Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara hakiki sejahtera tidak dapat diukur, sejahtera berarti


terpenuhi semua kebutuhan lahir maupun batin, sandang, pangan dan
papan. Dahulunya orang sudah dapat makan pagi dan malam dan rumah
serta pakaian seadanya sudah boleh dikatakan sejahtera. Lain hal
dengan sekarang, ukuran sejahtera sudah berubah polanya. Tidak hanya
cukup sandang, pangan dan papan, akan tetapi lebih dari itu.

Semua orang perlu kesejahteraan, demikian pula guru yang


keseharian bergumul dan bertungkuslumus terikat dengan waktu dan
tempat. Sebutan mulia yang sudah tersandang dipundak masing-masing
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka bekerja keras tanpa
membedakan antara si kaya dan simiskin, lelaki atau perempuan, anak
pejabat atau tidak, yang jelas semua anak dididik dan dibinanya agar
menjadi anak yang cerdas, berkualitas dan bertanggungjawab. Dengan
tanggungjawab moral yang dipercayakan negara kepada mereka sesuai
dengan amanah Pembukaan Undang–undang Dasar 1945 bahwa guru
bertanggungjawab untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tanpa mereka tentulah kita-kita yang ada didunia ini, tidak ada
apa-apanya, mereka telah memberikan sesuatu pusaka yang tidak
lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan, apa itu tidak lain adalah
ilmu pengetahuan. Pejabat, pegawai negeri maupun swasta, para
pengusaha yang ada sekarang ini tanpa keberadaan mereka dan tanpa
tangan-tangan halus mereka dan keramahtamahan serta keikhlasan
mereka mendidik, mengajar dan melatih tentu tidak akan seperti
sekarang. Karena jasa dan pengabdian merekalah kita berada dalam
kondisi sekarang ini.

Apa yang sudah mereka berikan kepada kita, dari sesuatu yang
serba buta dan tidak tahu sama sekali, kemudian mereka didik, mereka

1
ajar, mereka latih, sehingga menjadi anak cerdas dan pintar. Dari mula
tidak tahu hurup dan angka, sampai bisa dan mampu membaca dan
berhitung, dari mulai tidak pandai mengelap lelehan ingus di pipi sampai
mampu menjadi anak yang mandiri, dari yang tidak mampu mencebok
(membersihkan) berak di celana kebetulan di sekolah, sampai kepada
anak mandiri, semua itu tidak terlepas dari peran guru di sekolah.
Sungguh besar jasa-jasamu guru, tidal terbalas rasanya apa sudah
engkau berikan kepada kami, engkaulah orang tua kedua kami, yang
tanpa perjuangan dan cita-citamu tentulah kami tidak berdaya.

Kini guru menuntut kesejahteraan, sesuatu yang wajar dan adil,


karena apa? Kesejahteraan guru menjadi jantungnya pelayanan
pendidikan, karena dengan sistem insentif yang wajar dan berkeadilan
dapat diharapkan suatu komitmen guru untuk memberikan pelayan
optimal dan terbaik bagi masyarakat. Apa lagi guru-guru kita yang
mengajar nun jauh di sana, di pedesaan dengan lokasi terpencil. Karena
sebahagian besar guru-guru medngabdian diri di pedesaan, itulah
sebabnya sebagian guru tidak lama bertahan untuk bekerja di pedesaan
karena tidak mendapatkan insentif yang memadai, sehingga dengan rasa
terpaksa mereka meninggalkan tugas pengabdian yang disandangnya,
walaupun dihati sanubarinya merupakan pekerjaan salah, namun apa
boleh buat, itu terpaksa dilakukan.

Tuntutan hidup pada kondisi kini menyebabkan para guru harus


bekerja keras untuk melakukan sesuatu yang bersifat halal, sesuatu yang
harus dilakukan untuk dapat mengatas kebutuhan hidup anak dan
keluarganya. Sehingga tidak aneh rasanya ada guru yang berprofesi
ganda, pada pagi menjelang siang hari berkumpul ditengah-tengah anak
didiknya, bersenda gurau dan bercengkerama bersama rekan guru.
Tetapi bila waktu tugas wajib berakhir, maka terlihat sang guru
bercengkerama bersama para tukang ojek, kuli bangunan, pedagang
pasar, dan profesinya lainnya. Hal ini membuktikan bahwa guru masih
memerlukan biaya tambahan untuk dapat memenuhi kebutuhan
keluargnya.

2
Demikian pula kita melihat guru, sejak pagi hari sudah berangkat
ke sekolah, kemudian pada sore harinya bahkan menjelang larut malam
baru pulang ke rumah. Kemanakah mereka, jika ditelusuri dan diamati
secara seksama, banyak di antaranya sesudah melaksanakan jam wajib
di sekolah di mana mereka di tempatkan, maka sang guru bergegas
menuju sekolah lain dengan tugas yang sama, yakni menambah income
keluarga, demikian seterusnya sesuah menjelang magrib, sang guru
bergegas pula berangkat ke suatu tempat Bimbingan Belajar, juga tugas
yang sama dan niat yang sama untuk menambah pendapatan keluarga.
Pada pagi hari berangkat dengan wajah berseri pakai bersih dengan
senyum tersungging meninggalkan anak dan keluarga, serta
menyandang sebuah tas tentengan yang berisi bahan ajar plus nasi
rantangan, bagi isterinya yang rajin memperhatikan kondisi kesehatan
suaminya. Nah pada waktu pulang dari bertugas terlihat dengan wajah
kuyu dan kondisi keletihan serta kondisi pakaian serba tidak menentu.
Begitulah kondisi guru kita, dan memang tidak semua sama, ada yang
berada pada kondisi ekonomi di atas rata-rata, persentasenya sangat
minim, akan tetapi kebanyakan di bawah rata-rata, ibarat gaji, pada
tengah bulan atau sepertiga bulan gaji yang diterima sudah ludes alias
terkuras untuk keperluan sehari-hari, dan bagaimana untuk tengah bulan
atau sepertiga bulannya lagi, tentu tidak lain harus bekerja keras dengan
kegiatan lainnya, dengan nawaitu yang penting halal.

Oleh sebab itu, sekali lagi kita prihatin dengan kesejahteraan


guru, dan wajar untuk ditingkatkan. Kiranya terketuk para pengambil
keputusan untuk memperhatikan kesejahteraan guru ini, berikanlah
insentif yang layak, perlu tunjangan khusus, sehingga mereka benar-
benar meberikan perhatian penuh untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah masing-masing. Mereka akan bekerja dengan baik,
belajar dan mengajar dengan baik, dedikasi dan loyalitas tinggi apabila
gaji yang mereka terima wajar dan berkeadilan.

Semangat Otonomi Daerah memungkinkan untuk meningkatkan


kesejahteraan para guru, dan memang dirasakan upaya-upaya yang

3
dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama Dewan dan PGRI sudah
direalisasikan walaupun itu belum memadai. Namun, cita-cita dan
perjuangan senantiasa harus selalu digesa, dan ini perlu perjuangan, dan
guru sudah melakukan perjuangan itu dari hari ke hari, bagaimana
memperjuangkan anak yang tidak tabu dan lugu menjadi tahu dan
berilmu.

Memang di akui, bahwa keterbatasan dana Pemerintah sehingga


keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan guru belum maksimal di
lakukan. Namun, setitik iktikad Pemerintah Daerah untuk berangsur-
angsur meningkatkan kesejahteraan guru perlu dihargai, dan perhatian
Dewan dengan mengusulkan kepada Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan anggaran pendidikan untuk setiap tahun perlu disambut
baik dan diperjuangkan setiap tahun oleh kita semua. Guru
menginginkan kesejahteraan yang mereka tuntut tidaklah berlebihan,
akan tetapi yang wajar, sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan
rumah tangga keluarganya, menyekolahkan anak-anaknya, dan apabila
telah pensiun hidup tenang dan lebih mendekatkan diri kehadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa, bagi yang beragama Islam mungkin suatu ketika
sempat melakukan rukun Islam ke Lima (berhaji).

Peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran merupakan


suatu keharusan dan mutlak bagi seorang guru, guru yang baik adalah
guru yang mengerti dan memahami akan tugas dan kewajibannya. Di
akui, bahwa guru dulu tidak memikirkan kesejahteraan, bagi mereka
yang penting cukup untuk hidup perbulan sudah cukup, akan tetapi guru
kini penuh dengan berbagai macam tuntutan, dan tentunya disesuaikan
dengan kondisi zamannya.

Perlu diingat tuntutan kesejahteraan harus diimbangi dengan


upaya peningkat kulitas belajar dan mengajar, berdosa rasanya kalau
kita hanya mampu meminta, akan tetapi kurang untuk berbuat yang lebih
baik. Karena itu, perbaikan dan kesejahteraan hidup perlu dibarengi
dengan perbaikan mutu pendidikan, dan sekaligus mutu profesionalisme
guru.

4
Atas dasar uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang ”Kesejahteraan Guru sebagai Faktor
Strategis yang Mempengaruhi Kinerja Guru” di SMP Negeri 2 Campaka,
Kabupaten Cianjur tahun pelajaran 2004 – 2005.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan, maka


perlu dilakukan pembatasan dalam masalah yang telah dirumuskan.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suyatna (2000:7)
bahwa biasanya masalah yang ditemukan dalam penelitian itu sangat
luas dengan rangkaian yang multikompleks. Agar penelitian tidak
melantur, sebaiknya masalah itu dibatasi dari segi keluasan maupun
segi kedalamannya.

Adapun batasan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut.

a. Kesejahteraan guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok guru diukur dengan
penerimaan penghasilan guru baik dari sekolah maupun di luar
sekolah.

b. Kinerja guru yang dimaksudkan dalam penelitian ini meliputi bidang


tugas perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pengelolaan
pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan analisis hasil
pembelajaran, serta tugas-tugas pembinaan siswa.

2. Rumusan Masalah

Semua jenis penelitian apa pun akan dimulai dengan cara


merumuskan masalahnya. Mengidentifikasikan masalah itu merupakan
bagian yang paling sulit dalam proses penelitian. Yang harus
dirumuskan bukan sekedar ruang lingkupnya saja, melainkan juga
penjabaran masalahnya itu ke dalam bentuk khusus yang spesifik
(Suyatna, 2000:7).

5
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam
bentuk pertanyaan di bawah ini.

a. Bagaimanakah keadaan dan tingkat kesejahteraan guru-guru


SLTP yang memiliki kegiatan sampingan di luar jam tugasnya?

b. Bagaimanakah kemampuan profesional guru-guru SLTP yang


memiliki kegiatan sampingan di luar jam mengajarnya?

c. Adakah hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan


pengembangan kemampuan profesional pada guru-guru SLTP
yang memiliki kegiatan sampingan di luar jam mengajarnya?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas, penelitian


ini memiliki tujuan-tujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1. Keadaan dan tingkat kesejahteraan guru-guru SLTP yang memiliki


kegiatan sampingan di luar jam tugasnya?

2. Kemampuan profesional guru-guru SLTP yang memiliki kegiatan


sampingan di luar jam mengajarnya?

3. Hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan pengembangan


kemampuan profesional pada guru-guru SLTP yang memiliki
kegiatan sampingan di luar jam mengajarnya?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi


guru dan kepala sekolah dalam pengelolaan pembelajaran serta
pengembangan sekolah, khususnya dalam memberdayakan sumber
daya manusia dengan pemberian imbalan/insentif yang sesuai. Hasil
penelitian ini pun diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi upaya berikut.

1. Meningkatkan pembinaan tenaga guru dengan meningkatkan


pengetahuan serta pengembangan profesi guru.

6
2. Meningkatkan kinerja guru dengan meningkatkan kualitas
pembinaan.

3. Sebagai masukan bagi kepentingan manajemen pendidikan


khususnya instansi yang mengelola pendidikan di tingkat kabupaten
maupun di tingkat kecamatan khususnya dalam meningkatkan
kinerja guru.

Di samping itu, mudah-mudahan hasil penelitian ini bisa


memberikan sumbangsih bagi khasanah pengembangan ilmu
pendidikan, khususnya ilmu administrasi pendidikan, yang selama ini
banyak dilahirkan di negara barat, tidak selamanya memiliki nilai
relevansi yang tinggi untuk memecahkan persoalan-persoalan
administrasi pendidikan di Indonesia, hal ini diduga karena administrasi
pendidikan di samping sebagai ilmu pengetahuan juga sebagai arts (kiat)
di mana pengembangannya perlu memperhatikan aspek-aspek yang
terkait dengan perilaku manusia, khususnya manusia Indonesia. Oleh
sebab itu, pengembangan suatu ilmu akan lebih memiliki makna apabila
kita secara otonom mampu mengembangkannya secara mandiri.

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

1. Asumsi

Asumsi atau anggapan dasar adalah segala kebenaran, teori,


atau pendapat yang dijadikan landasan dalam suatu penelitian. Segala
kebenaran, teori dan pendapat yang dijadikan pegangan itu tidak
dipersoalkan lagi benar salahnya. Pada prinsipnya segala sesuatu itu
dapat diterima oleh semua pihak tanpa harus diuji lagi kebenarannya
(Suyatna, 2000:7).

Sejalan dengan pendapat Suyatna di atas. Surakhmad


(1980:15) mengemukakan bahwa asumsi, anggapan dasar, atau
postulat adalah ”sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya dapat
diterima oleh peneliti.” Adapun yang menjadi asumsi dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.

7
Hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut ini.

a. Kondisi dan tingkat kesejahteraan guru yang saat ini dianggap


sangat menyedihkan pada dasarnya menjadi penyebab kualitas
pendidikan di Indonesia tidak pernah berkembang dengan
selayaknya. Hal ini disebabkan guru-guru tidak memiliki
kesempatan yang cukup untuk mengembangkan dirinya, serta
tidak memiliki kesempatan untuk selalu mencari penambahan
ilmu pengetahuan guna menunjang kemampuan dan potensi
dirinya.

b. Kinerja guru yang meliputi demikian banyak aspek dan tuntutan di


dalamnya sangat erat dipengaruhi oleh kondisi guru tersebut
secara ekonomis maupun secara sosial. Guru tidak akan pernah
mencapai tingkat kemampuan profesional yang selayaknya
apabila tidak ditunjang dengan kondisi ekonomi yang baik, tingkat
kesejahteraan yang baik, serta kehidupan sosial yang baik pula.

c. Pemenuhan aktualisasi diri pada diri seorang guru sebagai


manusia maupun sebagai sosok profesional mutlak diperlukan.
Aktualisasi diri ini hanya akan dapat dilaksanakan apabila guru
tersebut mampu mengembangkan komunikasi dirinya dengan
berbagai lingkungan di sekitarnya. Demikian pula halnya, proses
pengembangan komunikasi dengan lingkungan ini pun sangat
erat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi guru tersebut
sehingga jika aspek ini tidak terpenuhi maka guru tersebut tidak
akan pernah dapat mengembangkan dirinya secara optimal.

d. Potensi kepribadian merupakan prasyarat mutlak yang harus


dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan profesinya.
Potensi tersebut adalah; potensi kepribadian interpersonal dan
intrapersonal.

e. Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus


dimiliki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah

8
(kurikulum), tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kompetensi dimaksud meliputi
kompetensi keterampilan pengelolaan proses pembelajaran dan
penguasaan pengetahuan.

2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah yang diteliti


dan perlu diuji lebih lanjut melalui penelitian yang bersangkutan.
Surakhmad (1980:39) mengemukakan bahwa hipotesis adalah
perumusan jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang
dimaksudkan sebagai tuntunan sementara dalam penelitian untuk
mencari jawaban yang sebenarnya.

Berdasarkan kedua teori yang dikemukakan di atas, hipotesis


dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho : tidak terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan


kinerja guru pada guru-guru SMP Negeri 2 Takokak,
Kabupaten Cianjur, tahun pelajaran 2004 – 2005.

H1 : terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan


pengembangan kinerja guru pada guru-guru SMP Negeri 2
Takokak, Kabupaten Cianjur, tahun pelajaran 2004 – 2005.

9
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kompetensi Guru

Kinerja guru pada dasarnya adalah kompetensi guru. Kompetensi


itu sendiri didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
(Depdiknas, 2003a).

Selanjutnya Menurut Spencer dalam Yulaelawati (Puskur, 2003)


kompetensi adalah karakteristik mendasar yang merupakan hubungan
kausalitas antara referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang
terbaik dalam pekerjaan pada situasi tertentu.

Karakteristik mendasar pada pendapat di atas mengadung arti


bahwa kompetensi tersebut tertanam mendalam dan bertahan lama
dalam penampilan seseorang dan dapat digunakan untuk memprediksi
tingkah laku seseorang ketika berhadapan dalam berbagai situasi dan
tugas. Hubungan kausal memiliki makna bahwa suatu kompetensi dapat
menyebabkan atau memprediksi perubahan tingkah laku dan kinerja
seseorang. Sedangkan referensi kriteria menentukan dan memprediksi
apakah seseorang dapat bekerja dengan baik atau tidak dalam ukuran
yang spesifik atau standar.

Spencer juga membahas lima tipe kompetensi sebagai berikut.

a. Motif yang merupakan sesuatu yang dimiliki seseorang untuk


berpikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu
aksi.
b. Kompetensi bawaan berupa karakterisasi fisik yang secara
konsisten merespon berbagai situasi atau informasi.
c. Konsep diri dalam bentuk tingkah laku, nilai atau imaji seseorang.
d. Kompetensi pengetahuan berupa penguasaan seseorang atas ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungan
sekitarnya.

10
e. Kompetensi keterampilan yakni kemampuan untuk melakukan
tugas secara fisik atau mental.
(Yulaelawati, 2003)

Jika diamati, pengertian kompetensi dalam Kurikulum 2004 yang


sejalan dengan pendapat Spencer di atas terletak pada perwujudan
pengetahu-an, keterampilan, dan nlai dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak. Perwujudan ini hanya dapat diketahui apabila tersedia
seperangkat hasil belajar yang terukur dan terstandarkan sebagai acuan
pembelajaran yang bermakna dan bertujuan untuk mencapai kompetensi
standar tertentu. Dengan demikian, kompetensi dapat dikenali melalui
sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati.

Garry Martin (2001) mengemukakan bahwa terdapat empat


landasan inti nilai-nilai profesi guru yang harus dikuasai dan
dikembangkan oleh guru sebagai kompetensi standar. Kompetensi
standar dalam Kerangka Kerja guru ini dilandasi oleh nilai-nilai di bawah
ini.

1) Pembelajaran

Guru suka belajar dan memotivasi orang lain untuk belajar juga.
Guru mendukung sistem organisasi sekolah dan kelas yang
mendorong pengembangan belajar mandiri dan belajar seumur
hidup.

2) Perhatian

Guru memperlakukan orang lain dengan perhatian yang baik dan


mengusahakan strategi belajar mengajar yang dijiwai oleh konsep
keterbukaan, kesederajadan, dan kebersamaan.

3) Keunggulan

Guru memiliki standar keunggulan yang tinggi dan berjuang untuk


mencapainya melalui tindakan mawas diri dan pertumbuhan
profesionalitas yang terus berlanjut.

11
4) Kesetaraan

Guru menghargai manfaat dari keberagaman komunitas sekolah


dan mendorong terciptanya tempat kerja yang bebas diskriminasi,
pemaksaan, dan ekploitasi.

Di samping itu, Garry Martin (2001) juga mengemukakan adanya


Landasan Inti Pengetahuan Profesonal Guru sebagaimana dikemukakan
berikut ini.

a. Guru memahami struktur dan fungsi Kerangka Kurikulum dan


implikasinya dalam pengembangan kurikulum dan pembel-
ajaran.

b. Guru sepenuhnya memahami tujuan, sifat, dan kegunaan


berbagai strategi evaluasi dan bagaimana informasi yang
diperoleh melalui proses evaluasi dapat digunakan untuk
meninjau dan memodifikasi pembelajaran.

c. Guru memahami bahwa pembelajaran siswa dipengaruhi oleh


perkembangan pribadinya, pengalaman, kemampuan, minat,
bahasa, keluarga, budaya dan lingkungan pergaulan/masya-
rakat.

d. Guru benar-benar menguasai konsep-konsep kunci, struktur,


dan proses inkuiri yang utama sehubungan dengan bidang
studinya.

e. Guru terbiasa dan benar-benar mengenal kerangka peraturan


yang mendasari sistem sekolah dan pekerjaan guru.

Guru sadar terhadap kebijakan pemerintah (baik pusat maupun daerah),


dan sekolah yang mendasari program pendidikan dan layanan
pendidikan.

B. Kinerja Guru

Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan


dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan
dengan itu, maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang,

12
dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi
dan loyalitas pengabdiannya.

Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru di


dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada
menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah
kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak sepenuhnya
dibebankan kepada guru, dan mungkin ada system yang berlaku, baik
sengaja ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi.

Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan kita,


bagaimana kinerja guru akan berdampak kepada pendidikan bermutu.
Kita melihat sisi lemah dari system pendidikan nasional kita, dengan
gonta ganti kurikulum pendidikan, maka secara langsung atau tidak akan
berdampak kepada guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat
menjadi beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat
membuat guru frustasi akibat perubahan tersebut. Hal ini sangat
dirasakan oleh guru yang memiliki kemampuan minimal, dan tidak
demikian halnya guru professional.

Selain itu, kinerja guru juga sangat ditentukan oleh output atau
keluaran dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
sebagai institusi penghasil tenaga guru, LPTK juga memiliki
tanggungjawab dalam menciptakan guru berkualitas, dan tentunya suatu
ketika berdampak kepada pembentukan SDM berkualitas pula. Oleh
sebab itu LPTK juga memiliki andil besar di dalam mempersiapkan guru
seperti yang disebutkan diatas, berkualitas, berwawasan serta mampu
membentuk SDM mandiri, cerdas, bertanggungjawab dan
berkepribadian.

Harapan ke depan, terbentuk sinergi baru dalam lingkungan


persekolahan, dan perlu menjadi perhatian adalah terjalinnnya kinerja
yang efektif dan efisien disetiap struktur yang ada dipersekolahan.
Kinerja terbentuk bilamana masing-masing struktur memiliki
tanggungjawab dan memahami akan tugas dan kewajiban masing-
masing.

13
Era reformasi dan desentralisasi pendidikan menyebabkan orang
bebas melakukan kritik, titik lemah pendidikan akan menjadi bahan dan
sasaran empuk bagi para kritikus, adakalanya kritik yang diberikan dapat
menjadi sitawar sidingin di dalam memperbaiki kinerja guru. Akan tetapi
tidak tertutup kemungkinan pula akan dapat membuat merah telinga guru
sebagai akibat dari kritik yang diberikan, hal ini dapat memberikan
dampak terhadap kinerja guru yang bersangkutan.

Apapun kritik yang diberikan, apakah bernilai positif atau negative


kiranya akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi kenerja guru.
Guru yang baik tidak akan pernah putus asa, dan menjadi kritikan
sebagai pemicu baginya di dalam melakukan perbaikan dan
pembenahan diri di masa yang akan datang. Kritik terhadap kinerja guru
perlu dilakukan, tanpa itu bagaimana guru mengetahui kinerja yang
sudah dilakukannya selama ini, dengan demikian akan menjadi bahan
renungan bagi guru untuk perbaikan lebih lanjut.

Indikator suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumber


daya manusianya, dan indicator sumber daya manusia ditentukan oleh
tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi sumber daya
manusianya, maka semakin baik tingkat pendidikannya, dan demikian
pula sebaliknya. Oleh sebab itu indicator tersebut sangat ditentukan oleh
kinerja guru.

Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah menunjukan


kinerja maksimal di dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai
pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi barangkali masih ada
sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya secara
akan berpengaruh terhadap kinerja guru secara makro.

Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya


menjalankan amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab
moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan
loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas
dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula
dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala perlengkapan

14
pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu,
guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan
digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat
penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.

Kinerja guru dari hari kehari, minggu ke minggu dan tahun ke


tahun terus ditingkatkan. Guru punya komitmen untuk terus dan terus
belajar, tanpa itu maka guru akan kerdil dalam ilmu pengetahuan, akan
tetap tertinggal akan akselerasi zaman yang semakin tidak menentu.
Apalagi pada kondisi kini kita dihadapkan pada era global, semua serba
cepat, serba dinamis, dan serba kompetitif.

Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan


dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru,
karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi
dengan nawaitu yang bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari akan
kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk dapat
meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk
meningkatkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang dilakukan hari ini
akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa
depan lebih baik dari kinerja hari ini.

C. Peran, Tugas, dan Tanggung Jawab Guru

Dalam arti yang luas, pendidikan dapat mencakup seluruh proses


hidup dan segala interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara
formal, nonformal, maupun informal. Proses tersebut muncul dalam
rangka mewujud-kan individu tersebut sesuai dengan tahapan
perkembangannya secara optimal sehingga dicapai taraf kedewasaan
tertentu. Pada konteks ini, seorang guru yang ideal menurut Makmun
(1996) memiliki tugas dan peran sebagai berikut.

1) Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan


sumber norma kedewasaan dan inovator (pengembang)
sistem nilai ilmu pengetahuan.
2) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada
peserta didik.

15
3) Transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai melalui
penjelmaan pribadinya dan perilakunya melalui proses
interaksinya dengan peserta didik.
4) Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang
dipertanggungjawabkan baik secara formal (kepada pihak
yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral
(kepada sasaran didik serta Tuhan yang Menciptakannya).
(Makmun, 1996:18)

Dalam arti yang terbatas, pendidikan merupakan salah satu


proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal
dengan pengajaran (instructional). Gagne dan Berliner dalam Makmun
(1996:18) menjelaskan bahwa dalam konteks ini guru memiliki peran,
tugas, dan tanggung jawab sebagai berikut.

1) Perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang


akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (preteaching
problems).
2) Pelaksana (organizer) yang harus menciptakan situasi,
memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana. Ia
bertindak sebagai nara sumber (resource person), konsultan
kepemimpinan (leader) yang bijaksana dalam arti demokratis
dan humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung
(during teaching problems).
3) Penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisis,
menafsirkan, dan akhirnya harus memberikan pertimbangan
(judgement) atas tingkat keberhasilan belajar mengajar (PBM)
tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan baik mengenai
aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
4) Pembimbing yang menekankan bahwa segala proses yang
berlangsung itu memiliki tujuan (pusposive), yang berarti
aspek intrinsik (niat, tekad, azam) dari dalam diri individu
merupakan faktor penentu yang penting untuk melahirkan
perilaku tertentu meskipun tanpa adanya perangsang
(stimulus) yang datang dari lingkungannya (naturalistic). Di sisi
lain, pola-pola perilaku dapat dibentuk melalui proses
pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement) dengan
mengkondisikan stimulus (conditio-ning) dalam lingkungannya
(environmentalistic).
(Makmun, 1996:18-19)

Berdasar kepada rumusan teori di atas, dapat dilihat bahwa


tugas, peranan, serta tanggung jawab guru demikian luas mencakup

16
aspek pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap perilaku
siswa secara menyeluruh. Apalagi jika dikaitan dengan tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tersurat pada Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengisyaratkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Peranan, tugas, serta tanggung
jawab ini mustahil dapat dipikul tanpa adanya upaya peningkatan
kemampuan guru itu sendiri dari waktu ke waktu sesuai dengan
perkembangan zaman.

Pada uraian berikut ini akan dibahas mengenai profesionalitas


guru dalam dua konteks yang sesungguhnya merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yakni konteks pendidikan secara
umum serta konteks globalisasi. Pada konteks pertama, akan dilihat
bagaimana sesungguhnya jabatan guru secara formal sebagai pendidik
dengan berbagai tugas dan peranan yang dipikulnya, sedangkan pada
konteks yang kedua akan dilihat bagaimana peran, tugas, serta tanggung
jawab guru dalam menghadapi perkembangan zaman serta berusaha
meluluh ke dalamnya sebagai sebuah dinamika pengembangan profesi
serta bahan pembinaan dan pendidikan moral siswa secara kontekstual.

1. Profesionalitas Guru dalam Konteks Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses dan usaha sadar yang


mengorganisasikan komponen-komponen yang ada di dalamnya
sehingga hasil dari kegiatan tersebut dapat mengubah masukan
(input/raw input) yang berupa peserta didik menjadi keluaran (output)
yang berupa peserta didik yang terdidik. Artinya, pada sebelum proses
pendidikan berlangsung si peserta didik itu belum mengetahui apa-apa
menjadi tahu, dari tidak memiliki keterampilan menjadi terampil, dan

17
yang dulu tidak memiliki sikap yang terarah kepada tujuan pendidikan
menjadi memiliki sikap terarah kepada tujuan pendidikan (Seno,
1984:14).

Kadar keterdidikan berdasarkan pendapat di atas sangat


ditentukan oleh kualitas dan intensitas proses pendidikan (kegiatan
pembelajaran dan kegiatan kependidikan lainnya) yang berlangsung
dalam suatu sistem pendidikan di sekolah. Keberhasilan untuk
mencapai tingkat keterdidikan siswa tersebut sangat bergantung
kepada kemampuan guru, kemantapan profesi guru, kemampuan guru
dalam mengorganisasikan proses pendidikan secara menyeluruh.
Seno (1984:15) mengemukakan bahwa kemampuan-kemampuan
sebagai-mana yang diharapkan tersebut bukanlah suatu proses yang
berlangsung begitu saja, melainkan sebentuk upaya sadar berupa
peningkatan kapasitas diri di luar proses belajar mengajar. Secara
skematik, Seno memberikan gambaran tentang tugas profesional guru
sebagai berikut.

Gambar 2.1

Tugas Profesional Guru

Kewajiban

Status dan Profesi Guru yang Tugas dan


Kedudukan Mantap Fungsi

Hak

Berdasarkan matriks di atas dapat dilihat ada empat komponen


yang dapat mempengaruhi siap profesional guru, yakni status dan
kedudukan, kewajiban guru, hak guru, serta tugas dan fungsi guru.

18
a. Status dan Kedudukan Guru

Dilihat dari kedudukannya, seorang guru merupakan


makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk individu. Sebagai
makhluk Tuhan, seorang guru harus beriman dan beramal. Kualitas
keimanan dan amaliah guru ini harus dilandasi oleh ilmu yang
diimplemen-tasikan dalam tindakan sehari-hari. Iman seorang guru
adalah keimanan ilmiah, demikian pula amal guru adalah amal
ilmiah (Seno, 1984:15). Dengan demikian, iman seorang guru
seharusnya adalah ilmiah amaliah, amal guru adalah amaliah ilmiah,
dan ilmu guru adalah amaliah ilmiah.

Sebagai makhluk sosial, harus disadari bahwa guru memiliki


status pula sebagai: (1) warga negara; (2) pegawai negeri/swasta;
(3) karyawan Dinas Pendidikan; (4) anggota masyarakat luas; dan
(5) guru.

Kelima status ini harus benar-benar disadari agar guru


mampu mempertahankan dan meningkatkan keberadaannya di
tengah kehidupan masyarakatnya.

Sebagai makhluk individu, guru harus mampu memperlihat-


kan dan meningkatkan kualitas dirinya dan keakuannya. Untuk itu,
guru selayaknya selalu memikirkan dan berupaya untuk
meningkatkan ilmunya, meningkatkan derajat dan pangkatnya, serta
meningkatkan harta yang dimilikinya.

Jika penjelasan di atas dapat disusun dalam bentuk matriks,


maka bentuknya adalah sebagai berikut.

19
Gambar 2.2

Status dan Kedudukan Guru

GURU
Makhluk Tuhan:
Iman amaliah ilmiah
Amal amaliah ilmiah
Ilmu amaliah ilmiah

Makhluk Sosial:
Warga Negara
Pegawai Negeri/Swasta
Karyawan Dinas Pendidikan
Anggota masyarakat luas
Guru

Makhluk Individu:
Ilmu
Derajat/Pangkat
Harta

b. Kewajiban Guru

Makmun (1996:108) mengemukakan definisi tentang guru


yang di dalamnya berkaitan sangat erat dengan kewajiban seorang
guru seperti berikut ini.

”Guru adalah orang dewasa yang karena jabatannya secara


formal selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat
(dalam hal mengajar dan mendidik) sehingga memungkinkan
bagi terjadinya proses pengalaman belajar (learning
experiences) pada diri siswa, dengan mengerahkan segala
sumber daya (learning resources) dan menggunakan strategi
belajar mengajar (teaching learning strategies) yang tepat
(appropriate)” (Makmun, 1996:108).

Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang guru


menurut Kurikulum 2004 adalah melakukan transformasi dan inter-
nalisasi keilmuan dan kepribadian sehingga timbul perubahan yang
mengarah kepada terbentuknya manusia Indonesia yang beriman

20
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003a:6).
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan melalui pemberitahuan
berbuat dan merencana sikap (Seno, 1984:16).

Secara spesifik, proses transformasi dan internalisasi


keilmuan tersebut merupakan kegiatan sadar dalam membentuk
perilaku manusia lain dan dirinya sendiri dengan dua strategi utama,
yakni memberi tahu dan memberi kesempatan merencanakan
sesuatu kepada siswa. Kedua strategi ini memiliki tujuan, yakni para
siswa atau peserta didik menjadi tahu apa yang seharusnya
diketahuinya, mengerti akan apa yang telah diketahuinya, dan
menyadari akan pentingnya sesuatu tersebut bagi dirinya serta
lingkungan sekitarnya. Tujuan tersebut pada akhirnya akan
mengarah pada perubahan dan pembentukan peserta didik secara
konstruktif dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang tercermin dalam
tindakan dan perilaku berpikirnya sehari-hari.

Proses transformasi dan internalisasi tersebut dapat


dilukiskan dalam bentuk matriks sebagai berikut ini.

Gambar 2.3

Kewajiban Guru
ϖ Memberi tahu
ϖ Memberi kesempatan merencana

ϖ Tahu
ϖ Mengerti
ϖ Sadar

Perubahan dan Pembentukan:


ϖ Pengetahuan
ϖ Keterampilan
ϖ Sikap

21
c. Hak Guru

Di samping kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan guru


sebagai manusia, guru memiliki hak-hak tertentu yang secara formal
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8/1974. Hak-hak ini
harus diketahui, dipahami, dan disadari untuk digunakan bagi
peningkatan kesejahteraan, kedudukan, serta kepuasan batinnya.

Dengan terpenuhinya hak-hak guru, dimungkinkan kinerja


guru akan lebih terpenuhi secara maksimal dan peningkatan serta
pengembangan profesi guru pun akan dapat berjalan sesuai dengan
konteksnya. Hak-hak guru yang dimaksudkan meliputi hak-hak
profesional serta hak penghasilan dan kesejahteraan sebagai
berikut.

1) Hak profesional:
a) memiliki kebebasan akademis baik di dalam maupun di
luar kelas yang berkaitan dengan ilmu yang dikuasainya,
metode dan teknik pendidikan;
b) kebebasan untuk memberikan penilaian, penghargaan,
dan sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan;
c) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
d) memperoleh dan memanfaatkan fasilitas pembelajaran;
e) kebebasan untuk berserikat dalam bidang profesi guru;
dan meningkatkan kemampuan profesional guru.
2) Hak penghasilan dan kesejahteraan:
a) memperoleh penghasilan yang layak;
b) mendapat cuti;
c) mendapat perawatan kesehatan;
d) mendapat jaminan pensiun dan tunjangan hari tua;
e) mendapat tunjangan jaminan sosial;
f) memperoleh tunjangan kemahalan biaya hidup; dan
g) memperoleh asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan
asuransi kecelakaan bagi guru.
(Rancangan Kebijakan RUU tentang Guru)

22
Atas dasar kutipan serta uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa terpenuhinya hak-hak guru akan dapat meningkatkan kinerja
guru sesuai dengan tuntutan profesinya. Hak-hak guru tersebut
pada dasarnya meliputi (1) perlakuan yang adil, (2) memperoleh
penghargaan tepat pada waktunya, serta (3) memperoleh
kesempatan untuk mrningkatkan profesinya.

d. Tugas dan Fungsi Guru

Tugas utama guru adalah mendidik, dalam arti mengajar


untuk mem-berikan pengetahuan dan meningkatkan kecerdasan,
melatih siswa dalam arti membekali keterampilan, serta mendidik
dalam arti memasyarakatkan sikap takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berudi pekerti luhur, mempertebal semangat kebangsaan
dan cinta tanah air.

Tugas tersebut dijabarkan menjadi fungsi-fungsi yang


berbentuk kegiatan berikut ini.

1) Fungsi pokok, melaksanakan tatap muka dengan siswa dengan


segala implikasinya sehingga guru berwibawa mengantarkan
siswa mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan sebagai-
mana ditetapkan dalam tujuan pendidikan nasional.

2) Fungsi profesi, dalam arti usaha-usaha mengaitkan profesinya


sebagai guru dalam bentuk meningkatkan kemampuan baik
secara formal maupun nonformal serta melakukan
pengembangan profesi (seperti menulis buku, melakukan
penelitian ilmiah, menemukan metode pembelajaran, mengikuti
penataran atau pelatihan guru, dan sejenisnya).

3) Selain tugas-tugas pokok dan tugas profesi, kepada guru juga


dibeban-kan tugas-tugas tambahan yang bersifat pembinaan
dan pengembangan kemampuan administratif untuk membantu
pengelolaan sekolah. Tugas-tugas tambahan ini meliputi tugas
tambahan menjadi wakil kepala sekolah, pembantu kepala
sekolah bidang kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana,

23
serta hubungan masyarakat, tugas menjadi wali kelas, tugas
tambahan melatih dan membina kegiatan ekstrakurikuler.

4) Fungsi pembimbing dan pembina dalam hal membina aktivitas


siswa, bimbingan dan konseling, serta pengembangan moralitas
dan etika siswa.

5) Fungsi kemanusiaan dan kemasyarakatan, yakni segala


aktivitas guru di tengah-tengah masyarakat dalam rangka
mengamalkan ilmunya guna meningkatkan nilai-nilai keimanan
secara kontekstual.

Atas dasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi


dan tugas guru meliputi fungsi pokok, fungsi profesi, fungsi
tambahan, fungsi pembimbing, serta fungsi kemanusiaan dan
kemasyarakatan yang seluruhnya harus bersatu dalam diri guru
sebagai suatu bentuk kompetensi.

2. Peran Guru dalam Konteks Globalisasi

Guru merupakan orang terdepan dalam penyelenggaraan


pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah. Guru adalah orang yang
secara langsung bertanggung jawab untuk mewujudkan kurikulum yang
direncanakan menjadi kegiatan nyata di sekolah. Meskipun sulit untuk
ditentukan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas manusia baik
sebagai kekuatan maupun tujuan pembangunan banyak ditentukan dan
bergantung kepada kualitas proses pendidikan pada umumnya dan
kegiatan belajar mengajar di sekolah pada khususnya.

Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 hingga awal abad kedua


puluh satu ini, berpuluh juta bahkan ratusan juta anak bangsa
dipercayakan kepada guru untuk dididik menjadi manusia Indonesia
seutuhnya disertai harapan bahwa kelak mereka menjadi generasi
penerus bangsa yang tangguh untuk mewarisi pembangunan bangsa
ini. Tugas dan tanggung jawab guru bukan saja membantu siswa untuk
mampu mengembangkan daya nalar dan menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi, melainkan juga mengembangkan pribadi-pribadi yang

24
religius, berbudi pekerti luhur, mandiri dan memiliki tanggung jawab
sosial. Keberhasilan pengembangan karakteristik manusia Indonesia
seutuhnya pada diri siswa memang tidak semata-mata berada di tangan
guru. Namun, peran dan fungsi guru dalam mewujudkan Tujuan
Pendidikan Nasional sebagai suatu kesatuan yang utuh juga tidak dapat
diabaikan (Furqon, 1998:34).

Seiring dengan melajunya perkembangan teknologi (khususnya


teknologi informasi dan komunikasi) dewasa ini, pendidikan kini
dihadapkan kepada era keterbukaan dan globalisasi. Masyarakat,
termasuk para siswa di mana pun berada, akan dapat dengan mudah
mengakses berbagai perkembang-an kehidupan sosial, budaya, dan
politik melalu berbagai media komunikasi. Siaran-siaran televisi yang
sudah dianggap sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat dewasa ini
telah menyuguhkan berbagai informasi dan hiburan yang hampir tiada
batas. Demikian pula halnya dengan jaringan internet dan e-mail (yang
pada saat ini dapat dengan mudah diakses oleh para siswa, terutama
siswa-siswa yang berada di kota-kota besar) telah memberikan peluang
demikian besar untuk membentuk dan mengembangkan budaya baru
melalui akses-akses global dari berbagai belahan dunia. Sudah barang
tentu hal ini akan berdampak kepada perkembangan sikap, pribadi,
serta moralitas mereka jika tidak disertai dengan upaya-upaya penetrasi
serta tindakan-tindakan preventif yang sistematis dan intens.

Berbagai pihak menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa


indikator keberhasilan dan kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan
oleh tingkat sumber daya manusianya, dan indikator sumber daya
manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin
tinggi sumber daya manusianya, maka semakin baik tingkat
pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya. Keberadaan indikator-
indikator tersebut sangat ditentukan oleh peran serta kinerja guru.

Ukuran kinerja guru ini dapat ditentukan melalui tanggung


jawabnya menjalankan amanah, profesi yang diembannya, serta rasa
tanggung jawab moral yang ada di pundaknya. Semua itu akan terlihat

25
kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas
keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Di
samping itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
oleh guru pada saat ini menjadi ukuran penting di samping kemampuan
utamanya dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas. Dengan
demikian, pada konteks sekarang ini, peran dan fungsi guru kian
berkembang sebagaimana dikemukakan oleh Isjoni (Dekan FKIP
Universitas Riau) sebagai berikut ini.

a. Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang


jelas, program kerja tersebut tidak hanya berupa program
rutin, misalnya menyiapkan seperangkat dokumen
pembelajaran seperti Program Semester, Satuan Pelajaran,
LKS, dan sebagainya. Akan tetapi guru harus
merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang
dilakukan berhasil maksimal, dan tentunya apa dan
bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah terprogram
secara baik;

b. Communicator, artinya guru harus mampu menjadi


komunikator yang baik dalam mensosialisasikan program-
programnya kepada rekan sekerjanya, masyarakat orang
tua siswa, para siswa, serta lembaga-lembaga terkait dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan.

c. Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan


pembaharuan dan pembaharuan dimaksud berkenaan
dengan pola pembelajaran, termasuk di dalamnya metode
mengajar, media pembelajaran, sistem dan alat evaluasi,
serta nurturant effect lainnya. Secara individu maupun
bersama-sama mampu untuk mengubah pola lama, yang
selama ini tidak memberikan hasil maksimal, dengan
mengubah kepada pola baru pembelajaran, maka akan
berdampak kepada hasil yang lebih maksimal;

26
d. Motivator, artinya guru memiliki motivasi untuk terus belajar
dan belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi
kepada anak didik untuk belajar dan terus belajar
sebagaimana dicontohkan oleh gurunya;

e. Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki


pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang
lebih mantap dan memadai sehinga mampu mengelola
proses pembelajaran secara efektif;

f. Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan


diri, dan tentunya mau pula menularkan kemampuan dan
keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang.
Guru harus haus akan menimba pengetahuan dan
keterampilan, serta peka terhadap perkembangan IPTEK,
misalnya mampu dan terampil mendayagunakan komputer,
internet, dan berbagai model pembelajaran multi media.

(Isjoni. http://www.pendidikan.us/guru _masa_depan.html)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru yang


ideal adalah guru yang mampu bertindak sebagai fasilitator;
komunikator, pelindung; pembimbing dan punya figur yang baik (disiplin,
loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi
yang diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar
bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan
keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas
yang konduktif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar;
menguasai materi, kelas, dan teknologi; punya sikap berciri khas "the
habits for highly effective people" dan "quantum teaching" serta
pendekatan humanis terhadap siswa. Guru menguasai komputer,
bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara
proporsional. Diberlakukan skema rewards dan penegakan disiplin yang
humanis terhadap guru dan karyawan.

27
Guru juga harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan para siswanya melalui pemahaman, keaktifan,
pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan mengembangkan
keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap kemandirian, perilaku
adaptif, koperatif, kompetitif dalam menghadapi tantangan, tuntutan
kehidupan sehari-hari. Secara efektif menunjukkan motivasi, percaya
diri serta mampu mandiri dan dapat bekerja sama. Selain itu guru masa
depan juga dapat menumbuhkembangkan sikap, disiplin, bertanggung
jawab, memiliki etika moral, dan memiliki sikap kepedulian yang tinggi,
dan memupuk kemampuan belajar mandiri anak didik, memberikan
penghargaan ataupun apresiasi terhadap siswa agar mereka bangga
akan sekolahnya dan terdidik juga untuk mau menghargai orang lain
baik pendapat maupun prestasinya. Kerendahan hati juga perlu dipupuk
agar tidak terlalu overmotivated sehingga menjadi congkak. Diberikan
pelatihan berpikir kritis dan strategi belajar dengan manajemen waktu
yang sesuai serta pelatihan cara mengendalikan emosi agar IQ, EQ dan
kedewasaan sosial siswa berimbang.

Selain itu, guru juga harus memiliki keterampilan dasar pembel-


ajaran, kualifikasi keilmuannya juga optimal, Penampilan di dalam kelas
maupun luar kelas tidak diragukan. Di sisi lain, guru harus pula memiliki
kebanggaan dengan profesinya, dan akan tetap setia menjunjung tinggi
kode etik profesinya.

Kinerja guru dari hari ke hari, minggu ke minggu dan tahun ke


tahun terus ditingkatkan. Guru harus punya komitmen untuk terus dan
terus belajar. Tanpa itu, maka guru akan kerdil dalam ilmu
pengetahuan, akan tetap tertinggal oleh akselerasi zaman yang
semakin melaju dan hampir tidak menentu. Apalagi pada kondisi kini
manusia dihadapkan kepada era global, semua serba cepat, serba
dinamis, dan serba kompetitif.

28
D. Tingkat Kesejahteraan Guru

Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu


hasil pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat di-
tentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta
didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian, posisi stra-
tegis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi
oleh kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya.

Ukuran kesejahteraan memang relatif dan sulit diukur hanya


dengan kecukupan materi belaka. Oleh sebab itu, Isjoni (2000) menge-
mukakan bahwa tingkat kesejahteraan seorang guru dapat dilihat melalui
indikator-indikator sebagai berikut.

1) Penghasilan setiap bulan mampu mencukupi kebutuhan pokok


keluarga sehari-hari secara tetap dan berkualitas.
2) Kebutuhan pendidikan keluarga dapat terpenuhi secara baik dan
optimal.
3) Memiliki kemampuan untuk mengembangkan pendidikan berke-
lanjutan serta mengembangkan diri secara profesional.
4) Memiliki kemampuan untuk mengembangkan komunikasi ke
berbagai arah sesuai dengan kapasitasnya, baik dengan meman-
faatkan teknologi maupun secara konvensional.
Penghasilan yang dimaksudkan bukan hanya penghasilan yang
diperoleh dari gaji guru (baik sebagai pegawai negeri ataupun sebagai
guru honorer/yayasan), melainkan juga penghasilan lain yang diperoleh
dari sumber lain. Pada konteks ini tidak tertutup kemungkinan seorang
guru memiliki pekerjaan tambahan lain di luar tugasnya sebagai guru di
sebuah sekolah. Bahkan, pada sejumlah kasus penghasilan seorang
guru sebagai tukang ojek lebih besar daripada gaji golongan III/C.
Penghasilan tambahan serupa ini sudah barang tentu akan menumbuh-
kan tingkat kesejahteraan keluarga sehingga keluarga guru tersebut akan
mampu meningkatkan taraf hidupnya, memberikan pendidikan kepada
anak-anaknya secara lebih baik, serta memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dirinya sendiri bagi kepentingan karirnya.

29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Teknik Penelitian

1. Metode Penelitian

Tujuan pokok penelitian ini adalah ingin mengungkapkan


hubungan antara tingkat kesejahteraan guru dengan konsistensi
kemampuan profesionalnya. Untuk mencapai tujuan tersebut di
samping melihat karakter permasalahan yang diteliti, maka penulis
menggunakan metode deskripsi-analisis yaitu suatu metode penelitian
mengenai status kelompok, manusia, suatu obyek, satu set kondisi
sistem pemikiran pada saat sekarang atau yang sedang terjadi,
tujuannya yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran, sistimatis dan
faktual.

Metode deskritif adalah suatu metode suatu metode penelitian


atas kelompok manusia, objek, set kondisi, sistem pemikiran, ataupun
peristiwa sekarang. Penelitian deskritif memberikan deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta serta hubungan fenomena yang diteliti (Arikunto,
1988:23).

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk


mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan
antara variabel satu dengan variabel yang lainnya (Sugiono, 2003:11).

Lebih lanjut, Amir Suyatna (2000:14) mengemukakan bahwa


penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif
semata serta tidak saling berhubungan, tidak menguji hipotesis, tidak
membuat ramalan, atau tidak mendapatkan makna implikasi.
Penelitian deskriptif ini bertujuan

30
a. mencari informasi faktual yang mendetail yang memerlukan gejala
yang ada;

b. mengidentifikasikan masalah-masalah atau untuk mendapatkan


justifikasi (penguatan) keadaan dan praktek-praktek yang sedang
berlangsung; dan

c. membuat komparasi dan evaluasi.

Untuk memperoleh data, penulis mempergunakan teknik


survey, studi dokumentasi dan angket dengan dukungan wawancara,
walaupun yang menjadi instrumen utama dan menjadi data yang
diolah adalah angket.

Pada tahap analisis penulis mengunakan pendekatan kuantita-


tif dengan berbagai perhitungan seperti tendensi sentral (mean,
median, modus) dan berbagai perhitungan yang lebih menjelaskan
pokok persoalan.

Masalah kesejahteraan dan kemampuan profesionall guru ada-


lah suatu fenomena sosial yang perlu dipahami, oleh sebab itu dalam
analisis ini juga didukung oleh analisis kualitatif, agar lebih jelas,
bermakna, dan mendalam, sebagaimana dikemukakan oleh
Mochamad Natsir yang menjelaskan bahwa: “Pendekatan kombinasi
kuantitatif dan kualitatif dalam analisis dapat memperkaya data dan
lebih memahami fenomena-fenomena sosial yang diteliti sehingga
dengan informasi kualitatif tersebut, gambaran tentang fenomena
sosial yang disajikan dalam tabel lebih semakin jelas, bermakna dan
semakin hidup”.

Metode dan teknik analisis data tersebut nampaknya cocok


dengan tujuan penelitian dan masalah yang akan dikaji karena
membahas masalah kondisi tertentu yang dalam hal ini adalah tingkat
kesejahteraan guru dalam hubungannya dengan kemampuan
profesional guru, yang pada tataran empiris diperlukan penangkapan
fenomena-fenomena yang bersifat kontekstual.

31
Fenomena-fenomena tersebut merupakan informasi tambahan
dan akan memperkuat data yang diperoleh oleh instrumen pokok
berbentuk angket.

2. Teknik Penelitian

Teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data


adalah sebagai berikut.

a. Wawancara yang digunakan untuk mengumpulkan data dan


informasi tentang ukuran sejahtera yang dialami guru-guru
serta masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
mereka sehari-hari di sekolah..

b. Angket yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara


menyediakan sejumlah pertanyaan dengan opsi pilihan
jawaban yang telah disediakan. Pemilihan teknik angket
tertutup ini untuk menghindari pembiasan informasi sehingga
pembahasan hasil penelitian tidak meluas.

c. Studi Literatur yang dilakukan untuk menggali pemahaman


teoritis tentang hal-hal yang berkaitan dengan kompetensi guru
serta tugas-tugas profesional guru.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Yang menjadi tempat/lokasi penelitian dalam penulisan ini adalah


SMP Negeri 2 Takokak, Kabupaten Cianjur. Alasan penelitian di tempat
ini, di samping alasan geografis yang akan memudahkan transportasi
dan komunikasi, juga merupakan tempat dinas penulis. Di samping itu,
pemilihan tempat penelitian ini secara empiris menarik karena aktivitas
yang terkait dengan topik dan variabel permasalahan perlu dikaji melalui
upaya penelitian.

Sedangkan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan tahapan-


tahapan kegiatan penelitian dan kesepakatan dengan pihak-pihak yang
lain yang dapat disebutkan sebagai berikut.

32
Tabel 3.1: Jadwal Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Waktu Kegiatan Jenis Kegiatan

1 Juli 2004 Penyusunan Perencanaan


Penelitian

2 Agustus 2004 Penyusunan Instrumen Penelitian

3 Agustus 2004 Pelaksanaan Penelitian

4 September 2004 Analisis Data Hasil Penelitian

5 Oktober – November Penyusunan Laporan Penelitian


2004

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah guru-guru mata pelajaran dan guru


bimbingan konseling SMP Negeri 2 Takokak, Kabupaten Cianjur yang
seluruhnya berjumlah 28 orang. Mengingat jumlah populasi di bawah 50
orang, maka seluruh populasi ini dijadikan sampel penelitian (sampel
populasi)

D. Instrumen Penelitian

1. Bentuk Instrumen

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tujuan pokok


penelitian ini adalah untuk mengungkapkan ada tidaknya hubungan
antara tingkat kesejahteraan dan pengembangan kemampuan
profesional guru. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini disusun dalam bentuk angket yang menggunakan skala
Likert.

Untuk memperoleh data tentang tingkat kesejahteraan guru,


responden dihadapkan kepada sejumlah pertanyaan positif atau
negatif pada kuesioner. Setiap pertanyaan merupakan penjabaran
dan satu indikator variabel yang mendapatkan skor penelitian. Setiap
pertanyaan diikuti oleh lima alternatif jawaban, yaitu Sangat Realistis

33
(SR), Realistis (R), Cukup Realistis (CR), Kurang Realistis (KR) dan
Tidak Realistis (TR). Dan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut

a. Untuk jawaban Sangat Realistis (SR) diberi skor 5

b. Untuk jawaban Realistis (R) diberi skor 4

c. Untuk jawaban Cukup Realistis (CR) diberi skor 3

d. Untuk jawaban Kurang Realistis (KR) diberi skor 2

e. Untuk jawaban Tidak Realistis (TR) diberi skor 1

Sedangkan untuk memperoleh data tentang pengembangan


kemampuan profesional guru, responden dihadapkan juga kepada
sejumlah pertanyaan positif atau negatif, setiap pertanyaan
merupakan penjabaran dan satu indikator variabel yang
mendapatkan skor penelitian. Setiap pertanyaan diikuti oleh lima
alternatif jawaban, yaitu Selalu (SL), Sering (S), Kadang-kadang
(KK), Jarang (JR) dan Tidak Pernah (TP). Adapun skor yang
diperoleh responden adalah sebagai berikut.

a. Untuk jawaban Selalu (SL) diberi skor 5

b. Untuk jawaban Sering (S) diberi skor 4

c. Untuk jawaban Kadang-kadang(KK) diberi skor 3

d. Untuk jawaban Jarang (J) diberi skor 2

e. Untuk jawaban Tidak pernah (TP) diberi skor 1

2. Prosedur Pengembangan Instrumen

Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengembangan


instrumen penelitian secara garis besarnya adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan definisi operasional setiap variabel penelitian


hingga masing-masing variabel memiliki batasan yang jelas
mengenai aspek dan sub aspek yang akan diukur serta
indikatornya masing-masing.

34
b. Menyusun penjabaran konsep yang akan dijadikan panduan
dalam penulisan butir-butir pertanyaan.

c. Merumuskan butir-butir pertanyaan sesuai dengan penjabaran


konsep instrumen penelitian yang telah ditetapkan.

3. Pengembangan Instrumen Penelitian

Secara global, instrumen penelitian disusun dalam bentuk


angket tertutup dengan kisi-kisi instrumen sebagai berikut.

Aspek yang
Variabel Indikator
Diamati

Tingkat a. Penghasilan 1) Menekuni pekerjaan


Kesejahteraan setiap bulan sampingan selama tidak
Guru cukup mengganggu tugas pokok.
2) Memperoleh penghasilan lebih
besar daripada gaji sebagai
pegawai negeri sipil.
3) Mengharapkan penghasilan
yang lebih besar dan tetap
setiap bulan.
4) Seluruh anggota keluarga
terpenuhi kebutuhan
pokoknya.
5) Pendidikan anak-anak dapat
berkembang sesuai dengan
kemampuannya.
6) Memiliki rumah sendiri dalam
bentuk dan ukuran relatif
ideal.
7) Memiliki sarana/fasilitas
hiburan sendiri yang relatif
memadai.
8) Memiliki fasilitas komunikasi
(telepon, hp) yang relatif
memadai.
9) Memiliki fasilitas transportasi
yang relatif memadai.
10) Memiliki sarana jaringan
komu-nikasi dengan
memanfaatkan tek-nologi

35
Aspek yang
Variabel Indikator
Diamati
informasi dan komunikasi (e-
mail, website, atau yang
lainnya).

b. Pendidikan ber- 11) Pendidikan minimal Anda


kelanjutan dan adalah S1.
selalu mengem-
12) Berkeinginan melanjutkan
bangkan diri
pen-didikan ke jenjang yang
lebih tinggi (S2 dan atau S3)
13) Selalu mengikuti
perkembangan ilmu
pengetahuan melalui ber-
bagai cara.
14) Rajin mengikuti seminar dan
sejenisnya dengan biaya
sendiri.
15) Memiliki perpustakaan sendiri
di rumah.
16) Selalu melengkapi
perpustakaan rumah dengan
buku-buku bermu-tu setiap
bulan.
17) Selalu tergoda untuk
melakukan penelitian.
18) Menulis dan membuat
karangan ilmiah dan
diterbitkan melalui penerbit
atau media massa.

c. Mengembangkan 19) Memiliki relasi seprofesi lebih


komunikasi ke dari 50 orang yang selalu
berbagai arah berhubungan secara aktif.
20) Memiliki relasi di luar profesi
guru dalam jumalh banyak
dan selalu berhubungan aktif.

Kinerja Guru d. Kemampuan me- 1) Membuat program tahunan


ngelola kegiatan dan program semester.
pembelajaran
2) Membuat silabus
pembelajaran.
3) Menyusun dan menyiapkan

36
Aspek yang
Variabel Indikator
Diamati
bahan ajar bagi siswa.
4) Melaksanakan pembelajaran
di kelas.
5) Mengelola pembelajaran
dengan memberikan motivasi
dan fasilitas (menjadi
fasilitator) kepada siswa.
6) Menyusun dan
mengembangkan alat
penilaian bagi proses dan
hasil belajar siswa.
7) Melakukan penilaian proses
dan hasil belajar siswa.
8) Menganalisis hasil belajar
siswa.
9) Membuat dan melaksanakan
program perbaikan.
10) Membuat dan melaksanakan
program pengayaan bagi
siswa.

e. Kemampuan pe- 11) Menguasai dan memahami


nguasaan wawasan kependidikan
penge-tahuan dengan baik.
12) Menguasai dan memahami
serta mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang
berhubungan langsung
dengan mata pelajaran yang
menjadi tugasnya.
13) Melakukan diskusi dengan
teman sejawat di sekolah
maupun di luar sekolah untuk
mengembangkan wawasan
keilmuan.
14) Aktif dalam kegiatan MGMP
atau yang sejenis.
15) Mendokumentasikan setiap
hal yang bersifat keilmuan
dalam file khusus.

37
Aspek yang
Variabel Indikator
Diamati

f. Penerapan di- 16) Datang ke sekolah tepat


siplin melaksana- waktu.
kan tugas
17) Masuk ke kelas tepat waktu.
18) Melaksanakan proses pembel-
ajaran sesuai dengan program
yang ditetapkan.
19) Melaksanakan penilaian
secara periodik dan
sistematis.
20) Melaporkan setiap hasil
pembel-ajaran siswa secara
berkala.

g. Kemampuan 21) Mempersiapkan kebutuhan


mengembangkan mengajar sendiri tanpa
kreativitas bantuan orang lain.
22) Menciptakan atau membuat
media pembelajaran sesuai
kebutuhan.
23) Menyusun buku atau diktat
pembelajaran bagi siswa.
24) Melakukan penelitian sesuai
bidang tugasnya.
25) Menyusun karya tulis ilmiah
baik hasil penelitian maupun
pemikiran sendiri.

E. Pengumpulan Data dan Analisis Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Langkah pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai


berikut.

a. Penulis menyampaikan angket pertama yang berkenaan


dengan data guru yang memiliki tugas sampingan di luar jam
tugas pokoknya.

38
b. Sampel yang ditetapkan kemudian diserahi angket penelitian
untuk diisi dan dikembalikan.

2. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini diarahkan pada pengujian


hipotesis yang diawali dengan deskripsi data penelitian dari kedua
variabel dalam bentuk distribusi frekuensi dan histogramnya serta
menentukan persamaan regresinya. Pengujian data penelitian
meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

a. Uji Normalitas

Karena statistik parametrik berlandaskan pada asumsi


bahwa data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, maka
penulis menggunakan uji normalitas untuk mengetahui apakah
data yang dihasilkan berdistribusi normal atau tidak, melalui uji
Liliefors dengan menentukan nilai Lo seperti rumus di bawah ini.

Lo = | F(z) – S(z) |

Hasil perhitungan tersebut lalu dibandingkan dengan nilai L1


dari tabel Liliefors jika Lo < L1, maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas dilakukan untuk menguji apakah data


yang dianalisis berasal dari populasi yang homogen atau tidak.
Dalam pengujian ini mengguna-kan uji Bearlet, dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.

χ2 = (ln lo { B – (∑ db log S12)}

Untuk taraf nyata α = 0.05 kemudian dibandingkan


dengan nilai pada tabel χ2. Jika χ2hitung < χ2tabel, maka sampel
berasal dari populasi homogen.

39
c. Uji Signifikansi dan Linieritas Regresi

Untuk memperoleh estimasi dan signifikan data yang


diperoleh dilakukan dengan analisis statistik univariate. Analisis
univariat ini dimaksud-kan untuk mendapatkan deskripsi tentang
masing-masing variabel, sedangkan analisis bivariate untuk
mengungkapkan signifikan kualitas hubungan dan korelasi dua
variabel.

Berdasarkan harga statistik yang diperoleh, dapat


disimpulkan erat tidaknya tingkat hubungan antara kedua variabel
termasuk besar kecilnya kontribusi antara variabel tersebut.

Untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel,


maka penulis menggunakan uji keberartian koefesieni Korelasi
(Uji-t) sebagai berikut:

r n−2
t=
1− r2
Harga t selanjutnya dibandingkan antara ttabel dengan taraf
signifikansi 0.05 dan (n-2). Apabila thitung > ttabel, maka koefesiensi
korelasi signifikan (berarti). Untuk mengetahui koefesien determi-
nasi variansi, variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas
melalui regresi linier adalah dengan mengkuadratkan nilai t.

Untuk menentukan koefesien korelasi parsial digunakan


rumus :

ry1 − {ry 2 x r12 }


ry12 = {1 − r }{1 − r }
y2
2
12
2

Regresi digunakan untuk memprediksikan seberapa jauh


nilai variabel dependen bila variabel independen diubah.

40
Sugiyono mengemukakan bahwa regresi digunakan untuk
menganalisis antara satu variabel dengan variabel yang lain
secara konseptual mempunyai hubungan kausal atau fungsional.

Uji signifikan regresi dilakukan dengan menggunakan


persamaan berikut.

JK(reg)
Fh =
JK(S)/(n − 2)

Harga Fhitung dibandingkan dengan Ftabel, apabila Fhitung >


Ftabel maka koefesien regresi signifikan dan pengujian linieritas
regresi harus dilakukakn dengan menggunakan persamaan:

JK(TC)/(k - 2)
Fh =
JK(G)/(n − k)

Kemudian hasil Fhitung dibandingkan dengan Ftabel dan


apabila Fhitung < Ftabel, maka koefesian regresi linier. Selanjutnya uji
signifikansi regresi ganda dilakukan dengan menggunakan
persamaan:

JK(reg)/2
Fh =
JK(S)/(n − 3)

Setelah Fhitung dikonsultasikan dengan Ftabel dan apabila


Fhitung > Ftabel, maka koefesien regresi ganda signifikan.

41
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian yang meliputi deskripsi data
ketiga variabel penelitian, pengujian persyaratan statistik, pengujian hipotesis
serta pembahasannya, dan keterbatasan penelitian. Prosedur pengolahan
data tersebut dapat diuraikan sebagaimana disajikan berikut ini.

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Data Kualitatif

a. Data tentang Kondisi Guru yang Memiliki Pekerjaan


Sampingan

Berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada responden,


diperoleh data kualitatif tentang kondisi kesejahteraan guru yang
memiliki pekerjaan sampingan di luar tugas pokoknya sebagai
berikut.

Tabel 4.1

Data Guru yang Memiliki Pekerjaan Sampingan

Jumlah
Pemilih
Aspek yang Diamati Indikator yang
Menyatakan
Ya

a. Penghasilan 1) Menekuni pekerjaan 21


setiap bulan sampingan selama tidak
cukup mengganggu tugas pokok.

2) Memperoleh penghasilan 11
lebih besar daripada gaji
sebagai pegawai negeri
sipil.

3) Mengharapkan penghasilan 28
yang lebih besar dan tetap
setiap bulan.

42
Jumlah
Pemilih
Aspek yang Diamati Indikator yang
Menyatakan
Ya

4) Seluruh anggota keluarga 19


terpenuhi kebutuhan
pokoknya.

5) Pendidikan anak-anak dapat 16


berkembang sesuai dengan
kemampuannya.

6) Memiliki rumah sendiri 20


dalam bentuk dan ukuran
relatif ideal.

7) Memiliki sarana/fasilitas 27
hiburan sendiri yang relatif
memadai.

8) Memiliki fasilitas komunikasi 21


(telepon, hp) yang relatif
memadai.

9) Memiliki fasilitas 14
transportasi yang relatif
memadai.

b. Pendidikan ber- 10) Pendidikan minimal Anda 26


kelanjutan dan adalah S1.
selalu mengem-
bangkan diri 11) Berkeinginan melanjutkan 26
pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi (S2 dan atau S3)

12) Selalu mengikuti 24


perkembangan ilmu
pengetahuan melalui ber-
bagai cara.

13) Rajin mengikuti seminar dan 12


sejenisnya dengan biaya
sendiri.

14) Memiliki perpustakaan 4


sendiri di rumah.

43
Jumlah
Pemilih
Aspek yang Diamati Indikator yang
Menyatakan
Ya

15) Selalu melengkapi 3


perpustakaan rumah
dengan buku-buku bermu-tu
setiap bulan.

16) Selalu tergoda untuk 10


melakukan penelitian.

17) Menulis dan membuat 2


karangan ilmiah dan
diterbitkan melalui penerbit
atau media massa.

c. Mengembangkan 18) Memiliki relasi seprofesi 14


komunikasi ke lebih dari 50 orang yang
berbagai arah selalu berhu-bungan secara
aktif.

19) Memiliki relasi di luar profesi 17


guru dalam jumlah banyak
dan selalu berhubungan
aktif.

JUMLAH 315

Rata-rata 16,58

Persentase 59,21 %

Berdasarkan data yang diperoleh di atas dapat dilihat


bahwa jumlah guru yang memiliki pekerjaan sampingan di luar
tugas pokoknya memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif baik
dibandingkan dengan guru pada umumnya. Fakta ini didukung oleh
angka rata-rata yang mencapai 16,58 orang dari 28 sampel yang
dipilih, atau sebesar 59,21 %. Guru-guru ini memiliki fasilitas yang
lebih lengkap dalam mendukung aktivitasnya baik di dalam
maupun di luar sekolah. Kebutuhan-kebutuhan pokok keluarga
dapat terpenuhi, berlatar pendidikan minimal S1 dan berkeinginan

44
untuk melanjutkan ke jenjang S2, serta selalu mengikuti
perkembangan pengetahuan melalui berbagai cara.

Di sisi lain, guru-guru yang memiliki pekerjaan sampingan


di luar tugas pokoknya memiliki hubungan relasi dengan lingkung-
an di luar profesinya. Hal ini akan semakin memperluas cakrawala
pengetahuannya serta pengembangan usahanya yang akan
berdampak pada peningkatan penghasilannya.

b. Data tentang Aktivitas Guru yang Memiliki Pekerjaan


Sampingan di Sekolah

Berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada responden,


diperoleh data kualitatif tentang aktivitas guru yang memiliki
pekerjaan sampingan di luar tugas pokoknya di sekolah sebagai
berikut.

Tabel 4.2

Data Aktivitas Guru yang Memiliki Pekerjaan Sampingan di Sekolah

Jumlah
Pemilih
Aspek yang
Indikator yang
Diamati
Menyatakan
Ya

a) Kemampuan 1) Membuat program tahunan dan 28


mengelola program semester.
kegiatan
pembelajara 2) Membuat silabus pembelajaran. 28
n
3) Menyusun dan menyiapkan 28
bahan ajar bagi siswa.

4) Melaksanakan pembelajaran di 28
kelas.

5) Mengelola pembelajaran dengan 28


memberikan motivasi dan
fasilitas (menjadi fasilitator)
kepada siswa.

45
Jumlah
Pemilih
Aspek yang
Indikator yang
Diamati
Menyatakan
Ya

6) Menyusun dan mengembangkan 26


alat penilaian bagi proses dan
hasil belajar siswa.

7) Melakukan penilaian proses dan 26


hasil belajar siswa.

8) Menganalisis hasil belajar siswa. 24

9) Membuat dan melaksanakan 22


program perbaikan.

10) Membuat dan melaksanakan 12


program pengayaan bagi siswa.

b) Kemampuan 11) Menguasai dan memahami 20


penguasaan wawasan kependidikan dengan
pengetahuan baik.

12) Menguasai dan memahami serta 28


mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang berhubungan
langsung dengan mata pelajaran
yang menjadi tugasnya.

13) Melakukan diskusi dengan 24


teman sejawat di sekolah
maupun di luar sekolah untuk
mengembangkan wawasan
keilmuan.

14) Aktif dalam kegiatan MGMP atau 13


yang sejenis.

15) Mendokumentasikan setiap hal 11


yang bersifat keilmuan dalam file
khusus.

c) Penerapan 16) Datang ke sekolah tepat waktu. 28


disiplin
melaksana- 17) Masuk ke kelas tepat waktu. 23

46
Jumlah
Pemilih
Aspek yang
Indikator yang
Diamati
Menyatakan
Ya

kan tugas
18) Melaksanakan proses 23
pembelajaran sesuai dengan
program yang ditetapkan.

19) Melaksanakan penilaian secara 28


periodik dan sistematis.

20) Melaporkan setiap hasil 27


pembelajaran siswa secara
berkala.

d) Kemampuan 21) Mempersiapkan kebutuhan 27


mengemban mengajar sendiri tanpa bantuan
gkan orang lain.
kreativitas
22) Menciptakan atau membuat 16
media pembelajaran sesuai
kebutuhan.

23) Menyusun buku atau diktat 6


pembel-ajaran bagi siswa.

24) Melakukan penelitian sesuai 11


bidang tugasnya.

25) Menyusun karya tulis ilmiah baik 7


hasil penelitian maupun
pemikiran sendiri.

JUMLAH 542

RATA-RATA 21,68

PERSENTASE 77,43 %

Data di atas menunjukkan bahwa guru yang memiliki


pekerjaan lain di luar tugas pokoknya tetap memiliki aktivitas yang
tinggi di sekolahnya. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah rata-rata
responden yang menyatakan YA sebanyak 21,68 orang dari 28
responden, atau sebesar 77,43 %. Angka persentase ini sangat

47
tinggi apabila dikaitkan dengan aktivitas mereka yang lebih tinggi
dibandingkan dengan guru-guru lain.

Guru-guru yang memiliki aktivitas sampingan ini tetap


mampu mengelola pembelakaran lebih baik, mengembangkan
wawasan keilmuan lebih baik, melaksanakan tugas dengan disiplin
yang juga lebih baik, serta memiliki peluang pengembangan
kreativitas yang lebih baik pula.

2. Data Kuantitatif

Seluruh data hasil penelitian yang berhasil dikumpulkan


diperiksa dan ditelaah secara cermat untuk diolah dengan tabulasi.
Mengingat data yang diperoleh relatif banyak, maka data tersebut
diolah terlebih dahulu dengan membuat interval yang menggunakan
ketentuan Struges, yakni

1) menentukan rentang yang diperoleh dari selisih antara data


terbesar dan data terkecil;

2) menentukan banyaknya kelas yang diperoleh dengan menghitung


1 – 3,33 log n;

3) menentukan panjang kelas (p) dengan cara membagi rentang


dengan panjang kelas.

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi data, dihitung ukuran


tendensi sentral yang meliputi rata-rata hitung, standar deviasi, modus,
median, dan tendensi penyebaran. Keseluruhan data tersebut dapat
disajikan sebagai berikut ini.

a. Data tentang Kinerja Guru

Data penelitian tentang kinerja guru yang berhasil


dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian memiliki
rentang skor teoritis antara 25 sampai dengan 125. Rentang skor
teoritis ini diperoleh dari jumlah item yang terdapat dalam
instrumen penelitian sebanyak 25 item yang disusun berdasarkan
skala Likert, yakni:

48
1) untuk jawaban Selalu (SL) diberi skor 5;

2) untuk jawaban Sering (S) diberi skor diberi skor 4;

3) untuk jawaban Kadang-kadang (K) diberi skor 3;

4) untuk jawaban Jarang (J) diberi skor diberi skor 2; dan

5) untuk jawaban Tidak pernah (TP) diberi skor 1.

Berdasarkan data penelitian, skor empiris yang diperoleh


adalah 72 – 113 dengan rentang 93. Skor rata-rata kinerja guru
yang diperoleh adalah 92,96 dengan standar deviasi sebesar 10,72
dan modus sebesar 93 serta median 93. Banyak kelas yang
diambil adalah 7 dan panjang kelasnya adalah 6.

Data tersebut selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut


ini.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Kinerja Guru (Y)

Frekuensi Frekuensi Frekuensi


No Interval Kelas
Absolut Relatif (%) Kumulatif

1 72 - 78 2 7,143 7,143

2 79 - 85 4 14,286 21,429

3 86 - 92 7 25,000 46,429

4 93 - 99 8 28,571 75,000

5 100 - 106 4 14,286 89,286

6 107 - 113 3 10,714 100,000

JUMLAH 28 100 100

Agar lebih jelas, penyajian data di atas ditampilkan dalam


bentuk histogram sebagai berikut.

49
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
74,5 81,5 88,5 95,5 102,5 109,5

Gambar 4.1: Histogram sebaran data variabel Kinerja Guru

Berdasarkan skor teoritis yang dikemukakan di atas, bahwa


skor terendah adalah 72 dan skor teringgi adalah 113, maka diperoleh
nilai tengah teoritis yaitu 62,5 dan nilai tengah empiris adalah 93.
Dengan demikian, data tersebut menunjukkan bahwa kinerja guru
memiliki kategori baik karena di atas rata-rata nilai tengah 62,5.

b. Data tentang Tingkat Kesejahteraan Guru

Data penelitian tentang tingkat kesejahteraan guru yang


berhasil dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian
memiliki rentang skor teoritis antara 19 sampai dengan 95. Rentang
skor teoritis ini diperoleh dari jumlah item yang terdapat dalam
instrumen penelitian sebanyak 19 item yang disusun berdasarkan
skala Likert, yakni:

1) Untuk jawaban Sangat Realistis (SR) diberi skor 5

2) Untuk jawaban Realistis (R) diberi skor 4

3) Untuk jawaban Cukup Realistis (CR) diberi skor 3

4) Untuk jawaban Kurang Realistis (KR) diberi skor 2

5) Untuk jawaban Tidak Realistis (TR) diberi skor 1

Berdasarkan data penelitian, skor empiris yang diperoleh


adalah 43 – 77 dengan rentang 34. Skor rata-rata tingkat kesejahtera-

50
an guru yang diperoleh adalah 60,68 dengan standar deviasi sebesar
8,27 dan modus sebesar 63 serta median 61,5. Banyak kelas yang
diambil adalah 7 dan panjang kelasnya adalah 5.

Data tersebut selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Tingkat Kesejahteraan Guru (X)

Frekuensi Frekuensi Frekuensi


No Interval Kelas
Absolut Relatif (%) Kumulatif

1 43 - 49 3 10,714 10,714

2 50 - 56 6 21,429 32,143

3 57 - 63 9 32,142 64,185

4 64 - 70 6 21,429 85,614

5 71 - 77 4 14,286 100,000

JUMLAH 28 100 100

Agar lebih jelas, penyajian data di atas ditampilkan dalam


bentuk histogram sebagai berikut.

10

0
45,5 52,5 59,5 66,5 73,5

Gambar 4.2: Histogram dan kurva normal sebaran data variabel


tingkat kesejahteraan guru

51
Berdasarkan skor teoritis yang dikemukakan di atas, bahwa
skor terendah adalah 43 dan skor tertinggi adalah 77, maka diperoleh
nilai tengah teoritis yaitu 42.5 dan nilai tengah empiris adalah 61,5.
Dengan demikian, data tersebut menunjukkan bahwa kinerja guru
memiliki kategori baik karena di atas rata-rata nilai tengah 42,5.

B. Pengujian Persyaratan Analisis Statistik

Persyaratan analisis statistik dilakukan sebelum melakukan


pengujian hipotesis. Persyaratan yang dimaksud meliputi (1) data berasal
dari sampel dengan pasangan X dan Y yang diambil secara acak, (2)
setiap kelompok data memiliki harga prediktor X dan respon Y harus
bersifat independen dan berdistribusi normal, (3) untuk setiap kelompok
harga X memiliki varians yang homogen dan galat taksiran (Y – Y)
bersidtribusi normal, dan garis persamaan regresi berbentuk linier dan
memiliki signifikansi regresi.

1. Uji Normalitas Data

Untuk mengetahui normalitas data, digunakan uji normalitas


data dengan menggunakan uji Lilifors dan uji linearitas dengan teknik
uji linearitas sederhana. Sementara itu, uji taksiran galat Y atas X
dimaksudkan untuk mengetahui apakah galat taksiran regresi Y atas X
berdistribusi normal ataukah tidak. Kriteria pengujian ini adalah apabila
F(Z1) – S(Z1) terbesar diseimbangkan dengan LO < Ltabel pada taraf
signifikansi 0,05. Jika persyaratan tersebut terpenuhi maka sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Untuk menguji galat taksiran Y atas X digunakan rumus Lilifors.


Dari hasil perhitungan diperoleh nilai LO = 0,07216 dengan n = 28,
pada taraf signifikansi 5 % diperoleh Lhitung = 0,0223. Karena L1 < LO
(0,0223 < 0,07216) maka dapat disimpulkan bahwa populasi
dinyatakan berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varian dimaksudkan untuk mengetahui


homogenitas varian antara kelompok-kelompok atas persamaan X. Uji

52
homogenitas varians ini dilaksanakan dengan uji Bartlet yang
menggunakan uji Chi Kuadrat. Kriteria yang digunakan adalah Ho
diterima jika χ2hitung < χ2tabel pada taraf signifikansi 0,05.

Proses pengujian yang ditempuh adalah dengan cara


mengelompokkan data Y berdasarkan kesamaan data X1, kemudian
menghitung χ2hitung.

Berdasarkan hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas


varian Kinerja Guru (Y) atas Tingkat Kesejahteraan Guru (X) diperoleh
hasil χ2hitung = 8,643 yang berarti lebih kecil daripada χ2tabel = 48,6
untuk ∂ 0,05 dengan dk 20, sehingga Ho diterima. Atas dasar
perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa varian Y atas X adalah
homogen.

C. Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa diduga terdapat


hubungan positif antara kinerja guru (Y) dan tingkat kesejahteraan guru
(X). Hubungan ini ditunjukkan dengan persamaan regresi Ŷ = a + bX di
Sy
mana harga b = r dan a = Y – bX. Persamaan regresi yang diperoleh
Sx

adalah Ŷ = 23,8947 + 0,386X1 dari harga JK di atas disusun dalam daftar


analisis varian (ANAVA) sebagai berikut ini.

Tabel 4.5

Analisis Varians untuk Regresi Linier Y dan X

Ŷ = 0,492 + 0,0187X

Ftabel Ftabel
Sumber
dk JK RJK Fhitung α= α=
Varians
0,05 0,01

Total 28 3104,964 - - -
Koefisien 1 1062,667 - - -
(a)

Regresi 1 197,403 197,403

53
Ftabel Ftabel
Sumber
dk JK RJK Fhitung α= α=
Varians
0,05 0,01
(b/a) 26,3807** 3,67 7,19
27 2907,561 14,7291
Sisa

Tuna Cocok 13 1011,820 14,7291

Galat 14 1275,842 14,7291


0,9698 1,67 2,06
Keterangan:

** : Regresi sangat signifikan (Fhitung = 26,3807 > Ftabel = 3,67)

dk : derajat kebebasan

JK : jumlah kuadrat

RJK : Rata-rata jumlah kuadrat

Fhitung : Nilai F yang diperoleh dari hasil perhitungan

Ftabel : Nilai F berdasatkan tabel

Berdasarkan hasil uji signifikansi dan linearitas di atas


menunjukkan bahwa harga Fh regresi diperoleh sebesar 26,3807
sedangkan harga Ftabel dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut 26 pada
taraf signifikansi 0,05 adalah 3,67. Atas dasar hal tersebut ternyata harga
Fhitung regresi lebih besar daripada harga Ftabel sehingga dapat disimpulkan
bahwa koefisien regresi Y atas X sangat berarti pada taraf signifikansi
0,05.

Harga F tuna cocok hasil perhitungan diperoleh sebesar 0,9698


sedangkan Ftabel dengan dk pembilang 13 dan dk penyebut 14 adalah 1,67
sehingga Fhitung lebih kecil daripada Ftabel. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Y terhadap X adalah linier.

54
Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan
skor tingkat kesejahteraan guru akan menyebabkan kenaikan kinerja guru
sebesar 0,0187 pada konstanta 0,492.

Kekuatan hubungan antara tingkat kesejahteraan guru (X) dan


kinerja guru (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,994. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari penjabaran pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6

Uji signifikansi Koefisien Korelasi antara Tingkat


Kesejahteraan Guru (X) dan Kinerja guru (Y)

ttabel
Korelasi Koefisien Koefisien
thitung
antara Korelasi Determinasi
α = 0,05 α = 0,01

X dan Y 0,994 0,41 4,853** 1,23 1,97


** Koefisien korelasi sangat signifikan (thitung : 4,853 > ttabel : 1,97)

Harga thitung yang diperoleh adalah 4,853 sedangkan dari tabel


distribusi student ”t” dengan dk 27 pada taraf signifikansi 0,05 diperoleh harga
ttabel sebesar 1,23. Oleh karena thitung jauh lebih besar daripada ttabel, maka
dapat disimpulkan bahwa variansi variabel Y dapat dijelaskan oleh X sebesar
41 %.

Berdasarkan uji signifikansi koefisien tersebut, dapat disimpulkan


bahwa koefisien antara tingkat kesejahteraan guru (X) dengan kinerja guru (Y)
sebesar 0,99 adalah sangat signifikan. Dengan demikian, terdapat hubungan
positif antara tingkat kesejahteraan guru (X) dan kinerja guru (Y), atau dengan
kata lain, makin tinggi tingkat kesejahteraan guru akan semakin tinggi pula
kemampuan kinerja guru.

55
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian terhadap guru-guru ini bertujuan untuk mengetahui


variabel-variabel determinan yang berpengaruh terhadap kemampuan
kinerja guru, khususnya yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan
guru. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari responden
sebanyak 28 orang, kemudian diolah dengan menggunakan teknik
regresi dan korelasi diperoleh kesimpulan sebagai berikut ini.

Pertama, dari jumlah responden 28 orang, ternyata 59,21 % guru


yang memiliki pekerjaan sampingan di luar tugasnya mengajar memiliki
tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Mereka memiliki rumah sendiri,
memiliki fasilitas-fasilitas hiburan yang baik dan memadai, memiliki
fasilitas komunikasi yang memadai seperti memiliki hand-phone, dan
beberapa di antaranya memiliki sambungan telepon sendiri di rumah.
Guru-guru yang memiliki pekerjaan sampingan ini pun memiliki sarana
transportasi sendiri (sepeda motor) yang dapat memudahkan mereka
dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya. Dengan kata lain, guru-guru
yang memiliki pekerjaan sampingan ini memiliki tingkat kesejahteraan
yang lebih baik dibandingkan dengan guru-guru lainnya.

Kedua, guru-guru yang memiliki pekerjaan sampingan di luar


tugas pokoknya ini ternyata memiliki aktivitas yang tinggi pula di sekolah.
Angka 77,43 % dari jumlah responden 28 orang menunjukkan jumlah
yang signifikan. Mereka tetap melaksanakan tugas yang seharusnya
dibuat dan dilaksanakan oleh guru, mereka tetap menjalankan kegiatan
pokoknya dengan disiplin yang baik. Lebih dari itu, guru-guru yang
memiliki pekerjaan sampingan ini ternyata memiliki latar belakang
pendidikan minimal Strata 1, dan tetap mengembangkan wawasan
pengetahuannya melalui berbagai cara.

56
Ketiga, terdapat hubungan yang positif antara tingkat
kesejahtera-an guru dan kemampuan kinerja guru. Pengertian yang
terkandung dalam kesimpulan ini adalah semakin tinggi tingkat
kesejahteraan guru maka makin tinggi pula intensitas kemampuan kinerja
guru.

Koefisien korelasi kedua variabel (ry1) sebesar 0,994 dan


koefisien determinasi (rxy1) sebesar 0,41 mengandung makna bahwa
secara terpisah proporsi varian tingkat kesejahteraan guru terhadap
kemampuan profesional guru sebesar 41 %. Persamaan regresi yang
menunjukkan hubungan kedua variabel, yakni Ŷ = 0,492 + 0,0187X.
Berdasarkan hasil pengujian. Model regresi tersebut signifikan dan linier.

Dengan demikian, dari setiap perubahan skor tingkat


kesejahteraan guru akan diikuti oleh peningkatan kemampuan
profesional guru 0,41 unit pada arah yang sama dengan konstanta
(intercept) sebesar 14,7291.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dikaitkan dengan


tujuan penelitian serta tuntutan perkembangan kompetensi standar bagi
tenaga kependidikan, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai
berikut.

Pertama, tingkat kesejahteraan guru sebagai manusia memang


menjadi sorotan utama dalam berbagai kesempatan dan forum. Tingkat
kesejahteraan ini diukur dengan terpenuhinya segala kebutuhan pokok
dalam keluarga sehingga guru dapat melaksanakan tugasnya dengan
penuh perhatian dan tanggung jawab. Guru-guru yang memiliki
pekerjaan sampingan di luar jam mengajarnya di sekolah hendaknya
dapat mempertahankan eksistensi dirinya sebagai sosok guru yang
dinamis, inovatif, dan kreatif selama pemerintah belum mampu
memenuhi standar penggajian guru yang diharapkan.

Kedua, pihak sekolah dengan bantuan komite sekolah


hendaknya mampu memikirkan upaya pemandirian ekonomi sekolah

57
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru-guru. Pemandirian
ekonomi sekolah ini selayaknya tidak selalu bergantung kepada orang
tua siswa, tetapi mampu mengembangkan jenis usaha yang berkaitan
erat dengan pendidikan ke jalur-jalur lain di luar lingkungan sekolah. Unit
produksi yang berkaitan erat dengan hajat masyarakat banyak agaknya
dapat dijadikan pilihan yang menarik bagi pengembangan ekonomi
sekolah. Wilayah kecamatan Takokak merupakan wilayah yang strategis
karena berada di antara dua kabupaten yang memiliki potensi
perkembangan yang baik, yakni kabupaten Cianjur dan kabupaten
Sukabumi. Oleh karena itu, jenis unit produksi yang dapat dikembangkan
adalah koperasi primer yang dapat membuka kesempatan usaha secara
luas bagi guru serta masyarakat yang berada di seputar sekolah.

Ketiga, Dinas Pendidikan tingkat kabupaten maupun propinsi


sebaiknya memberikan kebijakan khusus bagi pengembangan
kompetensi guru serta proses kemandirian sekolah. Sekolah jangan
selalu disudutkan oleh tuntutan masyarakat yang tidak realistis, seperti
pembebasan iuran sekolah, penghentian penjualan buku (melalui
koperasi sekolah), dan sebagainya, yang pada akhirnya akan semakin
melemahkan daya juang guru-guru dalam mendidik anak-anak akibat
semakin tidak sebandingnya daya beli guru-guru dengan kondisi harga-
harga kebutuhan pokok yang kian meroket.

Keempat, penelitian ini masih sangat terbatas dan dalam ruang


yang terlalu luas. Oleh karena itu, diharapkan ada pihak-pihak lain yang
dapat menemukan variabel-variabel determinan yang dapat
mengungkap-kan hubungan tingkat kesejahteraan guru dengan
pengembangan kemampuan kinerja guru secara lebih spesifik lagi.

58
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dharma. 2002. Kerangka Kerja Kompetensi Bagi Guru www.eddept.


wa.edu.au/centoff/cpr/publications.htm

Anglin. G.J. 1995. Instructional Technology. Past Present and Future.


Englewood: Libraries Unlimited. Inc.

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:


Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas. 2003. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Untuk Tenaga


Kependidikan Jakarta: Subdit Standarisasi

Didi Teguh Chandra. 2004. Selayang Pandang Pendidikan Teknologi Dasar


(Basic Technology Education) pada Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) di Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia

Gary Martin, alih bahasa Vitriyani Pryadarsina, Budyanto Lestyana, Yuliana


Kristiyani dan Theresia Kristianty. 2001. Kerangka Kerja
Kompetensi Guru, www.eddept.wa.edu.au/centoff/cpr/publicati-
ons.htm

Houston. W.R. et al. 1988. Touch the Future Teach! St. Paul: West Publishing
Company.

Isjoni, 1999. Kinerja Guru. FKIP Universitas Riau

Pannen. P.dkk. 1999 Cakrawala Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Purwanto. 2000. Difusi Inovasi. Jakarta: STIA LAN Press.

Rusmin. 2000. Kompetensi Guru Menyongsong Kurikulum Berbasis


Kompetensi. http://www.indomedia.com/bpost/042003/22/opini/
opini1.htm

Sukadinata, Prof. Dr. Nana Syaodih, (1997) Pengembangan Kurikulum,


Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

59
Suryadi,A. 1998. Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Pendidikan.
Jurnal Pendidikan MIMBAR PENDIDIKAN. No. 4 Th. XVII. IKIP
Bandung.

Tangyong, Agus F. 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan.


Jakarta: MPPK di Indonesia

Tilaar, HAR. 2000. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani


Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya

60

Anda mungkin juga menyukai