Anda di halaman 1dari 23

REFARAT

TANATOLOGY

DISUSUN OLEH:
Christine W.D. J Halawa 183307020035
Riski Eka Tafonao 183307020056
Yustina Yasnidar Laia 183307020052

PEMBIMBING:
DR. H. MISTAR RITONGA, SP. F

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini, sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Profesi Dokter di Stase Forensik Fakultas Kedokteran Prima
Indonesia.
Refarat ini berjudul “Tanatology”. Dalam penyelesaian penulisan refarat ini, penulis
banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Mistar Ritonga, Sp. F selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan sarana
dan prasarana bagi penulis serta meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
saran selama dari awal penulisan hingga selesainya penulisan refarat ini.
2. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman penulis distase forensik
atas doa, dukungan, semangat, serta kesediaan waktu dan tenaganya dalam membantu
menulis refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan refarat ini.Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih
banyak kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian refarat ini. Semoga refarat
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2021


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam ilmu tanatologi akan dipelajari mengenai penentuan kematian, perubahan-


perubahan sesudah mati, saat kematian, dan kegunaan tanatologi. Penentuan kematian
dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati batang otak, yang ditandai dengan tidak
berespon terhadap semua rangsangan, tidak sadarnya pasien, hilangnya refleks pupil,
hilangnya refleks kornea, tidak ada refleks menelan, tidak ada refleks vestibulokoklearis dan
tidak adanya pernafasan spontan.
Ada beberapa perubahan yang terjadi pada saat manusia mengalami kematian, yaitu
perubahan suhu tubuh, lebam mayat, dan kaku mayat. Perubahan yang terjadi pada muka
yaitu berubahnya warna wajah menjadi lebih pucat, akan tetapi pada jenazah yang mengalami
kematian karena keracunan gas CO (karbon monooksida), perubahan warna kulit muka
menjadi pucat terjadi lebih lambat.
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan mengalami
relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Pada orang yang sudah mati pandangan
matanya terlihat kosong, refleks cahaya dan refleks kornea menjadi negatif. Vena-vena pada
retina akan mengalami kerusakan dalam waktu 10 detik sesudah mati. Jika sesudah
kematiannya keadaan mata tetap terbuka maka lapisan kornea yang paling luar akan
mengalami kekeringan. Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti
sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara dan medium sekitarnya. Penurunan ini
disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas.
Untuk menentukan saat kematian dapat dilihat dari perubahan pada mata, lambung,
kuku, rambut, cairan serebrospinal, dan adanya reaksi supravital. Pada mata kita dapat
melihat perubahan warna menjadi lebih keruh, pada lambung kita bisa melihat waktu
pengosongan lambung meski tidak memberikan banyak arti, pada rambut kita dapat
mengukur saat kematian dilihat dari pertambahan panjang rambut, begitu pula yang dapat
kita lihat pada kuku. Pada cairan serebrospinal saat kematian dapat dilihat dari kadar nitrogen
yang menurun setelah 10 jam kematian, sedangkan reaksi supravital yaitu reaksi jaringan
tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang
yang hidup.
Refarat ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai tanatologi, definisi
kematian, perubahan yang terjadi setelah kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut dan menerapkan tanatologi pada pemecahan kasus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Dilihat dari asal katanya terdiri dari kata Thanatos & Logos. Thanatos artinya
berhubungan dengan kematian, Logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi artinya ilmu
pengetahuan tentang kematian. Meliputi pembahasan mengenai pengertian mati, cara
menetapkan telah terjadi kematian dan perubahan post-mortem.

2.2. JENIS KEMATIAN


Dalam tanatology dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu :
 Mati Somatis (mati klinis) adalah kematian yang dinilai dari terhentinya sistem
sirkulasi, respirasi dan inervasi. Pada kematian somatik sel-sel tubuh masih hidup.
Otot-otot masih dapat dirangsang dan masih memberikan reaksi terhadap rangsangan
listrik, peristaltik usus kadang-kadang masih terdengar, pupil mata masih bereaksi
terhadap penetesan midriatikum atau myotikum seperti atropin dan fisostigmin. Sel-
sel sperma masih hidup dalam testikel. Pada masa ini bila diperlukan organ atau sel
tubuh korban, seperti kornea, ginjal, sperma, jantung, masih bisa dipindahkan atau
ditransplatasikan kepada orang yang memerlukannya.
 Mati Suri (apparent death) Pada keadaan ini orang masih hidup, sirkulasi, respirasi,
dan inernasi masih bekerja pada batas basal metabolik. Ini didapati pada orang
tenggelam, kena aliran listrik, koma karena morfin dan barbiturat dll.
 Mari Seluler (mati molekuler) Terjadi sesudah kematian somatik. Jarak antara mati
somatik dan mati molekuler tidak serentak pada semua sel dan jaringan tubuh, tapi
tergantung pada jenis sel. Sel-sel otak paling cepat mati oleh karena kekurang O2.
Dalam waktu 4-5 menit jaringan otak tidak mendapat O2, ia akan mati dan tidak dapat
diperbaiki lagi (irreversible), otot masih dirangsang dengan listrik dibawah 3 jam,
sementara kornea mata masih dapat ditransplantasikan dibawah 6 jam kematian.
 Mati Serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu
sistem pernafasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
 Mati Otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan
serebelum.
2.3. TANDA KEMATIAN
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa
menit kemudian.
1. Tanda-tanda Kematian Somatik
a. Berhenti Sirkulasi
Untuk menyatakan bahwa sirkulasi darah absolut berhenti, harus diperiksa
dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi yang teliti terus-menerus selama 5 menit.
Beberapa test tambahan (subsidiary test) dapat dilakukan walau dari segi pemeriksaan
medis kurang begitu berguna untuk dilakukan :
 Test Magnus, dengan mengikat salah satu ujung jari tangan/kaki, yang menjadi
bengkak dan sianose pada hidup.
 Test ujung jari, dengan menekan ujung kuku sehingga timbul warna pucat dan akan
kembali menjadi warna semula bila dilepaskan
 Test diaphanous (transilumination), dengan menyenter telapak tangan akan terlihat
warna merah muda dipinggir telapak tangan.
 Bila dipotong arteri, maka darah masih memancar pada orang hidup sementara pada
orang mati mengalir pasif.

b. Berhenti respirasi
Pada pemeriksaan stetoskop selama 5 menit dapat memastikan respirai telah berhenti,
tidak terlihat gerakan pernafasan.
Test tambahan untuk henti pernafasan :
 Test bulu ayam, dengan meletakkan bulu ayam atau kapas ditaruh di muka lobang
hidung akan bergerak secara ritmis sesuai inspirasi dan ekspirasi
 Test cermin, dengan melihat uap pernafasan dicermin yang diletakkan di muka lobang
hidung
 Test Winslow, dengan melihat pergerakan air di permukaan mangkok yang penuh
berisi air akibat gerakan pernafasan yang lemah sekalipun.
c. Berhentinya inervasi
Fungsi motorik dan sensorik berhenti. Dapat dilihat dari hilangnya semua refleks,
tidak ada rasa sakit, tidak ada tonus otot dan tidak ada refleks cahaya pada pupil mata
dan pupil mata melebar, kecuali pada keracunan morfin menjadi sangat kecil (pint
point)

2. Tanda-tanda Kematian molekuler


a. Penurunan suhu (Algor Mortis)
Segera setelah kematian, suhu tubuh mulai turun mengikuti temperatur sekitarnya
sesuai dengan hukum fisika. Misalnya, Sympson (Inggris) mengatakan bahwa dalam
keadaan biasa tubuh yang tertutup pakaian mengalami penurunan temperatur 2,50F
pada 6 jam berikutnya, maka dalam 12 jam suhu tubuh akan sama dengan suhu
sekitarnya. Jasing P Modi (India), menyatakan hubungan penurunan suhu tubuh
dengan lama kematian adalah sbb :
 Dua jam pertama suhu tubuh turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh dan
suhu sekitarnya
 Dua jam berikutnya, penurunan suhu setengah dari nilai pertama
 Dua jam selanjutnya, suhu mayat turun setengah dari nilai terakhir atau 1/8 dari
perbedaan suhu intial tadi.
Suhu tubuh ternyata turun tidak sama rata setiap jam. Ini disebabkan karena suhu
yang diambil untuk pengukuran adalah suhu bagian dalam tubuh yang diambil secara
rektal sedalam 10 cm dengan mempergunakan termometer panjang berskala 0-500c
Ternyata suhu bagian dalam tubuh tetap bertahan sama untuk 2-3 jam, sesudah tahap
ini suhu turun secara bertahap sampai mendekati suhu sekitarnya. Oleh karena itu kita
mendapati penurunan temperatur dalam kurva sigmoid. Biasanya dalam waktu 12 jam
suhu mayat akan sama dengan suhu sekitarnya.
Penentuan lama kematian dapat ditentukan melalui rumus sederhana yaitu :
Lama kematian (jam) = suhu tubuh (370C) – suhu rektal (saat diperiksa) + 3
Faktor yang diperhitungkan dalam penentuan lama kematian :
- Suhu sekitar : suhu mayat akan turun lebih cepat bila perbedaan suhu tubuh dan
suhu sekitarnya besar
- Umur : Anak-anak dan orang tua lebih cepat turun dari pada orang dewasa dan
remaja
- Kelamin : Penurunan suhu lebih lama pada perempuan karena umumnya
mengandung lemak lebih banyak
- Gizi : Orang kurus lebih cepat turun dibandingkan orang gemuk
- Penutup tubuh : Tubuh yang terbungkus lebih lambat menurun suhunya
- Ruangan : Mayat dalam ruangan tertutup akan lebih lambat turun suhunya dibanding
mayat yang terletak diruang terbuka.
- Penyakit : Suhu mayat yang mati karena penyakit kronis akan lebih cepat menurun
suhunya, tetapi diperlambat pada kematian pada demam akut.
Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara berikut, antara lain :
 Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh
mayat
 Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting
 Dahi dingin setelah 4 jam post mortem
 Badan dingin setelah 12 jam post mortem
 Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem
 Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu,
aliran dan keadaan lainnya.
Apabila korban meninggal dalam air, maka penurunan suhu jenazah tergantung
pada :
 Suhu air
 Aliran air
 Keadaan air

