetimbangan 36
Percobaan 6
Hubungan Antara Konsentrasi Komponen dalam Sistem
Kesetimbangan 39
Percobaan 7
Larutan 43
I. Reaksi Asam Basa 43
A. Penentuan Trayek pH Indikator Asam Basa 45
B. Penentuan pH Larutan 46
C. Titrasi Asam Basa 46

iii
II. Sifat Koligatif Larutan 51
Percobaan 8
Reaksi Redoks dan Sel Elektrokimia 58
I. Pengamatan Perubahan Bilangan Oksidasi 58
II. Titrasi Redoks KMnO4 dengan Larutan H2C2O4 61
Percobaan 9
Kecepatan Reaksi 63
I. Mengamati Pengaruh Konsentrasi Suhu, Luas Permukaan dan
Katalis Terhadap Kecepatan Reaksi 63
Percobaan 10
Koloid 68
I. Pembuatan Koloid 68
II. Sifat-sifat Koloid 69
Percobaan 11
Mengenal Sifat-sifat Serta Pembuatan Beberapa Senyawa Karbon 71
I. Sifat-sifat Hidrokarbon 72
II. Sifat-sifat Alkanol 72
III. Pembuatan dan Sifat Aldehid dan Keton 72
IV. Pembuatan Ester 73

iv
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1

PERCOBAAN 1 
 
I. KETERAMPILAN DASAR DI LABORATORIUM 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Mengenalkan beberapa macam alat yang sederhana dan penggunaannya. 
 
B. TEORI SINGKAT 
Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan, penelitian, pelayanan, 
dan  uji  mutu  (quality  control).  Mengingat  perbedaan  fungsi  tersebut,  maka  berbeda  pula 
dalam  desain,  fasilitas  dan  penggunaan  bahan  serta  prioritas  peralatan  yang  diperlukan. 
Walaupun  demikian,  apabila  ditinjau  dari  aspek  keselamatan  kerja,  laboratorium  kimia 
mempunyai bahaya dasar yang sama sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan tekniknya. 
Berikut ini akan diperkenalkan beberapa alat sederhana dan penggunaannya. 
1. Tabung reaksi  
Terbuat  dari  gelas,  gunanya  untuk 
mereaksikan  zat‐zat  kimia  dalam  jumlah 
sedikit  baik  padat  ataupun  cair.  Dapat 
dipanaskan. 

 
2. Penjepit  
Terbuat  dari  kayu  atau  logam,  gunanya 
untuk  pemanasan  menjepit  tabung  reaksi 
pada  pemanasan  atau  mengambil  cawan 
dalam keadaan panas.   

 
3. Rak Tabung Reaksi 
Terbuat  dari  kayu  atau  logam,  gunanya 
untuk menempatkan tabung reaksi 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 2

4. Pengaduk 
Terbuat  dari  gelas,  gunanya  untuk 
mengaduk  suatu  campuran  atau  larutan, 
dipakai  juga  untuk  membantu  pada  saat 
menuangkan  cairan  dalam  proses 
penyaringan  atau  pemindahan  dari  suatu 
 
wadah ke wadah yang lain 
5. Corong  
Biasanya  terbuat  dari  gelas,  gunanya  untuk 
membantu pada saat memasukkan cairan ke 
dalam  suatu  tempat  yang  mulutnya  sempit 
seperti  labu  ukur,  botol,  buret  dan 
sebagainya.  Dapat  juga  untuk  membantu   
dalam penyaringan. 
 
6. Pipa Bengkok 
Terbuat  dari  gelas,  gunanya  untuk 
mengalirkan  ke  dalam  suatu  tempat 
tertutup atau ke dalam larutan. 

 
7. Gelas Arloji 
Gunanya untuk tempat menimbang zat yang 
berbentuk  Kristal  dan  tidak  higroskopis, 
dapat  juga  digunakan  untuk  menguapkan 
larutan dalam jumlah sedikit.   

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 3

8. Gelas Ukur 
Gunanya  untuk  mengukur  volume  zat  kimia 
dalam bentuk cair (volume kira‐kira), alat ini 
mempunyai  skala  terdiri  dari  bermacam‐
macam  ukuran,  jangan  digunakan  untuk 
mengukur larutan yang panas. 

 
9. Gelas Piala / Beaker Glass 
Digunakan  sebagai  tempat  larutan  dan 
dapat  juga  untuk  memanaskan  (untuk 
menguapkan  pelarut  atau  memekatkan). 
Alat  ini  bukan  alat  pengukur  (walaupun 
volume kira‐kira). 
 
10. Erlenmeyer  
Terbuat  dari  gelas.  Digunakan  sebagai 
tempat larutan zat yang akan dititrasi, boleh 
untuk memanaskan larutan. 

 
11. Labu Ukur 
Terbuat  dari  gelas,  mempunyai  berbagai 
ukuran.  Digunakan  untuk  membuat  larutan 
standar  atau  larutan  tertentu  dengan 
volume  setepat  mungkin.  Sering  juga 
digunakan  untuk  pengenceran  dengan 
volume  tertentu.  Jangan  digunakan  untuk   
mengukur larutan/pelarut panas. 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 4

12. Buret  
Terbuat  dari  gelas,  mempunyai  skala  dan 
kran.  Digunakan  untuk  titrasi  atau  sebagai 
tempat titrant yang dikeluarkan sedikit demi 
sedikit  melalui  kran.  Volume  dari  zat  yang 
dipakai dapat dilihat pada skala. 

 
13. Pipet  
a. Pipet Gondok 
Pada  bagian  tengah  dari  pipet  ini 
membesar  (gondok),  ujungnya  runcing. 
Digunakan  untuk  mengambil  larutan 
dengan  volume  tertntu  dan  tepat. 
 
Tersedia dengan berbagai ukuran. 
 
b. Pipet Ukur 
Bagian  tengah  dari  pipet  ini  sama  besar 
(lurus).  Digunakan  untuk  mengambil 
larutan  dengan  volume  tertentu, 
mempunyai  skala  dan  tersedia  dengan 
berbagai ukuran. 
 
c. Pipet Pasteur (pipet tetes) 
Digunakan  untuk  mengambil  larutan 
dalam jumlah sedikit. 
 
14. Cawan Penguap 
Terbuat  dari  porselen,  digunakan  sebagai 
tempat untuk menguapkan suatu larutan. 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 5

15. Botol Pencuci 
Terbuat dari plastic, dilengkapi dengan pipa 
agar  air  yang  keluar  bias  diatur.  Botol  ini 
mempunyai skala. 

 
16. Kasa asbes 
Kasa yang sering dipakai terbuat dari kawat 
tembaga atau seng dan ditengahnya berlapis 
asbes.  Alat  ini  digunakan  sebagai  alas  pada 
pemanasan  alat‐alat  kaca  yang  berisi  cairan   
atau  larutan  dengan  maksud  agar  panasnya 
merata. 
17. Segitiga Porselen 
Alat  ini  terbuat  dari  keramik  dan  digunakan 
sebagai  penopang  cawan  porselen  yang 
akan dipanaskan diatas kaki tiga. 

 
18. Kaki Tiga 
Kaki  tiga  terbuat  dari  besi  dan  merupakan 
alat  penopang  kasa  asbes  atau  segitiga 
porselen  yang  ditumpangi  alat  kaca  atau 
cawan  porselen  yang  akan  dipanaskan. 
Diantara  ketiga  kakinya,  dapat  ditempatkan 
pembakar  Bunsen  atau  alat  pemanas   

lainnya. 
19. Statif  
Alat  ini  terbuat  dari  besi  dan  digunakan 
sebagai  alat  penyangga  buret  dengan 
bantuan klem buret. 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 6

C. CARA KERJA 
Agar  mengerti  tentang  alat‐alat  yang  sudah  diperkenalkan  tersebut  di  atas,  maka  akan 
dilakukan beberapa percobaan. Yang terpenting disini adalah bagaimana menggunakan alat‐
alat tersebut dengan baik dan bekerja dengan benar. 
 
1. Pembuatan dan pengenalan suatu gas. 
Gas  NH3  adalah  gas  yang  mempunyai  bau.  Gas  ini  dapat  dibuat  dengan  mereaksikan 
larutan  Amonium  Klorida  dengan  Natrium  Hidroksida  dan  dipanaskan.  Terbentuknya  gas 
dapat  diketahui  dari  baunya.  Dalam  membaui  jangan  sekali‐kali  menghirup  langsung 
terhadap gas yang berbahaya. Cara membaui adalah dengan mengipas‐ngipaskan tangan di 
atas mulut tabung dan hidung berada pada jarak relatif jauh untuk membaui gas yang keluar 
(seperti pada gambar). Untuk mengetahui sifat gas tersebut, letakkan kertas lakmus merah 
dan biru pada permukaan tabung dan amati perubahan warnanya. 
 
Cara Kerja : 
a) Ambil kristal NH4Cl ± 0,5 g, masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 3 mL 
larutan NaOH 2 M. 
b) Pegang tabung reaksi dengan penjepit, kemudian panaskan sambil digoyang‐goyangkan 
dengan  posisi  tabung  agak  condong  ke  arah  tempat  yang  kosong  (jangan  ke  arah  diri 
sendiri atau orang lain). 
c) Pada saat mendidih, jagalah agar larutan dalam tabung tidak sampai keluar (lebih‐lebih 
untuk zat yang mudah terbakar). Caranya dengan mengangkat tabung dari atas api bila 
larutan dalam tabung mulai naik atau mendidih. 
d) Praktekkan cara membaui di atas, catat bagaimanan bau gas yang terjadi dan amati zat‐
zat sebelum dan sesudah reaksi. 
e) Peganglah  kertas  lakmus  merah  di  dekat  mulut  tabung,  kemudian  lakmus  biru.  Amati 
perubahan warna yang terjadi dan berikan kesimpulan. 
 
2. Pengenceran dengan labu ukur. 
Untuk  membuat  larutan  standar,  kadang‐kadang  dilakukan  pengenceran  larutan  yang 
sudah  tersedia.  Misal  membuat  larutan  standar  HCl  0,1  M  dari  larutan  HCl  0,2  M.  caranya 
yaitu dengan menentukan lebih dahulu berapa banyak larutan standar yang akan dibuat dan 
hitung berapa banyak larutan awal yang harus diencerkan dengan menggunakan persamaan 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 7

 
V1 M1 = V2 M2  V1 = V2 M2 
           M1 
Dimana : V1 =  volume larutan awal yang diperlukan. 
M1 =  molaritas larutan awal. 
V2  = volume larutan standar yang akan dibuat. 
M2 = molaritas larutan standar yang akan dibuat. 
 
Cara Kerja : 
a) Buat 50 mL larutan HCl 0,1 M dengan menggunakan pipet gondok, perhatikan miniskus 
(permukaan cekung dari zat cair) harus tepat menyinggung garis pada pipet gondok. 
b) Masukkan  larutan  HCl  tersebut  ke  dalam  labu  ukur,  dan  encerkan  sampai  tanda  batas. 
Pengenceran ini harus sekali jadi (maksudnya jangan sampai menambahkan air melebihi 
tanda  batas,  lalu  membuangnya  sampai  tanda  batas,  hal  ini  akan  menimbulkan 
kesalahan yang cukup besar). Pengenceran harus dilakukan dengan hati‐hati dan sedikit 
demi  sedikit  setelah  dekat  dengan  tanda  batas.  Gunakan  pipet  tetes  untuk 
menambahkannya. 
 
3. Pengenceran H2SO4 pekat. 
Pada  pengenceran  HCl  di  atas,  dilakukan  dengan  cara  menambahkan  pelarut  ke  dalam 
larutan yang akan di encerkan. Cara ini merupakan cara pengenceran yang lazim dilakukan. 
Sedangkan  untuk  zat‐zat  yang  menunjukkan  reaksi  eksoterm  seperti  pada  pengenceran 
H2SO4  pekat,  maka  pengenceran  dilakukan  dengan  cara  menuangkan  H2SO4  pekat  sedikit 
demi sedikit ke dalam pelarut (air). 
 
Cara Kerja : 
a) Ambil  5  mL  air  suling  dengan  menggunakan  gelas  ukur.  Perhatikan  bagian  bawah  dari 
miniskus, air harus tepat menyinggung skala 5 mL. Pandangan mata harus tepat sejajar 
dengan tinggi miniskus air. Tuangkan ke dalam tabung reaksi besar. 
b) Ambil 1 mL H2SO4 pekat dengan pipet ukur (perhatikan miniskus). 
c) Masukkan H2SO4 pekat ini ke dalam tabung reaksi yang berisi air suling, lakukan dengan 
perlahan dan hati‐hati. Perhatikan perubahan panas sebelum dan sesudah ditambahkan 
H2SO4 pekat ke dalam tabung reaksi. 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 8

4. Penyaringan. 
Menyaring  merupakan  salah  satu  metoda  pemisahan,  yaitu  cara  untuk  memisahkan 
suatu endapan dari suatu larutan. Dalam percobaan ini akan dilakukan penyaringan PbSO4, 
yang dibuat dengan mereaksikan larutan H2SO4 dan Pb‐Asetat. 
 
Cara Kerja : 
a) Tuangkan 5 mL larutan Pb‐Asetat 0,1 M dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 1 mL 
H2SO4 hasil pengenceran di atas. Amati yang terjadi dan catat warnanya. 
b) Ambil  kertas  saring  yang  berbentuk  lingkaran,  dan  lipat  menjadi  ¼  lingkaran  (seperti 
pada gambar). 
c) Masukkan  kertas  saring  yang  telah  dilipat  pada  corong,  dan  basahi  dengan  sedikit  air 
suling hingga kertas menempel pada dinding corong. 
d) Tempatkan  corong  tersebut  di  atas  erlenmeyer  untuk  menampung  filtratnya,  dan 
tuangkan  larutan  yang  akan  disaring  ke  dalam  corong  dengan  bantuan  pengaduk  gelas 
(memegang pengaduk tepat pada mulut tabung). Tujuannya agar tidak ada cairan yang 
jatuh di luar kertas (seperti pada gambar). 
 
5. Titrasi Asam‐Basa. 
Dasar  reaksi  titrasi  asam‐basa  merupakan  reaksi  penetralan,  pada  titrasi  larutan  basa 
dengan larutan standar asam (asidimetri) atau sebaliknya pada titrasi larutan asam dengan 
larutan  standar  basa  (alkalimetri).  Pada  dasarnya  titrasi  ini  bertujuan  untuk  menentukan 
banyaknya asam atau basa yang secara kimia tepat ekivalen (setara) dengan banyaknya basa 
atau asam di dalam larutan. Titik atau pada saat dimana keadaan tersebut tercapai disebut 
titik ekivalen atau titik akhir teoritis. 
Untuk mengetahui saat tercapainya titik ekivalen dalam suatu proses titrasi, digunakan 
suatu zat penunjuk yang di dalam larutan mempunyai warna yang berbeda, tergantung dari 
besarnya konsentrasi ion H+ yang terdapat dalam larutan. Zat penunjuk tersebut dinamakan 
indikator  netralisasi/indikator  asam‐basa.  Sifat  penting  dari  indikator  adalah  terjadinya 
perubahan  warna  dalam  larutan,  baik  yang  bersifat  asam  atau  basa.  Perubahan  warna 
tersebut  tidak  terjadi  secara  drastis,  tetapi  terjadi  secara  perlahan‐lahan  sesuai  dengan 
terjadinya perubahan pH larutan. 
 
Cara Kerja : 
a) Ambillah  10  mL  larutan  HCl  hasil  pengenceran  percobaan  No.  2  dengan  menggunakan 
pipet gondok atau pipet ukur, masukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL atau 100 mL. 
b) Tambahkan 3 tetes indikator PP ke dalam larutan tersebut dan catat warna larutannya. 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 9

c) Titrasilah larutan ini dengan larutan NaOH 0,1 M yang telah disediakan. 
d) Catatlah volume larutan NaOH yang digunakan pada saat larutan berwarna merah muda. 
e) Ulangi titrasi ini hingga diperoleh dua hasil yang tetap (perbedaannya sedikit). 
f) Hitunglah konsentrasi HCl yang sebenarnya. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 10

II. LABEL DAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA 
 
Penandaan atau pemberian label terhadap jenis‐jenis bahan kimia diperlukan untuk 
dapat mengenal dengan cepat dan mudah sifat bahaya dari suatu bahan kimia. Pengenalan 
dengan label ini amat penting dalam penanganannya, transportasi dan penyimpanan bahan‐
bahan atau pergudangan. Cara penyimpanan bahan‐bahan kimia memerlukan pengetahuan 
dasar  akan  sifat  bahaya  serta  kemungkinan  interaksi  antar  bahan  serta  kondisi  yang 
mempengaruhinya.  Tanpa  memperhatikan  semua  faktor  tersebut,  dapat  mengakibatkan  ; 
kebakaran,  ledakan,  keracunan,  atau  kombinasi  di  antara  kemungkinan  ketiga  akibat 
tersebut. 
 
LABEL ATAU SIMBOL BAHAYA 
Label  atau  simbol  bahaya  bahan‐bahan  kimia  serta  cara  penanganan  secara  umum 
dapat diberikan sebagai berikut : 
Bahaya : eksplosif pada kondisi tertentu 
Contoh : ammonium nitrat, nitroselulosa 
Keamanan  :  hindari  benturan,  gesekan, 
loncatan api, dan panas. 
 

 
Bahaya : oksidator, dapat membakar bahan 
lain, penyebab timbulnya api atau 
penyebab  kesulitan  dalam 
pemadaman api. 
Contoh  :  hydrogen  peroksida  dan  kalium 
perklorat 
Keamanan  :  hindari  panas  serta  bahan 
mudah  terbakar  dan   

reduktor. 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 11

Bahaya : mudah terbakar, meliputi : 
(1) Zat terbakar langsung 
Contoh : aluminium alkil fosfor 
Keamanan  :  hindari  campuran  dengan 
udara 
(2) Gas amat mudah terbakar 
Contoh : butane, propane   
Keamanan  :  hindari  campuran  dengan 
udara  dan  hindari  sumber 
api 
(3) Zat  sensitive  terhadap  air,  yaitu  zat 
yang  membentuk  gas  mudah 
terbakar bila kena air atau uap 
(4) Cairan mudah terbakar 
Cairan dengan flash point di bawah 21°C 
Contoh : aseton dan benzene 
Keamanan  :  jauhkan  dari  api  terbuka, 
sumber  api,  dan  loncatan 
api. 
 
 
Bahaya  :  toksik,  berbahaya  bagi  kesehatan 
bila  terhisap,  tertelan,  atau 
kontak  dengan  kulit,  dan  juga 
dapat mematikan. 
Contoh : arsen triklorida, merkuri klorida 
Keamanan  :  hindari  kontak  atau  masuk  ke 
dalam  tubuh,  segera  berobat  ke 
dokter  bila  kemungkinan   
keracunan. 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 12

Bahaya  :  menimbulkan  kerusakan  kecil 


pada tubuh 
Contoh : piridin 
Keamanan  :  hindari  kontak  dengan  tubuh 
atau  hindari  penghirupan, 
segera  berobat  bila  terkena 
 
bahan. 
 
Bahaya  :  korosif  atau  merusak  jaringan 
atau tubuh manusia 
Contoh : belerang dioksida dan klor 
Keamanan  :  hindari  kontaminasi 
pernafasan,  kontak 
dengan kulit dan mata. 
 
 
 
Bahaya  :  iritasi  terhadap  kulit,  mata,  dan   
alat pernafasan 
Contoh : ammonia dan klorida 
Keamanan  :  hindari  kontaminasi  udara, 
pernafasan,  kontak  dengan 
kulit dan mata. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 13

III. SYARAT‐SYARAT PENYIMPANAN BAHAN 
 
Mengingat  bahwa  sering  terjadi  kebakaran,  ledakan  atau  bocornya  bahan‐bahan 
kimia  beracun  dalam  gudang,  maka  dalam  penyimpanan  bahan‐bahan  kimia,  beberapa 
kemungkinan dibawah ini perlu diperhatikan : 
a) Pengaruh panas/api. 
Kenaikan  suhu  akan  menyebabkan  reaksi  atau  perubahan  kimia  terjadi  dan 
mempercepat reaksi. Juga percikan api berbahaya untuk bahan‐bahan mudah terbakar. 
 
b) Pengaruh kelembaban. 
Zat‐zat  higroskopis  mudah  menyerap  uap  air  dari  udara  dan  reaksi  hidrasi  yang 
eksotermis akan menimbulkan pemanasan ruang. 
 
c) Interaksi dengan wadah. 
Bahan kimia dapat berinteraksi dengan wadahnya dan bocor. 
 
d) Interaksi antar bahan. 
Kemungkinan  interaksi  antar  bahan  dapat  menimbulkan  ledakan,  kebakaran  atau 
timbulnya gas beracun. 
 
Dengan  mempertimbangkan  faktor‐faktor  diatas,  beberapa  syarat  penyimpanan  bahan 
secara singkat adalah sebagai berikut : 
1. Bahan beracun. 
Contoh  : Sianida, Arsenida dan Posfor. 
Syarat penyimpanan  : ‐ ruangan dingin dan berventilasi. 
- jauh dari bahaya kebakaran. 
- Dipisahkan dari bahan‐bahan yang mungkin bereaksi. 
- Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, gloves. 
 
 
2. Bahan korosif. 
Contoh  : asam‐asam, anhidrida asam dan alkali. 
  Merusak  wadah  dan  bereaksi  dengan  zat‐zat  beracun 
menghasilkan uap/gas beracun.         
Syarat penyimpanan  :  ‐   Ruangan dingin dan berventilasi. 
- Wadah tertutup dan beretiket. 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 14

- Dipisahkan dari zat‐zat beracun. 
 
3. Bahan mudah terbakar. 
Contoh  : Benzena, Aseton, Eter, Heksan dan sebagainya. 
Syarat penyimpanan  : ‐ suhu dingin dan berventilasi. 
- jauhkan  dari  sumber  api  atau  panas,  terutama  loncatan  api, 
listrik dan bara rokok. 
- tersedia alat pemadam kebakaran. 
 
4. Bahan mudah meledak. 
Contoh  : Amonium Nitrat, Nitrogliserin, Trinitrotoluen (TNT). 
Syarat penyimpanan  : ‐ ruangan dingin dan berventilasi. 
- jauhkan dari panas dan api. 
- hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis. 
 
5. Bahan oksidator. 
Contoh  : perklorat, permanganat, peroksida organik. 
Syarat penyimpanan   : ‐ suhu ruangan dingin dan berventilasi. 
- jauhkan  dari  sumber  api  dan  panas  termasuk  loncatan  api, 
listrik dan bara rokok. 
- Jauhkan  dari  bahan‐bahan  cairan  mudah  terbakar  atau 
reduktor. 
  Catatan  :  pemadam  kebakaran  kurang  berguna  karena  zat      oksidator 
dapat menghasilkan oksigen sendiri. 
 
 
6. Bahan reaktif terhadap air. 
Contoh  : Natrium, Hidrida, Karbit, Nitrida dan sebagainya. 
Syarat penyimpanan  :  ‐  suhu ruangan dingin, kering dan berventilasi. 
- jauh dari sumber nyala api atau panas. 
- bangunan kedap air. 
- disediakan  pemadam  kebakaran  tanpa  air  (CO2,  Halon,  dry 
powder). 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 15

7. Bahan reaktif terhadap asam. 
Contoh  : Natrium, Hidrida, Sianida. 
Zat‐zat  tersebut  kebanyakan  dengan  asam  menghasilkan  gas 
yang mudah terbakar atau beracun. 
Syarat penyimpanan  :  ‐  ruangan dingin dan berventilasi. 
- jauhkan dari sumber api, panas dan asam. 
- ruang  penyimpanan  perlu  di  desain  agar  tidak 
memungkinkan terbentuk kantong‐kantong Hidrogen. 
- disediakan  alat  pelindung  diri  seperti  kacamata,  gloves  dan 
pakaian kerja. 
 
8. Gas bertekanan. 
Contoh  : gas N2, Asetilen, H2 dan Cl2 dalam silinder. 
Syarat penyimpanan  :  ‐ disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat. 
- ruangan dingin dan tidak terkena langsung matahari. 
- jauhkan dari api adan panas. 
- jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katup‐
katup.  
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 16

IV. BAHAN‐BAHAN KIMIA “INCOMPATIBLE” 
 
 
Seperti  diuraikan  sebelumnya,  ada  bahan‐bahan  kimia  yang  tak  boleh  dicampur 
dalam  penyimpanannya  seperti  asam  dengan  bahan  beracun,  bahan  mudah  terbakar  dari 
oksidator  dan  sebagainya.  Bahan‐bahan  demikian  disebut  “incompatible”  dan  harus 
disimpan secara terpisah. 
Faktor  lain  yang  perlu  dipertimbangkan  adalah  lamanya  waktu  penyimpanan  untuk 
zat‐zat  tertentu.  Eter,  parafin  cair  dan  olefin  membentuk  peroksida  karena  kontak  dengan 
udara dan cahaya. Semakin lama disimpan semakin besar jumlah peroksida. Isopropil eter, 
etil eter, dioksan dan tetrahidrofuran adalah zat‐zat yang sering menimbulkan bahaya akibat 
terbentuknya  peroksida  dalam  penyimpanan.  Zat  sejenis  eter  tak  boleh  disimpan  melebihi 
satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus dihabiskan selama enam 
bulan,  atau  sebelum  dipakai  dites  dahulu  kadar  peroksidanya,  dan  bila  positif,  peroksida 
tersebut dipisahkan atau dihilangkan secara kimia. 
Contoh  bahan‐bahan  demikian  seperti  pada  tabel  3.1.  Zat  pada  kolom  A  kontak 
dengan zat pada kolom B akan menghasilkan gas racun (kolom C). 
 
3.1 Bahan‐bahan kimia “incompatible” dan menghasilkan racun bila dicampur : 
 
Bahaya yang timbul bila 
Kolom A  Kolom B 
dicampur (kolom C) 
Sianida  Asam  Asam sianida 
Hipoklorit  Asam  Klor dan asam hipoklorit 
Nitrat  Asam sulfat  Nitrogen dioksida 
Asam nitrat  Tembaga, logam berat  Nitrogen dioksida 
Nitrit  Asam  Asam nitrogen oksida 
Asida  Asam  Hidrogen asida 
Senyawa arsenik  Reduktor  Arsen 
Sulfida  Asam  Hidrogen sulfida 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 17

3.2 Bahan‐bahan reaktif yang bila dicampur menimbulkan reaksi hebat, kebakaran dan 
atau ledakan: 
 
Bahan Kimia  Hindarkan kontak dengan : 
Asam  klorat,  nitrat,  debu  organik,  pelarut  organik 
Amonium nitrat 
mudah terbakar dan bubuk logam. 
Asam asetat  Asam kromat, Asam nitrat, perklorat dan peroksida. 
Karbon aktif  Oksidator (klorat, perklorat, hipoklorit). 
Asam asetat, gliserin, alkohol dan bahan kimia mudah 
Asam kromat 
terbakar. 
Amonium  nitrat,  Asam  kromat,  Hidrogen  peroksida 
Cairan mudah terbakar 
dan Asam nitrat. 
Hidrokarbon (butana, benzena,  Fluor, Klor, Asam kromat dan peroksida. 
benzin, terpentin) 
Kalium klorat/perklorat  Asam sulfat dan asam lainnya. 
Kalium permanganat  Gliserin, Etilen glikol, Asam sulfat. 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 18

V. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) DALAM LABORATORIUM 
 
Banyak cara‐cara dan usaha untuk mencegah kecelakaan, tetapi masih dapat terjadi 
kecelakaan  dalam  laboratorium.  Oleh  karena  itu,  untuk  menghindari  akibat  yang  tidak 
diinginkan, diperlukan usaha‐usaha pertolongan pertama bila terjadi kecelakaan. Meskipun 
banyak  cara  P3K  yang  umumnya  cukup  luas,  tetapi  P3K  dalam  laboratorium  kimia  dapat 
diarahkan pada kecelakaan yang berupa luka bakar, luka pada mata dan keracunan. 
Biasanya  pertolongan  pertama  selalu  diikuti  pengobatan  dengan  pemberian 
“antidote”  (penangkal).  Dan  selanjutnya  harus  segera  diikuti  pengobatan  oleh  dokter. 
Namun  demikian,  dokter  memerlukan  informasi  yang  jelas  tentang  penyebab  terjadinya 
kecelakaan,  terutama  jika  terjadi  keracunan,  agar  dokter  yang  bersangkutan  dapat 
memberikan obat yang tepat. 
 
LUKA BAKAR 
• Luka bakar karena bahan kimia (chemical burns). 
Bahan  kimia  seperti  asam  kuat,  alkali  dan  oksidator,  dapat  melukai  kulit,  terasa  panas 
seperti  terbakar.  Pertolongan  yang  harus  dilakukan  adalah  melepaskan  kontak  dengan 
bahan tersebut secepat mungkin, dan bagian tubuh yang terluka segera dicuci dengan air 
sebanyak mungkin. Selanjutnya jika terkena asam, bilas dengan larutan soda 3%, dan jika 
terkena basa, bilas dengan Asam asetat 1%, kemudian oleskan BOORSALP. 
 
• Luka bakar karena panas (thermal burns). 
Luka  bakar  karena  panas  dapat  terjadi  oleh  kebakaran  atau  kontak  dengan  gelas  atau 
logam  panas.  Pertolongan  yang  harus  dilakukan  adalah  mencelupkan  bagian  yang 
terkena panas ke dalam air es secepat mungkin, dan selanjutnya olesi dengan BOORSALP 
atau  dibalut  dengan  larutan  Asam  pikrat  1%.  Jika  luka  agak  parah,  jangan  pakai  lemak 
atau minyak, tetapi balutlah dengan larutan Tannin 5% yang baru dibuat. 
 
LUKA PADA MATA 
• Benda asing pada mata. 
Benda  asing  seperti  pecahan  kaca  dapat  masuk  pada  mata.  Benda‐benda  yang 
menempel atau  terikat  longgar  dapat  diambil dengan  hati‐hati.  Tetapi  jika  terikat kuat, 
segeralah bawa ke dokter karena hanya dokter yang dapat mengambilnya. 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 19

• Mata terkena bahan kimia. 
Percikan atau aerosol dari bahan kimia yang korosif atau iritan dapat melukai mata jika 
lupa memakai pelindung mata. Pertolongan yang segera diberikan adalah mencuci mata 
dengan  air  bersih  yang  mengalir  (air  kran).  Pada  saat  pencucian,  kelopak  mata  harus 
dibuka agar bersih di seluruh permukaan mata. Pencucian ini sebaiknya dilakukan terus 
menerus  selama  5‐15  menit.  Selanjutnya  lakukan  pencucian  dengan  larutan  bikarbonat 
3%  jika  terkena  asam,  dan  dengan  Asam  borat  1‐3%  jika  terkena  basa.  Bahan‐bahan 
kimia seperti Asam sulfat, Asam nitrat, Asam klorida, Asam fluorida, Natrium atau Kalium 
hidroksida,  Amonia  dan  senyawa‐senyawa  amina,  sangat  berbahaya  jika  terkena  mata. 
Oleh  karena  itu,  gunakan  kacamata  atau  GOGGLES  untuk  mencegah  terjadinya  hal‐hal 
yang membahayakan mata. 
 
KERACUNAN 
Keracunan  merupakan  kecelakaan  yang  sering  terjadi  dalam  laboratorium. 
Kebanyakan  disebabkan  oleh  masuknya  bahan  kimia  ke  dalam  tubuh  lewat  saluran 
pernafasan atau lewat kulit, dan sangat jarang lewat mulut. 
 
