NIM : 837522998
POKJAR PURWODADI
hubungan yang sangat erat meskipun masing – masing memiliki ciri tertentu. Karena ada
hubungan yang sangat erat ini, pembelajaran dalam satu jenis keterampilan sering meningkatkan
keterampilan membaca dapat juga meningkatkan keterampilan menulis. Contoh lain belajar
menemukan ide – ide pokok dalam menyimak juga meningkatkan kemampuan menemukan ide –
ide pokok dalam membaca, karena kegiatan berpikir baik dalam memahami bahasa lisan maupun
penting. Pengalaman merupakan dasar bagi semua makna yang disampaikan dan yang dipahami
dalam bahasa tertentu. Anak yang memiliki pengalaman berbahasa yang cukup luas akan dapat
Kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis semua bergantung pada kekayaan
kosa kata yang diperlukan untuk berkomunikasi yang dimiliki oleh seseorang. Selain itu
Menyimak dan berbicara merupakan keterampilan yang saling melengkapi, keduanya saling
bergantung. Tidak ada yang perlu dikatakan jika tidak ada seorang pun yang mendengarkan, dan
meskipun mungkin kita dapat menyimak nyanyian atau doa, komunikasi yang diucapkan
merupakan hal utama yang perlu disimak. Menyimak dan berbicara, merupakan keterampilan
berbahasa lisan. Keduanya membutuhkan penyandian dan penyandian kembali simbol – simbol
lisan.
Pada dasarnya bahasa yang digunakan dalam percakapan dipelajari lewat menyimak dan
menirukan pembicaraan. Anak – anak tidak hanya menirukan pembicaraan yang mereka pahami,
tetapi juga mencoba menirukan hal – hal yang tidak mereka pahami. Kenyataan ini
mengharuskan orang tua dan guru menjadi model berbahasa yang baik, supaya anak – anak tidak
menirukan pembicaraan yang memalukan atau tidak benar (Ross dan Roe, 1990: 11).
menerima informasi dari orang lain. Baik dalam menyimak maupun dalam membaca dibutuhkan
penyandian simbol – simbol ; menyimak bersifat lisan sedangkan membaca bersifat tertulis.
Penyandian kembali simbol – simbol lisan (menyimak) hanya melibatkan satu tingkat
pemindahan, yaitu dari bunyi ke pengalaman yang menjadi sumbernya. Misalnya ketika seorang
anak menyimak kalimat “Nanti Ibu belikan bola”, anak mengubungkan dengan alat permainan
yang digunakan untuk bermain sepak bola, sehingga dapat memahami arti kata bola yang
disimaknya. Penyandian kembali simbol – simbol tertulis (membaca) melibatkan dua tingkat
pemindahan, yaitu dari simbol tertulis ke simbol lisan, selanjutnya ke pengalaman yang menjadi
sumbernya. Ketika membaca bola, anak mengucapkan atau mengucapkan dalam hati kata
tersebut. Selain itu menghungkannya dengan benda yang digunakan untuk bermain sepak bola.
Oleh karena itu keterampilan menyimak bagus untuk mengembangkan kesiapan membaca,
karena menyimak memerlukan proses mental yang sama dengan membaca, kecuali pada tingkat
penyandiannya.
Mengajar anak – anak menangkap ide – ide pokok, detail, urutan, hubungan sebab akibat,
mengevaluasi secara kritis, dan menangkap elemen – elemen lain dari pesan – pesan secara lisan
dapat mempengaruhi kemampuan anak – anak membaca guna menangkap elemen – elemen yang
sama seperti ketika mereka menyimak. Penambahan sebuah kata dalam kosa kata yang disimak
anak – anak meningkatkan kemungkinan mereka dapat menafsirkan arti kata tersebut jika
mereka membacanya (Ross dan Roe, 1990: 12). Contoh, seorang anak yang dapat memahami
kata “bermain” ketika menyimak cerita gurunya, juga dapat memahami ketika menjumpai kata
Berbicara dan menulis merupakan keterampilan ekspresif atau produktif. Keduanya digunakan
menyandikan simbol – simbol, simbol lisan dalam berbicara dan simbol tertulis dalam menulis.
Baik dalam kegiatan berbicara maupun menulis pengorganisasian pikiran sangat penting.
Pengorganisasian pikiran ini lebih mudah dalam menulis, karena informasi dapat disusun
kembali secara mudah setelah ditulis sebelum disampaikan kepaa orang lain untuk
dibaca.Sebaliknya setelah suatu pesan yang tidak teratur dikatakan kepada orang lain, meskipun
telah dibetulkan oleh pembicara, kesan yang tidak baik sering kali masih tetap ada dalam diri
pendengar. Itulah sebabnya banyak pembicara yang merencanakan apa yang akan dikatakan
Namun, kegiatan berbicara dapat juga merupakan kegiatan untuk mencapai kesiapan menulis.
Bahasa lisan dipelajari lebih dahulu oleh anak – anak dan pada umumnya mereka tidak
mengutarakan secara tertulis hal – hal yang tidak mereka kuasai secara lisan.
Membaca dan menulis merupakan keterampilan yang saling melengkapi. Tidak ada yang perlu
ditulis kalau tidak ada yang membacanya, dan tidak ada yang dapat dibaca kalau belum ada yang
ditulis. Keduanya merupakan keterampilan bahasa yang tertulis, dan menggunakan simbol –
simbol yang dapat dilihat yang mewakili kata – kata yang diucapkan serta pengalaman dibalik
kata – kata tersebut. Dalam menulis, orang lebih suka menggunakan kata – kata yang dikenal dan
yang dirasakan sudah dipahami dengan baik dalam bahasa bacaan yang telah dibacanya. Namun,
banyak materi yang telah dibaca dan dikuasai oleh seseorang yang tidak pernah muncul dalam
tulisan (karangan). Hal itu terjadi karena untuk menggunakan suatu kata dalam tulisan
diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal penerapan kata tersebut daripada
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah suatu pendekatan yang
bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, yang
mencakup menyimak, membaca, menulis, berbicara dan mengakui saling ketergantungan
bahasa dan komunikasi, bahasa yang dimaksud dalam konteks ini tentu saja bahasa
indonesia.
Beberapa hal yang berkaitan langsung dengan konsep ini adalah latar belakang munculnya
pendekatan komunikatif, ciri-ciri utama pendekatan komunikatif, aspek-aspek yang berkaitan,
dan penerapan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari adanya perubahan-
perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa inggris pada tahun 1960-an, yang saat itu
menggunakan pendekatan situsional. Dalam pembelajaran situsional, bahasa diajarkan dengan
mempraktekkan/melatihkan struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan berdasarkan situasi
yang bermakna.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori linguistik yang mendasari
audiolingualisme, ditolak di Amerika pada pertengahan serikat pada pertengahan tahun 1960-an
dan para pakar linguistik terapan inggris pun mulai mempersalahkan asumsi-asumsi yang
mendasari pengajaran bahasa situsional.
Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar gagasan yangtidak
masuk akal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peristiwa-peristiwa situsional. Apa yang
dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada
konsep tradisional bahwa ucapan-ucapan mengandung makna dalam dirinya dan
mengekspresikan makna serta maksud-maksud pembicara dan penulis yang menciptakannya.
Dalam mengajar, guru mungkin menggunakan lebih dari satu strategi dan pendekatan. Mereka
memilih teknik dan materi berdasarkan sejumlah pendekatan untuk kebutuhan siswa secara
individu dikelas. Tidak ada satu pun pendekatan terbaik untuk siswa atau guru ( Klein dkk,
1991 : Burns dkk, 1996 ).
Pada prosedur pembelajaran pendekatan komunikatif, terdapat beberapa garis besar
pembelajaran yang harus diperhatikan yakni penyajian dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang
disajikan, penyajian tanya-jawab, penelaahan dan pengkajian, penarikan simpulan, aktifitas
interpretatif, aktifitas produksi lisan, pemberian tugas, dan pelaksanaan evaluasi.
Sementara itu, beberapa aspek yang harus diperhatikan kaitannya dengan pendekatan
komunikatif adalah teori bahasa, teori belajar, tujuan, silabus, tipe kegiatan, peranan guru,
peranan siswa, dan peranan materi. Adapun dalam penerapan pendekatan komunikatif ini, ada
dua hal yang harus diperhatikan, yakni tujuan pembelajaran dan kurikulum yang digunakan.
Adapun yang termasuk dalam strategi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan pendekatan
komunikatif adalah pengorganisasian kelas serta metode dan teknik belajar mengajar.
Pendekatan komunikatif dapat juga diartikan sebagai pendekatan yang berpijak pada hakikat
bahasa sebagai alat/sarana komunikasi, sehingga pengajaran bahasa diarahkan pada penggunaan
bahasa sebagai alat komunikasi. Komponen komunikasi itu meliputi unsur pelaku komunikasi,
cara berkomunikasi, tempat komunikasi, dan lain-lain ( Djiwandono,1996 ).
Terkait dengan pendapat tersebut diatas, Hymes (dalam Brumfit dan Johnson, 1987),
mengemukakan bahwa didalam kelas, bahasa digunakan untuk beberapa tujuan, seperti
memberikan sambutan, memohon, memberikan informasi, memerintahkan, dan seterusnya,
walaupun pemakaiannya terbatas.
Dalam bahasa komunikatif, semua keterkaitan teori mendasari apa yang digambarkan sebagai
CLT, hal ini juga dapat di defenisikan separangkat ajaran tentang alam bahasa dan pembelajaran
bahasa yang mendasar menyatukan tetapi meluas, secara teori di informasikan dengan baik.
Dari pekerjaan paling awal dalam CLT, Breen & Savignon (Brown, 2001 : 43) sampai pada
buku pelajaran pendidikan guru, Brown, Lee, & Nunan (Brown, 2001 : 43) menyebutkan bahwa
banyaknya definisi yang tersedia membuat peneliti berjalan terhuyung-huyung.
Pendekatan komunikatif mengarahkan pengajaran bahasa pada tujuan pengajaran yang
mementingkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi (Syafi’ie, 1993:17, Hymesdalam Brumfit,
1987:2, dan Djiwandono, 1996 : 13). Menurut pandangan ini, pengajaran membaca bertitik tolak
pada pertanyaan, Mengapa seseorang membaca?
Syafi’ie (1993) menjelaskan bahwa istilah pendekatan dalam pengajaran bahasa mengacu kepada
teori-teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai landasan dan
prinsip pengajaran bahasa.
Lebih lanjut Syafi’ie (1993) menjelaskan bahwa karakteristik pendekatan komunikatif adalah
(1)kompetensi komunikatif lebih bersifat dinamis daripada statis, (2) kompetensi komunikasi
bersifat kontekstual, (3) kompetensi komunikasi bersifat relatif, bergantung pada aspek-aspek
lain yang terkait, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dan (4) kompetensi komunikasi
berkaitan dengan dikotomi kompetensi kebahasaan dan kompetensi performasi.
Komponen komunikasi itu meliputi unsur pelaku komunikasi, cara berkomuniksi, waktu
komunikasi, tempat komunikasi, dan lain-lain (Djiwandono, 1996). Terkait dengan pendapat
tersebut, Hymes (dalam Brumfit dan Johnson, 1987) mengemukakan bahwa di dalam kelas,
bahasa digunakan dalam beberapa tujuan, seperti memberikan sambutan, memohon, memberikan
informasi, memerintahkan dan seterusnya, walaupun pemakaiannya terbatas.
a. Manfaat pendekatan
Adapun manfaat pendekatan komunikatif, menurut pandangan Suwarsih Madya, (1991 :
8)adalasebagai berikut:
1. Karena Transfer belajar tidak selalu otomatis, usaha harus dilakukan untuk
menanamkan kemampuan potensial kepada siswa agar ia termotivasi untuk dapat
menggeneralisasi ungkapan komunikatif kaidah tata bahasa atau narasi yang
dipelajarinya, dari satu situasi sosio budaya ke situasi sosio-budaya yang lain setara.
2. Pendekatan spiral atau siklus sangat dianjurkan.
3. Titik permulaan penyusunan kurikulum sampai ke unit pelajaran seyogyanya berupa
fungsi-fungsi komunikasi sosial bahasa yang diperlukan siswa dan.
4. Pendekatan spiral digunakan dalam menyajikan fungsi bahasa yang damai di dalam
situasisosio-budaya yang berbeda-beda.
Berdasarkan prinsip pendekatan komunikatif, pengajaran membaca harus di dasarkan pada
tujuan membaca dan diarahkan pada penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Alasan
utama orang membaca adalah untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya dari teks
sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Hasil pengajaran bahasa Indonesia secara komunikatif juga sangat tergantung pada peranan dan
kualitas guru, pengajar. Sejauhmana guru dapat menanamkan kemahiran fungsional bahasa di
dalam diri siswa.
b. Langkah-langkah pembelajaran pendekatan komunikatif
1. Tahap persiapan, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dan menyiapkan
berbagai strategi yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diajarkan.
2. Tahap pelaksanaan, guru menyajikan materi pelajaran dengan memanfaatkan
pendekatan komunikatif, sehingga menarik perhatian siswa dalam proses belajar
mengajar, sehingga pembelajaran berlangsung efektif dan efesien.
3. Tahap evaluasi, guru mengadakan evaluasi materi pelajaran yang lebih menekankan
pada aspek kognitif dan afektif.
Jenis-Jenis berbicara
1. Berdasarkan situasi
Berdasarkan lingkup situasinya, ada dua macam kegiatan berbicara di depan umum, yaitu
lingkup resmi dan lingkup tidak resmi. Lingkup resmi menggunakan bahasa yang formal
sementara lingkup tidak resmi bahasanya cendereng santai asal sopan dan sedikit formal.
Pembicara ideal harus mampu membedakan situasinya.
2. Berdasarkan tujuan
Menurut tujuannya, maka kegiatan berbicara terbagi menjadi lima jenis, yaitu:
1. Berbicara menghibur
2. Berbicara menginformasikan
3. Berbicara menstimulasi
4. Berbicara meyakinkan
5. Berbicara menggerakkan
Ada empat cara yang bisa digunakan seseorang dalam menyampaikan pembicaraanya, yaitu:
1. Penyampaian secara mendadak
4. Berdasarkan jumlah penyimak
Berdasarkan jumlah penyimak, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu:
1. Berbicara antarpribadi
Menurut Logan dkk. (dalam Tarigan, 1986:56), berdasarkan peristiwa khusus berbicara atau
pidato dapat digolongkan atas enam jenis, yaitu;
1. Pidato presentasi
2. Pidato penyampaian
3. Pidato perpisahan
4. Pidato perjamuan
5. Pidato perkenalan
6. Pidato nominasi