Anda di halaman 1dari 72

MAKALAH KEPERAWATAN GEROTIK

“ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN NEUROLOGIS


STROKE”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keperawatan Gerotik

Dosen Pembimbing : Ns. Bambang Soekotjo, SST

Disusun Oleh Kelompok 5

1. Nur Latifatuz Zahro 181206


2. Tiko Frista Yuliankoko 181215
3. Yayuk Rinika Mariasari 181219
4. Yulanda Wahyu A. 181221

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

RS dr. SOEPRAOEN MALANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas
ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah “ Asuhan Keperawatan Lansia
Dengan Gangguan Neurologis Stroke “ untuk memenuhi tugas yang diberikan dosemata
kuliah Keperawatan Gerontik.
Dan tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih, terutama kepada Ns. Bambang

Soekotjo, SST . Selaku pembimbing dalam penulisan makalah ini. Pada kesempatan ini

juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak yang telah

memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini, baik itu secara

langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi

kalimat, isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya,

sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah

selanjutnya.

Malang, 02 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HalamanDepan..............................................................................................

Kata Pengantar.............................................................................................

Daftar Isi .......................................................................................................

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang..........................................................................................

1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................

1.3 Manfaat.....................................................................................................

BAB II Tinjauan Teori

2.1 Konsep Pengertian Stroke.......................................................................

2.2 Klasifikasi Stroke......................................................................................

2.3 Etiologi......................................................................................................

2.4 Patofifiologi...............................................................................................

2.5 Faktor Resiko...........................................................................................

2.6 Manifestasi...............................................................................................

2.7 Pemeriksaan Diagnostic..........................................................................

2.8 Pencegahan.............................................................................................

2.9 Komplikasi................................................................................................

2.10 Penatalaksanaan....................................................................................

2.11 Perawatan Umum Stroke.......................................................................


BAB III Tinjauan Kasus

3.1 Konsep Askep Stroke...............................................................................

3.2 Study Kasus Stroke.................................................................................

BAB IV Pelaksanaan Edukasi Stroke

4.1 SAP ..........................................................................................................

BAB V Lampiran Gambar

5.1 Poster.......................................................................................................

BAB VI Penutup

6.1 Kesimpulan...............................................................................................

6.2 Saran........................................................................................................

DaftarPustaka...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam

ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.

Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60

tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun

sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan

seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5%

mengalami stroke yaitu lansia.

Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara

tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke

meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar

pada pria dibanding wanita.

Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat

tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak,

akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang

merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai

hal ini.

Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi

dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan

hasrat mereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan

dalam perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah

dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian

meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia


maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu

penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko

yang paling penting bagi semua jenis stroke.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia

dengan Stroke dan mengetahui konsep dasar medis stroke.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan stroke

2. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien

lansia dengan stroke

3. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan yang didapat pada klien lansia dengan stroke

4. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia

dengan stroke

5. Mahasiawa mengetahui evaluasi pada pasien lansia dengan stroke.

1.3 Manfaat

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bacaan sehingga dapat

menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya tentang asuhan keperawatan

pada Lansia dengan stroke.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Pengertian Stroke

Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002 :

hal. 2131 ).

Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah

yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak

yang terkena (WHO, 1989).

Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth,

2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang berlangsung 24

jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

2.2 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Stroke Hemoragik 

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid

yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat

melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran

umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi

yang tidak terkontrol.

a. Dua jenis stroke hemoragik :

1.) Perdarahan intraserebral.


Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam otak yang

disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh darah

(aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu

kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi

kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua

stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat

stroke.

2.) Perdarahan subarachnoid.

Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam ruang

subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan

tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges).

Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam

arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan medis serius yang

dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian. Stroke ini juga

satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pada pria.

2. Stroke Non Hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah

otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak

terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak

oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga

diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :

a. TIA (Trans Ischemic Attack) 

Gangguan neurologist yang timbul mendadak dan hilang dalam

beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) atau beberapa jam saja,  dan

gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) 


Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna

dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.  

c. Stroke in Volution atau Progres

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang

muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya

berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.  

d. Stroke Complete  

Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent,

maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan

dapat didahului dengan TIA yang berulang.

2.3 Etiologi

1. Trombosis (penyakit trombo – oklusif)

Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral

dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral,

yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral

bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien

mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum

lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan

kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh

dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding

pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak

berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi

menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina

elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi

oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau

tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat
khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam

urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,

vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat

jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka

sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan

melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.

Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap

tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan

sempurna.

2. Embolisme Serebral

Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak

dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti

endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta

infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya

menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi

serebral.

Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab

utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan

penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus

dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan

dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin

berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap

bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan

menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering terserang

embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

3. Iskemia Serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena

konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Perdarahan Serebral.

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh

dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh

ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau

subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan

tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan

vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke

seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak

menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut

histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan

mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi proses pencairan,

sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan

nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga terbentuk

jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut–serabut astroglia

yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan

pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi.

Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering

terdapat lebih dari satu aneurisme.

Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar

duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragik

subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi

otak (hemoragi intraserebral).


a. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro

yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti

fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea

lain.

b. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada

dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa

hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya,

periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih

lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien

mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan

tanda dan gejala.

c. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau

hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran

aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena

kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat

aneurisma.

d. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan

hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan

degeneratif penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh

darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi

intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,

hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi

arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi

(antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).

Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya

awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit

neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran

dan abnormalitas pada tanda vital.

2.4 Patofisiologi

1. Stroke Non Hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh

thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya

aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,

aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia

kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui

arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang

tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan

otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

2. Stroke Hemoragik.

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke

substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen

intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial

yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang

bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di

samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid

dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada

daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga

terjadi nekrosis jaringan otak.

2.5 Faktor Resiko

Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;


1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini

dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga

dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral, Adanya kelainan pembuluh darah yakni

berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain.

Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan

perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung, Paling banyak dijumpai pada pasien post

MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan

kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi

proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM), Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2

alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat

aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga

berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut, Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah otak.

6. Polocitemia, Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah

menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total), Kolesterol tubuh yang tinggi dapat

menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas, Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol

sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya

pembuluh drah otak.

9. Perokok, Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin

sehingga terjadi aterosklerosis.


10. Kurang Aktivitas Fisik, Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan

fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah

satunya pembuluh darah otak.

2.6 Manifestasi Klinis

1. Hemiplegia

Akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau pada traktus

piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan meyebabkan

tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan oleh karena

serabut saraf bersilang pada traktus piramidal dari otak menuju ke sumsum tulang

belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat menyebabkan

menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.Otot-otot thoraks dan abdomen

biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua hemisper otak.

Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi keseimbangan

antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga menyebabkan terjadinya

deformitas yang serius.

2. Aphasia

Kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan simbol-simbol

dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada korteks serebral.

Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti bercakap, membaca, menulis

dan memahami bahasa yangdiucapkan. Dikenal dua macam aphasia , yaitu

aphasia sensorik yang berhubungan dengan pemahaman bahasa, dan aphasia

motorik yang berhubungan dengan produk bercakap-cakap. Aphasia sensorik

termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau

mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang

dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi simbolik yang

berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien dapat memahami

kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-kata.Aphasia disebabkan


oleh adanya lesi patologis yang berhubungan dengan lokasi tertentu pada

korteks. Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak terutama

yang berhubungan dengan pembuluh darah. Middle cerebral artery.

