Anda di halaman 1dari 23

1

KONSEP SEKSUALITAS DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya
Dosen Pengempu Ns. Ana Ratnawati, M.Kep

Oleh Kelompok 3 :

1. Putri Eka Muzdhalifa (P07120520022)


2. Eka Setya Pratama R. (P07120520023)
3. Muhammad Jauhar Ridho (P07120520024)
4. Yanis Hilda Aulia P (P07120520025)
5. Febyan Trialoka M. (P07120520026)
6. Muhammad Yassir (P07120520027)
7. Raupini (P07120520028)
8. Irda Ayu Sundah (P07120520029)
9. Shopia Apriliany (P07120520030)
10. Imelda Elin Dyah P.A (P07120520031)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-
Nyalah tugas Mata kuliah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran
Psikososial dan Budaya serta untuk memperdalam pemahaman dalam pembuatan
makalah.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati kami mohon saran dan
kritiknya . Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 11 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Judul Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Teori .............................................................................................3
B. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Seksualitas di definisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling
dalam, akrab, intim dari lubuk hati paling dalam, dapat pula berupa
pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia sebagai mahluk seksual.
Karena itu pengertian dari seksualitas merupakan sesuatu yang lebih luas
dari pada hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik
hubungan seksual. Seksualitas merupakan aspek yang sering di bicarakan
dari bagian personalitas total manusia, dan berkembang terus dari mulai
lahir sampai kematian. Banyak elemen-elemen yang terkait dengan
keseimbangan seks dan seksualitas. Elemen-elemen tersebut termasuk
elemen biologis; yang terkait dengan identitas dan peran gender
berdasarkan ciri seks sekundernya dipandang dari aspek biologis. Elemen
sosiokultural, yang terkait dengan pandangan masyarakat akibat pengaruh
kultur terhadap peran dan kegiatan seksualitas yang dilakukan individu.
Sedangkan elemen yang terakhir adalah elemen perkembangan psikososial
laki-laki dan perempuan. Hal ini dikemukakan berdasarkan beberapa
pendapat ahli tentang kaitannya antara identitas dan peran gender dari
aspek psikososial. Termasuk tahapan perkembangan psikososial yang
harus dilalui oleh oleh individu berdasarkan gendernya.
Individu tidak terlepas dari aspek seksualitasnya ketika mereka
berada dalam sistem pelayanan kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan
dengan pendekatan holistik, semua aspek saling berinteraksi. Aspek
seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek biologi, psikologi,
sosiologi, kultural dan spiritual. Perawat harus mempunyai dasar
pengetahuan, ketrampilan dalam pengkajian dan komunikasi serta sikap
yang tepat.
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi tentang seksualitas?
2. Apa yang dimaksud perkembangan seksualitas?
3. Bagaimana hubungan dimensi agama dan etik?
4. Bagaimana hubungan seksualitas?
5. Bagaimana Definisi Seksualitas dalam keperawatan?
6. Apa saja Faktor-faktor Terkait Seksualitas?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan terkait seksualitas?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
1. Definisi Seksualitas
Seksualitas merupakan energi psikis yang mendorong manusia
untuk bertingkah laku. Tidak hanya perilaku untuk masalah seks saja,
tetapi juga kegiatan-kegiatan nonseksual, seperti bidang kesenian, ilmiah,
melakukan kewajiban moral, dan lain-lain. Sebagai energi psikis seks
tersebut merupakan motivasi untuk berbuat sesuatu.
Aktifnya insting seks dalam diri manusia umumnya baru
berlangsung pada usia pubertas. Menurut Freud, seksualitas itu sudah
memanifestasikan diri sejak masa bayi, dalam bentuk tingkah laku yang
tidak menggunakan alat kelamin, missal waktu bayi menyusu ibunya, atau
sewaktu menikmati permukaan kulit yang di belai sayang oleh ibunya.
Seksualitas bayi ditekankan pada erotic oral atau mulut.
Seks adalah satu mekanisme, yang dengannya manusia mampu
meneruskan keturunan. Oleh sebab itu, seks merupakan mekanisme vital,
sehingga manusia dapat berevolusi sepanjang sejarah manusia. Di
samping hubungan sosial biasa, di antara wanita dan pria dapat terjadi
hubungan khusus yang sifatnya erotis dan disbut relasi seksual, yakni
kedua belah pihak dapat menghayati bentuk kenikmatan, jika dilakukan
dalam hubungan yang normal / heteroseksual, dan yang termasuk
abnormal adalah homoseksual / lesbian.
Laki-laki dan wanita dewasa adalah mereka yang mampu
melakukan relasi seksual yang adekuat atau dengan kata lain wanita
dewasa bila mampu mengadakan hubungan seksual dengan seorang pria
dalam bentuk yang normal dan bertanggung jawab.
Pria normal secara kejiwaan mampu mengadakan relasi seksual
dengan wanita. Hubungan normal mengandung arti bahwa hubungan
tersebut tidak mengakibatkan konflik-konflik psikis pada kedua belah
pihak, relasi seks yang bertanggung jawab berarti bahwa kedua belah
4

pihak menyadari konsekuensinya dan berani memikul tanggung jawab


baik terhadap diri sendiri maupun pasangannya dan melakukannya dalam
batas-batas norma etis atau kesusilaan, norma masyarakat, dan norma
agama. Bentuk seks yang abnormal dan menyimpang adalah sadisme,
homo seksualitas, kelesbianisme, masturbasi, onami, eksibisionisme,
impotensi (lemah), mikrofilia (tertarik secara seksual untuk menyetubuhi
mayat), bestialitas (persetubuhan dengan binatang), inses ( bersetubuh
dengan orang tua atau saudara kandung), oralseks (melalui mulut).
Seksualitas pada binatang ditentukan oleh insting yang bearsal dari
naluri dan ciri-ciri kodrati. Sedang seksualitas pada diri manusia
ditentukan oleh tiga komponen yaitu :
a. Komponen hormonal. Ditentukan oleh hormon-hormon tertentu.
Yang memengaruhi perkembangan aktivitas seks, yaitu hormone
estrogen pada wanita dan testosteron pada pria.
b. Komponen genetis. Terdapatnya kromosom-kromosom seks, yaitu
kromosom X/wanita dan kromosom Y/pria
c. Komponen psikologis. Yang terdapat pada seksualitas manusia
dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan, keluarga atau alam
sekitar, kultural dan semua pengalaman hidup individu, seperti
pendidikan, pengaruh bacaan, film, pergaulan dan lain-lain.
Tinjauan Seksual Dari Beberapa Aspek
Makna seksual dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:
a. Aspek Biologis: Aspek ini memandang dari segi biologi seperti
pandangan anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi (seksual),
kemampuan organ seks, dan adanya hormonal serta sistem saraf
yang berfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.
b. Aspek Psikologis: Aspek ini merupakan pandangan terhadap
identitas jenis kelamin,sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap
kesadaran identirasnya, serta memandang gambaran seksual atau
bentuk konsep diri yang lain.
5

c. Aspek Sosial Budaya: Aspek ini merupakan pandangan budaya


atau keyakinan yang berlaku di masyarakat terhadap kebutuhan
seksual serta perilaku di masyarakat.

2. Perkembangan Seksualitas
Perkembangan seksualitas diawali dari masa pranatal dan bayi, kanak-
kanak, masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta
dewasa.
Masa Pranatal dan Bayi
Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti
adanya ereksi penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada
wanita. Perilaku ini terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan
senang. Menurut Sigmund Freud, tahap perkembangan psikoseksual pada
masa ini adalah:
a. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasaan, kesenangan, atau
kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit,
mengunyah, atau uk mendapat bersuara. Anak memiliki
ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk
mendapat rasa aman. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah
masalah menyapih dan makan.
b. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini
terjadi pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan
keakuannya, sikapnya sangat narsistik (cinta terhadap diri sendiri),
dan egois. Anak juga mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada
tahap ini anak sudah dapat dilatih dalam hal kebersihan.
Masa Kanak-Kanak
Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah.
Perkembangan seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik,
sedangkan perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:
a. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak
terletak pada rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan
6

kenikmatan dari beberapa daerah erogennya. Anak juga mulai


menyukai lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya
daripada ayahnya, sebaliknya anak perempuan lebih suka pada
ayahnya. Anak mulai dapat mengidentifikasikan jenis kelamin
dirinya, apakah laki-laki atau perempuan, belajar malalui interaksi
dengan figur orang tua, serta mulai mengembangkan peran sesuai
dengan jenis kelamin.
b. Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai
terintegrasi, mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan
langsung pada tuntutan sosial, seperti suka hubungan dengan
kelompoknya atau teman sebaya, dorongan libido mulai mereda.
Pada masa sekolah ini, anak sudah banyak bertanya tentang hal
seksual melalui intetraksi dengan orang dewasa, membaca, atau
berfantasi.
Masa Pubertas
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan
terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara
psikologis ini ditandai dengan adanya perubahan citra tubuh (body
image), perhatian yang cukup besar terhadap perubahan fungsi tubuh,
pemelajaran tentang perilaku, kondisi sosial, dan perubahan lain, seperti
perubahan berat badan, tinggi badan, perkembangan otot, bulu di pubis,
buah dada, atau menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud
sebagai tahap genital ini terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasaan
anak pada tahp ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis.
Masa Dewasa Muda Dan Pertengahan Umur
Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks
sekunder mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa
pertengahan umur terjadi perubahan hormonal, pada wanita ditandai
dengan penurunan esterogen, pengecilan payudara dan jaringan vagina,
penurunan cairan vagina, selanjutnya akan terjadi penurunan reaksi, pada
pria ditandai dengan penurunan ukuran penis serta penurunan semen. Dari
7

perkembangan psikososial, sudah mulai terjadi hubungan intim antara


lawan jenis, proses pernikahan dan memiliki anak, sehingga terjadi
perubahan peran.
Masa Dewasa Tua
Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah
atropi pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan
penurunan intensitas orgasme pada wanita ; sedangkan pada pria akan
mengalami penurunan jumlah sperma, berkurangnya intensitas orgasme,
terlambatnya pencapaian ereksi, dan pembesaran kelenjar prostat.

3. Dimensi Agama dan Etika


Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksannan agama dan etik.
Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan
seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual.
Spektrum sikap yang ditujukan pada seksualitas direntang dari pandangan
tradisional tentang hubungan seks hanya dalam perkawinan sampai sikap
yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya.
Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat
mengakibatkan konflik internal.
Beberapa pendekatan umum terhadap pembuatan keputusan
seksual etik disarankan oleh Masters, Johnson, dan Kolodny, (1982).
Dalam suatu pendekatan, keputusan seksual didasarkan terutama pada
agama. Apa yang dianggap seseorang sebagai benar dan salah secara
seksual sangat berkaitan dengnan sikap dan keyakinan agama. Keyakinan
agama kontemporer memandang secara berbeda terhadap nilai, perilaku
dan ekspresi seksual yang dapat diterima (Zawid, 1994). Beberapa badan
gereja besar di Amerika Serikat telah mengeluarkan kertas pernyataan
tentang seksualitas untuk menunjukkan posisi atzu keyakinan mereka.
Seseorang juga dapat menyatakan pada public bahwa ia menyakini system
seksual tetentu tetapi berperilaku cukup berbeda secaa pribadi.
Pendekatan kedua memandang setiap tindakan seksual antara orang
dewasa yang cukup umur dalam kehidupan pribadinya sebagai moral.
8

Sebagian orang percaya bahwa moral seksualitas meningkatkan


pertumbuhhan pribadi dna hubungan interpersonal. Sedangkan oaranglain
percaya bahwa morallitas tentang tindakan seksual harus diputuskan
dengan dasar situasi di mana hal tersebut terjadi.
Akibatnya individu mempunyai perbedaan keyakinan dan nilai
seksual mereka. Michael et al (1994)membagi responden menhjadi 3
kategori dengan dasar sikap dan keyakinan. Individu yang masuk ked
dalam kategori “tradisional” mengatakan bahwa keyakinan keagamaan
mereka selalu memberikan pedoman perilaku seksual mereka, dan bahwa
homoseksualitas, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan di luar nikah
selalu di anggap salah. Kategori “relasional” berkeyakinan bahwa seks
harus menjadi bagian dari hubungan salaing mencintai tetapii tidak harus
terjadi dalam perkawinan.
Moralitas yang bersifat lebih individualistic meluas pada tahun
1960-1970. Banyak orang mengevluasi kembali kode moral mereka dan
mulai melihat seksualitas sebagai suatu cara ekspresi diri. Wanita
mengajukan hak-hak mereka untuk mengontrol reproduksi dan ekspresi
perasaan seksual mereka. Moralitas baru ini menekankan kepemilikan
tubuh dan perasaan seseorang, pikiran bebas dan aktualisasi diri.
Perjuangan dari tahun 1990-an tampak sebagaimana menggabungkan
moralitas individualitas ini (tanpa kehilangan apa yang telah dicapai)
dengan ekspansi seksualitas yang lebih monogamy. Peningkatan angka
penyakit seperti gonorea, klamidia, human papiloma virus (HPV), dan
HIV telah mempengarui penekanan kembali pada hubungan monogami.

4. Seksualitas dalam Keperawatan


Fakta yang ada di Indonesia,berbagai intervensi terapiutik
pemberian edukasi dan konseling yang merupakan bagian dari tujuan
pelayanan keperawatan,belum optimal dilaksanakanoleh perawat di
Imdonesia. Hasil wawancara dngan beberapa perawat (afiyanti, 2013,
unpublised data) mengidentifikasi bahwa belum banyak perawat yang
secara optimal memberikan edukasi dan konseling tentang kesehatan
9

psikoseksual kepada para pasien. Kalaupun mereka memberikan


penjelasan tentang hal tersebut,penjelasan yang diberikan hanya terkesan
sebagai pesan singkat dan dilakukan sambil lalu.
Berbagai hambatan seperti pengetahuan yang terbatas dalam
memberikan adukasi dn konseling seksual,keengganan mempromosikan
kesehatan seksual,sikap malu mendiskusikan yang berakaitan dengan
aspek seksual dan budaya tabu membicarakan masalah seksual
merupakan halangan bagi para perawat di Indonesia untuk melaksanakan
asuhan keperawatan yang holistik. Kondisi ini menyebabkan tidak
terlaksananya pelayanan rehabilitas psikoseksual yang seharusnya
diberikan para perawat Indonesia (afianti, 2013, unpublik data). Para
perawat memiliki kebutuhan untuk diberikan pengetahuan dan
keterampilan secara khusussehingga dapat memberi bantuan
menyelesaikan masalah seksualpara pasiennya.
Para pemberi pelayanan kesehatan,termasuk perawat perlu dibekali
pengetahuan,keterampilan dan memiliki rasa nyaman ketika menjelaskan
masalah seksualitas para kliennya. Selain itu,para perawat membutuhkan
pengetahuan dasar tentang konsep seksualitas,fungsi seksual,dan beberapa
isu atau masalah seksualitas. Keterampilan komunikasi yang dekuat,dan
pengetahuan dalam melakuan pemeriksaan atau mengkaji masalah
seksualitas,kenyamanan personal dalam mendiskusikan seksualitas,dan
sikap perduli atau caring yang sensitif juga diperlukan perawat dalam
membantu mengatasi masalah seksualitas kliennya. Selain itu,terdapat
banyak nilai sosial,mitos,dan isu sosial dimasyarakat seputar seksualitas
serta aspek religi,pengaruh budaya pada peran gendr,dan keyakinan
berkenaan dengan orientasi seksual,iklim sosial dan lingkunga
memengaruhi sistem nilai personal setiap individu tentang konsep
seksualitas.
Oleh karena itu, sampai saat ini pelayanan kesehatan dan
keperawatan di Indonesia memiliki standar pelayan untuk
mempromosikan kesehatan seksual dan reproduksi khususnya untuk para
perempuan. Berdasarkan dua fakta tersebut,terdpat kebutuhan yang tidak
10

terpenuhi,baik kebutuhan para pasien memperoleh penjelasan dn


informasi dri para profesional kesehatan dalam menyelesaikan masalah
seksualitad dan reproduksinya,maupun kebutuhan para peofesional
pemberi layanan kesehatan untuk membantu menyelesaikan masalah
seksual dan reproduksi para pasien mereka.

5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Seksualitas


a. Pertimbangan perkembangan
Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek
psikososial, emosianal dan biologi kehidupan yang selanjutnya akan
mempengaruhi seksualitas individu. Sejak lahir, gender, atau seks
mempengaruhi perilaku individu sepanjang kehidupannya.
b. Kebisaan hidup sehat dan kondisi kesehatan
Tubuh, jiwa da emosi yang sehat merupakan persyaratan utama
untuk dapat mencapai kepuasan seksual. Trauma atau stres dapat
mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau
fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi
ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit. Kebiasaan tidur, istirahat,
gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi
pada kehidupan seksual yang membahagiakan.
c. Peran dan hubungan
Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat
mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya. Cinta dan rasa percaya
merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang
terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang
dicintai dan dipercayainya.
d. Konsep diri
Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai
dampak langsung terhadap seksualitas.
e. Budaya, nilai dan keyakinan
Faktor budaya termasuk pandangan masyarakat tentang
seksualitas dapat mempengaruhi individu. Tiap budaya mempuyai
11

norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual. Budaya


turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual, dan
hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
f. Agama
Pandangan agama tertentu diajarkan, ternyata berpengaruh
terhadap ekspresi seksuallitas seseorang. Konsep tentang keperawanan,
dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa,
untuk agama tertentu.
g. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lillis & Le Mone
(1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa bersalah dan
ansietas. Sebenarnya yang penting dipertimbangkan adalah rasa
nyaman terhadap pilihan ekspresi seksual yang sesuai, yang hanya bisa
dicapai apabila bebas dari rasa bersalah dan perasaan cemas.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas
1) Faktor fisik: Klien dapat mengalami penurunan keinginan
seksual karena alasan fisik. Aktivias seksual dapat
menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan hanya
membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah
menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan
adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual.
Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra
tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh
perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah
bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan
perasaannya secara seksual.
2) Faktor hubungan: Masalah dalam berhubungan dapat
mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan seks.
Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan
12

mungkin mendapati bahwa mereka dihadapkan pada


perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya hidup
mereka. Tingkat seberapa jauh mereka masih merasa dekat
satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat intim
bergantung pada kemampuan mereka untuk bernegosiasi
dan berkompromi. Keterampilan seperti ini memainkan
peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan
seksual dalam berhubungan. Penurunan minat dalam
aktivitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya
karena harus mengatakan kepada pasangan perilaku
seksual apa yang diterima atau menyenangkan.
3) Faktor gaya hidup: Faktor gaya hidup, seperti penggunaan
atau penyalahgunaan alcohol atau tidak punya waktu untuk
mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat
mempengaruhi keinginan seksual. Dahulu perilaku seksual
yang dikiatkan dengan periklanan, alcohol dapat
menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap
awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini
menunjukkan bahwa efek negatif alcohol terhadap
seksualitas jauh melebihi cuforia yang mungkin dihasilkan
pada awalnya. Menemukan waktu yang tepat untuk
aktivitas seksual adalah factor gaya hidup yang lain.
Sebagian klien tidak mengetahui bagaimana menetapkan
waktu bekerja dan di rumah untuk mencakupkan perilaku
seksual. Pasangan yang bekerja, misalnya mungkin merasa
terlalu terbeban sehingga mereka cumbuan seksual dari
pasangannya sebagai tuntutan tambahan bagi mereka.
Klien seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka
perlu waktu untuk menyendiri untuk berpikir dan istirahat
sebagai hal yang lebih penting dari seks. Individu yang lain
mungkin tidak memiliki pasangan seksual.
13

4) Faktor harga diri: Tingkat harga diri klien juga dapat


menyebabkan konflik yang melibatkan seksualitas. Jika
harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan
mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual diri
dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksualitas
mungkin menyebabkan perasaan negatif atau
menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual
dapat menurunkan dalam banyak cara. Perkosaan, inses,
dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka
yang dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat juga
diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks,
model peran yang negative dan upaya untuk hidup dalam
pengharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.
Mungkin ada baiknya untuk menggali factor fisik,
hubungan, gaya hidup, dan harga diri secara lebih
mendalam bergantung pada aspek lain dari pengkajian.
a. Riwayat Kesehatan Seksual
Setiap riwayat keperawatan, apakah riwayat tersebut dikumpulkan
di klinik, rumah sakit, atau kantor praktisi harus mencakup
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan seks untuk
menentukan apakah klien mempunyai masalah atau kekhawatiran
seksual. Perawat harus mengetahui alasan dari pertanyaan dan
mampu memberikan penjelasan tentang rasional atau alasan
tersebut kepada klien ketika klien menanyakannya. Jika
teridentifikasi kekuatiran seksual, perawat mungkin berkeinginan
untuk mengumpulkan riwayat seksual secara lebih rinci. Dengan
mencakupkan seksualitas dalam pembicaraan, perawat
menunjukkan bahwa seksualitas adalah suatu komponen penting
perawatan kesehatan dan mengenali kebutuhan klien untuk
mendiskusikan kekuatiran tersebut. Riwayat harus mencakup
pokok pikiran tentang PMS seperti pemajanan yang diketahui,
rabas genital, dan banyak pasangan. Keadekuatan atau kebutuhan
14

kontrasepsi adalah pokok yang sesuai tentang mengajukan


pertanyaan bagi semua pria dan wanita premenstrual yang aktif
secara seksual.
b. Pengkajian Riwayat Kesehatan Genetalia Wanita
1) Apakah klien pernah mengalami penyakit atau pembedahan
sebelumnya yang melibatkan organ reproduksi, termasuk
penyakit menular akibat hubungan seksual?
2) Kaji ulang riwayat mestruasi, meliputi usia saat mengalami
menarche, frekuensi dan lamanya siklus menstruasi,
karakteristik cairan (contoh, banyaknya jumlah bantalan atau
tampon yang digunakan selama 24 jam. Serta adanya
gumpalan), adanya dismenorea (nyeri pada saat menstruasi)
dan gejala pramenstruasi (sakit kepala, peningkatan berat
badan, edema dan perubahan mood)
3) Kaji riwayat haid. Riwayat haid harus ditanyakan apakah
siklus haid teratur/tidak, banyaknya darah yang keluar, disertai
nyeri atau tidak dan kapan siklus haid terakhir normal.
Perdarahan yang sifatnya tidak normal sering dijumpai. Perlu
ditanyakan apakah perdarahan itu ada hubungannya dengan
siklus haid atau tidak, serta banyak dan lamanya perdarahan,
jadi, perlu diketahui apakah yang sedang dihadapi itu
menoragia, hipermenorea, polimenorea, hipomenorea,
oligomenorea, atau metroragia.
4) Minta klien menjelaskan riwayat tentang irigasi cairan yang
meliputi fekruensi, lamanya menjalani irigasi tersebut, metode
dan larutan yang digunakan, serta alasan dilakukannya irigasi
cairan tersebut.
5) Minta klien menjelaskan riwayat obstetric, meliputi
kehamilan, riwayat aborsi, dan kelahiran usia muda
(premature).
6) Tentukan apakah klien melakukan praktik seksual yang aman.
Mintalah klien menjelaskan praktik pemakaian kontrasepsi
15

saat ini, masa lampau, dan masalah yang berkaitan.


Identifikasi risiko penyakit yang tertular melalui hubungan
seksual dan infeksi HIV.
7) Apakah klien mengalami gejala masalah genitourinaria seperti
disuria, frekuensi, tiba-tiba (urgensi), nokturia, hematuri,
inkontinensia, atau inkontinesia akibat stes?
8) Kaji perilaku atau perasaan klien tentang pasangan seksual
dan gaya hidup seksual.
9) Apakah klien pernah memperhatikan pengeluaran vaginal,
jaringan perianal yang membengkak, atau lesi genitalia?
10) Untuk wanita mengandung, tentukan tanggal harapan partus
(HP) atau usia per minggu kehamilan, saluran involunter
cairan, adanya perdarahan, dan gejala yang berhubungan.
c. Pengkajian Riwayat Kesehatan Payudara
1) Kaji apakah mereka mempunyai riwayat kanker payudara
pada keluarga, pernah mengalami kanker payudara
sebelumnya atau tidak pernah punya anak. (untuk klien wanita
berusia diatas 40 tahun)
2) Periksa bila wanita melahirkan anak pertama setelah berusia
diatas 30 tahun, pernah mengalami menarke sebelum berumur
12 tahun, menopause setelah berusia lebih dari 50 tahun atau
belum pernah menyusui seorang anakpun.
3) Lakukan langkah pengkajian apakah klien (semua jenis
kelamin) pernah melihat adanya benjolan, penebalan, nyeri,
atau perlunakkan pada payudara: pengeluaran, kelainan,
penarikan, atau adanya sisik pada putting atau perubahan pada
ukuran payudara. Minta klien menunjukkan apabila terdapat
massa.
4) Tanya klien wanita tersebut apakah dia melakukan
pemeriksaan peyudara sendiri setiap bulan (SADARI). Bila
iya, tentukan saatnya sehubungan dengan siklus menstruasi
wanita tersebut. Minta klien menggambarkan atau
16

mendemonstrasikan teknik yang digunakan.

5) Apakah klien menggunakan kontrasepsi oral, digitalis,


diuretik, steroid, estrogen atau makanan berkadar kafein
tinggi?
6) Tentukan tanggal hari pertama periode menstruasi terakhir.
Bila klien telah mengalami menopause, kaji ulang timbulnya,
lamanya dan masalah yang berhubungan.
7) Untuk wanita hamil tentukan riwayat sensai pada payudara
penggunaan bra penyangga dan prosedur persiapan menyusui.
8) Untuk wanita mnyusui tentukan penggunaan bra penyangga,
rutinitas perawatan, penggunaan pompa payudara, prosedur
pembersihan payudara, dan riwayat ketidaknyamanan atau
masalah lain yang berkenaan dengan putting.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


a. Ketidakefektifan pola seksual
NOC:
1) Setelah dilakukan tindakan askep selama 3x24 jam didapat
status kecemasan dengan indikator: Mengurangi penyebab
kecemasan dari skala 1 Ke 5.
2) Setelah dilakukan askep selama 2x24 jam didapat status
koping dengan indikator: adaptasi perubahan hidup dari skala
1 ke 4
3) Setelah dilakukan askep selama 2x24 jam didapat status citra
tubuh dgn indikator: penyesuaian terhadap perubahan
kesehatan skala 1 ke 4
NIC:
1) Pengurangan kecemasan
2) Peningkatan koping
3) Peningkatan citra tubuh
17

b. Harga diri rendah kronik


NOC:
1) Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam didapat status
dukungan keluarga dengan indikator: anggota keluarga
bertanya bagaimana mereka dapat membantu dari skala 1 ke 5.
2) Setelah dilakukan askep selama 2x24 jam didapat
keseimbangan alam perasaan dengan indikator: menunjukkan
alam perasaan yang stabil dari skala 2 ke 5
3) Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam didapat status harga
diri dengan indikator: perasaaan tentang nilai diri dari 1 ke 5.
NIC:
1) Peningkatan sistem dukungan keluarga
2) Manajemen alam perasaan
3) Peningkatan sosialisasi
4) Membangun hubungan yang komplek

c. Gangguan Citra
NOC:
1) Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam didapat status
kecemasan dengan indikator: Mengurangi penyebab
kecemasan dari skala 1 ke 5
2) Setelah dilakukan askep selama 2x24 jam didapat status
perawatan diri dengan indikator: mempertahankan
kenbersihan tubuh skala 1 ke 5
3) Setelah dilakukan askep selama 2x24 jam didapat status
perawatan diri dengan indikator: orientasi kognitif dari skala
1 ke 5.
NIC:
1) Pengurangan kecemasan
2) Bantuan perawatan diri
3) Peningkatan kesadaran diri
4) Menghadirkan diri
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan
meliputi sek, identitas dan peran orientasi seksual, erotisme, kenikmatan,
kemesraan dan reproduksi. Fungsi dari seksualitas itu sendiri yaitu sebagai
kesuburan, kenikmatan, mempererat ikatan dan meningkatkan intiman
pasangan, menegaskan maskulinitas atau feminitas, meningkatan harga diri
mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan,mengurangi ansietas
atau ketegangan, pengambilan resiko, keuntungan materi. Seksualitas
dipengaruhi oleh beberapa dimensi yakni dimensi sosiokultural, dimensi
agama dan etik, dimensi psikologis, dan dimensi biologis. Ada banyak
permasalahan seksualitas yang antara lain di sebabkan oleh ketidaktahuan
mengenai seks, kelelahan,konflik dan kebosanan

B. Saran
Masalah seksual merupakan masalah subyektif dan karena diagnosis
sering kali bergantung pada kesadaran orang untuk memeriksakan diri,
masalah atau gangguan seksual sulit sekali untuk diidentifikasi, ditangani dan
dipantau, terutama jika masalahnya bersifat psikoseksual, untuk itu sebagai
seorang perawat perlu adanya promosi kesehatan seksual kepada masyarakat
agar mengetahui dengan benar konsep seksualitas untuk meningkatkan
kontrol dan meningkatkan kesehatan seksual mereka. Apalagi kepada remaja
yang rentan terlibat dalam perilaku seksual yang beresiko menyebabkan
infeksi menular seksual, kehamilan tidak di harapkan, dan kesehatan seksual
yang buruk..
DAFTAR PUSTAKA

Uripmi Lia. 2011. Psikologi kebidanan. Jakarta: EGC

Amy G. Miron dan Charles D. Miron. 2006. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks
Pada Remaja. Jakarta : Erlangga

Fitriyanti A. 2011. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja


Dengan Perilaku Remaja Dengan Perilaku Reproduksi Sehat. Medan

Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan,


Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Nurjanah, I, 2010, Intan’s Screening Diagnoses Assesment (ISDA), Mocomedia:


Yogyakarta

NANDA, 2007, Nursing Diagnoses: Definitions and Clasification 2007-2008,


Philadelphia

NANDA, 2010, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2010,


EGC: Jakarta

Bibilung. 2007. Hamil Dan Libido. Available From

Anda mungkin juga menyukai