Anda di halaman 1dari 5

8

Pendampingan Kepada Masyarakat dengan Memanfaatkan


Bahan Pangan Sebagai Alternatif Pertolongan
Pertama Diare pada Penderita Dyspepsia
Sri Anggarini Rasyid1, Sanatang2, Titi Purnama3
123Diploma empat Teknologi Laboratorium Medis, Universitas Mandala Waluya

ABSTRAK

Dyspepsia merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di Indonesia. Bakteri
Helicobacter pylori merupakan salah satu penyebab dyspepsia. Sifat dari bakteri Helicobacter pylori
adalah mampu bertahan pada kondisi asam lambung dan mampu hidup pada usus sehingga gejala yang
sering muncul pada penderita dyspepsia akut adalah timbulnya diare. Efek dari diare adalah kehilangan
cairan tubuh (dehidrasi). Masyarakat di beberapa daerah memiliki pengetahuan yang minim mengenai
pertolongan pertama pada diare. Beberapa bahan pangan rumah tangga dapat dimanfaatkan sebagai
alternatif pertolongan pertama pada penderita diare. Bahan pangan tersebut seperti garam dan gula
sebagai larutan oralit serta air rebusan daun jambu batu dan teh pekat untuk meminimalisir frekuensi
diare. Pendampingan ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya
penyakit yang lebih kronis. Hasil dari proses pendampingan dapat memberikan informasi dan cara
mengolah bahan pangan untuk pertolongan pertama pada diare.

Kata kunci: Helicobacter pylori, Dyspepsia, Diare, Bahan Pangan.

Penulis Korespondensi :
Sri Anggarini Rasyid
Diploma empat Teknologi Laboratorium Medis, Universitas Mandala Waluya
E-mail : anggarini.09@gmail.com
No. Hp : 085218022999

Assistance to the Community with the Use of Food Ingredients as an Alternative First
Aid for Diarrhea in People with Dyspepsia

ABSTRACT
Dyspepsia is a disease with a high prevalence in Indonesia. Helicobacter pylori bacteria is one of the
causes of dyspepsia. The nature of the Helicobacter pylori bacteria is that it can survive in conditions of
stomach acid and can live in the intestines so that the symptoms that often appear in people with acute
dyspepsia are diarrhea. The effect of diarrhea is a loss of body fluids (dehydration). Communities in some
areas have minimal knowledge about first aid for diarrhea. Some household food ingredients can be used
as an alternative to first aid for diarrhea sufferers. These food ingredients such as salt and sugar as an
ORS solution and boiled water for guava leaves and concentrated tea to minimize the frequency of
diarrhea. This assistance is expected to be able to assist the community in anticipating the occurrence of
more chronic diseases. The results of the mentoring process can provide information and how to process
food ingredients for first aid in diarrhea.

Keywords: Helicobacter pylori, Dyspepsia, Diarrhea, Foodstuff.

Correspondent Author:
Sri Anggarini Rasyid
D-IV Medical Laboratory Technology Study Program, Mandala Waluya University
E-mail : anggarini.09@gmail.com
No. Hp :085218022999

Jurnal Pengabdian Saintek Mandala Waluya. Vol. 1 No. 1, April 2021


9

PENDAHULUAN
Pola makan yang tidak seimbang merupakan salah satu penyebab timbulnya
penyakit dyspepsia disamping stres. Helicobacter pylori merupakan bakteri yang hidup
di saluran percernaan terutama lambung dan usus. Bakteri ini dapat menyebabkan
penyakit dyspepsia. Jika bakteri Helicobacter pylori mampu menghasilkan toksik
berupa Cag A dan Vac A, maka bakteri ini dapat menyebabkan infeksi yang lebih kronis
seperti peptik ulcer, gastritis akut bahkan karsinoma lambung. Salah satu efek yang
dapat ditimbulkan akibat dyspepsia adalah diare.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata K et al., 2009). Pada orang dewasa,
diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut terjadi setiap tahun, dengan angka
rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami kematian (Al- Thani et al., 2013).
Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu
masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di
Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality
Rate/CFR) sebesar 1,92% (kemenkes RI, 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016, diperoleh bahwa persentase diare di Kota
Kendari adalah sebesar 52,65 %.
Wilayah kerja puskesmas poasia merupakan daerah pesisir sehingga penularan
bakteri penyebab diare berpotensi dapat menular dari satu penduduk ke penduduk
lain. Penularan tersebut dapat melalui lingkungan maupun dari makanan. Beberapa
masyarakat memiliki pengetahuan yang minim mengenai pertolongan pertama pada
penyakit diare. Dengan pendampingan yang akan dilakukan diharapkan dapat
menambah pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada diare.
Penyebab utama terjadinya persebaran penduduk di dua kelurahan ini karena
semakin banyaknya sarana perekonomian yang dibangun. Untuk penduduk Kelurahan
Andonohu 8.430 jiwa, dan Kelurahan Anggoeya 7.730 jiwa. Berdasarkan data
puskesmas, masih banyak warga yang menderita dyspepsia. Pola hidup sehat menjadi
penyebab utama timbulnya penyakit tersebut. Kurangnya informasi menyebabkan
warga masih belum menerapkan perubahan pola hidup sehat dalam upaya pencegahan
maupun mengurangi resiko penyakit dyspepsia. Warga yang sudah mengalami
gejalanya masih sulit melakukan penanganan dini apabila gejala penyakit tersebut
muncul. Gejala yang sering dialami oleh warga akibat dari penyakit dyspepsia adalah
diare. Diare dapat menyebabkan dehidrasi yang berpengaruh terhadap status gizi
penduduk maupun kehidupan sosial dan penyebab terbesar kematian pada anak.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2007, diare menduduki peringkat ketigabelas sebagai
penyebab kematian semua umur dengan proporsi sebesar 3,5 persen. Sedangkan
berdasarkan kategori penyakit menular, diare menduduki urutan ketiga penyebab

Jurnal Pengabdian Saintek Mandala Waluya. Vol. 1 No. 1, April 2021


10

kematian setelah Pneumonia dan TBC. Dari data tersebut, golongan usia yang paling
banyak mengalami diare adalah balita dengan prevalensi sebesar 16,7 persen.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang
masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133
orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan
tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik
di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare,
perlu tata laksana yang cepat dan tepat. Diare dapat berakibat fatal apabila penderita
mengalami dehidrasi akibat kehilangan banyak cairan dari tubuh. Oleh sebab itu diare
tidak boleh dipandang sebelah mata walaupun kondisi ini umum terjadi. Pengabdian
masyarakat yang dilakukan di kecamatan Wua-Wua menggunakan metode edukasi
kesehatan dan demonstrasi pembuatan bahan- bahan alami untuk mengatasi dehidrasi
dalam penanganan dini diare akibat penyakit dyspepsia.

METODE

Berdasarkan analisis situasi dan permasalahan di masyarakat maka beberapa solusi


dalam bentuk pendampingan atau sosialisasi perlu dilakukan. Rencana kegiatan
pendampingan tersebut berupa cara pertolongan pertama pada penderita diare.
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Pemberian larutan garam gula dengan komposisi 1⁄4 sendok teh garam dapur dan
1⁄2 sendok makan gula putih. Larutan garam gula dapat berfungsi sebagai larutan
oralit yang mengganti ion tubuh akibat dehidrasi.
2. Pemberian teh pekat. Teh pekat dapat meminimalisir frekuensi buang air besar
(BAB).
3. Pemberian Air rebusan daun jambu batu. Kandungan eugenol ini lah yang
mempunyai efek antiseptik/antibakteri. Daun jambu biji ini juga sudah teruji secara
klinis bermanfaat sebagai antidiare.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peserta kegiatan berjumlah 12 orang dan dilakukan oleh 3 orang tim pengabdi,
staff dan 2 orang mahasiswa. Kegiatan yang diawali dengan ceramah dan demonstrasi
ini kemudian dilanjutkan latihan. Dari kegiatan demonstrasi tampak bahwa warga
memang belum mengetahui langkah-langkah pencegahan penyakit dyspepsia dan
tahap-tahap pembuatan oralit dari bahan alami. Acara kemudian dilanjutkan sesi tanya
jawab. Berbagai pertanyaan diajukan secara antusias oleh para peserta dalam sesi tanya
jawab. Secara garis besar inti dari pertanyaan para peserta adalah: Yang pertama adalah
Dosis pembuatan oralit, untuk pembuatan oralit dengan menggunakan 1⁄2 sendok
makan gula dan 1⁄4 sendok teh garam halus yang dilarutkan dalam 1 gelas air hangat

Jurnal Pengabdian Saintek Mandala Waluya. Vol. 1 No. 1, April 2021


11

(±250 ml). Pada bayi dosis pemberian larutan oralit adalah 150 ml dikali dengan umur
bayi dan yang kedua adalah Langkah-langkah yang harus dilakukan di rumah untuk
pencegahan diare pada anak.
Strategi yang sudah dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah
pendekatan berbasis komunitas dimana strategi pemecahan masalah langsung ke
sasaran dengan optimalisasi peran warga, kader puskesmas yang ada di kecamatan
Andonohu Kota Kendari. Sehingga strategi pelaksanaan yang sudah dilakukan adalah
diberikan penyuluhan kesehatan tentang penatalaksanaan diare serta demonstrasi
bagaimana cara membuat oralit pada saat masyarakat diare yang dilaksanakan secara
mandiri.
Pengabdian masyarakat ini dilakukan di kecamatan Andonohu dengan tema
dyspepsia. Pengabdian ini menggunakan tiga metode penyuluhan berupa health
education, diskusi dan demonstrasi. Media yang digunakan yaitu media cetak berupa
gambar dan tulisan, media lisan yang disampaikan secara langsung dan beberapa
perlengkapan demonstrasi. Sasaran dalam pengabdian masyarakat ini berupa
pendekatan kelompok masyarakat melalui pertemuan di rumah kader puskesmas
kecamatan Wua-Wua.
Pengabdian kepada masyarakat adalah salah satu kewajiban dosen untuk
berkontribusi untuk negeri. Pengabdian kepada masyarakat merupakan elemen dari Tri
Dharma Perguruan Tinggi sebagai aksi dari keterlibatan perguruan tinggi dalam
pembangunan dan upaya menghilangkan persoalan masyarakat.
Seperti digariskan dalam GBHN, salah satu perwujudan dari pada usaha
mencapai keadilan sosial adalah dengan mengusahakan kesempatan yang lebih luas
bagi setiap warganya untuk mendapatkan derajat kesehatan yang sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuan yang ada. Perbaikan pemeliharaan kesehatan rakyat dilaksanakan
dalam rangka peningkatan kemampuan tenaga kerja bagi keperluan pembangunan,
serta untuk meningkatkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Adapun keberadaan
sarana kesehatan yaitu 1 Puskesmas, 1 Puskesmas Pembantu, 2 Praktek Dokter, 2
Praktek Bidan, 19 Posyandu dan 1 Apotek.
Masyarakat Kecamatan Wua-Wua masih banyak yang belum mengetahui tentang
perilaku sehat. Sebagai indikator penilaian perilaku sehat berdasarkan pengetahuan,
sikap, dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya
penyakit dan melindungi diri dari anacaman penyakit. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Dampak perilaku
yang tidak sehat juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit salah
satunya dyspepsia, dan akan mudah tertular penyakit infeksi lainnya. Dyspepsia yang
memiliki gejala salah satunya yaitu diare ditandai dengan dehidrasi yang dapat
menyebabkan kekurangan gizi pada masyarakat dan penyebab kematian.
Informasi tentang pencegahan dyspepsia dan langkah-langkah yang harus
diketahui ketika masyarakat mengalami bahaya dari gejala penyakit tersebut yaitu
dehidrasi sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk

Jurnal Pengabdian Saintek Mandala Waluya. Vol. 1 No. 1, April 2021


12

melakukan pertolongan pertama dalam menggunakan obat herbal secara rasional.


Swamedikasi (pengobatan sendiri) berarti memberikan penanganan terhadap segala
keluhan pada diri sendiri sebelum mencari pertolongan ke petugas kesehatan.
Untuk meningkatkan pengetahuan berwawasan lingkungan di kalangan
masyarakat, maka penyuluhan dengan metode demonstrasi dan metode diskusi lebih
baik diterapkan pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan pendidikan tinggi.
Berdasarkan tingkat kemampuan berpikir atau kognitif, hal demikian sesuai dengan
pandangan Dale (dalam Russel & Heinich, 1989) yang berpendapat bahwa peserta
penyuluhan akan lebih mudah memahami apa yang mereka pelajari bila melihat atau
mengalami secara langsung objeknya dalam hal ini melalui metode demonstrasi,
bilamana dibandingkan dengan memperoleh penjelasan secara verbal yaitu melalui
metode diskusi. Sehingga pengabdian masyarakat di kecamatan Andonohu
menggunakan dua metode tersebut.
Kemampuan peserta dalam menguasai materi yang diberikan merupakan
indikator keberhasilan pengabdian masyarakat ini. Hasilnya warga mengetahui ha-hal
yang dapat menyebabkan penyakit dyspepsia dan menerapkan langkah-langkah
pencegahan setelah edukasi diberikan. Warga juga dapat membuat sendiri oralit
menggunakan bahan alami apabila gejala dyspepsia berupa diare muncul, sebagai
penanganan dini untuk mencegah dehidrasi berat yang dapat membahayakan tubuh.

KESIMPULAN
1. Pertolongan pertama pada diare dapat diakukan dengan memanfaatkan bahan
pangan seperti dengan membuat larutan garam gula, teh pekat dan rebusan daun
jambu biji.

2. Masyarakat di Kelurahan Andonohu mendapatkan ilmu dalam hal pertolongan


pertama pada penderita diare baik pada anak-anak dan orang dewasa.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Yayasan Mandala Waluya atas dana
pengabdian yang diberikan kepada tim dosen Prodi D4 Teknologi Laboratorium Medis
Universitas Mandala Waluya

DAFTAR PUSTAKA
Dalimarta, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 6. Jakarta: PT. Pustaka Bunda.
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara. (2016). Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2015.
Kota Kendari.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil Kesehatan Nusantara. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Situasi Diare Di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. ISSN 2088-270X.
Simadibrata K, Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Setiani S. (2009). Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna, 1035-1037.
Suratun. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Trans
Info Media Muslihah.

Jurnal Pengabdian Saintek Mandala Waluya. Vol. 1 No. 1, April 2021

Anda mungkin juga menyukai