Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KELOMPOK

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA

KEMATIAN DAN BERDUKA

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ennimay S.Kep, M.Kep

KELOMPOK 5 :

MUHAMMAD FIKRI ( 19031017 )


MUHAMMAD FARID ( 19031023 )
ARDIANSYAH ( 19031005 )
PIPIT YULIANI ( 19031011 )
LIZA ERMITA (19031029)
WIDYA APRILIA NINGSIH ( 19031035 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH PEKANBARU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Psikososial dan Budaya terkait
tentang “ KEMATIAN DAN BERDUKA ”

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Psikososial dan Budaya.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Semoga apa yang dituangkan dalam
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya teman-teman yang
membaca. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 10 Oktober 2020

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................

1.3 Tujuan ................................................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kematian ..............................................................................................

2.2 Definisi Berduka ................................................................................................

2.3 Teori Dari Proses Berduka ..............................................................................

BAB III PEMBAHASAN KASUS

3.1 Skenario Kasus ..................................................................................................

3.2 Pembahasan Kasus ...........................................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Kematian (death)
merupakan kondisi dimana secara klinis terjadi hentinya pernafasan, nadi dan tekanan darah
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal serta ditandai adanya aktivitas listrik otak
terhenti, atau juga dapat dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.

Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional


yang normal. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada setiap individu
berdasarkan pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Intensitas dan durasi respon berduka bergantung kepada persepsi kehilangan, usia, keyakinan
agama, perubahan kehilangan yang dibawa ke dalam kehidupannya, kemampuan personal
untuk mengatasi kehilangan dan system pendukung yang ada (Sanders, 1998 dalam Bobak,
2005).

Duka cita atau berduka dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-
ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku
seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian
dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu: menolak (denial), marah (anger), tawar
menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita
terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi Ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian kematian dan dampaknya?
2. Apa pengertian berduka dan dampaknya?
1.3 Tujuan
1. Agar dapat memahami arti kematian dan ddampaknya
2. Agar dapat memahami arti berduka dan dampaknya
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kematian

Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh maanusia. Pemahaman akan
kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain
pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan
lingkungan social budaya.
Kematian adalah kematian otak yang terjadi jika pusat otak tertinggi yaitu koerteks
serebral mengalami kerusakan permanen. Dalam kasus ini, ada aktivitas jantung, kehilangan
fungsi otak permanen, dimanifestasikan secara klinis dengan tidak ada respon terarah
terhadap stimulus eksternal, tidak ada refleks sefalik, apnea, dan electrogram isoelektrik
minimal 30 menit tanpa hipotermia dan keracunan oleh depresan system saraf pusat
(Stedman, 2000)
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik
bagi setiap individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup
yang diperlukan (Kozier, 2010) kebudayaan Jawa yang menjadi latar tumbuh kembang anak
menjadi penting untuk diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman
anak usia sekolah dan pra remaja tentang kematian dengan mengacu pada tujuh subkonsep
kematian, yakni irreversibility, cessation, inevitability, universability, causality,
unpredictability, dan personal mortality (Slaughter, 2003).

2.2 Definisi Berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-
lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang. Hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.3 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
 Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

 Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas,
atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaphoresis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami


putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba
terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena


kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhdapa almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
 Fase V

Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

 Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

 Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
 Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang
akan lebih sensitive sehingga mudah sekali tersingggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan manifestasi
dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
 Penawaran (Bergaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendpat orang lain.
 Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
 Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi social berlanjut. Kubler-Ross mendefiniskan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghdapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang


tumpeng tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 kategori:

a. Penghindaran.
b. Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
c. Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan dan kedukaan paling dalam dan dirasakan paling akut.

5. Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
Kembali secara emosional dan social dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Skenario Kasus

Selamat Jalan Suamiku Tercinta

Seorang wanita yang berumur 36 tahun, terlihat meneteskan air matanya, waktu
ditanya oleh seorang perawat, dia menjawab bahwa dia baru saja mengalami kehilangan
orang yang terdekat yaitu suaminya yang dulu selalu menemaninya, dia juga mengatakan dan
menyangkal ini terjadi dengan berkata “saya tidak percaya ini terjadi, ini tidak mungkin”,
wanita tersebut sambal bercerita ssambil meneteskan airmata, wanita tersebut tampak gelisah,
detak jantung cepat. Perawat tersebut mendengarkan dengan bai kapa yang diceritakan wanita
tersebut, setelah wanita tersebut bercerita, perawat itu menjelaskan bahwa ini adalah
kehendaak Allah SWT dan harus sabar menerima kejadian ini dan menyarankan wanita
tersebut berdo’a sesuai dengan ajaran islam yang dianutnya.

3.2 Pembahasan Kasus

1. Definisi Berduka

Berduka merupakan reaksi emosional yang mencakup perasaan didalam dan reaksi
keluar orang yang ditinggalkan. Nama lain dari kehilangan adalah berkabung, diwujudkan
dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman
pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.

 Peran perawat pada keluarga yang berduka


Peran perawat pada keluarga yang berduka antara lain:
 Tahap pengingkaran
Ketika keluarga individu yang mengalami kehilangan akan menjadi syok, tidak
percaya, tidak mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar
terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis
terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan.
 Tahap marah
Tahap ini individu menolak kehilangan. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak
jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak
pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respon fisik yang
sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal, dan seterusnya.
 Tawar-menawar
Tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadi akibat kehilangan dan
dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah-
olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan
tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
 Tahap depresi
Tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap
sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga,
bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain
menolak makan, susah tidur, letih turunnya dorongan libido (keinginan atau hasrat).
 Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran ini selalu
berpusat [pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang kedepan.
Gabaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap
dan berupaya mendapatkan objek yang baru sebagai penguatnya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,


mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
kategori kehilangan, yaitu: kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang
sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri,
dan kehilangan kehidupan/meninggal.

Ellizabeth Kubler-rose membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu: pengikiran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita, dkk. 2013. Buku Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta :
Salemba Medika.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai