KELOMPOK 5 :
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Psikososial dan Budaya terkait
tentang “ KEMATIAN DAN BERDUKA ”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Psikososial dan Budaya.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Semoga apa yang dituangkan dalam
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya teman-teman yang
membaca. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
PENDAHULUAN
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Kematian (death)
merupakan kondisi dimana secara klinis terjadi hentinya pernafasan, nadi dan tekanan darah
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal serta ditandai adanya aktivitas listrik otak
terhenti, atau juga dapat dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.
Duka cita atau berduka dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-
ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku
seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian
dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu: menolak (denial), marah (anger), tawar
menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita
terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi Ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu.
LANDASAN TEORI
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh maanusia. Pemahaman akan
kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain
pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan
lingkungan social budaya.
Kematian adalah kematian otak yang terjadi jika pusat otak tertinggi yaitu koerteks
serebral mengalami kerusakan permanen. Dalam kasus ini, ada aktivitas jantung, kehilangan
fungsi otak permanen, dimanifestasikan secara klinis dengan tidak ada respon terarah
terhadap stimulus eksternal, tidak ada refleks sefalik, apnea, dan electrogram isoelektrik
minimal 30 menit tanpa hipotermia dan keracunan oleh depresan system saraf pusat
(Stedman, 2000)
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik
bagi setiap individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup
yang diperlukan (Kozier, 2010) kebudayaan Jawa yang menjadi latar tumbuh kembang anak
menjadi penting untuk diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman
anak usia sekolah dan pra remaja tentang kematian dengan mengacu pada tujuh subkonsep
kematian, yakni irreversibility, cessation, inevitability, universability, causality,
unpredictability, dan personal mortality (Slaughter, 2003).
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas,
atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaphoresis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhdapa almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang
akan lebih sensitive sehingga mudah sekali tersingggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan manifestasi
dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
Penawaran (Bergaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendpat orang lain.
Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi social berlanjut. Kubler-Ross mendefiniskan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghdapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
4. Teori Rando
a. Penghindaran.
b. Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
c. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan dan kedukaan paling dalam dan dirasakan paling akut.
5. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
Kembali secara emosional dan social dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka.
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang wanita yang berumur 36 tahun, terlihat meneteskan air matanya, waktu
ditanya oleh seorang perawat, dia menjawab bahwa dia baru saja mengalami kehilangan
orang yang terdekat yaitu suaminya yang dulu selalu menemaninya, dia juga mengatakan dan
menyangkal ini terjadi dengan berkata “saya tidak percaya ini terjadi, ini tidak mungkin”,
wanita tersebut sambal bercerita ssambil meneteskan airmata, wanita tersebut tampak gelisah,
detak jantung cepat. Perawat tersebut mendengarkan dengan bai kapa yang diceritakan wanita
tersebut, setelah wanita tersebut bercerita, perawat itu menjelaskan bahwa ini adalah
kehendaak Allah SWT dan harus sabar menerima kejadian ini dan menyarankan wanita
tersebut berdo’a sesuai dengan ajaran islam yang dianutnya.
1. Definisi Berduka
Berduka merupakan reaksi emosional yang mencakup perasaan didalam dan reaksi
keluar orang yang ditinggalkan. Nama lain dari kehilangan adalah berkabung, diwujudkan
dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman
pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
4.1 Kesimpulan
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
kategori kehilangan, yaitu: kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang
sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri,
dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Ellizabeth Kubler-rose membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu: pengikiran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita, dkk. 2013. Buku Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta :
Salemba Medika.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.