• Keracunan lewat pernafasan. 
Gas‐gas  seperti  Cl2,  HCl,  SO2,  NH3  dan  formaldehida  adalah  sangat  iritan  dan  dapat 
segera  dirasakan  akibatnya  bila  kita  menghirupnya  karena  efek  lokal  terhadap  saluran 
pernafasan.  Demikian  pula  uap  seperti  CHCl3,  Benzena,  Karbon  disulfida  dapat  tercium 
baunya. Sebaliknya, gas seperti CO, Metil klorida, Air raksa (Hg) sangat berbahaya karena 
tak  tercium  baunya  saat  kita  menghirup  gas‐gas  tersebut.  Pertolongan  pertama  yang 
harus  segera  diberikan  adalah  segera  memindahkan  korban  secepat  mungkin  menuju 
udara segar. Jika keracunan berat terjadi segera bawa ke dokter. 
• Keracunan lewat kulit. 
Kulit dapat mengalami kerusakan berupa larutnya lemak oleh pelarut organik (sehingga 
kulit menjadi sensitif) atau kerusakan jaringan oleh asam‐asam kuat. 
Disamping  itu  kontak  dengan  bahan‐bahan  seperti  sianida,  Nitrobenzen,  TEL,  Fenol, 
Arsen triklorida dan Kresol, dapat juga menimbulkan keracunan sistemik karena adsorbsi 
ke  dalam  tubuh  melalui  permukaan  kulit.  Pertolongan  pertama  yang  harus  dilakukan 
adalah menyiram atau mencuci dengan air yang cukup, baik untuk zat yang larut ataupun 
tidak larut dalam air. Selanjutnya bawalah ke dokter agar mendapatkan pengobatan yang 
tepat. 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 20

• Keracunan lewat mulut (tertelan).  
Keracunan  jenis  ini  jarang  terjadi  di  dalam  laboratorium  kecuali  kontaminasi  makanan 
atau  minuman  dan  kesalahan  mengambil  bahan.  Sebaiknya  lebih  hati‐hati  dalam 
penanganan  bahan‐bahan  beracun,  karena  cara  ini  merupakan  upaya  praktis  dalam 
mencegah  keracunan  lewat  mulut.  Pertolongan  pertama  yang  harus  segera  dilakukan 
adalah  bila  korban  muntah‐muntah,  beri  air  minum  hangat  agar  muntah  lagi  dan 
sekaligus  mengencerkan  racun  dalam  perut.  Jika  korban  tidak  muntah  maka  berilah 
minum  segelas  air  ditambah  2  sendok  garam  dapur  agar  dapat  muntah.  Cara  ini 
bertujuan  untuk  segera  mengeluarkan  racun  secepat  mungkin  sebelum  terserap  oleh 
usus.  Selanjutnya  memanggil  dokter  atau  membawa  korban  ke  rumah  sakit  dan 
meberikan keterangan tentang jenis bahan kimia penyebab keracunan. 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 21

VI. BEBERAPA PETUNJUK CARA KERJA LABORATORIUM KIMIA 
 
1. Cara membaui zat 
 

 
 
 
 
 

2. Cara mengambil larutan dengan pipa kaca dari botol 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pipa  kaca  dimasukkan  ke  dalam 
larutan,  tutup  ujungnya  dan 
angkat keluar. 
 
3. Cara melipat kertas saring 
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 22

4. Cara menuang larutan 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5. Cara membaca tinggi larutan dalam gelas ukur 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6. Cara mencampur larutan 
 
 
 
 
 
 
Diaduk  dengan  batang  pengaduk.  Ujung  batang  pengaduk  jangan  mengenai  dasar  tabung 
reaksi. 
Diaduk dengan memutar tabung reaksi. 
 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 23

7. Cara mencuci endapan 
 
 
 

8. Cara mengambil larutan dengan pipet ukur untuk larutan yang tidak berbahaya 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1. Hisap  larutan  sampai 
melampaui  volume  yang 
diinginkan.  Tutup  ujung 
pipet dengan telunjuk. 
2. Buka  telunjuk  perlahan‐
lahan  dan  tutup  lagi.  Bila 
volume  larutan  di  dalam 
pipet  sudah  sesuai  dengan 
volume yang diperlukan. 
 

LABORATORIUM KIMIA FMIPA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 24

9. Cara mentitrasi larutan 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 25

PERCOBAAN 2 
STOIKHIOMETRI 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Menentukan angka koefisien reaksi Natrium hidroksida dengan Tembaga II sulfat. 
 
B. TEORI SINGKAT 
Koefisien  reaksi  adalah  angka  yang  menunjukkan  banyaknya  mol  zat  yang 
bereaksi atau banyaknya mol zat yang dihasilkan dari suatu reaksi. Koefisien reaksi dapat 
ditentukan dengan cara perhitungan atau dengan percobaan. 
Salah satu cara yang mudah untuk mempelajari stoikhiometri beberapa reaksi 
adalah  dengan  percobaan.  Metoda  yang  digunakan  adalah  metoda  variasi  kontinyu. 
Dalam metoda ini dilakukan sederetan pengamatan dari suatu reaksi dimana jumlah mol 
seluruh  pereaksi  adalah  sama,  tetapi  jumlah  mol  masing‐masing  zat  yang  bereaksi 
berbeda‐beda atau bervariasi. 
Salah satu sifat fisika dan sifat kimia yang dapat dipilih untuk diamati dalam 
suatu reaksi kimia adalah massa, volume dan suhu, karena kuantitas pereaksi berlainan 
perubahan ketiga sifat kimia dapat digunakan untuk meramalkan angka koefisien reaksi. 
Pada  percobaan  ini  sifat  kimia  yang  akan  diamati  adalah  massa  dari  hasil 
suatu reaksi antara NaOH dengan CuSO4. 
 
C. ALAT DAN BAHAN 
 
UKURAN/  JUMLAH 
NO.  NAMA ALAT/BAHAN 
KONSENTRASI  KEBUTUHAN 
1  Corong     
2  Gelas kimia  100 mL  4 buah 
3  Gelas ukur  50 mL  2 buah 
4  Botol semprot     
5  Batang pengaduk     
6  Kertas saring     
7  NaOH  0,5 M  100 mL 
8  CuSO4  0,5 M  100 mL 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 26

D. CARA KERJA 
1. Sediakan 2 buah gelas kimia 100 mL, lalu isi dengan NaOH masing‐masing sebanyak 10 
mL dan 20 mL. 
2. Ambil lagi 2 buah gelas kimia 100 mL, kemudian isi dengan larutan CuSO4 masing‐masing 
sebanyak 40 mL dan 30 mL. 
3. Tuangkan  perlahan‐lahan  larutan  CuSO4  ke  dalam  larutan  NaOH  sehingga  terjadi 
endapan, dan biarkan beberapa saat sampai semua endapan turun ke dasar gelas kimia. 
4. Saring endapan dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya, lalu cuci endapan 
dengan  aquades  dan  keringkan,  kemudian  timbang.  Catat  berat  endapan  yang  di 
hasilkan. 
5. Lakukan percobaan ini sesuai dengan tabel berikut : 
Nama Larutan  Volume (mL) 
NaOH  10  30  40 
CuSO4  40  20  10 
 
6. Buat  grafik  yang  menunjukkan  mol  NaOH  sebagai  sumbu  X  dan  berat  endapan  sebagai 
sumbu Y. 
7. Titik potong garis sebelah kiri dan garis sebelah kanan menunjukkan perbandingan mol 
NaOH dengan CuSO4. 
 
E. LEMBAR KERJA 
1. Pengamatan 
Percobaan  1  2  3  4  5 
mol NaOH           
(x 10‐3) 
CuSO4           
(x 10‐3) 
Berat endapan (gram)           
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 27

2. Tugas 
Pada reaksi A dengan B perubahan sifat kimia yang diamati adalah suhu. Hasil pengamatan 
ditunjukkan dalam tabel berikut : 
 
Vol A 
10  20  30  40  50  60  70  80  90 
(mL) 
Vol B 
90  80  70  60  50  40  30  20  10 
(mL) 
29,1 
T awal  28,6  28,2  28,5  27,1  27,5  27,0  29,2  28,2 
 
31,1 
T akhir  29,8  30,8  32,4  32,3  34,1  34,9  34,9  32,0 
 
 
Dengan  membuat  grafik  yang  menghubungkan  ΔT  dan  volume  A,  tentukan  rumus  empiris 
senyawa yang terjadi. 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 28

PERCOBAAN 3 
REAKSI KIMIA 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Mempelajari reaksi‐reaksi kimia. 
 
B. TEORI SINGKAT 
  Reaksi  kimia  merupakan  salah  satu  bagian  dari  ilmu  kimia  yang  mempelajari  sifat‐
sifat  kimia  dari  suatu  zat  seperti  apakah  suatu  zat  dapat  bereaksi  dengan  zat  lain.  Apakah 
reaksi  tersebut  menghasilkan  gas  atau  endapan  atau  apakah  reaksi  tersebut  memerlukan 
panas atau memerlukan pH tertentu, cara untuk mengetahui sifat‐sifat kimia dari suatu atau 
berbagai  zat  dilakukan  dengan  melalui  percobaan  kemudian  diamati  perubahan  apa  yang 
terjadi. Perubahan yang terjadi kemudian dicatat sebagai data komulatif. 
  Pada  percobaan  ini  akan  dipelajari  berbagai  reaksi  kimia  dari  bebrapa  zat  yang 
bereaksi. 
 
C. ALAT DAN BAHAN 
UKURAN/  JUMLAH 
NO  NAMA ALAT/BAHAN 
KONSENTRASI  KEBUTUHAN 
1  Tabung reaksi biasa  16 x 150 mm  6 buah 
2  Pipet tetes  Panjang  6 buah 
3  Pengaduk     
4  Kertas saring     
5  Lakmus merah     
6  Lakmus biru     
7  Indikator universal     
8  HCl  0,05 M   
9  NaOH  0,05 M   
10  Indikator PP     
11  Indikator MM     
12  Al2(SO4)3  0,1 M   
13  NH4OH  1 M   
14  NaOH  1 M   
15  ZnSO4  0,1 M   
16  BaCl2  0,1 M   

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 29

17  K2CrO4  0,1 M   


18  CaCO3  Kristal   
19  HCl  3 M   
20  Ba(OH)2  2 M   
21  NH4Cl  Kristal   
22  Air klor     
23  KI  0,05 M   
24  CHCl3     
25  CCl4     
26  H2C2O4  0,1 M   
27  KmnO4  0,05 M   
28  KSCN  0,1 M   
29  FeSO4  0,1 M   
30  Na3PO4  Kristal   
31  H2SO4  2 M   
32  FeCl3  0,1 M   
 
D. CARA KERJA 
1. Indikator sebagai petunjuk sifat asam atau basa 
a) Ambil 2 (dua) buah tabung reaksi dan isi masing‐masing dengan larutan HCl  0,05 M dan 
1mL larutan NaOH 0,05 M. 
b) Tambahkan  1  tetes  indikator  PP  pada  kedua  tabung,  amati  apa  yang  terjadi  dan  catat 
pada lembar kerja anda. 
c) Ulangi percobaan a dan b dengan mengganti indikator PP dengan indikator MM. 
 
2. Reaksi pembentukan endapan 
a) Endapan Al 
1) Masukkan  1  mL  Al2(SO4)3  0,1  M  lalu  tambahkan  1  mL  NH4OH  1  M.  tambahkan  lagi 
tetes demi tetes NH4OH 1 M, amati apa yang terjadi. 
2) Pada  tabung  reaksi  yang  lain  masukkan  1  mL  Al2(SO4)3  0,1  M  lalu  tambahkan  1  mL 
NaOH 1 M. tambahkan lagi tetes demi tetes NH4OH 1 M, amati apa yang terjadi. 
 
b) Endapan Zn 
Ulangi percobaan di atas, tetapi larutan Al2(SO4)3 0,1 M diganti dengan larutan ZnSO4 0,1 
M. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 30

c) Endapan Ba 
1) Ambil 1 mL larutan BaCl2 0,1 M, masukkan ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 
mL larutan K2CrO4 0,1 M, amati apa yang terjadi. 
2) Masukkan  1  mL  larutan  BaCl2  0,1  M  ke  dalam  tabung  reaksi,  lalu  tambahkan 
kedalamnya  1  mL  HCl  0,1  M,  kemudian  tambahkan  lagi  1 mL  larutan K2CrO4  0,1  M. 
Amati dan catat hasil pengamatan anda. 
 
3. Reaksi pembentukan gas 
a) Ambil 1 buah tabung reaksi pipa samping dan pasang selang pada pipa tabung tersebut 
untuk mengalirkan gas hasil reaksi. 
b) Masukkan  2  gram  batu  pualam  (CaCO3)  ke  dalam  tabung  reaksi  tersebut  diatas,  lalu 
tambahkan 3 mL HCl 3 M, segera tutup tabung dengan sumbat gabus/karet dan gas yang 
terbentuk dialirkan ke dalam larutan jernih Ba(OH)2. Perhatikan apa yang terjadi. 
c) Masukkan 1 gram kristal NH4Cl ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 2 mL NaOH 1 M. 
letakkan  kertas  lakmus  merah  pada  mulut  tabung,  amati  dan  catat  perubahan  warna 
lakmus. 
d) Kedalam 2 buah tabung reaksi, masing‐masing diisi dengan 1 mL air klor dan      1 mL KI 
0,05 M. perhatikan warna kedua larutan. Kedalam masing‐masing tabung tambahkan 1 
mL CHCl3. Perhatikan warna kedua larutan. 
 
4. Reaksi pembentukan warna 
a) Kedalam campuran 1 mL H2C2O4 0,1 M dan 2 tetes H2SO4, masukkan setetes demi setetes 
larutan KmnO4 sampai warna KmnO4 hilang. 
b) Kedalam larutan FeSO4 0,1 M bubuhi 2 tetes H2SO4 2 M, dan tambahkan tetes demi tetes 
KmnO4 0,05 M. bandingkan kecepatan hilangnya warna KmnO4 pada percobaan 4a dan 
4b. 
c) Kedalam dua buah tabung reaksi masing‐masing masukkan 2 mL FeCl3  0,1 M dan  2 mL 
KSCN  0,1  M.  kedalam  salah  satu  tabung  masukkan  beberapa  butir  Na3PO4  kristal. 
Bandingkan warna kedua larutan. 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 31

E. LEMBAR KERJA 
1. Indikator sebagai penunjuk sifat asam atau basa 
Indikator/larutan  HCl 0,05 M  NaOH 0,05 M 
PP     
MM     
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
2. Reaksi pengendapan 
a) Endapan Al 
Reaksi  Pengamatan 
Al2(SO4)3 + NH4OH   
………… + NH4OH   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
Al2(SO4)3 + NaOH   
………… + NaOH   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
b) Endapan Zn 
Reaksi  Pengamatan 
ZnSO4 + NH4OH   
……… + NH4OH   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
ZnSO4  + NaOH   
………  + NaOH   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
c) Endapan Ba 
Reaksi  Pengamatan 
BaCl2 + K2CrO4   
……………………………………………….   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
BaCl2 + HCl + K2CrO4   
……………………………………………….   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 32

3. Reaksi pembentukan gas 
a) Pembentukan gas CO2 
Reaksi  Pengamatan 
CaCO3 + HCl   
………. + Ba(OH)2   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
b) Pembentukan gas NH3 
Reaksi  Pengamatan 
NH4Cl + NaOH + lakmus merah basah   
NH4Cl + NaOH + lakmus biru basah   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
c) Pembentukan gas I2 
Reaksi  Pengamatan 
Air klor + KI   
Air klor + KI + CHCl3   
Air klor + KI   
Air klor + CCl4   
Kesimpulan : 
 
4. Reaksi pembentukan warna 
Reaksi  Pengamatan 
H2C2O4 + H2SO4   
………. + KmnO4   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
Reaksi  Pengamatan 
FeSO4 + H2SO4   
……… + KmnO4   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 33

Reaksi  Pengamatan 
FeCl3 + KSCN   
…….. + Na3PO4   
Kesimpulan : ………………………………………………………………………………. 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 34

PERCOBAAN 4 
MASSA ZAT‐ZAT PADA REAKSI KIMIA 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Untuk membuktikan “Hukum Kekekalan Massa” 
 
B. TEORI SINGKAT 
Para  ahli  di  bidang  kimia  pada  abad  ke‐18  menemukan  konsep‐konsep  ilmiah  yang 
kemudian  dikenal  sebagai  hukum‐hukum  dasar  kimia,  salah  satu  hukum  tersebut  adalah 
Hukum Kekekalan Massa yang menyatakan bahwa : 
Massa zat sebelum reaksi adalah sama dengan massa zat setelah reaksi. 
Contoh : Zn (s) + S (s)  ZnS (s) 
               65,4 g    32 g                  97,5 g 
Walaupun suatu zat mengalami perubahan kimia sehingga membentuk zat‐zat baru, namun 
tidak mengalami perubahan massa. 
 
