Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku

kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi

untuk merusak secara fisik. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana

seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada

dirinya sendiri atau orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak

terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010 ). Perilaku kekerasan atau agresif

merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secra fisik

maupun psikologis (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku

kekerasan adalah suatu tindakan kekerasan atau kata-kata kasar yang

menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak secara

fisik.maupun psikologis yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan.
B. RENTANG RESPON

Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang

ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai

kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan


orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : indivi du tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan

yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu

bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang

mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak

setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.”
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada

respon yang tidak normal (maladaptif).

C. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Menurut Sujono dan Teguh ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung terjadinya

perilaku kekerasan adalah

a. Faktor biologis

1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu

dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

2) Psycomatic theory (teori psikomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus

eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan

sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

b. Faktor psikologis

1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi

frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu

gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu

berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui

perilaku kekerasan.

2) Behavioral theory (teori perilaku)


Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia

fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima pada saat

melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar

rumah. Semua aspek ini menstimulai individu mengadopsi perilaku kekerasan.

3) Existential theory (teori exsistensi)

Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar

manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku

konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku

destruktif.

c. Faktor sosio kultural

1) Social enviroment theory ( teori lingkungan )

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam

mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif

agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan

menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

2) Social learning theory ( teori belajar sosial )

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui

proses sosialisasi.

2. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu

bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.

Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan,

kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan
dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit

fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu lingkungan

yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan

kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

D. PROSES TERJADINYA MASALAH

Menurut Yosep ( 2007 ) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal

dari internal atau eksterna. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam,

kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,

hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal

tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu

(Disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai

setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk

istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih

persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif

(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam

memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak

mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia

marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara

(helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan

yang diekspresikan keluar (ekspressed outward) dengan kegiatan yang kontruktif

dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan


destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan

yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis (painfull symptom).

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :

1. Mengungkapkan secara verbal.

2. Menekan.

3. Menantang.

Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah

destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa

bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat

diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi

psikosomatik atau agresif dan mengamuk.

SKEMA TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN

Ancaman

Stres

Cemas
Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara verba Merasa tidak adekuat

Menentang Menjaga keutuhan orang lain Melarikan diri

Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah

Marah Ketegangan Marah tidak


Berkepanjangan menurun terungkap

Rasa marah
Teratasi

Muncul rasa
Bermusuhan

Rasa bermusuhan
menahun

Marah pada Marah pada orang lain /


Diri sendiri lingkungan

Depresi psikosomatik Agresif mengamuk

Gambar 2 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

(Beck, dkk 1986, hal. 447 dikutip oleh Keliat, 1994)

E. TANDA DAN GEJALA

Menurut Stuart tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :


1. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal :mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku :menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain
merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4. Emosi :tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual :mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual :merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreatifitas terhambat.
7. Sosial :menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan
8. Perhatian :bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

F. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Stuart obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah

atau perilaku kekerasan adalah :

a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan

agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering

digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.

Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama

karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa

memperburuk simptom depresi.

b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan

yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.

c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku

agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan


Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera

kepala dan gangguan mental organik.

d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.

e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

(Yosep, 2007 )

2. Keperawatan

Menurut Stuart perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk

mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Managemen krisis


Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Psikofarmakologi

Gambar 3 Rentang Intervensi Keperawatan

(Yosep, 2007 )

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Strategi preventif

1) Kesadaran diri

Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan

melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan

masalah klien.

2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara

mengekspresikan marah yang tepat.

3) Latihan asertif

Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :

- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.

- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.

- Sanggup melakukan komplain.

- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.

b. Strategi antisipatif

1) Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :

Bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara mengahakimi,

bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari

intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi,

fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan klien, jangan terburu-buru

menginterpretasikan dan jangan buat janji yang tidak bisa ditepati.

2) Perubahan lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti :

membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak

sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang

dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila

kontrak dilanggar.

c. Strategi pengurungan

1) Managemen krisis

2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan

menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar

atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.

3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual

untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset, sprei

pengekang

(Yosep, 2007 )

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Perilaku yang berhubungan dengan agresi :

3. Agresi motorik : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, meninju dengan kuat,

mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-tiba

(katatonia).

4. Verbal : mengancam pada obyek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian,

bicara keras-keras, menunjukkan adanya delusi atau pikiran paranoid.

5. Afek : marah, permusuhan, kecemasan ektrem, mudah terangsang, euphoria,

tidak sesuai atau berlebihan, afek labil.

6. Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi,

kerusakan memori tidak mampu dialihkan.


(Yosep, 2007 )

G. POHON MASALAH

Menurut Keliat dkk ( 2005 ) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai

berikut :

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan


Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Gambar 4 Pohon Masalah pada Masalah Perilaku Kekerasan

(Keliat, 2005)

H. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Perilaku kekerasan

I. FOKUS INTERVENSI

Menurut Keliat dkk ( 2005 ) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku

kekerasan.

Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :
1.1. Beri salam/ panggil nama

1.2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan

1.3. Jelaskan maksud hubungan interaksi

1.4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

1.5. Beri rasa aman dan sikap empati

1.6. Lakukan kontak singkat tetapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan :

2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan

sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Tindakan :

3.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat jengkel/marah.

3.2. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

3.3. Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel / kesal yang dialami

klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

(verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).


4.2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

4.3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya

selesai.

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

5.1. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.

5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

5.3. Tanyakan kepada klien “apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.”

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

6.1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

6.2. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.

6.3. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah

perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal.

6.4. Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien.

6.5. Beri contoh kepada klien tentang cara tarik napas dalam.

6.6. Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5

(lima) kali.

6.7. Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara

menarik napas dalam.

6.8. Tanyakan perasaan klien setelah selesai.


6.9. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah

atau jengkel.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah perilaku kekerasan

Tindakan:

7.1. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien

7.2. Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik, menolak dengan

baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)

7.3. Minta klien mengulang sendiri.

7.4. Beri pujian atas keberhasilan pasien.

7.5. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat

dilatih di ruangan misalnya meminta obat, baju dan lain-lain, menolak

ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan kekesalan

kepada perawat.

7.6. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.

7.7. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan

mengisi jadwal kegiatan.

7.8. Validasi kemampuan pasien klien dalam melaksanakan latihan.

7.9. Beri pujian atas keberhasilan klien.

8. Klien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah perikau

kekerasan

8.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.

8.2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang rawat.

8.3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.


8.4. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.

8.5 Beri pujian atas keberhasilan klien

8.6 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah.

8.7 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal

kegiatan harian.

8.8 Beri pujian atas keberhasilan klien.

8.9 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah.

8.10 Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.

8.11 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal

kegiatan harian (self evaluation)

9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah

perilaku kekerasan.

Tindakan:

9.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur

9.2. Diskusikan tentang proses minum obat

9.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal

kegiatan harian.

10. Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perikau kekerasan.

Tindakan :

10.1. Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku

kekerasan

10.2. Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK


10.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan

harian

11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan

perilaku kekerasan.

Tindakan:

11.1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan

yang telah dilakukan keluarga terhadap klin selama ini.

11.2. Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien

11.3. Jelaskan cara-cara merawat klien.

11.4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien

11.5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan

demonstrasi

11.6. Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada klien selama di rumah sakit

dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.

Anda mungkin juga menyukai