Gambar 1. Kurva perubahan suhu pada postmortem

b. Lebam Mayat (Livor Mortis)


Yaitu warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan pada bagian tubuh akibat
akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil di bagian tubuh paling rendah
akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang tertekan alas keras. Livor
Mortisdapatberwarnaungukebiruanataupunmerahkebiruan.
Livor Mortis terbentuk pada daerah tubuh yang menyokong berat badan tubuh seperti
bahu, punggung, bokong, betis pada saat terbaring diatas permukaan yang keras akan
tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna livor mortis disekitarnya akibat
kompresi pembuluh darah didaerah ini yang mencegah akumulasi darah.

Gambar 2. Lebam Pada Mayat

Patomekanisme Livor Mortis 
Livor Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri
rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan tekanan hidrostatik yang
menggerakan darah mencapai capillary bed yaitu tempat pembuluh-pembuluh darah
kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Darah dan sel-
sel darah terakumulasi memenuhi saluran tersebut dan sukar di alirkan kedaerah tubuh
lainnya.
Sel darah merah (eritrosit) akan bersedimentasi melalui jaringan longgar,
tetapi plasma akan berpindah kejaringan longgar yang menyebabkan terbentuknya
edema setempat, menimbulkan blister pada kulit. Dari luar akan terlihat bintik-bintik
berwarna merah kebiruan atau adanya eritrosit pada daerah terendah terlihat dengan
timbulnya perubahan warna kemerahan pada kulit yang disebut livor mortis.
Gambar 3. Bagan Terjadinya Lebam Mayat
Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan
yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi.
Meningkatnya interval waktu post mortem, akan mengakibatkan perubahan warna
menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah merah keunguan. Warna merah
keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan oksigendari
hemoglobin eritrosit post mortem dan konsumsi oksigen terus-menerus oleh sel-sel
yang awalnya mempertahankan fungsi system kardiovaskuler (misalnya sel-sel
hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan sel
otot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk Deoxyhemoglobin yang dihasilkanakan
mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu.
Livor mortis mulai tampak 20-30 menit paska kematian, semakin lama
intensitasnya bertambah kemudian menetap setelah 8-12 jam. Menetapnya livor
mortis disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat
rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak,
adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah.
Dengan demikian penekanan pada daerah terbentuknya livor mortis yang dilakukan setelah
8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya livor  mortis pada penekanan dengan ibu
jari memberi indikasi bahwa livor mortis belum terfiksasi secara sempurna. Lebam
mayat dikatakan sempurna ketika area lebam tidak menghilang jika ditekan (misalnya
dengan ibu jari) selama 30 detik. Akan tetapi, lebam baru masih dapat terbentuk
setelah 24 jam jika dilakukan perubahan posisi.

FaktorFaktor Yang MempengaruhiLivor Mortis


Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lebam mayat antara lain:
a. Posisi
Posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan terbentuknya
lebam mayat. Demikian jika tubuh sering dibolak balikkan maka biasanya lebam tidak
terbentuk.
b. Perdarahan
Jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau terjadi syok hemoragik, lebam mayat
mungkin sulit dinilai.
c. Anemia
Jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai adanya lebam pada mayat.
d. Warnakulit
Lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang dengan warna kulit terang dibandingkan
orang dengan warna kulitgelap.
e. Suhu dingin
Jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam mayat mungkin lebih lama
terbentuk dan dalam beberapa keadaan, hal ini bukanlah parameter yang baik untuk
menentukan estimasi waktu kematian.

c. Kaku Mayat (Rigor Mortis)


Rigor Mortis adalah perubahan fisiokimia bergantung suhu yang terjadi di
dalam sel-sel otot sebagai akibat dari kekurangan oksigen. Pada awal kematian
seluruh otot-otot tubuh dalam keadaan lemas. Ini disebut masa relaksasi primer,
pelan-pelan secara bertahap otot-otot tubuh baik otot volunter maupun otot involunter
akan menjadi kaku, keadaan ini bertahan untuk beberapa jam. Setelah periode ini
kekakuan menghilang kembali memasuki periode relaksasi sekunder. Bersamaan
dengan periode relaksasi sekunder tubuh akan mengalami periode pembusukan.
Salah satu teori menyatakan bahwa pada dasarnya ini berkaitan dengan adanya
filamen actin dan myosin yang mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksasi
dengan adanya suatu konsentrasi dari ATP (Adenosintriphospat) dan kalium chlorida.
Rigor mortis biasanya mulai setelah 2-3 jam sesudah kematian dan proses terjadinya
rigor mortis berlanjut sampai 8-12 jam setelah kematian. Kaku mayat ini akan
berlangsung beberapa jam dan kemudian pelan-pelan akan menghilang kembali dalam
24-36 jam.
Karena reaksi biokimiawi ini terjadi serentak di seluruh tubuh, maka yang
mula-mula kaku adalah kumpulan otot-otot kecil yang mempunyai cadangan glikogen
yang relative sedikit, seperti pada m.orbicularis palpebrae, otot-otot muka, rahan,
berlanjut ke leher, otot-otot dada, tungkai atas, otot-otot perut, otot-otot pinggang dan
akhirnya tungkai bawah. Selanjutnya rigor mortis menghilang sesuai urutan terjadinya
semula yaitu dari atas kebawah, kecuali pada otot rahang.
Perjalanan kaku mayat yang seakan-akan bergerak dari atas ke bawah tidak
selamanya demikian, karena dapat juga terlihat bergerak sentripetal, artinya proses
kaku mayat seakan bergerak dari pinggir ke tengah tubuh. Otot jantung dan otot pada
organ lain seperti usus, uterus, prostat, juga mengalami rigor mortis.
Pada umumnya jika proses rigor mortis terjadi cepat maka hilangnya juga
cepat, dan juga sebaliknya. Jika pada awal proses rigor mortis otot-otot
direnggangkan (otot dalam keadaan bengkok diluruskan) maka rigor mortis akan
hilang, tetapi akan timbul kembali. Bila proses rigor mortis telah selesai (komplit),
maka kaku mayat menjadi hilang dan tidak akan terbentuk lagi. Keadaan ini perlu
diperhatikan pada penentuan lama kematian dari kaku mayat, bila pada awal proses
kaku mayat diganggu seperti pada pembukaan pakaian, bisa menimbulkan kesalahan
interpretasi seolah-olah rigor mortis telah hilang.
 Faktor yang mempengaruhi kaku mayat
- Suhu : Didaerah panas rigor mortis mulai dengan cepat dan hilang kembali dalam
waktu cepat, sebaliknya pada daerah dingin rigor mortis mulai dengan lambat dan
hilang kembali dalam waktu yang lambat.
- Keadaan otot : Pada otot-otot yang sudah lemah dan capek seperti kematian akibat
penyakit kolera, keracunan opium, rigor mortis berlangsung cepat. Demikian juga otot
yang terkuras tenaganya seperti sesudah perkelahian.
- Umur : Rigor mortis terjadi dengan cepat pada anak-anak dan orangtua. Lambat
pada orang dewasa yang sehat.
 Keadaan yang mirip dengan rigor mortis
- Kaku karena panas (Heat Stiffening)
Pada orang mati terbakar atau masuk dalam cairan panas menyebabkan
penggumpalan protein dari otot-otot. Otot menjadi keras, kaku dan memendek. Heat
stiffening berlangsung tetap sampai pembusukan.
- Kaku karena dingin (Cold Stiffening)
Kaku pada tubuh ditempat sangat dingin seperti pegunungan terjadi karena
cairan, otot dan lemak tubuh membeku. Tetapi bila tubuh demikian diletakkan di
tempat panas maka proses rigor mortis akan terjadi kembali.
- Kejang Mayat (Cadaveric Spasme)
Ini adalah kekakuan yang timbul segera setelah mati (instantaneous). Disini
otot-otot yang telah berada didalam keadaan kontraksi waktu hidup, menjadi kaku
segera setelah kematian tanpa melalui fase relaksasi. Oleh karena itu, sikap korban
waktu meninggal dipertahankan setelah kematian. Kejang mayat ini terjadi karena
ketegangan syaraf (nervous tension) sebelum kematian.

d. Adiposere
Adiposere terbentuk bila tubuh terdapat dalam keadaan lembap di air ataupun
ditanah yang basah. Perubahan ini disebabkan oleh hydrogenasi dari lemak bebas
seperti asam oleat yang dirubah menjadi asam lemak jenuh. Pada akhirnya seluruh
lemak dirubah menjadi asam palmitat, strearat, asam hydroksi stearat dan campuran
dari semua bahan-bahan ini menjadi suatu substansi asam lemak yang lunak, putih
kecoklatan, berminyak dan bau yang spesifik yang disebut dengan adiposere.
Adiposere dapat bertahan lama sehingga mayat yang mengalami adiposere
dapat dikenali sesudah kematian yang lama. Jangka waktu yang terkecil untuk
pembentukan adiposere di daerah tropis dimulai sesudah 1-3 minggu. Untuk
perubahan seluruhnya pada orang dewasa diperlukan 3-6 bulan bahkan sampai 12
bulan, tergantung tempat, kelembapan dan suhu sekitar. Didaerah dingin jangka
waktu yang diperlukan biasanya lebih lama.

e. Mummifikasi
Panas yang tinggi dan udara yang kering menghalangi proses pembusukan
oleh mikro-organisme sehingga membuat mayat mengalami mummifikasi. Tubuh
mayat yang mengalami mummifikasi tidak berbau, kulit berwarna coklat melekat
dengan ketat pada tulang-tulang, demikian juga rambut melekat ketat pada tulang
kepala. Organ –organ dalam menjadi sangat kecil sehingga sulit di kenal, bisa menjadi
berkelompok semuanya membentuk suatu massa yang kompak, kering dan berwarna
coklat. Bila perubahan sudah sempurna maka keadaan seperti diatas bertahan lama
kecuali bila di gerogoti binatang.
Mummifikasi biasanya terjadi di daerah gurun pasir. Jangka waktu yang
diperlukan sehingga terjadi mummifikasi biasanya lama, bisa dalam waktu 3 bulan
atau lebih, mayat relatif masih utuh, maka identifikasi lebih mudah dilakukan. Begitu
pula luka-luka pada tubuh korban kadang masih dapat dikenali.

f. Pembusukan (Decomposition)
Pembusukan adalah Perubahan terakhir yang terjadi (late post-mortem
periode) pada tubuh setelah kematian, dimana terjadi pemecahan protein komplek
menjadi protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan yang
baud an terjadi perubahan warna. Hal ini disebabkan kerja bakteri komensalis yang
biasanya hidup dalam usus dan bakteri yang berasal dari luar seperti bakteri Cl.
Welchii, B. Colli, Streptokokus, stafilokokus, dip[theroid, proteus dan lain-lain.
Akibat pembusukan ini terjadi gas-gas pembusukan diantaranya gas belerang
hydrogen (H2S) yang menimbulkan bau seperti telur busuk, phosphorated hydrogen,
CO2, CO. dan lain-lain. Fermen tubuh juga menyebabkan autolysis pada jaringan
tubuh, selain itu binatang-binatang seperti larva lalat, semut, anjing, tikus, belalang,
ikan, udang, dan lain-lain dapat turut menghancurkan tubuh mayat.
Pembusukan merubah bentuk wajah seseorang sehingga sulit untuk
mengenalnya. Gas pembusukan juga terjadi di dalam sendi-sendi, sehingga bila
tekanan cukup tinggi dapat membuat persendian menjadi bengkok. Sendi utama
adalah di lutut, siku dan pangkal paha, sehingga terjadi posisi seperti sikap petinju
(pugilistic) atau sikap koitus.
Untuk kepentingan identifikasi, pada mayat yang sudah mengalami proses
pembusukan sidik jari masih dapat diperiksa yaitu dengan menyuntik jari yang
terkelupas dengan cairan.
Faktor yang mempengaruhi pembusukan
a. Temperatur
Temperatur optimum di mana bakteri-bakteri mudah berkembang 260-380C. Di
daerah tropis maka abdomen akan gembung dalam 24-48 jam, bentuk muka akan
berubah dalam 3 hari dan sesudah 15 hari jaringan lunak akan menjadi hancur.
b. Udara lembab akan mempercepat terjadinya pembusukan.
c. Ruangan dan pakaian
Mayat yang terletak di alam terbuka membusuk lebih cepat. Baju yang ketat,
perut di bawah korset, ikat pinggang, kaus atau sepatu yang di pakai,
memperlambat pembusukan di daerah tersebut.
d. Umur
hOrang tua dan anak lebih lambat membusuk sebab lebih sedikit mengandung
H2O. Apalagi pada bayi yang baru lahir, karena kuman di usus dan lain tempat
masih sedikit.
e. Penyakit
Penyakit infeksi seperti septicaemia, peritonise dan lain-lain mempercepat
jalannya pembusukan.

f. Keadaan tubuh
Tubuh yang luka akan cepat mengalami pembusukan karena masuk bakteri-
bakteri melalui luka.