C. ALAT DAN BAHAN 
UKURAN/ KONSENTRASI  JUMLAH 
NO.  NAMA ALAT/BAHAN 
KEBUTUHAN 
1  Labu erlenmeyer  250 mL  2 buah 
2  Sumbat gabus/karet  Seukuran mulut erlenmeyer  2 buah 
3  Tabung reaksi  10 x 100 mm (ukuran 10 mL)  2 buah 
4  Benang    Secukupnya 
5  Gelas ukur  10 mL  2 buah 
6  Pipet tetes  Panjang  4 buah 
7  Neraca    1 buah 
8  Larutan NaOH  0,1 M  10 mL 
9  Larutan CuSO4  0,1 M  5 mL 
10  Larutan KI  0,1 M  10 mL 
11  Larutan Pb(NO3)2  0,1 M  5 mL 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 35

D. CARA KERJA 
1. Masukkan 10 mL larutan Natrium hidroksida 0,1 M ke dalam labu erlenmeyer dan 5 mL 
larutan Tembaga II sulfat 0,1 M ke dalam tabung reaksi kecil (yang sudah diikat dengan 
benang).  Masukkan  tabung  itu  ke  dalam  erlenmeyer  dan  beri  sumbat  labu  tersebut. 
(lihat gambar 13.1). 
2. Timbang labu erlenmeyer dengan isinya dan catat massanya pada lembar kerja anda. 
3. Miringkan  labu  sehingga  kedua  larutan  dapat  bercampur.  Catat  perubahan  apa  yang 
terjadi? 
4. Timbang lagi labu erlenmeyer dengan isinya dan catat massanya. 
5. Lakukan  percobaan  yang  sama  dengan  10  mL  larutan  Kalium  iodida  0,1  M  dan      5  mL 
larutan Timbal II nitrat 0,1 M. 
 
E. LEMBAR KERJA 
1. Pengamatan 
a) Reaksi larutan Natrium hidroksida dengan larutan Tembaga II sulfat 
Perubahan  apa  yang  terjadi  : 
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………. 
Massa alat + zat‐zat 
Sebelum reaksi = …………………………………gram 
Sesudah reaksi = …………………………………gram 
b) Reaksi larutan Kalium iodida dengan larutan Timbal II nitrat 
Perubahan  apa  yang  terjadi  : 
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………. 
Massa alat + zat‐zat 
Sebelum reaksi = …………………………………gram 
Sesudah reaksi = …………………………………gram 
 
2. Pertanyaan 
a) Kesimpulan apa yang dapat diambil dari percobaan ini? 
b) Pada reaksi : 
Mg (s) + HCl (aq)  MgCl (aq) + H2 (g) 
Dihasilkan  0,1  mol  gas  H2  (1  atm,  0°C).  buktikan  bahwa  massa  zat  sebelum  dan 
sesudah reaksi sama. 
Diket : Ar Mg = 24  Ar H = 1  Ar Cl = 35,5 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 36

PERCOBAAN 5 
PENGARUH PERUBAHAN KONSENTRASI PADA SISTEM KESETIMBANGAN 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada sistem kesetimbangan. 
 
B. TEORI SINGKAT 
Dalam  keadaan  kesetimbangan  konsentrasi  masing‐masing  komponen  sistem  tidak 
berubah.  Tujuan  eksperimen  ini  adalah  untuk  mengamati  apa  yang  dilakukan  oleh  suatu 
sistem  kesetimbanagan  jika  konsentrasi  satu  atau  semua  komponen  diubah  oleh  “pihak 
luar”. 
Sistem  yang  diamati  adalah  yang  terjadi  pada pencampuran  larutan                                Besi  III 
klorida dengan larutan Kalium tiosianat : 
 
Fe3+ (aq) + SCN‐ (aq)  FeSCN2+ (aq) 
 
Ion FeSCN2+  (aq) berwarna merah. Jika jumlah Ion FeSCN2+ bertambah sedangkan volume 
larutan  tetap,  warna  larutan  menjadi  lebih  tua.  Pada  eksperimen  ini  kita  menggunakan 
tabung reaksi yang sama ukurannya karena intensitas warna larutan tidak hanya bergantung 
pada  konsentrasi  zat  berwarna,  melainkan  juga  pada  dalamnya  larutan.  Perhatikan  gelas 
yang  penuh  dengan  air  teh,  warnanya  tampak  lebih  tua  jika  dilihat  dari  atas  ke  bawah 
daripada dari muka ke belakang. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 37

C. ALAT DAN BAHAN 
UKURAN/  JUMLAH 
NO  NAMA ALAT/BAHAN 
KONSENTRASI  KEBUTUHAN 
1  Gelas ukur  50 mL  2 buah 
2  Gelas kimia  100 mL  2 buah 
3  Batang pengaduk  15 cm  2 buah 
4  Tabung reaksi  15 mL  8 buah 
5  Rak tabung reaksi    1 buah 
6  Pipet tetes    2 buah 
7  KCNS  0,2 M, pekat   
8  FeCl3  0,2 M, pekat   
9  Na2HPO4  kristal   
10  Air the     
D. CARA KERJA 
1. Masukkan 25 mL air ke dalam gelas kimia. Tambahkan 3 tetes larutan         KCNS 0,2 M 
dan  2  tetes  larutan  FeCl3  0,2  M.  aduk  larutan  dan  kemudian  bagi  larutan  itu  sama 
banyaknya dalam 5 tabung reaksi. Tabung pertama digunakan untuk pembanding warna. 
2. Tambahkan : 
a) 1 tetes larutan KSCN pekat pada tabung kedua. 
b) 1 tetes larutan FeCl3 pekat pada tabung ketiga. 
c) Sedikit kristal Na2HPO4 pada tabung keempat  
(ion Fe3+ mengikat ion HPO42‐). 
3. Guncangkan ketiga tabung dan bandingkan warna larutan dalam masing‐masing tabung 
itu dengan warna larutan dalam tabung pertama. 
4. Tambahkan 5 mL air pada tabung kelima. Guncangkan tabung itu dan bandingkan warna 
larutannya  dengan  warna  larutan  dalam  tabung  pertama  dengan  melihat  dari  atas  ke 
bawah. 
5. Masukkan 5 mL air teh kedalam masing‐masing dua tabung reaksi yang sama ukurannya. 
Tambahkan 5 mL pada salah satu tabung. Bandingkan warna air the dalam kedua tabung 
itu dengan melihat dari atas ke bawah. 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 38

E. LEMBAR KERJA 
Sistem kesetimbangan : 
 
Fe3+ (aq) + SCN (aq)  FeSCN2+ (aq) 
    berwarna merah 
 
1. Pengamatan 
a) Konsentrasi satu komponen diubah 
Warna dibandingkan dengan 
No. tabung  Perubahan yang diadakan  tabung 1 (lebih tua, sama, 
lebih muda) 
2  (SCN‐) diperbesar   
3  (Fe3+) diperbesar   
4  (Fe3+) diperkecil   
 
b) Larutan diencerkan 
Warna  larutan  sesudah  pengenceran  dibandingkan  dengan  sebelum  diencerkan, 
dilihat dari atas ke bawah. 
- sistem kesetimbangan 
- air teh 
 
2. Pertanyaan 
Apa yang dilakukan oleh sistem kesetimbangan jika “pihak luar” : 
a) Memperbesar konsentrasi suatu komponen 
b) Memperkecil konsentrasi suatu komponen 
c) Memperkecil konsentrasi semua komponen (mengencerkan larutan) 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 39

PERCOBAAN 6 
HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI KOMPONEN DALAM SISTEM 
KESETIMBANGAN 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Mempelajari hubungan antara konsentrasi komponen dalam sistem kesetimbangan. 
 
B. TEORI SINGKAT 
Tujuan  eksperimen  ini  adalah  untuk  memeriksa  bagaimana  hubungan  antara 
konsentrasi komponen di dalam suatu sistem kesetimbangan. Sistem yang dipelajari: 
 
Fe3+ (aq) + SCN‐ (aq)  FeSCN2+ (aq) 
 
Konsentrasi  komponen  akan  ditemukan  secara  kalorimetri,  yaitu  pengukuran 
berdasarkan  intensitas  warna.  Pada  eksperimen  4  telah  dikatakan  bahwa  intensitas  warna 
larutan bergantung pada konsentrasi partikel berwarna dan dalamnya larutan. Dua larutan 
suatu zat berwarna yang konsentrasinya berbeda, wranany sama jika : 
 
c1 x d1 = c2 x d2 
 
c1 = konsentrasi partikel berwarna dalam larutan 1 
c2 = konsentrasi partikel berwarna dalam larutan 2 
d1 = tinggi larutan 1 
d2 = tinggi larutan 1 
 
C. ALAT DAN BAHAN 
UKURAN/ KONSENTRASI  JUMLAH 
NO  NAMA ALAT/BAHAN 
KEBUTUHAN 
1  Tabung reaksi  15 mL  5 buah 
2  Rak tabung reaksi    1 buah 
3  Gelas ukur  10 mL  2 buah 
4  Pipet tetes    2 buah 
5  Gelas kimia  100 mL  2 buah 
6  KCNS  0,002 M   
7  FeCl3  0,2 M; 0,05 M; 0,02 M; 0,005 M   

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 40

D. CARA KERJA 
1. Sediakan 5 tabung reaksi yang garis tengahnya sama. Berikan nomor 1, 2, 3, 4 dan 5 pada 
tabung‐tabung itu. 
2. Masukkan  5  mL  larutan  KSCN  0,002  M  kedalam  masing‐masing  tabung  itu  dan 
tambahkan : 
a) 5 mL larutan FeCl3 0,2 M pada tabung 1 
b) 5 mL larutan FeCl3 0,05 M pada tabung 2 
c) 5 mL larutan FeCl3 0,02 M pada tabung 3 
d) 5 mL larutan FeCl3 0,005 M pada tabung 4 
Guncangkan tabung‐tabung itu, 
3. Bandingkan  warna  larutan  1  dan  2.  Jika  warnanya  berbeda  keluarkan  larutan  yang 
warnanya  lebih  tua  dengan  pipet  tetes  sampai  kedua  larutan  mempunyai  warna  yang 
sama  bila  dilihat  dari  atas  ke  bawah  (larutan  yang  dikeluarkan  harus  ditempatkan  di 
dalam gelas kimia yang bersih dan kering agar larutan itu dapat dikembalikan ke dalam 
tabungnya bila perlu). Ukur dan catat tinggi kedua larutan dalam mm. 
4. Dengan cara seperti diatas, tentukan tinggi larutan tabung 1 dan 3 yang sama warnanya, 
kemudian tinggi larutan tabung 1 dan 4 yang sama warnanya. 
 
E. LEMBAR KERJA 
1. Perhitungan 
a) Hitunglah FeSCN2+ dalam tabung 1 dengan menganggap bahwa : 
ƒ Dalam larutan FeCl3 dan larutan KSCN, kedua zat itu terurai seluruhnya menjadi ion‐
ion Fe3+ dan Cl‐, K+ dan SCN‐ 
ƒ Semua ion SCN‐ yang dimasukkan kedalam tabung 1 diikat menjadi ion FeSCN2+ 
b) Hitunglah  FeSCN2+  dalam  sistem  kesetimbangan  didalam  tabung  2,  3  dan  4  dengan 
menggunakan rumus yang telah disebut : c1 x d1 = c2 x d2 
c) Dari  Fe3+  pada  awal  reaksi  dan  FeSCN2+  dalam  sistem  kesetimbangan,  hitunglah  Fe3+ 
dalam sistem kesetimbangan di dalam tabung 2, 3 dan 4. 
d) Dari SCN‐ pada reaksi FeSCN2+ dalam sistem kesetimbangan, hitunglah SCN‐dalam sistem 
kesetimbangan di dalam tabung 2, 3 dan 4. 
e) Periksalah  apakah  ada  hubungan  tertentu  antara  konsentrasi  komponen  dalam  sistem 
kesetimbangan. Hitunglah misalnya harga : 
ƒ (FeSCN2+) (Fe3+) (SCN‐) 
ƒ (FeSCN2+) (Fe3+) 
  (SCN‐) 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 41

ƒ       (FeSCN2+) 
  (Fe3+)(SCN‐) 
Persamaan kesetimbangan : 
Fe3+ (aq) + SCN‐ (aq)  FeSCN2+ (aq) 
    berwarna merah 
 
2. Pengamatan 
Tinggi larutan (mm) 
a  b  c 
Tabung 1………………….  Tabung 1………………….  Tabung 1…………………. 
Tabung 2………………….  Tabung 3………………….  Tabung 4…………………. 
 
a) (FeSCN2+) dalam tabung 1 
b) (FeSCN2+) dalam sistem kesetimbangan 
ƒ tabung 2 
ƒ tabung 3  
ƒ tabung 4 
c) (Fe3+) dan (SCN‐) dalam sistem kesetimbangan 
Tabung  Konsentrasi awal (M)  Konsentrasi kesetimbangan (M) 
  (Fe3+)  (SCN‐)  (FeSCN2+)  (Fe3+)  (SCN‐) 
2           
3           
4           
 
d) Hubungan antara konsentrasi komponen dalam sistem kesetimbangan 
Hubungan  Tabung 2  Tabung 3  Tabung 4 
a) (FeSCN2+) (Fe3+) (SCN‐)       
 
b) (FeSCN2+) (Fe3+)       
             (SCN‐) 
c)        (FeSCN2+)       
           (Fe3+) (SCN‐) 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 42

3. Pertanyaan 
Kesimpulan apa yang dapat diambil tentang hubungan konsentrasi komponen dalam sistem 
kesetimbangan ini? 
Catatan : Dalam menjawab pertanyaan hendaknya diperhitungkan kesalahan/ketidakpastian 
pada eksperimen ini. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 43

PERCOBAAN 7 
LARUTAN 
 
I. REAKSI ASAM – BASA 
 
Teori Singkat 
Zat‐zat dapat diklarifikasikan menjadi asam dan basa didasarkan pada karakteristik zat‐
zat  tersebut  didalam  larutan  air.  Suatu  zat  dapat  dikatakan  asam  apabila  antara  lain 
mempunyai  rasa  asam,  memerahkan  kertas  lakmus  biru  dan  dengan  basa  bereaksi 
membentuk  garam  ditambah  air.  Sedangkan  basa  antara  lain  mempunyai  rasa  pahit,  licin 
dan membirukan kertas lakmus merah. 
 
Dalam  perkembangan  selanjutnya  Arrhenius  mengemukakan  suatu  teori  yang 
menyatakan bahwa ASAM adalah zat yang mengandung hidrogen, dan jika dilarutkan dalam 
air  akan  terurai  menjadi  ion  hidrogen  dan  amonium.  Sedangkan  yang  dimaksud  dengan 
BASA  adalah  senyawa  hidroksida  yang  di  dalam  air  terurai  menjadi  ion  hidroksida  dan  ion 
logam.  Dengan  teori  ini  dapat  mengukur  derajat  dissosiasi.  Dengan  mengukur  derajat 
dissosiasi  suatu  asam  atau  basa  dapat  dijelaskan  mengenai  keasaman  dan  kebasaan  suatu 
zat.  Teori  Arrhenius  memberikan  dasar  matematika  pada  reaksi  asam  dan  basa.  Kegagalan 
dari teori ini adalah tidak dapat menerangkan pengaruh pelarut dalam proses dissosiasi. 
 
Pada  tahun  1923  Bronsted  di  Denmark  dan  Lowry  di  Inggris  mengemukakan  konsep 
tentang asam dan basa, ASAM adalah donor proton, dan BASA adalah akseptor proton. 
Asam  proton + basa 
    (basa konjugasi) 
Jika suatu asam kehilangan proton, maka yang tinggal adalah suatu basa yang disebut 
dengan basa konjugasi dari asam semula. Proton (H+) tidak merupakan ion tersendiri dalam 
air, tetapi bereaksi dengan molekul air membentuk ion hidronium. 
H+ + H2O  H3O+ 
Suatu zat bersifat asam jika terdapat akseptor proton dan bersifat basa bila ada donor 
proton. Seringkali pelarut merupakan akseptor atau donor proton sehingga proses pelarutan 
merupakan suatu reaksi asam basa. 
 
G.N. Lewis (1923) mengajukan empat kriteria untuk asam dan basa : 
1. Reaksi asam dan basa adalah reaksi yang cepat. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 44

2. Asam kuat atau basa kuat dapat mengganti asam yang lebih lemah atau yang lebih lemah 
dari senyawa. 
3. Indikator dapat digunakan untuk menentukan titik ekivalen reasi asam‐basa. 
4. Asam dan basa merupakan katalis yang penting. 
Sifat  diatas  ada  hubungannya  dengan  pembentukan  ikatan  koordinat  ekivalen,  ASAM 
adalah akseptor pasangan elektron dan BASA adalah donor pasangan elektron. 
♦ pH (eksponen ion hidrogen) 
Sorensen  (1909)  menyatakan  bahwa  yang  dimaksud  dengan  pH  suatu  larutan  adalah 
minus logaritma konsentrasi hidrogen. 
pH = ‐ log [H+] =    log      1 
  [H+] 
Secara umum digunakan : px      =  1‐ log x 
                                           Kw     =  [H+] [OH‐] = 1 x 10‐14 
                                           PKw   = pH + pOH = 14 
Untuk suatu larutan netral pada suhu 25°C, pH = pOH = 7 
♦ Indikator asam‐basa 
Indikator  asam‐basa  banyak  digunakan  untuk  menentukan  titik  akhir  titrasi.  Umumnya 
adalah  senyawa  organik  dengan  berat  molekul  besar.  Dalam  air  atau  pelarut  lain  dapat 
bersifat asam atau basa. Indikator dapat berdissosiasi sebagai berikut : 
H In   H+ + In‐ 
(warna asam)  (warna basa) 
 
In OH  In+ + OH‐ 
(warna basa)  (warna asam) 
Perbandingan berbagai bentuk warna indikator pada berbagai pH 
Perbandingan 
pH larutan  Warna 
H In             atau                In 
1  10.000  1  Merah 
2    1.000  1  Merah 
3       100  1  Merah 
4         10  1  Merah 
5           1  1  Jingga 
6           1  10  Kuning 
7           1  100  Kuning 
8           1  1000  Kuning 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 45

Daerah perubahan warna dari merah ke kuning sebanyak dua satuan (dari pH 4 sampai pH 6) 
disebut daerah perubahan indikator atau interval warna indikator. Diantara kedua harga pH 
tersebut warna menjadi jingga, dan pada pH 5 perbandingan kedua warna sama banyak.  
 
A. PENENTUAN TRAYEK pH INDIKATOR ASAM‐BASA 
1. Tujuan 
Menentukan trayek pH berbagai indikator asam‐basa dan indikator yang terdapat dalam 
tumbuh‐tumbuhan. 
 
2. Alat dan Bahan 
a) Tabung reaksi  12 bh  i) Indikator metil merah (MM) 
b) Rak tabung reaksi  1 bh  j) Indikator metil jingga (MO) 
c) Gelas kimia 100 mL  1 bh  k) Indikator phenolphtalein (PP) 
d) Gelas ukur 10 mL  1 bh  l) Indikator brom timol biru (BTB) 
e) Pipet tetes  13 bh  m) Kembang sepatu 
f) Lumpang dan alu  1 bh  n) Kol merah 
g) Larutan pH 1‐12  o) Kunir 
h) Lakmus biru dan merah  p) Alkohol/aseton 
 
3. Cara Kerja 
a) Sediakan 12 tabung reaksi dan beri nomor 1 sampai 12 
b) Ambil 1 mL (± 20 tetes) dari masing‐masing larutan pH 1‐12, masukkan kedalam masing‐
masing tabung reaksi dimana larutan pH 1 tempatkan pada tabung no.1 dan seterusnya. 
c) Tambahkan  1‐2  tetes  indikator  MO  pada  masing‐masing  tabung  dan  amati  perubahan 
warna larutan setiap tabung, dan tentukan trayek pH indikator tersebut. 
d) Kemudian cuci kembali semua tabung dan pipet sampai bersih dan keringkan. 
e) Ulangi percobaan 2‐4 dengan mengganti indikator MO dengan masing‐masing indikator 
lainnya yaitu indikator PP, MM, BTB, ekstrak kembang sepatu, kol merah dan kunir. 
 
Cara membuat ekstrak dari beberapa indikator alam seperti kembang sepatu, kol dan kunir : 
‐ Ambil 5 g dari masing‐masing bahan, tumbuk dan gerus dengan menggunakan lumpang 
dan alu (tidak perlu sampai halus). 
‐ Masukkan kedalam gelas kimia, dan tambahkan 5‐10 mL alkohol, aduk sampai warna dari 
masing‐masing bahan terekstrasi sempurna. 
‐ Saring dengan kapas atau kertas saring, filtratnya digunakan sebagai indikator. 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 46

B.  PENENTUAN pH LARUTAN 
1. Tujuan 
Menentukan  pH  larutan  dengan  menggunakan  indikator  asam‐basa  dan  indikator  yang 
terdapat pada tumbuh‐tumbuhan. 
 
2. Alat dan Bahan 
a) Tabung reaksi  12 bh  k) Larutan Vinegar (sari buah jeruk) 
b) Rak tabung reaksi  1 bh  l) Kertas lakmus merah dan biru 
c) Pipet tetes  10 bh  m) Larutan indikator MO 
d) Larutan HCl  0,1 M  n) Larutan indikator MM 
e) Larutan H2SO4  0,1 M  o) Larutan indikator PP 
f) Larutan Al2(SO4)3  0,1 M  p) Larutan indikator BTB 
g) Larutan NaCl  0,1 M  q) Ekstrak kembang sepatu 
h) Larutan Ca(OH)2  0,1 M  r) Ekstrak kol merah 
i) Larutan NH4OH  0,1 M  s) Ekstrak kunir 
j) Larutan  Na2CO3  0,1 M 
 
3. Cara Kerja 
a) Ambil 8 buah tabung reaksi, isi setiap tabung dengan 1 mL larutan yang akan diuji dan 
beri label. 
b) Kemudian  celupkan  sepotong  kertas  lakmus  merah  kedalam  masing‐masing  larutan 
tersebut, catat apakah kertas lakmus mengalami perubahan warna atau tidak. Kemudian 
ganti  kertas  lakmus  merah  dengan  sepotong  kertas  lakmus  biru,  kemudian  catat  apa 
yang terjadi. 
c) Setelah larutan diuji dengan kertas lakmus, lakukan pengujian larutan dengan beberapa 
indikator  asam‐basa  dan  indikator  dari  ekstrak  tumbuhan  dengan  cara  membersihkan 
semua  tabung  terlebih  dahulu  dan  mengganti  larutan  dengan  yang  baru  untuk  setiap 
penggantian indikator. Catat perubahan warna larutan. 
 
C. TITRASI ASAM‐BASA 
1. Tujuan 
Menentukan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan standar basa atau 
sebaliknya. Contoh percobaan sebagai berikut : 
Menentukan  konsentrasi  larutan  asam  dengan  menggunakan  asam  cuka  dengan 
menggunakan larutan standar Natrium hidroksida. 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 47

2. Alat dan Bahan 
a) Buret  1 bh  h) Statif, klem, manec  1 set 
b) Corong  1 bh  i) Balon pipet  1 bh 
c) Pipet gondok 25 mL  1bh  j) Larutan standar NaOH   0,1 M 
d) Pipet gondok 5 mL  1 bh  k) Larutan asam cuka sampel 
e) Labu ukur 100 mL  1 bh  l) Aquades 
f) Erlenmeyer 250 mL  3 bh  m) Indikator PP 
g) Gelas kimia 250 mL  1 bh 
 
3. Cara Kerja 
a) Dengana menggunakan pipet gondok, ambil 5 mL larutan asam cuka (sampel), masukkan 
kedalam  labu  ukur  100  mL  kemudian  encerkan  dengan  aquades  samapi  ±  0,5  cm 
dibawah garis tanda batas volume labu ukur. 
b) Bersihkan terlebih dahulu sisa‐sisa larutan yang menempel di dinding labu bagian dalam 
yang berada di atas cairan dengan menggunakan kertas saring. 
c) Tambahkan aquades sampai miniskus cairan berimpit dengan garis tanda batas labu ukur 
dengan memakai pipet tetes, lalu homogenkan larutan. 
d) Bersihkan  buret  dan  bilas  dengan  larutan  satandar  naOH  0,1  M  yang  akan  digunakan 
sebanyak 3X berturut‐turut. 
e) Isi  buret  dengan  larutan  standar  NaOH  0,1  M  sampai  ke  ujung  buret  dan  ±  0,5  cm 
melebihi garis pada angka 0 (nol). 
f) Bersihkan terlebih dahulu sisa‐sisa larutan yang menempel di dinding buret bagian dalam 
yang berada di atas cairan dengan menggunakan kertas saring. 
g) Tepatkan miniskus larutan pada garis nol dengan membuka kran buret. 
h) Ambil  25  mL  larutan  asam  cuka  yang  sudah  diencerkan  dengan  menggunakan  pipet 
gondok, lalu masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan tambahkan 1‐3 tetes indikator 
PP. 
i) Titrasi  asam  cuka  tersebut  sampai  terjadi  perubahan  warna  larutan.  Catat  warna  akhir 
titrasi  dan  volume  NaOH  yang  dibutuhkan.  Ulangi  langkah  kerja  8‐9  sebanyak  3  kalai. 
Ambil nilai rata‐rata volume pentitrasi dalam menghitung konsentrasi larutan asam cuka. 
j) Selesai titrasi keluarkan sisa larutan NaOH dan kembalikan ke botol semula. 
k) Segera  copot  kran  buret  dan  cuci  buret  bersama  krannya  samapi  bersih  dengan 
menggunakan sabun dan sikat buret lalu keringkan. Setelah bersih dan kering kran buret 
diolesi Vaselin kemudian dipasang sendiri. Hal ini dilakuakn agar kran buret tidak macet 
(keras bila diputar). 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 48

Perhatian : 
¾ Tidak boleh ada gelembung udara di dalam buret yang sudah diisi larutan tersebut. 
¾ Kalau ada usahakan sampai gelembung itu hilang, dan kalau tidak berhasil berarti buret 
anda  tidak  bersih,  cuci  kembali  buret  anda  dengan  sabun  dan  bilas  dengan  alkohol, 
setelah itu lakukan pembilasan ulang seperti no. 1. 
¾ Jangan lakukan titrasi apabila gelembung udara masih ada dalam buret, karena volume 
pentitrasi  yang  anda  dapatkan  akan  salah  dan  perhitungan  konsentrasi  larutan  akan 
menyimpang dari hasil yang sebenarnya. 
 
D. LEMBAR PENGAMATAN 
1. PENENTUAN TRAYEK pH INDIKATOR ASAM‐BASA 
Laruta Perubahan warna larutan dan lakmus 
Traye
n  MO  PP  MM  BTB  l. biru  l.  k.  k. merah  kunir 
k pH 
pH  merah  sepatu 
1                     
2                     
3                     
4                     
5                     
6                     
7                     
8                     
9                     
10                     
11                     
12                     
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 49

2. PENENTUAN pH LARUTAN 
Perubahan warna larutan dan lakmus 
Nama  pH 
Lak.  Lak.  Kemb. Kol 
Larutan  MO  PP  MM BTB Kunir Larutan 
biru merah sepatu merah 
HCl        0,1 M                     
H2SO4    0,1                     

Al2(SO4) 0,1                     

NaCl      0,1                     

Ca(OH)2 0,1                     

NH4OH   0,1                     

Na2CO3  0,1                     

Vinegar                     
 
3. TITRASI ASAM‐BASA 
Volume NaOH  (V1)  = ………….  mL 
Volume CH3COOH  (V2)  = ………….  mL 
Konsentrasi NaOH  (M1)  = ………….  M 
Konsentrasi CH3COOH (M2)  = ………….  M 
Volume pentitrasi NaOH 0,1 M yang dibutuhkan : 
1. Angka awal pentitar  = ………….  mL 
Angka akhir pentitar  = ………….  mL 
Volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan : 
= angka akhir pentitar – angka awal pentitar 
= ………….  mL 
2. Angka awal pentitar  = ………….  mL 
Angka akhir pentitar  = ………….  mL 
Volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan : 
= angka akhir pentitar – angka awal pentitar 
= ………….  mL 
3. Angka awal pentitar  = ………….  mL 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 50

Angka akhir pentitar  = ………….  mL 


Volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan : 
= angka akhir pentitar – angka awal pentitar 
= ………….  mL 
Volume NaOH 0,1 M rata‐rata  = ………  mL + ………  mL +………  mL 
    3 
    = ………   mL 
Pengamatan warna larutan sebelum dan sesudah titrasi : 
Warna larutan NaOH        …………………. 
Warna larutan CH3COOH        …………………. 
Warna larutan CH3COOH + ind PP  …………………. 
Warna larutan CH3COOH + ind PP + NaOH  …………………. 
 
PERTANYAAN : 
Tentukan konsentrasi larutan asam cuka sebelum diencerkan. 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 51

II. SIFAT KOLIGATIF LARUTAN 
 
A. TUJUAN PERCOBAAN 
Mengenal  sifat  koligatif  larutan,  yaitu  penurunan  tekanan  uap,  kenaikan  titik  didih, 
penurunan titik beku dan tekanan osmotik. 
 
B. TEORI SINGKAT 
Kata  koligatif  berasal  dari  kata  latin  “colligare”  yang  berarti  berkumpul  bersama.  Sifat 
koligatif larutan adalah sifat larutan yang tergantung pada banyaknya partikel yang terlarut 
dalam  larutan.  Jadi  sifat  ini  bergantung  pada  pengaruh  kebersamaan  (kolektif)  semua 
partikel dan tidak pada sifat dan keadaan partikel. Misalnya dalam larutan elektrolit dan non 
elektrolit yang sama konsentrasinya, jumlah partikelnya tidak sama. Hal ini dikarenakan pada 
larutan  elektrolit  zat  terurai  menjadi  ion‐ionnya  (terionosasi),  sedangkan  pada  larutan  non 
elektrolit zat tidak terionisasi. 
Terdapat  empat  sifat  koligatif  yang  perlu  diperhatikan  yaitu;  penurunan  tekanan  uap 
(Δp), kenaikan titik didih (ΔTb), penurunan titik beku (ΔTf) dan tekanan     osmotik (Π). Dasar 
teori dari keempat macam sifat larutan encer yang biasanya disebut sifat koligatif ini adalah 
Hukum Roult. Sifat koligatif dapat digunakan untuk menentukan massa molekul relatif suatu 
zat. 
1. Penurunan Tekanan Uap 
Menurut Roult pada larutan ideal akan berlaku rumus sebagai berikut : 
p1 = p1° . X1 
p1  =  tekanan uap jenuh larutan 
p1°  =  tekanan uap jenuh pelarut murni 
X1  =  fraksi mol pelarut 
Rumus ini berlaku juga untuk larutan yang tidak ideal, tetapi dalam keadaan yang sangat 
encer. Hal ini dikarenakan karena pada larutan yang sangat encer sifat‐sifat larutan dapat 
dianggap sama dengan sifat‐sifat zat pelarutnya (solvent). 
 
