Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dea Amanda

Nim : 190110201077
Kelas : Sosiologi Sastra (A)
1. Kajian utama sosiologi sastra adalah sastra yang berupa karya sastra, sedangkan sosiologi
berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial yang ada dalam sastra, baik penulis,
fakta sastra, maupun membaca dalam relasi dialektikanya dengan kondisi masyarakat yang
menghidupi penulis, masyarakat yang digambarkan dan pembaca sebagai individu kolektif
yang menghidupi masyarakat.
2. aspek-aspek yang mengaitkan antara sosilogi dan sastra melibatkan
berbagai unsur pembangun sastra, yaitu pengarang, sastra, pembaca, dunia
yang diacu (kenyataan), dan bahasa.
Aspek sosiologi karya sastra dilihat dari, yang memper- masalahkan karya sastra itu sendiri
yaitu sistem politik, sistem kepercayaan, sistem ekonomi, sis- tem pendidikan, dan apa yang
menjadi pokok permasalahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra, dan apa yang
menjadi tujuannya atau amanat yang hendak disampaikan.
 Sistem politik adalah sebagai pola yang tetap dari hubungan-hubungan antar
manusia yang melibatkan, sampai dengan tingkat yang berarti, kontrol, pengaruh,
kekuasaan, ataupun wewenang.
 Sistem kepercayaan adalah pemahaman terhadap segala aspek alam semesta yang
di- anggap sebagai suatu kebenaran.
 Sistem ekonomi merupakan suatu kum- pulan dari aturan atau kebijakan yang saling
ber- kaitan dalam upaya memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran.
Sistem ekonomi ini juga berkaitan dengan hubungan manusia dengan pe-
rekonomiannya yang sangat erat hubungannya dengan bagaimana kita mencukupi
kebutuhan manusia tersebut.
 Pendidikan sebagai pengalaman belajar yang berlansung dalam segala lingkungan
hidup dan sepanjang hidup, baik di sekolah atau di luar sekolah, karena pendidikan
merupakan segala s- ituasi yang memengaruhi pertembuhan sese - orang sebagai
suatu proses pengembangan diri individu dan kepribadian seseorang yang dilak-
sanakan secara sadar, serta nilai-nilai penyesuai- an diri dengan lingkungan.
3.
 Dalam bukunya Theory of Litetarure, Rene Wellek dan Austin Warren (1994),
menawarkan ada- nya tiga jenis sosiologi sastra, yaitu sosiologi pe- ngarang,
sosiologi karya sastra, dan sosiologi pem- baca dan pengaruh sosial karya sastra.
Pembagian jenis sosiologi sastra tersebut, hampir mirip dengan apa yang dilakukan
oleh Ian Watt dalam esainya “Litetarure an Society” (via Damono, 1979:3). Ian Watt,
membedakan antara sosiologi sastra yang mengkaji konteks sosial pengarang, sastra
sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra. Menurut Wellek dan Warren,
sosiologi penga- rang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang
menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Sosiologi karya sastra memasalah-
kan karya sastra itu sendiri. Mengkaji apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa
yang menjadi tujuannya. Sosiologi pembaca mengkaji pembaca yang pengaruh sosial
karya sastra.
 Menurut Ian Watt, konteks sosial pengarang, antara lain mengkaji posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan pembaca. So- siologi sastra yang
mengkaji sastra sebagai cermin masyarakat mengkaji sejauh mana sastra dapat
dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyara- kat. Fungsi sosial sastra
mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial. Dalam hal ini
Ian Watt (via Damono, 1979) membedakan adanya tiga pandangan yang
berhubungan dengan fungsi sosial sastra, yaitu (1) pandangan kaum ro- mantik yang
menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi, sehingga
sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak; (2) pandangan “seni
Nama : Dea Amanda
Nim : 190110201077
Kelas : Sosiologi Sastra (A)
untuk seni”, yang melihat sastra sebagai penghibur belaka; (3) pandangan yang ber-
sifat kompromis, di satu sisi sastra harus menga- jarkan sesuatu dengan cara
menghibur.
4. Plato, dengan teori mimesisnya dianggap sebagai pelopor teori sosial sastra (Damono,
1979:16). Kata mimesis (bahasa Yunani) berarti tiruan. Teori mimesis menganggap karya
sastra sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981).Menurut pandangan Plato, segala
yang ada di dunia ini sebenarnya hanya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang
berada di dunia gagasan. Dalam dunia gagasan, ada gagasan mengenai ma- nusia, semua
manusia yang ada di dunia ini (ma- nusia nyata) adalah tiruan dari manusia yang ada di dunia
gagasan tersebut. Demikian juga benda-benda yang ada di dunia: bunga, pohon, meja, kursi,
dan lain sebagainya dianggap sebagai tiruan dari dunia gagasan mengenai hal-hal tersebut.
Maka, ketika seo- rang penyair kemudian menggambarkan mengenai pohon dalam puisinya,
misalnya, dia hanyalah meng- gambarkan tiruan dari sebuah tiruan. Oleh ka- renanya, puisi
atau sajak yang dihasilkannya tidak lain hanyalah tiruan dari barang tiruan (Damono,
1979:16). Walaupun Plato cenderung merendahkan nilai karya sastra, yang hanya dipandang
sebagai tiruan dari tiruan, namun dalam pandangannya tersebut tersirat adanya hubungan
antara karya sastra de- ngan masyarakat (kenyataan). Apa yang tergambar dalam karya
sastra, memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi dalam masyarakat.
5.
 Kebijakan pemerintah itu mendapat kritik dari kaum kiri yang berpaham Marxisme
di Belanda. Kritik itu berhasil mendesak pemerintah untuk memberlakukan
kebijakan politik „balas-budi‟ atau eticshe politic. Kebijakan ini lah yang kemudian
menjadi awal masuknya paham Marxisme di Indonesia. Kebijakan politik etis telah
membuka kran terbentuknya perkumpulan-perkumpulan di Hindia- Belanda.
Sneevliet, seorang anggota kaum kiri Belanda masuk di Indonesia membawa paham
Marxisme dengan mendirikan Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).
Pengaruh ISDV sampai pada Sarekat Islam (SI) yang saat itu memiliki basis massa
yang banyak, yang kemudian membentuk SI-Merah. Oleh perkumpulan ini Marxisme
menemukan kesamaan dengan ajaran Islam. Keduanya bertemu pada kesamaan
pada perjuangan pembebasan kaum lemah. Analisis perjuangan kelas dalam
Marxisme digunakan untuk menginterpretasi ayat-ayat al- Qur‟an. Misalnya, Hadji
Misbach menafsirkan surat al-Humazah menemukan dua kontradiksi kelas, antara
kaum uang dan kaum mustadl‟afin yang disebabkan oleh fitnah kapitalisme berupa
kesengsaraan rakyat. Selain itu Marxisme juga memengaruhi pemikiran tradisi Jawa,
yang memunculkan semboyan „Sama Rata-Sama Rasa‟ dan „Bangkitnya Kaum
Kromo‟. Dua semboyan ini bertemu pada gagasan Marx tentang “masyarakat tanpa
kelas” yang tertuang dalam Babad Tanah Jawa-nya Marco Kartodikromo. Paham ini
melahirkan para pejuang revolusi di Hindia-Belanda. Mereka menyebarkan gagasan
Marxisme dan melakukan aksi-aksi pengorganisasian rakyat, terutama pada
kelompok buruh pabrik. Perjuangan itu telah sampai pada pembentukan organisasi
revolusioner yang bernama Partai Komunis Indonesia (PKI).
 D.N Aidit
Karya :
A. Sedjarah gerakan buruh Indonesia, dari tahun 1905 sampai tahun 1926
(1952)
B. Perdjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1952)
C. Menempuh djalan rakjat: pidato untuk memperingati ulangtahun PKI
jang ke-32 - 23 Mei 1952 (1954)
 A.S Dharta
Karya :
Nama : Dea Amanda
Nim : 190110201077
Kelas : Sosiologi Sastra (A)
A. Saidjah dan Adinda (naskah drama, adaptasi novel
karya Multatuli yang diterjemahkan oleh Bakri Siregar)
B. Rangsang Detik (kumpulan sajak, 1957)
 Henk Ngantung
Karya :
A. Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang
sedang melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia
merupakan hasil sketsa Henk, dalam rangka menyambut Asian Games 1962
di Jakarta.
Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design
awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil
Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan
lambang Kostrad[4] namun ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh
pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah:

B. Judul : “Gajah Mada”[5]


C. Judul : “Ibu dan Anak” yang merupakan hasil karya terakhirnya.

Anda mungkin juga menyukai