Pembusukan di dalam air


Kepala mayat dalam air akan berada dalam posisi lebih rendah karena lebih
berat disbanding bagian tubuh yang lain. Akibatnya darah dan cairan lain akan
berkumpul di daerah ini dan tanda pembusukan akan terlihat jelas pada daerah muka,
kepala dan leher. Perut gembung karena pembusukan akan menyebabkan korban yang
tenggelam akan terapung kembali. Pakaian melindungi tubuh dari santapan ikan,
kepiting dan lain-lain dan akan menghambat pembusukan dibandingkan dengan
bagian tubuh yang lain.
Pembusukan di dalam tanah
Karena suhu di dalam tanah lebih tinggi pembusukan berlangsung lebih lama.
Perubahan-perubahan yang terjadi sama dengan pembusukan di udara terbuka. Cepat
atau lambatnya perjalanan pembusukan sangat tergantung pada keadaan tanah (pasir,
tanah liat dan lain-lain), banyak sedikitnya air, kandungan kapur dan temperatur
sekitarnya. Dalam beberapa bulan hanya didapati sisa jaringan lunak. Luka-luka pada
jaringan lunak bisa tidak terlihat lagi, kecuali pada tulang. Sangat sulit menentukan
lama kematian dari mayat yang telah di kubur.

2.4. Penentuan waktu kematian

Dalam kasus tertentu, terutama yang berkaitan dengan peristiwa pembunuhan di mana
tidak ada saksi, diperlukan penentuan saat kematian korbanuntuk mencari siapa yang
mungkin terlibat dalamperistiwa tersebut dan ini berkaitan dengan alibi seseorang. Berbagai
usaha dan penelitian sudah dicari untuk mendapatkan cara penentuan saat kematian yang
lebih tepat. Penelitian berbasis perubahan fisik, kimia, biokimia, histology dan perubahan
enzim telah banyak dilakukan, tetapi belum ada caraatau metode yang handal. Ini disebabkan
factor yang mempengaruhi sangat banyak, baik dari pengaruh luar tubuh (iklim, suhu,
kelembaban, ruang terbuka/ tertutup, atau aliran udara) maupun dari tubuh korban (jenis
kelamin, umur, perawakan, gizi, penyakit, sebab kematian dan lain-lain). Oleh karena itu
walaupun digabung seluruh cara pemeriksaan untuk mendapat post-mortem interval, tidak
akan didapat yang tepat. Yang mungkin dicapai hanyalah menentukan perkiraan lama
kematian. Apalagi bila yang dilakukan dokter hanya menggunakan perubahan fisik
berdasarkan kaku mayat, lebam mayat, penurunan suhu, dan pembusukan.
Penetuan waktu kematian secara kasar dengan menggunakan perubahan
temperatur dan kaku mayat dapat dipedomani pada tabil berikut:
Temperatur Tubuh Kaku Mayat Lama Kematian
Hangat Tidak Kaku Di bawah 3 jam
Hangat Kaku 3-8 jam
Dingin Kaku 8-24 jam
Dingin Tidak kaku Lebih 24 jam
Tabel: Hubungan suhu tubuh dengan kaku mayat

Bila memakai suhu rektal dapat dipakai:


1. Ambil dua kali suhu mayat dengan jarak 1/2 atau 1 jam untuk melihat penurunan
rata-rata.
2. Penurunan rata-rata 0,50 C setiap jam.
3. Lama kematian = 37 – (suhu rektal) + 3.
4. Menggunakan nomogram yang dibuat oleh Henssege dan kawan-kawan.
Penentuan saat kematian dari nomogram ini dapat diaplikasikan hanya dengan
sekali penentuan suhu rektal korban.

2.5. Petunjuk Lain


Bebrapa petunjuk lain dapat juga dipergunakan untuk membantu penentuan lama
kematian seperti: isi saluran pencernaan, kandung kemih, arloji tangan dan pakaian korban.

 Isi saluran pencernaan


Makanan masuk ke dalam saluran pencernaan akan mengalami proses pencernaan
hingga akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh. Proses yang mempunyai pola dan waktu yang
tepat ini dapat pula dipakai sebagai petunjuk.

 Isi lambung
Dalam 1 jam pertama separuh dari makanan yang masuk ke lambung sudah
dicernakan dan masuk ke pilorus. Setengahnya dari sisa ini akan masuk ke pilorus pada jam
ke 2. Sisa setengahnya lagi akan selesai dicerna dan keluar dari lambung pada jam ke 3, dan
selesai seluruhnya kira-kira 4 jam. Makanan yang mengandung banyak karbohidrat akan
lebih cepat dicerna (cepat keluar dari lambung), yang mengandung protein lebih lama dan
yang paling lama yang mengandung lemak. Tetapi perlu diperhitungkan tonus dan keadaan
lambung, seperti gangguan fungsi pilorus dan keadaan fisik korban sebelum mati. Syok,
koma, geger otak, depresi mental menghambat gerakan pencernaan.

 Usus
Makanan yang sudah dicerna sampai di daerah ileo-caecal dalam waktu 6-8 jam, di
colon tranversum dalam waktu 9-10 jam, colon-pelvis 12-14 jam, dikeluarkan dalam waktu
24-48 jam.
Penentuan lama kematian dari isi pencernaan ini dinilai dari saat korban makan dan
tidak ada hubungan langsung dengan waktu pemeriksaan dilakukan.
Kapan korban makan terakhir biasanya diketahui oleh orang terdekat atau disesuaikan
dengan kebiasaan jam makan seseorang. Artinya penilaian akan berguna bila diketahui kapan
terakhir korban makan sebelum didapati mati.

 Kandung kemih
Kandung kemih biasanya sebelum tidur, dan dalam waktu tidur isi kandung kemih
akan bertambah. Bila didapati mayat pada pagi hari dengan kandung kemih kosong,
kemungkinan ia meninggal lebih awal. Penentuan lama kematian dari isi kandung kemih
tidak sebaik dari isi pencernaan, sebab ada penyakit dan kebiasaan yang mempengaruhi. Lagi
pula kapan seseorang buang air kecil umumnya jarang diketahui orang lain. Produksi urine
tidak sama pada setiap orang, tergantung dari cuaca, banyaknya cairan masuk, penyakit
korban dan lain-lain. Oleh karena itu penilaian berdasarkan isi kandung kemih jarang dipakai.

 Pakaian
Pakaian dapat mnentukan lama kematian karena orang mempunyai kebiasaan
menggunakan pakaian sesuai dengan waktu. Pakaian kotor/sekolah, pakaian tidur, pakaian
renang, olah raga dan lain-lain, kadang-kadang dapat dipakai sebagai petunjuk. Bila korban
terbunuh sedang memakai pakaian tidur tentu perkiraan waktu kematian adalah malam atau
sebelum bangun pagi. Demikian juga isi kantong, misalnya karcis parkir, karcis pertunjukan,
tanda bukti pembayaran melalui kasir dan lain-lain.

 Jam tangan
Bila korban memakai jam tangan pada waktu mengalami cedera maka saat kematian
dapat ditunjukan secara tepat dari jarum jam berhenti. Begitu juga dengan peristiwa
kebakaran.

2.6. Aplikasi penentuan lama kematian


Dari semula sudah dikemukakan bahwa tujuan pengetahuan tanatologi adalah untuk
kepentingan medikolegal, terutama berkaitan dengan post-mortem interval. Pengetahuan ini
harus selalu diterapkan dalam pemeriksaan mayat.
Bila saat kematian korban tidak diketahui, maka beberapa petunjuk dibawah ini dapat
dipakai:
 Jam peertama kematian. Tubuh masih hangat (dengan termometer panjang didapati
suhu 370 C), otot-otot masih lemas separuhnya (periode relaksasi primer), kornea
mata bening, belum tampak atau belum jelas adanya lebam mayat.
 4-6 jam. Telah mulai dingin (suhu rektal 34-35 0 C), kaku mayat di rahang telah ada,
begitu juga di beberapa persendian, lebam mayat masing hilang pada penenkanan.
 10-12 jam. Mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-300 C), kaku mayat lengkap di
seluruh tubuh seperti papan, bila di angkat kaki, panggul dan punggung juga
terangkat, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan.
 16-18 jam. Mayat dingin (sama dengan suhu ruang 28-290 C), kaku mayat di beberapa
persendian telah hilang, mulai tampak tanda-tanda pembusukan terutama di perut
bagian kanan bawah tampak biru kehijauan, lebam mayatluas dibagian terendah dari
tubuh.
 20-24 jam. Dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder), tanda
pembusukan makin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan, darah pembusukan
keluar dari hidung dan mulut.
 30-36 jam. Mayat menggembung, muka bengkak, mata tertutup, bibir menebal, keluar
gas dan air pembususkan keluar dari hidung dan mulut, tampak gari pembuluh darah
di permukaan tubuh (marble appearance).
 40-48 jam. Gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum bengkak dan menonjol
keluar. Sebagian gelembung pecah, kulit mudah terkelupas.
 3 hari. Pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian juga anus, mata menonjol
keluar, muka sangat bengkak kehitaman. Rambut dan kuku mudah dicabut.
 4-5 hari. Perut mengempes kembali karena gas keluar dari celah jaringan yang
rusak/hancur, sutura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi seperti
bubur.
 6-10 hari. Jaringan lunak tubuh mulai melembek dan lama-lama mulai hancur, rongga
dada dan perut bisa terlihat karena sebagian otot sudah hancur dan seterusnya hingga
akhirnya tinggal tulang belulang.

Aplikasi penentuan saat kematian akan lebih bernilai bila dilakukan di tempat
kejadian perkara (TKP). Penilaian saat kematian yang dilakukan di rumah sakit kurang akurat
karena factor lingkungan yang sudah berbeda, perlakuan terhadap mayat dalam perjalanan
(ditutup dengan kain, dihembus angin, dalam kantong mayat, perubahan posisi, kaku mayat
mungkin telah di ganggu dan lain-lain) serta jauhnya korban dibawa dari TKP ke rumah
sakit. Factor ini pasti sangat mempengaruhi penilaian terhadap saat kematian yang akan
ditentukan. Oleh karena itu dokter tidak mencantumkan saat kematian dalam visum karena
dokter tidak melakukan pemeriksaan di TKP. Bila di perlukan dokter dapat memperkirakan
saat kematian sesuai petunjuk tanatologi yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada mayat
dan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta memperhitungkan
penilaian apakah dilakukan di TKP atau setelah mayat dibawa ke rumah sakit. Pengguna
visum dapat pula menarik kesimpulannya sendiri dan membandingkannya dengan penilaian
yang di buat dokter.
BAB III

KESIMPULAN

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari keamtian, perubahan-perubahan yang


terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi. Dalam tanatologi, dikenal istilah
mati somatis, mati suri, mati seluler, mati serebral, mati otak. Kematian merupakan proses
klinis yang dapat diketahui dari tanda-tanda kematian berupa perubahan tubuh setelah
kematian.
Tanda kematian dapat berupa perubahan tubuh yang timbul dini atau beberapa menit
setelah kematian yang disebut tanda kematian tidak pasti yakin pernafasan dan sirkulasi
berhenti, kulit berubah pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina
mengalami segmentasi, kekeruhan kornea.
Berikutnya setelah beberapa waktu akan timbul perubahan pasca mati yang jelas sehingga
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti yang disebut tanda pasti kematian. Cara
memastikan kematian dinilai dari ketiga sistem kehidupan yaitu memastikan aktifitas otak
telah berhenti dapat menggunakan EEG yang mendatar selama 5 menit, memastikan sistem
sirkulasi berhenti dari palpasi dan auskultasi denyut jantung selama 5-10 menit, EKG
mendatar, tes magnus berwarna pucat, test icard tidak berwarna kuning kehijauan, tes
diafanus berwarna kuning pucat, memastikan sistem pernafasan berhenti dengan inspeksi dan
palpasi tidak ada pergerakan pernafasan, auskultasi tidak ada bunyi nafas, aliran uap air dari
lubang hidung ataupun mulut juga tidak ada.
Tanda pasti kematian antara lain pertama lebam mayat (livor mortis) berupa lebam
merah keunguan yang terletak di bagian bawah tubuh akibat penumpukan eritrosit oleh gaya
gravitasi yang mulai terjadi 20-30 menit post mortem dan meluas serta menetap dalam 8-12
jam post mortem. Kedua kaku mayat (rigor mortis) berupa kekakuan otot yang terjadi pada
sebagian atau seluruh otot tubuh akibat serabut otot aktin dan miosin menggumpal dan kaku
oleh karena cadangan glikogen otot dan ATP habis setelah kematian dapat berupa cadaveric
spasm, heat stiffening, cold stiffening. Ketiga penurunan suhu (algor mortis) berupa
penurunan suhu tubuh mayat sama dengan suhu lingkungan dipengaruhi beberapa faktor
yakni suhu tubuh mayat saat meninggal, suhu lingkungan, posisi meninggal, pakaian yang
dipakai, aktivitas fisik sebelum meninggal. Keempat pembusukan (decomposition) berupa
proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan
aktivitas mikroorganisme yang mulai 24-48 jam post mortem dibagian perut kanan bawah
kemudian meluas keseluruh tubuh. Kelima adiposera, terbentuknya bahan berwarna
keputihan, lunak dan berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
pasca mati yang dapat menghambat pembusukan terutama pada tempat yang memiliki
jaringan lemak superfisial terlebih dahulu seperti pipi, payudara, bokong, serta bagian tubuh
lain atau ekstremitas. Keenam mummifikasi, suatu proses penguapan cairan atau dehidrasi
jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang dapat menghentikan
proses pembusukan dipengaruhi oleh suhu, aliran udara dan kelembapan lingkungan sehingga
jaringan tubuh manusia berubah menjadi gelap, keras, dan kering. Tanda pasti kematian ini
bermanfaat untuk memperkirakan waktu kematian serta sebab dan cara kematian.
Selain dari tanda pasti kematian, waktu kematian dapat diperkirakan dengan
perubahan-perubahan tubuh lain seperti perubahan pada mata dan vitreus, perubahan rambut
dan kuku, perubahan pada lambung, cairan serebrospinal serta darah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta : Binarupa Aksara,
1997; p. 131 – 168.

2. Hueske E. Firearms and Tool Mark The Forensic Laboratory Handbooks, Practice
and Resource. 2006.

3. Abdussalam. Forensik. Jakarta: Restu Agung, 2006;p. 41 – 43.

4. Sampurna, Budi, et al.2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Universitas


Indonesia.

5. Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi.
Jakarta : Media Aesculapius.

6. Thanos C. A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan
insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal e-Clinic (eCI), volume 4, Nomor
1, Januari-Juni 2016.

7. Amir Amri, 2005. Ilmu Kedokteran Forensik. Medan, Edisi Kedua.

Anda mungkin juga menyukai