Larutan  umumnya  terdiri  dari  zat  terlarut  (solute)  dan  zat  pelarut  (solvent),  maka 
hubungan antara penurunan tekanan uap jenuh dengan fraksi mol zat terlarut adalah : 
Δp1 = p1° . X1 
Δp1  =  penurunan tekanan uap jenuh larutan 
p1°  =  tekanan uap jenuh pelarut murni 
X1  =  fraksi mol pelarut 
Jadi penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 52

2. Kenaikan Titik Didih 
Sebagai akibat dari penurunan tekanan uap jenuh larutan dibandingkan dengan tekanan 
uap  jenuh  pelarut  murni,  maka  titik  didih  (temperatur  pada  keadaan  tekanan  uap  = 
tekanan  luar)  dari  larutan  lebih  tinggi  dari  titik  didih  pelarut  murni.  Hubungan  antara 
kenaikan titik didih dengan konsentrasi larutan adalah : 
ΔTb = m . Kb 
ΔTb  =  kenaikan titik didih larutan (°C) 
m  =  molalitas larutan (mol/1000 g pelarut) 
Kb  =  tetapan kenaikan titik didih molal (°C) atau tetapan ebullioskopik 
 
Tetapan kenaikan titik didih molal (°C) yaitu kenaikan titik didih untuk 1 mol zat dalam 
1000 g pelarut. Jika berat zat terlarut G gram dengan massa molekul relatifnya Mr dan 
dalam  p  gram  pelarut,  maka  dalam  p  gram  pelarut  tersebut  terdapat  G/Mr  mol  zat 
terlarut. 
1000 G
Dalam 1000 g pelarut terdapat = x   mol zat terlarut, maka molalitas larutan 
p Mr
1000 G
(m) = x  . Kenaikan titik didih larutan menjadi : 
p Mr
1000 G
Τb = x   x  Κ b  
p Mr
 
3. Penurunan Titik Beku 
Akibat lain dari penurunan tekanan uap larutan adalah terdapatnya penurunan titik beku 
larutan dibandingkan dengan titik beku pelarut murninya. Penurunan titik beku larutan 
(ΔTf) adalah selisih antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut.  
Hubungan antara penurunan titik beku dengan konsentrasi larutan adalah :  
ΔTf = m . Kf 
ΔTf  =  penurunan titik beku larutan (°C) 
m  =  molalitas larutan (mol/1000 g pelarut) 
Kf  =  tetapan penurunan titik beku molal (°C) atau tetapan krioskopik 
 
Jika  berat  zat  terlarut  adalah  G  gram  dengan  massa  molekul  relatifnya  Mr  dan  terlarut 
dalam p gram pelarut, maka penurunan titik beku larutan menjadi : 
1000 G
Τf = x   x  Κ f  
p Mr
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 53

4. Tekanan Osmotik 
Osmosis  adalah  proses  suatu  komponen  larutan  melalui  membran  semipermiabel 
kedalam  larutan  yang  mengandung  komponen  tersebut  yang  konsentrasinya  lebih 
rendah.  Membran  semipermiabel  hanya  dapat  dilewati  molekul  tertentu.  Partikel 
mungkin  tidak  dapat  melewati  membran  itu  karena  ukurannya,  sifat  dan  besarnya 
muatan atau karena kedua sifat tersebut. Bahwa suatu zat hanya berpindah ke satu arah, 
jelas menunjukkan adanya semacam potensial antara kedua zat di kedua sisi membran. 
Jadi zat berpindah karena adanya tekanan, dan tekanan ini disebut tekanan osmotic. 
Pada  percobaan  tekanan  osmotic  digunakan  membran  yang  hanya  dapat  dilewati 
pelarut,  tetapi  tidak  dapat  dilewati  zat  terlarut.  Peristiwa  osmosa  dapat  digambarkan 
sebagai berikut : Bila sebuah corong yang telah diberi kertas selopan diisi dengan larutan 
gula dan dimasukkan kedalam bejana yang berisi air. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Air  akan  mengalir  melalui  membran,  sehingga  permukaan  air  dalam  corong  naik, 
pertambahan  ini  menyebabkan  adanya  tekanan  hidrostatik.  Aliran  air  akan  terus 
berlangsung sehingga tekanan hidrostatik dari larutan gula akan menekan air keluar dari 
tabung  dengan  kecepatan  yang  sama  dengan  kecepatan  osmosis.  Tekanan  yang 
mengimbangi  desakan  air  yang  akan  masuk  melalui  selaput  semipermiabel  disebut 
tekanan  osmotic.  Pada  tahun  1885  Van’t  Hoff,  seorang  ahli  kimia  bangsa  Belanda 
melaporkan  adanya  hubungan  antara  tekanan  osmotic  dengan  konsentrasi  larutan 
seperti tertera dalam rumus berikut : 
Tekanan osmotic ( Π ) =  C.R.T. 
Π   =  tekanan osmotic (atm) 
R  =  suatu tetapan = 0,082 atm L K −1 mol −1  
C  =  mol zat terlarut/liter 
T  =  suhu (Kelvin) 
Seperti  halnya  sifat  koligatif  larutan  lainnya,  sifat  ini  dapat  pula  digunakan  untuk 
mencari massa molekul zat terlarut. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 54

A. Kenaikan Titik Didih 
1. Alat dan Bahan 
a. Tabung reaksi  1 bh  f. Statif dan klem  1 set 
b. Gelas kimia 250 mL  1 bh  g. Larutan NaCl 0,1 M  ± 5 mL 
c. Termometer 0‐150°C  1 bh  h. Larutan NaCl 0,5 M  ± 5 mL 
d. Batang pengaduk  1 bh  i. Larutan Urea 0,1 M  ± 5 mL 
e. Pemanas  1 bh  j. Larutan Urea 0,5 M  ±  5  mL
 
2. Cara Kerja 
a. Sediakan penangas yang berisi larutan yang titik didihnya melebihi dari titik didih 
air suling (pelarut) dan titik didih larutan uji. 
b. Isi tabung reaksi dengan air suling setinggi 4 cm, masukkan kedalam penangas. 
c. Gantung termometer dengan memakai alat bantu klem dan statif sehingga ujung 
termometer berada dalam air suling. 
d. Panaskan  penangas  beserta  isinya  setelah  suhu  mencapai  90ºC,  catat  kenaikan 
suhu setiap 15 detik sampai air suling mendidih, dan catat pada saat suhu konstan. 
e. Ulangi  percobaan  2‐4  tetapi  air  suling  diganti  dengan  masing‐masing  larutan  uji 
sebagai berikut : larutan NaCl 0,1 M dan 0,5 M; larutan Urea    0,1 M dan 0,5 M. 
 
B. Penurunan Titik Beku 
1. Alat dan Bahan 
a. Tabung reaksi  1 bh  g. Larutan NaCl 0,5 M  ± 5 mL 
b. Gelas plastik 600 mL  1 bh  h. Larutan glukosa 0,1 M  ± 5 mL 
c. Termometer 0‐50°C  1 bh   i. Larutan glukosa 0,5 M  ±  5  mL
d. Batang pengaduk  1 bh     
e. Sendok makan  1 bh  j. Batu es secukupnya 
f. Larutan NaCl 0,1 M  ± 5 mL  k. Garam dapur kasar secukupnya.
 
2. Cara Kerja 
a. Isi kira‐kira ¾ gelas plastik dengan potongan es batu, tambahkan 8 sendok makan 
garam  kasar,  aduk  sebentar  (disebut  campuran  pendingin),  lalu  segera  lakukan 
langkah kerja berikut : 
b. Isi tabung reaksi dengan air suling setinggi 4 cm, lengkapi tabung dengan 1 buah 
batang pengaduk, lalu masukkan kedalam campuran pendingin. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 55

c. Gerakkan  pengaduk  naik  turun  sampai  air  suling  hampir  membeku,  ganti 
pengaduk  dengan  termometer  dan  gerakkan  temperatur  naik  turun  (hati‐hati) 
sampai air suling membeku seluruhnya, kemudian catat suhunya. 
d. Keluarkan  tabugn  dari  campuran  pendingin,  kemudian  amati  dan  catat  kenaikan 
suhu setiap 15 detik sampai suhu mencapai 1ºC. 
e. Ulangi  percobaan  2‐4  tetapi  air  suling  diganti  dengan  masing‐masing  larutan  uji 
sebagai berikut : larutan NaCl 0,1 M dan 0,5 M; larutan glukosa    0,1 M dan 0,5 M. 
 
C. Tekanan Osmotic 
1. Alat dan Bahan 
a. Corong tistel  1 bh  d. Karet gelang  1 lbr 
b. Gelas kimia 400 mL  1 bh  e. Sirup sarang sari merah 
c. Kertas selopan  1 lbr 
   
2. Cara Kerja 
a. Isi corong tistel dengan sirup ± 40 mL, kemudian ikat dengan karet. 
b. Masukkan corong tersebut kedalam gelas kimia yang sudah diisi air            ± 250 mL 
c. Gunakan  alat  antu  statif  dan  klem  untuk  menggantung  corong  tistel  agar  mulut 
corong tidak menyentuh dasar gelas kimia. Amati dan catat apa yang terjadi. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 56

LEMBAR PENGAMATAN 
 
A. KENAIKAN TITIK DIDIH  
SUHU LARUTAN 
NO.  NAMA LARUTAN 
15  30  45  60  75  90  dst.  KONSTAN 
1  Air suling                 
2  NaCl 0,1 M                 
3  NaCl 0,5 M                 
4  Urea 0,1 M                 
5  Urea 0,5 M                 
 
Pindahkan suhu yang menunjukkan titik didih pada table berikut : 
TITIK DIDIH  TITIK DIDIH AIR  SELISIH TITIK DIDIH 
NO.  NAMA LARUTAN 
LARUTAN (ºC)  SULING (ºC)  (ºC) 
1  Air suling       
2  NaCl 0,1 M       
3  NaCl 0,5 M       
4  Urea 0,1 M       
5  Urea 0,5 M       
 
 
B. PENURUNAN TITIK BEKU 
SUHU LARUTAN 
NO.  NAMA LARUTAN 
15  30  45  60  75  90  dst.  KONSTAN 
1  Air suling                 
2  NaCl 0,1 M                 
3  NaCl 0,5 M                 
4  Glukosa 0,1 M                 
5  Glukosa 0,5 M                 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 57

Pindahkan suhu yang menunjukkan titik beku pada table berikut : 
TITIK DIDIH  TITIK DIDIH AIR  SELISIH TITIK DIDIH 
NO.  NAMA LARUTAN 
LARUTAN (ºC)  SULING (ºC)  (ºC) 
1  Air suling       
2  NaCl 0,1 M       
3  NaCl 0,5 M       
4  Glukosa 0,1 M       
5  Glukosa 0,5 M       
 
C. TEKANAN OSMOTIK 
Perubahan  yang  terjadi  dalam  corong  tistel  yang  berisi  sirup  setelah  dimasukkan  ke  dalam 
air 
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………….. 
 
Pertanyaan : 
1. Bagaimana  cara  menentukan  suhu  yang  menunjukkan  titik  didih  dan  titik  beku  larutan 
dari hasil pengamatan anda? 
2. Bagaimana titik didih larutan dibandingkan dengan titik didih air suling? 
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap kenaikan titik didih pada larutan yang sama? 
4. Untuk  konsentrasi  yang  sama,  bagaimana  pengaruh  Natrium  klorida  (elektrolit) 
dibandingkan  dengan  pengaruh  Urea  (non  elektrolit)  terhadap  kenaikan  titik  didih 
larutan? 
5. Bagaimana titik beku larutan dibandingkan dengan titik beku air suling? 
6. Bagaimana  pengaruh  konsentrasi  terhadap  penurunan  titik  beku  pada  larutan  NaCl  dan 
larutan glukosa? 
7. Untuk  konsentrasi  yang  sama,  bagaimana  pengaruh  Natrium  klorida  (elektrolit) 
dibandingkan  dengan  pengaruh  Glucosa  (non  elektrolit)  terhadap  penurunan  titik  beku 
larutan? 
8. Apa yang dapat disimpulkan dari percobaan tekanan osmotic yang telah anda lakukan? 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 58

PERCOBAAN 8 
REAKSI REDOKS DAN SEL ELEKTROKIMIA 
 
I. PENGAMATAN PERUBAHAN BILANGAN OKSIDASI 
A. Tujuan Percobaan 
Untuk menentukan perubahan bilangan oksidasi pada reaksi antara Fe2+ dengan Mn7+. 
 
B. Teori Singkat 
Reaksi  redoks  ditandai  oleh  perubahan  bilangan  oksidasi  pada  saat  pereaksi  berubah 
menjadi hasil reaksi. Disini diberikan dua buah contoh dari reaksi redoks: 
a) MnO4‐ + 8H+ + 5e‐  Mn2+ + 42O  x 2 
C2O42‐  2CO2 + 2e‐  x 5 
2MnO4‐ + 16H+ + 10e‐  2Mn2+ + 8H2O 
5C2O42‐5C2O42‐  10CO2 + 10e‐ 
2MnO42‐ + 16H+ + 5C2O42‐  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O 
Pada reaksi diatas bilangan oksidasi dari Mn pada  MnO4‐ mengalami penurunan dari 
+7 menjadi +2 (reaksi). Bilangan oksidasi dari C dalam C2O42‐ mengalami kenaikan dari 
+3 menjadi +4. Reaksi akan berlangsung dengan adanya serah terima elektron. 
 
b) 5e‐ + CrO72‐ + 14H+  2Cr3+ + 7H2O  x 2 
2I‐  2I2 + 2e‐  x 3 
6e‐ + Cr2O72‐ + 14H+  2Cr3+ + 7H2O 
6I‐  6I2 + 6e‐ 
  Cr2O72‐ + 6I‐  + 14H+  2Cr3+ + 6I2 + 7H2O 
  Bilangan  oksidasi  Cr  mengalami  penurunan  dari  +6  menjadi  +3.  Bilangan  oksidasi  I 
mengalami kenaikan dari –1 menjadi 0. Ion Besi II mudah dioksidasikan menjadi ion 
Besi III. Pada eksperimen ini oksidasi tersebut diadakan oleh ion permanganat dalam 
suasan asam. 
 
C. Alat dan Bahan 
1) Neraca‐silinder ukur 10 mL  5) Labu erlenmeyer 100 mL 
2) Labu ukur 50 mL  6) Amonium besi  II sulfat 
3) Pipet  10  mL  dengan  selang  7) Larutan Kalium permanganat 0,01 M 
plastik/balon pipet  8) Larutan asam sulfat 2 M 
4) Pipet tetes 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 59

D. Cara Kerja 
1) Hitunglah  berapa  gram Amonium  ferro  sulfat  yang  dibutuhkan  untuk  membuat  larutan 
dengan konsentrasi 0,1 M sebanyak 50 mL 
2) Timbang kristal Amonium ferro sulfat sesuai dengan perhitungan anda, larutkan dengan 
10 mL H  2SO4  2  M,  masukkan  kedalam  labu  ukur  50  mL  kemudian  encerkan  dengan 

aquades sampai garis tanda labu ukur. 
3) Lakukan  kalibrasi  pipet  tetes  yang  akan  anda  gunakan  sebagai  alat  titrasi  dengan  cara 
menghitung jumlah tetes dalam 1 mL larutan. 
4) Pipet  10  mL  larutan  Amonium  ferro  sulfat  yang  anda  buat,  masukkan  kedalam 
erlenmeyer 100 mL. 
5) Dengan menggunakan pipet tetes yang sudah dikalibrasi, tambahkan larutan KmnO4 0,01 
M tetes demi tetes sampai terjadi perubahan warna. Catat jumlah tetes yang diperlukan 
(volume pentitrasi), amati dan catat perubahan warna larutan (pada titik akhir titrasi). 
6) Ulangi pekerjaan 4‐5 sebanyak 3‐4 kali. 
 
E. Lembar Kerja 
™ Pengamatan : 
1. Massa (NH4)2 Fe(SO4)2 6H2O    …………………………………  gram 
2. Jumlah tetes larutan KmnO4 0,1 M yang digunakan : 
(a)        ……………………………………………………………….  tetes 
(b)        ……………………………………………………………….  tetes 
(c)        ……………………………………………………………….  tetes 
3. Kalibrasi pipet tetes                    …………………………………  tetes/mL 
 
™ Hitungan : 
1. Jumlah mol Fe2+ yang bereaksi  =  ……………………….. 
2. Jumlah mol MnO4‐ yang bereaksi  =  ……………………….. 
3. Fe2+  Fe3+ + e‐ 
1 mol Fe2+ melepaskan 1 mol elektron. 
Jumlah  mol  elektron  yang  dilepaskan  dalam  reaksi  pada  eksperimen  ini  = 
………………………………………………………………………………………………. 
4. Jumlah  mol  elektron  yang  diperlukan  untuk  mengubah  bilangan  oksidasi  mangan  pada 
MnO4‐ yang bereaksi  =  …………………………. 
5. Jumlah mol elektron yang diperlukan untuk mengubah bilangan oksidasi mangan pada 1 
mol MnO4‐    =  …………………………. 
6. Bilangan oksidasi mangan pada MnO4‐      =  …………………….…… 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 60

Maka bilangan oksidasi mangan sesudah reaksi  =  …………………………. 
7. Pada reduksi MnO4‐ dapat terjadi MnO42‐, Mn3+ atau Mn2 yang terjadi dalam reaksi pada 
eksperimen ini. 
8. Persamaan setengah reaksi (reduksi) : 
  MnO4‐ + H+ + e‐   
9. Persamaan reaksi redoks : ……………………………………………………………… 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 61

II. TITRASI REDOKS KMnO4 DENGAN LARUTAN H2C2O4 
 
A. Tujuan Percobaan 
  Menentukan konsentrasi KMnO4 dengan larutan standar H2C2O4 
 
B. Teori Singkat 
Untuk  menentukan  kuantitas  suatu  senyawa  yang  mengalami  perubahan  bilangan 
oksidasi dapat dilakukan titrasi redoks. Titrasi redoks yang akan dilakukan pada eksperimen 
ini adalah titrasi permanganometri. Besarnya kualitas suatu senyawa yang akan ditentukan 
dihitung  berdasarkan  kuantitas  KMnO4  yang  diperlukan  apabila  konsentrasi  KMnO4 
digunakan telah ditetapkan melalui standarisasi. 
Pada eksperimen ini kita akan menstandarisasi KMnO4 dengan suatu larutan yang dapat 
ditentukan  konsentrasinya  melalui  penimbangan.  Larutan  ini  disebut  standar  primer. 
Standar primer yang dimaksud adalah H2C2O4. Titrasi ini dilakukan dalam suasan asam. 
Pada penambahan 1 tetes larutan KMnO4 maka akan terjadi reaksi antara KMnO4 dengan 
H2C2O4  yang  ditandai  dengan  hilangnya  warna  ungu  dari  KMnO4  menjadi  tidak  berwarna 
berdasarkan reaksi. Titrasi dihentikan pada saat penambahan 1 tetes larutan KMnO4 larutan 
berwarna ungu yang tetap. 
 
C. Alat dan Bahan 
1. Pipet volumetri 25 mL  5. Larutan  KMnO4  yang  akan  ditentukan 
2. Labu erlenmeyer 250 mL  konsentrasinya 
3. Buret 50 mL  6. Larutan H2C2O4 0,1 M 
4. Gelas ukur  7. Larutan H2SO4 2 M 
 
D. Cara Kerja 
1. Cuci buret dengan aquades sampai bersih. 
2. Bilas dengan sedikit larutan KMnO4. 
3. Isilah  larutan  KMnO4  tersebut  kedalam  buret  sampai  tepat  tanda  batas  (miniskus 
berimpit dengan garis etsa). 
4. Pipet 25 mL larutan H2C2O4 0,1 M, masukkan kedalam labu erlenmeyer. 
5. Tambahkan 50 mL air dan 10 mL H2SO4 2 M 
6. Panaskan sampai hampir mendidih (± 70°C) 
7. Teteskan  larutan  KMnO4  kedalam  labu  erlenmeyer  yang  berisi  larutan  H2C2O4  dalam 
keadaan panas sambil diguncang‐guncangkan. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 62

8. Hentikan  penetesan  larutan  KMnO4  pada  saat  larutan  berwarna  ungu  tetap,  catat 
volume KMnO4 yang diperlukan. 
9. Lakukan tiga kali, kemudian hitung konsentrasi KMnO4. 
 
E. Lembar Kerja 
Titrasi volume H2C2O4  Volume KMnO4 yang diperlukan 
1. ………………  mL  1. ………………  mL 
2. ………………  mL  2. ………………  mL 
3. ………………  mL  3. ………………  mL 
Persamaan reaksi  =  ……………………… 
mmol H2C2O4 yang diketahui  =       ………………………….. 
mmol KMnO4 yang diperlukan  =       ………………………….. 
Konsentrasi KMnO4    =       ……………………… 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 63

PERCOBAAN 9 
KECEPATAN REAKSI 
 
A. Tujuan Percobaan 
Mengamati  pengaruh  konsentrasi,  suhu,  luas  permukaan  dengan  katalis  terhadap 
kecepatan reaksi. 
 
B. Teori Singkat 
Kecepatan  reaksi  kimia  adalah  suatu  ukuran  perubahan  zat  pereaksi  menjadi  zat  hasil 
reaksi per satuan waktu. Kecepatan reaksi dapat diukur dari pengurangan massa zat pereaksi 
atau  kenaikan  massa  zat  hasil  reaksi.  Apabila  zat  hasil  reaksi  berupa  gas  dapat  diukur  dari 
volumenya  yang  dihasilkan  per  satuan  waktu.  Dalam  sistem  homogen,  kecepatan  reaksi 
dapat diukur dari perubahan konsentrasi per satuan waktu. 
Faktor‐faktor  yang  mempengaruhi  kecepatan  reaksi  antara  lain  adalah  konsentrasi, 
temperatur, luas permukaan, katalis, tekanan, cahaya dan lain‐lain. 
 
Teori tumbukan : 
1. Partikel‐partikel zat harus bertumbukan terlebih dahulu sebelum bereaksi. 
2. Hanya  tumbukan  yang  efektif  yang  dapat  menghasilkan  perubahan/bereaksi.  Untuk  itu 
diperlukan cukup energi. 
 
C. Alat dan Bahan 
1. Rak tabung reaksi  1 bh  10. Kertas + pensil    1 bh 
2. Tabung reaksi    6 bh  11. Larutan Na2S2O3   0,1 M  200 mL 
3. Gelas kimia 100 mL 4 bh  12. Larutan HCl  0,1 M  200 mL 
4. Termometer    1 bh  13. Larutan KMnO4  0,01 M  50 mL 
5. Stop watch    1 bh  14. Larutan MnSO4  0,1 M  50 mL 
6. Balon karet panjang  6 bh  15. Larutan H2C2O4  0,05 M  50 mL 
7. Mortar + alu    1 set  16. H2SO4 pekat    ± 5 M  5 mL 
8. Water bath    1 bh  17. Marmer pecahan    15  gram
9. Bunsen Burner    1 bh 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 64

D. Percobaan 
I. Pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi 
¾ Cara kerja 
1. Sediakan 4 buah tabung reaksi yang bersih dan isi masing‐masing tabung dengan 20 
mL HCl 0,1 M. 
2. Ambil 4 buah gelas kimia 100 mL yang bersih, lalu beri tanda a, b, c dan d. 
3. Kemudian  isi  masing‐masing  gelas  kimia  a,  b,  c  dan  d  dengan  larutan  Natrium 
thiosianat 0,1 M dengan volume sebagai berikut : 
a. 25 mL Na2S2O3 
b. 20 mL Na2S2O3 ditambah 5 mL air 
c. 15 mL Na2S2O3 ditambah 10 mL air 
d. 10 mL Na2S2O3 ditambah 15 mL air 
Perhatian : 
Larutan  Na2S2O3  dan  HCl  tidak  boleh  berdekatan  sebelum  direaksikan,  apalagi  kalau 
masing‐masing larutan dalam keadaan terbuka. 
4. Tulis  tanda  silang  dengan  sepidol  pada  kertas  putih  dan  tempatkan  dibawah  gelas 
kimia (a). 
5. Pegang stop watch dan salah satu tabung yang berisi HCl. 
6. Segera  tuangkan  HCl  kedalam  gelas  kimia  (a),  pencet  tombol  stop  watch  pada  saat 
bersamaan. Amati perubahan yang terjadi dan segera matikan stop watch pada saat 
tanda silang tidak kelihatan lagi. Catat waktu yang diperlukan. 
7. Pindahkan kertas yang bertanda silang kebawah gelas kimia (b), lalu ulangi percobaan 
5‐6, demikian seterusnya sampai gelas kimia (d). 
 
¾ Pertanyaan 
1. Mengapa  larutan Na2S2O3 dan HCl tidak boleh berdekatan sebelum direaksikan ? 
2. Berdasarkan percobaan diatas, kesimpulan apa yang anda peroleh ? 
3. Bagaimanan  bila  percobaan  tersebut  dibalik,  dimanan  larutan  HCl  yang  diencerkan 
seperti yang dilakukan pada Na2S2O3 diatas, sedangkan larutan Na2S2O3 tetap 20 mL. 
4. Berdasarkan  data  yang  diperoleh,  dapatkah  anda  jelaskan  kaitannya  dengan  teori 
tumbukan ? 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 65

II. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi 
¾ Cara kerja 
1. Sediakan  4  buah  tabung  reaksi  yang  bersih,  beri  tanda  a,  b,  c  dan  d.  kemudian  isi 
masing‐masing  tabung  dengan  20  mL  HCl  0,1  M  lalu  semua  tabung  ditutup  dengan 
sumbat. 
2. Ambil  4  buah  gelas  kimia  100  mL  yang  bersih,  lalu  beri  tanda  yang  sama  seperti 
diatas. 
3. Isi masing‐masing gelas kimia dengan 20 mL larutan Natrium thiosianat 0,1 M. 
4. Dinginkan  larutan  dalam  tabung  (a)  dan  gelas  kimia  (a)  dengan  batu  es  selama  5 
menit dan ukur suhu dari salah satu larutan tersebut, kemudian letakkan gelas kimia 
diatas kertas yang bertanda silang. 
5. Pegang stop watch dan segera reaksikan HCl dengan larutan Natrium thiosianat dan 
catat waktu yang diperlukan sampai tanda silang tidak terlihat. 
6. Ambil  larutan  pada  tabung  (b)  dan  gelas  kimia  (b),  ulangi  langkah  kerja  no.  5  tanpa 
melalui proses pendinginan. 
7. Selanjutnya  ambil  larutan  pada  tabung  dan  gelas  kimia  (  c  )  kemudian  panaskan 
pasangan larutan tersebut selama 5 menit, lakukan langkah kerja no. 5. 
8. Ulangi  langkah  kerja  no.  7  untuk  larutan  pada  tabung  dan  gelas  kimia  d,  tetapi 
pemansannya  lebih  lama  yaitu  selama  10  menit  sehingga  suhu  larutan  bertambah 
tinggi, seterusnya lakukan langkah kerja no. 5. 
 
¾ Pertanyaan 
1. Berdasarkan percobaan diatas kesimpulan apa yang anda peroleh ? 
2. Berdasarkan  data  yang  diperoleh  dapatkah  anda  jelaskan  kaitannya  dengan  teori 
tumbukan? 
 
III. Pengaruh luas permukaan terhadap kecepatan reaksi 
¾ Cara kerja 
1. Sediakan  rak  tabung  dengan  3  buah  tabung  reaksi,  lalu  isi  masing‐masing  tabung 
dengan 10 mL HCl 1 M 
2. Ambil 3 buah balon karet dan isi ketiga balon tersebut dengan : 
a. 2 g batu pualam yang berukuran kira‐kira sebesar biji jagung 
b. 2 g batu pualam yang berukuran kira‐kira sebesar butir‐butir pasir 
c. 2 g batu pualam yang berukuran halus seperti tepung 
3. Pasang masing‐masing balon karet pada mulut tabung reaksi yang berisi HCl. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 66

4. Reaksikan satu persatu dengan cara memasukkan batu pualam kedalam HCl, pencet 
tombol stop watch pada saat bersamaan, segera matikan stop watch pada saat balon 
karet berdiri tegak, catat waktu yang dibutuhkan. 
5. Ulangi percobaan pada tabung reaksi yang lain. 
 
IV. Pengaruh katalis terhadap kecepatan reaksi 
¾ Cara kerja 
1. Sediakan  3  buah  gelas  kimia  100  mL  dan  beri  no.  1‐3  kemudian  isi  masing‐masing 
dengan 25 mL larutan KMnO4 0,01 M. 
2. Tambahkan 2 mL H2SO4 5 M pada masing‐masing gelas kimia. 
3. Ambil  pula  3  buah  tabung  reaksi  dan  isi  setiap  tabung  dengan  20  mL  Asam  oksalat 
0,05 M. 
4. Reaksikan  KMnO4  0,01  M  dengan  salah  satu  Asam  oksalat  0,05  M  pada  gelas  kimia 
(1),  jangan  lupa  pencet  stop  watch  pada  saat  bersamaan  dan  matikan  pada  saat 
warna Kalium permanganat hilang. 
5. Panaskan  gelas  kimia  no.  2  selama  10  menit,  kemudian  tuangkan  Asam  oksalat 
kedalamnya  dari  tabung  reaksi  yang  kedua.  Catat  waktu  yang  diperlukan  sampai 
warna Kalium permanganat hilang. 
6. Panaskan  larutan  Kalium  permanganat  yang  ada  dalam  gelas  kimia  no.  3,  lalu 
tambahkan  5  mL  MnSO4  0,1  M.  selanjutnya  tuangkan  kedalam  gelas  kimia  tersebut 
Asam oksalat yang ada dalam tabung no. 3. 
7. Catat waktu yang diperlukan sampai warna larutan Kalium permanganat hilang. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 67

E. LEMBAR PENGAMATAN 
I. Pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi 
VOLUME 
NOMOR  
Na2S2O3 0,1 M + AIR  WAKTU 
ALAT  HCl 0,1 M 
Na2S2O3  AIR 
A  20 mL  25 mL  0 mL   
B  20 mL  20 mL  5 mL   
C  20 mL  15 mL  10 mL   
D  20 mL  10 mL  15 mL   
 
II. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi 
NOMOR  VOLUME  SUHU RATA‐
WAKTU 
ALAT  HCl 0,1 M  Na2S2O3  RATA 
A         
B         
C         
D         
 
III. Pengaruh luas permukaan terhadap kecepatan reaksi 
NOMOR  VOLUME   HCl 1  BATU PUALAM 
WAKTU 
ALAT  M  JUMLAH GRAM  UKURAN 
A  10 mL  2 g  Biji jagung   
B  10 mL  2 g  Butiran pasir   
C  10 mL  2 g  Halus   
 
IV. Pengaruh katalis terhadap kecepatan reaksi 
25 mL KMnO4 0,01 M + 2 mL H2SO4 5 M  WAKTU 
NOMOR 
PENAMBAHAN 
ALAT  SUHU (°C)  PEMANASAN  REAKSI 
MnSO4 0,1 M  H2C2O4 0,05 M 
1    5 mL  20 mL  ‐   
2    5 mL  20 mL  10 menit   
3    5 mL  20 mL  10 menit   
 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 68

PERCOBAAN 10 
KOLOID 
 
MEMPELAJARI PEMBUATAN DAN SIFAT‐SIFAT KOLOID 
 
I. Pendahuluan 
Ditinjau  dari  ukuran  partikelnya  sisitem  koloid  terletak  antara  larutan  dan  suspensi 
kasar. Oleh karena itu ada dua cara pembuatan system koloid, yaitu cara dispersi dan cara 
kondensasi.  Pada  cara  dispersi,  bahan  dalam  bentuk  kasar  dihaluskan  dan  didispersikan 
kedalam  suatu  medium.  Pada  cara  kondensasi,  molekul‐molekul  dikondensasikan  menjadi 
partikel dengan ukuran koloid. Sifat‐sifat yang dimiliki oleh koloid antara lain adanya gejala 
efek  Tyndall,  gerak  Brown,  koagulasi,  absorbsi  dan  lain‐lain.  Dalam  praktikum  ini 
mempelajari cara pembuatan dan mengamati sifat‐sifat koloid. 
 
II. Alat dan Bahan 
1. Lumpang dan alu  10. Belerang 
2. Gelas kimia  11. Larutan FeCl3 jenuh 
3. Rak dan tabung reaksi  12. Minyak tanah 
4. Alat pembakar  13. Larutan sabun 
5. Corong  14. Aquades 
6. Batang pengaduk  15. Larutan Kalium kromat 5% 
7. Lampu senter  16. Larutan NaCl 1 M, NaCl 0,2 M 
8. Alat pembuatan gas H2S  17. BaCl2  0,2  M,  AlCl3  0,2  M
9. Gula 
 
III. Cara Kerja 
A. Pembuatan koloid 
1. Pembuatan sol dengan cara dispersi 
a) Sol belerang dalam air 
Campurkan  satu  bagian  gula  dan  satu  bagian  belerang  dan  gerus  sampai  halus. 
Ambil  satu  bagian  campuran  itu  dan  campurkan  dengan  satu  bagian  gula,  kemudian 
gerus lagi sampai halus. Lanjutkan pekerjaan menggerus satu bagian campuran dengan 
satu  bagian  gula.  Setelah  pengerjaan  keempat  kalinya,  tuangkan  campuran  kedalam 
air. Aduk campuran ini dan perhatikan apakah terjadi endapan. 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 69

2. Pembuatan sol dengan cara kondensasi 
a) Sol Fe(OH)3 
Panaskan  50  mL  air  sampai  mendidih.  Tambahkan  larutan  FeCl3  jenuh  setetes 
sambil diaduk sampai larutan menjadi merah coklat, simpanlah sol ini. 
b) Sol As2S3 
Masukkan  0,3  g    As2S3  dalam  25  mL  aquades  didalam  gelas  kimia.  Panaskan 
campuran  ini  sampai  mendidih  dan  kemudian  dinginkan  sampai  suhu  kamar. 
Dekantansi  larutan  (keluarkan  larutan  dengan  hati‐hati  agar  zat  padat  tidak  ikut 
keluar).  Alirkan  gas  H2S  kedalam  25  mL  aquades  sampai  jenuh.  Sementara  itu 
tambahkan perlahan‐lahan larutan senyawa Arsen. Simpanlah sol ini. 
 
3. Pembuatan emulsi 
a) Masukkan  1  mL  minyak  tanah  dan  5  mL  air  kedalam  suatu  tabung  reaksi. 
Guncangkan tabung itu dengan keras., kemudian letakkan tabung itu di rak tabung 
reaksi dan perhatikan waktu yang diperlukan untuk pemisahan kedua zat itu. 
b) Masukkan  1  mL  minyak  tanah  5  mL  air  dan  15 tetes  larutan  sabun  kedalam  suatu 
tabung reaksi. Guncangkan tabung dengan keras, kemudian letakkan tabung itu di 
rak tabung reaksi dan perhatikan apakah kedua zat itu memisah. 
 
B. Sifat‐sifat koloid 
1. Efek Tyndall 
Isi  sebuah  gelas  kimia  dengan  larutan  K2CrO4  5%  danterangi  larutan  itu  dengan 
berkas cahaya lampu senter. Amati berkas yang sama, amati arah tegak lurus. Dengan 
cara yang sama, amati sol Fe(OH)3. perbedaan apakah yang dilihat ? 
 
2. Kestabilan koloid 
a) Pengaruh elektrolit terhadap kestabilan koloid 
¾ Masukkan  5  mL  sol  Fe(OH)3  kedalam  suatu  tabung  reaksi  dan  5  mL  sol  As2S3 
kedalam tabung reaksi yang lain. Tambahkan 5 mL larutan NaCl 1M pada kedua 
tabung reaksi, guncangkan tabung reaksi dan catat waktu yang diperlukan agar 
terjadi koagulasi. 
¾ Kerjakan seperti pada langkah pertama, tetapi gunakan larutan elektrolit yang 
lain berturut‐turut, yaitu : 
‐ larutan NaCl 0,02 M 
‐ larutan BaCl2 0,2 M 
‐ larutan AlCl3 0,2 M 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 70

b) Campurkan 5 mL sol Fe(OH)3 dengan 5 mL sol As2S3. Apakah terjadi koagulasi ? 
 
IV. Pengamatan 
A. Pembuatan koloid 
1. Sol belerang dalam air 
‐ Sol Fe(OH)3 
‐ Sol As2S3 
2. Emulsi 
B. Sifat koloid 
1. Efek Tyndall 
2. Kestabilan koloid 
‐ Pengaruh  elektrolit  terhadap  kestabilan  koloid.  Catat  waktu  yang  diperlukan 
agar terjadi koagulasi. 
‐ Pencampuran sol Fe(OH)2 dengan sol As2S3 
 
V. Pertanyaan 
1. Apa perbedaan antara cara dispersi dan cara kondensasi. 
2. Bagaimanakan pengaruh larutan sabun terhadap campuran air dan minyak tanah. 
3. Apa pengaruh konsentrasi larutan elektrolit terhadap kestabilan koloid. 
4. Apa  pengaruh  muatan  ion  terhadap  kestabilan  koloid.  Apa  pengaruh  itu  sama  kuat 
terhadap kedua sol. 
 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 71

PERCOBAAN 11 
MENGENAL SIFAT‐SIFAT SERTA PEMBUATAN BEBERAPA SENYAWA KARBON 
 
A. TUJUAN 
Untuk  mengenal  sifat‐sifat  dan  pembuatan  beberapa  senyawa  karbon,  meliputi 
hidrokarbon, alkanol, aldehide, keton dan ester. 
 
B. TEORI SINGKAT 
Senyawa  hidrokarbon  merupakan  senyawa  tidak  berwarna,  sukar  larut  dalam  air, 
tetapi  sangat  mudah  larut  dalam  pelarut  non  polar.  Pada  umumnya  hidrokarbon  dengan 
bobot molekul rendah berupa gas, dan bobot molekul sedang berupa cair, sedangkan yang 
bobot  molekulnya  tinggi  berupa  zat  padat.  Semua  hidrokarbon  dapat  dibakar  dengan 
oksigen maupun udara untuk menghasilkan karbon dioksida dan air. 
Sifat  hidrokarbon  adalah  parafinis,  yaitu  sukar  bereaksi  dengan  zat  lain.  Sifat  khusus 
akan terbentuk apabila bagian dari hidrokarbon digantikan dengan atom atau unsur lain. 
 
C. ALAT DAN BAHAN 
1. Tabung reaksi biasa  5 bh  16. Kalsium karbida 
2. Pipet tetes   3 bh  17. Air brom 
3. Sumbat gabus kecil  1 bh  18. Kamfer 
4. Sumbat gabus sedang  1 bh  19. Asam benzoat 
5. Lumpang dan alu  1 set  20. Asam asetat 
6. Gelas kimia 100 mL  1 bh  21. Asam salisilat 
7. Gelas kimia 500 mL  1 bh  22. Etanol absolut 
8. Pemanas  1 bh  23. Metanol 
9. Kaki tiga dan kasa asbes  1 set  24. n‐Amyl alcohol 
10. Tabung  reaksi  pipa  samping  25x150  25. Bensin 
mm  26. Benzena 
11. Kerosin (minyak tanah)  27. Plat tembaga 
12. Minyak paraffin  28. Larutan Fehling A 
13. Asam sulfat pekat  29. Larutan Fehling B 
14. Asam nitrat pekat  30. Pereaksi Tohlens 
15. NaOH 1 M  31. Aseton 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 72

I. Mengenal sifat‐sifat hidrokarbon 
1. Reaktifitas senyawa alkana 
a) Masukkan kedalam 3 buah tabung reaksi masing‐masing 2 mL kerosin. Pada tabung 
pertama, tambahkan 5 tetes Asam sulfat pekat, dan pada tabung kedua, tambahkan 
5  tetes  Asam  nitrat  pekat,  tabung  ketiga  tambahkan  NaOH  1  M,  kemudian  amati 
dan catat apa yang terjadi. 
b) Ulangi percobaan (a), tetapi kerosin diganti dengan minyak paraffin. 
 
2. Pembuatan gas asetilena (etuna) dan mengenal sifatnya 
a) Masukkan  beberapa  butir  pecahan  Kalsium  karbida  kedalam  tabung  reaksi  pipa 
samping (tabung harus betul‐betul kering). 
b) Pasang selang ± 25 cm pada pipa tersebut, dan ujung selang tempatkan dalam air 
brom yang ada dalam tabung reaksi biasa. 
c) Pasang sumbat gabus pada tabung reaksi pipa samping yang diselipkan pipet tetes 
ditengah sumbat dan pipet tetes diisi penuh dengan air. 
d) Reaksikan  karbit  dengan  air,  dengan  cara  meneteskan air pada  butiran  karbit,  apa 
yang terjadi ?, amati dan catat apa yang terjadi dalam tabung yang berisi air brom. 
 
II. Sifat‐sifat alkanol 
Salah  satu  sifat  alkanol  adalah  dapat  berfungsi  sebagai  pelarut,  contohnya  adalah  Etil 
alcohol. Percobaan dengan menggunakan Etil alcohol (Etanol) sebagai pelarut. 
1. Masukkan  kedalam  5  buah  tabung  reaksi  masing‐masing  5  mL  Etil  alcohol  dan  beri 
nomor 1‐5. Tabung no. 1 beri 2 mL Iodoform; no. 2 tambahkan sedikit (seujung spatel) 
Asam benzoat; no. 3 beri sedikit Kamfer; no. 4 tambahkan       2 mL Bensin dan no. 5 
tambahkan 2 mL Benzen. Amati dan catat apa yang terjadi. 
2. Gerus beberapa lembar daun yang berwarna hijau dan masukkan kedalam gelas kimia 
100 mL, tambahkan 10 mL Etil alcohol kemudian panaskan, amati hasilnya. 
 
III. Pembuatan dan mengenal sifat‐sifat aldehid dan keton 
Pembuatan aldehide dari oksidasi alkanol 
1. Isi  tabung  reaksi  kecil  dengan  methanol  sampai  ±  0,5  cm  dibawah  mulut  tabung, 
rendam tabung dalam air dingin dan beri sumbat agar tidak menguap. 
2. Ambil  lempeng  tembaga  berukuran  0,5  cm  x  10  cm,  lalu  ampelas  sampai  kelihatan 
warna aslinya (merah jambu). 
3. Kemudian lilitkan lempeng tembaga itu pada batang pengaduk yang berdiameter kecil 
sehingga berbentuk spiral. 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 73

4. Selipkan ujung bagian atas spiral tembaga pada sumbat gabus kecil. 
5. Nyalakan  lampu  spiritus,  lalu  bakar  tembaga  spiral  sampai  pijar  dan  segera  celupkan 
kedalam Metanol yang ada dalam tabung reaksi kecil. 
6. Bakar kembali tembaga spiral sampai pijar, lalu segera celupkan lagi kedalam Metanol, 
lakukan pekerjaan ini samapi 25 kali. 
7. Ambil 2 mL larutan diatas (6), tambahkan 1 mL pereaksi Tohlens, kemudian masukkan 
kedalam penangas air, panaskan dan perhatikan perubahan yang terjadi. 
8. Sebagai  pembanding,  ambil  2  mL  Formalin,  tambahkan  1  mL  pereaksi  Tohlens,  lalu 
masukkan kedalam penangas air, panaskan dan perhatikan apa yang terjadi. Lakukan 
langkah  kerja  ini  dengan  mengganti  Formalin  (Formaldehide)  dengan  Metanol  dan 
Aseton. 
9. Campurkan 5 tetes larutan Fehling A dan 3 tetes Fehling B dalam 1 buah tabung reaksi, 
lalu  tambahkan  2  mL  larutan  metanal  hasil  oksidasi  diatas  (6),  kemudian  panaskan 
diatas penangas air, amati sampai terjadi perubahan. 
10. Dengan cara yang sama (9), lakukan pula terhadap Formalin dan Aseton. 
 
IV. Pembuatan ester 
1. Panaskan  100  mL  air  dalam  gelas  kimia  250  mL  sampai  suhunya  kira‐kira  70°C. 
Sementara air dipanaskan lakukan langkah kerja berikut : 
2. Isi  tabung  reaksi  pipa  samping  dengan  3  mL  Etanol,  3  mL  Asam  asetat  glacial,  lalu 
tambahkan 20 tetes Asam sulfat pekat. 
3. Pasang  pendingin  pada  tabung  dengan  cara  melobangi  sumbat  tabung  lalu 
menyelipkan 1 buah tabung reaksi kecil yang berisi air. 
4. Masukkan  tabung  reaksi  pipa  samping  tersebut  kedalam  air  yang  telah  dipanaskan. 
Teruskan  pemanasan  sampai  10  menit  dan  atur  pemanasan  agar  suhu  air  tidak 
melebihi 80°C. Bandingkan bau yang terjadi dengan zat asal. 
5. Ulangi percobaan no. 2 dengan campuran sebagai berikut : 
a) 3 mL Metanol + 1 sendok the Asam salisilat + 20 tetes H2SO4 pekat. 
b) n‐Amyl alcohol + 1 sendok the Asam benzoat + 20 tetes H2SO4 pekat. 
Catat  bagaimanan  bau  dari  masing‐masing  percobaan  pembuatan  ester  yang  sudah 
anda lakukan. 
 
 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 74

D. LEMBAR PENGAMATAN 
I. ‐ Reaktifitas senyawa alkana 
NAMA PEREAKSI 
NAMA ZAT 
H2SO4 pekat  HNO3 pekat  NaOH 1 M 
Kerosin       
Parafin       
 
  ‐ Pembuatan gas asetilena (etuna) dan mengenal sifatnya 
KEADAAN ZAT  PENGAMATAN 
Kalsium karbida + air   
Warna Air brom sebelum reaksi   
Warna Air brom sesudah reaksi   
 
II. Etanol sebagai pelarut 
NAMA ZAT 
NAMA 
ASAM  HIJAU 
PELARUT  IODOFORM  KAMFER  BENSIN  BENZENA 
BENZOAT  DAUN 
           
ETANOL   
 
 
III. Pembuatan aldehid dari oksidasi alkanol 
PENGAMATAN 
NO.  PERCOBAAN 
 
1  Tembaga  dipanaskan  sampai  pijar  setelah   
dikeluarkan dari api 
2  Tembaga  dipanaskan  sampai  pijar,  dimasukkan   
kedalam tabung yang berisi Metanol 
3  Zat baru + Tohlens   
 
4  Formalin + Tohlens   
 
5  Metanol + Tohlens   
 
6  Aseton + Tohlens   

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA DASAR 75

 
7  Zat baru + Fehling A, B   
 
8  Formalin + Fehling A, B   
 
9  Metanol + Fehling A, B   
 
 
IV. Pembuatan ester 
PENGAMATAN 
NO.  PERCOBAAN 
 
1  Etanol + CH3COOH(p) + H2SO4(p)   
 
2  Etanol + CH3COOH(p) + H2SO4(p)   
 
3  Metanol + asam salisilat + H2SO4(p)   
 
4  Metanol + asam salisilat + H2SO4(p)   
 
5  n‐Amyl alkohol + Asam benzoat + H2SO4(p)   
 
6  n‐Amyl alkohol + Asam benzoat + H2SO4(p)   
 
 
Pertanyaan : 
1. Tuliskan reaksi Kalsium karbida dengan air! 
2. Jelaskan  kenapa  terjadi  perubahan  warna  larutan  brom  pada  pembuatan  gas  asetilena 
dan tuliskan reaksinya! 
3. Reaksi  apa  yang  terjadi  pada  tembaga  pada  waktu  dipijarkan  dan  pada  waktu 
dimasukkan kedalam Metanol? 
4. Senyawa  karbon  apa  yang  terbentuk  pada  reaksi  antara  Metanol  dengan  lempeng 
tembaga pijar, tulis persamaan reaksinya! 
5. Pada pembuatan ester kenapa campuran tidak dipanaskan secara langsung? 
6. Tuliskan persamaan reaksi dari ketiga percobaan pembuatan ester diatas! 
7. Apa fungsi penambahan Asam sulfat pekat pada pembuatan ester? 
8. Sebutkan nama ester yang sudah anda dapatkan dari hasil percobaan! 

LABORATORIUM KIMIA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai