Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PROGRAM PENDIDIKAN KESEHATAN MASYRAKAT


‘’MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN’’

OLEH :
NAMA : Aprizal
NIM : 02.019.009 P
MATA KULIAH : Manajemen Penyakit Berbasis
Lingkungan
DOSEN M.K : Eva Yustati,SKM.MKM

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Al


Al-MAARIF
PROGRAM STUDY ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BATURAJA
TAHUN AKADEMI 2020/2021

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap
orang yang dipengaruhinya. Penyakit merupakan respon tubuh akibat
menurunnya energi dalam tubuh karena berkurangnya kemampuan
tubuh untuk mengeliminasi dan membuang racun. Lingkungan adalah
kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya
alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang
tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan yang terdiri dari
komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang
tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya,
bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang
bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme
(virus dan bakteri). Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi
patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang
disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya
yang memiliki potensi penyakit
Jenis penyakit berbasis lingkungan yang pertama disebabkan oleh virus
seperti ISPA, TBC paru, Diare, Polio, Campak, dan Kecacingan; yang
kedua disebabkan oleh binatang seperti Flu burung, Pes, Anthrax ; dan
yang ketiga disebabkan oleh vektor nyamuk diantanya DBD,
Chikungunya dan Malaria. Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi
permasalahan untuk Indonesia, menurut hasil survei mortalitas Subdit
ISPA pada tahu 2005 di 10 provinsi diketahui bahwa pneumonia
merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi (22,3%) dan pada
balita (23,6%). Diare, juga menjadi persoalan tersendiri dimana di tahun
2009 terjadi KLB diare di 38 lokasi yang tersebar pada 22
Kabupaten/kota dan 14 provinsi dengan angka kematian akibat diare
(CFR) saat KLB 1,74%. Pada tahun 2007 angka kematian akibat TBC
paru adalah 250 orang per hari. Prevalensi kecacingan pada anak SD di
kabupaten terpilih pada tahun 2009 sebesar 22,6%. Angka kesakitan
DBD pada tahun 2009 sebesar 67/100.000 penduduk dengan angka
kematian 0,9%. Kejadian chikungunya pada tahun 2009 dilaporkan
sebanyak 83.533 kasus tanpa kematian. Jumlah kasus flu burung di
tahun 2009 di indonesia sejumlah 21, menurun dibanding tahun 2008
sebanyak 24 kasus namun angka kematiannya meningkat menjadi
90,48%. Para ahli kesehatan masyarakat pada umumnya sepakat
bahwa kualitas kesehatan lingkungan adalah salah satu dari empat
faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia menurut H.L Blum yang

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
pencapaian derajat kesehatan. Memang tidak selalu lingkungan menjadi
faktor penyebab, melainkan juga sebagai penunjang, media transmisi
maupun memperberat penyakit yang telah ada. Faktor yang menunjang
munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain :
Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman Indonesia adalah salah
satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air
mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas
ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per
tahun. Namun demikian, Indonesia masih saja mengalami persoalan air
bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap
air bersih, sebagian besar yang memiliki akses mendapatkan air bersih
dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam.
Dari data Bappenas disebutkan bahwa pada tahun 2009 proporsi
penduduk dengan akses air minum yang aman adalah 47,63%. Sumber
air minum yang disebut layak meliputi air ledeng, kran umum, sumur
bor atau pompa, sumur terlindung , mata air terlindung dan air hujan.
Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap
air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai
kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005,
sebanyak 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat
air yang tidak aman dan kurangnya higienitas.
Akses sanitasi dasar yang layak Kepemilikan dan penggunaan fasilitas
tempat buang air besar merupakan salah satu isu penting dalam
menentukan kualitas sanitasi. Namun pada kenyataannya dari data
Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum
memiliki akses jamban. Ini berarti ada lebih dari 100 juta rakyat
Indonesia yang BAB sembarangan dan menggunakan jamban yang tak
berkualitas. Angka ini jelas menjadi faktor besar yang mengakibatkan
masih tingginya kejadian diare utamanya pada bayi dan balita di
Indonesia.
Penanganan sampah dan limbah
Tahun 2010 diperkirakan sampah di Indonesia mencapai 200.000 ton
per hari yang berarti 73 juta ton per tahun. Pengelolaan sampah yang
belum tertata akan menimbulkan banyak gangguan baik dari segi
estetika berupa onggokan dan serakan sampah, pencemaran lingkungan
udara, tanah dan air, potensi pelepasan gas metan (CH4) yang
memberikan kontribusi terhadap pemanasan global, pendangkalan
sungai yang berujung pada terjadinya banjir serta gangguan kesehatan
seperti diare, kolera, tifus penyakit kulit, kecacingan, atau keracunan

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


akibat mengkonsumsi makanan (daging/ikan/tumbuhan) yang
tercemar zat beracun dari sampah.
Vektor penyakit
Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor
penyakit telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi
lingkungan, sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin
tinggi. Hal ini didukung faktor lain yang membuat perkembangbiakan
vektor semakin pesat antara lain : perubahan lingkungan fisik seperti
pertambangan, industri dan pembangunan perumahan; sistem
penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau
seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk
penyediaan air; sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak
memenuhi syarat; sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi
syarat, penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian
vektor; pemanasan global yang meningkatkan kelembaban udara lebih
dari 60% dan merupakan keadaan dan tempat hidup yang ideal untuk
perkembang-biakan vektor penyakit.
Perilaku masyarakat
Perilaku Hidup Bersih san Sehat belum banyak diterapkan masyarakat,
menurut studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006,
perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air
besar 12%, (2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3)
sebelum makan 14%, (4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (5)
sebelum menyiapkan makanan 6 %. Studi BHS lainnya terhadap
perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20 %
merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air
tersebut masih mengandung Eschericia coli. Menurut studi Indonesia
Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 terdapat 47%
masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam,
kebun dan tempat terbuka. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk meminimalisir terjadinya penyakit berbasis lingkungan,
diantaranya : (1) Penyehatan Sumber Air Bersih (SAB), yang dapat
dilakukan melalui Surveilans kualitas air, Inspeksi Sanitasi Sarana Air
Bersih, Pemeriksaan kualitas air, dan Pembinaan kelompok pemakai air.
(2) Penyehatan Lingkungan Pemukiman dengan melakukan pemantauan
jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan
tempat pengelolaan sampah (TPS), penyehatan Tempat-tempat Umum
(TTU) meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang
dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum,
salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya. (3) Dilakukan upaya
pembinaan institusi Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


pendidikan, dan perkantoran. (4) Penyehatan Tempat Pengelola
Makanan (TPM) yang bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan
pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan dan minuman,
kesiap-siagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini
serta penyakit bawaan makanan. (5) Pemantauan Jentik Nyamuk dapat
dilakukan seluruh pemilik rumah bersama kader juru pengamatan
jentik (jumantik), petugas sanitasi puskesmas, melakukan pemeriksaan
terhadap tempat-tempat yang mungkin menjadi perindukan nyamuk
dan tumbuhnya jentik. (anjas)

Dengan yang disebarkan virus disebarkan oleh nyamuk Aedes


(Stegomyia). Selama dua dekade terakhir, frekuensi kasus dan epidemi
penyakit demam dengue (dengue fever, DF), demam berdarah (dengue
hemorragic fever, DHF), dan sindrom syok dengue (dengue syok
syndrom, DSS) menunjukkan peningkatan yang dramatis di seluruh
dunia. The World Health Report 1996, menyatakan bahwa”kemunculan
kembali penyakit infeksisus merupakan suatu peringatan bahwa
kemajuan yang telah diraih sampai sejauh ini terhadap keamanan dunia
dalam hal kesehatan dan kemakmuran sia-sia belaka”. Laporan tersebut
lebih jauh menyebutkan bahwa” penyakit infeksius tersebut berkisar
dari penyakit yang terjadi di daerah tropis (seperti malaria dan DHF
yang sering terjadi di negara berkembang) hingga penyakit yang
ditemukan di seluruh dunia (seperti hepatitis dan penyakit menular
seksual [PMS], termasuk HIV/AIDS) dan penyakit yang disebarkan
melalui makanan yang mempengaruhi sejumlah besar penduduk dunia
baik di negara miskin maupun kaya.
Pada Mei 1993, pertemuan kesehatan dunia yang ke-46
mengajukan suatu resolusi tentang pengendalian dan pencegahan
dengue yang menekankan bahwa pengokohan pencegahan dan
pengendalian DF, DHF, DSS baik di tingkat lokal maupun nasional
harus menjadi salah satu prioritas dari Negara Anggota WHO tempat
endemiknya penyakit. Resolusi tersebut juga meminta: (1) strategi yang
dikembangkan untuk mengatasi penyebaran dan peningkatan insiden
dengue harus dapat dilakukan oleh negara terkait, (2) peningkatan
penyuluhan kesehatan masyarakat, (3) mengencarkan promosi
kesehatan, (4) memperkuat riset, (5) memperluas surveilens dengue, (6)
pemberian panduadalam hal pengendalian vektor, dan (7) mobilisasi
sumber daya eksternal untuk pencegahan penyakit harus menjadi
prioritas.
Untuk menanggapi resolusi WHA dalam pencegahan dan
pengendalian dengue, strategi global untuk operasionalitas kegiatan

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


pengendalian vektor dikembangkan berdasarkan komponen utama
seperti, tindakan pengendalian nyamuk yang selektif terpadu dengan
partisipasi masyarakat dan kerja sama antarsektor, persiapan
kedaruratan, dll. Salah satu penopang utama dalam strategi global
adalah peningkatan surveilans yang aktif dan didasarkan pada
pemeriksaaan laboratorium yang akurat terhadap DF/DHF dan
vektornya. Agar berjalan lancar, setiap negara endemik harus
memasukkan penyakit DHF menjadi salah satu jenis penyakit yang
harus dilaporkan.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan penyebab utama penyakit demam
berdarah
2. Mengetahui model terjadinya penyakit demam berdarah.
3. Mengetahui perjalanan penyakit demam berdarah.
4. Mengetahui cara pencegahan penyakit demam berdarah.

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


BAB II
PEMBAHASAN

C. Pengertian Demam Berdarah


DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah
penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes
Aegepty ). Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue
Haemoragic Fever ( DHF ). DHF / DBD adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
betina. (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah penyakit yang terdapat
pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi
virus ( Arif Mansjur : 2001).
Menurut beberapa ahli pengertian DHF sebagai berikut:
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick
manson,2001).Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit
akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes
aegepty (Seoparman, 1996).

D. Penyebab Penyakit Demam Berdarah

Penyebab utama adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus )


melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ).
Yang vektor utamanya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :

1. Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan


sehari-hari.
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
3. Penyedaiaan air bersih yang langka.

Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena


antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan
karena jarak terbang Aedes Aegypti 40-100 m. Aedes Aegypti betina
mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer,
1999).

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


E. Cara Penularan Penyakit Demam Berdarah
Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty
betina. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu
menggigit/menghisap darah orang :
1. Yang sakit DBD atau Yang tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya
terdapat virus Dengue (karena orang ini memiliki kekebalan
terhadap virus dengue)
2. Orang yang mengandung virus dengue tetapi tidak sakit, dapat
pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain
di tempat yang ada nyamuk Aedes Aegypti.
3. Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak dan menyebar
ke seluruh tubuh nyamuk termasuk kelenjar liurnya.
4. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain,
virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk.
5. Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya
anak-anak), ia akan segera menderita DBD.
6. Nyamuk Aedes Aegypti yang sudah mengandung virus dengue,
seumur hidupnya dapat menularkan kepada orang lain.
7. Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya
dalam waktu lebih kurang 1 minggu.

F. Model Terjadinya Penyakit Demam Berdarah


a. Agent
Nyamuk Aedes aegypti merupakan pembawa virus dari
penyakit Demam Berdarah. Cara penyebarannya melalui nyamuk
yang menggigit seseorang yang sudah terinfeksi virus demam
berdarah. Virus ini akan terbawa dalam kelenjar ludah si nyamuk.
Kemudian nyamuk ini menggigit orang sehat. Bersamaan dengan
terhisapnya darah dari orang yang sehat, virus demam berdarah juga
berpindah ke orang tersebut dan menyebabkan orang sehat tadi
terinfeksi virus demam berdarah.
b. Host/pejamu
Manusia tergigit oleh nyamuk Aedes yang telah memiliki virus
DBD di dalam tubuhnya, virus DBD menginfasi kedalam tubuh.
Ketika sistem imun melemah, virus ini aktif berkembang biak dan
memulai infasi dan menginfeksi trombosit.
c. Lingkungan
Bak penampungan air yang tidak pernah dikuras dan tanpa
penutup merupakan lokasi perkembang biakan nyamuk Aedes
Aegypty. Semakin banyak genangan air, maka semakin meningkat
populasi nyamuk Aedes Aegypty.

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


Kebiasaan dari nyamuk ini adalah dia senang berada di
genangan air bersih dan di daerah yang banyak pohon seperti di
taman atau kebun. Genangan air pada pot bunga mungkin menjadi
salah satu tempat favorit nyamuk yang dapat terlupakan oleh Anda.
Jangan menggantung baju karena dapat sebagai tempat
berkembangnya nyamuk.

G. Perjalanan Alamiah Penyakit Demam Berdarah


1. Fase prepatogenesis
Fase Susepteble : agent (nyamuk aedes aegypti) sudah
terinfeksi virus dangue dari host yang satu yang menderita penyakit
DBD tetapi agent belum menularkan virus dangue pada host yang
lain, sehingga host tersebut belum terinfesi virus dangue
2. Fase fatogenesis
Fase presimtomatis : host sudah terinfeksi virus dangue
tetapi gejalanya belum tampak namun apabila dilakukan
pemeriksaan diagnostik maka akan didapat peningkatan leukosit dan
penurunan trombosit
Fase klinis : infeksi virus semakin meluas, muncul tanda-dan
gejala DBD Masa inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang
terserang virus dengue. Selanjutnya penderita akan menampakkan
berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
 Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius)
 Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura)
perdarahan.
 Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjung-
tiva), mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran berupa
lendir bercampur darah (melena), dan lain-lainnya.
 Terjadi pembesaran hati (hepatomegali).
 Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok
 Pada pemeriksaan laboratorium hari ke 3 – 7 terjadi penurunan
trombosit dibawah 100.000 /mm3 terjadi peningkatan nilai
Hematokrit diatas 20% dari nilai normal.
 Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,
muntah,
3. Fase ketidakmampuan :
apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh
sempurna tetapi apabila penyakit tidak ditangani dengan segera atau
pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maka akan mengakibatkan
kematian.

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


H. Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah
Masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang
terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan
berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).
Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura)
perdarahan.
Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam
(konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran
(Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi
penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni),
terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal
(Hemokonsentrasi).
Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,
muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare,
menggigil, kejang dan sakit kepala.
Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit
pada persendian.
Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah.

I. Cara Pencegahan Penyakit Demam Berdarah


Saat ini, metode utama yang digunakan untuk mengontrol dan
mencegah terjadinya demam berdarah dengue adalah dengan
melakukan pemberantasan terhadap nyamuk Aedes aegypti sebagai
penyebar virus dengue.
Nyamuk Aedes aegypti ini dapat berada di dalam rumah atau pun luar
rumah. Di dalam rumah biasanya nyamuk tersebut suka bersembunyi
di tempat yang gelap seperti di lemari, gantungan baju, di bawah tempat
tidur dll. Sedangkan apabila di luar rumah nyamuk Aedes aegypti
tersebut menyukai tempat yang teduh & lembab. Nyamuk betinanya
biasanya akan menaruh telur-telurnya pada wadah air di sekitar rumah,
sekolah, perkantoran dll, dimana telur tersebut dapat menetas dalam
waktu 10 hari.

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


Oleh sebab itu, lakukan 3 M :
Menguras : Menguras tempat penampungan air secara rutin, seperti
bak mandi dan kolam. Sebab bisa mengurangi perkembangbiakan
dari nyamuk itu sendiri. Atau memasukan beberapa ikan kecil
kedalam bak mandi atau kolam. Sebab ikan akan memakan jentik
nyamuk.
Menutup : Menutup tempat-tempat penampungan air. Jika setelah
melakukan aktivitas yang berhubungan dengan tempat air sebaiknya
anda menutupnya agar nyamuk tidak bisa meletakan telurnya
kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah
sangat menyukai air yang bening.
Mengubur. Kuburlah barang – barang yang tidak terpakai yang dapat
memungkinkan terjadinya genangan air.

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD


BAB III
PENUTUP

J. Kesimpulan

DHF / DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus


dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001)
Penyebab utama adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui
gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ). Yang
vektor utamanya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Adanya
vektor tesebut berhubungan dengan :

Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan


sehari-hari.
Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
Penyedaiaan air bersih yang langka.

DBD dapat dicegah dengan rutin melakukan 3M, menjaga sanitasi


lingkungan tetap bersih, mengkonsumsi makanan-makanan bergizi.

K. Saran

Menjaga sanitasi lingkungan tetap sehat dan rutin melakukan 3M akan


menghindari kita terjangkit virus DBD.

Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan Pada penyakit DBD

Anda mungkin juga menyukai