667 661 1 PB
667 661 1 PB
EKONOMI
PEMBANGUNAN
Kajian Ekonomi Negara Berkembang
Hal: 181 – 186
MELACAK PEMBUKTIAN
TEORI-TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI
PENDAHULUAN
Di tengah Perang Dingin setelah
Perang Dunia II, negara-negara bekas jajahan
Barat yang mencoba menggunakan strategi
pembangunan sosialis, tidak menunjukkan
dorongan menuju komunisme melainkan
mengupayakan sasaran-sasaran pembangu-
nan dalam parameter liberal kapitalis.
Sedangkan negara-negara yang tidak meng-
gunakan strategi pembangunan sosialis lebih
percaya pada a third path of development,
yang didefinisikan sebagai bukan kapitalis
dan bukan pula sosialis model Uni Soviet
atau RRC. Goldthorpe (1992) menyebutkan
bahwa ‘kekuatan ketiga’ atau ‘jalur ketiga’
itu diperlukan dalam suasana Perang Dingin
antara negara-negara kapitalis yang kuat di
Barat dan komunis di Timur.
Maka, terminologi itupun kemudian
menjadi sangat populer dengan makna yang
lebih konotatif. Dalam Konferensi Asia
Afrika tahun 1955, menurut Goldthorpe, di storm belt Asia, Afrika dan Amerika
istilah yang populer adalah le tiers monde Latin (Beldjaoui, 1983) dan tengah mengejar
atau Dunia Ketiga yang memiliki asosiasi ketertinggalan pada berbagai indikator ekonomi
historis dengan le tiers etat (status ketiga). yang digunakan di negara-negara Barat yang
Le tiers monde, memang memiliki konotasi lebih maju. Dengan sendirinya, Dunia Ketiga
kuno yang berbeda dibanding istilah lain tidak lagi merefleksikan upaya pencarian
dengan troiseme yang lebih baru dan modern. alternatif di luar kapitalisme dan sosialisme
Meski lahir dari khasanah studi maupun perjuangan dan pergolakan melawan
politik, istilah Dunia Ketiga juga menun- imperialisme dan kolonialisme. Dunia Ketiga,
jukkan bagaimana para ekonom di Barat adalah tantangan terbesar para ekonom
memandang negara-negara bekas jajahan pasca Perang Dunia II dalam menjawab
mereka sebagai wilayah yang menantang masalah kemiskinan, ketimpangan, kelaparan,
untuk studi dan pembuktian teoritik. mortalitas dan produktivitas yang rendah.
Akibatnya, istilah Dunia Ketiga tidak lagi Buku Easterly ini boleh disebut sebagai
memiliki muatan ideologis. Ia hanya merujuk rekaman perjalanan intelektual seorang
pada wilayah-wilayah geografis yang terhampar ekonom di ranah pembuktian teori-teori
pertumbuhan di Dunia Ketiga yang miskin. Forbes (1986) menyebut bahwa pada
Untuk merekam hasil pengujian teori-teori kurun 1960-1970 ekonomi di negara-negara
yang lahir dan berkembang di barat itu, sedang berkembang tumbuh lebih lambat
Easterly melakukan penjelajahan di negara- dibanding negara-negara industri. Mengutip
negara tropis Asia Selatan (Pakistan, Bang- informasi World Bank, ia menyebutkan
ladesh, India), Afrika (Tanzania, Uganda, bahwa pada kurun 1960-1970, GNP perkapita
Zambia, Sudan, Syria, dll) dan Amerika 38 negara berpendapatan terendah tumbuh
Selatan (Jamaika, Nikaragua, Kosta Rika, dll). dengan 1,8 persen dan 1,6 persen pada
Dari penjelajahan itu, Easterly menemukan dasawarsa berikutnya. Selain masih lebih
bahwa teori-teori pertumbuhan yang rendah dibanding rapor negara-negara industri,
berkembang di Barat tidak mampu berfungsi pertumbuhan GNP perkapita negara-negara
sebagai obat segala penyakit (panacea) tersebut juga tidak mampu menjembatani
ekonomi Dunia Ketiga. Easterly juga jarak yang terjadi antara pendapatan rata-
menjadikan fakta-fakta kebuntuan --untuk rata perkapita dari negara-negara berpen-
tidak menyebut kegagalan-- teori-teori dapatan terendah (US$ 250), berpendapatan
pertumbuhan itu sebuah narasi yang sangat menengah (US$ 1.580) dan negara eksporter
baik mengenai perkembangan teori pertum- minyak yang kelebihan modal dengan GNP
buhan dan ekonomi pembangunan. perkapita (US$ 7.390). Jarak tersebut bahkan
tetap terbuka sekalipun, menurut Forbes,
KEMISKINAN, MODAL negara-negara berpendapatan rendah tumbuh
DAN PERTUMBUHAN EKONOMI dengan 2,6 persen sementara negara dari dua
Dari sisi pembentukan modal, Nurkse kategori lainnya cuma tumbuh dengan 2,2
(1963) menyebut adanya sebuah lingkaran persen dan 2,1 persen.
setan (vicious circle) yang menyebabkan Celakanya, secara umum masing-
Dunia Ketiga tidak mampu menggulirkan masing negara Dunia Ketiga justru memper-
ekonomi di atas kemampuannya sendiri. lihatkan gejala ketimpangan ekonomi yang
Dari mata rantai buruknya tingkat penda- makin lebar. Forbes mencatat bahwa pada
patan, dilanjutkan oleh ketidakmampuan awal 70-an, distribusi pendapatan rumah
menyisihkan tabungan dan rendahnya tangga di Brasil, Honduras, Meksiko, Peru,
kapasitas pembentukan modal serta efisiensi Costa Rika, Malaysia, Filipina, India, Sri
yang rendah. Urutan terakhir mata rantai Lanka atau Chile terkonsentrasi pada 20
tersebut adalah rendahnya pendapatan persen rumah tangga yang berpendapatan
perkapita penduduk yang dengan sendirinya tertinggi dan lebih tajam lagi pada 10 persen
dilanjutkan oleh rendahnya tabungan. rumah tangga berpendapatan tertinggi.
Tidak hanya itu, Michael P. Todaro Menarik untuk ditelusur sebab-sebab
hampir selalu mengidentikkan Dunia Ketiga ketimpangan di Dunia Ketiga seperti
dengan produktivitas sumber daya manusia tergambar sekilas di atas. Harry T. Oshima
yang rendah, kemiskinan, pertumbuhan (1989), misalnya, menyebut bahwa ketim-
penduduk yang tinggi, tidak demokratis, pangan tersebut berpangkal dari kegagalan
feodal, dan cenderung militeristik, pasar yang Dunia Ketiga mempertahankan strategi
tidak sempurna, atau standar hidup yang industrialisasi pada dekade sebelumnya
rendah (Todaro, 1998). Begitulah lingkaran untuk menyebarkan keuntungannya secara
tanpa putus yang menantang ahli-ahli ekonomi luas ke daerah pedalaman dan ke lapisan
pembangunan dalam meru-muskan exit masyarakat berpendapatan rendah.
strategy, sebelum mendorong mereka mengejar Satu kesimpulan penting ditarik
(catch up) negara-negara yang lebih maju. Oshima; ketimpangan Dunia Ketiga pada
campur tangan pemerintah. Sebab, di negara sebuah teori pembangunan. Satu yang
terbelakang, kebutuhan investasi biasanya terpenting dari kritik tersebut adalah; model
memang lebih tinggi daripada kemampuan perekonomian dualistik yang menjadi
masyarakat membentuk tabungan. Karenanya, pijakan teori dorongan besar dipaksakan
campur tangan pemerintah menjadi mutlak untuk sebuah proses pencangkokan sektor
diperlukan bila alternatif yang dipilih adalah modern yang samasekali baru dan lengkap
ekspansi kredit perbankan dengan tingkat (self-contained) di atas sektor tradisional
suku bunga bersubsidi. yang lengkap namun macet. Bagi Hirchman,
Sampai di sini, logika dorongan besar dorongan besar yang dimaksud para ekspo-
(big push) Paul Rosenstein-Rodan tampaknya nennya tidak akan menciptakan pemba-
menjadi komplementer dengan jalan yang ngunan (development) yang berarti perkem-
dibuka Harrod. Garis besar teori dorongan bangan (progress). Bertolak dari kritik
besar ini adalah; kendala pembangunan di terhadap model pertumbuhan berimbang,
negara terbelakang bisa diatasi dengan sebuah Hirchman yang kemudian didukung juga
program besar yang mampu menjamin oleh Rostow, mengajukan argumen pertum-
kebutuhan minimum penanaman modal. buhan tidak berimbang.
Namun, seperti ditekankan oleh Nurkse (1964), Bagi Hirchman, pembangunan pada
Dunia Ketiga selalu menghadapi kendala dasarnya adalah rangkaian ketidakseim-
pembentukan modal yang berpangkal pada bangan (disequilibrium). Secara sederhana,
rendahnya kemampuan membentuk tabungan doktrin perkembangan tidak berimbang ini
dan keterbatasan pasar yang menyebabkan menolak keharusan investasi secara besar-
insentif investasi demikian rendah. besaran untuk memompa setiap sektor
Hukum dasar yang digunakan Nurkse ekonomi yang memiliki pola hubungan
adalah apa yang dikenal sebagai Hukum komplementer. Dengan membuat skala
Say; supply creates its own demand. Dengan prioritas investasi yang tepat, perekonomian
pijakan itu, ia merekomendasikan satu model akan berputar terus dan proyek-proyek baru
pembangunan berimbang yang digerakkan yang ia sebut sebagai induced investment
oleh penanaman modal pada semua sektor akan berjalan memanfaatkan eksternalitas
sehingga terjadi perluasan pasar secara ekonomi maupun social overhead capital
serentak dan menyeluruh. Logikanya, satu dari proyek sebelumnya.
sektor yang memproduksi output tertentu Dua tahun setelah Hirchman mener-
dan bersifat komplementer dengan output bitkan The Strategy of Economic Development
sektor lain akan bekerja saling mendorong tahun 1958, Walt Whitman Rostow mener-
dan menciptakan daya beli. Dengan demikian, bitkan The Stages of Economic Growth yang
teori pertumbuhan berimbang (balanced bisa dikatakan sebagai pendukung doktrin
growth) yang dipromosikan oleh Rosenstein- pertumbuhan tidak berimbang.
Rodan, Nurkse maupun Arthur Lewis meng- Seperti Hirchman, Rostow membuat
gariskan agar sektor modern tidak boleh sebuah idealisasi pembangunan yang bersifat
terlalu jauh meninggalkan sektor tradisional. self-propelling dan bertumpu pada dua
Jika semua kondisi yang diidealkan Nurkse sektor; tradisional dan modern. Dan sebagai
terjadi, maka apa yang ia sebut sebagai seorang ahli sejarah ekonomi, konstruksi
vicious circle of poverty tidak akan menjadi teoritik yang dibangunnya menunjukkan
masalah lagi dalam proses capital formation. bagaimana Rostow berpikir sangat linear
Terhadap gagasan itu, Hirchman dan percaya bahwa semua negara akan
(1970) menilai banyak hal yang tidak masuk berkembang dalam sebuah rentetan fase
akal dan menganggapnya gagal sebagai yang sama.
dalam bingkai dan parameter-parameter Hal yang sama terjadi juga pada teori
Barat. Satu doktrin yang disadari atau tidak dorongan besar Rosenstein-Rodan. Sebagai-
dari paradigma pemikiran pembangunan mana diterangkan di muka, Rosenstein-
Barat adalah bahwa masyarakat manapun Rodan menganggap bahwa gerak maju
bergerak dalam jalur dan pola-pola peru- perekonomian sebuah negara yang terbela-
bahan yang sama. Dan perubahan-perubahan kang bisa dimulai dengan suntikan investasi
itu tidaklah memerlukan banyak penyesuaian ekstra besar secara serentak di semua sektor.
dan pada dasarnya perubahan itu tidak Ide dorongan besar tersebut nyatanya hanya
pernah menyakitkan. mendapat pembenaran dari kasus rekon-
Bisa dikatakan pemikiran pembangu- struksi negara-negara Eropa pasca Perang
nan Barat sesungguhnya melakukan penye- Dunia 2 melalui Marshall Plan atas prakarsa
derhanaan berlebihan dengan mengasum- Amerika Serikat pada masa pemerintahan
sikan semua masyarakat adalah sama. Harry Truman. Ketika itu, AS mengalirkan
Masyarakat dan manusia dalam paradigma bantuan tak kurang dari US $13 ribu yang
pembangunan Barat tidaklah dianggap setara dengan 4-5 persen GDP AS kala itu
sebagai pribadi dan komunitas yang memiliki (Gilpin, 1987), atau ekuivalen dengan US $
keunikannya masing-masing. Maka, tidak 80 ribu pada tiga puluh tahun kemudian,
mengejutkan jika Rostow, misalnya, mengang- yang membuahkan ‘keajaiban’ ekonomi
gap semua masyarakat akan beranjak dari Eropa pada dekade 50 dan 60-an. Bukan
struktur tradisional menuju masyarakat yang cuma negara-negara penerima bantuan AS –
lebih modern, tanpa ada yang tertinggal. setengahnya adalah hibah—yang bisa
Di sini terlihat betapa teori Rostow mendapat manfaat tetapi juga negara lain
yang sangat dipengaruhi kosmologi Barat yang bukan recipient (Gardner, 1997).
kesulitan membingkai fakta-fakta pemba- Namun, untuk situasi Dunia Ketiga, skim
ngunan ekonomi Dunia Ketiga. Wiarda yang merupakan replikasi Marshall Plan
(1988) menulis bahwa bias Eropa pada nyatanya tak membuahkan hasil yang
model-model pembangunan telah merusak semuanya memuaskan.
pemahaman mengenai Dunia Ketiga, baik di Buku Easterly ini memberi permaklu-
lingkungan intelektual Dunia Ketiga maupun man yang lebih dari cukup bagi kegagalan –
Barat. Wiarda juga menyebut –khususnya dan perdebatan intelektual tentang—teori-
untuk teori linear seperti Rostow-- bahwa teori pertumbuhan dan ekonomi pemba-
waktu, urutan dan fase-fase pembangunan ngunan post kolonial dalam menjawab
yang ada di Barat mungkin tidak bisa problem kemiskinan, kelaparan, ketimpangan
direplikasi –bahkan di Barat sekalipun. Ia dan produktivitas Dunia Ketiga. Tidak
berpijak pada kenyataan bahwa masing- terkecuali kerumitan problem yang dikenali
masing negara memiliki konteks yang berbeda- dari basis teoritik dalam perumusan kebijakan
beda. Karenanya, menganggap teori tahapan yang memunculkan lahirnya kebijakan
pembangunan Barat yang ‘memas-tikan’ memacu teknologi seperti disarankan Solow
kapitalisme sebagai pengganti feodalisme maupun pengendalian populasi karena
berlaku di Dunia Ketiga adalah tidak masuk kekhawatiran terhadap teori Malthus.
akal. Realitas Dunia Ketiga justru menun-
jukkan feodalisme bisa berdampingan Diana Wijayanti
dengan kapitalisme sehingga menciptakan Staff Pengajar Fakultas Ekonomi
pola simbiotik antara keduanya dalam berbagai Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
varian kapitalisme seperti kapitalisme
populis, patrimonialis atau bahkan etatis.