3. Apraxia

Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang mengalami

gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan, berbicara,

berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat dikoordinasikan.

a. Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai

akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari

arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak

akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada

penglihatan. Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan

dengan hemiplegia.

b. Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan,

taktil, atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek.

Agnosia bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan

kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak

sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubuh

tertentu. Klien dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi

tidak mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada objek.

4. Dysarthria

Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan berbicara.

Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada

gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat

berkomunikasi secara verbal walaupun mengalami angguan, membaca atau

menulis. Kondisi ini disebabkan akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan

kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan larynx.


5. Kinesthesia

Gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa :

a. Hemianesthesia : Kehilangan asensasi.

b. Paresthesia: Kehilangan sensasi pada otot sendi.

c. Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi, sebagai akibat :

1.) kurangnya perhatian.

2.) kehilangan memori

3.) faktor emosi.

4.) tidak mampu berkomunikasi.

d. Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta

overstreching otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta

kehilangan ROM (range of motion).

e. Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata

menyebabkan tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak

mata atas dan peningkatan kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan

berkurangnya air mata.

f. Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi

klien labil, kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social

withdrawal terutama aphasia, gangguan perilaku seksual, regresi, dan

marah.

Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai:

1. Gangguan fungsi neuromotorik

Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai pada pasien stroke.

Masalah yang berhubungan dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi

pernafasan, fungsi menelan dan bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat

diri. Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada 

jalur pramidal ( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang
menuju ke sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan

kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan

tonus otot, dan gangguan refleks.Oleh karena jalur paramidal bersilang pada

tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi pada otak akan

mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan (contralateral). Lengan dan

tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada  middle cerebral

artery, maka kelemahan pada ekstremitas atas lebih  keras daripada ekstremitas

bawah.

2. Gangguan komunikasi

Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa. Gangguan

berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan

mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan secara

total kemampuan pemahaman dan penggunaan berbahasa). Dysphasia

diartikanadanya disfungsi sehubungan dengan  kemampuan pemahaman dan

penggunaan bahasa. Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent

( berkurangnya aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa

berbicara, tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang

hebat akan menyebabkan  terjadinya global aphasia, dimana  semua fungsi

komunikasi dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area Wernicke pada otak

akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana tidak terdengar suara atau

sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan

pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang

berhubungan dengan area Broca pada otak akan menyebabkan expressive

phasia (kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke menyebabkan

dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami

hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada

pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.


3. Emosi/perasaan

Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol

perasaannya.  Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam

citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan mengalami depresi dan

frustrasi sehubungan dengan  masalah mobilitas dan  dan komunikasi. Misalnya

pada saat waktu makan pasien menangis karena mengalami kesulitan

memasukkan makanan kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan mengunyah

dan menelan.

4. Gangguan fungsi intelektua.

Daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan dapat mengalami

gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak kiri  menyebabkan masalah

gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa. Pasien dengan stroke pada

otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan kemampuan pengambilan

keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci

kursi rodanya sehingga dapat berbahaya bagi dirinya.

2.7 Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :

1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.

2. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar korpengpineal

daerah yang berlawanan dari masa yang luas.

3. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah

sistem arteri karotis aliran darah dan atau muncul plak) atau arteriosklerotik.

4. EEG (Electroencephalography) untuk mengidentifikasi masalah didasarkan

pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik.

5. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark.
6. MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui adanya edema, infark,

hematom dan bergesernya struktur otak.

7. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai

pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.

2.8 Pencegahan

Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan

masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan

menghindari merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi.

Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Memberikan

informasi kepada klien sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke.

Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mencegah terjadinya

komplikasi sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada masa yang

akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko injury sehubungan

dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan lebih lanjut yaitu

memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.

2.9 Komplikasi

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu :

1. Hipoksia serebral

Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak.

Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke jaringan.

Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada

tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan

hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan

oksigenasi jaringan adekuat.

2. Aliran darah serebral  

Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh

darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin penurunan


vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan potensi meluasnya area

cedera.

3. Embolisme serebral  

Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari katup

jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya

menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung

tidak konsisten dan penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat

menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

2.10 Penatalaksanaan

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh

dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.

2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu

diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.

3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil.

4. Bed rest

5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi

8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari

penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat

meningkatkan TIK

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran

menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.

2.11 Perawatan umum stroke


A. Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di

Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:

1. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan

oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.

2. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi

intermiten.

3. Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus. Tekanan darah

dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung

kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan

beristirahat.

4. Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi. Keadaan hiperglikemia dapat

dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar

katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman

klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar

ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus

diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin. Konsensus nasional

pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250

mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg%

dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama.

Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40%

intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.

5. Suhu tubuh harus dipertahankan normal. Suhu yang meningkat harus dicegah,

misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak,

penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC

atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen

free radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan

sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak
stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat

terapeutik.

6. Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila

terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun,

dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

7. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena

berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni

atau hipotonik.

8. Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah

subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.

B. Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :

1.  Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan dalam 24

jam sejak  serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.

2. Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini

kontraindikasi pada stroke haemorhagic.

3. Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot

polos pembuluh darah.

4. Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi,

sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami

iskemik.

C. Terapi Khusus

Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan

neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.

1. Pentoxifilin

Mempunyai 3 cara kerja :

 Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus

 Meningkatkan deformalitas eritrosit


 Memperbaiki sirkulasi intraselebral

 Neuroprotektan

 Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi

Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis

glikogen.

 Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam

sel, ex.nimotup. Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke

dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak

 Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin

Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi

radikal bebas dan biosintesa lesitin.

 Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan.

D. Perawatan Pasca Stroke

1. Rehabilitasi Stroke

Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan

komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan.

Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit klien

lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program rehabilitasi

stroke.

Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program rehabilitasi

stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk makan,

berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi

fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan

perawatan.

Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan

kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat. Pemeriksaan

genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan data yang


berharga untuk perencanaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas

tugas perawatan diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu

pengkajian yang seksama juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin

telah di alami oleh klien akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien

untuk mandi, berpakaian, makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi

usus dan kandung kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk

perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap

penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan terus

memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan. Perawat adalah

kunci pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan

perawatan dan terapi rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat

memaksimalkan potensi klien tersebut.

2. Kognisi dan komunikasi

Konfusi, disorientasi, dan masalah komunikasi adalah akibat yang sering dari stroke.

Masalah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat perlu

menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami

kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan,

memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan

mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan

objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan mendorong keluarga

untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan untuk menyebutkan nama objek-

objek tersebut dapat meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga digunakan papan

abjad,mesin tik,dan program computer untuk membantu pemahaman klien tentang

lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga membantu

mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan meningkatkan

komunikasi.
3. Dukungan psikologis

Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan terjadinya

stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan perubahan peran.

Dukungan psikologis diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini dapat

mendorong keberhasilan adaptasi dan penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat

ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe

kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi

untuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member klien

suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti

itu dapat sederhana seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas,

untuk memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan

makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap

deficit dapat mendorong harapan klien tersebut.

Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan perubahan

peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat kesehatan mental

untuk membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia mungkin mengalami suatu

perasaan isolasi dan pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan

emosional dan psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi

klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak diperhatikan,

klien mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang

depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam

memberikan dukungan psikososial.

Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke. anggota

keluarga yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana cara

bermain peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam

merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti

pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat


mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke melibatkan

manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat perbedaan dalam

memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan komplikasi sekunder yang

dapat berkembang dari penyakit kronis yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku

Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)

Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan

masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat

memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari

keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin

akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk

itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang

perubahan tersebut.

Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien

seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat

sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan,

memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang

positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar

kembali satu ketrampilan.


BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Konsep Askep

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi

identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan

kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat

kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya

terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak

sadar, 42 selain gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau

perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di

dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum

terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak

responsif, dan konia.


d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,

kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,

aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian

pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti

pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,

dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan

penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat

mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,

diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi

terdahulu.

f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi

yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang

jelas 43 mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting

untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.


g. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada

keluhankeluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk

mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus

pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1.) B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk,

peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.

Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien

dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke

dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien

dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian

inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi 44 toraks

didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi

tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2.) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan

renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien

stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat

terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

3.) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,

bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang

tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan

aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang


rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3

(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

4.) B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami

inkontinensia urine sementara karena konfusi,

ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih

karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang

kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama

periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik

steril. 45 Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan

kerusakan neurologis luas.

5.) B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,

nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual

sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam

lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.

Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan

peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6.) B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan

kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh

karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor

volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan

dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia

(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi


tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien

kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan

cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga

dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang

menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas

fisik. 46 Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta

mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan

istirahat.

7.) Pengkajian Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran klien

Merupakan parameter yang paling mendasar dan

parameter yang paling penting yang membutuhkan

pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap

lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi

sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk

membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan

keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien

stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan

semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka

penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat

kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan

pemberian asuhan. 8) Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian

ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan

bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

8.) Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya

bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien


stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami

perubahan.

9.) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan

memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada

beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan

untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu

nyata.

10.) Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa

tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari

serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada

bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)

didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami

bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada

bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)

didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,

tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak

lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan

bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis

otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang

dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil

sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. 48 h.

Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11. 1)


a.) Saraf I: Biasanya pada klien stroke

tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.

b.) Saraf II : Disfungsi persepsi visual

karena gangguan jaras sensori

primer di antara mata dan korteks

visual. Gangguan hubungan visual-

spasial (mendapatkan hubungan

dua atau lebih objek dalam area

spasial) sering terlihat pada Mien

dengan hemiplegia kiri. Klien

mungkin tidak dapat memakai

pakaian tanpa bantuan karena

ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian

tubuh.

c.) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat

stroke mengakibatkan paralisis,

pada Satu sisi otot-otot okularis

didapatkan penurunan kemampuan

gerakan konjugat unilateral di sisi

yang sakit.

d.) Saraf V : Pada beberapa keadaan

stroke menyebabkan paralisis saraf

trigenimus, penurunan kemampuan

koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke


sisi ipsilateral, serta kelumpuhan

satu sisi otot pterigoideus internus

dan eksternus.

e.) Saraf VII : Persepsi pengecapan

dalam batas normal, wajah

asimetris, dan otot wajah tertarik ke

bagian sisi yang sehat.

f.) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya

tuli konduktif dan tuli persepsi.

g.) Saraf IX dan X : Kemampuan

menelan kurang baik dan kesulitan

membuka mulut.

h.) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot

sternokleidomastoideus dan

trapezius.

i.) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat

deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,

serta indra pengecapan normal.

Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan

mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN

bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat

menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.

1. Inspeksi Umum.

Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi

otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh

adalah tanda yang lain.

2. Fasikulasi.
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

3. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d O2 otak menurun 50

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient

3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.

4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap

5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,

kerusakan sentral bicara

C. PERENCANAAN/ INTERVENSI

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama / Usia : Dx /
No.Reg :

N Tgl Dx Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


O
1. 1/10/20 Gangguan perfusi Tujuan (NOC) : Gangguan Tntervensi NIC 1. Peningkatan tekanan darah
jaringan serebral perfusi jaringan dapat 1.Pantau TTV sistemik yang diikuti dengan
b.d O2 otak tercapai secara optimal tiap jam dan penurunan tekanan darah
menurun Kriteria hasil : catat hasilnya diastolik merupakan tanda
a) Mampu mempertahankan 2. Kaji respon peningkatan TIK. Napas tidak
tingkat kesadaran motorik terhadap teratur menunjukkan adanya
b) Fungsi sensori dan perintah peningkatan TIK
motorik membaik sederhana 2. Mampu mengetahui tingkat
3. Pantau status respon motorik pasien
neurologis 3. Mencegah/menurunkan
secara teratur atelektasis
4. Dorong 4. Menurunkan statis vena
latihan kaki 5. Menurunkan resiko
aktif/ pasif 5. terjadinya komplikasi
Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi
2. 2/10/20 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) : 1. Motivasi klien
nutrisi : kurang dari 1. Status gizi 1. Pengelolaan mempengaruhi dalam
kebutuhan tubuh 2. Asupan makanan gangguan perubahan nutrisi
b.d 3. Cairan dan zat gizi makanan 2. Makanan kesukaan klien
ketidakmampuan Kritria evaluasi: 2. Pengelulaan untuk mempermudah
untuk a) Menjelaskan komponen nutrisi pemberian nutrisi
mengabsorpsi kedekatan diet 3. Bantuan 3. Merujuk kedokter untuk
nutrien b) Nilai laboratorium menaikkan BB mengetahui perubahan klien
c) Aktivitas serta untuk proses
(mis,trnsferin,albumin,dan keperawatan : penyembuhan
eletrolit) 1. Tentukan 4. Membantu makan untuk
d) Melaporkan keadekuatan motivasi klien mengetahui perubahan nutrisi
tingkat gizi untuk mengubah serta untuk pengkajian
e) Nilai laboratorium (mis : kebiasaan makan 5. Menciptakan lingkungan
trasferin,albomen dan 2. Ketahui untuk kenyamanan istirahat
eletrolit makanan klien serta utk ketenangan
f) Toleransi terhadap gizi kesukaan klien dalam ruangan/kamar.
yang dianjurkan. 3. Rujuk
kedokter untuk
menentukan
penyebab
perubahan
nutrisi 4. Bantu
makan sesuai
dengan
kebutuhan klien
5. Ciptakan
lingkungan yang
menyenangkan
untuk makan
3 3/10/20 Hambatan Tujuan (NOC): Klien Intevensi (NIC) : 1. Mengajarkan klien tentang
mobilitas fisik b.d diminta menunjukkan 1. Terapi dan pantau penggunaan alat
penurunan tingkat mobilitas, ditandai aktivitas, bantu mobilitas klien lebih
kekuatan otot dengan indikator berikut ambulasi mudah.
(sebutkan nilainya 1 – 5) : 2. Terapi 2. Membantu klien dalam
ketergantungan (tidak aktivitas, proses perpindahan akan
berpartisipasi) mobilitas sendi. membantu klien latihan dengan
membutuhkan bantuan 3. Perubahan cara tersebut.
orang lain atau alat posisi Aktivitas 3. Pemberian penguatan positif
membutuhkan bantuan Keperawatan : selama aktivitas akan mem-
orang lain, mandiri dengan 1. Ajarkan klien bantu klien semangat dalam
pertolongan alat bantu atau tentang dan latihan.
mandiri penuh). pantau 4. Mempercepat klien dalam
Kriteria Evaluasi : penggunaan alat mobilisasi dan mengkendorkan
a) Menunjukkan 2. Bantu otot-otot
penggunaan alat bantu mobilitas. 5. Mengetahui perkembngan
secara benar dengan mobilisasi klien sesudah latihan
pengawasan. ROM
b) Meminta bantuan untuk 6. Kolaborasi dengan tim medis
beraktivitas mobilisasi jika dapat membatu peningkatkan
diperlukan. mobilitas pasien seperti
c) Menyangga BAB kolaborasi dengan fisioterapis
d) Menggunakan kursi roda
secara efektif.
4 4/10/20 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : Tissue 1. Anjurkan 1. Kulit bisa lembap dan
integritas kulit b.d Integrity : Skin and Mucous pasien untuk mungkin merasa tidak dapat
factor risiko : Membranes Kriteria Hasil : menggunakan beristirahat atau perlu untuk
lembap a) Integritas kulit yang baik pakaian yang bergerak
bisa dipertahankan (sensasi, longgar 2. Menurunkan terjadinya
elastisitas, temperatur, 2. Hindari risiko infeksi pada bagian kulit
hidrasi, pigmentasi) kerutan pada 3. Cara pertama untuk
b) Tidak ada luka/lesi pada tempat tidur mencegah terjadinya infeksi
kulit 3. Jaga 4. Mencegah terjadinya
c) Menunjukkan kebersihan kulit komplikasi selanjutnya
pemahaman dalam proses agar tetap bersih 5. Mengetahui perkembangan
perbaikan kulit dan dan kering terhadap terjadinya infeksi kulit
mencegah terjadinya sedera 4. Mobilisasi 6. Menurunkan pemajanan
berulang pasien (ubah terhadap kuman infeksi pada
d) Mampu melindungi kulit posisi pasien) kulit
dan mempertahankan setiap dua jam 7. Menurunkan risiko
kelembaban kulit dan sekali terjadinya infeksi
perawatan alami 5. Monitor kulit
akan adanya
kemerahan
6. Oleskan lotion
atau
minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan
7. Kolaborasi
pemberian
antibiotic sesuai
indikasi

5 5/10/20 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi 1. Mencek komunikasi klien


komunikasi verbal Komunikasi dapat berjalan (NIC) : 1. apakah benar-benar tidak bisa
b.d. kerusakan dengan baik Lakukan melakukan komunikasi
neuromuscular, Kriteria hasil : komunikasi 2. Mengetahui bagaimana
kerusakan sentral a) Klien dapat dengan wajar, kemampuan komunikasi klien
bicara mengekspresikan perasaan bahasa jelas, tsb
b) Memahami maksud dan sederhana dan 3. Mengetahui derajat
pembicaraan orang lain bila perlu /tingkatan kemampuan
c) Pembicaraan pasien dapat diulang berkomunikasi klien
dipahami 2. Dengarkan 4. Menurunkan terjadinya
dengan tekun komplikasi lanjutan
jika pasien mulai 5. Keluarga mengetahui &
berbicara mampu mendemonstrasikan
3. Berdiri di cara melatih komunikasi verbal
dalam lapang pd klien tanpa bantuan perawat
pandang pasien 6. Mengetahui perkembangan
pada saat bicara komunikasi verbal klien
4. Latih otot
bicara secara
optimal
5. Libatkan
keluarga dalam
melatih
komunikasi
verbal pada
pasien
6. Kolaborasi
dengan ahli
terapi wicara

D. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan

yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan

intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan

teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh,

pencegahan komplikasi, penemuan

perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,

implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan

keselamatan klien.

E. EVALUASI

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan

klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

F. DOKUMENTASI

Pendokumentasian yang digunakan dalam kasus ini adalah model dokumentasi

POR ( Promblem Oriented Record ) menggunakan SOAPIE (subyek, obyek,

analisa, planning, implementasi, evaluasi ). Dalam setiap diagnosa keperawatan

penulis melakukan tindakan keperawatan kemudian penulis mendokumentasikan


yaitu dalam memberikan tanda tangan waktu dan tanggal. Jika ada kesalahan

dicoret diberi paraf oleh penulis.

3.2 Study/ Contoh Kasus

Hari/Tanggal : Senin, 2 Juli 2018


Jam : 09.00 WIB
Tempat : Ruang Bugenvil
Oleh : Nusatirin
Sumber data : Klien, Keluarga Klien, dan Status pasien
Metode : Wawancara, Observasi, dan Studi dokumen

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Tn. H
2) Tempat tanggal lahir : Demak , 19 Maret 1976
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : STM
6) Pekerjaan : TNI
7) Status Perkawinan : Kawin
8) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
9) Alamat : Asr Rindam IV/Diponegoro
10) Diagnosa Medis : Stroke non hemoragik
11) No.RM 05 87 94
12) Tanggal Masuk RS : 30Juni2018
b. Penanggung Jawab/ Keluarga
1) Nama : Ny. A
2) Umur : 40 Th
3) Pendidikan : SMA
4) Pekerjaan : Ibu RT
5) Alamat : Asr Rindam IV/Diponegoro
6) Hubungan dengan pasien: Istri
7) Status perkawinan : Kawin
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien mengeluh kaki dan tangan kanan mengalami kelemahan
untuk bergerak dan bicara pelo.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
 Alasan masuk RS :pasien mengalami penurunan kesadaran dan
mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan
 Riwayat kesehatan pasien :pasien mengatakan memiliki penyakit
Hipertensi tahun 2017.Pasien lalu ke IGD dr Soedjono dan
kemudian pasien dirawat.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
 Pasien mengatakan pernah menjalani rawat inap di ruang
bugenvil rs dr soedjono kurang lebih 3 bulan yang lalu dengan
diagnosa hipertensi,pasien belum pernah menjalani tindakan
operasi
 Pasien mengatakan tidak mempunyai elergi makanan minuman
maupun obat.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gambar 3. Genogram
1) Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal serumah

2) Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari pihak keluarga pasien sebelumnya ada yang pernah
mengalami penyakit yang sama dengan pasien yaitu hipertensi dari
orang tua pasien.
3. Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik-Biologis
1) Nutrisi
a) Sebelum sakit
Pasienmakan 3x sehari, 1 porsi habis. Makanan yang
dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk.Kemudian pasien
minum 6-5 gelas perhari(1500)berupa air putih.
b) Selama sakit
Pasien mengatakan selama sakit nafsu makan pasien
berkurang. Pasien hanya makan 3-5 sendok setiap kali makan.
Isteri pasien mengatakan selama sakit pasien minum 4 gelas air
putih.
2) Pola Eliminasi
a) Sebelum sakit
BAB teratur setiap hari pada pagi hari. Bentuk dan warna
feses lunak berwarna kuning kecoklatan. BAK lancar kurang lebih
sebanyak 5-6 kali.
b) Selama sakit
Selama dirumah sakit pasien sudah 2 hari tidak BAB.
Untuk BAK pasien terpasang kateter.Urine berwarna kuning
jernih, ± 500cc.
3) Pola Aktivitas
a) Sebelum sakit
(1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Tidak perlu dibantu pasien setiap hari bekerja sebagai
TNI.Dalam melakukan kegiatan sehari-hari meliputi mandi,
makan, BAB/ BAK dan berpakaian pasien melakukannya
secara mandiri dan tidak menggunakan alat bantu
(2) Keadaan pernafasan
Klien bernafas menggunakan hidung, pernafasan teratur.
(3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit jantung.
b) Selama sakit

Tabel 8. Kemampuan perawatan diri


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Ket: 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3:
dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total
4) Kebutuhan Istirahat-tidur
a) Sebelum sakit
Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur klien tercukupi,
klien biasanya dalam sehari tidur 6-8 jam.
b) Selama sakit
Selama sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam
pola tidurnya di rumah sakit. Selama di Rumah Sakit pasien lebih
banyak waktunya untuk istirahat.
b. Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
1) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Semenjak mengalami Hipertensi pasien dan istri mulai
mengurangi makanan yang mengandung garam serta pasien belum
mengerti tentang perawatan penderita stroke.
2) Pola hubungan
Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersama istri
3) Koping atau toleransi stres
Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan
oleh pihak keluarga, terutama pasien dan istri pasien.
4) Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya(Tabel 9)
Keadaan mental Pasien dalam keadaan compos
mentis (sadar penuh)
Berbicara Pasien tidak dapat berbicara
dengan lancar/ pelo
Bahasa yang dipakai Bahasa Jawa dan Indonesia
Kemampuan bicara Terdapat gangguan
Pengetahuan pasien terhadap Pasien mengatakan paham
penyakit mengenai penyakit yang
dideritanya.Pasien mengetahui
bahwa sakit yang selama ini
dideritanya adalah penyakit
hipertensi.
Persepsi tentang penyakit Pasien menurut pada apa yang
disarankan olehk keluarganya.

5) Konsep diri
a) Gambaran diri
Pasien menggambarkan dirinya sebagai orang yang sabar.
b) Harga diri
Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai harapan
terhadap hidupnya
c) Peran diri
Pasienmengakui perannya sebagai seorang kepala keluarga,
pasien mengatakan bahwa ingin segera sembuh dan berkumpul
dengan keluarga.
d) Ideal diri
Pasien lebih menurut pada keluarganya
e) Identitas diri
Pasien mengenali siapa dirinya
6) Seksual
Pasien tidak memikirkan kebutuhan seksualnya
7) Nilai
Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, pasien
memahami hal-hal yang baik dan yang benar
c. Aspek Lingkungan Fisik
Rumah pasien berada di perkotaan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Composmentis
2) Status Gizi :
TB = 168cm
BB = 70 kg
IMT = 24,80 kg/m2
3) Tanda Vital
TD = 200/100 mmHg Nadi = 60 x/menit
Suhu = 36,8oC RR = 24 x/menit
(4) Skala Nyeri
Pasien mengatakan skala nyeri 1
b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo-Caudal)
1) Kulit
Kulit lembab berwarna putih, tidak terdapat lesi, pertumbuhan
rambut merata.Turgor kulit baik.
2) Kepala (Tabel 10)
Rambut Rambut pendek , rambut hitam terdapat
uban, dan berambut tebal.Rambut tertata
rapi.
Mata Konjungtiva tidak anemis, dilatasi pupil
normal, reflek pupil baik, sklera baik
Hidung Normal dan simetris tidak terdapat lesi.
Telinga Kedua lubang telinga bersih tidak
mengeluarkan cairan
Mulut Mulut bersih, tidak ada gigi palsu, gigi rapat
berwarna putih kekuningan, mukosa bibir
lembab, tidak berbau mulut
3) Leher
Tidak ada benjolan ( tidak terdapat pembesaran vena jugularis)
4) Tengkuk
Pada tengkuk tidak terdapat benjolan yang abnormal.
5) Thorax
a) Inspeksi : Simetris, tidak ada pertumbuhan rambut, warna
kulit merata, ekspansi dada simetris
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
c) Perkusi : suara sonor
d) Auskultasi : vesikuler
6) Kardivaskuler
a) Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit merata, persebaran
rambut merata
b) Palpasi : Teraba iktus kordis pada interkostalis ke 5, 2 cm
dari midklavikularis kiri.
c) Perkusi : Suara redup
d) Auskultasi : Suara S1 dan S2
7) Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak terdapat luka, terdapat
jerawat di punggung sebelah atas, kulit berwarna sawomatang.
8) Abdomen (Tabel 11)
Inspeksi Warna kulit sawo matang, warna kulit
merata, tidakterdapat bekas luka.
Auskultasi Peristaltik usus 10 kali permenit, terdengar
Jelas
Perkusi Terdengar hasil ketukan “tympani” di semua
kuadran abdomen
Palpasi Tidakada nyeri tekan,, tidak terdapat edema,
tidak terdapat massa dan benjolan yang
Abnormal
9) Panggul
Bentuk panggul normal, warna kulit panggul merata
kecoklatan, tidak terdapat lesi, pertumbuhan rambut tipis merata
10) Anus dan rectum
Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat lesi, tidak tedapat
pembengkakan. Warna merah tua.
11) Genetalia
a) Pada Laki-laki
Genetalia pasien normal, tidak ada luka.
12) Ekstremitas (Tabel 12)
Atas Tangankanan mengalami kelemahan dan
tangan kiri bisa digerakkan secara leluasa.
Kekuatan otot kanan 4 dan kiri 5. Tangan
kiri terpasang infus Asering 20 tpm. Kuku
pada jari tangan terlihat bersih
Bawah kaki kanan mengalami kelemahan
dankiritidak terjadi kelemahan, anggota
gerak lengkap, tidak terdapat
edema,kekuatan otot kanan 2 dan kiri 5.
Kuku pada jari kaki terlihat bersih
13) Pemeriksaan Fungsi saraf Kranialis (Tabel 13).

Jenis
Saraf Kranials Fungsi Fungsi
Pasien dapat membedakan bau minyak wangi dan
I Olfaktorius Sensorik bauk teh
II Optikus Sensorik Tidak ada gangguan penglihatan
Dilatasi reaksi pupil normal, terjadi pengecilan
III Okulomotor Motorik pupil ketika ada pantulan cahaya.
IV Troklearis Motorik Tidak ada gangguan dalam pergerakan bola mata.
Sensorik Wajah perot

Motorik Sedikit ada gangguan pada saat mengunyah


V Trigeminalis
VI Abdusens Motorik Tidak dapat menggerakkan bola mata ke samping.
Terdapat gangguan pada saat bicara, bicara pelo
VII Fasiali Motorik
VIII
Vestibulokoklear Sensorik Tidak ada gangguan pendengaran
Sensorik
IX Motorik terdapat kesulitan dalam menelan.
Glosofaringeus
Sensorik
Motorik
X Vagus Tidak ada gangguan
XI Asesorius Anggota badan sebelah kanan suah digerakkan dan
Spinal Sensorik dapat mengangkat bahu sebelah kiri
Respon lidah tidak baik, klien tidak bisa
menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke yang
XII Hipoglosus Motorik lain, terdapat kesulitan dalam menelan.
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Patologi Klinik
Tn. W dari Ruang Cempaka RS dr. Soedjono, Senin, 2 juli 2018
( Tabel 14 ) Hasil Laboratorium
No
Jenis Hasil
Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan (Satuan)

1. Glukosa 89 Mg/dL 70-115


2. Glukosa 2jam PP 100 Mg/dL 70-140
3. Leukosit 7,5 K/uL 3,6-11,0

b. Hasil CT Scan Dx
Klinis : CVA
Kesan :
- ICH (intracerebral hemmorrhage) putamen sinistra (Slice 6-9, ukuran L.K 2,1 X
3,8 cm, Hu 64,88)
- Tak tampak laterasi
- Penyempitan ventrikel lateralis dan cornu enterior-posterior sinistra
- Tak tampak oedem cerebri
- Suspect hematosinus sphenoidalis sinistra, DD : sinusitis
- Lain-lain tak tampak kelainan
c. Terapi pengobatan (Tabel 15)
Hari/Tanggal Obat Dosis dan satuan Rute
Senin, 2Juni Cairan infus Asering 20 tpm IV
2018 Manitol 6 x 100 IV
Neorages 3X1 Oral
Amlodipin 1 x 10 mg Oral
Ranitidin 50 mg/12j IV
Ondansetron 4 mg/12 jam IV
Piracetam 3g/12 jam IV
B. Analisa Data
Tabel 16. Analisa data

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1. DS : Hipertensitroke non Ketidakefektifan
- Pasienmengatakan mengeluh tensi hemoragik perfusi jaringan
selalu tinggi dan mempunyai perifer
riwayat darah tinggi.
- Pasien mengatakan kepala terasa
pusing
- Pasien mengatakan bicara pelo
sebelum masuk RS
DO :
- Ku : Cukup, composmentis
- Pasien tampak lemah
- TD = 200/100 mmHg
- Nadi = 60 x/menit
- Suhu = 36,8oC
- RR = 20 x/menit
- Bicara pelo
- Terdapat gangguan pada
pemeriksaan nervus IX
Glosofaringeus dan XII Hipoglosus
2. DS : Penurunan kekuatan Hambatan mobilitas
- Pasien mengatakan tangan dan kaki otot(kerusakan Fisik
kanan mengalami kelemah neuron)
- Pasien mengatakan kebutuhannya
dibantu oleh keluarga
DO :
- Ku : Cukup, composmentis
- TD = 200/100 mmHg
- Nadi = 60 x/menit
- Suhu = 36,8oC
- RR = 20 x/menit
- Kekuatan skala otot
4 5
4 5
- Segala aktifitas pasien dibantu
seperti makan minum mobilisasi
berpakaian dll
- Pasien terdapat gangguan pada
anggota badan sebelah kanan
tangan kanan hanya bisa melakukan
fleksi ekstensi sedangkan kaki
kanan hanya abduksi dan adduksi
pada pergelangan kaki
3. DS : - Pertahanan primer Risiko Infeksi
DO : tidak adekuat
- Ku : Cukup, composmentis
- TD = 200/100 mmHg
- Nadi = 60 x/menit
- Suhu = 36,8oC
- RR = 20 x/menit
- Terpasang infus Asering di tangan
kiri 20 tpm sejak tanggal 30 Juni
2018, tidak ada oedem.
- Terpasang kateter
- Leukosit 7,5 k/uL
4. Ds : Kurang terpaparnya Kuranng
- Pasien mengatakan mengetahui informasi pengetahuan
bahwa dirinya menderita stroke
akan tetapi tidak mengetahui cara
perawatan
DO :
- Pasien belum memahami manfaat
menggerakkan anggota tubuh untuk
pasien stroke
70

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi,
stroke non hemoragic ditandai dengan Pasien mengatakan mengeluh
tensi selalu tinggi dan mempunyai riwayat darah tinggi, Pasien
mengatakan kepala terasa pusing, Pasien mengatakan bicara pelo
sebelum masuk RS, Ku : Cukup, composmentis, Pasien tampak lemah, TD
200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8 oC , RR = 20 x/menit,
Bicara pelo.
2. Hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot (kerusakan
neuron)ditandai dengan Pasien mengatakan tangan dan kaki kanan mengalami
kelemah, Pasien mengatakan kebutuhannya dibantu oleh keluarga, Ku : Cukup,
composmentis, TD = 200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8 oC, RR = 20
x/menit, Kekuatan 4 5 skala
otot , Segala aktifitas pasien dibantu seperti makan 4 5 minum
mobilisasi berpakaian dll, Pasien terdapat gangguan
pada anggota badan sebelah kanan tangan kanan hanya bisa melakukan
fleksi ekstensi sedangkan kaki kanan hanya abduksi dan adduksi pada pergelangan kaki
3. Resiko infeksi berhubungan denganp ertahanan primer tidak adekuat ditandai dengan
Ku : Cukup, composmentis, TD 200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8 oC, RR 20
x/menit, Terpasang infus Asering di tangan kiri 20 tpm sejak tanggal 30 Juni 2018, tidak
ada oedem, Terpasang kateter, Leukosit 7,5 k/uL.
4. Kurang pengetahuan berhubungan kurang terpaparnya informasi ditandai
dengan Pasien mengatakan mengetahui bahwa dirinya menderita stroke
akan tetapi tidak mengetahui cara perawatan. Pasien belum memahami
manfaat menggerakkan anggota tubuh untuk pasien stroke.
71

D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tabel 17. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Senin, 2Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018
09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan a. O :Kaji tanda-tanda vital a. Memudahkan perawat
jaringan perifer keperawatan selama 3 x b. N :Batasi gerakan kepala ,leher menentukan intervensi
berhubungan dengan 24 jam, mencapai dan punggung selanjutnya.
hipertensi, ICH Circulation status dengan c. E :Anjurkan pasien untuk b. Teknik non farmakologis
(intracerebral kriteria hasil: banyak istirahat . membantu mengurangi
hemmorrhage) a. Tekanan systole dan d. C : Kelola obat amlodipin 10 kenaikan tanda –tanda vital.
distole dalam rentang mg/24 jam dan injeksi piracetam
normal(130/90) 3gr c. Memberikan kenyamanan
b. Tidak ada tanda-tanda pada pasien.
tekanan intrakranial
lebih dari 15 mmHg
c. (TD: 110-120/60-80 d. Amlodipin sebagai
mmHg, N: 60-100 penurunkan tensi secara
x/mnt, RR: 16- farmakaologi
20x/mnt, S :36-
36,5°C).
2. Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018
09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB
Hambatan mobilitas Fisik Setelah diberikan tindakan a. O : Mengkaji kekuatan otot a. Mengetahui tanda skala
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 kekuatan otot
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Penurunan kekuatan otot jam diharapkan mencapai b. N :Lakukan dan ajarkan b. Tindakan non famakologis
mobiity level dengan tindakan ROM pada pasien untuk meningkatkan kekuatan
kreteria hasil otot
1. Skala kekuatan otot c. E :Anjurkan pasien untuk c. Dengan mengurangi makanan
bertambah 5 5 mengurangi makanan atau maupun minuman yang
5 5 minuman yang banyak banyak mengandung garam
2. Mampu melakukan mengandung garam dapat membantu menurunkan
aktivitas mandiri risiko darah tinggi
3. Tangan sebelah kanan d. C : Kolaborasi dengan ahli d. d. Tindakan non famakologis
dapat digerakkan secara fisioterapi jika dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan
bertahap otot
3. Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018 Senin, 2 Juni 2018
09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB
Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan a. O :Pantau tanda-tanda vital. a. Mengidentifikasi tanda-tanda
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 peradangan terutama bila suhu
Pertahanan Sekunder jam infeksi tidak terjadi tubuh meningkat.
tidak adekuat dengan kriteria: b. N :Lakukan perawatan luka b. Mengendalikan penyebaran
a. Tidak ada tanda-tanda dengan teknik aseptic dan mikroorganisme patogen.
infeksi (dolor, kalor, Lakukan perawatan terhadap c. Untuk mengurangi risiko
rubor, tumor, fungtio prosedur invasif seperti infus, infeksi nosokomial.
laesa) kateter, drainase luka
b. Luka bersih, tidak c. E : Edukasi pasien untuk d. Penurunan Hb dan
lembab dan tidak kotor. menjaga kebersihan dan selalu peningkatan jumlah leukosit
c. Balutan infus bersih, cuci tangan dari normal bisa terjadi akibat
tidak, lembab, dan d. C :Kelola untuk pemberian terjadinya proses infeksi
tidak kotor antibiotik ceftriaxone 1 gr/24 e. Antibiotik mencegah
d. Tanda-tanda vital jam dan Jika ditemukan tanda perkembangan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
dalam batas normal. infeksi kolaborasi untuk mikroorganisme patogen.
(TD: 110-120/60-80 pemeriksaan darah, seperti Hb
mmHg, N: 60-100 dan leukosit
x/mnt, RR: 16-
20x/mnt, S :36-
36,5°C).

4 Senin, 2 Juli 2018 Senin, 2 Juli 2018 Senin, 2 Juli 2018 Senin, 2 Juli 2018
09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB 09.00 WIB
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan a. O :Kaji pengetahuan pasien a. mempermudah dalam
berhubungan kurang keperawatan selama 1 x 24 tentang penyakitnya memberikan penjelasan
terpaparnya informasi jam pasien memahami b. N :Jelaskan tentang proses tentang pengobatan pada
tentang penyakitnya penyakit (tanda dan gejala) pasien
dengan kriteria hasil : identifikasi kemungkinan b. meningkatkan pengetahuan
- Menjelaskan kembali penyebab, jelaskan kondisi dan mengurangi cemas
tentang penyakitnya tentang pasien. Jelaskan tentang
- Mengenal kebutuhan proses pengobatan dan
perawatan dan alternative pengobatan
pengobatan tanpa c. E :Diskusikan perubahan gaya c. mempermudah intervensi
cemas hidup yang mungkin digunakan
untuk mencegah komplikasi
d. C : Diskusikan tentang terapi d. mencegah keparahan penyakit
yang dipilih
e. Eksplorasi kemungkinan
sumber yang bisa e. memberikan gambar tentang
digunakan/mendukung pilihan tentang terapi yang
f. Intruksikan kapan harus bisa digunakan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
kembali ke pelayanan kesehatan
g. Tanyakan kembali tentang
pengetahuan penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
E. Implementasi

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan

yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan

pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan penulis melakukan tidakan keperawatan sesuai

dengan rencana yang telah disusun.

F. Evaluasi

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipertensi, ICH (intra cerebral hemmorhage).

Dalam asuhan keperawatn yang dilakukan penulis selam 3 hari

terdapat keridakefektifan perfusi jaringan behubungan dengan

hipertensi dan intra cerebaral homorhage masalah ini teratasi

sebagian dibuktikan dengan pasien memiliki tensi yang selalu

tinggi.

b. Hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan

kekuatan otot (kerusakan neuron)

Dalam asuhan keperawatn yang dilakukan penulis selam 3 hari

terdapat hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan

Penurunan kekuatan otot (kerusakan neuron) masalah ini

teratasi sebagian dibuktikan dengan pasien sudah ada

peningkatan kekuatan otot

c. Kurang pengetahuan berhubungan kurang terpaparnya informasi


Dalam asuhan keperawatn yang dilakukan penulis selam 3

hari terdapat kurang pengetahuan berhubungan kurang

terpaparnya informasi masah ini teratasi dibuktikan pasien

dapat melakukan atau mempraktekan apa yang sudah

diajarkan dan dianjurkan pasien seperti belajara menggerakan

kaki dan tangan.

d. Resiko infeksi berhubungan denganp ertahanan primer tidak

adekuat Dalam asuhan keperawatn yang dilakukan penulis selam

3 hari terdapat Resiko infeksi berhubungan denganp ertahanan

primer tidak adekuat, masalah in i teratasi sebagian dibuktikan

dengan pasien tidak ada ta/nda tanda infeksi pada tusukan infus

tetapi masih terpasang infus.


BAB IV

Pelaksanaan Edukasi

4.2 SAP Stroke

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik

Penyakit Stroke

B. Sasaran

Sasaran Penyuluhan : Keluarga Tn H di Suryodiningratan, Mantrijeron,

Kota Yogyakarta

Sasaran Program : Target sosialisasi program pengendalian penyakit

stroke terpenuhi

C. Tujuan Instruksional umum

Pada akhir proses penyuluhan Penyakit Stroke keluarga Ny. T dapat

memahami tentang Penyakit Stroke

D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan penyuluhan penyakit stroke, keluarga mampu:

1. Menjelaskan dengan tepat pengertian stroke

2. Menjelaskan dengan tepat gejala dan penyebab stroke

3. Menjelaskan dengan tepat makanan yang boleh dan tidak

boleh dikonsumsi pada pasien dengan penyakit stroke

4. Menjelaskan dengan tepat penatalaksanaan stroke

E. Garis Besar Materi

Materi penyuluhan yang akan diberikan meliputi:

1. Pengertian stroke

2. Gejala dan penyebab stroke


3. Makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi pada pasien

dengan penyakit stroke

4. Penatalaksanaan stroke

F. Metode

1. Ceramah

2. Diskusi Tanya-Jawab

G. Media dan Alat

1. Leaflet penyakit stroke

2. Meja

3. Kursi 3

4. Food model

H. Waktu

Hari/Tanggal: Selasa, 3 Juli 2018

Pukul : 10.00 s.d. 10.30 WIB

I. Alokasi Waktu

No. Acara Kegiatan Waktu

1. Persiapan Mempersiapkan alat dan media 2 menit

a. Memberikan salam

b. Memperkenalkan diri

c. Membina hubungan saling percaya


2. Pembukaan 3 menit
d. Menyampaikan kontrak waktu

e. Menyampaikan tujuan diadakan

penyuluhan
a. Menyampaikan materi:

1) Pengertian stroke

2) Gejala dan penyebab stroke

3) Makanan yang boleh dan tidak 15 menit


3. Inti acara
boleh dikonsumsi pada pasien

dengan penyakit stroke

4) Penatalaksanaan stroke

b. Diskusi & Tanya Jawab 5 menit

a. Merangkum Materi

b. Mengajukan pertanyaan untuk evaluasi

4. Penutupan c. Memberikan feedback 5 menit

d. Melakukan terminasi

e. Memberikan salam

J. Tempat

Penyuluhan akan diadakan di rumah Ny. T di Suryodiningratan, Mantrijeron,

Yogyakarta. Setting tempat untuk acara sebagai berikut:

Keterangan :
Penyuluh

: Meja

: Peserta
K. Evaluasi

Daftar pertanyaan evaluasi:

1. Aspek Kognitif

a. Apakah yang dimaksud dengan stroke?

b. Apa saja tanda gejala stroke?

c. Makanan apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi pada

pasien stroke?

d. Bagaimana penatalaksanaan pada saat serangan stroke?

e. Bagaimana penatalaksanaan pasca stroke?

2. Aspek Afektif

Setelah dilakukan penyuluhan ini, apa yang akan dilakukan terhadap Ny.

T?

3. Aspek Psikomotor

Menggunakan lembar observasi Aspek Psikomotor.

Lembar Observasi Aspek Psikomotor

No. Kegiatan Ya Tidak

1. Kontrol Rutin √

2. Melaksanakan Diet √

3. Minum Obat Teratur √

4. Memasak makanan dengan benar √


MATERI
PENYULUHAN STROKE

A. Pengertian Stroke

Stroke adalah sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresi cepat,

berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau

lebih, atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan

oleh gangguan peredaran darah non-traumatik.

Jenis Stroke dibagi menjadi dua, antara lain:

1. Stroke karena perdarahan. Stroke ini terjadi karena satu atau beberapa

pembuluh darah di otak pecah.

2. Stroke karena penyumbatan. Stroke ini terjadi karena pembuluh darah di

otak mengalami penyumbatan oleh kolesterol atau lemak lain sehingga

suplai oksigen ke otak terhambat. Otak tidak dapat bernapas sehingga

fungsi jaringannya terganggu.

B. Bagaimana Tanda dan Gejala Stroke

Gejala stroke tergantung luas dan area otak yang mengalami gangguan stroke.

Gejala Stroke secara umum sebagai berikut:

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya satu sisi saja) yang

timbul mendadak.

2. Gangguan kepekaan pada satu atau lebih anggota badan

3. Perubahan mendadak status mental (bingung, mengigau, koma)

4. Afasia (bicara tidak lancar, ucapan kurang, atau sulit memahami ucapan)

5. Disartria (bicara pelo atau cadel)


6. Gangguan penglihatan atau diplopia (penglihatan dobel)

7. Ataksia (kesulitan gerakan)

8. Vertigo, mual, dan muntah, atau nyeri kepala.

C. Makanan/Diet untuk Pasien Stroke

1. Pasien stroke dianjurkan untuk makan:

a. Sumber karbohidrat: beras, kentang, ubi, singkong, tapioca, biscuit,

bihun

b. Sumber protein hewani: daging sapi dan ayam tanpa kulit, ikan, telur

ayam, susu skim

c. Sumber protein nabati: semua kacang-kacangan dan produk

olahannya (tahu & tempe)

d. Sayuran: bayam, wortel, kangkung, kacang panjang, labu siam, tomat,

toge.

e. Buah: buah segar, dijus ataupun diolah dengan cara disetup, seperti

pisang, papaya, manga, jambu biji, melon, semangka.

f. Sumber lemak: minyak jagung dan mintak kedelai, margarin dan

mentega dalam jumlah terbatas, dan santan encer.

2. Makanan yan gtidak dianjurkan untuk penderita stroke:

a. Sumber karbohidrat: mie, soda (baking powder), kue-kue yang terlalu

manis

b. Sumber protein hewani: daging sapid an ayam yang berlemak, jeroan,

keju, protein hewani yang diawetkan


c. Sumber protein nabati: pindakas, produk kacang-kacang olahan yang

diawetkan.

d. Sayuran: Sayuran yan gmengandung gas seperti kol, sawi, kembang

kol, dan lobak

e. Buah-buahan: buah-buahan yan gmengangung gas seperti durian,

nangka, dan buah-buahan yang diawetkan (buah kaleng)

f. Sumber lemak: santan kental dan produk goring-gorengan.

D. Penatalaksanaan Stroke

a. Pada saat terjadi serangan

Stroke merupakan suatu kegawatdaruratan medis. Periode Emas stroke

hanya 3-6 jam, sehingga penatalaksanaan cepat, tepat, dan cermat berperan

besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Deteksi dini stroke dapat

dilakukan dengan F.A.S.T.

Face Minta pasien untuk senyum. Lihat apakah salah satu


(Wajah) sisi wajahnya turun?
Arms Minta pasien mengangkat kedua lengan. Lihat
(Lengan) apakah salah satu lengan tidak bisa diangkat?
Speech Minta pasien bicara. Perhatikan apakah ucapannya
(Bicara) pela atau tidak jelas?
Time Jika Anda menemukan tanda-tanda tersebut, segera
(Waktu) hubungi unit perawatan terdekat.
b. Pasien Pasca Stroke

1) Latihan ROM Aktif atau Pasif

Merupakan latihan gerak untuk melatih otot dan saraf yang lemah

agar dapat berfungsi normal kembali. Latihan Gerak Aktif

dilakukan oleh pasien sendiri, sedangkan latihan gerak pasif otot

pasien digerakkan oleh orang lain.

2) Memonitor tekanan darah secara rutin

3) Meminum obat sesuai anjuran dokter

4) Melakukan diet rendah garam dan rendah lemak

5) Melakukan olahraga sesuai kondisi.


BAB V

LAMPIRAN

5.1 Poster
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam

ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.

Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan

60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65

tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara

nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia

8,5% mengalami stroke yaitu lansia.

Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and

Suddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Klasifikasi stroke berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke

diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik.

Sedangkan etiologi stroke sendiri yaitu Trombosis (penyakit trombo – oklusif),

Embolisme Serebral, Iskemia Serebral dan Perdarahan Serebral. Untuk faktor risiko

stroke yang sering teridentifikasi antara lain hipertensi, Aneurisma pembuluh darah

cerebral, Kelainan jantung / penyakit jantung, Diabetes mellitus (DM), Usia lanjut,

Polocitemia, Peningkatan kolesterol (lipid total), Obesitas, Perokok, Kurang Aktivitas


Fisik. Terkhusus untuk faktor risiko pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi

pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.

Secara Umum manifestasi klinis dapat dijelaskan sebagai gangguan fungsi

neuromotorik, gangguan komunikasi, emosi/perasaan dan gangguan fungsi

intelektual. Untuk pemeriksaan penunjang diagnostic dapat dilakukan dengan

Laboratorium, Sinar X tengkorak, Ultrasonografi Doppler, EEG

(Electroencephalography), CT scan, MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan

Angiografi.

Mengenai penatalaksanaan umum pada pasien stroke yaitu bebaskan jalan

nafas dan usahakan ventilasi adekuat , kandung kemih yang penuh dikosongkan,

penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus , hiperglikemia atau

hipoglikemia harus dikoreksi, suhu tubuh harus dipertahankan normal , nutrisi peroral

hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik , keseimbangan cairan

dan elektrolit dipertahankan, bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan

heparin dosis rendah subkutan, bila tidak ada kontra indikasi. Untuk terapi

farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke ialah antikoagulasi , obat

antiplatelet, bloker kalsium, dan trental. Sedangkan untuk terapi khususnya ditujukan

untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan

neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,

tPA. Adapun perawatan pasca stroke yaitu rehabilitasi stroke, kognisi dan

komunikasi, serta dukungan psikologis.

Jadi untuk usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin

banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan


yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh

lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua

jenis stroke.

6.2 Saran

Diharapkan masyarakat dapat memahami penyakit stroke sejak dini dan

senantiasa melakukan hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke. Sedangkan

untuk pasien yang telah terkena penyakit stroke diharapkan agar tetap melakukan

pengobatan dan terapi untuk mencapai kesembuhan. Kemudian untuk perawat

sendiri diharapkan dapat menambah wawasan ilmu terapan bidang keperawatan

dalam memberi dan menjelaskan penyakit stroke.


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeh.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih


bahasa Tim Penerbit PSIK UNPAD.Jakarta: EGC.

Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosa & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: EGC.

Misbach,J. 2008. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid,A.; dan


Soertidewi,L.; (Ed). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara
Komprehensif. Hal 1-9.Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua
puluh Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. p. 141-
142.

Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai